PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN"

Transkripsi

1 PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2006

2

3

4

5 PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2006

6 Pengarah: Bemby Uripto Penanggung Jawab: Endah Murniningtyas Koordinator Penyusun: Nono Rusono; Jarot Indarto; Noor Avianto Alamat: Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS Gedung 2A, Lantai 5, Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Telepon: ; Faksimili: Website: Cover: Sumber gambar sampul depan: ii

7 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Penyediaan data dan informasi merupakan aspek yang cukup penting di dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan pertanian karena dengan data dan informasi tersebut dapat memberikan gambaran atau profil pangan dan pertanian pada masa lalu dan saat ini, dan berdasarkan gambaran tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan rencana pembangunan pangan dan pertanian kedepan. Oleh karena itu Direktorat Pangan dan Pertanian akan terus melakukan penyusunan profil pangan dan pertanian secara berkelanjutan. Tahun 2006 merupakan tahun ketiga dalam penyusunan dan penerbitan profil pangan dan pertanian. Oleh karena itu, pada tahun ini, kegiatan pengembangan data base pembangunan pertanian merupakan kegiatan lanjutan yang pada dasarnya adalah kegiatan memelihara dan memperbaharui (update) data profil pangan dan pertanian yang sudah disusun pada tahun sebelumnya. Walaupun demikian kegiatan perbaikan atau pembaharuan (up-dating) pada penyusunan profil pangan dan pertanian tahun 2006 ini masih lebih besar porsinya daripada kegiatan untuk memelihara data dan informasi yang sudah ada. Beberapa perbaikan atau penambahan substansi telah dilakukan dalam penyusunan basis data profil pangan pertanian tahun 2006, diantaranya penambahan Bab yang khusus terkait dengan Prasarana dan Sarana Pertanian, penambahan penjelasan pada masing-masing sub sektor, serta memperbaharui (update) data dengan yang terbaru. Data dan informasi yang terdapat dalam profil pangan dan pertanian tahun 2006 meliputi kurun waktu sebagai updating dari profil yang telah disusun sebelumnya. Namun demikian beberapa data hanya dapat diterbitkan sampai tahun 2005, karena karakteristik data dan belum dapat dikeluarkannya data tahun 2006 oleh lembaga yang berwenang. Kegiatan penyusunan basis pangan dan pertanian akan diupayakan secara berkelanjutan dengan harapan agar data dan informasi yang sudah tersusun beserta perbaikannya dapat dijaga terus kesinambungannya dan dimanfaatkan untuk kepentingan perencanaan i

8 Profil Pangan dan Pertanian pembangunan pangan dan pertanian baik yang jangka pendek, jangka menengah, maupun panjang. Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi sebagai bahan yang cukup penting dalam penyusunan profil pangan dan pertanian. Demikian pula, penghargaan disampaikan kepada seluruh staf Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS yang telah bekerja dengan baik sehingga Profil Pangan dan Pertanian ini dapat tersusun. Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian Endah Murniningtyas ii

9 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iii v ix BAB I. PERTANIAN DAN PEREKONOMIAN NASIONAL Sumbangan Pertanian dalam PDB dan Eskpor Perdagangan Tenaga Kerja Rumah Tangga Pertanian Pendapatan dan Nilai Tukar Petani... 9 BAB II. TANAMAN BAHAN MAKANAN Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Palawija Sayur-sayuran dan Buah-buahan Sebaran Produksi/Agroekosistem Padi Palawija Sayur-sayuran dan Buah-buahan Pola Panen Tahunan: Padi Ketersediaan, Kebutuhan, dan Tingkat Kecukupan Beras Neraca Perdagangan (Ekspor-Impor) Perbandingan Produktivitas dengan Negara Lain Strategi Pengembangan BAB III. PERKEBUNAN Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Wilayah Produksi/Agroekosistem Kopi Kakao iii

10 Profil Pangan dan Pertanian Teh Tembakau Kapas Tebu Kelembagaan Perusahaan Perkebunan Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara, dan Perkebunan Swasta Neraca Perdagangan (Ekspor-Impor) Perbandingan Produktivitas dengan Negara Lain Strategi Pengembangan BAB IV. PETERNAKAN Populasi, Produksi, dan Produktivitas Populasi Ternak Produksi Produktivitas Konsumsi Wilayah Produksi/Egroekosistem Kelembagaan Perusahaan Pakan Ternak Akses terhadap Sumber Kredit BAB V. SARANA DAN PRASRANA PERTANIAN Lahan dan Air Pupuk Permodalan Prasarana Teknologi Pertanian Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) Pertanian dan Penyuluhan Pertanian Kesehatan Hewan Karantina Pertanian TABEL LAMPIRAN iv

11 DAFTAR TABEL Daftar Tabel Tabel I.1. Prosentase Kontribusi Sektor terhadap PDB Nasional Tahun Tabel I.2. PDB Sektor Pertanian Berdasar Harga Konstan (Miliar Rupiah)... 3 Tabel I.3. Perkembangan Nilai Ekspor Beberapa Komoditas Pertanian (Nilai FOB Juta US $)... 5 Tabel I.4. Nilai Ekspor Indonesia Menurut Sektor Januari Oktober 2005 dan Tabel I.5. Tenaga Kerja (TK) menurut Sektor tahun Tabel I.6. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian, 2000 dan Tabel I.7. Jumlah Rumahtangga menurut Jenisnya... 9 Tabel I.8. Jumlah Rumahtangga Sektor Pertanian Tahun Tabel I.9. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tabel II.1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Indonesia Tabel II.2. Produksi Palawija di Indonesia (juta ton), Tabel II.3. Perkembangan Produktivitas dan Luas Panen Kedele dan Jagung, Tabel II.4. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran dan Buahbuahan (ton) Tabel II.5. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Beberapa Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tabel II.6. Sebaran Wilayah Produksi Padi di Indonesia, Tabel II.7. Perkembangan Persentase Sebaran Luas Panen dan Produksi Padi menurut Agroekosistem, Tabel II.8. Sebaran Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi menurut Agro-Ekosistem, Tabel II.9. Perkembangan Sebaran Wilayah Produksi Jagung, Ubi Kayu, dan Kedele, Tabel II.10. Sebaran Produksi Kentang, Bawang Merah, dan Kubis menurut Wilayah (ribu ton) v

12 Profil Pangan dan Pertanian Tabel II.11. Perkembangan Distribusi Sebaran Wilayah Produksi Kentang, Bawang Merah, dan Kubis (%) Tabel II.12. Sebaran Produksi Mangga, Durian, dan Pisang menurut Wilayah (ribu ton) Tabel II.13. Sebaran Distribusi Wilayah Produksi Mangga, Durian, dan Pisang (%) Tabel II.14. Perkembangan Tingkat Kecukupan Beras Dalam Negeri Tabel II.15. Perkembangan Ekspor-Impor Beberapa Komoditas Tanaman Bahan Makanan, Tabel II.16. Perbandingan Produktivitas Padi Indonesia dengan Negara Lain (ton/ha) Tabel II.17. Perbandingan Produktivitas Kedele Indonesia dengan Negara Lain (ton/ha) Tabel III.1. Luas Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM) dan Tanaman Tidak Menghasilkan (TTM), Tabel III.2. Luas Tanam dan Luas Panen Tanaman Perkebunan Setahun, Tabel III.3. Produksi dan Produktivitas Beberapa Tanaman Perkebunan, Tabel III.4. Sasaran Produksi Gula Nasional, Tabel III.5. Perkembangan Produksi Gula (ton), Tabel III.6. Sebaran Wilayah Luas Tanaman Kopi, Tabel III.7. Sebaran Wilayah Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi, Tabel III.8. Sebaran Wilayah Luas Tanaman Kakao, Tabel III.9. Sebaran Wilayah Produksi dan Produktivitas Tanaman Kakao, Tabel III.10. Sebaran Wilayah Luas Tanaman Teh, Tabel III.11. Sebaran Wilayah Produksi dan Produktivitas Tanaman Teh, Tabel III.12. Sebaran Wilayah Luas Tanam Tanaman Tembakau, Tabel III.13. Sebaran Wilayah Produksi dan Produktivitas Tembakau, Tabel III.14. Sebaran Wilayah Luas Tanam Kapas, vi

13 Daftar Tabel Tabel III.15. Sebaran Wilayah Produksi dan Produktivitas Kapas, Tabel III.16. Sebaran Wilayah Luas Tanam Tanaman Tebu, Tabel III.17. Sebaran Wilayah Produksi dan Produktivitas Tebu, Tabel III.18. Jumlah Perusahaan Perkebunan menurut Jenis Tanaman Perkebunan Tabel III.19. Kapasitas Perusahaan Perkebunan Negara Tabel III.20. Perkembangan Produktivitas Beberapa Komoditas Perkebunan, Tabel III.21. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Komoditas Perkebunan (ton) Tabel III.22. Perkembangan Volume Impor Beberapa Komoditas Perkebunan (ton) Tabel III.23. Perbandingan Produktivitas dari Beberapa Komoditas Perkebunan di Beberapa Negara, Tabel IV.1. Populasi Ternak Tahun Tabel IV.2. Produksi Daging, Telur dan Susu, Tabel IV.3. Perbandingan Rata-rata Berat Hidup Ternak Ruminansia dan Babi Hasil, 1995 dan 2002 (dalam kg) 61 Tabel IV.4. Perbandingan Rata-rata Berat Karkas Ternak Ruminansia dan Babi Hasil, 1976, 1995 dan Tabel IV.5. Rasio Rata-rata Berat Karkas Terhadap Rata-rata Berat Hidup menurut Jenis Ternak, Hasil Studi Tahun 1995 dan 2002 (dalam kg) Tabel IV.6. Parameter Produktivitas Ternak Sapi Perah dan Unggas Tabel IV.7. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu, Tabel IV.8. Konsumsi Hasil Ternak dan Protein Hewani Tahun Tabel IV.9. Persebaran Ternak Besar menurut Wilayah Tabel IV.10. Persebaran Ternak Unggas menurut Wilayah Tabel IV.11. Jumlah Rumah Tangga Peternakan dan Perusahaan Ternak Tabel IV.12. Keterlibatan Rumah Tangga Peternakan dalam Koperasi dan Kelompok Tani vii

14 Profil Pangan dan Pertanian Tabel IV.13. Perusahaan Pakan Ternak, (dalam unit).. 70 Tabel IV.14. Persentase Rumah Tangga Peternakan yang Mendapat Kredit/Tambahan menurut Sumber Kredit dan Jenis Ternak Tabel V.1. Luas Lahan Irigasi Tabel V.2. Kondisi dan Keandalan Prasarana Irigasi Tabel V.3. Kebutuhan Pupuk untuk Pertanian Tabel V.4. Kapasitas dan Produksi Pupuk Tabel V.5. Produksi, Pengadaan dan Kebutuhan Pupuk, Januari Maret Tabel V.6. Persentase Rumahtangga Pertanian menurut Sumber Permodalan Usaha Tabel V.7. Prasarana Penelitian Pertanian Tabel V.8. Prasarana Diklat dan Penyuluhan Pertanian Tabel V.9. Lembaga Kesehatan Hewan yang Mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional Tabel V.10. Prasarana Karantina Pertanian viii

15 DAFTAR GAMBAR Daftar Gambar Gambar II.1. Gambar II.2. Gambar II.3. Gambar II.4. Gambar II.5. Gambar II.6. Gambar II.7. Gambar II.8. Gambar III.1. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Padi, Perkembangan Produksi Beberapa Komoditas Palawija, Perkembangan Pangsa Produksi dan Luas Panen Padi antara Jawa dan Luar Jawa, Perkembangan Sebaran Wilayah Produksi Jagung, Ubi Kayu, dan Kedele, (dalam %) Perkembangan Pangsa Produksi Kentang, Bawang Merah, dan Kubis antara Jawa dan Luar Jawa, Pola Panen Padi Sawah, Padi Ladang, dan Padi, Perkembangan Persentase Kecukupan Beras, Perkembangan Nilai Ekspor Sayur-sayuran dan Buah-buahan, Perkembangan Pangsa Produksi antar Pelaku pada Perkebunan Tebu, Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet, ix

16

17 Pertanian dan Perekonomian Nasional BAB I PERTANIAN DAN PEREKONOMIAN NASIONAL Peran sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB), perolehan devisa/perdagangan, penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya dalam peningkatan kesejahteraan petani Sumbangan Pertanian dalam PDB dan Ekspor Pertanian masih menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia, yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDB nasional. Berdasarkan data BPS, PDB sektor pertanian termasuk perikanan dan kehutanan dalam dua tahun terakhir adalah sebesar persen dari nilai total PDB Nasional. Angka ini cukup signifikan, karena kontribusi sektor pertanian tersebut menempati urutan ketiga setelah sektor industri (27 28 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (14 16%). Menurunnya kontribusi sektor pertanian yang diiringi dengan meningkatnya kontribusi sektor industri, sejalan dengan pergeseran perekonomian yang semakin mengarah ke sektor sekunder. Secara luas, tidak berarti bahwa kontribusi sektor pertanian secara keseluruhan (agribisnis) terus mengecil, karena yang dicatat dalam sektor pertanian adalah aspek produksi primernya saja (produksi on farm), sehingga pengolahan/industri pertanian yang semakin meningkat nilainya tercatat dalam sektor industri. Apabila dilihat laju pertumbuhannya, dalam dua tahun terakhir PDB sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 4,5%. Laju pertumbuhan tersebut berada di bawah sektor pengangkutan dan komunikasi yang besarnya 12,2%. Sedangkan sektor industri yang kontribusi terhadap PDB nya paling besar ternyata hanya tumbuh 3,1%. Dilihat dari komposisi PDB berdasarkan angka konstan, Nilai PDB 2006 triwulan 1 dan 2 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan yang sama pada 2005 di dalam sektor pertanian, sub sektor tanaman bahan makanan masih dominan. Nilai PDB TBM 2005 adalah sebesar Rp 125,8 triliun meningkat dibanding 2004 (Rp 248,2 triliun). 1

18 Profil Pangan dan Pertanian Tabel I. 1. Prosentase Kontribusi Sektor terhadap PDB Nasional Tahun Lapangan Laju Usaha Triwln I Triwln II Triwln I Triwln II tumbuh* Pertanian, 14,5 13,9 13,5 13,3 4,5 Peternakan, Kehutanan, Perikanan Pertambangan 9,2 10,1 10,2 10,5 4,5 & Penggalian Industri 27,8 27,9 28,8 28,9 3,1 Pengolahan Listrik, Gas 0,9 0,9 0,9 0,9 5,7 dan Air Bersih Konstruksi 6,3 6,3 6,4 6,5 7,7 Perdagangan, 16,2 16,1 15,0 14,9 4,7 Hotel dan restoran Pengangkutan 6,4 6,5 7,0 7,0 12,2 & Komunikasi Keuangan, 8,5 8,4 8,3 8,2 5,2 Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa 10,2 10,0 9,8 9,8 5,7 PDB 100,0 100,0 100,0 100,0 5,0 PDB Tanpa Migas 90,5 89,4 88,6 87,7 5,5 Keterangan: * Laju Pertumbuhan Semester I 2006 terhadap Semester I 2005 Sumber : BPS Dilihat dari perkembangan antar triwulanan, sub sektor tanaman bahan makanan nampak berfluktuasi dibandingkan sub sektor lainnya. Hal ini disebabkan oleh dominannya produksi padi dalam sub sektor tanaman bahan makanan, yang sangat dipengaruhi oleh musim dan ketersediaan air. Kelangkaan dan kompetisi penggunaan air antar sektor maupun antar tanaman mengakibatkan adanya fluktuasi ini. Demikian pula kompetisi penggunaan lahan, dengan dengan sesuai dinamika harga antar komoditas pertanian. 2

19 Pertanian dan Perekonomian Nasional Tabel I. 2. PDB Sektor Pertanian Berdasar Harga Konstan (Miliar Rupiah) Sektor/ 2005* 2006** Subsektor I II III IV Total I II Pertanian , , , , , , ,3 TBM , , , , , , ,8 Perkebunan 5.754, , , , , , ,6 Peternakan 8.041, , , , , , ,3 Kehutanan 3.616, , , , , , ,3 Perikanan 8.794, , , , , , ,3 PDB , , , , , , ,5 PDB Non Migas , , , , , , ,3 Keterangan: * Angka sangat sementara; ** Angka sangat sangat sementara Sumber : BPS,

20 Profil Pangan dan Pertanian Demikian pula, sub sektor perkebunan merupakan sub sektor dengan peningkatan yang cukup besar dibanding perikanan dan kehutanan yang relatif stabil. Pada triwulan pertama, PDB harga konstan sub sektor tersebut sebesar Rp 6,2 triliun dan menjadi Rp 11,1 triliun pada triwulan kedua pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan sangat besarnya fluktuasi harga komoditas ini di pasar dunia. Dalam tiga tahun terakhir harga komoditas minyak saawit dan karet terus meningkat. Hal ini seiring dengan peningkatan harga minyak dunia. Peningkatan harga minyak sawit disebabkan meningkatnya peruntukan CPO untuk produksi biofuel sebagai pengganti/alternatif dari BBM. Demikian pula dengan meningkatnya harga BBM, produksi karet sintetis (syntetic rubber) semakin mahal dan menurun sehingga permintaan karet alam (natural rubber) meningkat. Sub sektor kehutanan masih relatif kecil kontribusinya terhadap PDB nasional. Pada triwulan kedua tahun 2006, kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDB hanya Rp 4,5 triliun. Angka ini merupakan kontribusi tertinggi kedua dari sub sektor tersebut setelah triwulan kedua Pada tahun 2005, jumlah kontribusi sub sektor kehutanan hanya Rp 16,9 triliun. Jumlah ini tentu masih sangat sedikit dibandingkan kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan yang mencapai Rp 125,8 triliun. Relatif rendahnya kontribusi PDB sub sektor kehutanan disebabkan karena menurunnya pasokan kayu yang semula banyak berasal dari illegal logging. Sementara produksi kayu dari hutan tanaman industri masih sangat terbatas Perdagangan Peranan sektor pertanian dalam perdagangan internasional, dapat ditunjukkan oleh posisi beberapa komoditas pertanian di pasar dunia. Beberapa komiditi unggulan Indonesia di pasar dunia adalah karet, tembakau dan minyak kelapa sawit. Berdasarkan data nilai ekspor beberapa komoditas pertanian, dapat terlihat bahwa karet, kopi dan minyak kelapa sawit menunjukkan nilai ekspor yang meningkat dari tahun 2001 sampai tahun 2005 (Tabel I.3). Ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan nilai ekspor sampai dua kali pada tahun 2005 dibandingkan tahun Sebaliknya, beberapa komoditas mengalami penurunan nilai ekspor. Nilai ekspor teh turun dari US$ 94,7 juta pada tahun 2001 menjadi US$ 47,9 juta. 4

21 Tabel I. 3. Komoditas Pertanian dan Perekonomian Nasional Perkembangan Nilai Ekspor Beberapa Komoditas Pertanian (Nilai FOB Juta US $) Tahun Karet 786, , , , ,5 Kopi 203,5 218,8 250,9 281,6 497,8 Teh 94,7 98,0 91,8 64,8 47,9 Tembakau , , , , ,5 Lada Putih , , , , ,8 Lada Hitam , , , , ,9 Minyak Kelapa 1.080, , , , ,3 Sawit Sumber: BPS, 2006 Beberapa kendala yang dihadapi dalam persaingan perdagangan dunia adalah rendahnya kualitas komoditas pertanian. Hal ini dapat disebabkan masih rendahnya tingkat inovasi teknologi yang diterapkan serta rendahnya pengawasan terhadap nilai mutu produk tersebut. Berbagai isu dunia mengenai perdagangan dunia, misalnya kebijakan tarif dan keamanan produk, turut membatasi ekspor pertanian Indonesia. Oleh karena itu, dukungan kebijakan pemerintah masih sangat dibutuhkan guna peningkatan ekspor pertanian Indonesia. Tabel I. 4. Uraian Nilai Ekspor Indonesia Menurut Sektor Januari Oktober 2005 dan 2006 Nilai FOB (Juta US$) Jan-Okt Jan-Okt % Perubahan Jan-Okt 2006 thd 2005 % Peran thd Total Jan- Okt 2006 Total Ekspor , ,8 16,4 100,0 Migas , ,1 11,1 21,3 Non Migas , ,7 17,9 78,7 Pertanian 2.396, ,5 17,8 3,4 Industri , ,6 14,7 64,7 Pertamb & lainnya 6.090, ,6 42,5 10,6 Sumber : BPS, 2006 Secara keseluruhan, nilai ekspor pertanian serta perbandingannya dengan sektor lainnya dapat dilihat pada Tabel I.4. Dalam tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai ekspor pertanian, walaupun mengalami peningkatan 17,8 persen dalam satu tahun 5

22 Profil Pangan dan Pertanian terakhir, namun ternyata nilai ekspor pertanian hanya mampu berperan sekitar 3,4 persen terhadap nilai ekspor Indonesia secara keseluruhan pada periode Januari Oktober Sedangkan industri dan pertambangan masih memegang peranan penting, dengan berperan sekitar 64,7 persen dan 10,6 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian dalam meningkatkan nilai ekspor pertanian Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian adalah sebesar 42,3 juta atau sekitar 44,4 persen dari total tenaga kerja Indonesia yang besarnya mencapai 95,2 juta jiwa (Tabel I.5). Besarnya presentase ini menempatkan pertanian sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar, diikuti sektor perdagangan sebesar 19,5 persen dan sektor industri 12,2 persen. Keberadaan tenaga kerja yang besar di sektor pertanian ini merupakan beban yang berat karena kontribusi sektor pertanian terhadap PDB hanya menempati urutan ketiga. Sebaliknya, sektor industri yang memiliki kontribusi terhadap PDB yang besar hanya memapu menyerap 12,2 persen. Demikian pula jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor lain. Tabel I. 5. Tenaga Kerja (TK) menurut Sektor tahun 2006* 6 Sektor Rata-rata TK (juta orang) Prosentase TK (sektor/nasional) Pertanian, Kehutanan, Perburuan & 42,3 44,5 Perikanan Pertambangan & penggalian 1,0 1,0 Industri Pengolahan 11,6 12,2 Listrik, Gas & Air 0,2 0,2 Bangunan 4,4 4,6 Perdagangan, RumahMakan & Hotel 18,6 19,5 Angkutan, Pergudangan & Komunikasi 5,5 5,8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan 1,2 1,2 Bangunan, Tanah & Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan 10,6 11,1 Total 95,2 100,0 Keterangan: * sampai dengan Februari 2006; Sumber: BPS 2006 diolah

23 Pertanian dan Perekonomian Nasional Terkonsentrasinya tenaga kerja di sektor pertanian mencerminkan bahwa sektor lain belum mampu menyerap tenaga kerja sebagaimana yang diharapkan. Hal ini bisa terjadi karena relatif kurang berkembangnya sektor-sektor lain, masuknya sektor industri relatif lambat pertumbuhannya dalam dua tahun terakhir. Yang kedua, sektor-sektor lain memiliki standar kualitas tenaga kerja, sedangkan sektor pertanian tidak mensyaratkan standar kualitas. Sebagai contoh, untuk menjadi pekerja di sektor industri membutuhkan ijazah dan keahlian tertentu. Demikian pula untuk memasuki sektor angkutan dan komunikasi yang sangat berkaitan dengan teknologi (IT). Untuk dapat menyebarkan tenaga kerja ke sektor sektor lain, diperlukan pertumbuhan yang lebih besar pada sektor-sektor, penyebaran penggunaan tenaga kerja (padat tenaga kerja) dan peningkatan standar kualitas SDM tenaga kerja Indonesia. Dengan semakin tingginya kualitas SDM tenaga kerja dan diiringi dengan pasar tenaga kerja yang fleksibel, persebaran tenaga kerja antar sektor akan seimbang. Dengan demikian, beban berat tidak hanya berada di sektor pertanian dan pendapatan tenaga kerja secara umum dapat meningkat. Tabel I. 6. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian, 2000 dan 2005 Sub Sektor Tahun Pertumbuhan (000 (000 (%)* (%)* (%) orang) orang) Tan. Pangan, Perkebunan , ,3 0,4 & Hortikultura Peternakan , ,6 5,7 Kombinasi Pertanian, 5 0, ,3 127,0 Perkebunan & Peternakan Jasa Pertanian, , ,5-16,4 Perkebunan & Peternakan Perburuan & Penangkaran 2 0,0 61 0,1 96,3 Satwa Liar Kehutanan 456 0, ,6 3,8 Perikanan , ,8 0,0 Jumlah Pertanian , ,0 0,6 Indonesia , ,0 1,1 Ket : * persentase terhadap jumlah tenaga kerja Indonesia Sumber : BPS

24 Profil Pangan dan Pertanian Dilihat dari persebaran sub sektor dalam sektor pertanian, dapat dikatakan hampir tidak terjadi perubahan yang signifikan atas jumlah tenaga kerja yang ada di sub sektor Tanaman Pangan, Perkebunan dan Hortikultura dari tahun 2000 sampai tahun Kecenderungan yang terjadi adalah meskipun secara absolut penyerapan tenaga kerja di sektor ini masih meningkat, namun prosentasenya terhadap tenaga kerja seluruhnya dalam lima tahun terakhir makin menurun, yaitu dari 39,6 persen menjadi 38,3 persen (Tabel I.6). Demikian juga untuk sub sektor lainnya, kondisi lima tahun terakhir relatif tetap, dan peningkatan yang terjadi tidak cukup signifikan Rumah Tangga Pertanian Penghitungan jumlah rumah tangga di dasarkan kepada keberadaan dapur dalam rumah. Apabila terdapat beberapa kepala keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan dapur yang sama akan dihitung menjadi satu rumah tangga. Dengan demikian penghitungan jumlah rumah tangga akan berbeda dengan jumlah tenaga kerja maupun jumlah kepala keluarga (KK). Dilihat dari jenisnya, rumah tangga dapat dibedakan menjadi rumah tangga pertanian dan non pertanian. Selain itu, rumah tangga juga dapat dibedakan menjadi rumah tangga jawa luar jawa dan rumah tangga kota desa. Jumlah rumah tangga Indonesia pada tahun 2003 adalah 52,9 juta. Sedangkan yang termasuk sebagai rumah tangga pertanian adalah 47,0 persen atau sekitar 24,9 juta (Tabel I.7). Selebihnya, 53,0 persen atau sekitar 28 juta adalah rumah tangga non pertanian. Rumah tangga pertanian sebenarnya mengalami penurunan prosentase walaupun secara nominal meningkat. Pada tahun tahun 1993, jumlah rumah tangga pertanian adalah 50,6 persen dan akhirnya turun menjadi 47,01 persen pada tahun Sedangkan antara tahun 1983 dan 1993 tidak dapat dibandingkan karena kriteria yang digunakan berbeda. Penurunan antara selang waktu ini diduga karena semakin turunnya minat rumah tangga untuk bekerja di sektor pertanian. Sebaliknya mereka memilih bekerja di sektor lain karena dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi. 8

25 Tabel I. 7. Jenis Rumah tangga Jumlah Rumahtangga menurut Jenisnya Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pertanian dan Perekonomian Nasional Rata-rata Pertumbuhan (%) Pertanian , , ,0 1,8 Non , , ,0 3,2 Pertanian Jumlah , , ,0 2,5 Sumber : BPS Dilihat dari wilayahnya seperti dijelaskan dalam Tabel I.8, rumah tangga tanaman pangan, hortikultura dan peternakan lebih banyak berada di Jawa. Rata-rata 56,2 dari rumah tangga tersebut berada di pulau Jawa dan rata-rata 87,2 berada di perdesaan Indonesia. Sedangkan untuk rumah tangga perkebunan, sekitar 75,3 persen berada di luar Jawa dan sekitar 93,7 persen berada di perdesaan Indonesia. Tabel I. 8. Jumlah Rumahtangga Sektor Pertanian Tahun 2003* Wilaya Padi-Palawija Hortikultura Peternakan Perkebunan h Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jawa , , , ,7 Luar , , , ,3 Jawa Kota , , , ,3 Desa , , , ,7 Jumlah , , , ,0 Keterangan: * tidak termasuk Perikanan dan Kehutanan Sumber : SUSENAS, Pendapatan dan Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) dianggap sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani. Hal ini dikarenakan NTP mencerminkan nilai harga yang diterima petani yang dibandingkan dengan nilai harga yang harus dibayarkannya untuk memenuhi kebutuhannya (baik produksi maupun kebutuhan sehari-hari). Apabila dilihat dari tiga tahun terakhir, NTP cenderung berada di atas 100, yang menunjukkan bahwa nilai harga yang diterima petani lebih besar dibandingkan nilai harga 9

26 Profil Pangan dan Pertanian yang harus dibayarkannya. Dengan demikian, petani dapat dianggap telah mampu memenuhi kebutuhannya. Dari kurun waktu , hanya terdapat dua bulan dimana NTP berada di bawah 100, yaitu bulan Nopember dan Desember 2005 yang nilainya masing-masing 99,5 dan 98,7. Nilai ini mengindikasikan bahwa pada kedua bulan tersebut, nilai yang harus dibayar petani lebih besar daripada nilai harga yang diterimanya. Dari nilai tersebut, berarti baru sekitar persen dari jumlah kebutuhan/pengeluaran yang dapat dipenuhi dari total penerimaan petani tersebut. Tabel I. 9. Perkembangan Nilai Tukar Petani Bulan Tahun Januari 104,4 101,3 100,7 Pebruari 103,5 100,1 100,7 Maret 103,4 100,3 101,0 April 103,3 100,8 101,1 Mei 103,9 101,7 101,7 Juni 104,8 101,1 Juli 105,8 102,8 Agustus 102,2 101,7 September 101,0 101,8 Oktober 100,7 100,2 Nopember 100,6 99,5 Desember 101,0 98,7 Rata-rata tahunan 102,9 100,8 101,1 Sumber: BPS, beberapa tahun penerbitan 10

27 BAB II TANAMAN BAHAN MAKANAN Tanaman Bahan Makanan Tanaman bahan makanan merupakan sub sektor paling utama dari sektor pertanian. Berbeda dari pengelompokan profil pangan dan pertanian sebelumnya, dalam bagian ini tanaman bahan makanan akan mencakup pula uraian tentang sayur-sayuran dan buah-buahan. Pada profil sebelumnya, sayur-sayuran dan buah-buahan menjadi bagian tersendiri dalam pembangunan hortikultura. Penggabungan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemahaman menyeluruh tentang bahan makanan itu sendiri dimana sayur-sayuran dan buah-buahan juga merupakan unsur penting dalam pangan masyarakat yang perlu dipromosikan tingkat konsumsinya. Pembahasan akan meliputi aspek produksi, luas panen, produktivitas, sebaran wilayah, sebaran agroekosistem, dan neraca perdagangan (ekspor-impor). Selain itu, bagian akhir tulisan akan mendiskusikan mengenai strategi pengembangan pembangunan tanaman bahan makanan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Selama kurun waktu , produksi padi dalam negeri terus mengalami peningkatan, kecuali pada tahun Rata-rata kenaikan produksi adalah sekitar 0,6 ton per tahun atau 1,6 persen per tahun; sedangkan, kenaikan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2004 yang meningkat sekitar 2 juta ton dibandingkan produksi pada tahun Data tentang produksi, luas panen, dan produktivitas padi Indonesia disajikan pada Tabel II.1. Tahun 2005, produksi padi mencapai 54,2 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka tetap produksi padi ini lebih tinggi daripada angka ramalan III 2005 yang memperkirakan produksi padi 2005 sekitar 53,9 juta ton (GKG). Kenaikan produktivitas lebih merupakan faktor penjelas terjadinya kenaikan produksi padi pada tahun 2005 ini. 11

28 Profil Pangan dan Pertanian Tabel II. 1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Indonesia Tahun Produksi (juta ton) Luas Panen (juta ha) Produktivitas (ku/ha) ,9 12,0 42, ,9 11,8 44, ,5 11,5 43, ,5 11,5 44, ,1 11,4 45, ,1 11,9 45, ,2 11,8 45,8 2006*) 54,7 11,9 46,1 Keterangan: *) Angka Ramalan III BPS, 2006 Sumber : BPS, 2006 Untuk tahun 2006 ini, BPS memperkirakan bahwa tingkat produksi padi yang dapat dicapai adalah sekitar 54,7 juta ton (Angka Ramalan III 2006 BPS). Angka ramalan ini dihitung berdasarkan angka realisasi produksi Januari-Agustus 2006 dan angka perkiraan September-Desember Berbeda dengan tahun 2005 yang kenaikan produksi lebih disebabkan oleh kenaikan produktivitas, pencapaian produksi padi 2006 ini disebabkan baik oleh kenaikan luas panen maupun kenaikan produktivitas (Tabel II.1.) *) Luas Panen (juta ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (juta ton) Sumber: Diolah dari BPS, berbagai tahun penerbitan Gambar II. 1. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Padi,

29 Palawija Tanaman Bahan Makanan Permasalahan penyediaan bahan makanan tidak hanya terkait dengan produksi padi. Komoditas palawija juga mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan makanan bagi masyarakat. Bagian ini akan menyajikan perkembangan produksi beberapa komoditas palawija (jagung, kedele, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar) dari Tabel produksi beberapa komoditas palawija disajikan pada Tabel II.2. dan visualisasi perkembangannya disajikan pada Gambar II.1. Tabel II. 2. Produksi Palawija di Indonesia (juta ton), Tahun Jagung Ubi Kayu Kedele Kc. Tanah Kc. Hijau Ubi Jalar ,7 16,1 1,0 0,7 0,3 1, ,3 17,1 0,8 0,7 0,3 1, ,7 16,9 0,7 0,7 0,3 1, ,9 18,5 0,7 0,8 0,3 2, ,2 19,4 0,7 0,8 0,3 1, ,5 19,3 0,8 0,8 0,3 1,9 2006*) 12,1 19,9 0,8 0,8 0,3 1,8 Keterangan: *) Angka Ramalan III 2006, BPS Sumber : BPS, beberapa tahun penerbitan Dalam kurun waktu , hanya jagung dan ubi kayu yang produksinya mempunyai kecenderungan meningkat. Produksi jagung meningkat dari 9,7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 12,0 juta ton pada tahun 2005, namun diperkirakan akan menurun menjadi 12,1 juta ton pada tahun Selain itu, peningkatan produksi juga terjadi pada komoditas ubi kayu yang meningkat dari 16,1 juta ton pada tahun 2000 menjadi 19,5 juta ton pada tahun 2005; bahkan BPS memperkirakan produksi ubi kayu pada tahun 2006 akan bisa mencapai 19,9 juta ton. Di lain pihak, produksi komoditas palawija lainnya (kedele, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar) relatif tidak mengalami kenaikan produksi dalam kurun waktu tersebut. 13

30 Profil Pangan dan Pertanian (juta ton) *) Jagung Kedele Kc. Tanah Kc. Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sumber: Diolah dari Tabel 2.4 Gambar II. 2. Perkembangan Produksi Komoditas Palawija, Dalam aspek produktivitas, komoditas kedele dan jagung mampu meningkat produktivitasnya. Laju perkembangan produktivitas jagung relatif lebih cepat, sedangkan peningkatan produktivitas kedele lebih lambat (Tabel II.3.). Pada tahun 2006, diperkirakan produktivitas kedele akan sama dengan tahun sebelumnya, yaitu sekitar 1,3 ton/ha. Sedangkan, produktivitas jagung diperkirakan sekitar 3,5 ton/ha. Tabel II. 3. Perkembangan Produktivitas dan Luas Panen Kedele dan Jagung, Komoditas *) Kedele Produktivitas 1,2 1,2 1,2 1,3 1,3 1,3 1,3 (ton/ha) Luas Panen 0,8 0,7 0,5 0,5 0,6 0,6 0,6 (juta ha) Jagung Produktivitas 2,8 2,8 3,1 3,2 3,3 3,5 3,5 (ton/ha) Luas Panen (juta ha) 3,5 3,3 3,1 3,4 3,4 3,6 3,5 Sumber : Departemen Pertanian, 2006; BPS, 2006 Keterangan : *) Angka Ramalan III 2006, BPS 14

31 Tanaman Bahan Makanan Selain masalah stagnasinya tingkat produktivitas, upaya peningkatan produksi kedele domestik masih terkendala oleh tidak meningkatnya luas areal penanaman kedele. Hal ini tercermin dari menurunnya luas areal kedele tahun 2006 dibandingkan dengan luas areal tahun sementara, itu, selama tiga tahun terakhir ( ), luas areal tanam kedele tetap sama yaitu sekitar 600 ribu ha. Hal yang sama juga terjadi pada luas areal tanaman jagung dimana luas areal tahun 2006 diperkirakan akan sama dengan luas areal pada tahun Namun demikian, terjadi kecenderungan peningkatan luas areal dalam kurun waktu Sayur-sayuran dan Buah-buahan Produksi sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan pola yang meningkat ( ). Tingkat produksi sayur-sayuran tahun 2004 sekitar 9,1 juta ton dan menjadi 9,2 juta ton. Rata-rata pertumbuhan produksi sayur-sayuran dalam kurun waktu tersebut sekitar 0,54% per tahun. Sementara itu, produksi buah-buahan tahun 2004 sekitar 14,3 juta ton dan menjadi 15,5 juta ton atau meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 3,91% per tahun (Tabel II.4.). Tabel II. 4. Perkembangan Produksi Sayuran dan Buah-buahan (ton) Pertumbuhan Komoditas (%/tahun) Sayur-sayuran ,5 Buah-buahan ,9 Sumber: Ditjen Hortikultura, 2006 Secara lebih rinci, Tabel II.5. menyajikan perkembangan produksi dan luas panen dari beberapa komoditas sayur-sayuran dan buah-buahan. Tidak sama dengan gambaran produksi agregat sayursayuran, produksi kentang dan kubis mengalami penurunan dalam kurun waktu , seiring dengan penurunan luas panen pada kurun waktu yang sama. Kecenderungan penurunan produksi sejak tahun 2002 terjadi pada bawang merah, yang di lain pihak terjadi peningkatan luas panen bawang merah dalam kurun

32 Profil Pangan dan Pertanian Tabel II. 5. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Beberapa Sayursayuran dan Buah-buahan Komoditas Produksi (ribu ton) Luas Panen (ribu ha) Kentang 893, , , ,6 57,2 65,8 65,0 61,6 Bawang Merah 766,4 762,7 757,0 732,6 79,8 87,9 89,0 83,6 Kubis 1.232, , ,0 1293,0 60,2 64,7 68,0 57,8 Mangga t.a 1.526, , ,9 Durian t.a 741,5 676,0 566,0 Pisang t.a 4.175, , ,6 Keterangan: t.a (tidak ada data) Sumber : Statistik Pertanian, beberapa tahun penerbitan Kenaikan produksi buah-buahan secara agregat juga tidak terjadi pada kinerja produksi mangga, durian, dan pisang. Kecenderungan peningkatan produksi hanya terjadi pada pisang yang meningkat produksinya dari 4,2 juta ton pada tahun 2003 menjadi 5,2 juta ton pada tahun Di lain pihak, produksi mangga dan durian malah mengalami penurunan dalam kurun Sebaran Produksi/Agroekosistem Bagian ini akan menyajikan data tentang sebaran produksi dan produktivitas beberapa komoditas bahan makanan menurut wilayah dan menurut agroekosistemnya. Sebaran menurut agroekosistem hanya akan membahas tentang padi/beras, sedangkan sebaran produksi dan produktivitas menurut wilayah akan mencakup padi dan beberapa komoditas palawija Padi Selama ini, Pulau Jawa masih merupakan produsen utama padi. Berdasarkan data tahun , rata-rata produksi padi Pulau Jawa sekitar 29,2 juta ton (Tabel II.6.); atau, kontribusi Pulau Jawa terhadap produksi padi nasional sekitar 54,7 persen (Gambar II.3.). Pada tahun 2005, Pulau Jawa memproduksi padi sekitar 29,8 juta ton (GKG), sedangkan Luar Jawa memproduksi sekitar 24,4 juta ton (GKG). Untuk 16

33 Tanaman Bahan Makanan tahun 2006, BPS memperkirakan bahwa produksi padi Pulau Jawa akan mencapai 30 juta ton (GKG). Kontribusi besar Pulau Jawa terhadap produksi padi nasional ini disebabkan oleh tingkat produktivitas Pulau Jawa yang relatif lebih tinggi. Walaupun luas panen padi di Luar Jawa relatif lebih tinggi (rata-rata 6,1 juta ha atau 52,1 persen), namun karena produktivitasnya lebih rendah maka kontribusi Luar Jawa terhadap produksi padi nasional masih relatif lebih rendah. Berdasarkan data tersebut (lihat kembali Gambar II.3.), pola kontribusi Jawa dan Luar Jawa terhadap produksi dan luas panen padi nasional diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan. Tabel II. 6. Sebaran Wilayah Produksi Padi di Indonesia, Wilayah *) Luas Panen (ha) J a w a 5,6 5,3 5,7 5,7 5,7 Luar Jawa 5,9 6,1 6,2 6,1 6,2 Indonesia 11,5 11,4 11,9 11,8 11,9 Produktivitas (ku/ha) J a w a 51 52,4 51,9 52,2 52,5 Luar Jawa 38,7 39,2 39,4 39,8 40,2 Indonesia 44,7 45,4 45,1 45,7 46,1 Produksi (juta ton) J a w a 28,6 28,1 29,7 29,8 30,0 Luar Jawa 22, ,4 24,4 24,7 Indonesia 51,5 52,1 54,9 54,2 54,7 Sumber : BPS, beberapa tahun penerbitan Keterangan : *) Angka Ramalan III BPS, 2006 Pada tahun 2005, secara lebih rinci, daerah produsen utama padi nasional adalah Jawa Barat (9,8 juta ton), Jawa Timur (9 juta ton), dan Jawa Tengah (8,4 juta ton). Sedangkan, wilayah di luar Jawa yang berkontribusi besar terhadap produksi nasional adalah Sumatera Utara (3,5 juta ton), dan Sulawesi Selatan (3,4 juta ton). Dari sisi produktivitas, produktivitas paling tinggi terjadi di Propinsi Bali (5,5 ton per ha) dan semua propinsi di Jawa mempunyai produktivitas sekitar 5,1 ton per ha. Di lain pihak, propinsi yang masih rendah produktivitasnya (kurang dari 3 ton per ha) antara lain Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. 17

34 Profil Pangan dan Pertanian Produksi Padi ,47 46,07 44,44 45,02 45, ,53 53,93 54,10 54,98 54, (% ) Luas Panen Padi ,30 53,51 52,10 51,69 52, ,70 46,49 47,90 48,31 47, (% ) Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa 18 Sumber: BPS, beberapa tahun penerbitan Gambar II. 3. Perkembangan Pangsa Produksi dan Luas Panen Padi antara Jawa dan Luar Jawa, Upaya peningkatan produksi padi nasional memang tergantung pada tingkat produktivitas dan luas panen. Dengan memperhatikan keterbatasan lahan pertanian di Pulau Jawa, peluang peningkatan produksi padi di Jawa relatif terbatas pada upaya peningkatan produktivitas. Dari sisi luas panen, tantangan paling besar di Jawa adalah bagaimana mempertahankan lahan-lahan produktif tanaman padi yang sudah ada. Sedangkan, di Luar Jawa, upaya peningkatan produksi masih dapat dilakukan baik melalui peningkatan luas panen maupun peningkatan produktivitas. Tabel II. 7. Perkembangan Persentase Sebaran Luas Panen dan Produksi Padi menurut Agroekosistem, Tahun Luas Panen Produksi Sawah Ladang Sawah Ladang ,8 10,2 94,8 5, ,4 9,6 94,9 5, ,3 9,6 95,0 5, ,4 9,6 94,8 5, ,8 10,2 94,6 5, ,5 9,5 94,7 5,3 2006*) 90,8 9,2 94,7 5,1 Rata-rata 90,6 9,7 94,8 5,2 Sumber: Diolah dari Tabel 2.4 Keterangan : *) Angka Ramalan III BPS, 2006

35 Tanaman Bahan Makanan Berdasarkan agroekosistemnya, data BPS tahun menunjukkan bahwa rata-rata 94,8 persen produksi padi berasal dari padi sawah. Sedangkan, dari sisi luas panen, padi sawah mempunyai kontribusi terhadap luas panen padi sekitar 90,6 persen (Tabel II.7). Angka rinci tentang perkembangan sebaran produksi, luas panen, dan produktivitas menurut agroekosistemnya disajikan pada Tabel II.8. Tabel II. 8. Sebaran Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi menurut Agro-Ekosistem, Tahun Sawah Ladang Padi Luas Panen (Juta ha) ,6 1,2 11, ,4 1,1 11, ,5 1,1 11, ,4 1,1 11, ,8 1,1 11, ,5 1,1 11,6 2006*) 10,8 1,1 11,9 Produktivitas (Ku/ha) ,3 22,9 44, ,0 23,7 43, ,8 24,3 44, ,5 25,2 45, ,5 25,9 45, ,8 25,5 45,7 2006*) 48,1 26,1 46,1 Produksi (Juta ton) ,2 2,7 51, ,9 2,6 50, ,9 2,6 51, ,4 2,7 52, ,2 2,9 54, ,2 2,8 53,0 2006*) 51,8 2,8 54,7 Sumber : BPS, beberapa tahun penerbitan Keterangan: *) Angka Ramalan III BPS, 2006 Tabel II.8. juga memberikan gambaran bahwa luas panen tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun (kecuali tahun 2004 dan 19

36 Profil Pangan dan Pertanian ). Kenyataan ini mengindikasikan bahwa kenaikan produksi padi dari tahun ke tahun lebih disebabkan oleh peningkatan produktivitas (dimana produktivitas padi sawah dan padi ladang keduanya mengalami kenaikan) Palawija Pulau Jawa merupakan sentra produksi komoditas jagung, kedele, dan ubi kayu (Tabel II.9.). Pusat produksi yang kedua untuk komoditas jagung dan ubi kayu adalah Pulau Sumatera. Sedangkan untuk komoditas kedele, Bali dan Nusa Tenggara merupakan lokasi produksi yang kedua setelah Pulau Jawa. Tabel II. 9. Perkembangan Sebaran Wilayah Produksi Jagung, Ubi Kayu, dan Kedele, Propinsi Jagung Ubi Kayu Kedele *) *) *) Jawa 59,5 58,2 55,1 52,5 69,7 69,2 Sumatera 21,2 20,3 30,3 33,1 8,3 7,4 Bali & Nusa Tenggara 5,8 6,5 5,9 5,4 14,9 15,7 Kalimantan 1,5 1,9 2,5 2,6 0,9 1,0 Sulawesi 11,7 12,9 4,7 5,1 5,1 5,4 Maluku & Papua 0,3 0,3 1,5 1,4 1,2 1,3 Luar Jawa 40,5 41,8 44,9 47,5 30,3 30,8 Indonesia 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan: *) angka ramalan III 2006 Sumber: Angka Ramalan III BPS, 2006 Berdasarkan data yang sama ( ), pangsa produksi dari ketiga komoditas antara Jawa dan luar Jawa tidak banyak mengalami perubahan. Namun demikian, terdapat perbedaan keragaan di antara ketiganya (Gambar II.4.). Pangsa produksi jagung di Pulau Jawa akan semakin menurun, seiring dengan peningkatan pangsa produksi di Sulawesi dan Bali-Nusa Tenggara. Penurunan pangsa produksi di Jawa juga terjadi pada komoditas ubi kayu; sedangkan pangsa produksi ubi kayu di Sumatera dan Sulawesi cenderung meningkat. Di lain pihak, perkembangan pangsa produksi kedele antara Jawa dan luar Jawa relatif tidak mengalami perubahan. 20

37 Tanaman Bahan Makanan Produksi Jagung 59,5 58,2 40,5 41,8 Jawa Luar Jawa ,1 Jawa 52,5 Produksi Ubi Kayu 44,9 47,5 Luar Jawa Produksi Kedele 69,7 69,2 Jawa 30,3 30,8 Luar Jawa Sumber: Tabel II.9. Gambar II. 4. Perkembangan Sebaran Wilayah Produksi Jagung, Ubi Kayu, dan Kedele, (dalam %) Sayur-sayuran dan Buah-buahan Pulau Jawa masih merupakan sentra produksi kentang, bawang merah, dan kubis masih (Tabel II.10.). Selain itu, untuk ketiga komoditas tersebut, di luar Jawa, secara relatif, Pulau Sumatera merupakan sentra produksi yang berlokasi di luar Jawa; jumlah produksi di pulau-pulau lain relatif tidak signifikan. Dalam satuan besaran (magnitude), produksi kentang, bawang merah, dan kubis di Pulau Jawa berfluktuasi; begitu juga dengan produksi kentang dan kubis di luar Jawa. Sedangkan, produksi bawang merah di luar Jawa mengalami penurunan dalam kurun Penurunan produksi juga terjadi untuk ketiga komoditas di Pulau Sumatera. 21

38 Profil Pangan dan Pertanian Tabel II. 10. Sebaran Produksi Kentang, Bawang Merah, dan Kubis menurut Wilayah (ribu ton) Wilayah Kentang Bawang Merah Kubis Jawa 598,8 685,0 619,5 590,1 596,0 576,2 836,7 915,0 830,2 Bali & Nusa Tenggara 6,6 8,0 7,9 100,8 95,0 96,5 55,5 61,0 45,7 Sumatera 340,7 276,0 212,0 44,2 44,0 38,4 374,1 365,0 332,6 Kalimantan - - 0,0 0,2-0,1 0,9 2,0 1,1 Sulawesi 63,8 99,0 166,1 25,4 190,0 17,7 77,6 83,0 76,5 Maluku & Papua 0,1 4,0 4,0 2,0 3,0 3,7 3,8 7,0 6,9 Luar Jawa 411,2 387,0 390,1 172,6 161,0 156,4 511,9 518,0 462,8 Indonesia 1.010, , ,6 762,7 757,0 732, , , ,0 Sumber : Statistik Pertanian, 2004; Departemen Pertanian,

39 Tanaman Bahan Makanan Secara proporsi menurut wilayah, pangsa produksi kentang antara Jawa dan luar Jawa berfluktuasi yang masih didominasi oleh Pulau Jawa sekitar 61,4% pada tahun 2005 (Tabel II.11. dan Gambar II.4.). Peningkatan pangsa produksi kentang paling besar terjadi di Pulau Sulawesi yang meningkat dari 6,3% tahun 2003 menjadi 16,4% dari total produksi nasional tahun Tabel II. 11. Perkembangan Distribusi Sebaran Wilayah Produksi Kentang, Bawang Merah, dan Kubis (%) Wilayah Kentang Bawang Merah Kubis Jawa 59,3 63,9 61,4 77,4 78,7 78,7 62,0 63,9 64,2 Bali & NT 0,7 0,7 0,8 13,2 12,5 13,2 4,1 4,3 3,5 Sumatera 33,7 25,7 21,0 5,8 5,8 5,2 27,7 25,5 25,7 Kalimantan - - 0,0 0,0-0,0 0,1 0,1 0,1 Sulawesi 6,3 9,2 16,4 3,3 25,1 2,4 5,8 5,8 5,9 Maluku & Papua 0,0 0,4 0,4 0,3 0,4 0,5 0,3 0,5 0,5 Luar Jawa 40,7 36,1 38,6 22,6 21,3 21,3 38,0 36,1 35,8 Indonesia 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari Tabel II.10. Untuk komoditas bawang merah dan kubis, terjadi peningkatan pangsa produksi di Pulau Jawa (dan/atau penurunan pangsa produksi di luar Jawa). Tabel II.11. juga menunjukkan adanya fluktuasi pangsa produksi bawang merah yang sangat tajam di Pulau Sulawesi dimana pangsa produksi pada tahun 2003 dan 2005 sekitar 3,3% dan 2,4%, sedangkan pada tahun 2004 sekitar 25,1% dari total produksi bawang merah nasional. Di luar Jawa, pusat produksi bawang merah berlokasi di Bali dan Nusa Tenggara. Sementara itu, pusat produksi kubis di luar Jawa berlokasi di Pulau Sumatera. 23

40 Profil Pangan dan Pertanian ,3 63,9 Jawa Produksi Kentang 61,4 40,7 38,6 36,1 Luar Jawa ,4 78,7 Jawa Produksi Bawang Merah 78,7 22,6 21,3 21,3 Luar Jawa ,0 63,9 Produksi Kubis 64, ,0 36,1 35, Jawa Luar Jawa Sumber: Tabel II.11. Gambar II. 5. Perkembangan Pangsa Produksi Kentang, Bawang Merah, dan Kubis antara Jawa dan Luar Jawa, Produksi mangga dan durian secara nasional menunjukkan terjadinya penurunan produksi. Secara agregat, kecenderungan penurunan produksi ini juga terjadi di Jawa dan luar Jawa dalam kurun waktu (Tabel II.12.). Di lain pihak, produksi pisang semakin meningkat dalam kurun waktu yang sama, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Namun, dalam data yang lebih detail, terdapat juga penurunan produksi pisang, yaitu di Pulau Maluku dan Papua. 24

41 Tanaman Bahan Makanan Tabel II. 12. Sebaran Produksi Mangga, Durian, dan Pisang menurut Wilayah (ribu ton) Wilayah Mangga Durian Pisang Jawa 1.211, , ,3 224,5 176,0 141, , , ,0 Bali & Nusa Tenggara 128,4 141,0 133,0 8,0 13,0 18,9 175,0 247,0 297,7 Sumatera 88,6 68,0 57,3 370,0 343,0 271,8 753,7 940, ,9 Kalimantan 17,3 16,0 25,1 90,0 95,0 73,1 244,0 241,0 260,8 Sulawesi 74,6 81,0 77,6 43,5 44,0 54,6 234,0 296,0 301,0 Maluku & Papua 5,7 5,0 11,6 5,5 5,0 7,2 144,0 42,0 39,2 Luar Jawa 314,6 311,0 304,6 517,0 500,0 426, , , ,6 Indonesia 1.526, , ,9 741,5 676,0 566, , , ,6 Sumber : Statistik Pertanian, beberapa tahun penerbitan 25

42 Profil Pangan dan Pertanian Pulau Jawa merupakan sentra produksi mangga dan pisang, sedangkan produksi durian lebih banyak dihasilkan oleh luar Jawa terutama di Pulau Sumatera (Tabel II.13.). Selama kurun waktu , tidak ada perubahan signifikan terhadap pangsa wilayah produksi mangga dan pisang antara Jawa dan luar Jawa, dimana Pulau Jawa masih mendominasi jumlah produksi. Sedangkan untuk komoditas durian, dominasi pangsa produksi durian di luar Jawa semakin meningkat dari 69,7% tahun 2003 menjadi 75,3% tahun Tabel II. 13. Sebaran Distribusi Wilayah Produksi Mangga, Durian, dan Pisang (%) Wilayah Mangga Durian Pisang Jawa 79,4 78,4 78,4 30,3 26,0 24,9 62,9 63,8 63,2 Bali & NT 8,4 9,8 9,4 1,1 1,9 3,3 4,2 5,1 5,8 Sumatera 5,8 4,7 4,1 49,9 50,7 48,0 18,0 19,3 19,5 Kalimantan 1,1 1,1 1,8 12,1 14,1 12,9 5,8 4,9 5,0 Sulawesi 4,9 5,6 5,5 5,9 6,5 9,6 5,6 6,1 5,8 Maluku & Papua 0,4 0,3 0,8 0,7 0,7 1,3 3,4 0,9 0,8 Luar Jawa 20,6 21,6 21,6 69,7 74,0 75,3 37,1 36,2 36,8 Indonesia 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari Tabel II Pola Panen Tahunan: Padi Menurut data BPS sejak , masa panen padi di musim penghujan berkisar antara bulan Februari-April; sedangkan masa panen di musim kemarau pada bulan Juli-September. Karena kontribusi padi sawah relatif besar, maka pola panen bulanan padi nasional mengikuti pola panen padi sawah. Di lain pihak, padi ladang hanya mengalami puncak panen sekali setahun, yaitu pada bulan Februari-Maret. Pola panen padi sawah, padi ladang, dan padi tahun disajikan pada Gambar II.7. 26

43 Tanaman Bahan Makanan Sumber: Angka Ramalan III BPS, 2006 Gambar II. 6. Pola Panen Padi Sawah, Padi Ladang, dan Padi, Pada tahun 2006, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) memperkirakan bahwa awal musim penghujan akan mengalami keterlambatan selama sebulan. Hal ini akan mengakibatkan masa tanam dan masa panen padi tahun 2007 juga akan mengalami kemunduran Ketersediaan, Kebutuhan, dan Tingkat Kecukupan Beras Dalam bagian ini, fokus pembahasan hanya pada komoditas beras sebagai bahan pangan utama masyarakat. Tabel II.14. menyajikan perkembangan tingkat kecukupan beras dalam kurun waktu Selama waktu tersebut, produksi beras domestik belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi domestik. Walaupun demikian, tingkat kecukupan yang dicapai sudah mencapai rata-rata 95,18%. 27

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 Kementerian PPN/ Bappenas ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2010 MENCAPAI 6,1 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 BPS PROVINSI LAMPUNG No.06/02/18/Th.XIV, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,97 PERSEN SELAMA TAHUN 2013 Sebagai dasar perencanaan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 55/08/Th. XVI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 TUMBUH 5,81 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 13/02/Th. XV, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2011 MENCAPAI 6,5 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2013 MENCAPAI 5,78 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 No. 63/08/Th. XVII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014 TUMBUH 5,12 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I TAHUN 2014 BPS PROVINSI LAMPUNG No.06/05/18/Th.XIV, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I TAHUN 2014 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,28 PERSEN Dalam menyusun rencana pembangunan ekonomi dibutuhkan informasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2009 MENCAPAI 4,5 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 meningkat sebesar

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. SEPTEMBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 65/11/34/Th.XVII, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 5,57 PERSEN, LEBIH TINGGI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 49/12/51/Th.III, 1 Desember 2009 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. OKTOBER 2009 NILAI TUKAR PETANI BALI MENINGKAT 0,29 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JUNI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan. Indikator

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. OKTOBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 26/05/61/Th. XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I-2012 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 6,0 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JULI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin Bulanan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2017 No.02/01/36/Th.XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2016 SEBESAR 100,49 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 51/08/51/Th. XI, 1 Agustus 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2017, NTP BALI TURUN 0,33 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Juli 2017 tercatat mengalami penurunan sebesar 0,33

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 Oleh : Thamrin 1), Sabran 2) dan Ince Raden 3) ABSTRAK Kegiatan pembangunan bidang pertanian di Kabupaten

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 No. 14/03/34/TH.XVI, 3 Maret 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Mulai Desember 2013, penghitungan

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani

Perkembangan Nilai Tukar Petani BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah Nilai Tukar Petani (NTP) November 2017 Sebesar 101,29 atau Naik 0,28 Persen. Rata-rata harga gabah kualitas GKG di

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017 No. 33/06/36/ Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2017 SEBESAR 98,86 ATAU NAIK 0,17

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 No. 02/01/34/TH.XV, 02 Januari 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Desember 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 No.07/02/36/ Th.XI, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JANUARI 2017 SEBESAR 98,97 ATAU

Lebih terperinci

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas KATA PENGANTAR Tenaga kerja pertanian (dalam arti luas) merupakan tenaga kerja terbesar dengan jumlahnya mencapai 42,3 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini merupakan 44,5 persen dari jumlah tenaga kerja

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 No.07/02/36/ Th.X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JANUARI 2016 SEBESAR 106,61 ATAU

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 No. 59/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2014, NTP

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah

Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah Nilai Tukar Petani (NTP) September 2017 Sebesar 100,69 Atau Naik 0,85 Persen. Upah Nominal Harian Buruh Tani Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 No.23/05/31/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN Biro Riset LMFEUI Data tahun 2007 memperlihatkan, dengan PDB sekitar Rp 3.957 trilyun, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVII, 5 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 4,69 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVI, 6 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 5,79 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2015 No. 15/03/36/Th.IX, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) FEBRUARI 2015 SEBESAR 105,19 ATAU

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71 No. 27/05/34/Th.XVII, 4 Mei 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 No. 06/05/62/Th.V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2011 dibanding Triwulan yang sama tahun 2010 (year on year) mengalami pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2016 No. 20/04/36/ Th.X, 1 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2016 SEBESAR 104,74 ATAU TURUN

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017 No.23/05/36/ Th.XI, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) APRIL 2017 SEBESAR 98,69 ATAU NAIK 0,51

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01 No. 71/12/34/Th.XVII, 1 Desember 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2015,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 05/01/Th.XV, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 TUMBUH 5,08 PERSEN, MELAMBAT 0,7 PERSEN DARI TAHUN 2013 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci