BIOEKOLOGI DAN PENGENDALIAN KUMBANG Cylas formicarius Fabricius (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) Nurnina Nonci

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOEKOLOGI DAN PENGENDALIAN KUMBANG Cylas formicarius Fabricius (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) Nurnina Nonci"

Transkripsi

1 BIOEKOLOGI DAN PENGENDALIAN KUMBANG Cylas formicarius Fabricius (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) Nurnina Nonci Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi No. 274 Maros 90514, Sulawesi Selatan ABSTRAK Kumbang Cylas formicarius F. (Coleoptera: Curculionidae) merupakan hama utama pada ubi jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika. Hama ini merusak umbi di lapangan, di penyimpanan, dan di tempat karantina. Larva merusak umbi dengan menggerek, membuat lorong-lorong dan sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan dalam umbi. Umbi yang rusak menghasilkan terpene yang menyebabkan umbi terasa pahit sehingga tidak dapat dikonsumsi serta berbahaya bagi kesehatan. Kehilangan hasil akibat C. formicarius berkisar 10 90%. Kumbang betina meletakkan telur secara tunggal sebanyak 3 4 butir/hari atau butir selama hidupnya. Larva terdiri atas lima instar. Larva instar 1 5 merusak umbi dengan cara menggerek. Kumbang jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk antena. Pengendalian hama terpadu yang berorientasi pada ekologi dapat diterapkan untuk mengendalikan kumbang C. formicarius. Beberapa komponen pengendalian tersebut meliputi cara budi daya, seperti pergiliran tanaman, tumpang sari, menutup retakan tanah, pemberian air, dan sanitasi serta penggunaan varietas resisten, musuh alami, pengendalian secara kimiawi, dan seks feromon. Kata kunci: Cylas formicarius, bioekologi, kerusakan, kehilangan hasil, pengendalian ABSTRACT Bioecology and control of sweet potato weevil Cylas formicarius Fabricius (Coleoptera: Curculionidae) Sweet potato weevil, Cylas formicarius F. (Coleoptera: Curculionidae) is the most serious pest of sweet potato in the world both in tropical and subtropical regions. The pest causes tuber damage in the field, in storage, and in quarantine. The larvae attack the tuber by making bores, creating tunnels and producing piles of fecal materials surrounding tunnels inside the tuber. As a response of damage, tuber produces terpene which causes tubers turn to bitter and unsuitable for human consumption. Yield losses caused by C. formicarius vary from 10 to 90%. Eggs are laid singly in cavities in the root or stems. A female lays 3 4 eggs/day or eggs during its life. Larvae consist of five instars. All larval stages cause damage on tubers by creating tunnels inside the tuber. Male and female weevil can be distinguished from their antenna. Integrated pest management which is an ecologically approach can be applied to control sweet potato weevil. The control methods include cultural practices, such as crop rotation, intercropping, covering the broken soil, watering, and sanitation, and using resistant varieties, natural enemies, chemical control, and sex pheromone. Keywords: Cylas formicarius, bioecology, damages, yield loss, control methods Ubi jalar (Ipomoea batatas Lamb.) merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat digunakan untuk diversifikasi menu guna mempertahankan swasembada beras. Ubi jalar dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tahan kekeringan, dan dapat ditanam sepanjang tahun. Umumnya ubi jalar diusahakan pada lahan tegalan, kebun, dan pekarangan, serta pada lahan sawah tadah hujan (Kantor Statistik Sulawesi Selatan 1990). Ubi jalar merupakan tanaman penting ketujuh di dunia (Jansson dan Raman 1991). Di Taiwan, areal pertanaman ubi jalar menduduki peringkat kedua setelah padi, begitu pula produksi totalnya. Ubi jalar digunakan sebagai bahan makanan berserat tinggi, pakan, dan industri. Daya simpan umbinya cukup bagus. Umbi dan daunnya mempunyai nilai di masyarakat modern karena berfungsi sebagai makanan alami dan menyehatkan. Di sebagian besar daerah di Indonesia, ubi jalar merupakan bahan pangan sampingan, tetapi di kawasan timur Indonesia terutama Papua, ubi jalar merupakan bahan pangan pokok. Sebagai tanaman palawija penghasil karbohidrat, ubi jalar menduduki peringkat ketiga setelah jagung dan ubi kayu. Tingkat konsumsi ubi jalar lebih rendah dibanding jagung dan ubi kayu. Tingkat konsumsi jagung sebesar 30,71 kg, ubi kayu 46,26 kg, sedangkan ubi jalar 10,93 Jurnal Litbang Pertanian, 24(2),

2 kg/kapita/tahun (Biro Pusat Statistik 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ubi jalar antara lain adalah umur, jenis atau varietas, kesuburan tanah, tinggi tempat penanaman, iklim (musim tanam), serta gangguan hama dan penyakit. Ratusan spesies serangga dapat merusak ubi jalar, namun yang paling merusak adalah Cylas formicarius atau sweet potato weevil, disebut juga kumbang penggerek umbi atau hama boleng. Tiga spesies utama dari kumbang penggerek umbi adalah: 1) C. formicarius, ditemukan di daerah tropis khususnya di Asia di mana lebih dari 60% ubi jalar dunia diproduksi, 2) C. punsticollis di Sub- Sahara Afrika, dan 3) Euscepis postfasciatus ditemukan di Karibia dan beberapa negara kepulauan di Pasifik (AVRDC 2004). Ketiga spesies tersebut mempunyai siklus hidup yang serupa dan dapat dikendalikan dengan cara yang sama. C. formicarius merupakan hama utama pada ubi jalar dan tersebar di seluruh dunia (Capinera 1998; Komi 2000; Morallo dan Rejesus 2001). CIP (1991) melaporkan bahwa C. formicarius adalah hama utama dan termasuk 10 kendala utama yang perlu mendapat perhatian. Di Kenya (Afrika), hama ini merupakan kendala kedua dalam peningkatan mutu ubi jalar. Di Florida (Amerika Serikat), hama ini selalu ada sepanjang tahun (Waddil 1982), begitu pula di Indonesia, (Waluyo 1992; Nonci et al. 1994; Supriyatin 2001). C. formicarius merusak umbi di lapangan, di tempat penyimpanan, dan di karantina (Komi 2000; Sheng 2000). BIOLOGI, EKOLOGI, DAN MORFOLOGI pertumbuhan dapat ditemukan sepanjang tahun jika tersedia makanan yang sesuai. Telur Telur diletakkan di dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara menggerek akar, batang, dan umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidermis, secara tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat (Morallo dan Rejesus 2001; AVRDC 2004). Menurut Supriyatin (2001), telur C. formicarius sulit dilihat karena ditutup dengan bahan semacam gelatin yang berwarna cokelat. Telur C. formicarius berwarna putih krem, berbentuk oval tak beraturan (AVRDC 2004, Gambar 1), berukuran 0,46 0,65 mm (Supriyatin 2001), sedangkan menurut Capinera (1998) panjang telur 0,77 mm dengan lebar 0,50 mm. Di Florida, lama fase telur berkisar 5 hari pada musim panas dan hari bila musim dingin (Capinera 1998). Periode inkubasi telur beragam sesuai dengan suhu, yakni 4 hari pada suhu 30 o C dan 7, 9 hari pada suhu 20 o C. Di Indonesia, rata-rata lama fase telur adalah 7 hari (Supriyatin 2001), sedangkan di India Gambar 1. Telur Cylas formicarius (AVRDC 2004). 6,30 hari Rajamma (1983). Seekor kumbang betina meletakkan telur 3 4 butir/ hari atau butir selama hidupnya (30 hari). Di laboratorium, setiap ekor kumbang betina mampu meletakkan telur butir (Capinera 1998), sedangkan menurut Supriyatin (2001) sekitar butir. Larva Larva yang baru menetas berukuran lebih besar dari telur, tanpa kaki, berwarna putih dan lambat laun berubah menjadi kekuningan (AVRDC 2004, Gambar 2). Larva yang baru menetas langsung menggerek batang atau umbi. Bila larva menggerek batang, biasanya arah gerekan menuju umbi. Larva C. formicarius terdiri atas tiga instar dengan periode instar pertama 8 16 hari, instar kedua 2 21 hari, dan instar ketiga hari (Capinera 1998). Supriyatin (2001) melaporkan bahwa larva C. formicarius terdiri atas 5 instar dalam waktu 25 hari. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkat perkembangan larva. Perkembangan larva mencapai 10 dan 35 hari berturut-turut pada suhu 30 o C dan 24 o C (Capinera 1998). Di India, fase larva di laboratorium rata-rata berlangsung 16 hari (Rajamma 1983) dan di Taiwan hari. Larva instar akhir berukuran panjang 7,50 8 mm dan lebar 1,80 2 mm (CABI 2001, Gambar 3), berwarna putih kekuningan. Caput besar berukuran sepertiga dari panjang badan dan seperdua dari lebar badan. Kepala berwarna kuning hingga cokelat, mandibula kuning hampir hitam dan abdomen larva agak besar (AVRDC 2004). Siklus hidup C. formicarius memerlukan waktu 1 2 bulan, secara umum hari pada musim panas. Generasinya tidak merata, demikian pula jumlah generasi selama setahun. Di Indonesia, terdapat 9 generasi C. formicarius dalam setahun, (Nonci dan Sriwidodo 1993; Supriyatin 2001), di Florida 6 8 generasi, di Texas 5 generasi, dan di Louisiana Amerika Serikat 8 generasi (Waddil 1982; Capinera 1998). Serangga dewasa tidak berdiapause, tetapi cenderung tidak aktif bila kondisi lingkungan kurang sesuai. Semua fase Gambar 2. Larva Cylas formicarius instar 1(kiri) dan instar 3 (kanan) (Castner, dalam Capinera 1998). 64 Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 2005

3 Gambar 3. Pupa Larva instar akhir membentuk pupa pada umbi atau batang, berbentuk oval, kepala dan elytra bengkok secara ventral. Panjang pupa berkisar 6 6,50 mm (Capinera 1998; CABI 2001; AVRDC 2004). Pupa berwarna putih, tetapi seiring dengan waktu dan perkembangannya, berubah menjadi abu-abu dengan kepala dan mata gelap. Lama masa pupa berkisar 7 10 hari, tetapi pada cuaca dingin dapat mencapai 28 hari (Capinera 1998). Di laboratorium di India, rata-rata stadium pupa adalah 4,10 hari (Rajamma 1983). Serangga Dewasa Kumbang yang baru keluar dari pupa tinggal 1 2 hari di dalam kokon, kemudian keluar dari umbi atau batang. CABI (2001) melaporkan bahwa kumbang C. formicarius menyerupai semut, mempunyai abdomen, tungkai, dan caput yang panjang dan kurus (Gambar 4). Kepala berwarna hitam, antena, thoraks, dan tungkai oranye sampai cokelat kemerahan, abdomen dan elytra biru Gambar 4. Larva Cylas formicarius instar terakhir (CABI 2001). Kumbang Cylas formicarius (CABI 2001). metalik (Capinera 1998; Morallo dan Rejesus 2001). Supriyatin (2001) juga menyatakan bahwa C. formicarius mempunyai kepala, abdomen, dan sayap depan berwarna biru metalik, sedangkan kaki dan dadanya cokelat. Tungkai mempunyai cincin di sekeliling tibia. Antena mempunyai 10 ruas. Perbedaan kumbang jantan dan betina terletak pada antena. CABI (2001) melaporkan bahwa antena kumbang jantan berbentuk benang, ruas antena mempunyai jarak yang sempit, dan tidak sama, berbentuk sosis, dan panjangnya lebih dari dua kali panjang flagelum. Antena kumbang betina berbentuk gada, jarak ruas antena 2/3 dari panjang flagelum (Gambar 5). Suhu sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan lama hidup C. formicarius. Mullen (1981) menyatakan bahwa kumbang C. formicarius yang dipelihara pada ubi jalar varietas Jewel menurun perkembangannya sejalan dengan meningkatnya suhu dari 20 o C menjadi 30 o C. Kumbang akan hidup lebih lama pada suhu 15 o C sehingga penyimpanan ubi jalar pada suhu 15 o C belum dapat memusnahkan populasi C. formicarius. Kumbang betina dapat hidup 113 hari dan mampu bertelur butir. Siklus hidup setiap generasi berlangsung 38 hari, sehingga dalam setahun terdapat 9 generasi (Supriyatin 2001). Di India siklus hidup C. formicarius berkisar 23,20 24,70 hari pada bulan Februari Mei, 26,20 26,50 hari pada bulan Juni September, dan 27 29,10 hari pada bulan Oktober Januari. Periode praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi berturut-turut adalah 8,40; 82,60; dan 6,10 hari (Rajamma 1983). Pada suhu 15 o C di laboratorium, serangga dewasa dapat hidup lebih dari 200 hari jika makanan tersedia, dan hanya 30 hari jika Gambar 5. Kumbang betina Cylas formicarius dengan antena bentuk gada (CABI 2001). dilaparkan. Namun, lama hidup kumbang menurun menjadi 3 bulan jika dipelihara pada suhu 30 o C dengan makanan, dan 8 hari tanpa makanan (Capinera 1998). Kumbang dapat terbang tetapi jarang terjadi dan jarak terbangnya relatif dekat. Kaku et al. (1999) melakukan pengamatan terhadap pergerakan kumbang C. formicarius di laboratorium pada suhu 27 o C, RH 70% dan 16 jam terang serta 8 jam gelap. Persentase kumbang dewasa yang bergerak dari satu umbi ke umbi lainnya selama 7 hari adalah 77,10% untuk kumbang jantan dan 40% untuk kumbang betina. Persentase pergerakan kumbang jantan pada umbi yang berumur 30 hari adalah 91,90% dan kumbang betina 41,40%. Dengan demikian, kumbang jantan bergerak lebih sering dibanding kumbang betina, dan kumbang jantan tua lebih aktif dibanding kumbang jantan muda. TANAMAN INANG, PENYE- BARAN, KERUSAKAN, DAN KEHILANGAN HASIL Tanaman Inang Tanaman inang kumbang C. formicarius adalah dari famili Convolvulaceae, terutama genus Ipomoea. Ubi jalar adalah inang yang paling sesuai, diikuti oleh Ipomoea aquatica (bayam air). Kangkung liar (I. pescapreae dan I. panduratea) juga merupakan inang liar yang cocok (Capinera 1998). Selanjutnya Moody et al. (1984) dan AVRDC (2004) melaporkan bahwa selain ubi jalar, tanaman morning glory (I. triloba) (Gambar 6) juga merupakan inang yang sesuai. Namun, larva C. formicarius lebih menyukai ubi jalar dibanding morning glory. Beberapa tanaman dari famili Convolvulaceae, seperti Merramia emerginata, M. mammosa, dan Ipomoea sp. juga merupakan tanaman inang C. formicarius (Austin 1991). Inang antara ini selalu ada sepanjang tahun sehingga akan mempengaruhi perkembangan populasi hama tersebut. Sharp (1995) melaporkan bahwa spesies liar yang disenangi oleh C. formicarius adalah Calystegia soldanella, Dichondra carolinensis, I. alba, I. barlerioides, I. cardato triloba, I. hederacea, I. hederifolia, I. horsfalliae, I. imperati, I. indica, I. lacunosa, I. Jurnal Litbang Pertanian, 24(2),

4 Gambar 6. macrorhiza, I. obscura, I. pandurata, I. sagittata, I. separia, I. setosa, I. triloba, I. tubinata, I. turbinata, I. wrightii, Jacquemontia curtissii, Merremia dissecta, dan Stictocardia tiliifolia. PENYEBARAN Ipomoea triloba L. (morning glory), inang alternatif Cylas formicarius (Moody et al. 1984). Cylas formicarius dijumpai hampir di seluruh daerah pertanaman ubi jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika (Tabel 1). Di Indonesia, C. formicarius banyak ditemukan di Papua, Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Nusa Tenggara (Nonci dan Sriwidodo 1993; Trustina et al. 1993). Di Amerika Serikat, hama tersebut pertama kali ditemukan di Louisiana pada tahun 1875, kemudian di Florida tahun 1878 dan Texas tahun 1890, dan diduga masuk melalui Kuba. Saat ini hama itu sudah ditemukan di seluruh pantai bagian tenggara mulai dari Carolina Utara hingga Texas, juga ditemukan di Hawai dan Puerto Rico (Capinera 1998). Komi (2000) melaporkan bahwa C. formicarius pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1900-an kemudian menyebar ke bagian utara Pulau Amami, Tokara, Setokuchi, kemudian menjadi endemik. Pada tahun 1995, C. formicarius ditemukan untuk pertama kalinya di kota Muroto di Kochi Prefecture. KERUSAKAN DAN KEHILANGAN HASIL C. formicarius merupakan kendala utama dalam peningkatan mutu ubi jalar (CIP 1991). Di Kenya, hama ini merupakan kendala kedua. Di Florida, hama ini selalu ada sepanjang tahun dan dapat menghasilkan 6 8 generasi setiap tahun (Waddil 1982). Kumbang dewasa makan, bertelur, dan berlindung pada akar, batang, dan umbi. Kumbang menyerang Tabel 1. Penyebaran Cylas formicarius secara geografis di dunia. Wilayah Indonesia Asia Afrika Hemisphere Barat America Oceania Penyebaran Papua, Jawa, Sulawesi, Sumatera, Nusa Tenggara Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Cambodia, Cina, Kepulauan Christmas, Kepulauan Cocos, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Vietnam. Kamerun, Cad, Republik Dekmoratik Kongo, Etiopía, Ghana, Kenya, Liberia, Lybia, Madagaskar, Mauritius, Mozambik, Reunion, Senegal, Sychelles, Somalia, Afrika Selatan, Sudan, Swaziland, Tanzania, Uganda, dan Zimbabwe. Aguilla, Antigua dan Berbuda, Bahama, Belize, Bermuda, Cayman, Islands, Kuba, Republik Dominika, Guatemala, Guyana, Haiti, Jamaika, Meksiko, Belanda, Antilla, Puerto Rico, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Trinidad dan Tobago. Amerika Serikat, Virgin Island, Venezuella. American Samoa, Australia, Belau, Caroline Islands, Cook Island, Fiji, Perancis, Polynesia, Guam, Kribati, Micronesia, Selandia Baru, Northern Mariana Islands, Papua Nugini, Pulau Solomon, Vanuatu, Wallis, dan Pulau Futuna Islands. Sumber: Nonci dan Sriwidodo (1993); Trustina et al. (1993); Sharp (1995). epidemis akar atau batang dan permukaan luar umbi dengan cara membuat lubang gerekan. Larva juga menyerang akar, batang, dan umbi dengan cara yang sama, tetapi sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan (Gambar 2 dan 3) dengan bau yang khas. Umbi yang rusak menghasilkan senyawa terpenoid sehingga terasa pahit, dan tidak dapat dikonsumsi walaupun kerusakannya rendah (Jansson et al. 1987). Hasil pengujian laboratorium di Jepang menunjukkan bahwa akar tanaman ubi jalar yang terserang kumbang C. formicarius selama 24 jam akan menghasilkan terpene phytoalexins. Diduga enzim pektolitik yang terdapat pada kumbang C. formicarius adalah terpen (Sato et al. 1982). Selanjutnya dinyatakan bahwa sisa gerekan di dalam batang menyebabkan malformasi, penebalan, dan patahnya batang rambat serta daun menjadi hijau pucat. Supriyatin (2001) mengemukakan bahwa warna jaringan di sekitar lubang gerekan pada umbi akan berubah menjadi lebih gelap dan membusuk, sehingga umbi tidak layak dikonsumsi karena rasanya pahit. Bila dikonsumsi umbi tersebut akan merangsang pembentukan senyawa toksik yang dapat mempengaruhi kerja hati dan paru-paru manusia (Supriatin 2001). Di Indonesia, kerusakan akibat serangan kumbang C. formicarius terjadi sejak tahun Kehilangan hasil akibat serangan hama ini berkisar antara 10 80%, bergantung pada lokasi, jenis lahan, dan musim (Bahagiawati 1989; Widodo et al. 1994). Selanjutnya Nonci dan Sriwidodo (1993) melaporkan bahwa di kebun percobaan Bontobili Sulawesi Selatan pada musim kemarau, persentase umbi rusak oleh C. formicarius adalah 62,41%, 81,88%, 59,99% dengan hasil umbi segar 33,70; 25,39; dan 25,89 t/ha masingmasing untuk varietas Kalasan, Mendut, dan lokal Gowa. Di Homestead Florida, kehilangan hasil akibat serangan C. formicarius berkisar 60 80%. Kerusakan kecil pun pada umbi menyebabkan umbi tidak layak dikonsumsi karena adanya senyawa terpenoid (Sato et al. 1982, Jansson et al. 1987). UPAYA PENGENDALIAN Pengendalian C. formicarius dengan insektisida secara konvensional sulit dilakukan karena hama ini terdapat di 66 Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 2005

5 dalam batang dan umbi. Pengendalian hama ini akan lebih efektif dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). PHT merupakan pendekatan ekologi dalam pengelolaan agroekosistem. Oleh karena itu, PHT mengutamakan berfungsinya mekanisme pengendalian alami yang secara dinamis dapat menjaga populasi hama tetap berada pada keseimbangan umum yang rendah. Komponen PHT meliputi penggunaan varietas tahan, teknik bercocok tanam, musuh alami, dan penggunaan pestisida bila diperlukan. CABI (2001) melaporkan bahwa beberapa komponen pengendalian C. formicarius yang telah diteliti meliputi teknik bercocok tanam, pemusnahan inang antara, serta penggunaan varietas tahan, musuh alami, dan seks feromon. Budi Daya Pengendalian dengan teknik budi daya meliputi penggantian atau modifikasi cara bercocok tanam yang secara langsung atau tidak langsung dapat menurunkan populasi atau memutus siklus hidup C. formicarius. Cara ini tidak mencemari lingkungan, relatif mudah dilaksanakan, dan kompatibel dengan pengendalian yang lain. Pergiliran tanaman merupakan cara budi daya yang dapat mencegah serangan kumbang C. formicarius. Dianjurkan menanam ubi jalar hanya sekali dalam 5 tahun, mencegah menanam 2 tahun berturut-turut pada areal yang sama, atau menanam padi di antara dua pertanaman ubi jalar (AVRDC 2004). Pada prinsipnya pergiliran tanaman bertujuan mematahkan siklus hidup C. formicarius. Tumpang sari ubi jalar dengan buncis, ketumbar, labu, lobak, adas, kacang hijau, dan kacang tanah juga dapat mencegah serangan hama tersebut (CABI 2001). Retakan tanah merupakan jalan utama bagi hama untuk mencapai umbi dan akar untuk meletakkan telur. Umbi yang bertambah besar menyebabkan tanah menjadi retak. Di Taiwan, kerusakan umbi lebih sedikit pada musim hujan karena retakan tanah berkurang (AVRDC 2004). Retakan tanah dapat ditutup dengan memberikan air, mencangkul atau menggunakan mulsa. Trustina et al. (1993) menyatakan bahwa tingkat serangan C. formicarius dipengaruhi oleh kadar air tanah. Kadar air tanah 15 35% akan menimbulkan kerusakan 26,19 48,07% di Muneng dan kadar air tanah 20 35% menimbulkan kerusakan 36,72 37,30% di Kendalpayak. Pada periode yang sama di Muneng, bila kadar air tanah konstan sekitar 20%, maka kerusakan menjadi 26% dan bila kadar air tanah berkurang hingga 15%, maka kerusakan menjadi 49%. Sanitasi dengan membersihkan sisasisa tanaman setelah panen juga penting dalam pengendalian C. formicarius, karena hama ini terdapat pada akar dan batang. Dianjurkan mencabut dan memusnahkan semua tanaman inang alternatif. Pucuk batang (25 30 cm) merupakan bibit tanaman terbaik, karena bebas dari telur dan larva (AVRDC 2004). Inang Resisten Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan sumber ketahanan terhadap C. formicarius dari tanaman inang resisten kemudian menggabungkannya ke dalam kultivar yang dibudidayakan. Pengujian di laboratorium (USDA dan TITA) di Nigeria dan AVRDC Taiwan sejak tahun 1970-an telah mendapatkan beberapa kultivar ubi jalar tahan terhadap hama ini. Tabel 2. Klon Lingkungan memegang peranan penting dalam interaksi antara tanaman dan C. formicarius. Mullen (1984) menguji ketahanan 12 kultivar ubi jalar di Georgia AS, dan mendapatkan satu kultivar yang tahan yaitu W101. Selanjutnya Talekar (1997) melaporkan bahwa dari ubi jalar yang dievaluasi di lapangan, dua klon yaitu I 123 (6.712) dan I 959 (W-115) dan empat progeni dari persilangan antara ubi jalar dan Ipomoea trifida menunjukkan tingkat ketahanan yang sangat tinggi terhadap C. formicarius. Terdapat korelasi positif antara jumlah C. formicarius dalam rambatan atau jumlah tanam rusak dengan diameter batang yang digunakan sebagai bibit. Supriyatin (2001) telah mengevaluasi ketahanan 54 klon harapan ubi jalar di Muneng dan mendapatkan 16 klon yang tahan dan agak tahan terhadap C. formicarius (Tabel 2). Dari 16 klon tersebut, tujuh klon mempunyai potensi hasil lebih dari 10 t/ha, yaitu MSU 98-14, MSU , Cangkuang, MSU 163-9, MSU 34-38, MSU 162-4, dan MSU Pada penelitian tersebut tidak dilakukan infestasi buatan, dan klon Pa ong sebagai pembanding peka terserang 70% di lahan kering dan 61% di lahan sawah. Beberapa klon potensial yang tahan terhadap C. formicarius adalah klon Klon-klon ubi jalar yang tahan dan agak tahan terhadap Cylas formicarius dan hasil umbi, di Muneng MK Total Hasil (t/ha) Umbi sehat Ketahanan LK LS LK LS LK LS MSU ,20 11,49 5,78 4,67 AT AT MSU ,65 12,16 3,62 4,82 AT AT Cangkuang 12,47 13,55 5,87 5,40 AT AT MSU ,99 11,72 5,10 4,27 AT AT MSU ,20 14,35 2,58 5,22 AT AT MSU , ,10 6,22 AT AT MSU ,53 11,73 2,05 7,28 AT T MSU ,87 9,09 2,70 4,33 AT AT MSU ,04 9,07 1,80 5,40 AT AT MSU ,07 8,95 1,98 3,96 T AT Binoras OP95-2 6,78 5,51 2,91 2,92 AT T AB ,83 7,44 1,26 2,97 T AT MSU ,12 6,44 1,58 4,19 AT AT W0014 1,83 3,08 0,74 2,03 T AT Inaswang OP95-6 2,65 0,68 1,33 0,44 AT AT W0607 1,35 1,43 0,35 0,70 T AT LK = lahan kering, LS = lahan sawah, T = tahan, AT = agak tahan. Sumber: Supriyatin (2001). Jurnal Litbang Pertanian, 24(2),

6 di Peru, klon ZS 684, ZS 687, ZS 915, dan GN 888 di Cina, serta klon B 0046, B 0056, B 0067, dan B 0226 di Indonesia (CIP 1992). Musuh Alami Capinera (1998) melaporkan bahwa beberapa spesies parasitoid C. formicarius yang telah berhasil diperbanyak di laboratorium adalah Bracon mellitor Say., B. punctatus (Muesebeck), Metapelma spectabile Westwood (semua termasuk ordo: Hymenoptera: Braconidae) dan Euderus purpureas Yoshimoto (Hymenoptera: Eulophidae). Selanjutnya Supriyatin (2001) menyatakan bahwa dua jenis parasitoid Microbracon cylasovarus dan Bassus cylasovarus efektif menekan populasi C. formicarius. Sharp (1995) melaporkan bahwa Phaidole megacephala (semut berkepala besar) efektif memangsa C. formicarius. Predator ini lebih efektif dibanding insektisida dalam menekan populasi C. formicarius. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, pemangsa C. formicarius meliputi semut, kumbang, belalang (Staphylinidae), dan laba-laba yang hidup aktif pada pertanaman ubi jalar (Supriyatin 2001). Musuh alami yang berupa patogen belum banyak diketahui baik jenis maupun perannya. Beberapa jenis patogen yang menjadi musuh alami C. formicarius adalah jamur, virus, bakteri, protozoa, dan nematoda. Di antara jamur entomopatogenik, Beauveria bassiana adalah yang paling efektif. Mortalitas C. formicarius mencapai 80 90% jika spora B. bassiana diaplikasikan pada tanah steril (Talekar et al. 1989). Capinera (1998) menyatakan bahwa B. bassiana mampu menyebabkan kematian yang besar pada kondisi kelembapan tinggi dan kepadatan C. formicarius yang juga tinggi. saat tanam dapat mencegah kerusakan pada bibit, dan aplikasi setelah tanam dapat mencegah serangan C. formicarius dari tanaman di sekitarnya. Penggunaan insektisida akan lebih baik jika dikombinasikan atau dipadukan dengan komponen-komponen pengendalian lainnya seperti varietas tahan, cara budi daya (pergiliran tanaman, tanam serempak, sanitasi), dan musuh alami (predator dan parasit). Nonci et al. (1994) melaporkan adanya interaksi antara penggunaan Varietas Kalasan dan insektisida (karbofuran). Varietas Kalasan yang dilepas pada tahun 1991 mempunyai sifat agak tahan terhadap C. formicarius serta beradaptasi baik pada lahan kering beriklim kering. Karbofuran dengan dosis 25 kg/ha/aplikasi yang diberikan saat tanam dan pada 60 hari setelah tumbuh efektif menekan populasi dan kerusakan oleh C. formicarius pada pangkal batang dan umbi. Pada intensitas serangan yang berat, hasil umbi segar varietas lokal Sidrap tetap tinggi, mencapai 23,10 t/ha, namun mutu umbi sangat rendah. Penampilan umbi tampak utuh, tetapi bila dibelah terdapat sisa kotoran larva C. formicarius berwarna hitam pada seluruh umbi. Waluyo (1992) mengemukakan bahwa kotoran C. formicarius dalam umbi menyebabkan umbi bertambah berat dan terasa pahit jika dimakan. Seks Feromon Seks feromon merupakan salah satu bagian dari sistem pengendalian hama terpadu. Formulasi seks feromon untuk C. formicarius telah dikembangkan begitu pula desain perangkap di lapang- an. Di Taiwan, penggunaan empat perangkap/0,10 ha yang dipadukan dengan insektisida mengurangi kerusakan umbi oleh C. formicarius sekitar 57 65% (Hwang 2000). Selanjutnya Supriyatin (2001) menyatakan bahwa kombinasi seks feromon dengan pencelupan setek ke dalam larutan karbofuran 0,05% ba/ ha selama 20 menit saat tanam, dapat menekan populasi C. formicarius sehingga hasil yang diperoleh lebih tinggi daripada perlakuan lainnya (Tabel 3). Perangkap feromon juga dapat digunakan untuk menandai dan memonitor keberadaan C. formicarius di lapang. Hwang (2000) mengemukakan bahwa seks feromon (2)-3-dodecen-1-01 (E)-2- butenoate, mampu menarik serangga betina. KESIMPULAN Kumbang C. formicarius merupakan hama penting pada ubi jalar yang merusak umbi, batang, dan akar. Selain di pertanaman, C. formicarius juga menimbulkan kerusakan saat umbi disimpan atau di karantina. Kehilangan hasil akibat hama tersebut berkisar 10 90%. Umbi yang rusak menghasilkan senyawa terpenoid, yang menyebabkan umbi terasa pahit sehingga tidak dapat dikonsumsi dan berbahaya bagi kesehatan. Kumbang betina meletakkan telur secara tunggal 3 4 butir/hari atau butir. Stadium telur berlangsung 5 7 hari. Telur berwarna putih krem, berbentuk oval tidak beraturan, berukuran 0,46 0,65 mm. Larva terdiri atas lima instar, lama stadium larva rata-rata hari. Larva berwarna krem hingga putih kekuningan. Pupa berwarna putih atau abu-abu, lama Insektisida Tabel 3. Kerusakan umbi dan hasil ubi jalar dengan penggunaan seks feromon dan pencelupan setek ke dalam larutan insektisida. Sekitar 10% petani ubi jalar di Sulawesi Selatan menggunakan insektisida untuk mengendalikan C. formicarius (Nonci dan Sriwidodo 1993), sedangkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah sekitar 20% (Supriyatin 2001). Penggunaan insektisida sintetis untuk mengendalikan hama ini tetap dianjurkan, baik insektisida dalam bentuk cairan maupun butiran, terutama yang sistemik. Aplikasi insektisida pada Perlakuan Kerusakan umbi (%) Hasil (t/ha) Muneng Genteng Muneng Genteng Feromon seks (10 mg) 98,30 17,50 13,60 44,80 Celup setek (karbofuran) 97,30 18,50 16,40 44,60 Feromon + celup setek 81,90 22, ,50 (karbofuran) Dara C. formicarius (10 99,10 26,60 15,70 45,40 ekor/100 m 2 ) Kontrol ,20 12,20 32,60 Sumber: Supriyatin (2001). 68 Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 2005

7 stadium pupa 7 10 hari. Kumbang jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk antena. Pengendalian C. formicarius dapat dilakukan dengan cara budi daya, yang meliputi pergiliran tanaman, penggunaan bibit sehat (setek pucuk cm), pemusnahan sisa tanaman setelah panen, mencabut dan memusnahkan tanaman inang alternatif, tumpang sari dengan buncis, ketumbar, labu, lobak, adas, kacang hijau, dan kacang tanah, menutup retakan tanah dengan mencangkul atau menggunakan mulsa, pemberian air serta sanitasi. Penggunaan varietas resisten dengan hasil lebih dari 10 t/ha seperti MSU 98-14, MSU , Cangkuang, MSU 163-9, MSU 34-38, MSU 162-4, dan MSU 112-1, juga efektif mengendalikan hama. Parasit yang efektif terhadap C. formicarius adalah Bracon mellitor Say., B. punctatus (Muesebeck), Metaperla spectabile Westwood, Euderus purpureas Yoshimoto, Microbracon cylasovarus dan Bassus cylasovarus, dan untuk predator adalah Phaidole megacephala (semut berkepala besar), kumbang, belalang, dan laba-laba, serta patogen yang efektif adalah B. bassiana. Penggunaan karbofuran 25 kg/ha/aplikasi serta seks feromon (2)-3-dodecen-1-01(E)-2-butenoate juga dianjurkan. DAFTAR PUSTAKA Austin, D.F Association between the plant family Convolvulaceae and Cylas weevil. In R.K. Jansen and K.V. Raman (Eds.). Sweet Potato Pest Management: A Global Perspective. Westview Press, Boulder. p AVRDC Integrated Pest Management of Sweet Potato Weevil. AVRDC org/lc/sweet Potato/Weevil. Bahagiawati, A.H Bionomics and control of sweet potato weevil, Cylas formicarius in Indonesia. Bogor Research Institute for Food Crops, Bogor. 10 pp. Biro Pusat Statistik Neraca Bahan Makanan di Indonesia Biro Pusat Statistik, Jakarta. 63 hlm. Capinera, J.L Sweet Potato Weevil, Cylas formicarius (Fabricius). Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. 7 pp. CABI Crop Protection Compendium. (CD-ROM), CABI, Rome. CIP Annual Report. Worldwide Potato and Sweet Potato Improvement. CIP, Peru. p CIP Annual Report. CIP, Peru. p Hwang, J.S Integrated control of sweet potato weevil, Cylas formicarius Fabricius, with sex pheromone and insecticide. Council of Agriculture, Taiwan. org/library/article/eb494.htm. Jansson, R.K., H.H. Bryan, and K.A. Sorensen Within-vine distribution and damage of sweet potato weevil, Cylas formicarius elegentulus (Coleoptera: Curculionidae), on four cultivars of sweet potato in Southern Florida. Florida Entomologist 70(4): Jansson, R.K. and K.V. Raman Biological control of Cylas spp. In K.V. Raman (Ed.). Sweet Potato Pest Management: A Global Perspective. Westview Press, Boulder 10: Kaku, K., M. Yonena, H. Yoshimura, and N. Ho Movement behavior of adults of Cylas formicarius on host plant. Research Bulletin of the Plant Protection Service, Japan. (no. 35): 81. Kantor Statistik Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan dalam Angka Kantor Statistik Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar. hlm. 65. Komi, K Eradication of sweet potato weevil, Cylas formicarius Fabricius from Muroro Cyty, Kochi. Japan. 5 pp. Moody, K., C.E. Munroe, R.T. Lubingan, and E.C. Paller Major weeds of the Philippines. University of the Philippines at Los Banos College, Laguna, Philippines. p Morallo, B.R. and R.S. Rejesus Biology of insect pest postharvest significance. Department of Entomology, University of the Philippines at Los Banos, Laguna, Philippines. p Mullen, M.A Sweet potato weevil, Cylas formicarius elegantulus (summers): Development, fecundity, and longevity. Ann. Entomol. Soci. Am. 74(5): Mullen, M.A Influence of sweet potato weevil infestation on the yields of twelve sweet potato lines. J. Agric. Entomol. 1(3): Nonci, N. dan Sriwidodo Pengaruh pengendalian Cylas formicarius pada ubi jalar terhadap kerusakan ubi pada penyimpanan. Laporan Hasil Penelitian Jagung dan Ubi- Ubian (no. 3): Balai Penelitian Tanaman Pangan, Maros. Nonci, N., Sriwidodo, dan A. Muis Pengendalian hama penggerek ubi Cylas formicarius dengan insektisida pada beberapa varietas ubi jalar. Agrikam, Penelitian Pertanian Maros (no. 3): Rajamma, P Biology and bionomics of sweet potato weevil Cylas formicarius Fabr. In S.C. Goel, (Ed.). Insect Ecology and Resources Management. Sanatan Dharm College, Muzaffar Nagar, India. p Sato, K., I. Uritani, and T. Saito Properties of terpene-inducing factor extracted from adults of the sweet potato weevil, Cylas formicarius Fabricius (Coleoptera: Brethidae). Appl. Entomol. Zool. 17(3): Sharp, J.L Mortality of sweet potato weevil. Texas Agric. Exp. Stn. Bull. 308: 90 pp. Sheng, H.J Integrated control of sweet potato weevil, Cylas formicarius Fabricius, with sex pheromone and insecticide. www/agnet.org/library/article/eb494.html Supriyatin Hama boleng pada ubi jalar dan cara pengendaliannya. Palawija (no. 2): Talekar, N.S., R.M. Lain, and K.W. Cheng Integrated control of sweet potato weevil at Penghu Island. Plant Prot. Bull. (Taiwan) 31: Talekar, N.S Sources of resistance to sweet potato weevil (Coleoptera: Apionidae) in sweet potato lines. Trop. Agric. 74(2): Trustina, Nur B., Nasrullah, dan Sumarno Tanggap klon ubi jalar terhadap hama boleng pada lingkungan kekeringan dan kecukupan air. Penelitian Palawija 8(1 & 2): Waddil, V.H Control of the sweet potato weevil, Cylas formicarius elegantulus by foliar application of insecticides. Proceeding of the First International Symposium AVRDC Taiwan. p Waluyo Perbanyakan hama lanas Cylas formicarius F. di gudang. Dalam S. Hardjosumadi, M. Machmud, S. Tjokrowinoto, S. Pasaribu, Sutrisno, A. Kurnia, dan N. Mulyono (Ed.). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. hlm Widodo, Y., Supriyatin, and A.R. Braun Rapid assessment of IPM needs for sweet potato in some commercial production areas of Indonesia. International Potato Center, Bogor, Indonesia and Malang Research Institute for Food Crops, Malang, Indonesia. 19 pp. Jurnal Litbang Pertanian, 24(2),

PENDAHULUAN. Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas. L) merupakan salah satu tanaman. bagian timur Indonesia dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat.

PENDAHULUAN. Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas. L) merupakan salah satu tanaman. bagian timur Indonesia dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas. L) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai gizi yang tinggi, bahkan di daerah tertentu khususnya bagian timur Indonesia dijadikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.)) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.)) C. formicarius merupakan kendala utama dalam peningkatan mutu ubi jalar (CIP 1991) dan tersebar di seluruh dunia seperti Amerika, Kenya,

Lebih terperinci

PELUANG DAN PENGEMBANGAN PERAKITAN VARIETAS UBIJALAR TAHAN HAMA BOLENG

PELUANG DAN PENGEMBANGAN PERAKITAN VARIETAS UBIJALAR TAHAN HAMA BOLENG PELUANG DAN PENGEMBANGAN PERAKITAN VARIETAS UBIJALAR TAHAN HAMA BOLENG Wiwit Rahajeng dan St. A. Rahayuningsih Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jl. Raya Kendalpayak, Km 8, PO Box

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Teknologi Produksi Ubi Jalar Teknologi Produksi Ubi Jalar Selain mengandung karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C dan mineral. Bahkan, ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau kuning, mengandung beta karoten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Cilembu Ubi jalar cilembu (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang tergolong tanaman semusim (berumur pendek) dengan susunan utama terdiri dari batang, ubi dan

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

UBI JALAR. Seleksi Gulud Tunggal Klon-klon Ubi jalar. Berkadar Betakarotin Tinggi

UBI JALAR. Seleksi Gulud Tunggal Klon-klon Ubi jalar. Berkadar Betakarotin Tinggi UBI JALAR Ubi jalar memiliki prospek dan peluang besar untuk bahan pangan dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan, ubi jalar mempunyai beberapa keunggulan, antara lain relatif memiliki nilai gizi

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resistensi Tanaman Terhadap Serangan Hama Ketahanan/resistensi tanaman terhadap hama/penyakit adalah sekelompok faktor yang pada hakekatnya telah terkandung dalam tanaman

Lebih terperinci

Keywords: Sweet potato (Ipomoea batatas), Attack Cylas formicarius F. (Coleoptera curculionidae),

Keywords: Sweet potato (Ipomoea batatas), Attack Cylas formicarius F. (Coleoptera curculionidae), SERANGAN HAMA Cylas formicarius F. (coleoptera : curculionidae) PADA BEBERAPA SENTRA TANAMAN UBI JALAR ( Ipomoea batatas L.) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN, MINAHASA, DAN KOTA TOMOHON ( Percentage of attack

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

Penyaringan Ketahanan Plasma Nutfah Ubi Jalar terhadap Hama Lanas

Penyaringan Ketahanan Plasma Nutfah Ubi Jalar terhadap Hama Lanas Penyaringan Ketahanan Plasma Nutfah Ubi Jalar terhadap Hama Lanas Nani Zuraida, Minantyorini, dan Dodin Koswanudin Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cylas formicarius F Telur. Larva

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cylas formicarius F Telur. Larva II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cylas formicarius F 2.1.1. Penyebaran Cylas formicarius F di Indonesia dikenal sebagai hama boleng atau lanas. Hama ini merupakan serangga ordo Coleoptera, famili Brentidae (Lawrence

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR DAN PENGENDALIANNYA

HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR DAN PENGENDALIANNYA HAMA BOLENG PADA TANAMAN UBIJALAR DAN PENGENDALIANNYA Sri Wahyuni Indiati dan Nasir Saleh 1 ABSTRAK Di Indonesia, ubijalar merupakan bahan pangan sumber karbohidrat sesudah beras dan jagung. Sayangnya

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

ISSN:

ISSN: ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Pengaruh Cara Aplikasi dan Frekuensi Pemberian Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana untuk Mengendalikan Hama Boleng (Cylas formicarius)

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT Pengendalian serangga hama Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT 1. Pengendalian secara silvikultur -Mengatur komposisi tegakan (hutan campuran)

Lebih terperinci

Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai

Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai Serangan Lalat Batang Melanagromyza sojae (Zehnter) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kedelai Kurnia Paramita Sari, Suharsono, dan Suntono Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil

Lebih terperinci

PERILAKU KAWIN KUMBANG Cylas formicarius (Fabr.) TERHADAP FEROMON SEKS SINTETIK PADA TANAMAN UBI JALAR MUHAMMAD RIZKI FAISAL

PERILAKU KAWIN KUMBANG Cylas formicarius (Fabr.) TERHADAP FEROMON SEKS SINTETIK PADA TANAMAN UBI JALAR MUHAMMAD RIZKI FAISAL PERILAKU KAWIN KUMBANG Cylas formicarius (Fabr.) TERHADAP FEROMON SEKS SINTETIK PADA TANAMAN UBI JALAR MUHAMMAD RIZKI FAISAL DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

UBI JALAR. 32 Laporan Tahun 2011 Penelitian Aneka Kacang dan Umbi PERBAIKAN GENETIK

UBI JALAR. 32 Laporan Tahun 2011 Penelitian Aneka Kacang dan Umbi PERBAIKAN GENETIK UBI JALAR PERBAIKAN GENETIK Ubi jalar dengan kandungan antosianin atau betakaroten tinggi merupakan pangan fungsional yang semakin mendapat perhatian untuk makanan sehat. Antosianin dilaporkan mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

EFIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana UNTUK MENGENDALIKAN HAMA BOLENG Cylas formicarius PADA UBI JALAR

EFIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana UNTUK MENGENDALIKAN HAMA BOLENG Cylas formicarius PADA UBI JALAR EFIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana UNTUK MENGENDALIKAN HAMA BOLENG Cylas formicarius PADA UBI JALAR Tantawizal 1 dan Yusmani Prayogo Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; Jl. Raya

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI DAN CARA APLIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria Bassiana TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA BOLENG PADA UBI JALAR

PENGARUH FREKUENSI DAN CARA APLIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria Bassiana TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA BOLENG PADA UBI JALAR PENGARUH FREKUENSI DAN CARA APLIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria Bassiana TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA BOLENG PADA UBI JALAR Tantawizal, Marida Santi YIB dan Yusmani Prayogo *) Balai Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK Pengembangan pertanaman jagung akan lebih produktif dan berorientasi pendapatan/agribisnis, selain

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. Klasifikasi dari kumbang tepung (T. castaneum) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan terpenting kedua setelah padi. Tanaman ini berasal dari Amerika. Sekitar abad ke-16,

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, xi PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk dikonsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Tanaman terhadap Hama (Wereng Coklat pada Padi dan Hama Lanas pada Ubi Jalar)

Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Tanaman terhadap Hama (Wereng Coklat pada Padi dan Hama Lanas pada Ubi Jalar) Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Tanaman terhadap Hama (Wereng Coklat pada Padi dan Hama Lanas pada Ubi Jalar) Nani Zuraida, Tiur S. Silitonga, Suyono, Minantyorini, dan Dodin Koswanudin ABSTRAK Evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa lokal disebut Erom berasal dari Benua Amerika. Para akhli botani dan pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci