Bab 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Menurut O Brien, James A. dan George M. Marakas (2010: 26) sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri lebih dari satu elemen atau komponen yang saling terhubung dan terintegrasi untuk beroperasi sehingga mencapai tujuan. Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:6) Sistem adalah kumpulan komponen yang saling berhubungan dan mempunyai fungsi yang sama untuk mencapai beberapa hasil yang dituju. Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu kumpulan elemen dan komponen yang saling berhubungan dan memiliki fungsi yang sama untuk mencapai satu tujuan yang sama. 2.2 Pengertian Informasi Menurut O Brien, James A. dan George M. Marakas (2010: 234) informasi merupakan hasil pengolahan data mentah yang telah diproses sehingga dapat digunakan sebagai pengetahuan. Menurut Ladjamudin (2005:8), informasi sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berarti dan berguna bagi penerimanya untuk mengambil keputusan masa kini maupun masa yang akan datang. Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan data mentah yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berarti dan berguna serta dapat dijadikan sebagai pengetahuan bagi penerimanya untuk pengambilan keputusan pada masa kini maupun masa yang akan dating 2.3 Pengertian Sistem Informasi Menurut Ulric J. Gelinas, Jr., Richard B. Dull, dan Patrick R. Wheeler (2012: 14) sistem informasi adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat komponen yang berbasis komputer dan komponen manual yang dibangun 9

2 10 untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data serta menghasilkan informasi bagi pengguna. Menurut O brian dalam Yakub (2012:16) sistem informasi merupakan kombinasi teratur dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan seperangkat komponen yang saling terhubung untuk mengumpulkan, mengubah, menyimpan, mengelola data serta menghasilkan informasi bagi pengguna. 2.4 Sistem Informasi Akuntansi Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Hall (2011:10), Sistem Informasi Akuntansi adalah Subsistem SIA memproses transaksi keuangan dan transaksi non keuangan secara langsung mempengaruhi pemrosesan transaksi keuangan. SIA terdiri atas tiga subsistem diantaranya adalah transaction processing system (TPS), General Ledger/Financial Reporting System (GL/FRS), dan Management Reporting System (MRS). Menurut Bodnar, George H., dan William S.Hopwood (2010: 1) sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya, seperti orangorang dan peralatan, dirancang untuk mengubah data finansial dan lainnya menjadi informasi. Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi merupakan kumpulan dari beberapa sumber daya yang dirancang untuk mengubah data finansial dan non finansial menjadi informasi akuntansi yang mempengaruhi tiga subsistem utama Subsistem Pada Sistem Informasi Akuntansi Menurut Hall (2011:13-14), Sistem Informasi Akuntansi terdiri dari tiga subsistem utama, yaitu:

3 11 1. Transaction Processing System (TPS) yang mendukung operasi bisnis harian melalui berbagai dokumen serta pesan untuk para pengguna diseluruh perusahaan. 2. General Ledger / Financial Reporting System (GL/FRS) yang menghasilkan laporan leuangan, seperti laporan laba rugi, neracam arus kas, pengembalian pajak, serta berbagai laporan lainnya yang disyaratkan oleh hukum 3. Management Reporting System (MRS) yang menyediakan pihak manajemen internal berbagai laporan keuangan bertujuan khusus serta informasi yang dibutuhkan untuk pengambiilan keputusan, seperti anggaran, laporan kinerja serta laporan pertanggungjawaban Komponen-komponen Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney, M. B., dan Steinbart, P.J (2012:30) Sistem Informasi Akuntansi enam komponen yang berkaitan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Enam komponen tersebut yaitu: 1. User, pengguna yang berinteraksi secara langsung dengan sistem. 2. Prosedur-prosedur, petunjuk, tata cara, dan intruksi yang digunakan dalam menjalankan sistem. 3. Objek, data yang berisi tentang proses-proses bisnis organisasi. 4. Software, perangkat lunak yang dipakai untuk membantu pemrosesan data. 5. Sumber daya teknologi, kumpulan perangkat keras yang saling terhubung untuk mendukung daya komputasi terdiri dari computer, peralatan pendukung (peripheral device), dan peralatan untuk komunikasi jaringan. 6. Internal Control and Security, pengendalian internal dan keamanan guna menjaga agar data sistem tetap aman.

4 Penggajian Pengertian Gaji Menurut Nirwantya (2011), gaji adalah bentuk balas jasa maupun penghargaan yang diberikan secara teratur setiap bulannya kepada seorang pegawai atas hasil kerjanya. Menurut Mulyadi (2008:373), gaji adalah pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan administrasi atau yang mempunyai jenjang manager yang pada umumnya dibayarkan secara tetap setiap bulannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaji merupakan pemberian dengan jumlah yang telah ditentukan atas hasil kerja yang diberikan secara teratur kepada pegawai atas hasil kerjanya Fungsi Penggajian Menurut Mulyadi (2008 :382) terdapat lima fungsi dalam siklus penggajian, yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi kepegawaian dan penempatan pegawai Fungsi ini berguna untuk melakukan seleksi pegawai baru dengan memberikan gambaran gaji yang akan diterima sesuai dengan golongannya. 2. Fungsi pencatatan waktu Fungsi ini berguna untuk mencatat waktu kehadiran pegawai setiap individu agar tidak terjadi manipulasi data kehadiran. 3. Fungsi pembuatan daftar gaji dan upah Fungsi berguna untuk merinci setiap gaji pegawai yang diterima sebagai contoh slip gaji. Fungsi ini bertujuan agar karyawan dapat mengetahui besarnya gaji pokok, tunjangan, potongan, dan pajak yang telah diterima.

5 13 4. Fungsi akuntansi Fungsi ini berguna untuk membuat laporan secara terperinci atas gaji yang dibayarkan. 5. Fungsi keuangan Fungsi ini berguna untuk mengeluarkan cek yang berisikan nominal gaji yang harus dibayarkan kepada karyawan Proses Penggajian Proses penggajian merupakan struktur interaksi antara orang, peralatan, kegiatan, dan kontrol yang menciptakan arus informasi untuk mendukung rutinitas pekerjaan yang berulang-ulang dari departemen penggajian (J. Gelinas, Jr., Richard B. Dull, dan Patrick R. Wheeler, 2012: 524). Proses penggajian ini dilakukan dengan cara menjaga catatan yang berisi data untuk gaji, pajak dan tunjangan, laporan kehadiran, ketepatan waktu, dan pada akhirnya membayar karyawan untuk pekerjaan yang dilakukan. 2.6 Lembur Pengertian Lembur Lembur merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan pada suatu perusahaan tanpa membedakan jabatan yang melebihi batas jam kerja yang telah ditentukan. Lembur akan terjadi apabila ada pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jumlah yang banyak dengan batas waktu yang sangat singkat dikarenakan adanya tenggat waktu yang telah ditentukan. Dalam keputusan Menteri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur, Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.

6 Perhitungan Lembur Menurut Keputusan keputusan Menteri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur pasal 8 dan 11, sebagai berikut: 1. Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan. 2. Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan. Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut: a. apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja: a.1 untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam; a.2 untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah sejam. b. apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka: b.1 perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh 4 (empat) kali upah sejam; b.2 apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam. c. apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam.

7 Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak penghasilan pasal 21(PPh 21) adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi (Mardiasmo, 2011 : 168) Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Mardiasmo (2011 : 170), yang termasuk pemotongan pajak PPh pasal 21 sebagai berikut: 1. pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; 2. bendaharawan atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instasi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa atau kegiatan; 3. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayarkan uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; 4. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: a. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan

8 16 atas nama persekutuannya; b. honorarium atau pembayaran lain sehingga imbalan berhubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; 5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Resmi (2014: ), Penerima penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan: 1. Pegawai. 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubung dengan pemberian jasa, meliputi: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. b. Pemain musik, bintang film,seniman,dll c. Olahragawan atau atlit. d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah. f. Pemberi jasa dalam segala bidang. g. Agen iklan. h. Pengawas dan pengelola proyek. i. Pembawa pesanan atau perantara. j. Petugas penjaja barang dagangan. k. Petugas dinas luar asuransi. l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

9 17 4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap. 5. Mantan pegawai. 6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubung dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan. Disamping itu yang tidak termasuk dalam wajib pajak adalah badan perwakilan Negara asing, pejabat diplomatik, dan organisasi internasional Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Mardiasmo (2011: 173), Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah: 1. Penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap baik secara teratur maupun tidak teratur. 2. Penghasilan yang diterima oleh pegawai yang telah pensiun baik secara teratur maupun tidak teratur. 3. Penghasilan sehubung dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubung dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis. 4. Penghasilan pegawai tidak tetap berupa upah harian,mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan. 5. Imbalan kepada bukan pegawai yang berupa honorarium,komisi,dan imbalan sejenisnya. 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain uang saku, uang representasi, uang rapat, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan bentuk apapun Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ketentuan tarif pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang- Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh, sebagai berikut:

10 18 Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Tarif Lapisan Penghasilan Kena Pajak Pajak Rp0 s/d Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) 5% Di atas Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan 15% Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) Di atas Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan 25% Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) Di atas Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) 30% Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan menjadi lebih tinggi dua puluh persen( 20%) dari tarif yang dikenakan kepada Wajib Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015, Pemerintah baru saja meluncurkan kebijakan penyesuaian besaran Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari sebelumnya sebesar Rp24,3 juta menjadi sebesar Rp36 juta untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. Ketentuan mengenai PTKP ini sendiri diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) yang memungkinkan Pemerintah untuk melakukan penyesuaian PTKP melalui Peraturan Menteri Keuangan setelah melakukan konsultasi dengan DPR. Dengan demikian, sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan terkait penyesuaian PTKP ini, maka secara efektif besaran PTKP baru tersebut mulai berlaku sebagai dasar perhitungan kewajiban pajak PPh OP untuk tahun Pajak 2015 atau per 1 Januari Maka besarnya PTKP sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122 /PMK.010/2015 per tahun tersebut adalah:

11 19 1. Rp ,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak; 2. Rp ,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang menikah; 3. Rp ,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Bagi karyawati menikah, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri; b. Bagi karyawati tidak menikah, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. 2.8 Teori Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Requirement Analysis Requirements Analysis (Satzinger et al., 2009 : ) terbagi menjadi 3 yaitu : a. System Requirements, merupakan spesifikasi yang menjelaskan fungsi yang akan disediakan oleh sistem. b. Functional Requirements, merupakan persyaratan fungsional sistem yang menggambarkan kegiatan atau proses yang harus dilakukan oleh sistem. c. Nonfunctional Requirements, merupakan sebuah karakteristik dari sistem yang mendukung proses bisnis Activity Diagram Menurut Satzinger et al. (2009: 141), Activity diagram merupakan alur kerja yang menjelaskan aktivitas pengguna mengenai proses bisnis. Alur kerja yang dimaksud adalah langkah-langkah yang terjadi dalam proses transaksi bisnis.

12 20 Gambar 2.1 Activity Diagram Sumber: Satzinger et al., 2009: Event Table Menurut Satzinger et al. (2009: 168), Event Table digunakan untuk mempermudah analisis dalam menganalisa sistem dengan mendaftarkan event-event dalam bentuk baris dan potongan informasi agar tidak ada event yang terlupakan dalam membuat sebuah diagram.

13 21 Gambar 2.2 Event Table Diagram Sumber :Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:185) Domain Model Class Diagram Menurut Satzinger et al. (2009: 187), Domain model class diagram digunakan untuk menggambarkan semua kepentingan pengguna dalam pekerjaannya yang dibuat dalam bentuk diagram UML. Gambar 2.3 Domain Model Class Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:185)

14 Usecase Diagram Menurut Satzinger et al. (2009: 242), Usecase Diagram merupakan diagram yang digunakan untuk menunjukkan peran pengguna dan cara pengguna berinteraksi langsung dengan sistem. Gambar 2.4 Use Case Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:215) Gambar 2.5 Use Case Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:215) Usecase Description Menurut Satzinger et al. (2009: 171), Use Case Description adalah penjelasan yang lebih terperinci mengenai penggambaran dari sebuah Use Case. Use Case description terbagi menjadi tiga : 1. Brief Description

15 Brief Description merupakan gambaran singkat dari Use Case yang telah ada. 23 Gambar 2.6 Brief Description Sumber: Satzinger et al., 2009: Intermediate Description Intermediate Description merupakan tahap lanjutan dari Brief Description yang terdapat aktivitas internal dari Use Case. Gambar 2.7 Intermediate Description Sumber: Satzinger et al., 2009: Fully Developed Description Fully Developed Description merupakan metode formal yang digunakan dalam mendokumentasikan Use Case dengan mendefinisikan seluruh komponen.

16 24 Gambar 2.8 Fully Development Description Sumber: Satzinger et al., 2009: Statechart Diagram Menurut Satzinger (2009 : 263) Statechart Diagram merupakan diagram yang menggambarkan berbagai masalah pada domain class yang bersifat kompleks. Menggambarkan transisi dan perubahaan keadaan.

17 25 Gambar 2.8 Statechart Diagram Sumber: Satzinger et al., 2009: Developing the First Cut Design Class Diagram Menurut Satzinger (2009 : 413) First Cut Desing Class Diagram merupakan hasil pengembangan dari domain class diagram dengan mengelaborasi atribut dengan tipe dan nilai informasi inisial serta menambahkan panah sebagai navigasi visibilitas.

18 26 Gambar 2.10 First Cut Design Class Diagram Sumber: Satzinger et al., 2009: System Sequence Diagram Menurut Satzinger (2009 : 252) System Sequence Diagram merupakan gambaran aliran informasi yang terotomatisasi berupa informasi masuk dan keluar dari sistem. Dalam System Sequence Diagram menunjukan interaksi antar objek.

19 27 Gambar 2.11 System Sequence Diagram Sumber: Satzinger et al., 2009: Three Layer Sequence Diagram Menurut Satzinger (2009 : ) Three Layer Sequence Diagram Merupakan pengembangan dari System Sequence Diagram. Diagram ini lebih terperinci dengan memperluas objek-objek yang terlibat didalam System Sequence Diagram. Diagram ini juga menambahkan View Layer dan Data Access Layer.

20 28 Gambar 2.12 Three Layer System Sequence Diagram Sumber: Satzinger et al., 2009: Package Diagram Menurut Satzinger ( 2009 : 459) Package Diagram Merupakan diagram yang menghubungkan kelas-kelas dengan grup sehingga saling terintegrasi. Dalam diagram ini mengilustrasikan three-design layer, yaitu view layer, domain layer, dan data access layer serta memperlihatkan setiap lapisan dalam paket yang terpisah.

21 29 Gambar 2.13 Package Diagram Sumber: Satzinger et al., 2009: User Interface Menurut Satzinger (2009 : 531) User Interface merupakan gambaran dari sebuah sistem informasi yang akan digunakan secara langsung oleh pengguna(user). Tampilan gambaran berupa output.

22 30 Gambar 2.14 User Interface

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Menurut O Brien, James A. dan George M. Marakas (2010: 26) sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri lebih dari satu elemen atau komponen yang saling terhubung

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) 1. PT ABC mempekerjakan Tuan A (Status K3, tanpa NPWP) seorang tukang bangunan, untuk mengganti lantai keramik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ/2000 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Konsep Sistem Informasi dan Akuntansi

BAB 2 LANDASAN TEORI Konsep Sistem Informasi dan Akuntansi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Konsep Sistem Informasi dan Akuntansi 2.1.1.1 Pengertian Sistem Informasi Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005, p.7), Sistem Informasi adalah kumpulan komponen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM Disusun oleh : 1. Nanda Rosyid F0311082 2. Nur Aini Kusumaningrum F0311087 3. Nur Chayati

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Umum 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Menurut (Connolly & Begg, 2005: 312), Sistem informasi adalah sumber daya yang memungkinkan pengumpulan, manajemen, kontrol,

Lebih terperinci

Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc

Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau

Lebih terperinci

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com 1 PPh PASAL 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima/diperoleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa ahli, definisi sistem adalah sebagai berikut.

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa ahli, definisi sistem adalah sebagai berikut. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Sistem memiliki beberapa definisi yang berbeda-beda menurut pendapat beberapa ahli, definisi sistem adalah sebagai berikut. 1. Menurut Romney dan Steinbart (2003: 2), sistem

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan merupakan sumber daya yang memiliki peranan sangat penting pada suatu perusahaan. Hal tersebut dikarenakan karyawan itulah yang nantinya akan memberdayakan

Lebih terperinci

Pengertian Pajak Penghasilan 21

Pengertian Pajak Penghasilan 21 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 /PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum 6 BAB II LANDASAN TEORETIS 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum Undang-undang pajak, sebagai bagian dari hukum yang mengikat warga negara merupakan elemen penting dalam menunjang pembangunan

Lebih terperinci

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulisan pelaksanaan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN Thomas Sumarsan Goh Dosen FE Universitas Methodist Indonesia ABSTRAK PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) 3.1.1 Dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Teori Umum 2.1.1 Pengertian Sistem Sistem adalah sekumpulan prosedur yang saling terintegrasi yang memiliki maksud yang sama yaitu untuk menyelesaikan suatu tujuan (Satzinger,

Lebih terperinci

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah: PPh Pegawai Tidak Tetap Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS A. Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem Menurut O Brien (2005, p29), sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan,

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem Menurut O Brien (2005, p29), sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Menurut O Brien (2005, p29), sistem adalah sekelompok komponen yang saling berhubungan, bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya era teknologi informasi berdampak secara langsung terhadap keefektifan sistem informasi akuntansi yang ada di dalam perusahaan. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991;747) yaitu: Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian. 2.1 Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 545/PJ./2000 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA,

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 17 BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 PENGERTIAN PPh Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017 1 SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017 DASAR HUKUM PTN BH DAN PERLAKUAN PERPAJAKANNYA 2 UU. No 12/2012 Pasal 89(1) tentang Pendidikan Tinggi

Lebih terperinci

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 48 P2.1 Tq8eori Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5424 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 PRISMA UTAMA CONSULTANT MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 SERI PERPAJAKAN Ivan Christian K, S.E., M.M. 2010 J L. J U P I T E R U T A M A N O. 10 B A N D U N G 4 0 2 8 6 PENGERTIAN PPh PASAL 21

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pegawai Tetap Menurut Mardiasmo (2011), Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris

Lebih terperinci

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Modul ke: Perpajakan I PPh 21 Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1. Akuntansi Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: a.orang pribadi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha LAMPIRAN 81 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP - 545/PJ./2000, Tgl. 29-12-2000 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 545/PJ./2000 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor, tanggal 80 Tahun 2010 20 Desember 2010 Mulai berlaku : 1 Januari

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi BAB II DASAR TEORI A. Pengertian pajak Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2009: 9) pajak adalah iuran wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini sistem informasi dan ilmu pengetahuan di bidang komputerisasi berkembang semakin pesat, karena pesatnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini sistem informasi dan ilmu pengetahuan di bidang komputerisasi berkembang semakin pesat, karena pesatnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini sistem informasi dan ilmu pengetahuan di bidang komputerisasi berkembang semakin pesat, karena pesatnya teknologi tersebut maka semakin pesat pula kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan sistem informasi dalam berbagai industri telah mendorong terciptanya kebutuhan dalam mendapatkan informasi secara cepat

Lebih terperinci

Subject 2 Income Tax Article 21

Subject 2 Income Tax Article 21 Subject 2 Income Tax Article 21 Presented By : Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic 2013 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Subjects 1. Pemotong dan Bukan Pemotong PPh Pasal 21 2. Objek

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Karyawan/Pegawai Definisi pegawai menurut (Mardiasmo, 2011) adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGGAJIAN DAN PENGELUARAN KAS PADA PT. MASS SARANA MOTORAMA (NV MASS) TUGAS AKHIR. Oleh. Adelya Handoko

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGGAJIAN DAN PENGELUARAN KAS PADA PT. MASS SARANA MOTORAMA (NV MASS) TUGAS AKHIR. Oleh. Adelya Handoko PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGGAJIAN DAN PENGELUARAN KAS PADA PT. MASS SARANA MOTORAMA (NV MASS) TUGAS AKHIR Oleh Adelya Handoko 1401106586 Andri Dwinanda 1401112456 Rizaldy Maulana 1401128435 Kelas/Kelompok:

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT Masa Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir ini digunakan untuk melaporkan kewajiban Pemotongan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT rmal SPT Pembetulan Ke- - Tahun Kalender Formulir

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengantar Perpajakan Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi Pasal 21 UU No. 7 Th 1983 std UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak PMK No. 252/PMK.03/2008 ttg PER. 14/PJ/2013 tgl 18 April 2013 PER. 31/PJ/2012 tgl 27 Des 2012 PMK No. 162/PMK.11/2012 PER.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang terus berkembang saat ini mempermudah setiap orang untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi tanpa dibatasi oleh waktu,

Lebih terperinci

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017 PPh Pasal 21 Lingkungan Kewajiban Pajak sehubungan dengan: 1. Pekerjaan 2. Jabatan PPh Pasal 21 (dikenakan PPh 26 oleh Orang Pribadi 3. Jasa jika diterima oleh 4. Kegiatan Orang Pribadi SPLN) sehubungan

Lebih terperinci

3 Tipe Perhitungan Pajak Penghasilan

3 Tipe Perhitungan Pajak Penghasilan 3 Tipe Perhitungan Mengelola Tim dan Isu Terkait Legal Mengelola Tim HASIL KOLABORASI OLEH TIM: DITULIS & DIADAPTASI OLEH: Vania Utami Gunawan TERINSPIRASI DARI: Online Pajak,(2015), PPh Pasal 21: Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Adriani (2002:4) yaitu: Iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajaknya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah system yang menyediakan informasi akuntansi dan keuangan, serta informasi lain yang diperoleh dalam proses transaksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab tuntutan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini peran teknologi informasi sangat penting bagi proses bisnis pada suatu perusahaan. Adanya teknologi informasi pada perusahaan dapat mendukung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Informasi Akuntansi (SIA) Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Informasi Akuntansi (SIA) Pengertian Sistem Informasi Akuntansi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi (SIA) 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem Informasi bertanggung jawab atas aktivitas pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan data keuangan

Lebih terperinci

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Dosen Tetap Pada Universitas Krisnadwipayana. Meitri Megawati DA03

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Dosen Tetap Pada Universitas Krisnadwipayana. Meitri Megawati DA03 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Dosen Tetap Pada Universitas Krisnadwipayana Meitri Megawati 41209141 3DA03 PENDAHULUAN Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

Subject 2 Income Tax Article 21

Subject 2 Income Tax Article 21 Subject 2 Income Tax Article 21 Presented By : Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic 2012 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Subjects 1. Pemotong dan Bukan Pemotong PPh Pasal 21 2. Objek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dibidang teknologi, perusahaanperusahaan semakin dipacu dengan menggunakan teknologi yang maju sebagai media untuk tetap

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI (Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ./2000

Lebih terperinci

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 04 seri PPh PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN

Lebih terperinci