DALAM PROSESI SURYA SEVANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DALAM PROSESI SURYA SEVANA"

Transkripsi

1 E-JOURNAL JAPA DALAM PROSESI SURYA SEVANA DAN PEGANGGAN PARA SULINGGIH PADA KALI YUGA DI DENPASAR UTARA PERSPEKTIF TEOLOGI HINDU Oleh : LUH PUTU MULIANI HANDAYANI govindamohini@yahoo.com ABSTRAK Ritual atau persembahan sesajen kepada Tuhan merupakan salah satu bentuk.yajna adalah korban suci yang didasari atas ketulusan dan tanpa pamrih. Yajna adalah bentuk nyata kehidupan beragama umat Hindu di Bali. Yajna tidak dapat dilepaskan dari peranan seorang Sulinggih. Peranan ulinggih sebagai Adi Guru Loka. artinya Seorang Sulinggih berperan sebagai guru spiritual yang membimbing dan memimpin umat Hindu di daerah atau wilayah tertentu. Sedangkan Ngelokaparasraya artinya peranan seorang Sulinggih untuk menjadi sandaran/ tempat bertanya tentang kegiatan yang dapat meningkatkan religiusitas. Pemujaan kepada Tuhan yang wajib dilakukan yaitu: Surya Sewana dan Peganggan. Dalam pemujaan ini seorang Sulinggih melakukan proses Berjapa (mengucapkan nama smaranam/nama Suci Tuhan). Terkait dengan latar belakang masalah tersebut penelitian ini berjudul: Berjapa Dalam Prosesi Surya Sevana dan Peganggan Para Sulinggih Pada Kali Yuga di Denpasar Utara dalam Perspektif Teologi Hindu. Rumusan masalah yang akan di bahas tiga masalah, yaitu: Bagaimana Bentuk Pelaksanaan Berjapa para Sulinggih pada Kali Yuga di Denpasar Utara? Mengapa Berjapa pada Kali Yuga dilakukan oleh Sulinggih di Denpasar Utara? Bagaimana makna Teologi Berjapa pada Kali Yuga yang di lakukan oleh Sulinggih di Denpasar Utara? Bertujuan untuk mengetahui bentuk Berjapa. Untuk menjelaskan alasan Berjapa dan untuk menganalisis Makna Teologi dalam Berjapa. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat langsung bagi seorang Sulinggih untuk mengetahui bentuk Berjapa, untuk mempelajari alasan Sulinggih Berjapa,untuk memperoleh dampak terhadap prilaku Sulinggih. Ketiga rumusan masalah ini dibedah dengan tiga terori sebagai pisau bedah, yaitu: teori fungsional, teori rasa dan teori interaksionisme simbolik. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Lokasi penelitian Di Denpasar Utara. Jenis data dalam bentuk keyakinan dan persepsi. Sumber data primer dan data sekunder Penentuan informan Purposive Sampling dan juga pendekatan partisipatif. Teknik pengumpulan data, yaitu: observasi, wawancara dan dokumentasi. Kegiatan analisis terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verivikasi dan metode Triangulasi. 1

2 Hasil penelitian di temukan adanya tiga bentuk Berjapa yang di lakukan oleh Sulinggih, yaitu Berjapa yang di lakukan pada saat Surya Sevana dan Peganggan serta diluar keduanya. Persamaan dan perbedaan berjapa di tinjau dari waktu, tempat dan sarana berjapa. Alasan Sulinggih Berjapa, aspek internal dan eksternal. Makna teologi Sulinggih Berjapa untuk meningkatkan religiusitas dalam penyucian diri dan pranayama,sedangkan spiritualitas dalam kebahagiaan bhatin dan kesadaran spiritual. Kata Kunci: Berjapa, Sulinggih dan Kali Yuga PENDAHULUAN Setiap kegiatan yajna yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali tidak dapat dilepaskan dari peranan seorang Brahmana. Brahmana di Bali pada umumnya disebut dengan istilah Sulinggih. Peranan seorang Sulinggih pada umumnya di bagi menjadi dua, yaitu: pertama, peranan Sulinggih sebagai Adi Guru Loka. Kedua, peranan Sulinggih dalam Ngelokaphalasraya. Pentingnya peranan seorang Sulinggih dalam menyucikan diri umat Hindu beserta alam semesta, sehingga seorang Sulinggih di tuntut harus tetap dalam keadaan suci. Menyucikan diri bagi seorang Sulinggih adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban yang pertama yaitu Tapa. Tapa artinya teguh dan tekun dalam melakukan pemujaan kepada Tuhan. Pemujaan kepada Tuhan yang wajib dilakukan oleh seorang Sulinggih pada pagi hari disebut dengan Surya Sevana dan Peganggan. Japa dengan menggunakan genitri pada umumnya di laksanakan pada proses Ngelokaphalasraya, khususnya upakara dengan menggunakan sarana upakara Bebangkit atau identik dengan upakara yang besar. Dalam pelaksanaan beragama di Bali umat Hindu selalu di identikkan dengan adanya kemeriahan, semarak, biaya yang besar dan juga terjadi kehampaan spiritualitas. Kehampaan spiritualitas juga sangat dipengaruhi oleh kualitas seorang Sulinggih. Masih ada ditemukan seorang Sulinggih, yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam Surya Sevana dan Peganggan, yang berdampak kepada kesucian seorang Sulinggih. Sehingga dapat dipahami kehampaan spiritualitas Umat Hindu juga dapat di pengaruhi karena tingkat kesucian seorang Sulinggih. Kesucian Seorang 2

3 Sulinggih akan ternoda dengan ketidakmampuan seorang Sulinggih mengendalikan indria khususnya Sadripu dan juga karena dipengaruh pada karakteristik Kali Yuga. Japa pada saat Surya Sevana dan Peganggan di lakukan setiap hari. Implementasi dari Japa mampu melepaskan keterikatan seorang Sulinggih dari keduniawian sehingga seorang Sulinggih benar-benar pada keadaan suci. Fakta inilah yang menyebabkan peneliti untuk meneliti makna Teologi yang tersurat dan tersirat dalam suatu proses Japa. Japa atau proses pengucapan nama suci Tuhan. Berdasarkan latar belakang diatas, judul penelitian ini adalah Japa Dalam Prosesi Surya Sevana dan Peganggan Para Sulinggih Pada Kali Yuga di Denpasar Utara Perspektif Teologi Hindu. Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah, sebagai berikut: pertama, Bagaimana Bentuk Pelaksanaan Japa para Sulinggih pada Kali Yuga di Denpasar Utara? Kedua, Apakah Penyebab Japa pada Kali Yuga dilakukan oleh Sulinggih di Denpasar Utara? Ketiga Bagaimana makna Teologi Japa pada Kali Yuga yang di lakukan oleh Sulinggih di Denpasar Utara? Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang bentuk, fungsi, makna teologis serta tata cara Japa kepada umat Hindu. Penelitian ini juga dapat memberikan suatu pengetahuan salah satu bentuk yajna sederhana yang mampu menjadi filter dalam menghadapi pengaruh Kali Yuga. Penelitian ini pada akhirnya akan memberikan informasi dan pengetahuan cara menyucikan diri dan mengendalikan indria melalui Japa. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah pertama, Untuk Mengetahui Bentuk Pelaksanaan Japa. Kedua, Untuk menjelaskan alasan mengapa dilakukannya Japa. Ketiga, Untuk menganalisis Makna Teologi yang tersurat dan tersirat dalam Japa yang dilakukan pada Kali Yuga oleh Sulinggih di Denpasar Utara. Manfaat teoretis yang diharapkan dari penelitian ini adalah pertama, sebagai pengembangan Ilmu Agama, kedua untuk memahami konsep ajaran agama Hindu, khususnya tentang Japa dan Kali Yuga. Kedua memotifasi umat dalam melatih 3

4 Japa dan ketiga mengendalikan Sadripu dengan mengamalkan ajaran agama Hindu melalui Japa. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat langsung bagi seorang Sulinggih untuk mengetahui bentuk Japa, untuk mempelajari alasan mengapa melakukan Japa dan dasar Tattwa Japa yang di lakukan oleh seorang oleh Sulinggih. METODE Sebelum menguraikan metode yang digunakan terlebih akan diuraikan sekilas tentang konsep yang akan di bahas dalam penelitian ini meliputi; pertama, Japa (pengucapan Nama Tuhan secara berulang ulang). Kedua, Surya Sevana artinya proses Pemujaan (pelayanan) dalam bentuk Japa yang di lakukan setiap hari oleh Sulinggih Siwa. Ketiga, Peganggan artinya proses Pemujaan (pelayanan) dalam bentuk Japa yang di lakukan setiap hari oleh Sulinggih Buddha. Keempat, Kali Yuga merupakan zaman yang memiliki karakteristik alam beserta isinya selalu pnuh dengan ilusi, kepalsuan, sifat serakah, munafik, mudah tersinggung, mudah kalut. Kelima, Brahmana khusus untuk Pandita di Bali disebut dengan Sulinggih. Dan keenam adalah perspektif teologi Hindu artinya sudut pandang atau kajian analisis lebih menekankan kepada Ketuhanan dalam Hindu. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama, teori fungsional yang menanalisis tentang fungsi bentuk Japa. Kedua, teori rasa di gunakan untuk membedah ulasan tentang alasan para Sulinggih melakukan Japa. Ketiga Teori interaksionisme simbolik digunakan untuk membahas tentang makna teologi dari bentuk Japa yang dilakukan oleh Sulinggih pada Kali Yuga. Peneliti menggunakan delapan tahapan antara lain; pertama, jenis penelitian ini kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Kedua, Lokasi penelitian di Denpasar Utara. Ketiga, penelitian ini menggunakan jenis data dalam bentuk keyakinan dan persepsi yang berdasarkan rasa yang muncul pada saat melaksanakan Japa. Sumber data primer, dengan mengamati gambaran perilaku subjek, Para Sulinggih yang Japa. Dan sumber skunder meliputi komentar, interpretasi dari suatu hasil penelitian terdahulu. Istrumen Penelitian, peneliti itu sendiri yang juga disebut sebagai alat ukur dalam penelitian. Dalam penelitian ini 4

5 peneliti mengambil anggota sampel sebagai informan dengan menggunakan sistem Purposive Sampling. Untuk mendapat data yang valid dan akurat peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara dan 3) dokumentasi. Analisis data adalah dengan cara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verivikasi. Selain itu dalam metode ini peneliti juga menggunakan metode Triangulasi Akhirnya ditarik suatu kesimpulan sebagai akhir dari proses penelitian. Penyajian hasil analisis data yang disajikan secara formal terlihat dalam bentuk narasi atau deskripsi yang dirangkai dengan sedemikian rupa yang memenuhi standar penulisan ilmiah. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian, terdiri atas: pertama bentuk berjapa ada tiga yaitu; 1. Bentuk berjapa dalam proses Surya Sevana. Sarana yang di gunakan berjapa dalam pada prosesi Surya Sevana adalah sarana yang dipergunakan dalam Surya Sevana antara lain: api, air, bunga, beras, asepan, gandha (cendana), kalpika, Śiro-viñta, tripada, Śhiwamba, Ghaṇöa, Sesirat, Śiva -Lingga dan terkadang diiringi dengan Mudra. 2. BerJapa dalam proses Peganggan Sarana yang digunakan pada saat proses peganggan alat alat yang di pergunakan dalam melaksanakan upakara pada umumnya adalah: Rarapan, Ghanta, Santi, Genitri, Wajra, tempat cendana, Tempat Beras, Tempat Dhupa, Tempat Dhipa, pamandyangan, Mudra dan mantra. 3. BerJapa di luar proses Surya Sevana dan Peganggan dengan menggunakan sarana (japamala) genitri yang dirangkai dalam bentuk satu lingkaran dan terdiri sebanyak 108 biji mala. TEMUAN Hasil penelitian menemukan Tiga Puluh Satu (31) Sulinggih yang ada di Denpasar Utara dan berasal dari soroh yang berbeda. 1) Jumlah Sulinggih yang 5

6 berasal dari keturunan Ide Bagus sebanyak 13 orang. 2) Jumlah Sulinggih yang berasal dari keturunan Gusti sebanyak 2 orang. 3) Jumlah Sulinggih yang berasal dari keturunan Pasek sebanyak 5 orang. 4) Jumlah Sulinggih yang berasal dari keturunan Dukuh sebanyak 4 orang. 5) Jumlah Sulinggih yang berasal dari keturunan Pande sebanyak 5 orang. 6) Jumlah Sulinggih yang berasal dari keturunan Bhujangga sebanyak 2 orang. Jumlah Sulinggih lanang sebanyak 13 0rang dan jumlah Sulinggih Istri sebanyak 18 orang. gegelaran Sulinggih sebagai berikut: 1). Ida Pedanda adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Ida Bagus. 2). Ida Pedanda Buddha adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Ida Bagus (Buddha Keling). 3). Sri Bhagawan adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Ksatria. 4). Ida Rsi Bhujangga adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Bhujangga Waisnawa. 5). Ida Pandita Mpu adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Pasek. 6). Sira Empu adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Pande.7). Ida Jero Dukuh adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga dukuh. 8) Ida Pandita Dukuh adalah gelar atau sebutan Sulinggih yang berasal dari soroh keluarga Pasek Celagi. Ditemukan sebanyak 38,70 % Sulinggih yang melakukan Surya Sevana dan Sulinggih yang melakukan japa dalam Peganggan sebanyak 9,67 %. Jumlah ini sangat fantastis bila dibandingkan dengan jumlah Sulinggih yang tidak berjapa. Jumlah Sulinggih yang tidak berjapa lebih banyak di bandingkan jumlah Sulinggih yang berjapa. Sulinggih yang menerapkan ajaran Siwaphaksa sebanyak 80 % ( 12 dari 15 0rang) Sulinggih yang berjapa. Sulinggih yang berjapa berdasarkan Siwaphaksa berasal dari keturunan (klan) Ide bagus, Dukuh, Bhagawan, Pande dan Pasek. Sementra 20 % (3 dari 15 orang) Sulinggih yang berjapa menerapkan Buddhaphaksa. Sulinggih yang menerapkan Buddhaphaksa. Peneliti menemukan tidak semua Sulinggih menggunakan siwopakarana khususnya Sulinggih Buddha. Sulinggih yang berasal dari Brahmana Buddha tidak menggunakan siwopakarana 6

7 Hasil Penelitian menemukan penyebab para Sulinggih berjapa pada Kali Yuga ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab Japa yang dilakukan para Sulinggih yang berasal dari dalam diri seorang Sulinggih itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara pada umumnya Japa dalam Surya Sevana atau Peganggan merupakan suatu keinginan untuk lebih meningkatkan ketenangan diri, hati semakin nyaman dan Japa juga merupakan suatu proses pembelajaran dalam melancarkan pengucapan atau perapalan mantra atau melatih disiplin spiritual. Japa dalam Surya Sevana merupakan Dharmaning Kawikon. Serta menjalankan Kesulinggihan merupakan suatu media untuk mempersiapkan diri menuju kematian. Faktor eksternal yang menyebabkan para Sulinggih berjapa adalah karena dalam beragama terjadi kehampaan spiritual hal ini disebabkan karena tingkat pemahaman teradap suatu sumber-sunber sastra yang sangat dangkal. Sumber sastra juga mewajibkan untuk Japa. Sumber sastra yang menganjurkan untuk menerapkan pelaksanaan Japa pada Kali Yuga antara lain: Sumber sastra yang memperkuat atau menguraikan tentang Berjapa. Sastra sastra yang menganjurkan untuk Japa (mengucapkan nama tuhan) antara lain: Bhagavadgita, Bhagavata Purana, Veda Caitanya Caritamrta, Brhan naradiya-purana dan Manawa Dharmasastra. Selain sumber sastra di atas peneliti juga menemukkan beberapa lontar yang sudah di bukukan. Lontar yang berkaitan dengan Pengucapan nama Suci Tuhan (Japa) dalam bentuk Ista Dewata, Mantra Om dan Aksara Suci. Lontar Tattva Sangkaning Dadi Janma, Tutur Angkus Prana dan Bhuwana Mereke sudah dibukukan ini di Dokumentasi, alih aksara dan di terjemahkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Bhagavadgita merupakan untaian sabda sabda Tuhan (Bhagavan, Krisna. Bhaktivedanta (2006: ) menguraikan tentang; yajna, Nama Suci Tuhan (nama Smaranam) atau Ista Dewata, aksara Om dan Aksara Suci. Dan faktor eksternal yang kedua adalah peran Sulinggih sebagai adi Guru Loka menuntut seorang Sulinhgih untuk menjadi manusia super, hal ini berkaitan dengan Sulinggih adalah Siwa itu sendiri. Dibawah ini terdapat jumlah ista 7

8 dewata, Aksara Suci dan Aksara Suci Om yangdi puja pada prosesi Surya Sevana dan Peganggan. Jumlah Berjapa Dalam Proses Surya Sevana dan Peganggan No Berjapa Dalam Peganggan Jumlah No Berjapa Dalam Surya Sevana Jumlah 1 Gangga 106 kali 1 Çiva 41 kali 2 Buddha 101 kali 2 Rudrä 20 kali 3 Siwa 32 kali 3 Agni 17 kali 4 Visnu 21 kali 4 Çiva-Äditya 12 kali 5 Surya 21 kali 5 Brahmä 12 kali 6 Iswara 17 kali 6 Viñëu 12 kali 7 Saraswati 16 kali 7 Éçvarā 11 kali 8 Yamuna 9 kali 8 Parama Çiva 8 kali 9 Sindhu 7 kali 9 Gaìga 8 kali 10 Bhima 7 kali 10 Sada Çiva 6 kali 11 Serayu 7 kali 11 Mahadeva 6 kali 12 wipasa 6 kali 12 Surya 3 kali 13 Kausaki 6 kali 13 Sarasvati 3 kali 14 Isana 6 kali 14 Yamuna 3 kali 15 Mahadewa 5 kali 15 Oà 628 kali 16 Indra 5 kali 16 Aksara Suci 713 kali 17 Candra 4 kali 18 Rudra 4 kali 19 Baherawa 4 kali 20 Bamadewa 3 kali 21 Om 861 kali 22 Aksara Suci 1025 kali jumlah 2237 kali jumlah 1521 kali Implementasi prosesi religi dalam pelaksanaan Surya Sevana atau Peganggan terlihat dalam: pertama, adanya keinginnan untuk Japa dalam Surya Sevana atau Peganggan yang didasari atas dasar pengetahuan. Sulinggih mengetahui bahwa pekaksanaan Japa dalam Surya Sevana atau Peganggan adalah Suatu kewajiban yang harus di lakukan. Kedua, adanya pengalaman rasa yang di muncul pada saat melaksanakan Surya Sevana atau Peganggan. Ketiga, adanya keyakinan yang semakin kuat tentang pelaksanaan Surya Sevana atau Peganggan memberikan fibrasi yang sangat luar biasa bagi bagi dirinya sendiri ataupun bagi 8

9 alam semesta. Sulinggih melakukan Berjapa pada saat Surya Sevana atau Peganggan tanpa pamrih akan meningkatkan kemampuan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan suatu jalan atau pintu masuk untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan jiwa. Dalam proses Japa pada proses Surya Sevana dan Peganggan di atas terkandung makna religiusitas, diantaranya: Pertama, proses penyucian diri dan penyucian alat Alat yang di gunakan pada saat melaksanakan Surya Sevana. Kedua, melakukan pranayama dan di akhiri dengan peleburan kotoran yang ada di dalam diri. Pelaksanaan proses Surya Sevana dan Pegannggan selalu di awali dengan penyucian diri yang diiring oleh untaian Japa Mantra dan suara Ghanta serta Mudra. Tujuan menyucikan diri ini juga bertujuan untuk mencapai ketenanagn di dalam diri. Pengendalian diri adalah pengendalian dalam hal berpikir, berkata dan bertindak. Dalam buku yang sama Muktananda (2007:79) menuliskan keadaan batin ini sinar didalam jiwa paling menakjubkan, kita harus mengenal sinar itu dengan meditasi. Ketika pikiran intelek kita mendekati dalam meditasi maka itu adalah kebahagiaan tertinggi, ananda. Untuk itu bermeditasilah pada jiwa yang sesungguhnya adalah saccidananda - jiwa, kesadaran dan kebahagiaan. Somvir (2008:55) menuliskan bahwa tasya vacakah pranavah (mengucapkan dan merenungkan nama Tuhan melalui pikiran adalah meditasi ). AUM, AUM juga nama Tuhan). Siwananda (2009:98) menulis bahwa Keadaan spiritual yang tinggi akan di capai melalui anugrah Iswara. Kebahagiaan batin dewasa ini sangat sulit sekali di ca SIMPULAN Japa adalah mengucapkan nama Suci Tuhan secara berulang ulang sesuai dengan aturan yang berlaku. Ada tiga bentuk berjapa yang dilakukan oleh Para Sulinggih di Denpasar Utara. Pertama; Berjapa dalam proses Surya Sewana oleh Sulinggih Siwa, yang menganut ajaran Siwaphaksa. Kedua, berjapa dalam proses 9

10 peganggan oleh Sulinggih Buddha, yang menerapkan ajaran buddhaphaksa. Ketiga Sulinggih yang berjapa di luar Surya Sevana dan Peganggan. Ada du faktor penyebab para Sulinggih Berjapa. Pertama,faktor internal para Sulinggih berjapa pada Kali Yuga meliputi: japa dapat meningkatkan ketenangan diri. Japa sebagai wujud disiplin spiritual. Berjapa merupakan dharmaning kawikon dan berjapa merupakan persiapan menuju kematian. Unsur eksternal meliputi ajuran yang wajib diimplimentasikan dari sastra-sastra suci. Kehampaan spiritual juga disebabkan karena peran Adi guru Loka yang terabaikan serta lebih mengutamakan kepada peranan Sulinggih pada tataran Nglokaphalasraya. Makna teologis Sulinggih berjapa pada Kali Yuga, yaitu makna religiusitas dan makna spiritualiatas. Makna religiusitas antara lain penyucian diri awal menapaki kehidupan religius. Pengendalian diri mampu memfilter pengaruh Kali Yuga. Makna spiritualitas adalah adanya kebahagiaan batin dengan melaksanakan manacika japa. Serta berjapa merupakan puncak kesadaran spiritual SARAN Berjapa sebagai suatu kewajiban hendaknya jangan di tinggalkan. Sebab berjapa merupakan yajna yang sangat sederhana tetapi tersirat makna yang sangat luar biasa. Sehingga dipandang perlu untuk: 1. Sulinggih Istri hendaknya mencoba untuk melakukan japa pada proses Surya Sevana ataupun dalam proses Peganggan, mengingat hal ini merupakan suatu kewajiban bagi seorang Sulinggih. 2. Mari kita bersama sama unruk menggali jnana yang tersirat dan tersurat pada sekecil apapun yajna yang kita lakukan, sehingga akan mengahasilkan utamaning utama dari suatu yajna. 3. Lakukanlah Prosesi Surya Sevana sebelum matahari terbit agar senantiasa selalu sehat jasmani dan rohani, serta dapat meningkatkan kualitas spiritual badan material yang menyelimuti atman. 10

11 4. Implimentasikan pewilangan yang di lakukan oleh Lubdaka tersirat dalam bentuk Japa. Pewilangan ini memiliki makna siapapun yang melakukan Japa merupakan suatu bentuk sikaphati-hati dan waspada. Dan kita senantiasa untuk selalu dalam keadaan jagra (waspada dalam keadaan sadar) pada setiap kondisi apapun. UCAPAN TERIMAKASIH Ku persemabhakan Karya Tulis ini kepada Ibunda yang selalu dan senantiasa merestui, Guru (Dosen/Sulinggih) yang selalu membimbing dan menuntun jalanku. Suami dan Putra Putri yang tercinta yang sanantiasa selalu bersabar serta menjadi inspirasiku. Keluaga besar Gd Soemerta Tanaja serta semua pempaca yang budiman DAFTAR PUSTAKA A.C Bhaktivedanta Svami Prabupada Bhagavadgita Menurut Aslinya Hanoman Sakti: Jakarta. Muktananda, Swami Spiritualitas Hindu Untuk Kehidupan Modern. Media Hindu:Jakarta Siwananda, Swami Cahaya Kekuatan Bhatin dan Kebijaksanaan. Paramita Surabaya Somvir Mari beryoga Bali-India Fondation: Denpasar. 11

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

SWAMI MENGHILANGKAN KERAGUAN KITA

SWAMI MENGHILANGKAN KERAGUAN KITA SWAMI MENGHILANGKAN KERAGUAN KITA PERCAKAPAN SWAMI DENGAN BHAKTA (Dikompilasi dari berbagai pertemuan dengan Bhagavan Sri Sathya Sai Baba) Pikiran manusia adalah lembaran kertas putih ketika ia dilahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Hindu merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan

Lebih terperinci

MIMAMSA DARSANA. Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk

MIMAMSA DARSANA. Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk 1 MIMAMSA DARSANA Oleh: IGN. Suardeyasa, S.Ag dkk 1. Pendahuluan Agama Hindu berkembang ke seluruh dunia dengan kitab sucinya Weda, disesuaikan dengan budaya lokal (local genius). Sebagai payung dalam

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn PAMERAN: KOLABORASI INTERNASIONAL ALL GREE VS TAPAK TELU THE INDONESIAN INSTITUTE OF THE ARTS

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah 1. Pengertian Atman adalah. a. Percikan terkecil dari Sang Hyang Widhi Wasa b. Tidak terlukai oleh api c. Tidak terlukai oleh senjata d. Tidak bergerak e. Subha Karma Wasa 2. Fungsi Atman dalam mahluk

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Dosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H OLEH: I PUTU CANDRA SATRYASTINA 15.1.2.5.2.0800 PRODI

Lebih terperinci

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu Oleh : Hj. A. Nirawana Abstract Menggapai nirwanan adalah sebuah tujuan spiritual dalam agama hindu. Tulisan berikut ingin menelusuri sejauhmana makna nirwana dan langkahlangkah pencapaiannya bagi penganut

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan Yulia Ardiani Staff UPT Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Perayaan kemenangan dharma melawan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN...

DAFTAR ISI... SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN... 2 DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... i ii LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... iii iv v vi

Lebih terperinci

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu

Jadi keenam unsur kepercayaan (keimanan) tersebut di atas merupakan kerangka isi Dharma (kerangka isi Agama Hindu). Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu Bab 4 Dasar Kepercayaan Hindu 4.1 Dasar Kepercayaan Hindu Bersumber Pada Atharwa Weda Dasar kepercayaan (keimanan) dalam agama Hindu disebut Sraddha, yang dinyatakan di dalam ayat suci Atharwa Weda berikut.

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pendidikan adalah upaya menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap insan. Potensi itu berupa kemampuan berbahasa, berfikir, mengingat menciptakan

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah

Lebih terperinci

Lampiran 07 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Tri Sëmaya pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu di SMA Negeri 8 Denpasar

Lampiran 07 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Tri Sëmaya pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu di SMA Negeri 8 Denpasar Lampiran 07 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Tri Sëmaya pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu di SMA Negeri 8 Denpasar RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan Kelas / Semester

Lebih terperinci

Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, November Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali

Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, November Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, 16 22 November 2008. Kapan Boleh Menikah? Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali DEWASA atau belumnya seseorang niscaya sudah ditentukan batasnya. Sebelum

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar UPACARA NILAPATI BAGI WARGA MAHA GOTRA PASEK SANAK SAPTA RSI DI BANJAR ROBAN DESA TULIKUP KECAMATAN GIANYAR KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMATANGAN JIWA KEAGAMAAN GENERASI MUDA HINDU MELALUI PEMBELAJARAN ASTANGGA YOGA

MEMBANGUN KEMATANGAN JIWA KEAGAMAAN GENERASI MUDA HINDU MELALUI PEMBELAJARAN ASTANGGA YOGA MEMBANGUN KEMATANGAN JIWA KEAGAMAAN GENERASI MUDA HINDU MELALUI PEMBELAJARAN ASTANGGA YOGA Oleh Ida Bagus Kade Yoga Pramana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Astangga Yoga merupakan suatu metode

Lebih terperinci

MAKNA PERANGKAT PEMUJAAN BUDHA PAKSA PAKARANA

MAKNA PERANGKAT PEMUJAAN BUDHA PAKSA PAKARANA MAKNA PERANGKAT PEMUJAAN BUDHA PAKSA PAKARANA Oleh: Fakultas Pendidikan Agama dan Seni Universitas Hindu Indonesia, Denpasar dayuudevi@yahoo.com Abstract The Budha Paksa Pakarana has the means of worship

Lebih terperinci

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR (Analisis Pendidikan Agama Hindu) Oleh I Made Agus Sutrisna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. Lokasi Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata Selatan No. 200 i Kelurahan Ketintang Kota Surabaya, dengan luas wilayah 297 Ha. Ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan Skripsi. yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu

Bab 5. Ringkasan Skripsi. yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu Bab 5 Ringkasan Skripsi Jepang adalah salah satu negara maju di dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu faktor penting yang menyertai

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

Beberapa Kunci Penting Dalam Latihan

Beberapa Kunci Penting Dalam Latihan Beberapa Kunci Penting Dalam Latihan Ada tiga cara : pertama adalah pernapasan, kedua adalah ulah batin dan ketiga adalah frekuensi. Jika ketiganya digabungkan, berarti hanya ada satu. Kalau kita terlalu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, artinya penelitian yang

BAB III METODOLOGI. Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, artinya penelitian yang BAB III METODOLOGI A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, artinya penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif yang berupa kata-kata tertulis terhadap apa yang diamati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian Tidak Ada Ajahn Chan Kelahiran dan Kematian Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri Anda sendiri dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan?" Tanyakan diri Anda sendiri dengan pertanyaan ini

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra

PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU. Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra PELAKSANAAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN UMAT HINDU Oleh : Drs. I Made Purana, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak Tri Hita Karana pada hakikatnya adalah sikap hidup

Lebih terperinci

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT

BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Menimbang : BHISAMA SABHA PANDITA PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT Nomor : 3/Bhisama /Sabba Pandita Parisada Pusat/X/2002 Tentang PENGAMALAN CATUR WARNA Atas Asung Kertha Wara Nugraha Hyang Widhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah banyak ungkapan yang dilontarkan bertalian dengan hubungan antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai aspek kebudayaan Bali,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS KOMPARATIF. daerah yang sama, yaitu India. Sehingga memiliki corak, budaya serta ritual

BAB V ANALISIS KOMPARATIF. daerah yang sama, yaitu India. Sehingga memiliki corak, budaya serta ritual BAB V ANALISIS KOMPARATIF A. Persamaan Agama Hindu dan Budha merupakan satu rumpun agama dan berasal dari daerah yang sama, yaitu India. Sehingga memiliki corak, budaya serta ritual keagamaan yang terkandung

Lebih terperinci

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu) OLEH: KOMANG HERI YANTI email : heryan36@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Ardani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar made.ardani6@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48 ESENSI TRADISI UPACARA DALAM KONSEP YAJÑA NI PUTU SUDEWI BUDHAWATI STAHN. Gde Pudja Mataram ABSTRAK Tri Kerangka Dasar Agama Hindu, aspek upacara ( ritual ) merupakan aspek yang lebih ekspresif dibandingkan

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA

DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA DESKRIPSI PENATAAN TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA DEWATA NAWA SANGA Produksi ISI Denpasar pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali XXX di Depan Museum Bajra Sandhi Tahun 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu ESENSI LINGGA YONI DI PURA BATUR NING DESA PAKRAMAN SAYAN, KECAMATAN UBUD, KABUPATEN GIANYAR OLEH: I NYOMAN SUDIANA Email : sudiana_syn@yahoo.com Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembimbing I I Ketut

Lebih terperinci

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA AGNIHOTRA DI ASHRAM VEDA POSHANA DESA PAKRAMAN SADING KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA AGNIHOTRA DI ASHRAM VEDA POSHANA DESA PAKRAMAN SADING KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA AGNIHOTRA DI ASHRAM VEDA POSHANA DESA PAKRAMAN SADING KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh Ni Gusti Made Sulastri Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract Bhakti

Lebih terperinci

Rangkuman Isi Buku Dasar Dasar Meditasi ( The Science of Meditation ) karya : Torkom Saradayrian

Rangkuman Isi Buku Dasar Dasar Meditasi ( The Science of Meditation ) karya : Torkom Saradayrian Rangkuman Isi Buku Dasar Dasar Meditasi ( The Science of Meditation ) karya : Torkom Saradayrian di susun oleh : Edy Pekalongan juni 2010 Tentang Meditasi Meditasi merupakan salah satu ilmu tersebesar

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan

Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan (Kajian Antropologi Agama) Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, dan gambaran kehidupan orang Hindu. Agama ini juga

BAB I PENDAHULUAN. budi pekerti, dan gambaran kehidupan orang Hindu. Agama ini juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk India. Agama ini dinamakan Hindu, karena di dalamnya mengandung adatistiadat, budi pekerti,

Lebih terperinci

1. Mengapa bermeditasi?

1. Mengapa bermeditasi? CARA BERMEDITASI 1. Mengapa bermeditasi? Oleh: Venerable Piyananda Alih bahasa: Jinapiya Thera Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? Sebenarnya, mereka ingin mencari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA 51 BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA A. Ajaran Agama Hindu tentang Penghormatan kepada Lembu Dalam pandangan agama Hindu binatang lembu merupakan binatang yang dihormati dan diagungkan. Lembu merupakan binatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Written by Pere Liagre Published Date Barangsiapa dibimbing oleh Roh Allah adalah putera Allah (bdk. Rm 8:14)

Written by Pere Liagre Published Date Barangsiapa dibimbing oleh Roh Allah adalah putera Allah (bdk. Rm 8:14) Barangsiapa dibimbing oleh Roh Allah adalah putera Allah (bdk. Rm 8:14) Ciri Teresia yang amat menonjol ialah: devosi dan keterangan dan ajaran tentang sifat seorang anak dalam 1 / 21 arti rohani. Jalan

Lebih terperinci

34. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SMP

34. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SMP 34. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SMP KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegawai biasa, mulai mencari spiritualitas di kehidupan kerja dan berusaha

BAB I PENDAHULUAN. pegawai biasa, mulai mencari spiritualitas di kehidupan kerja dan berusaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kita sedang menyaksikan tumbuhnya kesadaran spiritual di dunia korporat dan kehidupan kerja. Para eksekutif puncak, manajer menengah, bahkan para pegawai biasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di UPT. Puskesmas mranti Purworejo yang terletak di Jl. Mr. Wilopo No. 203 A kecamatan Mranti Kabupaten

Lebih terperinci

Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar. Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia.

Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar. Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia. Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia. Pemikiran kita tentang pendidikan terlalu sempit dan dangkal. Karena hanya mengejar suatu arah pelajaran

Lebih terperinci

GAYATRI MANTRAM FUNGSI DAN BERKAHNYA BAGI YANG MENGUCAPKAN

GAYATRI MANTRAM FUNGSI DAN BERKAHNYA BAGI YANG MENGUCAPKAN GAYATRI MANTRAM FUNGSI DAN BERKAHNYA BAGI YANG MENGUCAPKAN OM AWIGHNAM ASTU NAMO SIDDHAM Sudah banyak diantara umat Hindu yang mengenal dan hafal mantra Gayatri, namun belum semua diantara yang hafal dan

Lebih terperinci

Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa

Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa 1 Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa Sujud kepada Guruku, Manjushri yang belia! Yang melihat dan membabarkan pratityasamutpada (saling

Lebih terperinci

NILAI INTI KARAKTER ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS CERDAS ISTIMEWA SKRIPSI

NILAI INTI KARAKTER ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS CERDAS ISTIMEWA SKRIPSI NILAI INTI KARAKTER ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS CERDAS ISTIMEWA (Studi Fenomenologi di SMP Negeri 1 Boyolali) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN

NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN 2011 1 CINTA KASIH ( Oleh: PUTU NOPA GUNAWAN)** Om Swastyastu Dewan

Lebih terperinci

Mahapuja Satyabuddha

Mahapuja Satyabuddha Mahapuja Satyabuddha Seorang sadhaka Tantrayana, setiap kali bersadhana, harus memberikan persembahan. Dalam Catur Prayoga, merupakan Persembahan Mandala. Saya pernah berkata, Manusia di dunia ini, kalau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Pengetahuan tentang peran wanita. Oleh karena perbedaan fisik dan psikis, maka

BAB IV ANALISIS DATA. Pengetahuan tentang peran wanita. Oleh karena perbedaan fisik dan psikis, maka BAB IV ANALISIS DATA Dari data yang disajikan oleh peneliti dapat dianalisis lebih lanjut dengan mengemukakan persamaan dan perbedaan peran yang ada dalam agama Islam dan Hindu. Wanita dalam pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang. ebudayaanpadahakekatnyamemberi identitaskhusussertamenjadi modal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang. ebudayaanpadahakekatnyamemberi identitaskhusussertamenjadi modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangdanMasalah 1.1.1 LatarBalakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyaiberbagaimacamsukudankebudayaan.keanekaragamansukubangsadank ebudayaanpadahakekatnyamemberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdoa dan sembahyang merupakan kewajiban yang utama bagi manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, Do a atau sembahyang merupakan wujud rasa syukur, memohon perlindungan,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu(S-I) Oleh : IKA MUSAROFAH

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu(S-I) Oleh : IKA MUSAROFAH 1 PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH I PURWOKERTO TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di Dusun

BAB III METODE PENELITIAN. Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di Dusun 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Industri Batu Bata Dusun Somoketro III, Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Alasan peneliti memilih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini mengenai konsep diri pada perempuan penderita tumor jinak payudara, metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Metode

Lebih terperinci

SEKAPUR SIRIH. - Ciptakan kemitraan strategis dengan berbagai stakeholders untuk membangun kekuatan sebagai agent of change.

SEKAPUR SIRIH. - Ciptakan kemitraan strategis dengan berbagai stakeholders untuk membangun kekuatan sebagai agent of change. SEKAPUR SIRIH Salam Sejahtera untuk Kita Semua, Om Swastiastu, Tingkatkan hubungan harmon is antara manusia-alam-tuhan sehingga mendorong kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Kepada Umat Parisada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak dalam Keluarga pada Bidang Pendidikan, berlokasi di Dusun Pandanan Desa Pandanan Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bali memiliki kekhasan sosial dalam membina kekerabatan secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan ikatan sosial dalam

Lebih terperinci

(Perspektif Teologi Hindu)

(Perspektif Teologi Hindu) IMPLEMENTASI KONSEP PEMUJAAN SAGUNA BRAHMAN DI PURA SAMUANTIGA DESA BEDULU KECAMATAN BLAHBATUH KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Teologi Hindu) Oleh : Ni Nyoman Sriani komingriani@yahoo.com Institut Hindu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi adalah studi mengenai bagaimana manusia mengalami kehidupannya di

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA REMAJA DALAM SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI. oleh ELIA PUTRI MAHARANI NIM

RAGAM BAHASA REMAJA DALAM SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI. oleh ELIA PUTRI MAHARANI NIM RAGAM BAHASA REMAJA DALAM SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI oleh ELIA PUTRI MAHARANI NIM 070210402091 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU

DESKRIPSI PEMELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DESKRIPSI PEMELAJARAN MATA DIKLAT TUJUAN DURASI PEMELA JARAN : PENDIDIKAN AGAMA HINDU : 1. Membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperoleh keturunan. Dalam agama Hindu sebuah perkawinan ( wiwaha)

BAB I PENDAHULUAN. dan memperoleh keturunan. Dalam agama Hindu sebuah perkawinan ( wiwaha) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan. Perkawinan bertujuan untuk membina keharmonisan rumah tangga dan memperoleh keturunan.

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar PENERAPAN MODEL NHT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PENGUASAAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 JATIPURWO, JATIPURO, KARANGANYAR TAHUN 2012/2013 SKRIPSI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali Tradisional yang dibentuk oleh pupuh-pupuh. Setiap pupuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD 28. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebab merupakan langkah-langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Sebab merupakan langkah-langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam sebuah penelitian. Sebab merupakan langkah-langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data atau informasi yang

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. 1. Sejarah Berdirinya Pura Tirtha Gangga Suraba. dalam Islam disebut dengan musholla. Pada waktu itu dibangunlah Pura yang

BAB III PENYAJIAN DATA. 1. Sejarah Berdirinya Pura Tirtha Gangga Suraba. dalam Islam disebut dengan musholla. Pada waktu itu dibangunlah Pura yang BAB III PENYAJIAN DATA A. Profil Pura Tirta Gangga Surabaya 1. Sejarah Berdirinya Pura Tirtha Gangga Suraba Pura Tirta Gangga yang terletak di Jalan Kertajaya Gubeng X/6 Surabaya Jawa Timur dibangun pada

Lebih terperinci

PEMBINAAN AKHLAK REMAJA MUSLIMAH MELALUI KEGIATAN CHARACTER BUILDING DI DESA TANAH WULAN KECAMATAN MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2016 SKRIPSI

PEMBINAAN AKHLAK REMAJA MUSLIMAH MELALUI KEGIATAN CHARACTER BUILDING DI DESA TANAH WULAN KECAMATAN MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2016 SKRIPSI PEMBINAAN AKHLAK REMAJA MUSLIMAH MELALUI KEGIATAN CHARACTER BUILDING DI DESA TANAH WULAN KECAMATAN MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkarya Tuhan, iman, agama, dan kepercayaan pada saat sekarang ini kembali menjadi satu hal yang penting dan menarik untuk diangkat dalam dunia seni rupa, dibandingkan

Lebih terperinci

PERANAN LEMBAGA AISYIYAH DALAM PEMBERDAYAAN WANITA RAWAN SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN JEMBER

PERANAN LEMBAGA AISYIYAH DALAM PEMBERDAYAAN WANITA RAWAN SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN JEMBER PERANAN LEMBAGA AISYIYAH DALAM PEMBERDAYAAN WANITA RAWAN SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN JEMBER THE ROLES OF AISYIYAH INSTITUTE IN EMPOWERMENT OF SOCIO-ECONOMIC VULNERABLE WOMEN IN JEMBER REGENCY SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

BAB III METODE PENELITIAN. yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif- Kualitatif, Bogdan dan Taylor mendefinisikan Metodologi Kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

Lebih terperinci

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM 0501215003 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BALI JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2009 GEGURITAN

Lebih terperinci

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: 201202010 PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR DENPASAR

Lebih terperinci

BUPATI BURU. Bismilahirahmanirahim Assalamualaikum Wr. Wb dan salam sejahtera

BUPATI BURU. Bismilahirahmanirahim Assalamualaikum Wr. Wb dan salam sejahtera BUPATI BURU Bismilahirahmanirahim Assalamualaikum Wr. Wb dan salam sejahtera Alhamdulillahirabil alamin, wabihi nasta inu ala umuriddunia waddin, wasalatu wasalammu ala asrafil ambiyai walmursalim wa ala

Lebih terperinci