BAB II STUDI PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kayu Kayu merupakan material yang diperoleh secara alami dari pohon dan sifatnya renewable yaitu ketersediaannya tidak terbatas selama dikelola secara baik. Kayu juga dapat dibentuk menjadi suatu bentuk yang diinginkan karena sifatnya yang elastis, dapat didaur ulang, dan terurai secara baik di alam (bio-degradable). Karena sifatnya ini, kayu digunakan menjadi bahan pilihan yang baik untuk material konstruksi. Kayu kuat saat menerima gaya yang diberikan sejajar dengan arah seratnya dan lemah saat menerima beban yang tegak lurus dengan arah seratnya. Kayu memiliki sifat yang berbeda dari setiap jenisnya. Bahkan dalam satu pohon, kayu memiliki sifat yang berbeda-beda atau disebut juga bahan alam yang tidak homogen. Hal ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan yang tidak sama. Beberapa sifat umum terdapat pada semua jenis kayu, yaitu: 1. Kayu tersusun dari sel yang memiliki tipe yang beragam dan penyusun dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa 50%, hemiselulosa 25%, dan lignin 25 % (Desch dkk, 1981). 2. Kayu memiliki komponen diluar dinding sel berupa rongga sel yang terdiri dari zat ekstraktif dan mineral. 3. Kayu tidak mempunyai batas kenyal yang nyata tetapi mempunyai batas proporsional. 4. Kayu dapat diserang oleh hama, penyakit, dan dapat terbakar dalam keadaan kering.

2 5. Bersifat anisotropik, artinya kekuatan untuk ke semua arah batang tidak sama jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial, dan tangensial). 6. Bersifat higroskopis, artinya dapat menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan suhu udara sekitarnya Kayu Panggoh Kayu panggoh merupakan nama lain untuk kulit luar pohon aren (Arenga pinnata) di wilayah Sumatera Utara, khususnya pada Kabupaten Karo. Kayu ini umumnya dipakai pada masyarakat disana untuk membuat rumah dan kebutuhan peralatan lainnya. Aren merupakan salah satu tumbuhan monokotil yang banyak terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Namun tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dibudidayakan atau dikembangkan lebih lanjut oleh berbagai pihak. Selain digunakan sebagai bahan konstruksi, semua bagian pada pohon ini dimanfaatkan. Bagian-bagian pohon yang dimanfaatkan antara lain daun muda atau janur (untuk pembungkus atau pengganti kertas rokok yang disebut dengan kawung), buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling sebagai bahan pelengkap bahan minuman dan makanan, air nira untuk bahan pembuatan gula merah atau cuka, pati atau tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan dan minuman (Sunanto, 1993), batang (untuk keperluan peralatan dan material bangunan), akar (untuk obat tradisonal). Kayu panggoh aren sebagai salah satu hasil hutan yang pemanfaatan batangnya sebagai bahan konstruksi, merupakan salah satu alternatif yang dapat menggantikan peranan kayu solid sebagai bahan baku untuk keperluan bahan bangunan. Kayu aren diharapkan mampu menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam pengembangannya. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan upaya untuk mengetahui sifat fisis (physical properties) dan mekanis (mechanical properties)

3 dari kayu panggoh untuk menilai kemampuan penggunaan kayu sebagai kolom ganda suatu bangunan Sifat Fisis Sifat fisis atau physical properties adalah sifat yang berhubungan dengan faktorfaktor dalam benda itu sendiri. a. Kadar Air Kayu Kayu merupakan material higroskopis, artinya kayu memiliki kaitan yang sangat erat dengan air baik berupa cairan maupun uap. Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kemampuan kayu menyerap dan melepaskan air sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Kadar air pada sebuah pohon kayu sangat bervariasi tergantung pada jenisnya, dimana dalam satu jenis yang sama terjadi pula perbedaan kadar air yang disebabkan oleh umur, lokasi penanaman, ukuran pohon, dan umur pohon itu sendiri. Pada bagian batang sebuah kayu, terdapat perbedaan kadar air, kadar air pada kayu gubal lebih banyak dari pada kayu teras. Kadar air pada kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungannya, apabila kelembaban udaranya meningkat maka kandungan air pada kayu meningkat pula dan sebaliknya. Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk yaitu air bebas (Free water) yang terletak diantara sel-sel kayu dan air ikat (Bound water) yang terletak pada dinding sel. Dinding-dinding sel kayu akan tetap jenuh selama air bebas masih berada pada kayu itu sendiri. Air bebas merupakan air pertama yang akan berkurang seiring dengan proses pengeringan. Pengeringan selanjutnya akan dapat mengurangi air ikat pada dinding sel.

4 Pada kondisi lingkungan yang memiliki udara stabil dan kandungan air cenderung tetap maka kondisi ini disebut kadar air seimbang (Equilibrium moisture content). Ketika batang kayu mulai diolah, kandungan air pada batang berkisar 40% - 300%, kandungan ini dinamakan kandungan air segar. Kondisi dimana air bebas terletak diantara sel-sel sudah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh dinamakan titik jenuh serat (Fibre saturation point). Kandungan air pada saat kondisi ini berkisar antara 25% - 30%. Apabila kondisi ini berada di bawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat, menyebabkan terjadinya perubahan dimensi tampang melintang batang kayu, perubahan sifat mekanis, dan ketahanan lapuk sehingga serat-seratnya menjadi lebih kokoh dan kuat. Sehingga, dapat diambil kesimpulan apabila kadar air turun akan menambah kekuatan kayu tersebut. Umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%. Apabila berat dari benda uji menunjukkan penurunan angka secara terus menerus, maka kayu belum dapat dianggap kering udara. Untuk menentukan kadar lengas kayu sudah berada di bawah 30% (SNI-5, 2002), dapat menggunakan formula sebagai berikut: Dimana: m = kadar air kayu (%) W d = berat kayu kering oven (gr) W g = berat kayu basah (gr) b. Kepadatan (density) Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume. Pengukuran kepadatan ditujukan untuk mengetahui porositas atau persentase rongga (void) pada kayu.

5 Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air dengan menghitung dan membandingkan berat kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu diperoleh dengan menimbang contoh kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu 105 o C selama 24 jam hingga 48 jam atau hingga berat spesimen kayu tetap. c. Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada volume yang sama. Kerapatan benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan volume dengan kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%, dinyatakan dalam gram/cm 3 atau kg/m 3. Berat jenis didefinisikan sebagai volume bagian padat dan volume udara pada suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat benda dengan volumenya. Untuk menentukan berat, benda tersebut ditimbang dengan tingkat keakuratan yang diperlukan, sedangkan untuk volume dilakukan dengan mengukur dan mengalikan panjang, lebar, dan tebal benda. Sampel benda yang diuji tidak kurang dari ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm. Umumnya berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekuatan kayu. Semakin tinggi berat jenis kayunya maka semakin tinggi pula kekuatannya Sifat Mekanis a. Kuat Lentur Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban yang bekerja tegak lurus di tengah kayu dimana pada kedua ujungnya tertumpu. Kuat lentur dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara tiba-tiba.

6 Untuk mengetahui kuat lentur kayu, maka dalam pengujiannya kayu akan mengalami tegangan dan perubahan bentuk (melentur/melendut) apabila menerima beban yang besar. Tegangan yang terjadi antara lain tegangan tarik, tekan, dan geser sehingga dalam ketiga parameter ini akan didapat nilai kuat lenturnya. Kuat lentur kayu biasa dinyatakan dalam modulus retak (Modulus of Repture : MOR). Pada saat pembebanan, tegangan tarik akan terjadi pada bagian sisi bawah kayu dan tegangan tekan terjadi pada bagian sisi atas kayu, sedangkan tegangan geser bekerja pada sejajar penampang. Tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu akan mengalami regangan yang cukup berbahaya. Gambar 2.1. Batang kayu yang menerima beban lentur b. Kuat Tarik Kuat tarik adalah kekuatan kayu dalam menahan beban aksial (sejajar serat) atau transversal (tegak lurus serat). Dalam dua kekuatan tarik tersebut, kuat tarik aksial kayu (sejajar serat) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tarik transversal (tegak lurus serat). Kuat tarik terjadi karena adanya gaya perlawanan serat kayu dengan beban (P) yang diberikan pada arah sejajar serat. Apabila gaya tarik yang diberikan beban lebih besar dari gaya tarik serat kayu, maka serat-serat kayu akan terlepas dan menimbulkan patahan. Kondisi ini tidak boleh terjadi pada suatu struktur bangunan.

7 Tegangan tarik (F t ) diperbolehkan apabila tidak timbul suatu perubahan yang dapat membahayakan suatu struktur tersebut. Nilai tegangan tarik kayu dapat ditentukan dalam tabel nilai kuat acuan pada kadar air 15% dengan kode mutu tertentu. Gambar 2.2. Batang kayu yang menerima gaya tarik c. Kuat geser Kuat geser atau tegangan geser (τ) adalah tegangan yang bekerja sejajar pada suatu bidang penampang dan tegak lurus terhadap tegangan normal (σ). Kuat geser pada kayu dapat terjadi pada 2 (dua) arah bidang, yaitu bidang longitudinal dan transversal. Tegangan geser longitudinal terjadi apabila kayu dibebani gaya lentur. Kuat geser transversal memiliki nilai kekuatan geser 3 4 kali lebih besar dibandingkan kuat geser aksial. Sifat ini tidak begitu penting disebabkan sebelum mengalami geser transversal, kayu sudah terlebih dahulu rusak. Kuat geser diperoleh dengan membagikan beban yang diberikan dengan luas penampang kayu, sehingga perumusannya sebagai berikut: Dimana: τ = tegangan geser (kg/m 2 ) P = beban (kg) A = luas penampang (m 2 )

8 Gambar 2.3. Batang kayu yang menerima gaya geser d. Kuat Tekan Kuat tekan terdiri dari kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus serat. Kuat tekan adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang diberikan baik sejajar serat maupun tegak lurus serat, sehingga kayu akan mengalami pemendekan maupun perubahan bentuk penampang melintangnya. Gaya yang diberikan sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk sedangkan gaya yang diberikan tegak lurus serat akan menimbulkan keretakan bahkan patah. Kedua hal diatas sangat tidak diinginkan pada suatu struktur karena akan menimbulkan suatu kegagalan pada struktur itu sendiri. Gambar 2.4. Batang kayu yang menerima gaya tekan sejajar serat Tekanan tegak lurus serat umumnya terjadi pada bantalan rel kereta api, sedangkan tekanan sejajar serat umumnya terjadi pada tiang pendek (kolom). Kayu yang diberikan pembebanan sejajar serat memiliki kekuatan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan pembebanan tegak lurus serat. Tegangan tekan izin diberikan notasi F c (MPa).

9 Gambar 2.5. Batang kayu yang menerima gaya tekan tegak lurus serat Tegangan Bahan Kayu Tegangan bahan kayu adalah kemampuan kayu untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuknya. Gaya luar ini menimbulkan gaya-gaya dalam pada benda yang berusaha merubah ukuran dan bentuk bahan. Gaya-gaya dalam ini disebut dengan tegangan dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (N/m 2 ). Apabila gaya luar yang diberikan pada bahan lebih besar dari kemampuan bahan untuk menahannya, maka akan menimbulkan perubahan ukuran atau bentuk bahan yang dikenal sebagai deformasi atau regangan. Deformasi atau regangan ini sebanding dengan besar beban yang bekerja sampai pada satu titik yang disebut Limit Proporsional. Jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar sehingga menimbulkan perubahan bentuk bahan, dan apabila tegangan tersebut dihilangkan maka bentuknya akan kembali seperti semula sesuai dengan sifat elastisitas bahan tersebut. Regangan atau deformasi dinyatakan dalam pertambahan panjang per panjang awal bahan.

10 Ukuran antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan disebut dengan modulus elastisitas. Semakin besar modulus elastisitas suatu kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Kemampuan kayu dalam menahan perubahan bentuk pada saat diberi pembebanan disebut dengan kekakuan. Suatu bahan yang mengalami patahan dengan seketika tanpa ditandai dengan perubahan bentuk terlebih dahulu disebut dengan patah getas. Patah getas dapat didefinisikan sebagai jenis keruntuhan berbahaya yang terjadi tanpa deformasi plastis lebih dahulu dan dalam waktu yang sangat singkat. Sebagai contoh bahannya adalah kapur tulis dan gypsum. Gambar 2.6. Regangan Memanjang Kayu Pemilahan (Grading) a. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Makanis Pemilahan dengan grading machine sudah banyak digunakan beberapa negara termasuk negara kita. Prinsip pengujian yang digunakan dengan lentur statik dimana kayu dibentuk dengan ukuran tertentu ataupun yang masih utuh (kayu log) dan diberi beban terpusat, kemudian besarnya lendutan dicatat. Pengujian ini dilakukan pada setiap jarak tertentu sebagai contoh 1 (satu) meter.

11 Dari data kemiringan kurva beban dan lendutan maka nilai modulus elastisitas lentur (MOE) diperoleh. Mengacu pada nilai MOE, tegangan lain dapat diperoleh berdasarkan rumus empiris. Kuat acuan lainnya dapat mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila terdapat pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku. Tabel 2.1. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% (Anonim, 2000) Kode Mutu E w F b F t // F c // F v F c E ,6 24 E ,5 23 E ,4 22 E ,2 21 E ,1 20 E ,9 19 E ,8 18 E ,6 17 E ,4 16 E ,4 15 E ,2 14 E ,1 13 E ,9 12 E ,8 11 E ,6 11 E ,5 10 E ,3 9 Dimana: E w = Modulus Elastisitas Lentur F c // = Kuat Tekan Sejajar Serat F b = Kuat Lentur F v = Kuat Geser F t // = Kuat Tarik Sejajar Serat F c = Kuat Tekan Tegak Lurus Serat

12 b. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual Pemilahan kelas kuat kayu dilakukan dengan visual dan grading machine. Pemilahan secara visual dilakukan dengan mengamati beberapa parameter visual kayu yang berhubungan pada kayu itu sendiri, seperti lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu, keberadaan jamur atau serangga perusak kayu, dan retak. Cara seperti hal tersebut sudah lama digunakan dan hasilnya tidak pasti karena faktor kesalahan manusianya lebih besar. Apabila pengukuran secara visual berdasarkan berat jenis, maka kuat acuan kayu berserat lurus atau tanpa cacat dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut (Sri Sumarni, 2007): 1. Kerapatan ρ (dengan satuan kg/m 3 ) pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku Dimana: ρ = kerapatan kayu (kg/m 3 ) W g = berat kayu basah (kg) V g = volume basah kayu (m 3 ) 2. Kadar air, m % (m < 30) diukur dengan prosedur baku. Dimana: m = kadar air kayu (%) W d = berat kayu kering oven (gr)

13 W g = berat kayu basah (gr) 3. Hitung berat jenis pada m % (G m ) dengan rumus: 4. Hitung berat jenis dasar (G b ) dengan rumus: 5. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G 15 ) dengan rumus: 6. Hitung estimasi kuat acuan Modulus Elastisitas Lentur dengan rumus: Dimana: G = berat jenis kayu pada kadar air 15 % (G = G 15 ) Untuk kayu yang mempunyai cacat kayu dan atau serat yang tidak lurus, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.2 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan SNI UDC (Unit Decimal Classification) tentang Mutu Kayu Bangunan dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari rumus point 6 (enam) dimana nilai rasio tahanan pada tabel 2.2 bergantung pada Kelas Mutu Kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.3. Tabel 2.2. Nilai Rasio Tahanan (Anonim. 2002) Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan A 0,80 B 0,63 C 0,50

14 Tabel 2.3. Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu (Anonim. 2002) Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata kayu: Terletak di muka lebar 1/6 lebar kayu ¼ lebar kayu ½ lebar kayu Terletak di muka sempit 1/8 lebar kayu 1/6 lebar kayu ¼ lebar kayu Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu ½ tebal kayu Pingul 1/10 tebal atau lebar 1/6 tebal atau lebar ¼ tebal atau lebar kayu kayu kayu Arah Serat 1 : 13 1 : 9 1 : 6 Saluran Damar 1/5 tebal kayu eksudasi tidak 2/5 tebal kayu ½ tebal kayu diperkenankan Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Lubang Serangga Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang) Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan 2.2. Kolom Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada struktur truss atau frame, yang dikenal dengan nama kolom. Dalam SK SNI T , kolom didefinisikan sebagai komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Kegagalan suatu kolom mengakibatkan runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya. Hal ini disebabkan oleh panjang, lebar, bentuk, dan tinggi suatu komponen struktur yang mempengaruhi tekukan yang akan terjadi. Perilaku tekuk ini dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom yaitu nilai banding antara panjang efektif kolom

15 dengan jari-jari girasi penampang kolom. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus, dan sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris. Kolom memiliki klasifikasi berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya, dan panjang kolom. a. Kolom dibagi berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, antara lain: Kolom segiempat/bujursangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang berbentuk segiempat. Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang dengan bentuk spiral. Kolom komposit yaitu kolom yang bahan bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifat dan bersatu sehingga memiliki kekuatan yang lebih baik. Gambar 2.7. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan b. Kolom dibagi berdasarkan posisi beban pada penampangnya, antara lain: Kolom yang mengalami beban sentris (tidak mengalami lentur, Gambar 2.8.a.). Kolom dengan beban eksentrisitas (Gambar 2.8.b.) mengalami momen lentur selain gaya aksial dan dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e.

16 Gambar 2.8. Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban Pada Penampang c. Kolom diklasifikasikan berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya, antara lain: Balok tekan pendek atau pedestal adalah jika ketinggian dari kolom tekan tegak kurang dari tiga kali dimensi lateral terkecil (panjang atau lebar). Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihan akan mengalami kegagalan karena hancurnya material. Kolom panjang adalah kegagalan tekuk yang terjadi pada kolom dimana kondisi serat-serat kayu belum mencapai kuat tekannya atau masih dalam kondisi elastis dan sudah mengalami perubahan bentuk akibat nilai kelangsingannya sangat besar. Perilaku kolom panjang terhadap beban tekan dapat dilihat pada gambar 2.10.a.b.c. kolom masih dapat mempertahankan bentuk linearnya apabila pembebanan yang diberikan kecil, dan apabila pembebanan yang diberikan semakin besar maka kolom akan mengalami

17 perubahan bentuk yang disebut dengan tekuk (buckling). Kolom yang telah mengalami tekuk tidak dapat menahan pertambahan beban yang diberikan karena kolom tersebut akan mengalami keruntuhan/hancur. Dengan demikian, kapasitas pikul beban suatu kolom adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Keruntuhan kolom terjadi disebabkan adanya kelelehan suatu material struktur kolom sehingga tidak dapat mempertahankan kembali bentuk awalnya. Ketidakstabilan suatu elemen struktur kolom dipengaruhi oleh aksi beban yaitu beban tekuk. Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekuk yang disebut juga dengan beban kritis (P cr). Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (beban kritis) suatu kolom panjang dimana panjang kolom merupakan salah satu faktor penting. Pada umumnya kapasitas pikulbeban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen. Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material dan bentuk serta ukuran penampang). Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil. Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya. Hal ini berarti semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk mencegah tekuk. Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi ujung elemen struktur. Suatu kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi mempunyai kemampuan

18 pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilannya dalam mencegah tekuk. Berikut ini adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi ujung elemen struktur. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk Nilai K c teoritis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0 Nilai K c yang dianjurkan untuk kolom yang mendekati kondisi idiil 0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0 Kode ujung Jepit Sendi Hall tanpa putaran sudut/jepit bergoyang Ujung bebas/jepit bebas Gambar 2.9. Kondisi Perletakkan Kolom 2.3. Stabilitas Struktur Kolom Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur batang. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal pada beberapa posisi yaitu: a. Kesetimbangan stabil

19 Gambar 2.10.a. Kesetimbangan Stabil Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih kecil daripada beban kritis (P cr ) maka kolom akan mengalami deformasi kecil. Apaila beban (P) dihilangkan deformasi juga hilang dan kolom kembali lurus (keadaan semula). Maka keadaan kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable equilibrium). b. Kesetimbangan netral Gambar 2.10.b. Kesetimbangan Netral Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih besar daripada P pada kesetimbangan stabil sampai kolom mencapai beban tekuk kritis (Pcr) dengan kata lain P = P cr sehingga kolom mengalami deformasi yang cukup besar. Dimana beban tekuk adalah beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom. Apabila deformasi tidak hilang dan kolom tidak

20 kembali pada konfigurasi linear (lurus) maka akan ada konfigurasi baru meskipun beban (P) yang diberikan telah dihilangkan. Keadaan kesetimbangan ini disebut keadaan kesetimbangan netral (precarious equilibrium). c. Kesetimbangan tidak stabil Gambar 2.10.c. Kesetimbangan Tidak Stabil Kolom diberi beban (P) yang lebih besar daripada beban tekuk kritis (Pcr) sehingga kolom akan mengalami lendutan yang sangat besar. Apabila beban terus bertambah secara konstan maka kolom akan terus berdeformasi sampai akhirnya runtuh/patah. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium) Teori Euler Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler (1759) dengan percobaan sebuah kolom memiliki beban konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap elastis sehingga akan mengalami lengkungan kecil seperti pada gambar 2.7.

21 Gambar Kolom Euler Euler menyelidiki batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan bertumpu sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Pada titik sejaiuh x, momen lentur M x (terhadap sumbu x) pada kolom yang mengalami sedikit lendutan adalah: M x = P x y... (2.1) Karena... (2.2) Persamaan diatas menjadi... (2.3) Bila k 2 = P / EI maka persamaan (2.3) menjadi... (2.4) Persamaan diferensial ber-ordo dua dapat dinyatakan sebagai

22 ... (2.5) Dengan syarat batas a. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0, didapat harga B = 0 b. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh harga sebagai berikut:... (2.6) Harga kl yang memenuhi adalah kl = 0, π, 2π, 3π,... nπ atau persamaan (2.6) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan: a. konstanta A = 0, tidak ada lendutan b. kl = 0, tidak ada lendutan c. kl = π, syarat terjadinya tekuk. Karena k 2 = P / EI, maka Kedua ruas dikuadratkan, maka diperoleh... (2.7) Ragam tekuk dasar pertama, adalah lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x dari persamaan 2.5), akan terjadi bila kl = π ; dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom bersendi di kedua ujungnya dengan L adalah panjang tekuk yang dinotasikan dengan L k adalah:... (2.8)

23 Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan (λ). Dari persamaan (2.7) apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka akan diperoleh:... (2.9) Karena i 2 = I / A, maka diperoleh... (2.10) Dimana adalah kelangsingan (λ), maka diperoleh... (2.11) Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan seperti ini disebut tekuk in-elastic (tidak elastis) Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini berlaku, yakni: 1. Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang. 2. Kolom lurus sempurna dan prismatis. 3. Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur. 4. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan. 5. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan. 6. Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur.

24 Kolom merupakan satu kesatuan dengan struktur dan tidak dapat berlaku secara bebas (independent). Dalam percobaan, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dengan lendutan tidak stabil pada batang tekan. Hasil percobaan mencakup pengaruh bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tidak terduga, tekuk setempat atau lateral, dan tegangan sisa Tekuk Kolom Kemampuan batas pikul beban suatu struktur tekan sangat tergantung pada panjang relatif, karakteristik dimensi penampang melintang, dan sifat material yang digunakan. Suatu struktur tekan yang diberikan beban yang besar melebihi kemampuan pikulnya, maka struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Tekuk merupakan suatu ragam kegagalan yang disebabkan oleh ketidakstabilan suatu struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban. Fenomena tekuk memiliki hubungan dengan kekakuan elemen struktur. Elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil akan lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan kekakuan yang besar. Semakin langsing suatu elemen struktur, semakin kecil pula kekakuannya. Angka kelangsingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. (Ir.K.H. Felix Yap) Dimana: λ l k = angka kelangsingan = panjang tekuk (cm) i min = jari-jari inersia minimum (cm) I min = momen inersia minimum (cm 4 )

25 F br = luas tampang bruto (cm 2 ) Dalam suatu konstruksi tiap batang tekan mempunyai λ 150 (Ir.K.H. Felix Yap). Untuk menghindari bahaya tekuk pada batang tekan, gaya yang ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor ω sehingga. Dimana: σ S ω = tegangan yang timbul = gaya yang timbul pada batang = faktor tekuk Faktor yang mempengaruhi beban tekuk (P cr ) suatu struktur antara lain panjang kolom, perletakan kedua ujung kolom, ukuran dan bentuk penampang kolom. Selain faktor tersebut, faktor lain yang menentukan besarnya P cr adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material serta bentuk dan ukuran penampang). Kolom akan cenderung menekuk pada arah sumbu terlemahnya, akan tetapi mempunyai kekakuan yang cukup pada sumbu lainnya. Dengan demikian, kapasitas batas pikul beban suatu struktur tekan bergantung juga pada bentuk dan ukuran penampang (dinyatakan dengan momen inersia, I). Faktor lain yang mempengaruhi besarnya beban tekuk P cr adalah kondisi ujung elemen struktur. Apabila ujung suatu kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul beban yang lebih kecil dibandingkan dengan kolom yang sama dimana kondisi kedua ujungnya dijepit. Leonhardt Euler (1759) mengemukakan sebuah teori tekuk kolom dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan mengalami lengkungan yang kecil dimana salah satu ujung batangnya dijepit dan bertumpu

26 sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Adapun perumusan tekuk Euler sebagai berikut. Dimana: P cr = beban tekuk (kg) E = modulus elastisitas bahan (kg/cm 2 ) I = momen inersia (cm 4 ) L k = panjang tekuk (cm) 2.6. Kolom Berspasi Kolom berspasi merupakan komponen struktur tekan dari suatu rangka batang, titik kumpul yang dikekang secara lateral pada ujung dari kolom berspasi, dan elemen pengisi pada titik kumpul tersebut dinamakan sebagai klos tumpuan (Anonim, 2000). Pada kolom berspasi terdapat dua sumbu utama yang melalui titik berat penampangnya, yaitu sumbu bebas bahan dan sumbu bahan. Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang arahnya sejajar muka yang berspasi pada kolom (sumbu Y), sedangkan sumbu bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus arah sumbu bebas bahan dan memotong kedua komponen kolom (sumbu X). Klos tumpuan pada kolom berspasi harus memiliki lebar dan panjang yang memadai serta ketebalan minimum yang sama dengan ketebalan kolom tunggal dan posisinya berada dekat ujung kolom. Klos tumpuan yang memiliki ukuran yang sama sedikitnya harus mempunyai satu klos lapangan yang letaknya di daerah tengah kolom, sehingga l 3 = 0,50 l 1. Adapun perbandingan panjang terhadap lebar maksimum ditentukan sebagai berikut: 1. Pada bidang sumbu bahan, l 1 /d 1 tidak boleh melampaui 80.

27 2. Pada bidang sumbu bahan, l 3 /d 1 tidak boleh melampaui Pada bidang sumbu bebas bahan, l 2 /d 2 tidak boleh melampaui 50. Gambar Geometrik Kolom Berspasi Dalam PKKI 1961 untuk batang ganda berspasi perhitungan momen lembam terhadap sumbu-sumbu bahan (sumbu X dalam gambar a dan b) dapat dianggap sebagai batang tunggal dengan lebar yang sama dengan jumlah lebar masing-masing bagiannya. i x = 0,289 h Gambar Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan Batang Ganda Berspasi

28 Untuk menghitung momen lembam terhadap sumbu bebas bahan (sumbu X pada gambar c dan sumbu Y pada gambar a, b) menggunakan perumusan sebagai berikut (Ir.K.H. Felix Yap, 1964): Dimana: I I t I g = momen inersia yang diperhitungkan = momen inersia teoritis = momen inersia geser, dengan anggapan masing-masing bagian digeser hingga berimpitan satu sama lain Bahaya tekuk yang besar pada kolom dapat mengakibatkan terjadinya kehancuran pada struktur tersebut, oleh sebab itu dalam menghindarkan terjadinya tekuk pada kolom, gaya yang ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor tekuk ω sehingga perumusannya sebagai berikut: Dimana: S = gaya tekan yang timbul pada batang (ton) σ = tegangan (kg/cm 2 ) ω = faktor tekuk Dalam menghitung I t harus diambil a = 2b, apabila jarak antara masing-masing bagian a > 2b. Masing-masing bagian yang membentuk batang ganda berspasi, harus memiliki momen lembam: Dimana:

29 S l y n = gaya tekan yang timbul pada batang berganda (ton) = panjang tekuk terhadap sumbu bebas bahan (m) = jumlah batang bagian Masing-masing bagian pada ujung-ujung batang ganda berspasi dan sepertiga panjang batang dari setiap ujung batang tertekan harus diberikan perangkai yang disebut dengan klos. Perangkai tersebut disambungkan pada kayu ganda dan dihubungkan dengan menggunakan baut maupun dengan paku. Jika disambungkan dengan baut, maka lebar bagian b 18 cm dipakai 2 (dua) baut dan jika b > 18 cm dipakai 4 (empat) baut sedangkan untuk paku dapat disesuaikan jumlahnya sesuai dengan keperluan dan pemasangannya harus disesuaikan dengan peraturan. Alat sambung pada setiap bidang kontak antara klos tumpuan dan komponen struktur kolom di setiap ujung kolom harus memilki tahanan geser yang ditentukan dalam persamaan berikut. Dimana: z = A 1 K S z' = tahanan geser terkoreksi klos tumpuan (N) A 1 = luas komponen struktur tunggal (mm 2 ) K S = konstanta klos tumpuan (MPa) Tabel 2.4. Konstanta klos tumpuan (Anonim, 2002) Berat Jenis (G) K S (MPa) * G 0,60 (l 1 /d 1 11) x 143 tetapi 7 MPa 0,50 G 0,60 (l 1 /d 1 11) x 121 tetapi 6 MPa 0,42 G 0,50 (l 1 /d 1 11) x 100 tetapi 5 MPa G 0,42 (l 1 /d 1 11) x 74 tetapi 4 MPa * Untuk l 1 /d 1 11, K S = 0

30 2.7. Alat Sambung Kayu Pada konstruksi kayu pada umumnya membutuhkan alat sambung yang berfungsi untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa batang kayu pada satu buhul. Kegagalan suatu sambungan dapat berupa: pecah kayu diantara dua alat sambung, pembengkokan alat sambung, atau lendutan yang melampaui nilai toleransinya. Sambungan merupakan titik terlemah pada konstruksi kayu sehingga perlu mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan karena adanya deformasi atau penggeseran (penyesaran) pada titik-titik sambungannya. Dengan demikian konstruksi kayu yang perlu mendapatkan perhatian bukan adanya beban patah saja, tetapi adanya penyesaran juga perlu mendapatkan perhatian. Menurut Ali Awaludin (2002), ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu, antara lain: 1. Terjadinya pengurangan luas tampang. 2. Terjadinya penyimpangan arah serat. 3. Terbatasnya luas sambungan. Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang diberikan oleh sambungan itu sendiri dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang di sambungnya. Adapun ciri-ciri alat sambung yang baik antara lain: 1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung relatif kecil atau bahkan nol. 2. Nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi. 3. Menunjukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail). 4. Mempunyai angka penyebaran panas (thermal conductivity) rendah. 5. Murah dan mudah digunakan.

31 Struktur kolom ganda kayu memerlukan suatu penghubung untuk menghubungkan dua kayu menjadi satu kesatuan struktur yang kuat. Penggabungan ini bertujuan agar kolom ganda dapat memikul beban yang bekerja pada struktur. Kekuatan sambungan tidak dibedakan pada sambungan desak atau sambungan tarik, melainkan kuat desak pada lubang serta kekuatan alat penghubung geser tersebut. Untuk itu pada struktur kolom ganda dibutuhkan alat penghubung dengan jumlah dan penempatan penghubung geser yang disesuaikan dengan besar gaya geser yang timbul pada kedua kayu tersebut Baut Alat sambung baut pada umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan bentuk kepala heksagonal, kotak, kubah, atau datar (gambar 2.14.) yang berfungsi untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan kayu ditentukan oleh kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan (perbandingan nilai panjang baut pada kayu utama dengan diameter baut). Dalam pemasangan baut, lubang baut diberi kelonggoran 1 mm. Gambar Bentuk-bentuk Baut (ASCE, 1997) Ketika angka kelangsingan baut rendah, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan tumpu kayu merata. Apabila semakin tinggi nilai kelangsingan baut, maka baut

32 akan mengalami tekuk dan distribusi tegangan tumpu kayu tidak merata. Tegangan tumpu kayu maksimum terjadi pada bagian samping kayu utama Tahanan Lateral Acuan Tahanan lateral acuan digunakan untuk sambungan dengan komponen utama yang terbuat dari kayu, baja, beton, atau pasangan batu, dan komponen sekunder yang terdiri dari satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi. Tahanan lateral acuan sambungan yang menggunakan baut satu irisan dengan beban tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur ditentukan dengan mengambil nilai minimum dari persamaan pada tabel 2.5. (untuk satu baut dengan satu irisan yang menyambung dua komponen) atau tabel 2.6. (untuk satu baut dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen). Tahanan lateral acuan diambil dengan nilai tahanan lateral acuan terkecil. Tabel 2.5. Tahanan lateral acuan baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen (Ali Awaludin, 2005) Moda Kelelehan Persamaan yang berlaku I m I s II Dengan:

33 III m Dengan: III s Dengan: IV Catatan: D = diameter baut atau pasak; t m = tebal kayu utama; t s = kayu sekunder Tabel 2.6. Tahanan lateral acuan baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen (Ali Awaludin, 2005) Moda Kelelehan Persamaan yang berlaku I m I s III s Dengan:

34 IV Catatan: Kuat Tumpu Kayu Kuat tumpu kayu merupakan kekuatan yang dimiliki kayu untuk menahan beban yang diberikan pada daerah titik tumpuannya (dengan satuan N/mm 2 ). F em dan F es adalah kuat tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu samping. Selain itu kuat tumpu kayu memiliki nilai kuat tumpu pada arah sejajar serat, tegak lurus serat, dan dengan sudut terhadap seratnya yang masing-masing memiliki perumusan sebagai berikut: F e // = 77,25 G F e = 212 G 1,45 D -0,5 Dimana: F e // = kuat tumpuan kayu sejajar serat (N/mm 2 ) F e = kuat tumpu kayu tegak lurus serat (N/mm 2 ) F e θ = kuat tumpu kayu dengan sudut terhadap serat (N/mm 2 ) G D = berat jenis kayu = diameter baut Menurut National Design and Spesification (NDS) U.S untuk konstruksi kayu (2001) mendefinisikan kuat lentur baut (F yb ) merupakan nilai rerata antara tegangan leleh dan tegangan tarik ultimit pada pengujian tarik baut, dengan nilai kuat lentur baut sebesar 320

35 N/mm 2. Kuat tumpu kayu untuk beberapa macam diameter baut dengan berat jenis kayu dapat dilihat pada tabel 2.7. (a), (b), (c). Tabel 2.7.(a) Kuat tumpu kayu (F e ) dalam N/mm 2 untuk baut ½ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis (G) Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat) ,5 38,63 37,75 35,42 32,37 29,27 26,57 24,45 22,95 22,07 21,77 0,55 42,49 41,61 39,28 36,17 32,97 30,13 27,87 26,27 25,32 25,00 0,6 46,35 45,48 43,15 40,01 36,73 33,79 31,42 29,72 28,70 28,36 0,65 50,21 49,36 47,04 43,89 40,56 37,53 35,06 33,28 32,21 31,85 0,7 54,08 53,23 50,95 47,81 44,45 41,35 38,81 36,96 35,84 35,47 0,75 57,94 57,12 54,87 51,76 48,39 45,25 42,65 40,75 39,59 39,20 0,8 61,80 61,00 58,81 55,73 52,38 49,22 46,59 44,63 43,44 43,04 0,85 65,66 64,89 62,75 59,74 56,41 53,26 50,60 48,62 47,41 47,00 0,9 69,53 68,78 66,71 63,77 60,49 57,36 54,70 52,70 51,48 51,06 0,95 73,39 72,67 70,67 67,82 64,61 61,52 58,87 56,88 55,64 55,22 1,00 77,25 76,56 74,65 71,89 68,77 65,74 63,12 61,14 59,91 59,49 Tabel 2.7.(b) Kuat tumpu kayu (F e ) dalam N/mm 2 untuk baut 5/8 (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis (G) Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat) ,5 38,63 37,51 34,64 31,00 27,46 24,48 22,22 20,66 19,76 19,46 0,55 42,49 41,36 38,44 34,68 30,96 27,79 25,35 23,66 22,67 22,34 0,6 46,35 45,22 42,26 38,40 34,54 31,19 28,59 26,77 25,70 25,35 0,65 50,21 49,08 46,10 42,17 38,18 34,68 31,19 29,99 28,85 28,47 0,7 54,08 52,95 49,95 45,97 41,87 38,24 34,68 33,32 32,10 31,70 0,75 57,94 56,82 53,82 49,80 45,62 41,88 38,88 36,74 35,46 35,03 0,8 61,80 60,69 57,71 53,67 49,43 45,59 42,49 40,25 38,92 38,47 0,85 65,66 64,57 61,61 57,56 53,28 49,36 46,17 43,86 42,47 42,00 0,9 69,53 68,45 65,52 61,49 57,17 53,19 49,93 47,55 46,12 45,63 0,95 73,39 72,33 69,44 65,43 61,10 57,09 53,77 51,33 49,85 49,36 1,00 77,25 76,21 73,37 69,40 65,08 61,04 57,67 55,19 53,68 53,17

36 Tabel 2.7.(c) Kuat tumpu kayu (F e ) dalam N/mm 2 untuk baut ¾ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis (G) Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat) ,5 38,63 37,30 33,96 29,86 26,01 22,87 20,53 18,96 18,05 17,76 0,55 42,49 41,14 37,71 33,43 29,35 25,98 23,44 21,71 20,71 20,39 0,6 46,35 44,99 41,48 37,06 32,77 29,17 26,45 24,57 23,49 23,13 0,65 50,21 48,84 45,28 40,72 36,25 32,45 29,55 27,53 26,36 25,97 0,7 54,08 52,69 49,09 44,42 39,79 35,81 32,73 30,59 29,34 28,92 0,75 57,94 56,55 52,91 48,16 43,38 39,24 36,01 33,74 32,41 31,96 0,8 61,80 60,42 56,75 51,93 47,03 42,74 39,36 36,97 35,57 35,10 0,85 65,66 64,28 60,61 55,73 50,72 46,30 42,79 40,29 38,82 38,32 0,9 69,53 68,15 64,48 59,56 54,46 49,92 46,29 43,69 42,15 41,64 0,95 73,39 72,02 68,36 63,41 58,25 53,60 49,86 47,17 45,57 45,03 1,00 77,25 75,90 72,25 67,29 62,07 57,33 53,49 50,72 49,06 48, Geometri Sambungan Baut Geometri sambungan baut diperlukan untuk mengetahui tahanan acuan jarak tepi baut, jarak ujung, dan spasi alat pengencang yang sesuai dengan nilai minimum pada tabel 2.8. Jarak baut terluar dalam suatu sambungan yang tegak lurus arah serat tidak boleh lebih besar dari 127 mm terkecuali ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu. Tabel 2.8. Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan 1. Jarak Tepi (b opt ) Beban Sejajar Arah Serat I m / D 6 (catatan 1) I m / D > 6 2. Jarak Ujung (a opt ) Komponen Tarik Komponen Tekan 3. Spasi (s opt ) Spasi dalam baris alat pengencang baut (Ali Awaludin, 2005) 1,5 D Ketentuan Dimensi Minimum yang terbesar dari 1,5 D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus serat 4. Jarak antar baris alat pengencang 1, 5 D < 127 mm (catatan 2 dan 3) 7 D 4 D 4 D

37 Beban Tegak Lurus Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum 1. Jarak Tepi (b opt ) Tepi yang dibebani 4 D Tepi yang tidak dibebani 1,5 D 2. Jarak Ujung (a opt ) 4 D 3. Spasi (s opt ) Catatan 3 4. Jarak antar baris alat pengencang: I m / D 2 2,5 D (catatan 3) 2 < I m / D < 6 (5 I m + 10 D) / 8 (catatan 3) I m / D 6 5 D (catatan 3) Catatan: 1. I m adalah panjang baut pada komponen utama suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder suatu sambungan. 2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring. 3. Untuk alat pengencang seperti pasak, spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali digunakan pelat penyambung khusus atau bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu Gambar Geometrik Sambungan Baut Horizontal

38 Gambar Geometrik Sambungan Baut Vertikal Faktor Koreksi Sambungan Baut Faktor koreksi sambungan baut bertujuan untuk mengoreksi tahanan lateral acuan (Z) pada sambungan baut. Faktor koreksi sambungan baut dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Faktor aksi kelompok Sambungan yang terdiri dari satu alat pengencang baut atau lebih cenderung setiap bautnya mendukung beban lateral yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh: Jarak antara alat sambung baut yang kurang panjang sehingga menyebabkan kuat tumpu kayu tidak terjadi secara maksimal, Distribusi gaya yang tidak merata (non-uniform load distribution) antar alat sambung baut. Faktor yang mempengaruhi nilai faktor aksi kelompok (C g ) adalah kurva beban dan sesaran baut, jumlah baut, spasi dalam satu baris, plastic deformation, dan perilaku rangkak/creep kayu itu sendiri. Untuk sambungan dengan beberapa alat sambung baut, tahanan lateral acuan sambungan dikali dengan faktor aksi kelompok. Nilai aksi kelompok diperoleh dengan persamaan berikut:

39 ... (2.12) Dimana a i adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i yang bervariasi dari 1 hingga n i, maka diperoleh:... (2.13) Dengan nilai m diperoleh dari:... (2.14) Nilai u, diperoleh dari:... (2.15) γ untuk alat sambung baut diambil sebesar 0,246 D 1,5... (2.16) Dimana: γ = modulus beban atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang. nilai R EA, diperoleh dari:... (2.17) Dimana: (EA) min = nilai yang lebih kecil antara (EA) m dan (EA) s (EA) max = nilai yang lebih besar antara (EA) m dan (EA) s Nilai faktor koreksi (C g ) dapat digunakan dengan menggunakan tabel 2.9. National Design and Specification US dan berlaku untuk sambungan dengan perbandingan luas penampang samping terhadap kayu utama sebesar setengah atau satu.

40 Tabel 2.9. National Design and Specification U.S (Ali Awaludin, 2005) A s /A m 1 0,5 1 A s Jumlah baut dalam satu baris (in) ,98 0,92 0,84 0,75 0,68 0,61 0, ,99 0,96 0,92 0,87 0,81 0,76 0, ,99 0,98 0,95 0,91 0,87 0,83 0, ,00 0,98 0,96 0,93 0,90 0,87 0, ,00 0,99 0,97 0,95 0,93 0,90 0, ,00 0,99 0,98 0,97 0,95 0,93 0,91 5 1,00 0,97 0,91 0,85 0,78 0,71 0, ,00 0,99 0,96 0,93 0,88 0,84 0, ,00 0,99 0,98 0,95 0,92 0,89 0, ,00 0,99 0,98 0,97 0,94 0,92 0, ,00 1,00 0,99 0,98 0,96 0,94 0, ,00 1,00 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 1. Bila A s /A m > 1,00, maka gunakan A s /A m 2. Nilai pada tabel ini cukup aman untuk diameter baut < 1 inchi, spasi < 4 inchi atau E > 1400 ksi. 2. Faktor koreksi geometrik Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (C Δ ), dimana nilai C Δ adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang disyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang. Adapun syarat tersebut antara lain: a. Jarak ujung Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang (a) lebih besar atau sama dengan a opt dalam tabel 2.7., maka C Δ = 10. Bila a opt / 2 a a opt, maka C Δ = a/a opt b. Spasi dalam baris alat pengencang Bila spasi dalam baris alat pengencang (s) lebih besar atau sama dengan s opt pada tabel 2.7., maka C Δ = 1,0. Bila 3D s s opt, maka C Δ = s/s opt

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kayu Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang berasal dari alam dan merupakan salah satu bahan konstruksi yang pertama digunakan oleh manusia. Material kayu merupakan bahan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum adanya bahan konstruksi dari beton, baja, dan kaca, bahan konstruksi yang umum digunakan dalam kehidupan manusia adalah kayu. Selain untuk bahan konstruksi,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal V. BATANG TEKAN Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada struktur truss atau frame. Pada struktur frame, elemen struktur ini lebih dikenal dengan nama kolom. Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 UMUM Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya. Besarnya momen inersia di setiap titik ini akan memberikan pengaruh

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT (EKSPERIMENTAL) ABSTRAK

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT (EKSPERIMENTAL) ABSTRAK ANALISA DAN EKSPERIMENTAL TEKUK KOLOM GANDA KONSTRUKSI KAYU PANGGOH DENGAN KLOS DAN SAMBUNGAN BAUT (EKSPERIMENTAL) William Arthur Yehezki Bangun 1, Ir. Besman Surbakti, MT. 2 1 Departemen Teknik Sipil,

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

sipil. Kekuatan kayu sebagai bahan untuk struktur dipengaruhi oleh beberapa Kayu dapat menahan gaya tekan yang berbeda-beda sesuai dengan kelas

sipil. Kekuatan kayu sebagai bahan untuk struktur dipengaruhi oleh beberapa Kayu dapat menahan gaya tekan yang berbeda-beda sesuai dengan kelas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan salah satu bahan untuk struktur dalam bangunan teknik sipil. Kekuatan kayu sebagai bahan untuk struktur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu

Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu II.1 Sambungan Kayu Karena alasan geometrik, konstruksi kayu sering kali memerlukan sambungan perpanjang untuk memperpanjang kayu atau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013 PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR KAYU UNTUK BANGUNAN GEDUNG

TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR KAYU UNTUK BANGUNAN GEDUNG SK SNI 03 - xxxx - 2000 SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR KAYU UNTUK BANGUNAN GEDUNG (Beta Version) Bandung, November 2000 SNI - 03 - xxxx - 2000 1. MAKSUD DAN TUJUAN 1.1 Maksud

Lebih terperinci

ANALISA TEKUK KOLOM KONSTRUKSI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN PELAT KOPPEL TUGAS AKHIR

ANALISA TEKUK KOLOM KONSTRUKSI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN PELAT KOPPEL TUGAS AKHIR ANALISA TEKUK KOLOM KONSTRUKSI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN PELAT KOPPEL TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh SISKA MONIKA

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UMUM Kapasitas pikul beban batas pada elemen struktur yang mengalami pembebanan khususnya balok tergantung pada panjang relatif dan karakteristik dimensional penampang melintang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. terutama untuk bangunan sederhana atau yang bersifat sementara dan kuda kuda untuk

BAB II STUDI PUSTAKA. terutama untuk bangunan sederhana atau yang bersifat sementara dan kuda kuda untuk BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Umum Sebagai salah satu bahan konstruksi, kayu memegang peranan cukup penting terutama untuk bangunan sederhana atau yang bersifat sementara dan kuda kuda untuk atap. Kayu adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batang tekan merupakan batang yang mengalami tegangan tekan aksial. Dengan berbagai macam sebutan, tiang, tonggak dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang

Lebih terperinci

PERENCANAAN BATANG MENAHAN TEGANGAN TEKAN

PERENCANAAN BATANG MENAHAN TEGANGAN TEKAN PERENCANAAN BATANG MENAHAN TEGANGAN TEKAN TUJUAN: 1. Dapat menerapkan rumus tegangan tekuk untuk perhitungan batang tekan. 2. Dapat merencanakan dimensi batang tekan. PENDAHULUAN Perencanaan batang tekan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

BAB III LANDASAN TEORI (3.1) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kelangsingan Kelangsingan suatu kolom dapat dinyatakan dalam suatu rasio yang disebut rasio kelangsingan. Rasio kelangsingan dapat ditulis sebagai berikut: (3.1) Keterangan:

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU

PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU 2 PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU Karena alasan geometrik, pada konstruksi kayu sering diperlukan sambungan yang berfungsi untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Teori garis leleh ini dikemukakan oleh A.Ingerslev (1921-1923) kemudian dikembangkan oleh K.W. Johansen (1940). Teori garis leleh ini popular dipakai di daerah asalnya yaitu daerah

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur VI. BATANG LENTUR Perencanaan batang lentur meliputi empat hal yaitu: perencanaan lentur, geser, lendutan, dan tumpuan. Perencanaan sering kali diawali dengan pemilihan sebuah penampang batang sedemikian

Lebih terperinci

2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang

2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuiuan Menurut Nawi, (1990) kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktur yang memikul beban dari balok, kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU ANALISIS SAMBUNGAN PAKU 4 Alat sambung paku masih sering dijumpai pada struktur atap, dinding, atau pada struktur rangka rumah. Tebal kayu yang disambung biasanya tidak terlalu tebal berkisar antara 20

Lebih terperinci

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

II. TEGANGAN BAHAN KAYU II. TEGANGAN BAHAN KAYU I. Definisi Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 ABSTRAK

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 ABSTRAK EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan

Lebih terperinci

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok A. Struktur Balok 1. Balok Konstruksi Baja Batang lentur didefinisikan sebagai batang struktur yang menahan baban transversal atau beban yang tegak lurus sumbu batang. Batang lentur pada struktur yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II Bahan Kuliah Ke-I Pengenalan Kolom Struktur Beton II Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh September 2008 Materi Kuliah Definisi Pembuatan Kolom Apa yang dimaksud dengan Kolom?

Lebih terperinci

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara 1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN 1.1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu

BAB II STUDI PUSTAKA. rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum Penggunaan kayu sebagai bahan struktur seperti pada konstruksi kuda-kuda, rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu dipilih sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAKSI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan 4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI 4.1. Pendahuluan Dalam bidang konstruksi secara garis besar ada dua jenis konstruksi rangka, yaitu konstruksi portal (frame) dan konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi

Lebih terperinci

Perancangan Batang Desak Tampang Ganda Yang Ideal Pada Struktur Kayu

Perancangan Batang Desak Tampang Ganda Yang Ideal Pada Struktur Kayu Perancangan Batang Desak Tampang Ganda Yang Ideal Pada Struktur Kayu Arusmalem Ginting Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta Jurnal Janateknika Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur komposit beton dengan memanfaatkan kayu panggoh sebagai tulangan pokok direncanakan agar dapat menambah kekuatan tarik yang tidak dimiliki oleh beton karena pada

Lebih terperinci

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² Ag = Luas bruto penampang (mm²) An = Luas bersih penampang (mm²) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm²) Al = Luas total

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, bahan mentah ini juga sangat sering dipergunakan untuk tujuan tertentu sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu

Lebih terperinci

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT Kolom Pendek : kolom dimana beban ultimate tidak direduksi oleh deformasi lentur karena eksentrisitas tambahan Δ diabaikan atau terjadi jauh dari penampang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON (Studi Literature) TUGAS AKHIR DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENEMPUH UJIAN SARJANA TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom]

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom] VII. KOOM 7.1. Definisi Kolom Kolom adalah suatu batang struktur langsing (slender) yang dikenai oleh beban aksial tekan (compres) pada ujungnya. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tekan Pertemuan - 4 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan I.1 Tegangan dan Regangan Normal 1. Tegangan Normal Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Umum Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentudari semen, pasir, dan koral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA II.1. Material baja Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

Lebih terperinci