STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN : KASUS DI KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH ABDULLAH SYAHIDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN : KASUS DI KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH ABDULLAH SYAHIDIN"

Transkripsi

1 STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN : KASUS DI KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH ABDULLAH SYAHIDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2005 Abdullah Syahidin

3 ABSTRAK ABDULLAH SYAHIDIN. Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MARYUDI S. Kabupaten Kebumen merupakan salah satu dari sepuluh kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dengan tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita terendah, wala upun kabupaten ini mempunyai beragam potensi wilayah yang dapat dikembangkan. Salah satu kebijakan pembangunan guna meningkatkan kemajuan daerah adalah memberikan perhatian terhadap pengembangan sektor-sektor unggulan. Sektor-sektor unggulan ini diharapkan dapat menjadi lokomotif perekonomian daerah. Dalam penelitian ini, dikaji sektor-sektor perekonomian yang berpotensi sebagai sektor unggulan bagi Kabupaten Kebumen. Untuk menentukan sektorsektor unggulan dilakukan dengan menilai peranan masing-masig sektor terhadap kontribusi dalam PDRB, pertumbuhan masing-masing sektor dalam PDRB, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan sektor basis yang dilakukan denga n metode Location Quoetien (LQ). Sedangkan untuk memprediksi peranan masing-masing sektor unggulan dalam pembentukan PDRB di gunakan pendekatan fungsi produksi Cobb and Douglass. Namun demikian merumuskan prioritas kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah seringkali dihadapkan pada berbagai dilema. Untuk mengetahui isu sentral kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Walaupun kebijakan pembangunan yang terdapat pada berbagai dokumen perencanaan pada umumnya telah diarahkan pada peningkatan perkembanga n sektor-sektor unggulan daerah, namun belum sepenuhnya diimbangi dengan implementasi kebijakan tersebut. Hal ini diindikasikan dengan masih terdapatnya korelasi yang lemah antara beberapa sektor yang berpotensi sebagai sektor unggulan daerah. Bahkan, sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB mempunyai korelasi yang lemah dengan sektor unggulan yang lain. Strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan dan diimplementasikan adalah mengembangkan industri-industri yang berbasis pertanian dan membangun keunggulan lokal melalui perkuatan usaha kecil dan mikro, mengingat sebagian besar kegiatan industri di Kebumen adalah industri kecil dan rumah tangga.

4 STUDI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN : KASUS DI KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH ABDULLAH SYAHIDIN Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

5 Judul Tesis : Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah Nama : Abdullah Syahidin NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Ketua Dr. Ir. Maryudi S, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 3 Desember 2005 Tanggal Lulus :

6 Karya ilmiah ini kupersembahkan untuk Anak-anaku tercinta: Aisyah Putri Syahidina Iqbal Insan Kurnia Syahida Putri Qanita Semoga dapat memacu semangat belajar tuk meraih cita-cita

7 PRAKATA Assalamu alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2005 adalah kebijakan pembangunan berbasis sektor unggulan. Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Sebagai salah seorang warga negara yang berasal dari Kabupaten Kebumen, penulis merasa terpacu untuk memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan daerah. Berbekal pendidikan yang penulis peroleh, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para perumus kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ayah dan Ibu yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis; 2. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Maryudi S, M.Sc yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketekunan membimbing penulis; 3. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap staff pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB; 4. Pimpinan dan staff Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis; 5. Pimpinan dan staff Pemda Kabupaten Kebumen yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian; 6. Pimpinan dan staff Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar; 7. Semua pihak yang berperan dan proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada isteri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan nuansa tersendiri dalam proses belajar. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal. Tak ada gading yang tak retak, mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat. Wassalamu alaikum Wr. Wb Bogor, Desember 2005 Abdullah Syahidin

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Kebumen pada tanggal 25 Desember 1968 dari seorang Ayah yang bernama Abdul Somad dan Ibu yang bernama Mukminah. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Kebumen dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Program Diploma (Prodip) Keuangan Spesialisasi Anggaran dan lulus tahun Program studi strata 1 penulis tempuh bersamaan dengan penempatan tugas kedinasan di Ujung Pandang setelah lulus dari Prodip Keuangan. Pada tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STIA) YAPPI Ujung Pandang. Tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Saat ini penulis bekerja pada Sekretariat Jenderal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xii xiii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Kerangka Pemikiran... 3 Hipotesis Penelitian... 5 Tujuan Penelitian... 6 Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA Perumusan Kebijakan Publik... 8 Pengertian Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan... 9 Desentralisasi Penyelenggaraan Pemerintahan Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Penentuan Prioritas Kebijakan Pembangunan Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan data Metode Analisis Principal Components Analysis (PCA) Location Quotient (LQ) Indeks Entropi Fungsi Produksi Cobb and Douglass Analysis Hierarchy Process (AHP ) Matrik Masalah, Tujuan, dan Kerangka Analisis Penelitian... 27

10 KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Jenis Tanah Klimatologi Hidrologi Kependudukan Kondisi Makro Perekonomian Garis Besar Kebijakan Pembangunnan HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Wilayah Analisis Sektor Unggulan Kriteria Sektor Unggulan Prediksi PDRB dengan Pendekatan Fungsi Produksi Cobb and Douglass Analisis Kebijakan Pembangunan Isu Sentral Kebijakan Pembangunan Strategi Dasar Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan Kelembagaan dalam Penyusunan Perencaaan Pembangunan Daerah SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 85

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Matrik masalah, tujuan dan metode analisis Penggunaan lahan di Kabupaten Kebumen tahun 1995 dan Nama kecamatan, luas lahan dan jumlah desa / keluarahan di Kabupaten Kebumen tahun Komposisi penduduk Kabupaten Kebumen PDRB Kabupaten Kebumen tahun atas dasar harga konstan 1993 (juta rupiah) Persentase distribusi sektor-sektor perekonomian PDRB Kabupaten Kebumen Pertumbuhan lapangan usaha PDRB Kabupaten Kebumen tahun (dalam persen) Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Kebumen dan 5 (lima) kabupaten di sekitarnya tahun Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Kebumen tahun Eigenvalues. Extraction: principal components Factor loadings (varimax normalized). Extraction: principal components Communalities. Extraction: Principal components Penyerapan tenaga kerja menurut sektor usaha tahun LQ Kabupaten Kebumen atas dasar lapangan usaha PDRB tahun Sektor Perekonomian yang masuk kriteria sektor unggulan Banyaknya industri di Kabupaten Kebumen tahun Nilai LQ sektor -sektor perekonomian di Kabupaten Kebumen tahun

12 18. Log PDRB Kabupaten Kebumen Hasil perhitungan regresi berganda Matrik korelasi antar variabel Prediksi PDRB dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglass Gini Rasio dan persentase pendapatan perkapita menurut golongan pendapatan di Kabupaten Kebumen tahun Factor loadings Extraction: Principal components tahun Realisasi APBD Kab. Kebumen Tahun 1997/ (juta rupiah)... 72

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Bagan alir perencanaan pembangunan Bagan alir penyusunan rencana pembangunan daerah Struktur hirarkhi AHP Kerangka analisis penelitian Pertumbuhan PDRB Kebumen dan Jawa Tengah tahun Plot of eigenvalue IPM Kabupaten Kebumen tahun Struktur dan hasil analisis AHP Skema kebijakan sektor unggulan Mekanisme perumusan kebijakan pembangunan daer ah Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD... 79

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Beberapa potensi komoditi sektor pertanian Kabupaten Kebumen Hasil analisis aplikasi expert choice

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Perhatian terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembangunan terus berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan, memberikan pelajaran yang penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengkaji lebih mendalam perencanaan pembangunan yang tepat untuk dilaksanakan pada suatu wilayah. Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dala m proses perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, dalam menyusun strategi kebijakan pembangunan harus dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap kondisi wilayah. Struktur pemerintahan negara kita, dibagi atas Pemerintahan Pusat dan Daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 1999 juncto UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Pemerinta h Daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota mempunyai peran yang penting dalam proses perencanaan pembangunan. Sesuai UU nomor 25 tahun 2004 tersebut, maka perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan tahunan, dimana dalam pelaksanannnya dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) pada masing-masing daerah. Dalam melakukan fungsinya, pemerintah daerah akan dihadapkan pada pengambilan-pengambilan keputusan yang dilaksanakan dalam kerangka kebijakan publik, termasuk dalam melakukan kebijakan di bidang pembangunan. Salah satu aspek yang penting dilakukan dalam kebijakan publik adalah merumuskan masalah dan program pemecahan yang akan dilaksanakan. Terdapat 4 tahap/fase yang penting dilakukan yaitu 1) pencarian masalah (problem search), 2) pendefinisian masalah (problem definition), 3) spesifikasi masalah (problem specification), dan 4) pengenalan masalah (problem sensing) (Dunn 2003). Dengan mengetahui masalah-masalah yang dihadapi, maka kebijakan yang

16 2 dikeluarkan dapat sesuai dengan yang diharapkan, termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Oleh karena itu, kegiatan studi kebija kan dalam pelaksanaan pembangunan khususnya yang dilakukan oleh Pemda menjadi unsur yang penting sebagai bagian dari proses pembelajaran (learning processs) dalam pelaksanaan pembangunan. Perumusan Masalah Pelaksanaan otonomi daerah telah memberikan peluang yang besar bagi daerah untuk merumuskan kebijakan pembangunan dan memanfaatkan sumbersumber potensi daerah secara lebih mandiri. Namun demikian, kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh daerah tentunya harus berpedoman pada grand design kebijakan pembangunan nasional. Hal ini secara eksplisit telah dirumuskan dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah Menurut Sukirno (1982) strategi pembangunan untuk suatu daerah ada empat aspek yaitu 1) strategi makro 2) strategi sektoral 3) strategi wilayah, dan 4) strategi pemilihan proyek-proyek. Salah unsur yang penting dalam kebijakan pembangunan daerah adalah merumuskan strategi perencanaan ekonomi daerah. Menurut Mangiri (2000) perencanaan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Misi umumnya adalah pendapatan perkapita daerah dan pemerataannya. Untuk mewujudkan misi dan tujuan tersebut diperlukan strategi dengan melihat berbagai potensi sumber daya yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang tersedia di suatu daerah. Beberapa strategi dimaksud adalah : 1. Strategi dari sudut sumber daya, yang terdiri dari : a. basis input, surplus sumber daya manusia (surplus labor), b. basis Input, sumber daya alam (hasil alam),

17 3 c. strategi basis sumber daya modal dan manajemen, d. sumber daya lainnnya, e. lokasi dan wilayah strategis. 2. Strategi menurut komoditi unggulan; 3. Strategi dari sudut efisiensi; 4. Strategi dari sudut Institusi dan aktor ekonomi. Pemahaman yang mendalam terhadap karakteritik dan potensi yang dimiliki suatu daerah, khususnya sektor-sektor unggulan yang ada, merupakan hal yang penting dalam merumuskan strategi pembangunan yang akan di keluarkan, dengan harapan agar competitive advantage tersebut dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan suatu daerah. Kabupaten Kebumen merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, dimana mempunyai beragam potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, yang berpeluang menjadi sektor unggulan daerah. Namun demikian, dengan keragaman potensi yang dimiliki tersebut, sampai tahun 2003 Kabupten Kebumen masih masuk dalam sepuluh besar terbawah kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah berdasarkan ukuran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita. Oleh karena itu, pemda Kabupaten Kebumen perlu merumuskan kebijakan pembangunan yang lebih tepat, khususnya dengan lebih mengoptimalkan peran sektor-sektor unggula n yang dimiliki, agar dapat meningkatkan kemajuan dan perkembangan wilayah. Memperhatikan beberapa hal di atas, maka beberapa permasalahan yang perlu dikaji adalah : a. Apa sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Kebumen? b. Apakah kebijakan pembangunan yang dijalankan oleh pemda Kabupaten Kebumen telah memperhatikan sektor unggulan yang dimilikinya? c. Bagaimana kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan oleh pemda? Kerangka Pemikiran Perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang sangat penting dalam suatu proses pembangunan. Menurut Conyers & Hills dalam Arsyad (1999)

18 4 perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan definisi tersebut, menurut Arsyad (1999) ada 4 elemen dasar perencanaan yaitu (1) merencanakan berarti memilih, (2) perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya, (3) perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan (4) perencanaan untuk masa depan. Agar suatu bentuk perencanaan pembangunan dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu disusun suatu strategi yang tepat yang dituangkan dalam kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan, khususnya di bid ang ekonomi, menurut Arsyad (1999) dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu (1) strategi pengembangan fisik/lokalitas (locality or physical development strategy), (2) strategi pengembangan dunia usaha (bussiness development strategy), (3) strategi pengembangan sumber daya manusia (human resources development strategy), dan (4) strategi pengembangan masyarakat (community-based development strategy ). Karakteristik potensi yang terdapat pada suatu daerah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kebijakan pembangunan suatu daerah. Dengan mengetahui potensi daerah yang secara tercermin dalam sektor unggulan yang dimiliki, maka kebijakan yang ditempuh dan implementasi yang diperoleh dapat sesuai yang diharapkan. Salah satu sarana untuk mengetahui potensi-potensi tersebut adalah dengan menganalisa data-data statistik daerah dan memperhatikan hasil-hasil studi potensi. Berdasarkan hasil pengolahan data -data tersebut, maka dapat diketahui kinerja perekonomian daerah dan kebijakan pembangunan yang tepat untuk dilaksanakan. Adapun kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan dalam penyusunan tesis ini, sebagaimana nampak pada Gambar 1 di bawah.

19 5 Wilayah / Daerah Kabupaten Kebumen Potensi Wilayah /Daerah : SDA, SDM, SD Buatan, SD lain Pemerintah Daerah DPRD Masyarakat Data-data statistik, hasil studi Kebijakan Pembangunan Metode Analisis Data Sektor-sektor Unggulan Perkembangan sektorsektor perekonomian Isu sentral Kebijakan Pembangunan Usulan strategi dasar Kebijakan Pembangunan bagi Kabupaten Kebumen Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Hipotesis Penelitian Perumusan kebijakan pembangunan yang tepat merupakan salah satu aspek yang patut diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Salah satu pendekatan yang perlu dilakukan adalah memberikan perhatian yang memadai terhadap pengembangan sektor-sektor perekonomian yang merupakan

20 6 unggulan daerah. Memperhatikan keragaman potensi wilayah yang dimilikinya, patut diduga bahwa pada dasarnya Kabupaten Kebumen mempunyai sektor -sektor perekonomian yang merupakan unggulan daerah. Namun, melihat pencapaian hasil pembangunan yang dilaksanakan, ada dugaan bahwa kebijakan pembangunan yang dilaksanakan belum sepenuhnya memperhatikan sektor -sektor unggulan tersebut. Berdasarkan latar be lakang, kerangka pemikiran, dan hal-hal tersebut di atas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Kabupaten Kebumen mempunyai sektor unggulan yang mempunyai peran yang penting dalam pengembangan wilayah yakni Pertanian, Perdagangan, Industri Pengolahan dan Jasa; 2. Kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen belum sepenuhnya memperhatikan sektor unggulan yang dimiliki daerah tersebut. Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini adalah untuk mengkaji : a. Sektor perekonomian daerah yang potensial menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan kemampuan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki Kabupaten Kebumen; b. Kesesuaian strategi pembangunan yang dijalankan Pemda Kabupaten Kebumen; c. Strategi kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan di Kabupaten Kebumen. Manfaat Penelitian yaitu : Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada beberapa aspek

21 7 a. Memberikan sumbangan pemikiran pada pemda tentang strategi pembangunan yang perlu dijalankan; b. Sebagai bahan pembelajaran (learning process) dan evaluasi dalam proses perumusan kebijakan pembangunan; c. Sebagai salah satu sarana guna pengembangan ilmu pengetahuan.

22 TINJAUAN PUSTAKA Perumusan Kebijakan Publik Kebijakan atau policy dalam The Little Oxford Dictionary diberikan definisi sebagai arah tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah, partai dan sebagainya (course of action adopted by government, party, etc). Suatu kebijakan dikeluarkan karena berbagai pertimbangan antara lain adanya masalah, kebutuhan atau adanya aspirasi tertentu. Perumusan suatu kebijakan dihasilkan dari analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif sehingga diperoleh alternatif terbaik. Mencermati pendapat dari Graycar, maka Keban (2004) menyatakan bahwa kebijakan dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu produk, dan sebagai suatu proses. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan dipandang sebagai suatu kumpulan atau rekomendasi, dan sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Terkait dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk yang dilakukan oleh pemda, maka Dunn (2003) menyatakan bahwa dalam kebijakan publik atau public policy terkandung pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Selanjutnya menurut Dunn (2003) dalam merumuskan suatu kebijakan perlu dilandasi dengan argumen-argumen, mengapa suatu kebijakan dikeluarkan. Argumen-argumen kebijakan (policy argument) yang merupakan sarana untuk melakukan perdebatan mengenai isu-isu kebijakan publik, mempunyai enam unsur yaitu 1) informasi yang relevan dengan kebijakan (policy-relevant information), 2) tuntutan kebijakan (policy claim), 3) jaminan atau pembenaran (warrant), 4) dukungan (backing), 5) bantahan (rebuttall), dan 6) kesimpulan (qualifier). Selanjutnya menurut Dunn (2003), secara garis besar, proses yang terjadi dalam pengambilan kebijakan terdiri dari 6 tahapan yaitu 1) identifikasi masalah

23 9 (identification of problems), 2) penyusunan agenda (agenda setting), 3) pengusulan formula kebijakan (formulation policies proposal), 4) pengesahan kebijakan (legitimating policies), 5) pelaksanaan kebijakan (implementing policies), dan 6) evaluasi kebijakan (evaluating policies). Keban (2004) berpendapat bahwa suatu kebijakan yang tidak mampu memecahkan masalah dianggap sebagai kebijakan berkapasitas rendah. Kebijakan yang berkapasitas rendah ini, perlu ditingkatkan kemampuannya melalui mekanisme yang lebih rasional dengan data dan informasi yang lengkap dan terpercaya, serta melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan atau pengambilan keputusan, agar masyarakat dapat mengontrol secara langsung. Selanjutnya menurut Keban (2004), kualitas suatu kebijakan dapat diketahui melalui beberapa parameter penting seperti proses, isi, dan konteks atau suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Oleh karena itu, analisis kebijakan dan proses kebijakan menjadi unsur yang penting dilakukan. Menurut Dunn (2003) analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan tenta ng dan didalam proses kebijakan. Proses analisis kebijakan mempunyai lima tahap yang saling bergantung yang secara bersama sama membentuk siklus aktivitas intelektual yang kompleks dan tidak linear. Aktivitas-aktivitas tersebut berurutan sesuai waktunya da n melekat dalam konteks kebijakan yang bersifat kompleks, tidak linear dan pada dasarnya bersifat politis. Pengertian Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development sudah sangat lazim didengar. Menurut Siagian (1983) pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan. Sedangkan Rustiadi et al. (2004) berpendapat ba hwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling

24 10 humanistik. Selanjutnya Todaro dalam Rustiadi et al. (2004) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, pananganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Dalam pelaksanannya, menurut Arsyad (1999) proses pembangunnan dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu 1) menetapkan tujuan, 2) mengukur ketersediaan sumber-sumber daya yang langka, 3) memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan, dan 4) memilih kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan telah mengalami pergeseran paradigma pembangunan dari yang berpusat pada produksi (produce centre development) ke pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centre development). Menurut Guy Gran dalam Korten dan Sjahrir (1988) paradigma ini memberi peran kepada individu bukan sebagai subyek, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannnya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa dan perbedaan lokal. Salah satu syarat agar proses pembangunan tersebut berjalan dengan lancar, adalah dilakukannnya desentralisasi yang cukup besar dalam proses pembuatan keputusan, yang tidak sekedar delegasi wewenang formal yang sederhana. Salah satu tantangan yang penting bagi pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah mengubah orientasi birokrasi pembangunan dari pemerintah agar menjadi organisasi-organisasi yang menghargai dan memperkuat kerakyatan, keanggotaan mereka, serta para warga negara yang harus dilayaninya. Desentralisasi Pe nyelenggaraan Pemerintahan Sejalan dengan diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 juncto UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 juncto UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka telah terjadi desentralisasi yang cukup

25 11 signifikan dalam kegiatan pemerintahan yang selama ini dikendalikan oleh pemerintah pusat. Menurut Hidayat (2004), desentralisasi dapat dilihat dari perspektif politik dan perspektif administrasi. Berdasarkan perspektif politik desentralisasi merupakan devolusi kekuasaan (devolution of power) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan berdasarkan perspektif administrasi, desentralisasi adalah penyerahan wewenang untuk mengambil keputusan, perencanaan, dan pengaturan fungsi publik dari pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi, kepada pemerintah dan organisasi non pemerintah yang berada pada level yang lebih rendah. Menurut Smith (1985) tujuan desentralisasi dapat dilihat dari kepentingan pemerintah pusat dan dari sisi kepentingan pemerintah daerah. Berdasarkan sisi kepentingan pemerintah pusat, desentralisasi mempunyai tiga tujuan utama yaitu 1) pendidikan politik (political education), 2) latihan kepemimpinan (provide training in political education), dan 3) menciptakan stabilitas politik (political stability). Sedangkan dari sisi kepentingan pemerintah daerah, desentralisasi mempunyai tiga tujuan yaitu 1) terciptanya keberimbangan secara politik (political equality), 2) meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah (local accountability), 3) meningkatkan kepekaan pemerintah daerah terhadap wilayahnya (local responsivness). Dengan demikian, sebenarnya desentralisasi mempunyai makna yang mendalam dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah serta terkait dengan berbagai aspek antara lain politik, ekonomi, sosial. Sukirno (1992) berpendapat, terdapat beberapa pertimbangan dilakukannnya desentralisasi, antara lain a) pemerintah daerah lebih mengetahui daerahnya, b) bila ada masalah pemerintah daerah lebih tahu sehingga lebih cepat penyelesaiannya, c) jumlah masalah yang dihadapi pemerintah daerah lebih sedikit daripada masalah nasional sehingga lebih cepat penyelesaiannya. Dalam kontek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, pemerintah pusat telah melakukan desentralisasi berbagai bidang/urusan yang sebelumnya di kendalikan oleh pemerintah pusat. Namun demikian, terdapat bidang/urusan yang masih merupakan kewenangan pemerintah pusat, sebagaimana ditentukan dalam UU nomor 22 tahun 1999 pasal 7 juncto UU nomor 32 tahun 2004 pasal 10 yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,

26 12 serta agama. Untuk penyelenggaraan kegiatan bidang-bidang tersebut di daerah, dilakukan dengan asas dekonsentrasi. Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sangat bervariasi tergantung dari kompleksitas masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Secara sederhana konsep perencanaan menurut Tarigan (2004) adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkahlangkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya secara lebih lengkap Tarigan (2004 ) memberi kan pengertian bahwa perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat di kontrol (noncontrolable ) namun relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan menurut Friedman dalam Tarigan (2004) perencanaan pada asasnya berkisar pada dua hal, pertama ialah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan kongkret yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, kedua ialah pilihanpilihan di antara cara-cara alternatif yang efisien serta rasional guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan daerah adalah aspek ekonomi. Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan pe mbangunan ekonomi pada suatu daerah perlu dilakukan perencanaan yang matang. Arsyad (1999) berpendapat terdapat tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah yaitu 1) perlunya pemahaman tentang hubungan antara daerah

27 13 dengan lingkungannya (horisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, 2) perlu memahami bahwa sesuatu yang tampaknya baik secara nasional (makro) belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional, dan 3) tersedianya perangkat kelembagaan untuk pembangunan daerah seperti administrasi dan proses pengambilan keputusan. Perencaanaan yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan. Mengutip pendapat dari Blakely, maka Arsyad (1999) menyatakan bahwa dalam perencanaan pembangunan ekonomi terdapat enam tahap yaitu 1) pengumpulan dan analisis data, 2) pemilihan strategi pembangunan daerah, 3) pemilihan proyek-proyek pembangunan, 4) pembuata n rencana tindakan, 5) penentuan rincian proyek, dan 6) persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi. Sedangkan menurut Jhingan (2000) perkembangan ekonomi dapat dipergunakan untuk menggambarkan faktor -faktor penentu yang mendasari pertumbuhan ekonomi seperti perubahan dalam teknik produksi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga dimana perubahan tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.

28 14 Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat, maka konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2004) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan siste mnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan diantara para ahli. Sebagaimana dikemukakan oleh Alkadri (2002) bahwa sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur -unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan. Berdasarkan fungsinya wilayah dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara : 1. Wilayah yang telah maju; 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi; 3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik; 4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan

29 15 nasional dan tidak ada tanda -tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan; 5. Wilayah tidak berkembang. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Pada era otonomi daerah saat ini, maka salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, menurut Tukiyat (2002) konsep pengembangan ekonomi wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam pembangunan wilayah yakni sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan sebagai pemacu pembangunan (stimulator ). Dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah. Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan (2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan kedalam sektor-sektor. Selanjutnya masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat

30 16 dikembangkan atau di tingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah. Penentuan Prioritas Kebijakan Pembangunan Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah merumuskan dan mengeluarkan kebijakan. Menurut Keban (2004), kualitas suatu kebijakan dapat diketahui melalui beberapa pa rameter penting seperti proses, isi, dan konteks atau suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Pemerintah perlu memperhatikan isu-isu yang berkembang di masyarakat, sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang tepat yang menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, analisis kebijakan dan proses kebijakan menjadi unsur yang penting dilakukan. Untuk mengetahui isu yang menjadi prioritas kebijakan dapat dilakukan dengan metode analisis yang dikenal dengan Analysis Hierarchy Process (AHP) atau proses hirarkhi analisis. Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Thomas Saaty di tahun 1970 an. Dalam menetapkan suatu kebijakan, maka perumus kebijakan akan dihadapkan pada banyak faktor baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, dimana seringkali analisis yang dilakukan mengabaikan faktor-faktor yang bersifat kualitatif. Dengan metode AHP, maka semua faktor yang dianggap berpengaruh terhadap suatu kebijakan akan diikutkan dalam perhitungan. Menurut Saaty (1980) pada umumnya hal-hal yang berperan dalam pengambilan keputusan adalah a) perencanaan, b) perumusan alternatif, c) menetapkan berbagai prioritas, d) menetapkan alternatif terbaik, e) mengalokasikan sumber daya, f) menentukan kebutuhan, g) memprediksi hasil yang dicapai, h) mendesain sistem i) penilain hasil, j) menjaga kestabilan sistem, k) mengoptimalkan tujuan, dan l) mengelola konflik. Saaty (1980) menekankan pentingnya pendekatan sistem dalam pengambilan keputusan, dengan memperhatikan struktur, fungsi, tujuan dan lingkungan. Beberapa keuntungan dari metode AHP dalam kegiatan analisis antara lain :

31 17 1. Dapat merepresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsurunsur pada level yang lebih rendah; 2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang komplek dan tidak berstruktur, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna mendapatkan prioritas; 3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas dengan tidak memaksakan pemikiran yang linier; 4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur -unsur yang mempunyai korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas Sarana yang digunakan dalam metode AHP ini adalah dengan memberikan kuesioner kepada para responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan baik masalah-masalah yang yang menjadi obyek penelitian. Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah, maka kedudukan dan peran pemerintah daerah dalam menyelenggarakan organiasi pemerintahan di daerah, menjadi lebih fleksibel sesuai dengan kemampuan keuangan, potensi daerah, dinamika masyarakat, dan kebutuhan pembangunan di daerahnya. Oleh karena itu, agar proses pembangunan di daerah dapat berjalan dengan terarah dan efektif, maka perlu dilakukan kegiatan perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu (Riyadi 2004). Dalam pelaksanaannya, maka kegiatan perencanaan daerah merupaka n kegiatan yang kompleks karena akan dihadapkan pada berbagai aspek yang memerlukan perhatian. Oleh karena itu, kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi merupakan kegiatan bersama/tim yang melibatkan

32 18 beragam disiplin ilmu. Menurut Riyadi (2004) terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perencanaan pembangunan daerah yaitu : 1. faktor lingkungan, baik bersifat internal maupun eksternal yang meliputi bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik; 2. faktor sumber daya manusia perencana; 3. faktor sistem yang digunakan, yang antara lain meliputi aspek prosedur, mekanisme pelaksanaan, pengambilan keputusan, dan pengesahan; 4. faktor perkembangan ilmu dan teknologi; 5. faktor pendanaan. Sebelum berlakunya UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka perencanaan pembangunan mengacu pada Garis- Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan setiap 5 tahun oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penjabaran GBHN tersebut pada masingmasing daerah dituangkan ke dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah (POLDAS) yang selanjutnya dirinci kedalam Rencana Strategis Pembangunan (RENSTRA), Program Pembangunan Daerah (PROPEDA). Sebagai operasional kegiatan dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Secara garis besar perencanaan pembangunan yang dilakukan sebagaimana Gambar 2 di bawah. Sejalan dengan diberlakukannnya UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sebagai konsekuensi berlakunya UU nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka mekanisme perencanaan pembangunan juga mengalami beberapa perubahan. Salah satu yang mendasari perubahan tersebut adalah diberlakukannnya mekanisme pemilihan langsung presiden dan para kepala daerah oleh rakyat, sehingga MPR sebagai lembaga tertinggi negara tidak mengeluarkan GBHN. Perencanaan pembangunan lebih mengacu pada visi dan misi presiden atau para kepala daerah yang terpilih. Berdasarkan UU 25 tahun 2004 tersebut, maka terdapat 3 rencana pembangunan yakni Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) untuk kurun waktu 25 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk kurun waktu 5 tahun, dan Rencana Pembangunan Tahunan, baik untuk tingkat nasional maupun daerah.

33 19 UUD 45 GBHN 99 PROPENAS REPETA APBN DEPT/ LPND PROPEDA PROPINSI APBD PROPINSI PROPEDA KAB/KOTA APBD KAB/KOTA PEMBANGUNAN NASIONAL & PEMBANGUNAN DAERAH Sumber : Bratakusumah (2003) Gambar 2 Bagan alir perencanaan pembangunan RPJM berisi program-program kerja untuk kurun waktu 5 tahun dan disusun dengan berpedoman pada RPJP yang telah ditetapkan. Untuk tingkat nasional RPJM merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi presiden terpilih. Sedangkan, untuk tingkat daerah RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi dan misi kepala daerah terpilih. Secara garis besar perencanaan pembangunan dilakukan oleh daerah sebagaima na nampak pada Gambar 3 di bawah.

34 20 UUD 45 UU Pemilu Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA Calon A Calon B Calon yang lain Visi, Misi, dan Program Kerja masing-masing calon Kepala Daerah Terpilih RPJM Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Anggaran Pembangunan Daerah (RAPBD) Gambar 3 Bagan alir penyusunan rencana pembangunan daerah Sesuai UU nomor 25 tersebut, maka pendekatan yang dilakukan dalam melakukan perencanaan pembangunan terdiri dari 5 aspek yakni politik, teknokratik, partisipatif, bawah-atas (bottom-up), atas-bawah (top-down ). Dalam penjelasan UU tersebut dikatakan bahwa pendekatan politik memandang pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah.

35 21 Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Sedangkan pendekatan atas -bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa.

36 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini mempunyai karakteristik potensi yang beragam dengan daerah pergunungan di bagian utara dan pantai di selatan. Penelitian dilakukan dari bulan April 2005 sampai dengan September 2005 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data -data statistik BPS, Peraturan Daerah (PERDA) yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten, dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Sedangkan pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para responden. Responden yang dipilih untuk kegiatan AHP terdiri dari unsur -unsur Pemda, tokoh masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pemerhati Kabupaten Kebumen, dengan prinsip bahwa responden yang dipilih mempunyai pemahaman yang baik tentang perkembanga n pembangunan di Kabupaten Kebumen. Metode Analisis Principal Components Analysis (PCA) Metode Principal Components Analysis (PCA) dan Factor Analysis (FA) (Johnson 1998) digunakan untuk ortogonalisasi variabel yakni mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi, menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (faktor ) yang tidak saling berkorelasi, serta penyederhanaan variabel sehingga terdapat variabel baru yang jauh sedikit dari pada variabel asalnya. Namun, total kandungan informasinya atau total ragamnya relatif tidak berubah. Teknik ekstraksi data dengan PCA / FA pada dasarnya adalah dengan memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel / faktor yang baru dan

37 23 meminimalkan keragaman dengan va riabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independent ). Dalam hal ini data yang akan dianalisan PDRB Jawa Tengah dan Kabupaten Kebumen dengan variabel sektor-sektor perekonomian. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa ini adala h : 1. Standarisasi variabel asal Tujuannya adalah menghilangkan variasi data antar variabel yang dilakukan dengan formula : y ij xij µ j = (1) s j y ij adalah variael baru yang telah disederhanakan x ij adalah variabel nilai X pada wilayah i sektor j µj adalah nilai rata-rata masing-masing sektor perekonomian sj adalah simpangan baku masing-masing sektor perekonomian 2. Ortogonalisasi Variabel Tujuannya adalah membuat variabel baru Z α (α=1,2,...,q p) yang memiliki karakteristik: (1) satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: rαα = 0, (2) nilai rataan masing-masing, tetap sama dengan nol, dan (3) nilai ragam masing-masing Z α sama dengan λ α 0, dimana α λ α = p. 3. Penyederhanaan jumlah variabel Sesuai dengan tujuan dasar kedua dari analisis PCA maupun FA adalah penyederhanaan jumlah variabel, maka langkah yang dilakukan adalah dengan mengurutkan masing-masing faktor atau komponen utama (F α ) yang dihasilkan, dari yang memiliki eigenvalue (λ α ) tertinggi hingga terendah, yakni : a. memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki λα 1, artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi (ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal, b. membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan, jika (λα-λ(α - 1))<1, sebagai alternatif lain digunakan juga metode The Scree

38 24 Test dipekenalkan oleh Catell dimana dari hasil scee plot yang dipilih adalah yang paling curam, c. menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan adalah r αj 0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau komponen utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel asalnya. Data-data yang digunakan dalam analisis ini adalah PDRB per kabupaten di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003 dan PDRB per kecamatan di Kabupaten Kebumen tahun Sebagai variabel data adalah adalah sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha (9 sektor). Untuk melakukan perhitungan metode PCA / FA ini digunakan aplikasi statistica versi 6. Location Quotient (LQ) Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis suatu aktivitas. Location Quotient (LQ) (Blakely 1994) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke -i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola -pola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ ini adalah : X ij / X i. LQij = (2) X. / X.. Dimana: X ij j : derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xi. : total aktivitas di wilayah ke -i X.j X.. : total aktivitas ke-j di semua wilayah : derajat aktivitas total wilayah

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perhatian terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembangunan terus berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL UMUM 1. Dasar Pemikiran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Bintan Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 54 TAHUN 2008 TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2008 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008-2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH KABUPATEN MALANG TAHUN 2006-2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten) DUDI HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lamongan tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan yang substansinya memuat visi, misi, dan arah pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan 8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah dalam mengelola potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS DESENTRALISASI FISKAL KABUPATEN SAMPANG DAN SUMENEP (PERIODE 2007 DAN 2008) SKRIPSI

ANALISIS INDEKS DESENTRALISASI FISKAL KABUPATEN SAMPANG DAN SUMENEP (PERIODE 2007 DAN 2008) SKRIPSI ANALISIS INDEKS DESENTRALISASI FISKAL KABUPATEN SAMPANG DAN SUMENEP (PERIODE 2007 DAN 2008) SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperolah Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem desentralisasi, ternyata telah dikenal sejak pemerintahan orde baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun 1974. Pokok- pokok yang terkandung dalam Undang-

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 25/2004 DAN UU NOMOR 32/2004. Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 25/2004 DAN UU NOMOR 32/2004. Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NOMOR 25/2004 DAN UU NOMOR 32/2004 Prof. Dr. SADU WASISTIONO, MS A. PENDAHULUAN UU No. 5/1974 bersifat Sentralistik Model Perencanaan Eklektik, yaitu perpaduan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS. Mesin Pemotong Rumput. iii RENCANA KERJA 2015

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS. Mesin Pemotong Rumput. iii RENCANA KERJA 2015 DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS Mesin Pemotong Rumput RENCANA KERJA 2015 iii KATA PENGANTAR Perubahan paradigma sistim perencanaan berimplikasi pada proses perencanaan yang cukup panjang,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE ) SKRIPSI

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE ) SKRIPSI ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE 2001-2008) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA CIMAHI TAHUN 2005 2025 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN 2006 2010 DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan masyarakat yakni kesejahteraan yang adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut berbagai kegiatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN MALANG TAHUN 2010 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci