BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesembuhan pasien (Kee dan Hayes, 2000). Menurut Kuntarti (2005) menyebutkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesembuhan pasien (Kee dan Hayes, 2000). Menurut Kuntarti (2005) menyebutkan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Enam Benar Dalam Pemberian Obat Prinsip Enam Benar Prinsip enam benar merupakan serangkaian langkah atau tindakan yang dijadikan pedoman sebelum obat diberikan kepada pasien yang mengedepankan keamanan demi kesembuhan pasien (Kee dan Hayes, 2000). Menurut Kuntarti (2005) menyebutkan prinsip enam benar merupakan prinsip yang harus diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat untuk menghindari kesalahan pemberian obat dan keberhasilan pengobatan perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus melakukan prinsip enam benar yang meliputi: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute pemberian, dan benar dokumentasi (Kee J. L & Hayes E.R, 2000). Pemberian obat yang dilakukan oleh perawat adalah suatu bentuk pendelegasian terhadap pemberian terapi obat kepada pasien dari dokter. Perawat yang dapat melakukan tindakan invasif dan pemberian obat adalah perawat yang telah mendapat ijin terdaftar atau register nurse. Penerima delegasi mendapat tanggung jawab untuk 10

2 11 melakukan tugas atau prosedur tersebut, yang dilaksanakan dengan tanggung gugat dan tanggung jawab yang diterimanya (Kozier, 2004) Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan (Potter & Perry, 2005). Menurut Kozier (2004) dan Potter & Perry (2009) menyebutkan upaya dalam menghindari kesalahan dalam pemberian obat dapat dilaksanakan dengan mengidentifikasi indikator terhadap prosedur-prosedur yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pemberian obat. Pemberian obat harus diperhatikan prinsip enam benar pemberian obat yaitu: a. Benar Pasein Obat diberikan kepada pasien yang tepat dengan memastikan gelang identifikasi sesuai prosedur yang berlaku pada institusi tersebut. Kejadian kesalahan pemberian obat terhadap pasien yang berbeda kadang-kadang bisa terjadi. Sangat penting mengikuti langkah-langkah atau prosedur sehingga memberikan obat kepada pasien yang tepat. Sebelum memberikan obat,

3 12 gunakan paling sedikit dua identifikasi kapanpun pemberian obat akan diberikan (TJC, 2008) dalam Potter & Perry (2009). Mengidentifikasi pasien yang dilakukan yaitu: nama klien, nomor telepon atau identitas pribadi pasien. Jangan menggunakan identifikasi kamar atau ruangan pasien. Melakukan identifikasi dilakukan pada saat berhadapan dengan pasien. Mengidentifikasi pasien dapat dilakukan dengan memberikan tanda di lengan pasien, kemudian menanyakan nama lengkap pasien dan agency nya sehingga yakin bahwa perawat sudah berhadapan dengan pasien yang benar. Beberapa rumah sakit menggunakan barcode sehingga perawat akan terhindar dari kesalahan identifikasi pasien. b. Benar Obat Benar obat adalah obat yang diberikan sesuai dengan yang diresepkan. Kadangkadang perawat harus menuliskan resep yang ada dalam catatan medical record pasien. Pada saat akan mempersiapkan obat, harus diperiksa sesuai dengan catatan yang ada dalam medical record pasien. Hal yang dilakukan dalam upaya mencegah kesalahan terhadap pemberian obat harus diperiksa ulang tiga kali, yaitu: sebelum memasukkan dari kontainer, dan pada saat sebelum disimpan di kontainer. Persiapan pemberian obat tidak boleh didelegasikan kepada orang lain dan dikelola oleh sendiri kepada klien.

4 13 The Joint Commission (TJC, 2008) dalam Potter & Perry (2009), menyatakan hal harus diperhatikan terhadap benar obat, yaitu: 1) Meyakinkan informasi pengobatan kapanpun terhadap obat yang baru atau obat yang diresepakan pada saat pasien pindah ke ruang perawatan yang lain. 2) Jangan Pernah menyiapkan obat yang berada dalam container yang tidak diberi nama atau label yang tidak jelas. 3) Jika memberikan obat harus memperhatikan unuit dosis dalam kemasan kemudian periksa kembali label pada saat memberikan obat. 4) Memeriksa kembali seluruh obat yang dibrikan pada klien sesuai dengan catatan medicar=l record pasien. 5) Memeriksa dua identitas pasien sebelum obat diberikan pada pasein. c. Benar Dosis Dosis diberikan sesuai dengan karakteristik pasien sesuai hasil perhitungannya dan jenis obatnya (tablet, cairan) dalam jumlah tertentu. Unit dosis sistem sangat baik dilakukan untuk mencegah kesalahan perhitungan obat. Perawat harus mampu melakukan perhitungan terhadap kalkulasi obat yang dibutuhkan pasien. Tindakan yang dilakukan supaya tepat dalam memperhitungkan dosis obat yaitu:

5 14 1) Kemasan obat tablet dibuka hanya pada saat diberikan kepada pasien. Bila dibutuhkan dosis obat hanya dosis tertentu, pemotongan tablet tersebut dilakukan dengan ujung pisau atau alat potong obat. Beberapa rumah sakit mengijinkan atau membiarkan perawat untuk menyimpan obat tablet yang sudah terbuka untuk diberikan pada pemberian selanjutnya. Institute for Save Medication Practise (ISMP, 2006) dalam Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa harus diperhatikan kebijakan yang berkaitan dengan keterampilan memotong tablet yang dilakukan perawat, sehingga menghindari kesalahan dosis obat. 2) Sebelum melakukan perhitungan dosis, alat standar digunakan sesuai kebutuhan, seperti gelas ukur obat, syringe, dan skala tetesan, untuk mendapatkan pengobatan dengan ukuran yang tepat. d. Benar Waktu Obat yang diberikan harus sesuai dengan program pemberian, frekuensi dan jadwal pemberian. Perawat terus mengetahui jadwal pemberian obat dalam setiap kali pemberian obat yang diberikan setiap 8 jam atau obat yang diberikan tiga kali dalam satu hari. Hal tersebut dapat dijadwalkan dengan baik, sehingga perawat dapat merubah waktu sesuai kebutuhan pasien. Kebutuhan pasien terhadap obat terutama insulin, diberikan setengah jam sebelum pasien makan. Berikan obat antibiotic sesuai jadwal yang benar, untuk mempertahankan efek terapeutik dalam darah, rentang waktu pemberian obat

6 15 dilakukan dalam enam puluh menit sesuai jadwal pemberian obat (30 menit sebelum atau setelah jadwal pemberian). e. Benar Rute Obat yang diberikan harus sesuai rute yang diprogramkan, dan dipastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk klien. Selalu konsultasikan kepada yang meresepkan apabila tidak ada petunjuk rute pemberian obat. Pada saat memberikan injeksi, yakinkan bahwa pemberian obat benar diberikan dengan cara injeksi. Sangat penting diperhatikan dalam melakukan persiapan yang benar, karena komplikasi yang mungkin terjadi adalah abscess atau kejadian efek secara sistemik. Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parentral, topikal, rektal, inhalasi. 1) Oral, adalah rute pemberian yang paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diarbsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tabler ISDN. 2) Parentral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping enteron berarti usus, jadi parentral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (preset/perinfus)

7 16 3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membrane mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata. 4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau suposutoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax sup), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid sup). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk suposutoria. 5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin) combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen. f. Benar Dokumentasi Dokumentasi dilaksanakan setelah pemberian obat dan dokumentasi alasan obat tidak diberikan. Perawat dan petugas kesehatan yang lain penting melakukan dokumentasi untuk melakukan komunikasi. Beberapa kesalahan pemberian obat disebabakan komunikasi yang tidak tepat. Dokumentasi sebelum melakukan pemberian obat sesuai standar Medication Administration Record (MAR), yang harus dilakukan: nama lengkap pasien

8 17 tidak ditulis dengan nama singkatan, waktu pemberian, dosis obat yang dibutuhkan, cara pemberian obat dan frekuensi pemberian obat. Masalah yang bisa muncul terhadap penulisan resep obat diantaranya informasi yang tidak lengkap, tulisan yang sulit dibaca, tidak jelas, tidak dimengerti, penempatan angka desimal, untuk dosis obat sehingga terjadi kesalahan dosis dan tidak sesuai standar (Hughes & Ortiz, 2005 dalam Potter & Perry, 2005), maka segera dilakukan kontak terhadap yang menulis resep tersebut. Pembuat resep harus menulis resep secara akurat, lengkap, dan dapat dimengerti. Dokumentasi setelah melakukan pemberian obat sesuai standar MAR, yaitu mencatat segera pemberian obat yang telah diberikan kepada pasien, ketidaktepatan pendokumentasian terhadap kesalahan pemberian dosis obat sehingga menyebabkan penanganan yang kurang tepat terhadap koreksinya, mencatat repson klien setelah pemberian obat apabila ada efek obat maka pendokumentasian waktu, tanggal dan nama petugas yang memberikan dan yang menulis resep dalam catatan medical record pasien Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Menurut Harmiady, Rauf (2014) dalam penelitianya yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Prosnsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat Oleh Perawat Pelaksana di Ruang Interna dan Bedah Rumah Sakit Haji Makasar, mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar yaitu: pengetahuan perawat, pendidikan perawat, dan motivasi kerja perawat. Hasil

9 18 penelitian tersebut menyatakan bahwa diantara faktor yang diteliti hanya faktor pengetahuan dan motivasi kerja perawat yang mempengaruhi pelaksnaan prinsip enam benar. Dalam penelitian Wardana R, Maria S, Sayono (2013) yang berjudul Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Soewondo Kendal mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar yaitu: umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja perawat. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa diantara faktor yang diteliti hanya faktor umur yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar. a. Umur Perawat Usia dewasa awal responden cenderung lebih benar dalam menerapkan prinsip enam benar bila dibandingkan dengan usia dewasa akhir dan usia tua (Wardana R, Maria S, Sayono, 2013). Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan fisher exact test didapat nilai p value = 0,026. Karena nilai p < 0,05 maka dapat diasumsikan bahwa ada hubungan umur dengan penerapan prinsip enam benar. b. Pengetahuan Perawat Pengetahuan dalam hal ini merupakan hal-hal yang diketahui oleh perawat tentang obat dan prinsip pemberian obat kepada pasien diantaranya adalah benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara/rute pemberian, dan benar dokumentasi. Hasil dari penelitian ini dari 46 perawat, yang

10 19 berpengetahuan baik sebesar 42 orang (91.3%) dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 41 orang (89,1%) dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%). Sedangkan Perawat dengan pengetahuan yang kurang baik sebesar 4 orang (8,7%) dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%) dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 3 orang (6,5%). Penelitian tersebut menggunakan uji statistik dengan metode Fisher s Exact Test dengan diperoleh nilai ρ=0,001, yang berarti nilai ρ < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam peberian obat oleh perawat pelaksana di ruang interna dan bedah Rumah Skait Haji Makasar. Berdasarkan dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa perawat dengan pengetahuan yang baik akan cenderung untuk mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik. c. Motivasi Perawat Motivasi kerja dalam hal ini merupakan tinglah laku seseorang didorong kearah suatu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Motivasi dalam penelitian ini merupakan sesuatu yang mampu mendorong seorang perawat untuk melaksanakan tugasnya baik dari internal maupun dari eksternal. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil penelitian menunjukkan dari 46 perawat, yang memiliki motivasi kerja baik sebesar 41 orang (89,1%) dimana semua

11 20 mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemerian obat dengan tepat. Sedangkan perawat dengan motivasi kerja kurang sebesar 5 orang (10,9%), dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%) dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 4 orang (8,7%). Hasil uji statistik dengna metode Fisher s Exact Test diperoleh nilai ρ = 0,000, yang berarti nilai ρ < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan motivasi kerja perawat dengna pelaksanaan prinsip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat pelaksana di ruang interna dan bedah Rumah Sakit Haji Makasar. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diasumsikan bahwa perawat dengan motivasi kerja yang baik cenderung untuk mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat dibandingkan yang memiliki mativasi yang kurang baik. Timbulnya motivasi dalam diri seorang perawat bisa disebabkan oleh adanya rasa tanggung jawab yang timbul dari diri seseorang perawat. Jika seseorang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pasien maka tentunya perawat akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan tindakan yang cepat, tepat dan terarah untuk mengatasi masalah pasien termasuk ketepatan dalam pemberian obat. Aspek lain yang bisa menimbulkan motivasi dalam perawat adanya rangsangan yang diterima dari Rumah Sakit. Rangsangan tersebut bisa dalam bentuk penghargaan yang diterima, insentif kerja serta pujian. Hal inilah yang menimbulkan suatu dorongan untuk selalu berbuat yang lebih baik.

12 Peran Perawat Terhadap Pemberian Obat Pemberian obat terhadap klien yang dilakukan oleh perawat dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan sebagai fungsi unik yang harus dimiliki oleh perawat. Perawat yang pertama kali melakukan pengkajian terhadap kebutuhan pengobatan klien. Perawat melakukan pengkajian terhadap kemampuan klien terhadap pengobatan terhadap dirinya, membantu memutuskan kapan klien menerima pengobatan sesuai dengan waktunya, menerima obat yang tepat dan memonitor efek samping terhadap pengobatan (Potter & Perry, 2009) Klien dan keluarga diberi pengetahuan tentang administrasi pengobatan dan dilibatkan dalam memonitor pasien sebagai bagian integral terhadap peran perawat. Jangan mendelegasikan proses pemberian obat kepada asisten perawat dan gunakan proses keperawatan sebagai bagian dan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2009) 2.2 Konsep Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error) Keselamatan Pasien (Patient Safety) Menurut World Health Organization (WHO, 2012) menyebutkan keselamtan pasien tidak adanya bahaya yang dapat dicegah pada pasien selama proses perawatan kesehatan. Disiplin keselamatan pasien merupakan upaya terkoordinasi untuk mencegah kerusakan, yang disebabkan oleh proses perawatan kesehatan itu sendiri, yang dapat terjadi kepada pasien.

13 22 Institute of Medicine (IOM) (2000) dalam (Zerwekh, J., Claborn, J.C., & Miller, C. J, 2009), mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari keadaan cedera. Kecelakaan cedera disebabkan karena kesalahan yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental Injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Menurut WHO (2007) menyebutkan langkah-langkah pelaksanaan keselamatan pasien, meliputi sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit, yaitu: a. Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (lool-alike, sound-alike medication names) b. Memastikan identifikasi pasien c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien d. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar e. Mengendalikan cairan elektrolit pekat f. Memastikan akurasi/ketepatan dalam pemberian obat g. Menghindari salah kateter dan salah sambung slang h. Menggunakan alat injeksi sekali pakai i. Meningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial Indikator keselamatan pasien berdasarkan program akreditasi rumah sakit (National Patient Safety Goals/NSPG) yang ditetapkan oleh The Joint Commission (TJC, 2012) yang berlaku pada tanggal Januari 2012, adalah:

14 23 a. Tidak terdapat kesalahan pemberian obat terutama terhadap dua pasien yang memiliki nama yang sama. b. Tidak terjadi keselahan identifikasi terhadap pelaksanaan tranfusi darah. c. Pemberian alasan yang tepat terhdap pemberian obat dalam durasi waktu kerja obat. d. Pemberian label pada obat, tempat obat, dan pencampuran obat yang tepat ditempatkan dalam area yang steril terutama pada pasien perioperatif dan prosedurnya. e. Prosedur yang tepat untuk penanganan degan terapi antikoagulan. f. Mempertahankan dan komunikasi yang akurat terhdap informasi pengobatan pasien. g. Adanya sistem pencegahan dan kontrol infeksi panduan mencuci tangan. h. Adanya upaya penelitian dan penatalaksanaan pencegahan infeksi terhadap pemasangan transfusi darah, infus dan vena sentral. i. Penatalaksanaan evidence base practice terhadap upaya pencegahan infeksi. j. Penatalaksanaan evidence base practice terhadap pencegahan infeksi pemasangan cateter urine. k. Identifikasi pasien terhadap risiko cedera

15 Jenis Insiden dan Keselamatan Pasien a. Pengertian Insiden Menurut Permenkes No 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden merupakan setiap kejadian yang tidak sengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Kemenkes, 2008). b. Jenis-Jenis Insiden Berdasarkan Permenkes No 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, menyebutkan insiden keselamatan pasien terdiri dari, yaitu: 1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Merupakan suatu kejadian yang tidak diharapakan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan. 2) Kejadian Tidak Cedera (KTC) Merupakan suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera.

16 25 3) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Merupakan insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien. 4) Kejadian Potensial Cedera (KPC) Merupakan suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan berdekatan. 5) Kejadian Sentinel Merupakan suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius Definisi Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error) Kesalahan pemberian obat (medication error) adalah suatu kejadian yang dapat membuat klien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi yang tepat Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran dan pemberian obat (Edgar, Lee, Cousins, 1994 dalam Potter dan Perry, 2005) Menurut Institute of Medicine (IOM, 2011), kesalahan pemberian obat adalah difinisi umum yang digunakan untuk kesalahan pengobatan, yaitu satu peristiwa yang dapat dicegah dan dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sedangkan pengobatan yang ada dikontrol dari ahli kesehatan, pasien atau konsumen. Kejadian-kejadian tersebut mungkin berhubungan dengan

17 26 praktek profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk resep, komunikasi ketertiban (label produk, kemasan, dan tata nama), peracikan, pengeluaran, distribusi, administrasi, pendidikan, pemantauan, dan penggunaan. Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat; memberi dua kali obat yang dilupakan sebagai kompensasi; memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar melalui rute yang salah (Tambayong, 2001). Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai dari industri, dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien. Di dalam setiap mata rantai pada beberapa tindakan mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini dapat memberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cohen, 1999). Menurut Athanasakis (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Prevention of Medication Errors Made by Nurses in Clinical Practise menyebutkan keamanan dalam pemberian obat bertujuan untuk mengurangi tingkat kesalahan dalam pemberian obat, hal tersebut dapat mengidentifikasi lebih awal sebelum pasien mendapat pengobatan yang membahayakan mereka Dampak dan Jenis Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors) Menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP), akibat dari terjadinya medication error dapat dibagi menjadi

18 27 tiga derajat yaitu; 1) tidak menyebabkan perubahan fisik, mental, dan psikologis, 2) menyebabkan perubahan, serta 3) menyebabkan kematian. Derajat yang paling ringan adalah kejadian medication error terdeteksi tetapi tidak mengakibatkan perubahan apapun. Medication error derajat yang kedua akan menyebabkan perubahan yang dapat sembuh dengan sendirinya atau memerlukan terapi baru. Derajat paling parah dalam medication error yaitu dapat menyebabkan yang berakibat kematian. Tabel katagori medication error berdasarkan dampak diperlihatkan sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi kesalahan pemberian obat (medication error) berdasarkan dampak. (Sumber: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Tahun 2008) Kesalahan (error) Katagori Hasil No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan Error, no harm B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum /digunakan pasien tetapi tidak membahayakan pasien D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut diperlukan dan keslahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya sementara F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya sementara

19 28 G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat permanen H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasein contoh syok anafilaktik Error, death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia Tabel 2. Jenis-jenis kesalahan pemberian obat (medication error) (berdasarkan alur jenis pengobatan) (Sumber: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Tahun 2008) Tipe Medication Error Unauthorized drug Keterangan Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal diresepkan bukan oleh dokter yang berwenang Inmproper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang dimaksud dalam resep Wrong dose preparation method Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak sesuai Wrong dose form Obat yang diresepkan dalam dosis dan cara pemberian yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam resep Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera diresep Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan, mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik

20 29 yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang bersangkutan Extra dose Prescribing error Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak berkompeten Wrong administration technique Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk misalnya menyiapkan dengan teknik yang tidak dibenarkan (misalkan obat im diberikan secara iv) Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan Faktor Yang Mempengaruhi Insiden Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden medication error yang disampaikan oleh Carayon & Smith (2000); AHRQ (2003); Depkes (2008); Henriksen, et al (2008); Vincent (1998); dapat disimpulkan meliputi: a. Karakteristik Individu Karakteristik individu merupakan faktor yang berada pada barisan pertama yang memiliki dampak secara langsung pada mutu pelayanan dan meskipun mutu tersebut masih kemungkinan dipertimbangkan untuk dapat diterima atau masih dibawah standar baku. Karakteristik individu termasuk diantaranya

21 30 adalah kualitas yang dibawa individu tersebut ke dalam pekerjaan seperti pengetahuan, tingkat keterampilan, pengalaman, kecerdasan, kemampuan mendeteksi, pendidikan dan pelatihan, dan bahkan sikap seperti kewaspadaan, kelalaian, kelelahan, dan motivasi. b. Sifat Dasar Pekerjaan Sifat dasar pekerjaan merujuk pada karakteristik pekerjaan itu sendiri dan meliputi pula sejauh mana prosedur yang digunakan terdefinisi dengan baik, sifat alur kerja, beban pasien pada puncak dan tidak, ada atau tidak adanya kerjasama antar tim, kompleksitas perawatan, fungsional alat dan masa penyusutan, interupsi dan pekerjaan yang bersaing, dan persaratan fisik/kognitid untuk melakukan pekerjaan. Meskipun penelitian empiric terhadap dampak faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan tidak sebanyak penelitian studi pada faktor-faktor manusia, faktor ini tetap ada (Henrisken, Kem, et al. 2008). c. Faktor Lingkuangan Fisik Faktor lingkungan fisik meliputi diantaranya yaitu; pencahayaan, suara, temperature atau suhu ruangan, susunan tata ruang, ventilasi. Pengelolaan gedung rumah sakit harus benar-benar memikirkan keselamatan baik bagi pasien maupun keselamatan staf didalamnya dengan dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan lingkungan seperti yang sudah diatur dalam Permenkes 1204/SK/IX/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. d. Faktor Interaksi Antara Sistem dan Manusia

22 31 Yang termasuk dalam faktor ini meliputi perlengkapan atau peralatan medis, lokasi atau peletakan alat-alat, pengontrolan alat. Interaksi sistem dan manusia menunjuk pada tata dimana dua sistem berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang lingkup sistem. Perawat menggunakan perangkat medis dan peralatan secara intensif dan dengan demikian memiliki banyak pengalaman. e. Faktor Organisasi dan Lingkungan Sosial Lingkungan organisasi merupakan lingkungan manusia di dalam organisasi melakukan pekerjaan mereka. Lingkungan pekerjaan yakni lingkungan organisasi rumah sakit dapat menentukan kualitas dan keamanan pelayanan perawat kepada pasien. Sebagai jumlah tenaga tersebar dalam ketenagaan kesehatan, perawat mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk memerikan kebutuhan pasien. f. Faktor Manajemen Faktor ini terdiri dari budaya keselamatan pasien, kemudahan akses personal, pengembangan karyawan, kemampuan kepemimpinan, kebijakan pimpinan dalam hal SDM, finansial, peralatan dan teknologi. Membangun budaya kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil merupakan langkah pertama dalam menetapkan keselamatan pasien rumah sakit. Faktor manajemen sangat menentukan dan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan termasuk pada terjadinya insiden keselamatan pasien. g. Lingkungan Eksternal

23 32 Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah pengetahuan dasar, demografi, teknologi terbaru, kebijakan pemerintah, keadaan ekonomi, kebijakan kesehatan, kesadaran masyarakat. Lingkungan eksternal dapat memberikan dampak terhadap usaha meningkatkan keselamatan pasien. Tekanan eksternal dapat berupa tuntutan hukum, tuntutan masyarakat terhadap mutu dan keselamatan pasien. Lingkungan eksternal merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar organisasi dapat memiliki komitmen yang tinggi dalam menerapkan mutu melalui keselamatan pasien. Lingkungan eksternal lainnya berupa regulasi nasional terhadap kompetensi SDM pada pelayanan kesehatan (standarisasi profesi, penilaian kompetensi staf, sertifikasi) dan untuk institusii berupa akreditasi rumah sakit Pencegahan Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors) Perawat memainkan peran yang sangat penting dalam lingkaran esensial pencegahan kesalahan pengobatan (Potter & Perry, 2005). Strategi pencegahan dalam kesalahan pemberian obat meliputi standarisasi dan penyederhanaan prosedur pengobatan dan lain-lain. Persiapan obat dan administrasi merupakan bagian dari prosedur pengobatan, yang melibatkan langkah-langkah berikut: Menjamin atau memastikan lingkungan yang aman untuk persiapan obat dengan menempatkan label ( jangan masuk, untuk mencegah pengunjung mengganggu perawat waktu itu) dan juga mengigatkan perawat pentingnya konsentrasi selama persiapan obat-obatan; mengurangi gangguan dan interupsi selama pemberian obat; penggunaan alat bantu kalkulator untuk memfasilitasi

24 33 perhitungan obat. Pengiriman obat dari apotek ke bangsal perawatan tanpa membutuhkan setiap pemeriksaan lebih kanjut atau persiapan khusus oleh staf perawat (terutama obat pediatrik yang membutuhkan presisi dalam perhitungan dosis). Wajib melakukan pengecekan ulang obat oleh dua perawat yang terpisah (terutama dalam obat yang berisiko tinggi, yang biasanya bertanggung jawab untuk efek samping atau kesalahan). Pelaksanaan lima tepat (obat yang tepat, dosis yang tepat, rute yang tepat, waktu yang tepat, pasien yang tepat) ketika mempersiapkan obat (meskipun faktor ini berfokus pada kinerja individu dan tidak mencerminkan kompleksitas prosedur pengobatan). Pemisahan obat yang jelas dengan kesamaan baik dalam warna atau nama, dengan meletakan label pada obat tersebut; persiapan dan pemberian obat saat yang sama; dan cek jika obat telah diadministrasikan dengan pasein yang tepat (Athanasakis E, 2012). Kesalahan yang terjadi harus segera diketahui dan dilaporkan kepada pegawai rumah sakit yang tepat. Perawat memliki kewajiban etis dan profesi untuk melaporkan kesalahan kepada dokter dan manajer keperawatan. Dokter dapat memutuskan untuk menetralkan efek kesalahan dengan memberikan sebuah antidot ketika obat yang diberikan salah, menunda pemberian obat apabila obat bila obat sebelumnya diberikan terlalu dini, atau memantau efek obat ketika sebuah obat diberikan dalam dosis yang tinggi yang tidak lazim. Perawat sebaiknya tidak menyembunyikan kesalahan pengobatan. Pada catatan dalam status klien harus ditulis obat apa yang telah diberikan kepada klien, pemberitahuan kepada dokter, efek samping yang klien alami sebagai

25 34 respons terhadap kesalahan pengobatan, dan upaya yang dilakukan untuk menetralkan obat, misalnya memberikan antidot. Perawat juga bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat insiden tersebut. Laporan insiden merupakan bukan pengakuan tentang suatu kesalahan atau menjadi dasar untuk memberi hukuman dan bukan merupakan bagian catatan medis klien yang sah. Laporan ini merupakan analisis objektif tentang apa yang terjadi dan merupakan penatalksanaan risiko yang dilakukan institusi untuk memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian membantu komite interdisiplin mengidentifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah sistem di rumah sakit yang mengakibatkan terjadinya kesalahan (Potter & Perry, 2005). Tabel 3. Cara mencegah kesalahan pemberian obat ( Sumber: Potter & Perry, 2005) No Kewaspadaan Rasional 1 Baca label obat dengan teliti Banyak produk yang tersedia dalam kotak, warna, dan bentuk yang sama 2 Pertanyakan pemberian banyak tablet atau vial untuk dosis tunggal Kebanyakan dosis terdiri dari satu atau dua tablet atau kapsul atau satu vial dosis tunggal. Interpretasi yang sa;ah terhadap program obat dapat mengakibatkan pemberian dosis tinggi berlebihan.

26 35 3 Waspadai obat-obatan bernama sama Banyak nama obat terdengat sama (mis. Digoksin, Keflex dan Keflin, Orinase dan Orinade 4 Cermati angka di belakang koma Beberapa obat tersedia dalam beberapa jumlah yang merupakan perkalian satu sama lain (contoh, tablet Coumadindalam tablet 2,5 dan 25 mg, Thorazine dalam spansules (sejenis kapsul) 30 dan 300 mg. 5 Pertanyakan peningkatan dosis yang tiba-tiba dan berlebihan Kebanyakan dosis diprogramkan secara secara bertahap supaya dokter dapat memantau efek terapeutik dan responsnya. 6 Ketika suatu obat baru atau yang tidak lazim diprogramkan, konsultasikan kepada sumbernya. 7 Jangan beri obat yang diprogramkan dengan nam pendek atau singkatan tidak resmi Jika dokter juga tidak lazim dengan obat tersebut maka risiko pemberian dosis yang tidak akurat menjadi lebih besar. Banyak dokter menggunakan nama pendek atau singkatan tidak resmi untuk obat yang sering diprogramkan. Apabila perawat atau ahli farmasi tidak mengenal nama tersebut, obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa salah. 8 Jangan berupaya menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dapat dibaca Apabila ragu, tanyakan dokter. Kesempatan terjadinya salah interpretasi besar, kecuali jika perawat mempertanyakan program yang sulit dibaca.

27 36 9 Kenali klien yang memeiliki nama akhir sama. Juga, minta pasien menyebutkan nama lengkapnya. Cermati nama yang tertera pada tanda Seringkali, satu atau dua orang pasien memiliki nama akhir yang sama atau mirip. Label khusus pada kardeks atau buku obat dapat memberi peringatan tentang masalah yang potensial. pengenal. 10 Cermati ekuivalen Saat tergesa-gesa, salah membaca ekuivalen mdah terjadi (contoh, dibaca milligram, padahal milliliter). Perbedaan mendasar antara reaksi obat yang merugikan dan kesalahan pemberian obat adalah bahwa kesalahan pemberian dapat dicegah. Bila tujuan terapi obat yang optimal adalah memberikan obat yang benar, untuk pasien yang benar, dengan dosis yang benar, dengan cara yang benar, pada waktu yang benar, dan dengan indikasi yang benar, akan terlihat adanya banyak potensi kesalahan dalam proses tersebut. Juga terdapat banyak sekali titik tolok dalam proses pengobatan, dan begitu banyak orang yang terletak pada titik tolok tersebut yang masing-masing mempunyai peran mendeteksi potensi kesalahan, mencegah, dan mendokumentasikan setiap efek yang muncul sebagai konsekuensinya. Karena perawat bertanggung jawab untuk memberiakan obat, maka merekalah yang biasanya titik tolak terakhir dan terpenting dalam sistem tersebut. Meskipun kesalahan dapat terjadi pada titik ini, namun hal tersebut dapat juga dideteksi dan tentu saja dicegah. Rekomendasi tambahan berikut ini dianjurkan untuk perawat.

28 37 a. Mengetahui dengan baik proses permintaan obat institusional dan sistem pemberiannya (floor stock dibanding dosis unit). b. Mengetahui kemana mencari informasi mengenai obat. Sumber informasi termasuk dokter, apoteker, perpustakaan, dan refrensi obat. c. Verifikasi setiap instruksi pemberian obat sesering mungkin. Proses penyakinan harus lengkap sesuai potensi kesalahan. d. Menggunakan waktu pemberian obat standar. Hal ini membantu menghindari kebingungan, khususnya bila pemantauan tes laboratorium harus dilakukan pada waktu tertentu setelah pemberian obat. e. Pada saat memberikan obat, periksa produk obat untuk kemungkinan adanya kerusakan (retak pada kapsul, obat suntik yang keruh, endapan dalam larutan). Laporkan hal ini sesegera mungkin. Pastikan identitas pasien sebelum pemberian obat. Jaga agar obat berlabel jelas selama mungkin (tempatkan dalam kemasan dosis unit tepat di sisi tempat tidur). Dokumentasikan pemberian obat dalam catatan yang tepat. Bila suatu obat ternyata tidak tersedia pada saat pemberian, jangan meminjamnya dari pasien yang lain. Selidiki mengapa obat tidak ada. Pasti ada alasan sehingga obat tidak diberikan sampai diperoleh informasi yang pasti (interaksi potensial, riwayat reaksi sebelumnya). f. Observasi adanya efek obat, termasuk reaksi merugikan. Mendokumentasikan hasil terapeutik yang diinginkan merupakan hal yang sangat penting seperti halnya melaporkan adanya ruam.

29 38 g. Bila kalkulasi obat diperlukan, sangat bijaksana untuk memeriksanya kembali dengan orang lain (apoteker atau perawat). Penggunaan konsentrasi standar atau tabel kecepatan infus sangat bermanfaat. h. Biasakan diri dengan alat pemberian obat sebelum menggunakannya dan pahami keuntungan dan kerugiannya. Berbagai sistem pemberian obat berteknologi tinggi (pompa infus, inhaler, patch) membutuhkan perhatian khusus mengenai penggunaan yang tepat. i. Ajarkan pada pasien mengenai obat mereka sebanyak mungkin. Berikan informasi ini dalam format yang dapat dipahami pasien. Berikan informasi ini dalam format yang dapat dipahami pasien. Berikan informasi dengan huruf berukuran besar, terjemahan, gambar, atau cara apapun agar pasien bener-benar mengerti. Lakukan penyuluhan pada pemberian dosis pertama dan perkuat informasi pada pemberian dosis berikutnya. j. Bila obat tidak diberikan sesuai instruksi, untuk alasan apapun, hal ini harus didokumentasikan. (Deglin J.H & April H.V, 2004) Menurut Joint Comission International JCI (2010), menyebutkan perencanaan yang dilakukan dalam mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat adalah adanya suatu rencana atau kebijakan atau dokumen lain yang mengatur bagaimana penggunaan obatobatan yang diatur dalam suatu pengorganisasian di semua tahapan yang ditinjau setiap

30 39 12 bulan, dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang berlaku dan menyediakan informasi yang mudah bagi semua yang terlibat dalam penggunaan obat Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Terhadap Insiden Medication Error Penelitian yang dilakukan oleh Herwina E (2012) menggunakan variabel independen yang berbeda, yaitu metode tim keperawatan. Berdasarkan tesisnya yang berjudul hubungan pelaksanaan metode tim keperawatan dengan kesalahan pemberian obat di RSUD Gunung Jati Cirebon menyatakan bahwa perawat yang mempersepsikan pelaksanaan metode tim yang kurang baik melakukan kesalahan pemberian obat maksimal hanya 45%. Sedangkan perawat yang mempersepsikan pelaksanaan metode tim yang baik justru lebih tinggi, yaitu 79% untuk melakukan kesalahan pemberian obat maksimal. Hasil analisis lebih lanjut menyatakan ada hubungan antara persepsi pelaksanaan metode tim keperawatan yang baik dengan kesalahan pemberian obat (ρ = 0,004; α = 0,005) sebesar 4,5 kali (95% CI 1,66; 12,38) dari persepsi pelaksanaan metode tim yang kurang.

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keselamatan pasien menjadi acuan bagi tenaga

Lebih terperinci

Medication Errors - 2

Medication Errors - 2 Medication error Masalah dalam pemberian obat Pencegahan injury (error) pengobatan Tujuan, manfaat pemberian obat Standar obat Reaksi obat, faktor yang mempengaruhi reaksi obat Medication Errors - 2 Medication

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama ketika melaksanakan pemberian obat kepada pasien. Sebagai petugas yang terlibat langsung dalam pemberian

Lebih terperinci

7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN

7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN 7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Metode-metode kerja 5. Peran kepemimpinan 6. Mendidik staf 7. Komunikasi

Lebih terperinci

KESELAMATAN PASIEN. Winarni, S. Kep., Ns., M. KM

KESELAMATAN PASIEN. Winarni, S. Kep., Ns., M. KM KESELAMATAN PASIEN Winarni, S. Kep., Ns., M. KM Keselamatan Pasien diatur dlm : - UU No. 29 Tahun 2004 Ttg Praktik Kedokteran, Pasal 2. - UU No. 36 Tahun 2009 Ttg Kesehatan, Pasal 5 (2), Pasal 19, Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas layanan medik. Rumah sakit yang sudah terakreditasi pun belum

Lebih terperinci

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015 Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015 Akreditasi RS Upaya Peningkatan Mutu RS SK MENKES NOMOR 428/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua manusia selama menjalankan kehidupan menghendaki dirinya selalu dalam kondisi sehat. Sehat bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang Kesehatan Republik

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien.

Lebih terperinci

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan dr. Suryani Yuliyanti, M.Kes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Modul : Masalah Kesehatan Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat komplek, terdapat ratusan

Lebih terperinci

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert PENGERTIAN PROSEDUR UNIT TERKAIT Suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N No.308, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Keselamatan Pasien. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal ini membuat perawat berada pada

BAB I PENDAHULUAN. kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal ini membuat perawat berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat merupakan tenaga kerja terbesar di rumah sakit yang memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien selama 24 jam melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan mengurangi resiko kejadian tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persaingan global saat ini, khususnya dunia kesehatan mengalami kemajuan yang pesat dalam teknologi kesehatan, menajemen dan regulasi di bidang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi

Lebih terperinci

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara menandai ( X) salah satu jawaban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akreditasi internasional merupakan konsep keselamatan pasien menjadi salah satu penilaian standar sebuah rumah sakit. Keselamatan pasien (patient safety) telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawat berada pada posisi yang ideal untuk memantau respon obat pada pasien,

BAB I PENDAHULUAN. perawat berada pada posisi yang ideal untuk memantau respon obat pada pasien, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat memiliki tanggung jawab untuk memastikan dan memberikan obat dengan benar. Selain sebagai pelaksana dalam pemberian obat, perawat juga merupakan tenaga kesehatan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti

6/3/2011 DOKTER FARMASIS PERAWAT. 1. Independen 2. Interdependen 3. Dependen 4. Peneliti Mengidentifikasi peran perawat dalam terapi obat Mengidentifikasi langkah-langkah proses keperawatan dalam terapi obat Menentukan prinsip-prinsip pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan rencana terapi

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi yang sangat komplek mulai dari modal yang besar, penggunaan teknologi yang tinggi, melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang

Lebih terperinci

Panduan Identifikasi Pasien

Panduan Identifikasi Pasien Panduan Identifikasi Pasien IDENTIFIKASI PASIEN 1. Tujuan Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit. Mengurangi kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien menjadi isu prioritas dalam perawatan kesehatan, dimana gerakan keselamatan pasien dimulai sejak tahun 2000 yang berawal ketika Institute of Medicine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi

BAB I PENDAHULUAN. paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir dua dekade perawat Indonesia melakukan kampanye perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan di rumah sakit. Sejak malpraktik menggema di seluruh

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG

KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG Lampiran 0 KUESIONER PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN OBAT TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP SEPULUH BENAR PEMBERIAN OBAT DI RSI IBNU SINA PADANG No. Kode : Petunjuk pengisian:. Bacalah setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Obat 1. Definisi Obat Obat yaitu zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi pada organ tubuh manusia (Batubara, 2008). Definisi lain menjelaskan obat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

Lebih terperinci

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3 Elemen Penilaian PKPO 1 1. Ada regulasi organisasi yang mengelola pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang menyeluruh atau mengarahkan semua tahapan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Supervisi 2.1.1. Pengertian Supervisi Supervisi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka pemantauan disertai dengan pemberian bimbingan, penggerakan atau motivasi dan pengarahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh Email : KEPUTUSAN KEPALA UPT. PUSKESMAS MENGWI II NOMOR : T E N T A N G SASARAN-SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Lebih terperinci

Defenition. The National Coordinating Council Medication Error Reporting Program (NCC MERP)

Defenition. The National Coordinating Council Medication Error Reporting Program (NCC MERP) The National Coordinating Council Medication Error Reporting Program (NCC MERP). Defenition ME adalah peristiwa yang sesungguhnya dapat dicegah yang bisa menyebabkan atau mendorong kearah penggunaan obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) issue penting yang terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit,

Lebih terperinci

IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1

IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1 IMPLIKASI FARMAKOLOGI KEPERAWATAN 1 RINA ANGGRAINI INDAH SETYAWATI PSIK FK UNLAM 2010 PERAN PERAN : tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Patient Safety a. Pengertian Patient Safety Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi tingkat pencapaian patient safety, khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang aman. Menurut

Lebih terperinci

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan di

Lebih terperinci

PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT Iswati* *Akademi Keperawatan Adi Husada, Jl. Kapasari No. 95 Surabaya Email : iswatisaja@yahoo.com Abstrak Pendahuluan : Keselamatan pasien merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk menghadapi era globlalisasi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai bidang

Lebih terperinci

Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI

Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI No. Pernyataan Ya Kadang - kadang 1. Perawat mengidentifikasi pasien dengan menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien 2. Perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat melalui pembangunan kesehatan. Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya. BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Millenium Development Goals yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk menghadapi era globlalisasi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengobati dan menyembuhkan pasien dari penyakit. Dalam menjalankan tujuannya, rumah sakit

Lebih terperinci

I.Pengertian II. Tujuan III. Ruang Lingkup IV. Prinsip

I.Pengertian II. Tujuan III. Ruang Lingkup IV. Prinsip I.Pengertian Identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan menyamakan keterangan tersebut dengan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang memiliki fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang memiliki fungsi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang memiliki fungsi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan dituntut untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

RUS DIANA NOVIANTI J

RUS DIANA NOVIANTI J HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN PRINSIP PEMBERIAN OBAT INJEKSI DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety) Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan yang sampai saat ini masih menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan berbagai dampak bagi pasien, mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt Press Release Implementasi Standar Akreditasi Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan & Keselamatan Pasien RSUD dr. R. Soetrasno Kabupaten Rembang RSUD dr. R. Soetrasno Kabupaten Rembang, merupakan rumah sakit

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan didefinisikan sebagai suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROGRAM PATIENT SAFETY BERDASARKAN STANDAR SIX GOAL INTERNATIONAL PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT ONKOLOGI SURABAYA

PENGEMBANGAN PROGRAM PATIENT SAFETY BERDASARKAN STANDAR SIX GOAL INTERNATIONAL PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT ONKOLOGI SURABAYA PENGEMBANGAN PROGRAM PATIENT SAFETY BERDASARKAN STANDAR SIX GOAL INTERNATIONAL PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT ONKOLOGI SURABAYA MIRRAH SAMIYAH UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, preventif, kuratif

Lebih terperinci

PaEVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER

PaEVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER PaEVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER Muarrifa Muflihati, Elsye Maria Rosa Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

LAPORAN EVALUASI PROGRAM LAPORAN EVALUASI PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN S.D 217 KOMITE PMKP RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU PENINGKATAN MUTU & KESELAMATAN PASIEN PERIODE S.D 217 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian tiap variabel dapat disimpulkan 1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip Bandung untuk pelaksanaan perhatikan nama obat, rupa dan ucapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan LAMPIRAN 57 Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan 58 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Tengah 59 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian RSUD Depati Hamzah 60 Lampiran 4. Surat Ijin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas kegiatan

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

BAB 6 PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)

BAB 6 PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) BAB 6 PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) GAMBARAN UMUM Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan

Lebih terperinci

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL N o Indikator Standar Dimensi Input/Proses /Output Manajeria l/klinis 1 Kepatuhan 90% Efektifitas Proses Klinis terhadap clinical pathways

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan secara paripurna bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isu yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit, yaitu: keselamatan pasien,

BAB I PENDAHULUAN. isu yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit, yaitu: keselamatan pasien, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga rumah sakit. Ada lima isu yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit, yaitu: keselamatan pasien,

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER

EVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER EVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER Muarrifa Muflihati, Elsye Maria Rosa Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION)

PANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION) PANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION) A. DEFINISI 1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli medis terhadap suatu diagnosa, terapidan rekomendasi

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun gawat darurat yang bermutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Lebih terperinci