PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA"

Transkripsi

1 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA Indriyani Prihatiningsih¹, Adi Sasongko² Program Studi Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Abstrak Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat kurang. Hal ini terbukti dengan munculnya beberapa perilaku seksual berisiko yang ditunjukkan oleh remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-experimental design (One Group Pretest-Postes Design). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan yang diberikan dengan pengetahuan responden (p=0,000) dan ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko (p=0,000). Hal ini membuktikan bahwa Ho ditolak, atau ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dan ada pengaruh pendidikan kesehatan pada sikap terhadap perilku seksual berisiko. Kata Kunci : Kespro; Pendidikan Kesesehatan; Pengetahuan; Remaja; Sikap Abstract The purpose of this study was to investigate the effect of health education on knowledge of adolescents about reproductive health and adolescents attitudes toward risk of sexual behavior. This study uses the design of pre-experimental design (One Group Pretest-Postes Design). The results showed that there was the influence of health education given to the respondents' knowledge (p = 0.000) and there is influence health education with the attitudes adolescents respond risk sexual behavior (p = 0.000). It is proved that Ho is rejected, or no effect on the level of knowledge of health education on reproductive health. Knowledge of adolescents about reproductive health stillvery lacking. This is evident by the emergence of several sexual risk behaviors indicated by the adolescents. And there is the influence of health education on attitudes toward risk of sexual behaviors. Keywords : Adolescent; Attitudes; Health Education, Knowledge, Reproductive

2 Pendahuluan Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan yang pesat, baik pertumbuhan fisik maupun psikis. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan remaja dimanapun dia tinggal mempunyai sifat yang khas yang sama yaitu rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan, serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Keadaan ini sering membawa mereka kedalam perilaku yang beresiko yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang mungkin harus ditanggungnya seumur hidup (Depkes R.I, 2007). Masa remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis, pada periode yang dikenal sebagai pubertas yang diiringi dengan perkembangan seksual. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap masalah perilaku berisiko, seperti melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan penyalahgunaan narkoba yang akan membawa risiko terhadap penularan infeksi menular seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) (BKKBN, 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 dari keseluruhan remaja usia tahun yang berstatus belum menikah yaitu sebanyak (86,7%). Pada kelompok remaja laki-laki 3% dan perempuan 1,1% mengatakan pernah melakukan hubungan seksual. Diketahui pula bahwa umur pertama berhubungan seksual sudah terjadi pada usia yang sangat muda yaitu pada usia 8 tahun, terdapat 0,5% pada responden perempuan dan 0,1% pada responden lakilaki. Penelitian lain pada remaja yang masih duduk di bangku sekolah menunjukkan bahwa mereka setuju terhadap hubungan seks karena alasan akan menikah (laki-laki mencapai 72,5% dan perempuan sebanyak 27,9%). Mereka yang setuju karena alasan saling mencintai: laki-laki mencapai 71,5% dan perempuan sebanyak 28,5% (Sybonete Research, 2004). Ada 86% remaja, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak mengerti tentang kapan terjadinya masa subur. Penelitian Sekarrini (2012) di Kabupaten Bogor pada responden murid SMK Kesehatan sebanyak 68 responden yang dijadikan sampel, 25 responden (22%) mengatakan telah melakukan hubungan seksual.

3 Pengetahuan remaja tentang risiko seks bebas masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kegiatan seks bebas pada remaja dan meningkatnya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (Kurniawan 2009). Minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja terjadi karena akses remaja untuk mendapatkan informasi sangat terbatas. Orang tua yang seharusnya menjadi agen sosialisasi yang utama dan pertama (primer) justru enggan membicarakan persoalan yang berkaitan dengan seksualitas atau kesehatan reproduksi secara transparan karena masih menganggap tabu atau masih menganggap bahwa anaknya masih kecil dan belum layak untuk membicarakan perihal seksual atau kesehatan reproduksi. Atau bahkan orang tua tidak banyak yang mengetahui dan memahami secara baik perihal informasi kesehatan reproduksi. Kondisi seperti ini yang kemudian menjadikan remaja mencari informasi pada sumber lain yang justru tidak jarang memberikan pengetahuan yang salah (Imron, 2011). Riskesdas (2010) membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja masih sangat kurang. Dari responden yang dijadikan sampel baru 25,1% kelompok remaja yang pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi. Penyuluhan kesehatan reproduksi yang diberikan terendah di provinsi Sulawesi Barat (8,9%) dan tertinggi atau terbaik Provinsi DI Yogyakarta (57,1%). Berdasarkan tempat tinggal remaja yang tinggal diperkotaan cenderung mendapatkan penyuluhan kesehatan. Berdasarkan status sosial ekonomi, kelompok remaja dengan tingkat ekonomi teratas lebih banyak mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi dibandingkan pada remaja dengan sosial ekonomi terendah. Arus globalisasi yang begitu cepat berkembang membawa pengaruh komunikasi dan informasi yang begitu cepat dan tanpa hambatan sehingga dapat mempercepat perubahan perilaku. Perilaku hubungan seksual pranikah semakin sering dipraktekkan di kalangan remaja, hal ini terbukti dari Temuan Polres Kabupaten Sukoharjo tentang beredarnya vidio mesum dikalangan remaja di kabupaten Sukoharjo yang disebarkan dan direkam oleh siswa SMA Bulu Kabupaten Sukoharjo dengan menggunakan kamera telefon genggam yang diperankan oleh temannya sendiri (KPPKB Sukoharjo, 2012).

4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi perlu diberikan karena kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksinya. Pendidikan Kesehatan Reprodusi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses perubahan aspek pengetahuan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan seksualitas. Remaja perlu mengetahui tentang kesehatan reproduksi agar mereka memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya sehingga ia lebih bertanggung jawab terhadap proses reproduksinya (BKKBN Jateng, 2008). SMA Negeri I Kartasura merupakan salah satu SMA di Kabupaten Sukoharjo. Para remaja di SMA ini tentu saja tidak luput dari arus informasi yang semakin gencar tersebut. Beredarnya video porno yang disebarkan dan diperankan oleh remaja di Kabupaten Sukoharjo juga di akses oleh remaja disekolah ini. Diketahuinya seorang siswi yang mengalami kehamilan tidak diinginkan pada awal tahun 2013 juga menunjukkan bahwa remaja disekolah ini juga rentan terhadap perilaku seksual berisiko, untuk itu mereka perlu perhatian ekstra agar para remaja tersebut tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan. Melihat fenomena ini penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Dan Sikap remaja Terhadap Perilaku seksual Berisiko Di SMA Negeri I Kartasura Kabupaten Sukoharjo Jawa Tenggah Tahun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko. Tinjauan Teori Menurut WHO, Remaja adalah populasi dengan periode usia tahun. Sedangkan menurut Kementrian kesehatan, definisi remaja dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Secara kronologis remaja merupakan individu yang berusia tahun. Dalam hal fisik, periode remaja ditandai dengan adanya perubahan ciri-ciri penampilan dan fungsi fisiologis, terutama yang berhubungan dengan organ reproduksi, sedangkan dari sisi psikologis, masa remaja merupakan

5 saat individu mengalami perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial. Dan moral, peralihan masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Kematangan seksual antara remaja pria dengan remaja wanita terjadi pada usia yang berbeda. Coleman dan Hendry (1990) dan Walton (1994) dalam Notoatmodjo (2011) mengatakan bahwa kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi pada usia 10 sampai dengan 13,5 tahun. Sedangkan pada remaja putri terjadi pada usia 9 sampai dengan 15 tahun. Bagi anak laki-laki perkembangan itu ditandai oleh perkembangan pada organ seksual, mulai dari tumbuhnya rambut pada kemaluan, perubahan suara menjadi lebih besar dan berat, dan juga ejakulasi pertama melalui wet dream atau mimpi basah. Sedangkan remaja putri pubertas ditandai dengan menarche, perubahan pada dada (mammae), tumbuhnya rambut kemaluan dan juga pembesaran panggul. Usia menarche pertama pada seorang wanita sangat bervariasi dengan rentang umur 10 hingga 16,5 tahun. Pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Pendidikan merupakan proses belajar dimana seseorang dikatakan belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka pendidikan kesehatan juga merupakan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan kemampuannya secara optimal, dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah-masalah kesehatan menjadi mampu dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu proses mendidik individu atau masyarakat agar dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengajarkan individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat menumbuhkan perilaku hidup sehat (Imron, 2011). Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian, dan persepsi terhadap objek.

6 Metode Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rancangan pre-experimental design (One Group Pretest-Postes Design). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampel. Semua anggota populasi yang sesuai dengan kriteria insklusi dan eksklusi diambil sebagai sampel (siswa kelas XI SMA Negeri I Kartasura) sebanyak 153 responden. Sampel minimal yang harus dipenuhi berdasarkan rumus uji hipotesis dalam penelitian ini adalah 105 responden. Pengumpulan data dilakukan oleh 2 orang enumerator dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang sebelumnya telah diberikan penjelasan. Data primer dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner yang sebelumnya sudah diuji coba. Kuesioner meliputi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko. Materi pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian remaja, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, perubahan pada masa remaja, tanda seksual primer dan sekunder, masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi dan cara menjaga kesehatan reproduksi. Selain itu remaja juga diberikan materi tentang infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Materi ini apabila dikembangkan secara tepat dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang akan berpengaruh pada sikap mereka terhadap perilaku seksual berisiko. Materi disampaikan dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan studi kasus. Kegiatan dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, studi awal (baseline data). Kedua kegiatan intervensi dalam bentuk pendidikan kesehatan reproduksi dengan metode ceramah, diskusi, tnya jawab dan studi kasus yang diberikan selama 2 minggu berturut-turut. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap tahap kegiatan penyampaian materi baik materi awal maupun materi akhir. Ketiga adalah penilaian diakhir kegiatan (endline). Pengukuran yang dilakukan pada saat studi awal dan studi akhir adalah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko. Data yang didapat dari kuesioner dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program pengolahan data SPSS.

7 Hasil Subyek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Kartasura Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko dilakukan oleh peneliti selama 8 minggu. Sebelum dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada responden sebelumnya peneliti melakukan koordinasi untuk menentukan jadwal dengan guru Bimbingan Konseling (BK) dan membantu memberikan soal pretest dan postest kepada responden. Tahap persiapan dilakukan pada minggu ke 3 dan ke 4 bulan maret tahun 2013 kegiatan pada tahap ini adalah mengurus perijinan dan melakukan koordinasi dengan guru Bimbingan Konseling (BK) untuk menentukan jadwal penelitian karena waktu penelitian berdekatan dengan pelaksanaan ujian nasional SMA. Tahap Pretest dilakukan pada tanggal 3 April 2013 dengan cara membagikan kuesioner kepada responden secara bersamaan yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh 1 orang mahasiswa FKM UI, guru kelas dan guru BK di sekolah tersebut. Hal ini dilakukan agar apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti oleh responden dapat langsung ditanyakan pada saat itu juga. Intervensi pendidikan kesehatan reproduksi dilaksanakan 15 hari setelah pengambilan data awal (pretest), dan dilaksanakan selama 2 minggu. Minggu pertama pemberian intervensi ( tanggal 18, 19, 20, 22, 23 april 2013), materi yang disampaikan adalah tentang kesehatan reproduksi remaja yang mencakup pengertian remaja, perkembangan remaja, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, pengertian kesehatan reproduksi, masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi dan cara menjaga kesehatan reproduksi. Metode yang digunakan pada intervensi pertama adalah dengan metode ceramah. Dalam penyampaian materi penulis juga melibatkan responden dengan diskusi dan tanya jawab. Minggu kedua pemberian intervensi diberikan pada tanggal 27, 29, 30 bulan april dan tanggal 1, 2 bulan mei tahun Materi yang disampaikan adalah tentang infeksi menular seksual dan HIV/AIDS, yang meliputi jenis,

8 penyebab, gejala dan cara pencegahannya. Metode yang digunakan sama seperti pada intervensi pertama yaitu ceramah, diskusi dan tanya jawab dan ditambah lagi dengan studi kasus. Dalam memecahkan kasus yang diberikan (studi kasus), responden dibagi dalam 4 kelompok dimana tiap kelompok beranggotakan antara 8-9 orang dan bagi kelompok yang mampu memecahkan masalah dalam soal yang diberikan dengan baik maka akan diberikan hadiah. Setelah dilakukan intervensi selanjutnya peneliti menilai kembali pengetahuan dan sikap responden (posttest). Post test dilaksanakan satu minggu setelah pemberian intervensi yang kedua pada kelompok terakhir yaitu pada tanggal 8 mei 2013, dengan cara membagikan kuesioner kepada responden secara bersamaan yang dilakukan oleh guru kelas dan guru BK di sekolah tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal postes adalah 20 menit. Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi responden perempuan yaitu sebesar 60,1% dan lebih tinggi dibandingkan kelompok responden laki-laki sebesar 39,9%. Sebagian besar responden memiliki ayah dengan tingkat pendidikan menengah atas yaitu sebesar 74,5%. Sedangkan yang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan rendah adalah sebanyak 25,5%. Begitu juga sebagian besar ibu responden memiliki tingkat pendidikan menengah atas yaitu sebesar 71,2%. Sedngkan responden yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan rendah adalah sebanyak 44 responden (28,8%). Dilihat dari status pekerjaan orang tua, menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden mempunyai pekerjaan tetap yaitu sebesar 77,1%. Sedangkan yang tidak mempunyai pekerjaan tetap adalah sebesar 22,9%. Sedangkan status pekerjaan ibu, sebagian besar ibu responden juga bekerja yaitu sebesar 62,1%, dan yang tidak bekerja adalah sebesar 37,9%. Sumber informasi untuk mendapatkan serta memperoleh penjelasan mengenai kesehatan reproduksi remaja yang bersumber dari guru, tenaga kesehatan, media cetak dan media elektronik diasumsikan memiliki pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan reproduksi. Akses terhadap informasi tersebut diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu tidak pernah dan pernah. Adapun distribusi frekuensi dari akses informasi pada responden adalah sebagian besar responden belum

9 pernah terpapar sumber informasi dari sumber yang bertanggungjawab yaitu sebesar 76,5%. Sedangkan responden yang pernah terpapar sumber informasi adalah sebesar 23,5%. Rata-rata pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 22,6 dengan standar deviasi 3,8 dari skor maksimal 32. Sedangkan rata-rata pengetahuan responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 28,3 dengan standar deviasi 2,3 dari skor maksimal 32. Dari analisis tersebut dapat dilihat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar 5,7 dengan standar deviasi 2,3. Hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,000 maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengetahuan responden antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima dimana hipotesis penelitian adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan yang diberikan terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi secara statistik bermakna. (Tabel 1). Tabel 1 Distribusi Rata-rata Pengetahuan Responden Menurut Intervensi Pendidikan Kesehatan Reproduksi Variabel Mean Standar Standar P-value N Deviasi Error Pengetahuan Sebelum Pendidikan Kespro 22,6 3,8 0,31 0,000* 153 Sesudah Pendidikan Kespro 28,3 2,3 0,19 *Signifikan dengan alpha 5% Rata-rata sikap responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 41,96 dengan standar deviasi 4,27 dari skor maksimal 50. Sedangkan rata-rata sikap responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi sebesar 45,22 dengan standar deviasi 4,82 dari skor maksimal 50. Dari analisis tersebut dapat dilihat perbedaan rata-rata pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan sebesar 3,26 dengan standar deviasi 4,8.. Hasil uji

10 statistik diperoleh hasil yang signifikan (p = 0,000) yang berarti p-value < 0,5 dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap responden tentang perilaku seksual berisiko antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan reproduksi. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima dimana hipotesis penelitian adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan yang diberikan terhadap sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko dan secara statistik bermakna (Tabel 2). Tabel 2 Distribusi Rata-Rata Sikap Responden Menurut Intervensi Pendidikan Kesehatan Reproduksi Variabel Mini mal Maksi mal Mean Standar Deviasi N P- value Sikap Sebelum Pendidikan Kespro ,96 4, ,000* Sesudah Pendidikan Kespro ,22 4,82 *Signifikan dengan alpha 5% Distribusi pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden laki-laki sebesar 22,22 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden perempuan yaitu sebesar 22,84. Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pendidikan ayah responden diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ayah berpendidikan menengah atas sebesar 22,61 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ayah berpendidikan rendah yaitu sebesar 22,56. Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pendidikan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ibu berpendidikan menengah atas sebesar 22,45 lebih rendah bila dibandingkan

11 dengan nilai rata-rata kelompok responden dengan ibu berpendidikan rendah yaitu sebesar 22,9. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ibu berpendidikan menengah atas dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ibu berpendidikan rendah, atau tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi yang bermakna pada setiap kelompok responden berdasarkan pendidikan ibu. Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pekerjaan ayah diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ayah yang memiliki pekerjaan tetap memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 22,34 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ayah yang tidak mempunyai pekerjaan yaitu sebesar 23,45. Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ayah yang mempunyai pekerjaaan tetap dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan dari kelompok responden dengan ayah yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, atau tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi yang bermakna pada setiap kelompok responden berdasarkan pekerjaan ayah. Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut pekerjaan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden dengan ibu bekerja memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 23,04 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata pengetahuan responden dengan ibu yang tidak bekerja yaitu sebesar 21,87 Distribusi pengetahuan kesehatan reproduksi menurut akses informasi diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan kelompok responden yang terpapar informasi memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 23,50 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata dari kelompok responden yang tidak terpapar informasi yaitu sebesar 22,32. Dari hasil analisis

12 diatas didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan yang bermakna dari setiap kelompok responden (tabel 3). Tabel 5.11 Distribusi Nilai Rata-Rata Pengetahuan Responden Menurut Karakteristik Karakteristik N Mean Standar T(t-test) P-Value Deviasi Jenis Kelamin Laki-laki 61 22,22 4,25 0,54 0,366 Perempuan 92 22,84 3,61 Pendidikan Ayah Menengah Atas ,61 3,90 0,69 0,94 Rendah 39 22,56 3,86 Pendidikan Ibu Menengah Atas ,45 3,81 0,71 0,46 Rendah 44 22,9 4,05 Pekerjaan Ayah Tetap ,34 3,78-1,491 0,13 Tidak tetap 35 23,45 4,13 Pekerjaan Ibu Bekerja 95 23,04 3,80 1,81 0,72 Tidak bekerja 58 21,87 3,92 Akses Informasi Terpapar 36 23,50 3,98 0,196 0,84 Tidak terpapar ,32 4,37 *Signifikan dengan alpha 5% Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut jenis kelamin responden diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden laki-laki sebesar 39,90 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap kelompok responden perempuan yaitu sebesar 43,32.

13 Distribusi perbedaan nilai rata-rata sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pendidikan ayah responden diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ayah berpendidikan menengah atas sebesar 41,75 lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden dengan ayah berpendidikan rendah yaitu sebesar 42,56. Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pendidikan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ibu berpendidikan menengah atas sebesar 42,12 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden dengan ibu berpendidikan rendah yaitu sebesar 41,54. Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pekerjaan ayah diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ayah yang memiliki pekerjaan tetap sebesar 42,04 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden dengan ayah yang tidak mempunyai pekerjaan yaitu sebesar 41,68. Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut pekerjaan ibu diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden dengan ibu bekerja memperoleh nilai rata-rata sikap sebesar 42,36 lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap responden dengan ibu yang tidak bekerja yaitu sebesar 41,29. Distribusi sikap terhadap perilaku seksual berisiko menurut akses informasi diketahui bahwa nilai rata-rata sikap kelompok responden yang terpapar informasi memperoleh nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebesar 42,08 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata sikap dari kelompok responden yang tidak terpapar informasi yaitu sebesar 41,92. Dari hasil uji analisis yang mempunyai hubungan adalah jenis kelamin dengan nilai rata-rata sikap responden (tabel 4).

14 Tabel 4 Distribusi Nilai Rata-Rata Sikap Responden Menurut Karakteristik Karakteristik N Mean Standar T(t-test) P-Value Deviasi Jenis Kelamin Laki-laki 61 39,90 4,89-5,462 < 0,005* Perempuan 92 43,32 3,15 Pendidikan Ayah Menengah Atas ,75 4,50-1,02 0,30 Rendah 39 42,56 3,48 Pendidikan Ibu Menengah Atas ,12 4,49 0,76 0,44 Rendah 44 41,54 3,68 Pekerjaan Ayah Tetap ,04 4,48 0,43 0,66 Tidak tetap 35 41,68 3,51 Pekerjaan Ibu Bekerja 95 42,36 4,03 1,51 0,13 Tidak bekerja 58 41,29 4,59 Akses Informasi Terpapar 36 42,08 3,98 0,196 0,84 Tidak terpapar ,92 4,37 *Signifikan dengan alpha 5% Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi serta sikap terhadap perilaku seksual berisiko pada remaja di SMA Negeri I Kartasura. Selain itu juga ingin diketahuinya informasi tentang karakteristik remaja di SMA Negeri I Kartasura. Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan. Pendidikan kesehatan reproduksi yang

15 diberikan, dalam waktu dekat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sehingga diharapkan terjadi perubahan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dari responden antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Dari hasil penelitian diatas dapat diasumsikan bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh penulis berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden karena dalam memberikan pendidikan kesehatan penulis mampu melibatkan responden, serta ditunjang dengan alat bantu pendidikan kesehatan yang mendukung yaitu ICD proyektor dengan menyajikan gambar-gambar yang menarik bagi remaja. Menurut Notoatmodjo (2011) alat peraga digunakan berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan dalam menerima pesan maka semakin banyak pula pengertian atau pengetahuan yang dapat diterima. Penelitian ini juga membuktikan bahwa ada pengaruh antara pendidikan kesehatan yang diberikan pengan sikap responden terhadap perilaku seksual berisiko. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa ada peningkatan nilai rata-rata sikap tentang perilaku seksual berisiko yang bermakna secara statistik pada responden antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan reproduksi. Hasil ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawaty (2011), dimana hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifkan antara nilai sikap pretest dan posttes responden. Menurut walgito sikap dapat dibentuk sepanjang perkembangan individu. Terbentuknya sikap yang ada pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri tentang bagaimana individu menerima apakah sesuatu dari luar bisa diterima atau tidak. Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal atau faktor dari luar yang menjadi stimulus untuk mengubah sikap. Pernyataan ini bisa diasumsikan bahwa sikap seseorang dapat dirubah dengan memberikan stimulus. Dengan memberikan stimulus berupa pendidikan kesehatan maka diharapkan akan terjadi perubahan sikap pada remaja.

16 Dari pembahasan diatas dapat dinyatakan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja di SMA Negeri I Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan studi kasus dengan menggunakan alat bantu LCD proyektor dengan menyajikan banyak gambar ternyata efektif untuk merubah pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Dengan bertambahnya pengetahuan maka akan mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko, dan bila sikap remaja terhadap perilaku seksual baik maka diharapkan remaja juga berperilaku seksual yang baik pula dan remaja diharapkan lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya. Jenis kelamin responden, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua serta akses informasi yang diterima oleh responden tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa responden laki-laki cenderung mempunyai sikap yang kurang baik bila dibandingkan dengan sikap dari responden perempuan. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda dilihat dari aspek psikologis yang menentukan seseorang untuk bersikap terhadap sesuatu. Pola berfikir perempuan lebih banyak dikuasai oleh perasaan, sedangkan laki-laki berfikir lebih banyak secara logika. Pola pergaulan remaja perempuan juga dapat mempengaruhi terbentuknya sikap mereka dibandingkan dengan remaja laki-laki (Mappiare, 1982). Kesimpulan Setelah dilakukan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja terjadi peningkatan nilai rata-rata skor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap terhadap perilaku seksual berisiko (nilai p < 0,005). Ini berarti bahwa ada pengaruh dari pendidikan kesehatan yang diberikan dengan pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi. Serta ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap responden pada perilaku seksual berisiko. Responden laki-laki cenderung mendapatkan nilai rata-rata skor sikap lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata skor sikap dari responden perempuan. Jenis kelamin responden ternyata berpengaruh terhadap sikap responden pada perilaku seksual berisiko sebelum diberikan pendidikan kesehatan.

17 Saran Sebaiknya pihak sekolah menetapkan muatan lokal tentang pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja yang komperhensif. Karena pendidikan kesehatan reproduksi yang komperhensif sudah mencakup secara keseluruhan mulai dari perubahan pada remaja, seksualitas, perilaku seksual, cara memelihara kesehatan reproduksi, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS serta cara penularan dan pencegahannya, sehingga remaja bisa lebih bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan yang akan diambilnya. Untuk melaksanakan hal tersebut diatas sekolah diharapkan dapat melakukan kerjasama lintas sektor terkait seperti puskesmas, Dinas Kesehatan atau LSM agar dapat membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Untuk peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko, dengan menggunakan metode penelitian eksperimen lain dengan menggunakan kelompok kontrol. Adapun hal yang diteliti selain pengulangan dari penelitian ini adalah tentang pengambilan keputusan seksual pada remaja. Daftar Pustaka Departemen Kesehatan RI. (2007). Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKPR). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pelaksanaan kegiatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Untuk Petugas Kesehatan di Tingkat dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Fedyani,A & Martua.(1999). Seksualitas Remaja dalam Seri Kesehatan Reproduksi Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta. Pustaka Sinar harapan. Imron, A. (2011). Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

18 Kencana, B & Hastutik Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kespro Dengan Sikap Terhadap seks Pranikah. Kurniawan, Teguh Skripsi. Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dan Konsep Diri Dengan Intensi Perilaku Seks Pada Remaja. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nanik, L.P & Basuki,H. (2011). Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Risiko Penularan HIV-AIDS Dan Perilaku Seks Tidak Aman di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 14 No. 4. Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat ilmu Dan Seni edisi Revisi Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sarwono, S. W. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Depok: Rajawali Pers. Sutiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta. Sagung Seto Walgito, B. (1999). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Caecilia Takainginan 1, Ellen Pesak 2, Dionysius Sumenge 3 1.SMK Negeri I Sangkub kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2,3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017

EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017 EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017 THE EFFECTIVENESS INFORMATION SERVICES TO IMPROVE

Lebih terperinci

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN : 2337-9952 Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Maya Maulida Fitri 1, Masyudi 2 1,2) Fakultas Kesehatan Masyarakat USM Email: masyudi29@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321)392028 MOJOKERTO KERANGKA ACUAN PENYULUHAN HIV/AIDS PADA SISWA SMP PUSKESMAS KEDUNDUNG KOTA MOJOKERTO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN Rachel Dwi Wilujeng* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no. Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja atau young people adalah anak yang berusia 10-19 tahun (World Health Organization, 2011). Pada periode ini manusia mengalami masa transisi dengan kebutuhan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan  hasil Riset Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Kementerian Kesehatan www.depkes.go.id hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Hal ini dilihat dari prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan yang dikenal dengan promosi kesehatan adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan kemampuan (ability) masyarakat untuk

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Pemberian Pendidikan Kesehatan Reproduksi Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Seks Bebas pada Remaja Kelas X dan XI

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH STUDI EKSPERIMEN DENGAN METODE PENYULUHAN TENTANG SIKAP PENANGANAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

Pengaruh Peer Group Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

Pengaruh Peer Group Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Jurnal Ilmu Keperawatan ISSN: 2338-6371 Suriani Pengaruh Peer Group Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja The Influence of Peer Group on Increasing the Adolescent Reproductive Health

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut International Cooperation Populatiom and Development (ICPD) 1994 adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan kelompok yang unik dengan kebutuhan yang khas, yaitu kebutuhan untuk mengenal identitas/ jati dirinya. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB.

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB. SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Arum Yuliasari 201310104148

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG 7 ABSTRAK Di era globalisasi, dengan tingkat kebebasan yang longgar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tunas, generasi penerus, dan penentu masa depan yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan kelompok remaja tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kehamilan diluar nikah pada remaja di pedesaan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang rendah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan arti kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 Noorhidayah 1, Asrinawaty 2, Perdana 3 1,2,3 Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012, kasus HIV/AIDS tersebar di 378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia.

Lebih terperinci

PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI Waode Sitti Asfiah Udu*, Putu Yayuk Widyani Wiradirani** *Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS

PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Wulan Ratnaningsih 1610104273

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN NO TELP. (0361) 722475 EMAIL :puskesmasivdensel@gmail.com KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG Dyan Kunthi Nugrahaeni 1 dan Triane Indah Fajari STIKES A. Yani Cimahi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence)

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Vita Yuniastuti 201510104048

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Maria Ulfa dan Ika Agustina STIKes Patria Husada Blitar

Maria Ulfa dan Ika Agustina STIKes Patria Husada Blitar PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MENARCHE TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI PRA MENSTRUASI ( The Effectiveness Of Menarche Health Promotion to the Pre Menstrual Female Adolescents Knowledge And Attitude

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP SEKS PRANIKAH SISWA DI SMAN 1 SEMIN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP SEKS PRANIKAH SISWA DI SMAN 1 SEMIN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP SEKS PRANIKAH SISWA DI SMAN 1 SEMIN GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2015). reproduksi. Perilaku seks berisiko antara lain seks pranikah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas pada remaja adalah rasa ingin

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). Kasus HIV dan AIDS pertama kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. Pengetahuan tentang seksualitas ataupun perkembangan seksual yang seharusnya dipahami

Lebih terperinci

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Pendidikan seksualitas remaja Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Alasan pentingnya pendidikan seksualitas remaja Manfaat pendidikan seksualitas remaja Pendidikan seksualitas

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI DESA MARGOSARI KECAMATAN LIMBANGANKABUPATEN KENDAL

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI DESA MARGOSARI KECAMATAN LIMBANGANKABUPATEN KENDAL PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI DESA MARGOSARI KECAMATAN LIMBANGANKABUPATEN KENDAL Widya Hary Cahyati, Muhammad Azinar Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, perilaku, kesehatan seksual remaja, kesehatan reproduksi remaja.

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, perilaku, kesehatan seksual remaja, kesehatan reproduksi remaja. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI SISWA SMA X DI KOTA BANDUNG TAHUN 2015 Ulfi Audria, 2015 Pembimbing I : Rimonta. F. G.,dr.,Sp.OG, M.PdKed Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja adalah suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, ini berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Remaja terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode SMA adalah periode dimana seseorang masih menginjak masa remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur 10 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak yang meliputi perubahan biologik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya adalah remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja sering dipahami sebagai suatu masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan biologis atau

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-19 tahun) atau sekitar 18,3 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2010 yang berjumlah 237,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsifungsi serta proses-prosesnya,

Lebih terperinci

Diyah Paramita Nugraha 1, Mujahidatul Musfiroh 2, M. Nur Dewi 2 INTISARI

Diyah Paramita Nugraha 1, Mujahidatul Musfiroh 2, M. Nur Dewi 2 INTISARI PERBEDAAN TINGKAT PEMAHAMAN ORGAN REPRODUKSI DAN PERAWATANNYA SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA SISWA SMP NEGERI 25 SURAKARTA. Diyah Paramita Nugraha 1, Mujahidatul Musfiroh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah remaja usia 10-19 tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik saat ini mencapai 62 juta jiwa, yang merupakan 28,5%

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016 Ajeng Novita Sari Akademi Kebidanan Mamba ul Ulum Surakarta ABSTRAK Hubungan pengetahuan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Sri Murdaningrum NIM: 201010104142

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kebidanan dan Kandungan. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA/sederajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan pandemi global yang menimbulkan dampak kesehatan, sosial, ekonomi, dan politik.

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA *Niken Meilani, Jurusan Kebidanan Poltekkes Yogyakarta, nikenbundaqueena@gmail.com ABSTRAK Periode

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PEMBINAAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI DUSUN KEMOROSARI I DAN II PIYAMAN WONOSARI GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Asti Listyani

Lebih terperinci

Vol. 1. No. 1 Januari 2015 ISSN

Vol. 1. No. 1 Januari 2015 ISSN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIV/AIDS TERHADAP SIKAP GAYA HIDUP BEBAS REMAJA PADA SISWA-SISWI KELAS 11 IPS 3 SMA I KRISTEN SURAKARTA Oleh : Endang Dwi Ningsih 1, Ditya Yankusuma S. 2 Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization remaja merupakan mereka yang berada pada tahap transisi antara anak-anak dan dewasa pada rentang usia 10-19 tahun dan menurut Badan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA DI SMK ISLAM WIJAYA KUSUMA JAKARTA SELATAN.

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA DI SMK ISLAM WIJAYA KUSUMA JAKARTA SELATAN. EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA DI SMK ISLAM WIJAYA KUSUMA JAKARTA SELATAN Dwi Setiowati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju dwisetiowati83@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN AUDIOVISUAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA KELAS X SMK N 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN AUDIOVISUAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA KELAS X SMK N 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN AUDIOVISUAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA KELAS X SMK N 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Lisa Liana 201410104294 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan

Lebih terperinci

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI DI SMK PGRI KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai

Lebih terperinci

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA NEGERI 1 PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2017 Irma Fitria 1*) Herrywati Tambunan (2) 1,2 Dosen Program

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014 144 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 2, Agustus 2016 TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA REMAJA KELAS XI DI SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN 2014 Suherni 1, Anita Rahmawati 1 1 Jurusan Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci