HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA REMAJA Fema Rachmawati Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas 9, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta, Abstract This study aimed to determine the relationship between the emotional maturity to conformity in adolescents. The subjects were students of class XI at SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Data collection methods used in this research is the scale, the scale of conformity and emotional maturity scale. Analysis using Pearson's correlation technique of Product Moment and help computing statistical program SPSS for Windows 18:00. Categorization results showed 90 contained 73% of the study subjects had the emotional maturity of categorization was, 92 contained 74% of the study subjects had moderate conformity to the categorization. Based on the comparison of hypothetical Mean Mean empirical and emotional maturity categorization of subjects included in the study were likely to be high, whereas conformity categorization of subjects included in the study were likely to be high. The results of the correlation coefficient r = with a significance level (p) (p <0.01). The results showed that there is a significant positive relationship between the variables with the variables of emotional maturity on adolescent conformity. Based on the analysis we concluded that there is a significant positive relationship between the variables of emotional maturity on adolescent conformity with the variable, meaning that the higher the emotional maturity of higher conformity, conversely the lower the lower the emotional maturity of conformity. Keywords: Emotional maturity and conformity Abstrak

2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan konformitas pada remaja. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI pada SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu skala konformitas dan skala kematangan emosi. Analisis dengan menggunakan teknik korelasi dari Pearson s Product Moment dan bantuan komputasi program statistik SPSS for Windows. Hasil kategorisasi menunjukkan 90 subjek penelitian terdapat 73% memiliki kematangan emosi pada kategorisasi sedang, 92 subjek penelitian terdapat 74 % memiliki konformitas pada kategorisasi sedang. Berdasarkan perbandingan Mean empirik dan Mean hipotetik kematangan emosi subjek penelitian termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi, sedangkan konformitas subjek penelitian termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi. Hasil koefisien korelasi r = 0,278 dengan taraf signifikansi (p) 0,002 (p < 0,01). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel kematangan emosi dengan variabel konformitas pada remaja. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif sangat signifikan antara variabel kematangan emosi dengan variabel konformitas pada remaja, artinya semakin tinggi kematangan emosi semakin tinggi konformitas, sebaliknya semakin rendah kematangan emosi semakin rendah konformitas. Kata kunci: Kematangan emosi dan Konformitas Pendahuluan Sekarang ini teknologi berkembang sangat pesat. Semua informasi lebih cepat diterima dan disebarkan melalui berbagai macam media. Baik media cetak ataupun media elektronik. Semua data atau informasi yang dibutuhkan dapat diakses melalui internet, dapat dilihat melalui media elektronik seperti televisi ataupun majalah. Semua informasi tentang mode, gaya hidup atau perkembangan gadget dapat diperoleh dengan sangat mudah. Perkembangan teknologi informasi menciptakan kemudahan bagi manusia dalam melakukan berbagai macam kegiatan, baik dalam bidang pendidikan, sosial dan sebagainya. Teknologi akan selalu berkembang sejalan dengan semakin tingginya ilmu pengetahuan. Bagi para remaja perkembangan teknologi sangat menguntungkan. Remaja dapat mengakses internet untuk memudahkan mereka menambah pengetahuan. Perkembangan remaja sekarang tidak lepas dari teknologi yang ada sekarang. Remaja merupakan masa transisi pencarian jati diri. Remaja menghabiskan waktunya lebih banyak di luar rumah, mereka lebih senang berkumpul bersama teman sebaya. Remaja membuat kelompok dan membuat suatu norma atau aturan

3 yang harus dipatuhi. Remaja melakukan banyak hal ketika bersama dengan teman sebaya. Mereka menyamakan model, tingkah laku, gaya berpakaian dan lainnya. Sebagian remaja meniru hal tersebut dari model yang mereka idolakan. Mereka melihat dari televisi, internet, majalah dan media lainnya. Melalui perkembangan teknologi sekarang ini, semakin mudah remaja untuk mengakses informasi yang mereka inginkan. Apapun yang dikenalkan atau perilaku yang ditampilkan model tersebut yang ditiru dalam kehidupan sehari-hari agar dianggap selalu up to date, semakin popular, dan terlihat sama di lingkungan teman sebayanya. Bukan hanya mode dan gaya hidup saja yang remaja tiru, namun perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat remaja akses lebih cepat. Mereka mengimitasi segala yang mereka lihat dari televisi, maupun majalah dari idolanya dan menerapkannya dikehidupan seharihari. Keinginan mengubah keyakinan atau perilaku agar terlihat sama dengan yang lain disebut dengan konformitas. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh meraka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja (Santrock, 2003). Konformitas teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, mencoret-coret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Namun, banyak konformitas pada remaja yang tidak negatif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota perkumpulan. Keadaan seperti ini dapat melibatkan aktivitas sosial yang baik, misalnya ketika suatu perkumpulan mengumpulkan uang untuk alasan yang benar (Santrock, 2003). Pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan tingkah laku lebih besar dari pada pengaruh keluarga. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok. Sebagai contoh dengan alasan ingin diterima oleh kelompoknya, maka remaja mencoba minum minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang atau merokok tanpa mempertimbangkan perasaannya sendiri, remaja cenderung mengikutinya. Tidak hanya hal negatif saja yang remaja ikuti, misal remaja berada pada lingkungan kelompok yang suka membaca buku, remaja tersebut juga akan ikut membaca buku agar saat bersama kelompoknya tidak dkucilkan karena wawasannya yang kurang. Penelitian mengenai konformitas lebih banyak menunjukkan konformitas negatif seperti penelitian Cipto (2010) menunjukkan bahwa konformitas terhadap kelompok juga merupakan salah satu faktor sosial dan cultural yang menyebabkan perilaku minum alcohol. Tekanan yang berupa ajakan maupun paksaan membuat subjek tidak enak menolak ajakan minum minuman beralkohol yang dilakukan oleh teman sebayanya. Rasa takut terhadap celaan sosial tersebut membuat emosi remaja menjadi tidak terkontrol. Rasa takut yang berlebihan dapat membuat emosi remaja menjadi

4 tidak stabil dan mampu melakukan apa saja demi mendapatkan pengakuan tersebut tanpa memikirkan akibat dari emosinya. Pada akhir masa remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya. Remaja sudah bisa menguasai emosinya sehingga tidak meledak-ledak seperti saat remaja awal tersebut dikatakan matang secara emosi. Remaja yang matang emosinya dapat mengontrol segala respon emosi dengan baik tanpa takut berbeda dengan yang lain saat berada dalam kelompok. Remaja dengan kematangan emosi yang baik cenderung akan merespon segala sesuatunya dengan baik sehingga konformitas yang muncul akan bersifat positif. Namun, remaja yang kematangan emosinya kurang baik, cenderung akan melalukan konformitas yang negatif dan akan melakukan apa saja agar tidak ditolak oleh anggota kelompoknya. Peneliti menjadi tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan konformitaspada remaja. Konformitas Menurut Cialdini & Goldstein (Taylor, dkk, 2009) Konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau periloaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok. Zebua dan Nurdjayadi (2001) menambahkan bahwa konformitas berarti tunduk pada kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah tendensi seseorang untuk mengubah keyakinannya agar sama perilaku dengan orang lain. Taylor, dkk (2004) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu: a. Peniruan Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas. b. Penyesuaian Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok. c. Kepercayaan

5 Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap orang lain. d. Kesepakatan Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas. e. Ketaatan Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform terhadap hal-hal yang disampaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konformitas, yaitu: peniruan, penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan, ketaatan, kerelaan dan perubahan. Hal-hal tersebut yang membuat individu menjadi conform. Menurut Sears (2004) menyebutkan ada 4 faktor yang mempengaruhi konformitas, antara lain: a. Rasa Takut terhadap Celaan Sosial Alasan utama konformitas yang kedua adalah demi memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan kelompok. Misal, salah satu alasan mengapa tidak mengenakan pakaian bergaya Hawai ke tempat ibadah adalah karena semua umat yang hadir akan melihat dengan rasa tidak senang. b. Rasa Takut terhadap Penyimpangan Rasa takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial.setiap individu menduduki suatu posisi dan individu menyadari bahwa posisi itu tidak tepat. Berarti individu telah menyimpang dalam pikirannya sendiri yang membuatnya merasa gelisah dan emosi terkadang menjadi tidak terkontrol. Individu cenderung melakukan suatu hal yang sesuai dengan nilai-nilai kelompok tersebut tanpa memikirkan akibatnya nanti. c. Kekompakan Kelompok Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui dan semakin menyakitkan bila mereka mencela. d. Keterikatan pada Penilaian Bebas Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlawanan.

6 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas ada 8, yaitu: rasa takut terhadap celaan sosial, rasa takut terhadap penyimpangan, kekompakan kelompok, keterikatan pada penilaian bebas, kohesivitas, ukuran kelompok, norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif Konformitas pada Remaja Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang popular, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja.tekanan teman sebaya merupakan ide yang umum dalam kehidupan remaja.kekuatannya dapat diamati pada hampir tiap sisi kehidupan remaja. Kelompok sebaya merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, di sinilah individu dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dan nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya (Hurlock, 2004). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya memiliki peran yang penting dalam terjadinya konformitas pada remaja. Kelompok teman sebaya membuat norma-norma yang harus dipatuhi anggota kelompoknya, bila ada yang tidak mematuhinya, maka akan mendapatkan sanksi dari kelompoknya. Kematangan Emosi Menurut Goleman (2003) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Periode kehidupan emosinya sangat menonjol yaitu pada masa remaja, karena itu banyak perbuatan atau tingkah laku yang kadang-kadang sulit untuk dimengerti atau diterima dengan pikiran yang baik (Walgito, 2004).

7 Chaplin (2002) mengatakan bahwa kematangan emosi merupakan suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosi yang pantas bagi anak-anak.istilah kematangan atau kedewasaan emosi seringkali membawa implikasi adanya kontrol emosional. Bagian terbesar orang dewasa mengalami pula emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya di tengah-tengah situasi sosial. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk mengontrol emosinya secara tepat, tidak meledak-ledak dan tidak kekanak-kanakan. Menurut Walgito (2004) ada beberapa ciri-ciri kematangan emosi, yaitu: a. Dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti adanya, sesuai dengan keadaan obyektifnya. Hal ini disebabkan karena seseorang yang lebih matang emosinya dapat berfikir secara lebih baik, dapat berfikir secara obyektif. b. Tidak bersifat impulsive, akan merespon stimulus dengan cara berfikir baik, dapat mengatur pikirannya untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya. c. Mampu mengontrol emosi dan mengekspresikan emosinya dengan baik. d. Bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik. e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian. Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa ciri kematangan emosi yaitu: emosi yang stabil, menilai situasi secara kritis, emosi yang terkontrol, bersifat sabar dan penuh pengertian, mempunyai tanggung jawab yang baik, mampu berdiri sendiri dan tidak mudah mengalami frustasi. Kematangan emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Young (Maryati, dkk, 2007) mengungkapkan faktor yang mempengaruhi kematangan emosi seseorang yaitu: a. Faktor lingkungan Lingkungan tempat individu tinggal termasuk di dalamnya adalah lingkungan keluarga dan lingkungan sosial masyarakat. b. Faktor individu

8 Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan suatu hal juga dapat menimbulkan gejolak emosi pada dirinya.meliputi, kepribadian yang dimiliki setiap individu. c. Faktor pengalaman Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan mempengaruhi kematangan emosi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi ada tiga, yaitu: lingkungan, individu dan pengalaman. Hubungan Kematangan Emosi dengan Konformitas Masa remaja (15-18th) yaitu masa bangkitnya kepribadian. Masa ini diwarnai berkobar-kobarnya semangat dalam mencari dan menemukan identitas. Masa ini juga disebut masa badai dan dorongan. Pada masa ini remaja ingin meninggalkan tradisi lama dan menggantikannya dengan tradisi baru, sehingga menimbulkan keinginan dan kenyataan menjadi tidak seimbang serta menimbulkan ketegangan, seperti berperilaku layaknya orang dewasa namun menurut aturan diri sendiri (Dimjati, 2000). Menurut Hurlock (2004) masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya yaitu masa remaja sebagai periode masa mencari identitas. Penyesuaian diri dengan standar kelompok merupakan hal terpenting bagi setiap individu remaja. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Pencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Keinginan individu untuk sama dengan yang lain disebut dengan konformitas. Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan konformitas sebagai suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi konformitas salah satunya rasa takut terhadap celaan sosial. Menurut Mappiare (1982) Remaja melakukan konformitas demi memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan dari kelompok teman sebaya. Remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma yang ada dalam kelompok. Sikap penyesuaian diri dengan teman-teman sebaya selalu dipertahankan remaja, walaupun hal itu dapat menimbulkan pertentanganpertentangan antara remaja dengan orang tuanya akibat perbedaan nilai. Remaja sangat takut terhadap celaan sosial dari kelompoknya. Perasaan konformitas yang erat hubungannya dengan sumbangan yang diterima remaja dari teman sebayanya, sehingga remaja merasa dibutuhkan dan merasa berharga dalam situasi pergaulan. Rasa takut akan celaan sosial tersebut membuat remaja sulit untuk mengontrol emosinya. Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masa remaja. Hal tersebut menunjukkan emosi remaja yang belum matang.

9 Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh meraka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja (Santrock, 2003). Sementara hampir semua remaja mengikuti tekanan teman sebaya dan ukuran lingkungan sosial, namun ada juga beberapa remaja yang nonkonformis atau antikonformis. Antikonformis muncul ketika individu bereaksi menolak terhadap harapan kelompok dan kemudian dengan sengaja menjauhi dari tindakan atau kepercayaan yang dianut oleh kelompok. Para remaja membutuhkan banyak kesempatan untuk berbicara dengan teman sebaya dan orang dewasa tentang dunia sosial mereka. Remaja perlu mengalami kesempatan untuk sukses, baik di dalam maupun di luar sekolah, yang meningkatkan rasa kepemilikan atas kontrol atas dirinya sendiri. Remaja mempelajari bahwa dunia sosial dapat dikontrol. Orang lain mungkin berusaha untuk mengontrolnya, tapi para remaja ini dapat memunculkan kontrol pribadi atas tindakan mereka dan pengaruh lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki kematangan emosi cenderung melakukan konformitas yang positif atau baik, sebaliknya jika remaja kurang memiliki kematangan emosi akan cenderung melakukan perilaku konformitas kearah yang negatif. Remaja yang memiliki kematangan emosi dapat memilih teman kelompok sebaya yang melakukan perilaku yang baik agar dapat diterima dalam kelompok tersebut. Remaja yang kurang memiliki kematangan emosi akan berperilaku apapun agar dapat diterima dalam kelompok tanpa memperdulikan perilaku negatif yang harus dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada hubungan yang positif antara kematangan emosi dengan konformitas pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi kematangan emosi semakin tinggi konformitas, sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka semakin rendah konformitas. Metode Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Variabel Tergantung : Konformitas (Y) 2. Variabel Bebas : Kematangan Emosi (X) Menurut Azwar (2010) populasi adalah sekumpulan subjek yang akan dikenai generalisasihasil penelitian, dengan syarat harus memiliki ciri-ciri dan karakteristik yaitu tercatat sebagai siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan duduk di kelas XI. Subjek yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas XI di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik sama dengan populasi (Azwar, 2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan

10 dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling, yaitu teknik pengambilan subjek dengan melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual (Azwar, 2010). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara menggunakan random terhadap kelompok kelas, untuk mendapatkan jumlah kelas tersebut harus melakukan randomisasi terhadap jumlah kelas yang ada dengan cara melakukan undian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala. Skala adalah daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek yang disusun berdasarkan aspek-aspek dari atribut yang akan diukur. Penelitian ini menggunakan dua (2) buah skala yaitu Skala Konformitas dan Skala Kematangan Emosi. Skala konformitas terdiri dari 50 aitem. Skala ini disusun berdasarkan aspek konformitas, yaitu peniruan, penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan dan ketaatan. Sedangkan skala kematangan emosi terdiri dari 50 aitem. Skala ini disusun berdasarkan ciri-ciri kematangan emosi, yaitu dapat menerima keadaan diri sendiri dan orang lain secara obyektif, tidak bersifat impulsive, mampu mengontrol emosi, sabar dan penuh pengertian, dan mempunyai tanggung jawab. Pengambilan data uji coba skala konformitas dan skala kematangan emosi dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012, sedangkan pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 7-10 Januari 2013 di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Pada penelitian ini semua jawaban yang telah diisi subjek diskor dan ditabulasi, selanjutnya data uji coba tersebut dilakukan analisis aitem.estimasi koefisien reliabilitas dalam penelitian menggunakan metode single trial administration yaitu dengan penyajian satu bentuk skala yang dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek untuk menghasilkan informasi mengenai keajegan (konsistensi) internal alat ukur (Suryabrata, 2005). Pengukuran reliabilitas alat ukur menggunakan teknik Alpha (Cronbach) sedangkan indeks daya diskriminasi aitem diperoleh berdasarkan corrected item total correlation. Analisis aitem dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Product & Service Solution) 18.0 version for windows. Hasil Aitem-aitem konformitas yang daya diskriminasinya tidak mencapai korelasi aitem totalnya maka aitem tersebut akan disingkirkan atau diperbaiki terlebih dahulu sebelum dapat menjadi bagian dari skala, karena dengan membuang aitem tersebut

11 alpha skala akan menjadi lebih tinggi, maka dilakukan dua tahap sehingga didapat 20 aitem valid dan 30 aitem gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,874.. Aitem-aitem yang daya diskriminasinya tidak mencapai korelasi aitem totalnya maka aitem tersebut akan disingkirkan atau diperbaiki terlebih dahulu sebelum dapat menjadi bagian dari skala, karena dengan membuang aitem tersebut alpha skala akan menjadi lebih tinggi, maka dilakukan dua tahap sehingga didapat 37 aitem valid dan 13 aitem gugur dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,882. Skor Empirik dan Hipotetik Skala Kematangan Emosi dan Skala Konformitas Empirik Hipotetik Variabel Mi Mean SD n Maks Σ µ Min Maks Kematangan Emosi ,5 12, Konformitas ,5 12, Berdasarkan skor empirik dan hipotetik menunjukkan bahwa kematangan emosi termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi dan konformitas termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi. Hasil analisis korelasi ganda diperoleh koefisien korelasi sebesar r = 0,278 dengan taraf signifikansi (p) 0,002 (p < 0,01) hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku konformitas. Hasil analisis korelasi product moment menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku konformitas dengan taraf signifikansi (p) 0,002 (p < 0,01) dan koefisien korelasi sebesar r = 0,278. Artinya semakin tinggi kematangan emosi maka semakin tinggi konformitas dan semakin rendah kematangan emosi maka semakin rendah konformitas. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Zebua dan Nurdjayadi (2001) yang menyebutkan bahwa konformitas adalah satu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut. Tampaknya banyak remaja bersedia melakukan berbagai perilaku demi pengakuan kelompok bahwa ia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelompoknya tersebut. Remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Sikap penyesuaian diri (conform) dengan teman sebaya selalu dipertahankan remaja, walaupun hal tersebut terkadang menimbulkan pertentangan dengan orang tua. Mereka sangat takut terkucilkan ataupun terisolir dari kelompoknya. Dalam hal emosi negatif, remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik.sebagian remaja dalam bertingkah laku masih sangat dipengaruhi oleh

12 emosinya.pengalaman dan latihan mengontrol emosi dapat membuat mereka sanggup mengontrol emosi dalam berbagai situasi. Peranan orang tua, guru dan terutama konselor sangat penting dalam hal ini, sebab mereka dapat melakukannya dengan penerimaan dan pemahaman dalam membantu kegiatan emotional catharsis, bila remaja ingin mencapai kematangan emosi. Remaja yang memiliki kematangan emosi cenderung melakukan konformitas yang positif atau baik, sebaliknya jika remaja kurang memiliki kematangan emosi akan cenderung melakukan perilaku konformitas kearah yang negatif. Remaja yang memiliki kematangan emosi dapat memilih teman kelompok sebaya yang melakukan perilaku yang baik agar dapat diterima dalam kelompok tersebut. Diterimanya hipotesis yang diajukan oleh peneliti menunjukkan bahwa ada hubungan antara kematangan emosi dengan konformitas. Kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat mengendalikan emosinya, serta dapat berfikir secara matang, baik dan objektif (Maryati, dkk, 2007). Seorang remaja dikatakan telah matang emosinya jika remaja tersebut mampu mengendalikan emosi dengan baik, berfikir secara matang dan tidak subjektif terhadap suatu penilaian ataupun norma yang kelompok tersebut berikan. Kategorisasi variabel konformitas dari 124 subjek penelitian diperoleh 21 subjek (17%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 92 subjek (74%) berada pada kategori sedang dan 11 subjek (9%) yang berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa subjek cenderung konformitas pada kehidupan sehari-hari dikarenakan subjek telah mendapatkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konformitas seperti rasa takut terhadap celaan sosial, rasa takut tehadap penyimpangan, kekompakan kelompok, dan keterikatan pada penilaian bebas (Sears, 2004). Kategorisasi variabel kematangan emosi dari 124 subjek penelitian diperoleh 22 subjek (18%) berada pada kategori tinggi, sebanyak 90 subjek (72%) berada pada kategori sedang dan 12 subjek (9%) yang berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kematangan emosi subjek cukup baik dikarenakan adanya bantuan lingkungan sekitar (orang tua, guru dan konselor) dan pengalaman yang membuat subjek dapat mengontrol emosinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinan (r Square) sebesar 0,077, hal ini menunjukkan besarnya sumbangan kematangan emosi terhadap konformitas sebesar 8%, sedangkan sisanya sebesar 92% merupakan sumbangan dari variabel lain yang merupakan faktor di luar variabel kematangan emosi. Beberapa variabel lain yang berpengaruh terhadap konformitas seperti pendapat yang dikemukakan oleh Sears (2009) yaitu ukuran kelompok, yaitu semakin meningkatnya konformitas apabila ukuran kelompok meningkat, setidaknya sampai titik tertentu. Keseragaman kelompok, yaitu seseorang yang berhadapan dengan mayoritas yang kompak akan cenderung untuk ikut menyesuaikan diri dengan mayoritas tersebut. Komitmen kepada kelompok, yaitu semua kekuatan positif atau negatif yang membuat seseorang tetap berhubungan atau tetap dalam kelompok. Keinginan individuasi, yaitu kesediaan seseorang untuk melakukan hal-hal yang secara publik membedakan mereka dari orang lain atau yang membuat mereka tampil beda.

13 Penelitian ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan karena keterbatasan peneliti. Kekurangan dalam penelitian ini adalah tidak ada batas antara konformitas negatif dan positif. Konformitas di kalangan remaja merupakan sesuatu yang wajar, antara konformitas dengan penyesuaian remaja tidak memiliki batasan yang cukup jelas. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dengan judul Hubungan Kematangan Emosi dengan Konformitas pada Remaja disimpulkan bahwa: 1. Adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan konformitas pada remaja. Artinya, semakin tinggi kematangan emosi semakin tinggi konformitas, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. 2. Adapun sumbangan efektif dari variabel bebas terhadap variabel tergantung sebesar 8%, artinya kematangan emosi mempengaruhi konformitas sebesar 8% selebihnya ada faktor lain yang dapat mempengaruhi konformitas. 3. Kematangan emosi subjek penelitian termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi. 4. Konformitas subjek penelitian termasuk dalam kategorisasi sedang cenderung tinggi. Saran 1. Toeritis Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitian tentang konformitas dengan melihat faktor lain karena konformitas tidak hanya dipengaruhi oleh kematangan emosi saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain seperti faktor lingkungan, faktor individu dan faktor pengalaman. Selain faktor-faktor tersebut peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar membatasi konformitas positif dan negatif secara jelas, sehingga peneliti selanjutnya dapat mengadakan penelitian dengan melihat faktor dan kelemahan tersebut. 2. Praktis Berdasarkan hasil penelitian antara kematangan emosi dengan konformitas pada remaja didapat hubungan positif artinya semakin tinggi kematangan emosi semakin tinggi konformitas, namun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, remaja masih sulit untuk mengontrol emosinya dan masih banyak yang berperilaku konformitas. Disaran bagi para orang tua, guru maupun konselor mampu membantu remaja untuk mengontrol emosinya agar lebih terkontrol dengan cara menyalurkan pada kegiatan yang positif dan memberikan

14 pemahaman agar menjadi diri sendiri itu lebih baik dari pada harus mendengarkan apa kata orang lain yang membuat remaja menjadi conform. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S Metode Penetilian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

15 Azwar, S Reliabilitas & Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron, R.A., Byrne, D & Barncombe, N.R Social Psychology Eleventh Edition. New York : PEARSON Cipto & Kuncoro, J Harga Diri dan Konformitas Terhadap Kelompok dengan Perilaku Minum Minuman Beralkohol pada Remaja. Jurnal Psikologi Proyeksi 5(1) : Chaplin. J.P Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Dimjati, M.M Psikologi Anak dan Remaja. Yogyakarta: Yayasan Aksara Indonesia Goleman, D Working With Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Hurlock, E.B Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Kartono, K & Gulo, D Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya Mappiare, A Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional Maryati, H., Alsa, A & Rohmatun Kaitan Kematangan Emosi dengan Kesiapan Menghadapi Perkawinan pada Wanita Dewasa Awal di Kecamatan Semarang Barat. Jurnal PsikologiProyeksi 2, 2, Monks, F.J Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press Robbins, S.P & Judge, T.A Perilaku Organisasi Buku 1 Edisi XII. Jakarta: Salemba Empat Santrock, J.W Adolescence Edisi VI. Jakarta: Gelora Aksara Pratama Sari, E.P & Nuryoto, S Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada 2 : Sarwono, S.W Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Jakarta: Balai Pustaka Sears, D.O Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga Stoess, A.W Conformity Behavior of Managers and Their Wives. Academy of Management Jurnal. 16, 433 Suryabrata, S Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi Offset

16 Susanto Hubungan Kreatifitas dengan Konformitas pada Siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Tatara, B.A & Suprihatin, T Konformitas dan Sikap Mahasiswi Terhadap Berbusana Sesuai Budaya Akademik Islam (Budai). Jurnal Psikologi Proyeksi 5(2): Taylor, S.E., Peplau, L.A & Sears, D.O Psikologi Sosial Edisi XII. Jakarta: Kencana Walgito, B Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Offset Walker, M.G & Andrade, M.G Conformity in the Asch Task as a Function of Age. The Jurnal of Social Psychology. 136 (3), Zani Hubungan antara Persahabatan dengan Konformitas pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Zebua, A.S & Nurdjayadi, R.D Hubungan antara Konformitas dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Jurnal Phronesis 3, 6, 72-82

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF PRODUK FASHION DITINJAU DARI KONFORMITAS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SEMARANG

PERILAKU KONSUMTIF PRODUK FASHION DITINJAU DARI KONFORMITAS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SEMARANG PERILAKU KONSUMTIF PRODUK FASHION DITINJAU DARI KONFORMITAS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SEMARANG Bagus Haryo Suseno Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN PRODUK SKIN CARE PADA MAHASISWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN PRODUK SKIN CARE PADA MAHASISWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN PRODUK SKIN CARE PADA MAHASISWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO Liestianti Surya Putri 1, Hastaning Sakti 2 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi perlu dilakukan dalam menganalisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan korelasi Product Moment. Uji

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Dewina Pratitis Lybertha, Dinie Ratri Desiningrum Fakultas Psikologi,Universitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Menurut Sugiyono (2011), variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan untuk seseorang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi. Dalam mahasiswa terdapat beberapa golongan remaja.

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Data setiap variabel diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) Release 13.0.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG Soraya Prabanjana Damayanti, Dinie Ratri Desiningrum* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Sorayadamayanti88@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah menyatu cukup lama, bahkan minuman keras seperti arak dan berem termasuk tuak merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak.

KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak. KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin majunya dunia teknologi informasi telah menciptakan

teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin majunya dunia teknologi informasi telah menciptakan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VII SMP PIRI NGAGLIK TAHUN AJARAN 2014/2015. E-Journal

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VII SMP PIRI NGAGLIK TAHUN AJARAN 2014/2015. E-Journal HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL PADA SISWA KELAS VII SMP PIRI NGAGLIK TAHUN AJARAN 2014/2015 E-Journal Oleh Wahyu Hidayat NIM 10104241033 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Sugiyono (2009)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Sugiyono (2009) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Sugiyono (2009) penelitian korelasional merupakan jenis penelitian yang sifatnya menanyakan hubungan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN REMAJA MENGGUNAKAN PRODUK FASHION BERMEREK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

PERILAKU KONSUMEN REMAJA MENGGUNAKAN PRODUK FASHION BERMEREK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PERILAKU KONSUMEN REMAJA MENGGUNAKAN PRODUK FASHION BERMEREK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Wahyu Pranoto Iranita Hervi Mahardayani 1 2 Abstract This study aims to empirically examine the relationship

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012 Roy Silitonga, Sri Hartati *) Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi ganda. Menurut Arikunto (2002:23) Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent)

BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA. (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) BULLYING DITINJAU DARI KONFORMITAS TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA REMAJA (Bullying Reviewed from Conformity to Peer Groups Among Adolescent) MILDA REYNA Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung yang berlokasi di Jalan. Dr. Setiabudi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA KRISTEN 1 SALATIGA JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA KRISTEN 1 SALATIGA JURNAL HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI KELAS X DI SMA KRISTEN 1 SALATIGA JURNAL Diajukan Kepada Program Studi Bimbingan Dan Konseling Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja sebagai masa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006:12). hubungan Academic Self Concept dan Konformitas Terhadap Teman Sebaya

BAB III METODE PENELITIAN. penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006:12). hubungan Academic Self Concept dan Konformitas Terhadap Teman Sebaya BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian pada pendekatan ini adalah kuantitatif yaitu penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak mengunakan angka-angka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Penelitian kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Penelitian kuantitatif BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan strategi yang mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang tetap sesuai dengan karakteristik dan tujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA

HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA Dwini Aisha Royyana, Nailul Fauziah Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MEMBOLOS

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MEMBOLOS HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh: FITRIANA F 100

Lebih terperinci

Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN:

Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN: HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONISME PADA MAHASISWI PSIKOLOGI UST YOGYAKARTA Ayentia Brilliandita Flora Grace Putrianti ABSTRACT This study aims to determine the relationship

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang suatu penelitian dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam perkembangan manusia yang menarik perhatian untuk dibicarakan karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif korelasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif korelasional BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif korelasional yaitu korelasi parsial. Menurut Arikunto (2002:23) penelitian kuantitatif adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Babbie (Prasetyo, 2005) rancangan penelitian adalah mencatat perencanaan dari cara berfikir dan merancang suatu strategi untuk menemukan sesuatu.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan pendekatan studi korelasional yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS Ilham Prayogo, Hastaning Sakti* iprayogo@rocketmail.com, sakti.hasta@gmail.com Ilham Prayogo M2A607052

Lebih terperinci

Hubungan Konsep Diri Dengan Konformitas Teman Sebaya Dalam Kegiatan Perkuliahan

Hubungan Konsep Diri Dengan Konformitas Teman Sebaya Dalam Kegiatan Perkuliahan HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA BARU DI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SUNAN AMPEL SURABAYA Ahmad Muammar Khumaini Jurusan Psikologi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA Lita Afrisia (Litalee22@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The research objective was to determine

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU MATEMATIKA DENGAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah dan menyenangkan. Menurut Monks (2001) remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif dengan pendekatan lapangan (field research). Penelitian kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif dengan pendekatan lapangan (field research). Penelitian kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan lapangan (field research). Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Pesantren

Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Pesantren Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Ratna Wulaningsih Nurul Hartini Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. The purpose

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, manusia lahir dalam keadaan lemah tidak berdaya, mereka memiliki rasa ketergantungan pada orang lain terutama pada orang tua serta orangorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif. Azwar (2000, h. 5) mengatakan bahwametode

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif. Azwar (2000, h. 5) mengatakan bahwametode 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Azwar (2000, h. 5) mengatakan bahwametode kuantitatif menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII

HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII 1 HUBUNGAN ASPIRASI MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII Ari Widayat (ariwidayat.716@gmail.com) 1 Giyono 2 Rani Rahmayanthi 3 ABSTRACT The purpose of this study was to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Arikunto (2003) mengemukakan bahwa penelitian korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

Lebih terperinci

Oleh: TIKA PRADINA NPM Dibimbing oleh : 1. Drs. Setya Adi Sancaya, M.Pd. 2. Laelatul Arofah, M.Pd.

Oleh: TIKA PRADINA NPM Dibimbing oleh : 1. Drs. Setya Adi Sancaya, M.Pd. 2. Laelatul Arofah, M.Pd. JURNAL HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI (SELF CONTROL) DENGAN KEMATANGAN EMOSI SISWA KELAS XI DI SMK PELAYARAN HANG TUAH KEDIRI TAHUN AJARAN 2016/2017 THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONTROL WITH EMOTIONAL

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1) Prokrastinasi Akademik. Kolmogorov Smirnov Z dengan bantuan Statistcal. Packages for Social Sciences (SPSS) Release 16.0.

BAB V PEMBAHASAN. 1) Prokrastinasi Akademik. Kolmogorov Smirnov Z dengan bantuan Statistcal. Packages for Social Sciences (SPSS) Release 16.0. 36 BAB V PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian untuk mengetahui prokrastinasi akademik pada pelajar SMP ditinjau dari konformitas teman sebaya adalah sebagai berikut: 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS DIPONEGORO.

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS DIPONEGORO. HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS DIPONEGORO Ririn Handayani Zaenal Abidin *) Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguraikan mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi Operasional Penelitian, (D). Subjek

Lebih terperinci

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Fatwa Tentama Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstract : The purpose

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI PAKAIAN DI ONLINE SHOP PADA REMAJA SMA KESATRIAN 1 SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI PAKAIAN DI ONLINE SHOP PADA REMAJA SMA KESATRIAN 1 SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI PAKAIAN DI ONLINE SHOP PADA REMAJA SMA KESATRIAN 1 SEMARANG Oleh: Della Roselina Pertiwi M2A008113 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kuantitatif, karena menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. Penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP Jumiyanti (jumiyanti963@gmail.com) 1 Yusmansyah 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The objective of this research was to

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Oleh : RIZKY OKTARIA F 100 080 149 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian korelasional yakni suatu jenis penelitian yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN EMOSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN EMOSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR Volume 1 Nomor 1 Januari 2012 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling Halaman 1-9 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN EMOSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR Lusiana Solita¹ Syahniar²

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment untuk mencari hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) Gea Lukita Sari 1, Farida Hidayati 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan. Suatu penelitian akan memberi hasil dan kesimpulan yang benar bila

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan. Suatu penelitian akan memberi hasil dan kesimpulan yang benar bila BAB III METODE PENELITIAN Kebenaran hasil dan kesimpulan dari suatu penelitian sangat ditentukan oleh metode yang digunakan. Suatu penelitian akan memberi hasil dan kesimpulan yang benar bila penelitian

Lebih terperinci

JURNAL. Hubungan Kematangan Emosi Siswa dengan Pergaulan Teman Sebaya Kelas VII SMP Negeri 5 Tulungagung Tahun Ajaran 2016/2017

JURNAL. Hubungan Kematangan Emosi Siswa dengan Pergaulan Teman Sebaya Kelas VII SMP Negeri 5 Tulungagung Tahun Ajaran 2016/2017 JURNAL Hubungan Kematangan Emosi Siswa dengan Pergaulan Teman Sebaya Kelas VII SMP Negeri 5 Tulungagung Tahun Ajaran 2016/2017 The Correlation of students emotional maturity to peer social intercourse

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisanya pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Pendekatan pendekatan kuantitatif menekankan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini merupakan siswa kelas XI SMK Saraswati Salatiga yang populasinya berjumlah 478 siswa. Kelas XI SMK Saraswati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara sikap terhadap iklan rokok (X1) dan konformitas teman sebaya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara sikap terhadap iklan rokok (X1) dan konformitas teman sebaya BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA ANGAKATAN 2013 DIPLOMA III FAKULTAS TEKNIK JURUSAN KIMIA DAN SIPIL UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Artikel Skripsi HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci