BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Konsep akuntabilitas dapat dijelaskan menggunakan agency theory, dimana dalam
|
|
- Handoko Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis Agency Theory Konsep akuntabilitas dapat dijelaskan menggunakan agency theory, dimana dalam pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah dalam hal ini pemerintah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah dalam hal ini masyarakat yang diwakili oleh DPRD (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban. Konsep agency theory mendukung variabel akuntabilitas kinerja pada penelitian ini. Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut nexus of contract. Implikasi penerapan teori ini dapat menimbulkan perilaku efisiensi ataukah perilaku opportunistik. Dalam organisasi sektor publik, khususnya di pemerintah daerah secara sadar atau tidak, teori keagenan ini telah dipraktikkan, termasuk pemerintahan daerah di Indonesia. Apalagi sejak otonomi dan desentralisasi diberikan kepada pemerintah daerah sejak tahun Pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi, Kota, dan Kabupaten sibuk dengan salah satu kegiatan
2 utamanya yaitu menyusun anggaran APBD Dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran daerah, ada dua perspektif yang dapat ditelaah dalam aplikasi teori keagenan, yaitu hubungan antara eksekutif dengan legislatif, dan legislatif dengan pemilih (voter) atau rakyat. Implikasi penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku opportunistik (opportunistic behaviour). Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Konflik antara principal dan agent terjadi karena kemungkinan tindakan agent tidak selalu sesuai dengan keinginan principal. Kondisi ini semakin diperkuat oleh keadaan bahwa agent sebagai pelaksana operasional perusahaan memiliki informasi internal lebih banyak dibandingkan principal. Dalam hal ini, principal memberikan kewenangan dan otoritas kepada agent untuk menjalankan perusahaan demi kepentingan principal. Wewenang dan tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi perilaku oportunis, yaitu agent yang tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal. Principal mempekerjakan agent melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal dan CEO (Chief Executive Officier) sebagai agent mereka. Agency Theory memiliki asumsi bahwa masingmasing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan antara principal dan agent Teori Kontijensi
3 Teori kontinjensi membantah bahwa desian dan penggunaan sistem pengendalian adalah kontinjensi, terhadap konteks pengaturan yang organisasi dimana pengendalian di operasikan. Suatu titik temu antara sistem pemgendalian dan variabel kontinjensi kontekstual dihipotesakan untuk meningkatkan kinerja organisasi (individu). Teori kontinjensi muncul sebagai jawaban atas pendekatan yang universalistics yang membantah bahwa desain pengendalian yang optimal dapat diterapkan dalam perusahaan secara keseluruhan. Pendekatan pengendalian yang universalistics adalah perluasan teori manajemen ilmiah yang alami. Prinsip manajemen ilmiah menyiratkan satu cara terbaik untuk mendesai proses operasional dalam rangka memaksimalkan efisiensi. Secara nyata Copley (1923), menyatakan bahwa pengendalian adalah yang pusat gagasan dari manajemen ilmiah. Perkembangan prinsip operasional ini ke sistem pengendalian manajemen menyiratkan bahwa harus ada satu sistem pengendalian terbaik yang memaksimalkan efektivitsas manajemen dan hanya satu setting kontinjensi. Banyak dari model portofolio dalam perumusan dam implementasi strategi didasarkan pada pandangan yang universalistic tersebut. Dengan bukti empiris hubungan pengendalian kontinjensi, pandangan yang universalistic tidak nampak seperti uraian sistem pengendalian yang sah. Pada sisi lainyang ekstrim, pendekatan situation-specific membantah bahwa faktor yang mempengaruhi sistem pengendalian adalah sedemikian unik sehingga aturan umum model tidak bisa diterapkan. Peneliti dipaksa untuk mempelajari masing-masing perusahaan dan sistem pengendalian secara individu dan para pndukung dasar pemikiran ini cenderung untuk melakukan riset kasus. Pendekatan kontinjensi diposisikan di antara kedua ekstrim ini. Menurut teori kontinjensi, kelayakan dari sistem pengendalian yang berbeda tergantung pada setting bisnis tersebut. Bagaimanapun, berlawanan dengan model situation-spesific, generalisasi sitem pengendalian dapat dibuat untuk bisnis secara luas.
4 Variabel Kontinjensi Mengembangkan suatu model kontinjensi memerlukan suatu basis yang membagi setting kompetitif ke dalam kelas terpisah, dan ada pekerjaan kecil untuk mengindetifikasi variabel kontinjensi yang relevan. Suatu variabel kontinjensi terkait dengan level (dimana binis yang berbeda pada variabel itu juga memperlihatkan perbedaan utama bagaimana atribut pengendalian atau tindakan berhubungan dengan kinerja. Dalam menentukan strategi, hofer (1975) memperkenalkan 54 faktor kontinjensi mungkin, dimana masing-masing faktor yang diasumsikan hanya mempunyai dua kemungkinan nilai. Ia menyatakan bahwa hal ini mengakibatkan 18 milyar pengaturan yang mungkin dibuat. Sebagai jawaban atas masalah ini, ia berspekulasi bahwa beberapa variabel kontinjensi mendominasi variabel kontinjensi yang lain. Yang disayangkan hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya dominasi antar variabel kontinjensi, dan riset pengendalian akuntansi hanya menguji suatu subset kecil dari 54 varianel konijensi Hofer (1975). Kebanyakan variabel kontinjensi tercakup dalam studi empiris pengendalian yang telah terpilih dalam suatu basis khusus.. Teori kontinjensi menegaskan bahwa desain sistem kontrol bersifat kontinjen terhadap kontekstual setting organisasi dimana sistem kontrol tersebut akan beroperasi (Sisaye, 1998). Duncan dan Moores (1989) menyatakan bahwa efektivitas organisasi adalah suatu fungsi kesesuaian antara struktur organisasi dan lingkungan dimana organisasi itu beroperasi. Kesesuaian (fit) yang lebih baik antara sistem kontrol dengan variabel kontinjensi dihipotesakan menghasilkan kinerja organisasi yang meningkat (Fisher, 1998). Penggunaan konsep kesesuaian (fit) dalam teori kontinjensi menunjukkan tingkat kesesuaian antara faktor-faktor kontekstual (kontinjensi) dan sistem akuntansi manajemen (seperti sistem penganggaran) akan
5 memungkinkan manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam lingkup pemerintahan kesesuaian antara faktor faktor kontekstual misalnya kinerja dan sistem akuntansi manajemen dlam hal ini sistem penganggarannya akan memungkinkan meningkatnya kinerja Teori Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2006:138), yaitu: adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien. Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy dalam Leo Agustino (2006: 139) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai: Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang
6 ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. Van Meter dan Van Horn dalam Leo Agustino (2006 : 139) mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai: Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabatpejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan dari tiga definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan. Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jr. dalam Leo Agustino (2006 : 139) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle dalam Leo Agustino (2006 : 139) sebagai berikut: Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi Performance Based Budgeting ini adalah teori yang dikemukakan oleh George C. Edward III dalam (Widyantoro, 2009). Menurut Edwards (1980), ada empat variabel dalam implementasi kebijakan publik yaitu Komunikasi (communications),
7 Sumberdaya (resources), Sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure). Menurut Edwards (1980), ke empat faktor tersebut harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Penjelasan ke empat faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. 2. Sumberdaya Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumberdaya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. 3. Disposisi atau sikap Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka
8 akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Disamping itu dukungan dari pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Wujud dari dukungan pimpinan ini diantaranya adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program dan penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program. 4. Struktur Birokrasi Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang. Unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan diantaranya tingkat pengawasan hierarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan pelaksana. 2.2 Rerangka Pemikiran Sistem penganggaran berbasis kinerja memiliki suatu kerangka kerja yang secara sistematik dibangun untuk menghasilkan suatu anggaran berbasis kinerja. Secara umum kerangka kinerja pada sistem anggaran berbasis kinerja menurut Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Deputi IV BPKP (2005:16) yang menjelaskan bahwa pada dasarnya penyusunan anggaran berbasis kinerja tidak terlepas dari siklus perencanaan, pelaksanaan, pelaporan/pertanggungjawaban atas anggaran itu sendiri. Rencana strategis yang dituangkan dalam target tahunan pada akhirnya selalu dievalusi dan diperbaiki terus menerus.
9 Siklus penyusunan rencana yang digambarkan berikut ini menunjukkan bagaimana Anggaran Berbasis Kinerja digunakan sebagai umpan balik dalam rencana strategik secara keseluruhan. Sesuai dengan undang undang nomor 32 dan 33 Tahun 2004, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi wewenag daerah dan didanai oleh dana publik yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Konsekuensi dari penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi adalah terjadi reformasi penganggaran daerah dari anggaran tradisional yang bersifat line-item dan incremental menjadi anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi, misi dan rencana strategis organisasi. Anggaran berbasis kinerja mempunyai program prioritas. Program prioritas adalah program yang berorientasi pada kepentingan publik. Visi, misi, sasaran, program dan kegiatan yang merupakan elemen anggaran berbasis kinerja menyebabkan anggaran berbasis kinerja perlu menterjemahkan tujuan kedalam sasaran yang lebih terukur, sasaran kedalam program, dan program kedalam kegiatan dengan output terukur. Dalam rangka penerapan otonomi daerah dan desentralisasi, penganggaran berbasis kinerja diterapakan untuk mendukung terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah. Keterkaitan antara penganggaran berbasis kinerja dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah dapat dilihat dalam pernyataan Bastian (2005:54) bahwa upaya untuk menciptakan pengelolaan anggaran berbasis kinerja diharapkan akan mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat desentralisasi, demokratisasi,
10 transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya. Anggaran yang ditetapkan merupakan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah sehingga tercapainya anggaran berarti tercapainya sasaran pemerintah daerah. Maka dari itu, anggaran harus berkualitas dan realistis dan adanya pengendalian yang efektif sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang terukur melalui tahapan siklus anggaran sesuai dengan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu, dimulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan/pertanggungjawaban, dan evaluasi kinerja sehingga akan tercipta akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang lebih baik dapat lihat dari bagan dibawah ini: Instansi Keuangan Pemerintah Penerapan Anggaran Bebasis Kinerja Perencanaan Anggaran Implementasi Anggaran Pertanggung jawaban Kinerja Pemerintah
11 Gambar 1 Rerangka Pemikiran Perencanaan Anggaran (PR) Implementasi Anggaran (IA) Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AK) Pertanggung jawaban Anggaran (PJA) Gambar 2 Model Penelitian Perencanaan Strategik Perencanaan Jangka Panjang Perencanaan Kinerja Tahunan Permintaan Anggaran Kelayakan Anggaran Target Kinerja Rincian Tahunan Perencanaan Capaian Kinerja
12 Laporan Kinerja (LAKIP) Kelayakan Anggaran Tahunan Gambar 3 Kerangka Sistem Kerja Anggaran Berbasis Kinerja Berdasarkan dari gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa awal proses perencanaan anggaran diawali dengan penyusunan rencana strategis organisasi. Penyusunan rencana strategis organisasi adalah proses untuk mennetukan visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis organisasi dan menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran. Perencanaan strategis yang dibuat hrus berorientasi pada keinginan dan kebutuhan masyarakat sebagai stakeholders utama. Pada umumnya rencana strategis umumnya memiliki jangka waktu beberapa tahun kedepan yang komponennya setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi berupa kebijakan dan program untuk mencapainya serta menyediakan indikator kinerja yang merupakan ukuran keberhasilan/kegagalan suatu program/kegiatan. Berdasarkan rencana strategis yang sudah ditetapkan tersebut setiap tahunnya dituangkan dalam suatu rencana kinerja tahunan. Rencana kinerja ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari rencana strategis yang didalamnya memuat seluruh indikator dan target kinerja yang hendak dicapai dalam satu tahun. Rencana kinerja ini merupakan tolak ukur yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan organisasi instansi dalam menyelenggarakan pemerintah untuk satu periode tahunan. Berdasarkan pada rencana kinerja tersebut, instansi menyusun rencana anggaran yang diperlukan untuk mewujudkan hasil hasil (outcome) yang akan dicapai dalam tahun yang bersangkutan. Anggaran yang disusun adalah anggaran dengan pendekatan kinerja karena dalam
13 anggaran ini dapat merefleksikan hubungan antara aspek keuangan dari seluruh kegiatan dengan sasaran strategis maupun rencana kinerja tahunannya. Rencana anggaran tahunan diajukan kepada legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan maka terbitlah rencana anggaran tahunan yang disetujui oleh legislatif. Berdasarkan rencana anggaran tahunan yang telah disetujui masing masing instansi menyusun rencana operasional tahunan. Rencana operasional tahunan adalah rencana pelaksanaan kegiatan kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program yang telah dituangkan dalam rencana kinerja tahunan. Rencana operasional biasanya termasuk jadwal kegiatan dan penyediaan sumber daya. Berdasarkan pada rencana kinerja tahunan, rencana anggaran tahunan yang telah disetujui dan renacana operasional tahunan, disusunlah kesepakatan kinerja. Kesepakatan kinerja pada dasarnya adalah kesepakatan antara pemberi amanat kepada pihak yang menerima amanat tentang target target kinerja yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan alokasi anggaran yang telah ditetapkan. Dokumen kesepakatan antara pihak legislatif dengan pihak eksekutif yaitu dokumen kontrak kinerja. Akhir tahun anggaran, setelah program dan kegiatan selesai dilaksanakan, manajemen kinerja melakukan review, evaluasi dan penilaian atas hasil yang telah dicapai dalam satu tahun anggaran. Pertanggungjawaban keberhasilan maupun kegagalan dalam mencapai target kinerja yang ada dalam kesepakatan kinerja dilaporkan ke dalam suatu laporan kinerja tahunan. Laporan kinerja meliputi laporan kinerja keuangan dan dan laporan kinerja non-keuangan untuk dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan perbaikan ditahun berikutnya 2.3 Pengembangan Hipotesis
14 Menurut Cooper dan Emory (1995:42), hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Jadi hipotesis merupakan hubungan antara beberapa variabel yang masih bersifat sementara atau dugaan. Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian yang disusun adalah sebagai berikut: Pengaruh Perencanaan Anggaran Terhadap Akuntabilitas Kinerja Perencanaan anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan, sedangkan untuk organisasi sektor publik anggaran merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik, dan diberi masukan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Anggaran menjadi suatu hal yang sangat relevan dan penting di lingkup pemerintahan karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adanya perubahan dalam hal pertanggungjawaban dari pertanggungjawaban vertikal ke pertanggungjawaban horizontal menuntut DPRD mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Akuntabilitas melalui anggaran meliputi penyusunan anggaran sampai dengan pelaporan anggaran. Awal perencanaan yang merupakan dasar atau pangkal bergulirnya roda pengelolaan keuangan daerah harus dicermati sedemikian rupa agar kelanjutan pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dari perencanaan anggaran, penggunaan atau pembelanjaan anggaran sampai dengan penyusunan laporan penggunaan anggaran dapat terlaksana dengan baik. Hal ini karena dengan melakukan perencanaan pengelolaan keuangan daerah yang tepat maka kapabilitas dan efektifitas Pemerintah Daerah dalam mendorong pembangunan di daerah dapat ditingkatkan. Permasalahan utama yang ada saat ini adalah tidak wajarnya penentuan besarnya anggaran dalam proses
15 kegiatan Perencanaan dan Penyusunan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sehingga dimungkinkan dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Daerah. Muda (2005) menemukan bahwa terdapat pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Sekretariat Kota Jakarta Selatan. Terdapat pengaruh Perencanaan Anggaran dan Pelaksanaan Anggaran secara bersamasama terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Sekretariat Kota Jakarta Selatan. Bahri (2012) mendapati bahwa terdapat pengaruh secara signifikan pengaruh perencanaan anggaran terhadap akuntabilitas kinerja pemerintah Kota Cirebon. Kurniawan (2009) mengemukakan bahwa penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dari pernyataan diatas dapat dirumuskan: Ha1: Perencanaan Anggaran Berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pengaruh Implementasi Anggaran Terhadap Akuntabilitas Kinerja Mengapa implementasi anggaran begitu penting dikaji dalam penelitian ini. Dilihat dari sudut pandang rasional, implementasi anggaran berbasis kinerja merupakan isu teknis. Sistem pengukuran kinerja yang dilandasi oleh konsep value for money, dan anggaran yang berorientasi hasil yang menekankan pemikiran logis dan rasional dalam mengelola suatu perubahan dalam suatu organisasi. Organisasi kemudian dapat dimodifikasi dengan mengaplikasikan perencanaan rasional secara ilmiah untuk mencapai efektivitas dan efisiensi keseluruhan organisasi (Julnez dan Holzer, 2001). Dengan mempertimbangkan kelemahan dan kelebihan anggaran berbasis kinerja dan perkembangan penelitian terdahulu yang masih beragam, maka evaluasi atas status implementasi anggaran berbasis kinerja yang telah dicapai pemerintah daerah saat ini penting untuk diteliti. Hal ini untuk mengetahui apakah perubahan pendekatan anggaran ini efektif
16 dijalankan atau hanya menjadi aksi simbolis yang terjebak pada formalitas penyusunan anggaran dan pada akhirnya berujung pada kegagalan reformasi. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga momentum perubahan ini agar selalu pada jalur yang tepat (Bastian, 2006). Karenanya, penelitian ini akan meneliti status perkembangan atau efektivitas implementasi anggaran berbasis kinerja pemerintah daerah terkait aspek rasional yang mempengaruhinya dari perspektif teori organisasi yang melihat perubahan dalam pendekatan anggaran sebagai perubahan organisasional. Arti (2005) mengemukakan hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa penganggaran berbasis kinerja variabel ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat akuntabilitas Dinas Pendidikan Kota Depok dan Penganggaran berbasis kinerja variabel efisiensi dan efektivitas berpengaruh signifikan terhadap tingkat akuntabilitas Dinas Pendidikan Kota Depok. Nina (2009) menunjukkan bahwa implementasi penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap akuntabilitas instansi pemerintah daerah. Muda (2005) menemukan bahwa terdapat pengaruh Pelaksanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Sekretariat Kota Jakarta Selatan. Julianto (2009) Dari hasil penelitiannya menunjukkan ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemkab Tebing Tinggi. Dari beberapa pernyataan dari penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha2: Implementasi Anggaran Berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pengaruh Pertanggungjawaban Anggaran Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah yang berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporannya adalah instansi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DaerahKabupaten/Kota. Adapun penanggung jawab penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
17 Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara fungsional bertanggungjawab melayani fungsi administrasi di instansi masing-masing. Selanjutnya pimpinan instansi bersama tim kerja harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya, Herawaty (2011). Proses pertanggungjawaban anggaran diawali dengan penyusunan laporan keuangan pemerintah. Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki, pertama; relevan, yang berarti informasi harus memiliki feedback value, predictive value, tepat waktu dan lengkap; kedua andal, yang berarti informasi harus memiliki karakteristik penyajian jujur, veriability, netralitas; ketiga dapat dibandingkan, berarti laporan keuangan dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lain dan keempat dapat dipahami, berarti bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna, Andriani dan Hatta (2011). Herawati (2011) hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pengaruh kejelasan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Di Kota Jambi mempunyai pengaruh positif signifikan. Secara parsial yang memiliki pengaruh negatif yaitu variabel variabel X1 (Kejelasan sasaran anggaran) dan X2 (Pengendalian akuntansi), variabel yang mempunyai pengaruh positif yaitu variabel sistem pelaporan (X3). Haspiarti (2012) pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan APBD telah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dengan menerbitkan laporan keuangan PEMDA
18 dan laoran keuangan perusahaan untuk diperiksa oleh BPK dan bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Dari pernyataan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha3: Pertanggungjawaban Anggaran Berpengaruh signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan tata kelola pemerintahan dalam penganggaran sektor publik, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep akuntabilitas dapat dijelaskan menggunakan agency theory, dimana
10 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Konsep akuntabilitas dapat dijelaskan menggunakan agency theory, dimana dalam pengertian luas akuntabilitas dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan salah satu komponen dalam melaksanakan suatu program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada perencanaan yang matang untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran 2.1.1.1 Definisi Anggaran Anggaran berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette (Perancis) yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan ekonomi daerah sangat penting sekali untuk ditingkatkan guna menunjang peningkatan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, peran kebijakan pemerintah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mendapatkan Gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda. Pemerintah pusat dan pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship Menurut Donaldson & Davis (1991), teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25 tahun 1999 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah (reformasi pemerintahan daerah dan reformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam perkembangan Ekonomi Dewasa ini dimana dunia usaha tumbuh dengan pesat di indonesia, Pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kinerja pemerintah dalam mengelola sumber daya publik. Perubahan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Akuntansi sektor publik merupakan salah satu kajian disiplin ilmu akuntansi yang terus berkembang. Pada dasarnya dunia praktik memerlukan teori dan teori
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam era otonomi daerah ini, masyarakat semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dan lebih dapat menyampaikan aspirasi yang berkembang yang salah
Lebih terperinciBAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN
BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sebagaimana dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi
BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai lima tahun secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Good governance adalah tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penganggaran di sektor pemerintahan merupakan suatu proses yang cukup rumit. Karakteristik penganggaran di sektor pemerintahan sangat berbeda dengan penganggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada
Lebih terperinciBAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang
BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Anggaran 2.1.1 Definisi Anggaran Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) dalam akuntansi sektor publik mendefinisikan anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan cukup penting karena dengan anggaran manajemen dapat merencanakan, mengatur dan mengevaluasi jalannya
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. theory yaitu stewardship theory (Donaldson dan Davis, 1991), yang
BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Stewardship Grand theory yang mendasari penelitian ini adalah bagian dari agency theory yaitu stewardship theory (Donaldson dan Davis, 1991), yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang diawali dengan keluarnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah membawa banyak perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. PEMERINTAHAN DAERAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sejak tahun 2001 berimplikasi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap instansi pemerintah selalu berusaha mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan yang baik (Good Governance)
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
BAB. I PENDAHULUAN Penelitian ini akan menjelaskan implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi sektor publik melalui latar belakang dan berusaha mempelajarinya melalui perumusan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik. Penganggaran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan teori keagenan. Dalam teori keagengan, hubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Reviu Penelitian Terdahulu Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis Value For Money Atas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tabanan penelitian
Lebih terperinciJhony Saputra Program Studi Akuntansi FE UMRAH
PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN, KINERJA MANAJERIAL, DAN PELAPORAN/PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (STUDI KASUS PADA PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah, hal itu tidak terlepas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berawal dari adanya krisis moneter / resesi ekonomi yang berkepanjangan sehingga menjadi krisis multi dimensi dan lebih jauh lagi menjadi krisis kepercayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek penting dalam reformasi birokrasi adalah penataan manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut dinilai penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma/pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu di dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan publik dan memiliki wilayah yang lebih luas serta lebih kompleks daripada sektor swasta atau sektor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya
Lebih terperinciBAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam kaitannya dengan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, pemahaman yang memadai tentang sistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) SKPD Menurut SK LAN No. 239/IX/6/8/2003 tahun 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang 22 tahun 1999 (direvisi menjadi UU 32 tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.... i LEMBAR PERSETUJUAN.... ii LEMBAR PENGESAHAN.... iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR.... iv ABSTRAK..... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Melalui otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi fenomena global termasuk di Indonesia. Saat ini Negara Indonesia sedang memasuki masa transisi pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perwujudan good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia, tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive activity). Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil tertentu, dan hasil tersebut
Lebih terperinciLaporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016
BAB I PENDAHULUAN 1. GAMBARAN UMUM a. Kondisi Umum 1. Kedudukan Kecamatan Kandis merupakan bagian dari Kabupaten Siak, yang dibentuk berdasarkan pemekaran dari kecamatan Minas yang diundangkan sesuai Perda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bergesernya paradigma manajemen pemerintahan dalam dua dekade terakhir yaitu dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bergesernya paradigma manajemen pemerintahan dalam dua dekade terakhir yaitu dari berorientasi pada proses menjadi berorientasi pada hasil telah ikut mereformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh lembaga lembaga publik sebagai salah satu pertanggungjawaban kepada publik. Sekarang terdapat perhatian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik,
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam teori agensi, Jensen dan Meckling (1976) dalam Nugroho (2014)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Agency theory Dalam teori agensi, Jensen dan Meckling (1976) dalam Nugroho (2014) mendefinisikan hubungan agensi sebagai sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa sangat di pengaruhi oleh peran dan kinerja sektor publik. Sektor publik juga di perlukan sebagai pelaksana birokrasi pemerintahan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah untuk senantiasa
Lebih terperinciANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007
ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Lebih terperinciPENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE
PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE Arison Nainggolan Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Methodist Indonesia arison86_nainggolan@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang. akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini organisasi sektor publik berupaya memberikan kualitas pelayanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini organisasi sektor publik berupaya memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada masyarakat, hal ini disebabkan oleh naiknya tingkat kesadaran masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka merespon tuntutan masyarakat menuju good governance,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka merespon tuntutan masyarakat menuju good governance, pemerintah telah bertekad untuk menerapkan prinsip akuntabilitas dengan mempertanggungjawabkan amanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai
BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran sektor publik merupakan alat (instrument) akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik.
Lebih terperinciMAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK Oleh : Erinta Tria Yulianda Akuntansi 4 B 201410170311101 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang beragam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan agenda baru dalam pemerintahan Indonesia terhitung mulai tahun 2001. Manfaat ekonomi diterapkannya otonomi daerah adalah pemerintah
Lebih terperinci