BAB I PENDAHULUAN. berdirinya. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berdirinya. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat majemuk sejak awal berdirinya. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang jelas baik berupa bahasa, adat istiadat, bentuk fisik, agama, dan lain-lain. Setiap suku bangsa yang mempunyai cara hidup dan budaya yang berlaku dalam masyarakat suku bangsa masing-masing, sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainya. Perbedaan yang ada diantara kebudayaan suku bangsa di Indonesia pada hakekatnya adalah perbedaan yang disebabkan oleh sejarah perkembangan kebudayaan masing-masing. 1 Perbedaan tersebut ada dan dapat kita saksikan sekaligus dalam kehidupan masyarakat kota. Beragamnya kebudayaan yang bertumpuk di kota karena keadaan masyarakat kota yang relatif heterogen dibanding dengan masyarakat pedesaan yang secara umum bersifat homogen. 2 Heterogenitas sebuah kota adalah hal yang lazim terjadi pada setiap kota-kota di dunia. Suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat perkotaan yang sejak puluhan tahun yang lalu adalah semakin membengkaknya laju migrasi ke kota. Hal ini erat hubunganya 1 Weinata Sairin (Ed.), Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-Butir Pemikiran, Jakarta; BPK Gunung Mulia, Hal Penduduk kota terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama, kota menjadi tempat pertemuan dari berbagai kultur masyarakat karena perannya yang sentral sebagai pusat ekonomi suatu wilayah. Semakin maju sebuah kota maka akan semakin beragam kultur dan ras di dalamnya. Beny Octofryana Marpaung, Dkk., Fenomena Terbentuknya Kampung Kota Oleh Masyarakat Pendatang Spontan, Medan: Suryaputra Panca Mandiri, 2009, hal

2 dengan persepsi yang muncul di tengah masyarakat yang menyatakan bahwa kota adalah tempat yang menjanjikan untuk kehidupan lebih baik dan kota adalah pusat dari segala kemajuan, sehingga kota menjadi tumpuan bagi orang-orang yang menginginkan kemajuan. Medan sebagai kota besar di Indonesia yang juga menjadi kota tujuan para perantau dari berbagai daerah. Peran Kota Medan sebagai kota tujuan migrasi menyebabkan komposisi penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda, para migrant masuk bersamaan dengan pola budaya yang dibawanya masing-masing dari daerah asalnya. Keanekaan pola budaya inilah yang menjadikan Medan sebagai kota yang dihuni oleh masyarakat yang majemuk. 3 Perkembangan industri perkebunan Sumatera Timur khususnya Medan sejak awal 1880-an menjadi daya tarik bagi para pendatang (Migrant) untuk mengubah kehidupan ekonomi yang lebih baik. 4 Migrasi para migrant dengan berbagai latar belakang selain menerima pengaruh dari daerah lain dan juga menerima bentuk modernisasi kehidupan Kota Medan. Para migrant tersebut berusaha mempertahankan adat-istiadatnya sebagai sesuatu yang vital dalam gelombang urbanisasi, 5 sehingga Kota Medan kalau dilihat dari fakta sosialnya tidak satu kelompok suku bangsapun yang merupakan kelompok mayoritas dalam jumlah, ataupun menduduki posisi dominan yang dapat berfungsi sebagai wadah pembauran atau malting poin. 6 3 Ibid 4 Najif Chatib, Para Pendatang Di Kota-Kota Sumatera Timur, Medan: Fakultas Sastra USU, 1955, hal Harry Waluyo (Ed.), Perkawinan adat Batak di Kota Besar, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993, hal Edward M Bruner, Kerabat dan Bukan Kerabat dan Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Terj. T.O. Ihroni), Gramedia Jakarta, 1980, hal. 169.

3 Diantara migrant yang melakukan migrasi ke Medan, salah satunya adalah suku bangsa Batak Toba. Migrasi Batak Toba terbesar terjadi pada tahun 1930 dan diawal kemerdekaan Indonesia Namun migrasi Batak Toba ke Sumatera Timur telah berlangsung jauh sebelum abad ke XIX. 8 Orang Batak Toba bermingrasi ke Sumatera Timur baik secara berkelompok maupun perorangan, mereka membawa turut serta kebudayaannya ke tempat yang dituju. Sebagian dari suku bangsa Batak Toba itu sendiri masih menganut agama suku yang disebut Ugamo Malim atau Parmalim. Parmalim sebenarnya adalah suatu identitas pribadi sementara kelembagaanya disebut dengan Ugamo Malim. Pada masyarakat kebanyakan, Parmalim sebagai identitas pribadi lebih populer dari Ugamo Malim sebagai identitas lembaganya. Ugamo Malim merupakan salah satu aliran kepercayaan yang dianut oleh suku bangsa Batak Toba. Penyebarannya berasal dari Kabupaten Toba Samosir tepatnya di Desa Huta Tinggi Kecamatan Laguboti, saat ini dipimpin oleh Ihutan Raja Marnangkok Naipospos. Dasar kepercayaan Ugamo Malim yaitu melakukan titah-titah yang dipercayai berasal dari Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai pencipta manusia, langit dan bumi, segala isi alam semesta serta roh nenek moyang orang Batak Toba. Dalam Buku Sitor Situmorang, masuknya agama Kristen dan kolonialisasi Belanda di akhir abad ke-19 menjadi ancaman bagi keberlangsungan kerajaan yang dipimpin oleh 9 7 Migrasi awal ini adalah lebih dikarenakan arus perdagangan, pada priode ini orang Batak toba yang disebut Batak Pardembanan, yaitu orang Batak yang berasimilasi dengan kebudayaan Melayu Sumatera Timur, Orang Batak memelayukan dirinya dengan masuk agama Islam syarat menjalankan budaya Melayu. Lihat Johan Hasselgren, Batak Toba Di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba Di Medan ( ), Medan: Bina Media Perintis, 2008, hal. 143, Migrasi Batak dalam periode ini berlangsung secara estapet, migrasi periode ini lebih karena paksaan dengan perbudakan (Hatoban dan Taban-taban) dalam istilah Batak Toba). Lihat W.B. Sijabat, Ahu Sisingamangaraja. Jakarta: Sinar Harapan, 1982, hal Ibrahim Gulton, Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara, 2010, hal

4 Sisingamangaraja XII. 10 Tekanan Kolonial Belanda menciptakan Perang Batak sejak tahun antara Orang Batak menentang Kolonial Belanda, dibawah pimpinan Sisingamangaraja XII. 11 Kerasnya cengkraman kekuasaan kolonial Belanda di Tanah Batak mengakibatkan muncul gerakan mesianis Parmalim yang berpusat pada Sisingamangaraja XII. Gerakan Parmalim di pelopori oleh Guru Somalaing Pardede, inti gerakannya adalah menolak kolonialis Belanda dan kristenisasi di Tapanuli Utara. 12 Gerakan mesianis ini menyebabkan Parmalim dilarang di Tapanuli sejak tahun Gerakan Parmalim yang berkembang pada masa sebanyak empat mazhab namun yang bertahan dan tetap berkelanjutan adalah Parmalim dari sekte Nasiakbagi. Sekte Nasiakbagi kemudian di pimpin oleh Raja Mulia Naipospos dari Bius Laguboti. Ugamo Malim yang dipimpin oleh Raja Mulia Naipospos lebih memfokuskan aktivitasnya pada pengembangan Ugamo Malim, Parmalim tampil sebagai agama murni yang secara damai menyebarkan ajaran Ugamo Malim sehingga mendapat persetujuan dari Residen Tapanuli Controleur van Toba tahun Sitor Situmorang, Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, hal. 380 dan Op cit, Dalam tahap awal perkembangan pekabaran Injil oleh Zending di Tapanuli tidak mengalami gangguan yang berarti berkat diplomasi yang dilakukan oleh I.L. Nomensen, bahkan Nomensen menjalin komunikasi yang baik dengan Bakkara sejak Sisingamangaraja XI. Komunikasi ini berlanjut sampai pada Sisingamangaraja XII sebelum Belanda campur tangan dan memperluas kekuasaanya ke daerah Barus, Dairi dan Silindung yang merupakan daerah Bius Kerajaan Sisingamangaraja. Sisingamangaraja XII menentang penjajahan yang dilakukan Belanda, terlebih karena Ia telah mendengar pembantain terhadap orang-orang Aceh, gerakan Paderi di Padang dan Tapanuli Selatan. Penjajahan Belanda selalu disertai dengan kerja rodi-belasting (kerja rodi-pajak) yang sangat ditentang oleh Sisingamangaraja XII. Dengan menyatakan perang (Pulas) terhadap Belanda (Sibottar Mata) tahun Serangan terhadap Belanda pecah di Bahal Batu (sekarang daerah Sipoholon, Tarutung) tanggal 17 Februari 1878 dan berakhir 30 tahun kemudian di Pearaja tanggal 17 Juni 1907 dengan gugurnya Sisingamangaraja XII dan pasukannya beserta ketiga anaknya. W.B. Sijabat, 1982, hal , Mohammad Said menggambarkan gerakan Parmalim dengan Imam Mahdi yaitu keyakinan akan kembalinya Sisingamangaraja memerintah tanah Batak, sedangkan Hirosue mengambarkan Parmalim dengan Analisis Mileniarisme Michael Adas, Lihat Mohammad Said (1974) dan Masashi Hirosue (2005). 13 Op Cit. Sitor Situmorang, 2004, hal

5 Dalam konteks Indonesia Merdeka Parmalim tidak diakui sebagai sebuah agama, Parmalim di kelompokkan ke dalam aliran Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Pepres No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969. Pepres No.5/1969 hanya mengakui lima agama resmi yang banyak dianut bangsa Indonesia tetapi kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di beri ruang untuk berkembang. Perubahan rezim tidak semerta-merta merubah cara pandang pemerintah terhadap Parmalim, bahkan pemerintah melalui Tap MPR Nomor IV/MPR/1978, nomor II/MPR/1983 dan Nomor II/MPR/1988 berusaha mengekang Parmalim sesuai dengan tujuan di bentuknya Tap MPR Nomor IV/MPR/1978 dimana ayat berbunyi sebagai berikut; kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama. Pembinaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Turunan kebijakan dari Pepres No.1/PNPS/1965 dan Tap MPR Nomor IV/MPR/1978, memiliki dampak yang merugikan warga Parmalim dalam kehidupan bernegara. Parmalim tidak dapat mencantumkan agamanya pada Kartu Tanda Penduduk (KTP), kolom agama di kosongkan atau di beritanda -. Status agama dalam KTP tersebut sering di artikan oleh orang lain di luar Parmalim sebagai kelompok atheis atau komunis. Kebijakan ini sangat diskriminatif bagi penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa yakni Parmalim, terutama bagi Parmalim yang merantau keluar Tapanuli seperti ke Kota Medan. Parmalim banyak yang mengosongkan kolom agama atau memilih salah satu agama resmi. Akibatnya Parmalim mengalami hambatan dalam melanjutkan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan terutama bagi mereka yang ingin merantau baik sebagai pegawai

6 swasta maupun pegawai negeri sipil serta hilangnya hak-hak dasar mereka sebagai pekerja. 14 Selain diskriminasi dalam administrasi kependudukan Parmalim dalam kehidupan sehari-hari masih dianggap sebagai penganut sipelebegu oleh kelompok tertentu. Kurangnya keseriusan pemerintah untuk membina aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama dalam sosialisasi aliran kepercayaan di tengah-tengah masyarakat menyebabkan hanya sebahagian kecil dari masyarakat yang mengetahui keberadaan Parmalim. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis akan mengkaji mengenai perkembangan Parmalim pada masyarakat Batak di Kota Medan dengan judul Parmalim di Kota Medan ( ). Adapun alasan pemilihan judul tersebut dalam penelitian ini adalah ingin memaparkan migrasi dan perkembangan Parmalim serta bagaimana startegi Parmalim untuk menghadapi diskriminasi struktural dan stigma di tengah kalangan masyarakat Kota Medan.. Kota Medan merupakan kota yang heterogen dimana dihuni oleh penduduk dengan sukusuku dan kepercayaan mayoritas seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buhda dan Konghucu. Kondisi ini tentu berbeda dengan tempat asal mereka di Tapanuli yang mayoritas Batak dan beragama Kristen tetapi memiliki adat dan kebiasaan yang sama dengan Parmalim. 15 Penulis membuat batasan waktu pada tahun dalam penelitian ini karena berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Rinsan Simajuntak, Punguan Parmalim Kota Medan di rintis sejak tahun 1963 dengan Ulu punguan pertama Bapak Marnaek Butar-butar. Selain itu juga terbentuknya Punguan Kota Medan menjadi wadah bagi migrant Parmalim yang tinggal di Kota Medan baik sebagai pekerja atau karena melanjutkan 14 Wawancara dengan Bapak Rinsan Simajuntak, 6 Juni Elvi T. Simarmata, Parmalim di Kecamatan Porsea ( ), Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 2003, hal

7 pendidikan tinggi. Keberadaan Punguan Parmalim Kota Medan juga sangat penting perannya untuk mempertahankan keberlangsungan Ugamo Malim di kalangan Parmalim di Kota Medan. Perantau Parmalim yang datang ke Kota Medan sebelum adanya punguan ini banyak yang beralih kepada kepercayaan lain dan meninggalkan agama Ibu-nya baik karena pernikahan atau karena keinginan sendiri. Studi ini diakhiri pada tahun 2006 karena sepanjang tahun telah dilakukan usaha-usaha pendirian Bale Parsattian (nama tempat ibadah Parmalim) sebagai tempat ibadah Parmalim, dimana sebelumnya ibadah hanya dilakukan dirumah salah satu jemaat. Pendirian Bale Parsattian (Rumah Ibadah) ini mengalami hambatan dari dalam Parmalim sehingga pembangunannya terhenti di tahun Ditahun 2005 usaha pendirian Bale Parsattian dimulai kembali namun mendapat penolakan dari pihak warga sekitar Bale Parsaktian dan permasalahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemko Medan sehingga pembangunan terhenti kembali. Selain karena pembangunan bale parsattian munculnnya UU No 23 tahun 2006 tentang Undang-Undang Administrasi Kependudukan, telah diberikan kesempatan untuk dicatatkan sebagai warga negara Republik Indonesia melalui kantor catatan sipil, namun mereka tidak diberi pengakuan sebagai agama. 1.2 Rumusan Masalah Dalam tulisan ilmiah selayaknya diupayakan sebuah pemaparan yang lebih mendetail dan sistematis supaya hal-hal yang akan dibahas dapat dilihat dengan jelas. Jadi salah satunya, langkah untuk menguraikan permasalahan dengan mengidentifikasikan secara akurat, agar permasalahan lebih jelas terfokus.

8 Perumusan masalah selain untuk mensistematiskan pembahasan juga akan bermanfaat bagi terarahnya sebuah penelitian yang lebih objektif. Untuk itu rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini nantinya adalah sebagai: 1. Bagaimana bentuk aliran kepercayaan Ugamo Malim? 2. Bagaimana latar belakang kedatangan Parmalim ke Kota Medan? 3. Bagaimana perkembangan Parmalim di Kota Medan sejak tahun ? 1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah : 1. Menjelaskan ajaran aliran kepercayaan Ugamo Malim. 2. Untuk menjelaskan latar belakang migrasi Parmalim ke Kota Medan. 3. Menjelaskan perkembangan panganut Ugamo Malim (Parmalim) di Kota Medan. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi informasi bagi peneliti dan para pembaca mengenai latar belakang perkembangan Ugamo Malim dan juga melengkapi penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang Parmalim. 2. Melalui tulisan ini diharapkan pembaca akan mengetahui keberadaan Parmalim di Kota Medan. 3. Tulisan ini akan memperkaya inventarisasi kebudayaan bangsa, serta turut membantu pemerintah dalam usaha membina aliran kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa khususnya Parmalim di Kota Medan.

9 1.4 Tinjauan Pustaka Penulisan karya ilmiah merupakan sebuah rangkaian yang saling berkaitan dengan mengunakan refrensi yang berhubungan. Agar pemaparan sebuah karya ilmiah lebih objektif, maka selayaknyalah mengunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan topik yang dibahas baik berupa buku-buku yang mendukung paparan secara teoritis maupun paparan fakta-fakta. Maka penulis mengunakan beberapa buku paduan dasar dalam penelitian ini. Ibrahim Gultom, dalam Agama Malim Di Tanah Batak (2010). Mengatakan bahwa Ugamo Malim adalah orang-orang yang menuruti ajaran Malim atau kehidupan malim (suci) yang diwujudkan dengan pengumpulan ramuan benda-benda Pelean (sesaji) berdasarkan pada ajaran Debata Mula Jadi Na Bolon. Sedangkan Parmalim adalah orang yang menuruti ajaran malim atau berkehidupan malim. Dalam bukunya Ibrahin Gultom memaparkan Ugamo Malim dari sudut antropologi agama dengan fokus utamanya mengenai kosmologi, sistem kepercayaan, ritual, ajaran dan sumber hukum Ugamo Malim. Parmalim yang dibahas pada buku ini hanya berpusat di Huta Tinggi Laguboti dan hanya sedikit menyinggung migrant Parmalim di luar daerah Tapanuli. Walaupun tidak banyak menyinggung tantang migrant Parmalim buku ini sangat penting bagi penulis sebagai buku acuan karena memaparkan kosmologi Batak dan Ugamo Malim di Tapanuli yang tidak berbeda dengan Kota Medan, sehingga buku ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penulisan ini. Sitor Situmorang dalam Toba Na Sae; Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XII- XX (2004). Mengatakan bahwa Parmalim adalah orang yang mengerjakan/menganut kesucian. Buku ini mengambarkan adat dan lembaga sosial politik yang diikat dalam marga dan Bius. Bius dengan perangkat Parbaringin diduga menjadi aktor timbulnya konsep

10 kerajaan di Tanah Batak. Dengan kata lain lembaga bius menciptakan Kerajaan Sisingamangaraja sebagai wujud evolusi dari lembaga Parbaringin (Pendeta). Selain memaparkan tentang bius buku ini menjadi sangat penting, karena menjelaskan bagaimana transformasi pusat kepercayaan Batak dari Pusuk Buhit ke Bakkara yang merupakan kediaman Sisingamangaraja dan kemudian munculnya aliran Parmalim di Tapanuli yang berpusat pada Sisingamangaraja XII. Buku ketiga yang menjadi buku acuan penulis adalah buku Johan Hasselgren Batak Toba di Medan; Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba di Medan (2008). Buku ini mengkaji bagaimana sejarah komunitas Batak Toba di Kota Medan dari 1912 sampai Pembahasan utamanya tentang bagaimana identitas etno-religius Batak Toba berkembang di Kota Medan, di tengah-tengah arus etnititas, religius, sosial dan politik Batak Toba di Kota Medan. Dalam buku ini juga dibahas migrasi Orang Batak ke Kota Medan, menurut Hasselgren bahwa migrasi Batak Toba dalam tahun sebelum 1950-an dilakukan oleh orang-orang Batak yang berpendidikan Barat, hal ini disebabkan oleh penyebaran pendidikan modren yang dibawa oleh RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) terhadap orang Batak Toba. Migrasi setelah 1950-an sangat dominan dipengaruhi oleh bekas pegawai pemerintah kolonial Belanda yang tetap menjalankan pemerintahan setelah kemerdekaan Indonesia, mereka menjadi keluarga tempat menumpang sementara bagi migrant Batak Toba yang datang ke Kota Medan mengantikan posisi misionaris dan gereja. Dengan pokok bahasan tersebut tentu sangat membantu penulis untuk mendapatkan gambaran migrasi dan perkembangan populasi Orang Batak di Kota Medan. Kelemahan buku ini dalam penelitian ini adalah pembahasan religius Batak Toba di Kota Medan yang dipaparkan dalam buku ini

11 hanya berpusat pada agama Kristen sehingga belum membantu penulis dalam memahami kehidupan dan perkembangan Parmalim di Kota Medan. Buku lain yang memiliki hampir fungsi yang hampir sama yaitu berupa biografi Sisingamangaraja tetapi didalam buku tersebut juga dibahas secara khusus Parmalim. Buku Prof. DR. W.B. Sijabat Ahu Sisingamangaraja (1982) dan Buku Mohammad Said Dari Pengalaman2 Terlepas Dalam Tjatetan Seorang Tokoh Sisingamangaraja XII (1961). Menurut W.R Sijabat Parmalim adalah aliran yang didirikan oleh Sisingamangaraja selaku kelanjutan dari kehidupan yang terdahulu banyak diatur oleh Parbaringin. Sedangkan menurut Mohammad Said Parmalim kurang lebih memiliki memiliki arti yang sama yaitu Parmalim merupakan gerakan yang melanjutkan perjuangan Sisingamanagaraja XII. Pandangan Muhammad Said dalam buku ini tampak bahwa Parmalim adalah gerakan anti kolonial tidak menyentuh sampai kepada Parmalim sebagai aliran kepercayaan. Disamping buku-buku yang di paparkan diatas tentu masih ada buku-buku lain seperti theologi, sosiologi, dan antropologi yang menunjang dan memberikan informasi tentang Parmalim. Dalam tinjauan pustaka memang tidak dimiliki suatu buku acuan yang berkaitan dengan tinjauan historis tentang perkembangan Parmalim di Kota Medan. Namun berdasarkan studi kepustakaan yang penulis lakukan terdapat sebuah buku yang mengkaji Parmalim Kota Medan dari sudut antropologi yaitu skripsi Benny Rafael Pardosi, Parmalim: Studi Deskriftif Mengenai Strategi Adaftasi Penganut Agama Malim di Kota Medan (2010), berdasarkan penelitiannya Benny Raffael memaparkan bahwa Parmalim di Kota Medan dapat bertahan karena pola adaptasi yang terbuka kepada masyarakat tempat mereka bermukim (autoplastis), sebagaimana yang dikatakan oleh Benny Raffael dalam skripsinya:

12 Penganut agama Malim sudah terbuka terhadap masyarakat tempat dia bermukim. Strategi adaptasi yang mereka lakukan melalui kegiatan keagamaan, hubungan sosial, kegiatan ekonomi, dan budaya (adat) dan lain-lain. Dari adaptasi keagamaan dapat dilihat masih tetap dipertahankan dan di jalanakannya upacara keagamaan, hubungan sosial yang baik, terpenuhinya kebutuhan ekonomi dan aktifitas adat yang masih tetap dilaksanakan di kota Medan. Hal demikian dilakukan penganut agama Malim sebagai strategi adaptasi untuk tetap mempertahankan eksistensi agama Malim di tengah masyarakat kota Medan yang majemuk. 16 Skripsi ini tentunya sangat penting bagi peneliti untuk memahami perkembangan Ugamo Malim di Kota Medan. Namun skripsi ini fokus penelitianya hanya pada adaptasi penganut UgamoMalim di Kota Medan yang menurut penelitinya berperan dalam keberlangsungan Ugamo Malim ditengah-tengah agama dan suku lain di Kota Medan, khususnya di Kecamatan Medan Denai. Parmalim Kota Medan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan adalah berupa studi historis tentang perkembangan agama Malim dalam rentang waktu tahun Sehingga penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dari penelitian yang lakukan Benny Raffael yang mengkaji adaptasi penganut UgamoMalim di Kota Medan, walaupun tidak menampik kemungkinan peneliti juga akan mengunakan skripsi tersebut sebagai refrensi maupun sebagai pembanding atas temuan studi lapangan yang ditemukan peneliti. Dengan demikian, penulisan ini walaupun mengunakan disiplin ilmuilmu sosial lain, tetapi tetap sebagai kajian sejarah. 16 Benny Rafael Pardosi, Parmalim: Studi Deskriftif Mengenai Strategi Adaftasi Penganut Agama Malim di Kota Medan, Skripsi Sarjana. Medan: Fakultas ISIP Universitas Sumatera Utara, 2010, hal: viii.

13 1.5 Metode Penelitian Dalam penelitian yang ilmiah, pemakain metode sejarah sangatlah penting. Pada umumnya yang disebut dangan metode sejarah adalah cara, petunjuk pelaksana, proses, prosedur atau teknik sistematis dalam penelitian untuk mendapatkan objek penelitian. 17 Sejumlah sistematika yang terangkum di dalam metode sejarah sangat membantu penelitian di dalam merekonstruksi kejadian pada masa lalu. Dimana metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa masa lampau. Penulisan sejarah deskriftif haruslah melalui tahapan demi tahapan. Dalam metode sejarah ada empat tahap dalam penelitian sejarah menurut Louis Gootschalk yaitu : 1. Heuristic, yakni kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau; 2. Kritik, yakni menyelidiki apakah jejak itu sejati, baik bentuk maupun isinya; 3. Interpretasi, yakni menetapkan makna dan saling hubungan dari fakta-fakta yang diperoleh; 4. Historiografi, yakni menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk Tulisan sejarah. 18 Sesuai dengan metode tersebut, maka langkah proses dari penelitian ini adalah: 1. Heuristik Heuristik adalah pengumpulan data atau sumber-sumber yang ditemui mengenai ajaran Ugamo Malim dan Parmalim yang akan ditulis peneliti. Sumber-sumber ini nantinya dikumpulkan guna mendapatkan data-data yang relevan sesuai dengan topik yang diteliti hal Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hal Lihat Louis Gootschalk, Mengerti Sejarah (Terj. Nugroho Notosusanto). Jakarta : UI Press, 1986,

14 yaitu perkembangan Parmalim di Kota Medan. Pengumpulan sumber-sumber sejarah dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Penulis dalam penelitian ini mengunakan metode wawancara tidak terstruktur dan wawancara berstruktur yaitu dengan mempersiapan suatu pedoman wawancara (intervieu guide) dalam bentuk pertanyaan terbuka, dimana pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga informan tidak merasa terbatas dalam memberikan jawaban. Informan dalam wawancara dibagi dalam dua kategori pertama informan kunci yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman luas tentang keberadaan Parmalim yang telah diakui penganut Ugamo Malim di Medan. Dalam hal ini Informan kunci yaitu, Ihutan, Ulu Punguan, Sekretaris, Bendahara baik yang masih menjabat maupun tidak pada susunan pengurus Punguan Parmalim Medan saat ini. Informan yang kedua adalah informan biasa yaitu orangorang yang dapat memberikan informasi untuk melengkapi data yang sudah ada. Informan biasa yang dimaksud adalah orang-orang yang mengetahui dan terlibat dalam kegiatan Ugamo Malim dan warga disekitar tempat tinggal Parmalim. Wawancara dengan informan biasa dilakukan dengan wawancara terstruktur yaitu dengan membagikan satu set daftar wawancara yang disusun secara sistematis untuk memudahkan peneliti menarik kesimpulan dari hasil wawancara, sample tidak diambil secara keseluruhan karena kendala-kendala di lapangan. Untuk melengkapi sumber-sumber selanjutnya yaitu studi pustaka dilakukan dengan cara membaca buku-buku, majalah, dokumen atau refrensi yang ada hubungannya dengan Parmalim yang dikaji. Sumber pustaka didapat dari dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh Parmalim Punguan Kota Medan dan Bale Pasogit Partonggoan (BPP) atau sumber pustaka lain dari instansi terkait. Sumber-sumber yang didapat dari perpustakaan

15 digabungkan dan kemudian dijabarkan secara sistematis hingga didapat wujud dalam bentuk penulisan. Studi lapangan yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi langsung yakni dengan mengikuti ibadah mingguan mararisabtu, mengikuti diskusi-diskusi Parmalim, dan aktivitas marguru di Bale Parpitaan Parmalim Kota Medan untuk melihat langsung halhal yang berkaitan dengan maksud dan tujuan penelitian. 2. Kritik Sumber Pada tahap kritik sumber, setelah sumber-sumber yang terkumpul pada kegiatan heuristic kemudian disaring dan diseleksi. Data yang terkumpul tersebut baik merupakan data hasil wawancara maupun data tulisan/pustaka akan disaring dan diseleksi guna mengetahui asli atau tidaknya sumber tersebut. Kritik sumber ini terbagi dua, yakni kritik ekstern yakni meliputi berbagai sumber yang penulis kumpulkan baik berupa dokumen atau sumber pustaka dimana aspek fisiknya tersebut diuji dengan memperhatikan aspek dominan yang mempengaruhi kondisi dokument itu sehingga mendapat sumber yang autentik. Selanjutnya kritik intern adalah berupa pengujian atas keaslian isi data yang kita peroleh, apakah data tersebut dapat dipercaya berdasarkan komposisi dan legalitas data yang dipercaya (credible) Interpretasi Setelah diperoleh data yang valid dan akurat, maka tahap selanjutnya adalah menginterpretasikan atau menetapkan makna dan saling hubungan dari fakta-fakta yang diperoleh. Pada tahap ini sangat diperlukan kecermatan dan sikap menghindari subyektifitas terhadap fakta pada perkembangan Parmalim di Kota Medan. 19 Ibid Louis Gootschalk, 1986, Hal. 20.

16 4. Historigrafi Historigrafi atau penulisan sejarah adalah tahap akhir metode penelitian sejarah. Pada tahap ini, studi ini berusaha untuk memahami historic realite (sejarah sebagaimana yang dikisahkan), sehingga mampu dikisahkan dan disajikan masalah Parmalim di Kota Medan ( ) secara kronologis pada masyarakat Kota Medan. BAB II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Awal dari sebuah kehidupan adalah sebuah penciptaan. Tanpa adanya sebuah penciptaan maka kehidupan di muka bumi tidak akan pernah ada. Adanya Sang Pencipta yang akhirnya berkarya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa wilayah di Indonesia. Di pulau Sumatera sendiri khususnya di Sumatera Utara, suku Batak bisa ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang sarat dengan nilai serta banyak melahirkan karya yang memiliki kekhususan, citra unggul, unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku, budaya, agama, dan kepercayaan yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke. Maka tak heran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan tradisional. Hal ini menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan tradisional. Hal ini menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara sedang berkembang masyarakatnya berada dalam katagori transisi. Masyarakat mulai bergeser dari pola kehidupan tradisional menuju ke

Lebih terperinci

BAB. 1. PENDAHULUAN. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang

BAB. 1. PENDAHULUAN. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang BAB. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang jelas dan dapat membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda karena gama Kristen mengajarkan perdamaian. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tapanuli menjadi 4 Afdeling yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang

BAB I PENDAHULUAN. Tapanuli menjadi 4 Afdeling yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keresidenan Tapanuli adalah wilayah administrasi Hindia Belanda yang berdiri pada tahun 1834. Keresidenan Tapanuli dipimpin oleh seorang Residen yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran

BAB I PENDAHULUAN. Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran kristus) dimulai dari kesadaran teologis oleh seorang pendeta Inggris bernama John Wesley,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki

BAB. I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dan beragam budaya yang tampak pada kebiasaan-kebiasaan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISTILAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISTILAH Amang : Bapak Ari hatutubu : Hari kelahiran Ari holang : Hari cuti / istirahat Ari Sabtu : Hari Sabtu Bangke : Bangkai Banua ginjang : Benua atas Banua tonga : Benua tengah Banua toru :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat Batak Toba sudah mempunyai sistem kepercayaan tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain dalam satu negara. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk secara permanen dari pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Ada empat hal penulis simpulkan sehubungan dengan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak

BAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Kata Methodist berasal dari kata Method yang artinya cara, jadi arti dari kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak monoton).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Hutajulu merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Onan Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan. Memiliki kekayaan alam yang berpotensi, dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan

Lebih terperinci

Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim di Huta Tinggi Laguboti Toba Samosir

Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim di Huta Tinggi Laguboti Toba Samosir Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik 4 (2) (2016): 182-195. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan BAB I Pendahuluan I. 1. Latar belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam perkembangan sebuah masyarakat. Melalui pendidikan kemajuan individu bahkan komunitas masyarakat tertentu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asal-usul suku Banjar berasal dari percampuran beberapa suku, yang menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu dapat diidentifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian. Sumadi Suryabrata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub Etnis

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub Etnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub Etnis Batak Toba 1 di Bah Jambi merupakan karyawan yang bermukim di wilayah PT. Perkebunan VII (Persero) Desa Bah Jambi di Kabupaten Simalungun. Keberadaan Sub

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu.

BAB I. Pendahuluan. awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Terbentuknya sebuah pemukiman dapat dijelaskan melalui proses dimana awalnya manusia berkumpul dan tinggal bersama pada tempat-tempat tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun

BAB I PENDAHULUAN. Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Propinsi Sumatera Utara dengan Ibu Kota Medan merupakan salah satu provinsi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Propinsi Sumatera Utara dengan Ibu Kota Medan merupakan salah satu provinsi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Propinsi Sumatera Utara dengan Ibu Kota Medan merupakan salah satu provinsi yang memiliki aneka ragam suku, adat istiadat dan warisan budaya yang berbeda beda.warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. Manusia itu sendiri merupakan objek pelaku dalam peristiwa sejarah. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa 31 Maret na parjolo tardidi sian halak Batak, ima Simon Siregar dohot

BAB I PENDAHULUAN. bahwa 31 Maret na parjolo tardidi sian halak Batak, ima Simon Siregar dohot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya bebas memeluk Agama dan Kepercayaannya masing-masing. Dimana salah satu agama tersebut adalah Agama Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada suatu peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak mengubah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ada suatu peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak mengubah kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa lampau manusia untuk sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali, bahkan mereka yang dikaruniai ingatan sekalipun tidak akan dapat menyusun kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

abad ke-19 kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi oleh orang-orang disebut Onan Sitahuru (= pasar barter) di perkampungan Saitnihuta sekarang.

abad ke-19 kota Tarutung dulunya sudah ramai dikunjungi oleh orang-orang disebut Onan Sitahuru (= pasar barter) di perkampungan Saitnihuta sekarang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tarutung adalah sebutan untuk buah durian yang dalam bahasa Batak disebut tarutung. Jadi nama Kota Tarutung sebagai sebutan untuk nama Ibukota Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Desa Sukkean Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Desa Sukkean Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian masa lampau, baik bidang politik, militer, sosial, agama, dan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari beberapa Suku, Bahasa, dan Agama. Agama bagi mayarakat di

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari beberapa Suku, Bahasa, dan Agama. Agama bagi mayarakat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi di Negara Indonesia yang terdiri dari beberapa Suku, Bahasa, dan Agama. Agama bagi mayarakat di Sumatera Utara memegang

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia. Pendidikan juga diperlukan jika ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau, baik dalam bidang politik, militer, sosial, agama, dan

Lebih terperinci

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2 BAB II ONAN RUNGGU 2.1 Letak Geografis Onan Runggu adalah satu wilayah di Kabupaten Samosir yang terletak diantara 2 o 26 2 o 33 LU dan 98 o 54 99 o 01 BT dengan ketinggian 904 1.355 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA Nama : M. Akbar Aditya Kelas : X DGB SMK GRAFIKA DESA PUTERA Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR Gambaran umum Kecamtan STM Hilir yang merupakan lokasi penilitian ini adalah, letak geografis, komposisi penduduk, dan perkembangan pemerintahan. Hal ini untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terbentuknya sebuah desa tidak dapat dipisahkan dari manusia. Faktor utama terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, dan memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk keluar dari keadaan biasanya dan ini dipengaruhi oleh keberadaan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. untuk keluar dari keadaan biasanya dan ini dipengaruhi oleh keberadaan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Sumatera Utara).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat

Lebih terperinci

Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah Batak

Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah Batak Gerakan Politik dan Spritual Parmalim Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Agama Suku Di Tanah Batak Corry Purba Dosen Prog. Studi Pendidikan Sejarah FKIP-USI Abstrak Gerakan parmalim mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Pendidikan sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan sarana ataupun alat untuk mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai Apostel Batak yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai Apostel Batak yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Tarutung merupakan salah satu kota wisata rohani bagi pemeluk agama Kristen. Daerah yang dulunya dikenal dengan nama Silindung ini merupakan sebuah lembah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. heterogen, keberagaman suku, budaya dan agama menciptakan pluralisme

BAB I PENDAHULUAN. heterogen, keberagaman suku, budaya dan agama menciptakan pluralisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dengan ragam masyarakat yang sangat majemuk, beragam suku, ras, bahasa, kebudayaan, adat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dan masih akan terus berkembang dengan pesat. yakni Huta Dame, yang artinya desa-atau-kampung damai.

BAB V PENUTUP. dan masih akan terus berkembang dengan pesat. yakni Huta Dame, yang artinya desa-atau-kampung damai. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Perkembangan agama Kristen Protestan setelah Injil masuk ke daerah Tarutung sangat cepat, tepat dan bermanfaat. Proses pertumbuhan agama ini sudah berlangsung lebih dari seratus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penginjil Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) masih sedikit. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. penginjil Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) masih sedikit. Keadaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ingwer Ludwig Nomensen sebagai perintis pengkristenan di Tanah Batak sebelah Utara berserta teman- teman sekerjanya memberikan perhatian yang sangat besar untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami oleh masyarakat yang multietnis. Hal ini tampak dari banyaknya suku yang beragam yang ada di provinsi ini misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan 25 III. METODE PENELITIAN Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau yang sering disebut dengan metode. Metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedatangan orang-orang Aceh ke Sumatera Utara khususnya Kota Medan sangat dipengaruhi oleh dibukanya beberapa peluang bisnis terutama dengan dibukanya perkebunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. teknik serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1982; 121).

III. METODE PENELITIAN. teknik serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1982; 121). III. METODE PENELITIAN Di dalam penelitian, metode merupakan faktor penting untuk memecahkan masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Menurut winarno Surahkmad, metode adalah cara utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) merupakan salah satu fakultas dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah berkembang sejak masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki aliran kepercayaan lokal

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Toba merupakan salah satu danau vulkanik air tawar terbesar di dunia, dan merupakan yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, memiliki luas perairan sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di tanah batak (Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Luasnya wilayah Indonesia yang terdiri atas beribu pulau tersebar dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. suatu penelitian, hal ini dikarenakan metode merupakan salah satu faktor yang

METODE PENELITIAN. suatu penelitian, hal ini dikarenakan metode merupakan salah satu faktor yang 16 III. METODE PENELITIAN A. Metode Yang Digunakan Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur sebuah keberhasilan dalam suatu penelitian, hal ini dikarenakan metode merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia pada periode merupakan sejarah yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah Indonesia pada periode merupakan sejarah yang menentukan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Sejarah Indonesia pada periode 1945-1950 merupakan sejarah yang menentukan masa depan bangsa ini, karena pada periode inilah bangsa Indonesia mencapai titik puncak

Lebih terperinci

PARMALIM DI KOTA MEDAN ( ) SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PARMALIM DI KOTA MEDAN ( ) SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 PARMALIM DI KOTA MEDAN (1963-2006) SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H NAMA : JULIANTO SILAEN NIM : 070706004 DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA MEDAN 2013 Lembaran Pengesahan Pembimbing Skripsi PARMALIM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Winarno Surachmad bahwa: Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk

III. METODE PENELITIAN. Winarno Surachmad bahwa: Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Di dalam penelitian, maka metode merupakan faktor penting untuk memecahkan masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Dimana menurut Winarno

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen,

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, BAB 5 RINGKASAN Negara Indonesia adalah negara yang memiliki beragam agama, selain 80% keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Samosir dikenal masyarakat Indonesia karena kekayaan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Samosir dikenal masyarakat Indonesia karena kekayaan budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Samosir dikenal masyarakat Indonesia karena kekayaan budaya yang merupakan pusat budaya batak toba. Selain itu samosir juga di kenal dengan ke indahan panorama alam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode penelitian sangat diperlukan untuk menentukan data dan pengembangan

METODE PENELITIAN. Metode penelitian sangat diperlukan untuk menentukan data dan pengembangan 18 III METODE PENELITIAN 1. Metode yang digunakan Metode penelitian sangat diperlukan untuk menentukan data dan pengembangan suatu pengetahuan dan serta untuk menguji suatu kebenaran ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa lalu umat manusia. Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. masa lalu umat manusia. Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengisahan atas peristiwaperistiwa masa lalu umat manusia. Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu kenyataan subjektif,

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pengaruh yang besar bagi perubahan desa atau kota. Perubahan yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pengaruh yang besar bagi perubahan desa atau kota. Perubahan yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ilmu sejarah merupakan ilmu yang meliputi seluruh aktifitas manusia, dengan memperhatikan proses dan struktur yang tunggal dalam ruang dan waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

penelitian ini mengambil objek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa

penelitian ini mengambil objek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa 21 A. Metode yang digunakan Berdasarkan permasalahan yang penulis rumuskan maka untuk memperoleh data yang diperlukan sehingga data relevansinya dengan tujuan yang akan dicapai. Pada penelitian ini penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Fenomena ini misalnya terlihat pada kasus penganut ajaran Sikh yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Fenomena ini misalnya terlihat pada kasus penganut ajaran Sikh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengakuan terhadap 6 agama resmi di Indonesia membawa dampak tersendiri bagi penganut agama yang tidak termasuk dalam kategori agama yang diakui tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Menurut Winarno Surachmad, Metode adalah cara utama yang digunakan untuk

III. METODE PENELITIAN. Menurut Winarno Surachmad, Metode adalah cara utama yang digunakan untuk 23 III. METODE PENELITIAN A. Metode 1. Pengertian Metode Dalam melakukan metode sebuah penelitian, digunakan metode peneltian. Metode yang di pilih dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan objek studi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

SEJARAH ALIRAN KEPERCAYAAN MALIM DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SEJARAH ALIRAN KEPERCAYAAN MALIM DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR 1 SEJARAH ALIRAN KEPERCAYAAN MALIM DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR 1907-1956 Pesta P manurung, Bedriati Ibrahim, Kamaruddin Pestamanurung1994@yahoo.co.id, Bedriati,ib@gmail.com,kamaruddin@gmail.com 085263367306

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena 17 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Metode yang digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di sepanjang pulau sumatera dengan posisi yang jauh lebih dekat ke pantai Barat. disebelah utara

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai

Lebih terperinci