DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1

2 i

3 ii

4 iii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v BAB IPENDAHULUAN I-1 I.1. Latar Belakang I-1 I.2. Dasar Hukum Penyusunan I-5 I.3. Maksud Dan Tujuan I-8 I.4. Sistematika Penulisan I-8 BAB II GAMBARAN UMUM PELAYANAN DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT II-11 II.1. Struktur Organisasi II-11 II.2. Tugas Pokok dan Fungsi II-12 II.3. Fungsi Pelayanan Umum Dinas Kehutanan II-14 II.4. Sumber Daya Hutan II-20 II.5. Produk Kayu dan Industri Pengolahan Hasil Hutan II-23 II.6. Produk Jasa dan Non Kayu II-31 II.7. Sumber Daya Manusia, IPTEK dan Kelembagaan II-34 II.8. Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar Hutan II-36 II.9. Peluang dan Tantangan Pengembangan Pelayanan Dinas Kehutanan. II-40 II.9.1. Identifikasi Faktor Lingkungan Internal II-40 II.9.2. Identifikasi Faktor Lingkungan Eksternal II-44 II.10. Analisis Pilihan Asumsi Strategi II-50 BAB III ISU-ISU STRATEGIS III-53 III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan III-53 III.2. Telaahan Visi, Misi Dan Program Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Terpilih III-54 III.3. Telaahan Renstra Kementerian Kehutanan III-55 III.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis III-56 ii

6 III.5. Penentuan Isu-isu Strategis III-58 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS KEHUTANAN IV-59 IV.1. VISI IV-59 IV.2. MISI IV-60 IV.3. TUJUAN DAN SASARAN IV-62 IV.4. STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV-64 BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PAGU INDIKATIF V-67 V.1. PROGRAM V-67 V.2. KEGIATAN POKOK V-68 V.3. INDIKATOR KINERJA V-71 BAB VI P E N U T U P VI-73 iii

7 DAFTAR TABEL Tabel II.1 Komposisi Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun II-11 Tabel II.2 Perkembangan produksi Hasil hutan bukan kayu di Jawa Barat tahun 2008 sampai dengan II-27 Tabel II.3 Produksi aneka usaha kehutanan di Jawa Barat II-28 Tabel II.4 Potensi dan Luas Wilayah Sungai Menurut Kewenangan... II-33 Tabel II.5 Jumlah Pegawai Dinas Kehutanan Berdasarkan Golongan pada Tahun II-35 Tabel II.6 Perkembangan Jumlah Desa Sekitar Hutan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 s/d II-37 Tabel II.7 Matrik Rekapitulasi Faktor Lingkungan Strategis... II-49 Tabel II.8 Matriks Analisis SWOT untuk Melihat Pilihan Asumsi Strategi... II-50 iv

8 DAFTAR GAMBAR Gambar II.1 Grafik Komposisi Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional... II-12 Gambar II.2 Bagan Struktur Organisasi... II-13 Gambar II.3 Grafik produksi kayu bulat jenis jati dan rimba campuran per KPH di Jawa Barat tahun 2012 (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012).... II-24 Gambar II.4 Perkembangan Produksi Kayu Bulat di Jawa Barat per Jenis Kayu Tahun (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012).... II-25 Gambar II.5 Grafik Produksi kayu bulat pertukangan per KPH di Jawa Barat tahun 2012 (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012).... II-25 Gambar II.6 Grafik perkembangan luas dan produksi hutan rakyat di Jawa Barat tahun (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012)....II-26 Gambar II.7 Persentase Jumlah Desa di Luar dan Sekitar Kawasan Hutan per Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun II-39 v

9 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara dengan luas daratan sekitar ,44 Ha (Bappeda Prov. Jabar, 2010) memiliki kawasan hutan seluas ha (Kemenhut,2003) atau sekitar % dari luas daratan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan terbagi dalam beberapa fungsi yaitu hutan produksi seluas Ha, hutan lindung seluas Ha, dan hutan konservasi seluas Ha. Ditinjau dari komposisi luasannya, dapat dilihat bahwa ± 53 % kawasan hutan di Jawa Barat lebih dititik beratkan untuk fungsi perlindungan dan konservasi. Kondisi ini sesuai dengan kondisi alam Jawa Barat yang memiliki topografi berat dengan curah hujan rata-rata tahunan yang cukup tinggi serta jenis tanah yang peka terhadap erosi. Dari sisi geografis, Jawa Barat juga memiliki fungsi strategis karena letaknya yang langsung berbatasan dengan Ibukota Negara, demikian pula dari sisi pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana hulu sungai besar yang bermuara di provinsi lain berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Dengan melihat kondisi tersebut, keberadaan kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat dan kelestarian fungsinya mutlak perlu dipertahankan. Di samping kawasan hutan, juga terdapat sumber daya hutan berupa hutan rakyat seluas ± ha yang tersebar di seluruh Kabupaten/ Kota. Hutan rakyat tersebut berfungsi pula dalam menjaga keseimbangan fungsi hidroorologi di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan Jawa Barat telah memberikan andil yang cukup besar dalam keseimbangan ekologi regional, khususnya dalam penyediaan jasa lingkungan seperti fungsi regulasi tata air yang menunjang penyediaan energi di Jawa I-1

10 dan air bersih untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta melalui tiga waduk besar yaitu Jatiluhur, Saguling dan Cirata. Peranan dan fungsi hutan yang sangat strategis tersebut, mulai terganggu sejak krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada tahun Penebangan hutan secara liar terjadi di semua kawasan hutan sehingga dalam waktu yang relatif singkat hutan Jawa Barat mengalami degradasi fungsi yang serius dan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Kondisi ini pada akhirnya berdampak pada penurunan kualitas lingkungan regional secara keseluruhan. Pembangunan kehutanan ke depan merupakan era rehabilitasi dan konservasi yang difokuskan untuk mengatasi permasalahan kerusakan lingkungan hidup yang berimplikasi pada penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Menyadari akan kondisi tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Jawa Barat telah dan akan terus melakukan berbagai upaya strategis dan sistematis untuk menangani permasalahan di bidang kehutanan, seperti rehabilitasi hutan dan lahan, pengaturan kembali tata ruang wilayah provinsi, pengamanan kawasan hutan dari kegiatan perambahan dan okupasi kawasan hutan, pemberdayaan masyarakat serta melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan kehutanan secara berkelanjutan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai peraturan seperti Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Keputusan Gubernur tentang Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam rencana yang lebih operasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah atau Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat yang akan memberikan arah pembangunan kehutanan dalam periode I-2

11 Renstra Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat merupakan penjabaran visi, misi, sasaran dan program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun ke dalam strategi pembangunan sesuai tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan. Visi Pemerintah Provinsi Jawa BaratTahun yaitu Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua dan dijabarkan dalam 5 Misi yaitu : Misi 1 : Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing. Misi 2 : Membangun perekonomian yang kokoh dan berkeadilan. Misi 3 : Meningkatkan kinerja pemerintahan melalui profesionalisme tata kelola dan perluasan partisipasi. Misi 4 : Mewujudkan Jawa Barat yang nyaman dengan pembangunan Infrastruktur strategis yang berkelanjutan. Misi 5 : Mengokohkan kehidupan sosial kemasyarakatan melalui peningkatan peran pemuda, olahraga, seni dan budaya dalam bingkai kearifan lokal. Dalam kerangka pembangunan daerah, Renstra Dinas Kehutanan merupakan dokumen perencanaan strategis dalam rangka pencapaian visi dan misi RPJM Derah Provinsi Jawa Barat yang memiliki keterkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan terutama misi 2: Membangun perekonomian yang kokoh, misi 3 : Meningkatkan kinerja pemerintahan melalui profesionalisme tata I-3

12 kelola dan perluasan partisipasi, dan berkeadilan dan misi 4: Mewujudkan jawa Barat yang nyaman dan pembangunan infrastruktur strategis yang berkelanjutan. Dalam kerangka pembangunan nasional, Renstra Dinas Kehutanan juga memiliki keterkaitan dengan Renstra Kementerian Kehutanan tahun yang dalam penyelenggaraan pembangunan kehutanan memiliki visi : Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan dengan misi-misi : 1. Memantapkan kepastian status kawasan hutan serta kualitas informasi kehutanan. 2. Meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan serta daya saing industri primer kehutanan. 3. Memantapkan penyelenggaraan perlindungan dan konservasi sumberdaya alam. 4. Memelihara dan meningkatkan fungsi dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga dapat meningkatkan optimalisasi fungsi ekologi dan sosial pengelolaan DAS. 5. Meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar dan terapan serta kompetensi SDM dalam rangka penyelenggaraan pengurusan kehutanan secara optimal. 6. Memantapkan kelembagaan penyelenggaraan tata kelola kehutanan Kementerian Kehutanan. Renstra Dinas kehutanan tahun selanjutnya akan menjadi rujukan bagi penyusunan Renstra OPD kehutanan di Kabupaten/Kota dan menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. I-4

13 I.2. Dasar Hukum Penyusunan Renstra Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat disusun berdasarkan landasan sebagai berikut : 1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat; 2) Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 3) Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 4) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 5) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 6) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 7) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); I-5

14 8) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700); 9) Peraturan Pemeritah RI Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 10) Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan; 11) Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota; 12) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 13) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741); 14) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 15) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4817); I-6

15 16) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816); 17) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4815); 18) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 11); 19) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 20) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Provinsi (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46); 21) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 20 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55); 22) Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun ; 23) Peraturan Daerah Provinsi Provinsi Jawa Barat Nomor Tahun Nomor 25 Tahun 2013 tentang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun ; I-7

16 24) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (SISRENBANGDA) Provinsi Jawa Barat Tambahan Lemba Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 Nomor 64); 25) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 37 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (Berita Daerah Tahun 2009 Nomor 110 Seri D) 26) Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 78 Seri E). 27) Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2013 tentang Pedoman Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 Nomor 21 Seri E). I.3. Maksud Dan Tujuan Maksud disusunnya Renstra Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat tahun adalah sebagai arahan strategis pembangunan kehutanan di Jawa Barat tahun Tujuannya : tercapainya pembangunan kehutanan lestari yang mendukung kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat. I.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari Renstra Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat tahun sesuai Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2008, terdiri dari : I-8

17 BAB I PENDAHULUAN Berisikan Latar Belakang, Tujuan, Landasan Hukum dan Sistematika Penulisan BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS KEHUTANAN Mengambarkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, serta kondisi organisasi BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Menjelaskan isu-isu strategis yang akan dihadapi, berdasarkan evaluasi, analisis dan prediksi terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan dalam periode BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Berisikan Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran serta Strategi dan Kebijakan Dinas Kehutanan yang berpedoman pada tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat. Bab V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Berisi rencana program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan program yang ada dalam rencana pembangunan Daerah untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan, termasuk indikatif kegiatan, indikator kinerja, maupun indikatif pendanaannya. I-9

18 Bab VI INDIKATOR KINERJA DINAS KEHUTANAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD, Berisi uraian indikator kinerja Dinas Kehutanan yang secara langsung menunjukan kinerja yang akan dicapai dalam 5 tahun untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran RPJMD. Bab VII PENUTUP Berisi ringkasan Renstra serta langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam mengimplementasikan Renstra Dinas Kehutanan Tahun I-10

19 BAB II GAMBARAN UMUM PELAYANAN DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT II.1. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat, dengan struktur organisasi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar II.2., sedangkan komposisi Jabatan Struktural dan Fungsional dapat dilihat pada Tabel II.1. Tabel II.1 Komposisi Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun NO. Jabatan Struktural/ Fungsional Jumlah (orang) 1. Eselon II 1 Kepala Dinas Keterangan 2. Esselon III 8 Sekretaris, Kepala Bidang dan Kepala Balai/UPTD 3. Esselon IV 24 Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi 4. Fungsional 4 Fungsional Perencana dan Arsiparis 5. Non Struktural 157 Pelaksana/ Fungsional Umum Jumlah 194 II-11

20 3% 12% 4% 0% 81% Eselon II Eselon III Eselon IV Fungsional Non Struktural Gambar II.1 Grafik Komposisi Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional II.2. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat serta Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 37 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah bidang kehutanan berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. II-12

21 Gambar II.2 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat II-13

22 Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Dinas Kehutanan mempunyai fungsi : a. penyelenggaraan perumusan, penetapan, pengaturan dan koordinasi serta pelaksanaan kebijakan teknis planologi, konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan, produksi dan usaha kehutanan; b. penyelenggaraan fasilitasi dan pengendalian pelaksanaan tugas planologi, konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan, produksi dan usaha kehutanan; c. penyelenggaraan kesekretariatan Dinas; d. penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTD. II.3. Fungsi Pelayanan Umum Dinas Kehutanan Pelayanan publik yang diemban oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat adalah sesuai dengan tupoksi SOPD yang meliputi pelayanan bidang keplanologian, pelayanan bina rehabilitasi hutan dan lahan, pelayanan bina konservasi kawasan dan jenis, pelayanan bina produksi dan usaha kehutanan, pelayanan peredaran hasil hutan, pelayanan obyek wisata tahura dan jasa lingkungan serta pelayan umum dan pelayanan lainnya yang dibebankan pada Dinas Kehutanan yang didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, ada 58 (lima puluh delapan) urusan yang menjadi dasar pelayanan publik yang dapat dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan. Beberapa urusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bidang kehutanan antara lain: II-14

23 1) Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi, hutan lindung dan taman hutan raya dan skala DAS lintas Kabupaten/Kota. 2) Pemberian pertimbangan teknis penunjukan kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan taman buru. 3) Pengusulan dan pertimbangan teknis pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk masyarakat hukum adat, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan kehutanan, lembaga sosial dan keagamaan untuk skala provinsi. 4) Pertimbangan teknis perubahan status dan fungsi hutan, perubahan status dari lahan milik menjadi kawasan hutan, dan penggunaan serta tukar menukar kawasan hutan. 5) Pelaksanaan penyusunan rancang bangun, pembentukan dan pengusulan penetapan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi serta pertimbangan teknis institusi wilayah pengelolaan hutan. 6) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang unit kesatuan pengelolaan hutan produksi KPHP. 7) Pengesahan rencana pengelolaan jangka pendek unit KPHP. 8) Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja usaha dua puluh tahunan unit usaha pemanfaatan hutan produksi. 9) Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja lima tahunan unit pemanfaatan hutan produksi. 10) Penilaian dan pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit usaha pemanfaatan hutan produksi. II-15

24 11) Pertimbangan teknis untuk pengesahan, koordinasi dan pengawasan pelaksanaan penataan batas luar areal kerja unit pemanfaatan hutan produksi lintas kabupaten/kota. 12) Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan batas luar areal kerja unit pemanfaatan hutan produksi dalam kabupaten/kota. 13) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan dua puluh tahunan (jangka panjang) unit KPHL. 14) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit KPHL. 15) Pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit KPHL 16) Pertimbangan teknis pengesahan rencana kerja usaha (dua puluh tahunan) unit usaha pemanfaatan hutan lindung. 17) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit usaha pemanfaatan hutan lindung. 18) Penilaian dan pengesahan rencana pengelolaan tahunan (jangka pendek) unit usaha pemanfaatan hutan lindung. 19) Pertimbangan teknis pengesahan penataan areal kerja unit usaha pemanfaatan hutan lindung kepada pemerintah. 20) Pertimbangan teknis rencana pengelolaan dua puluh tahunan (jangka panjang) unit KPHK. 21) Pertimbangan teknis rencana pengelolaan lima tahunan (jangka menengah) unit KPHK. 22) Pertimbangan teknis rencana pengelolaan jangka pendek (tahunan) unit KPHK. II-16

25 23) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang (dua puluh tahunan) untuk cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam dan taman buru skala provinsi. 24) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka menengah untuk cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam dan taman buru skala provinsi. 25) Pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan jangka pendek untuk cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam dan taman buru skala provinsi. 26) Pengelolaan taman hutan raya, penyusunan rencana pengelolaan (jangka menengah dan jangka panjang) dan pengesahan rencana pengelolaan jangka pendek serta penataan blok (zonasi) dan pemberian perizinan usaha pemanfaatan serta rehabilitasi di taman hutan raya skala provinsi. 27) Penyusunan rencana-rencana kehutanan tingkat provinsi. 28) Penyusunan sistem informasi kehutanan (numerik dan spasial) tingkat provinsi. 29) Pertimbangan teknis kepada menteri untuk pemberian dan perpanjangan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi kecualipada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum perhutani. 30) Pemberian perizinan pemungutan hasil hutan kayu dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi skala provinsi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum perhutani. II-17

26 31) Pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dan jasa lingkungan skala provinsi kecuali pada kawasan hutan negara pada wialyah kerja Perum Perhutani. 32) Pemberian izin industri primer hasil hutan kayu dengan kapasitas produksi m 3 serta pertimbangan teknis izin industri primer dengan kapasitas > m 3. 33) Pengawasan dan pengendalian penatausahaan hasil hutan skala provinsi. 34) Pemberian perizinan pemanfaatan kawasan hutan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam lampiran (Appendix) CITES dan pemanfaatan jasa lingkungan skala provinsi kecuali pada kawasan hutan negara pada wilayah kerja Perum Perhutani. 35) Penetapan lahan kritis skala provinsi. 36) Pertimbangan teknis rencana rehabilitasi hutan dan lahan DAS/Sub DAS. 37) Penetapan rencana pengelolaan rehabilitasi hutan, rencana tahunan dan rancangan rehabilitasi hutan pada taman hutan raya skala provinsi. 38) Penetapan rencana pengelolaan, rencana tahunan dan rancangan rehabilitasi hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani izin pemanfaatan/pengelolaan hutan dan lahan di luar kawasan hutan skala provinsi. 39) Pertimbangan teknis penyusunan rencana pengelolaan DAS skala provinsi. 40) Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan pemeliharaan hasil rehabilitasi hutan pada taman hutan raya skala provinsi. II-18

27 41) Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan pemeliharaan hasil rehabilitasi hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani izin pemanfaatan/pengelolaan hutan dan lahan di luar kawasan hutan skala provinsi. 42) Pengesahan rencana reklamasi hutan. 43) Penyusunan rencana dan pelaksanaan reklamasi hutan pada areal bencana alam skala provinsi. 44) Pemantauan, evaluasi dan fasilitasi pemebredayaan masyarakat setempat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. 45) Pemantauan, evaluasi dan fasilitasi hutan hak dan aneka usaha kehutanan. 46) Pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan, perlindungan dan pengamanan hutan kota (khusus DKI), fasilitasi, pemantauan dan evaluasi hutan kota. 47) Pertimbangan teknis calon areal sumber daya genetik, pelaksanaan sertifikasi sumber benih dan mutu benih/bibit tanaman hutan. 48) Pertimbangan teknis pengusahaan pariwisata alam dan taman buru serta pemberian perizinan pengusahaan kebun buru skala provinsi. 49) Pengawasan pemberian izin pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan tidak termasuk dalam lampiran (Appendix) CITES. 50) Pertimbangan teknis izin kegiatan lembaga konservasi (antara lain kebun binatang, taman safari) skala provinsi. II-19

28 51) Pelaksanaan perlindungan hutan pada hutan produksi, hutan lindung yang tidak dibebani hak dan hutan adat serta taman hutan raya skala provinsi. 52) Pemberian fasilitas, bimbingan dan pengawasan dalam kegiatan perlindungan hutan pada hutan yang dibebani hak dan hutan adat skala provinsi. 53) Koordinasi dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kehutanan di tingkat provinsi dan/atau yang memilki dampak antar kabupaten/kota dan pemberian perizinan penelitian pada hutan produksi dan hutan lindung yang tidak ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus skala provinsi. 54) Pelaksanaan diklat teknis dan fungsional kehutanan skala provinsi. 55) Penguatan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan skala provinsi 56) Koordinasi, bimbingan, supervisi, konsultasi pemantauan dan evaluasi bidang kehutanan skala provinsi 57) Pengawasan terhadap efektivitas pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan oleh kabupaten/kota dan kinerja penyelenggara provinsi serta penyelenggaraan oleh kabupaten/kota di bidang kehutanan. II.4. Sumber Daya Hutan Provinsi Jawa Barat memiliki kawasan hutan seluas Ha atau sekitar 22,97 % dari luas daratan Jawa Barat, terdiri dari hutan produksi ha, hutan produksi terbatas Ha, hutan lindung Ha, dan kawasan konservasi seluas Ha. Secara ideal guna menunjang keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan, luas II-20

29 kawasan hutan yang harus dipertahankan minimum sebesar 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dilihat dari aspek pengelolaan, kawasan hutan seluas Ha atau sekitar 83,81 % dari luas kawasan hutan Jawa Barat dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, yaitu hutan produksi ha dan hutan lindung Ha, sedangkan sisanya berupa kawasan konservasi seluas ha atau sekitar 16,19 % dari luas kawasan hutan Jawa Barat yang terdiri dari luas kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru yang dikelola oleh unit pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Gunung Halimun dan Gunung Ciremai, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, serta Taman Hutan Raya yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Sumedang dan Badan Lingkungan Hidup Kota Depok. Selain kawasan hutan, terdapat pula hutan milik/hutan rakyat yang lokasinya tesebar di seluruh Kabupaten/ Kota seluas ± ha (Dishut,2013). Akibat dari krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan yang dimulai pada tahun 1997, kondisi sumber daya hutan Jawa Barat tersebut diatas mengalami tekanan yang sangat berat sehingga secara umum telah dan sedang mengalami proses degradasi fungsi secara serius, baik disebabkan oleh penjarahan, perambahan, pencurian kayu, okupasi lahan, pertambangan tanpa ijin, penggunaan kawasan non prosedural maupun kebakaran hutan. Sementara itu pada tahun 2012 kawasan hutan yang rusak akibat gangguan hutan dan perambahan kawasan hutan yaitu ,10 hektar atau 9,47 % dari luas kawasan hutan di Jawa Barat. Meningkatnya gangguan hutan diakibatkan oleh serangkaian faktor yang sampai saat ini masih belum dapat teratasi dengan tuntas. II-21

30 Sistem pengelolaan hutan dimasa lalu yang kurang melibatkan komponen masyarakat dan terlalu sentralistik merupakan faktor penyebab utama yang perlu segera dilakukan reorientasi sebagai solusinya. Dari sisi pemantapan kawasan hutan masih sering terjadinya gangguan hutan berupa konflik kepemilikan lahan pada kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan sebagai langkah bentuk memperoleh kejelasan status hukum kawasan hutan belum selesai dilaksanakan pada seluruh bagian/kelompok hutan di Jawa Barat, kondisi ini berakibat pada belum definitifnya status dan fungsi kawasan hutan sehingga mendorong masyarakat untuk menduduki kawasan hutan dan memicu timbulnya konflik sosial. Tumbuh kembangnya hutan rakyat dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa program rehabilitasi lahan cukup berhasil, baik dari sisi konservasi tanah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2012 luas hutan rakyat tercatat seluas ,83 Ha dengan produksi kayu rakyat ,70 m3, hal ini dapat dipahami bahwa minat masyarakat semakin besar untuk menanam hutan rakyat dan keberhasilan program gerakan rehabilitasi lahan kritis di Jawa Barat. Dengan melihat potensi hutan rakyat yang makin penting dalam mencukupi kebutuhan kayu lokal, diperlukan adanya upaya pembinaan yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan dengan fokus pada peningkatan nilai tambah kayu seperti : teknik pengolahan, pengawetan serta diversifikasi pemanfaatan serta penerapan zero waste dalam pemanenan kayu. Luas hutan mangrove di Provinsi Jawa Barat berdasarkan hasil inventarisasi tahun 2012 seluas ,05 Ha dengan kondisi II-22

31 kerusakan hutan mangrove pada tingkat yang mengkhawatirkan yaitu sudah mencapai ,15 Ha. II.5. Produk Kayu dan Industri Pengolahan Hasil Hutan Produksi kayu yang berasal dari kawasan hutan produksi di Jawa Barat setiap tahunnya rata-rata m3 berupa kayu bulat jati dan kayu bulat rimba, jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan kayu di Jawa Barat yang setiap tahun mencapai 5,3 juta m3. Untuk menutupi kekurangan tersebut, dipasok oleh kayu-kayu yang berasal dari luar kawasan hutan atau hutan milik/hutan rakyat termasuk didalamnya pekarangan/tegalan dan perkebunan sebesar ± 2,5 juta m3 dan sisanya berasal dari kayu-kayu yang didatangkan dari luar Jawa. Industri pengolahan hasil hutan (sektor hilir) di Jawa Barat tersebar di beberapa sentra produksi, yaitu di Purwakarta, Bogor, Bekasi dan Cirebon dengan orientasi pemasaran ekspor. Tercatat tidak kurang dari 110 industri pengolahan hasil hutan dengan berbagai bentuk produk seperti moulding, plywood, wood working dan sejenisnya yang sebagian besar menggunakan bahan baku kayu yang berasal dari luar Jawa. Industri pengolahan hasil hutan kayu milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sejak tahun 1999 tidak lagi melakukan operasi, sehingga produksi olahan hasil hutan pada umumnya dilaksanakan oleh pihak swasta melalui Kerja Sama Produksi (KSP). Pemungutan iuran kehutanan di Jawa Barat yang berasal dari Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) setiap tahunnya berkisar antara Rp. 12 Milyar Rp. 18 Milyar. Selama tahun 2010 penerimaan PSDH sebesar Rp ,00,- sedangkan pada tahun 2011 penerimaan PSDH dari 14 KPH telah mencapai Rp ,- dan pada tahun 2012 sebesar Rp ,-. II-23

32 Nilai ekonomi hutan Jawa Barat selama ini lebih banyak diperoleh dari hasil hutan kayu, sedangkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) belum banyak dimanfaatkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai manfaat ekonomi hutan belum optimal dimanfaatkan sehingga kontribusi ekonomi hutan terhadap pembangunan daerah di Jawa Barat relatif rendah. Produksi kayu berasal dari kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, serta kayu yang berasal dari hutan rakyat. Produksi kayu bulat pada tahun 2012 yang berasal dari kawasan hutan negara umumnya merupakan jenis kayu rimba dan jati sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. Produksi kayu rimba cenderung lebih banyak dibandingkan dengan kayu jati. Perkembangan produksi kayu bulat di Jawa Barat dari tahun 2009 sampai dengan 2012 disajikan pada Gambar II.3 dan Gambar II.4 Gambar II.3 Grafik produksi kayu bulat jenis jati dan rimba campuran per KPH di Jawa Barat tahun 2012 (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012). II-24

33 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Gambar II.4 Perkembangan Produksi Kayu Bulat di Jawa Barat per Jenis Kayu Tahun (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012). Produksi kayu bulat pertukangan per KPH di Jawa Barat disajikan pada Gambar II.5. Gambar ini menunjukkan bahwa produksi kayu pertukangan tertinggi dicapai oleh KPH Cianjur. Purwakarta Sumedang Kuningan Tasikmalaya Bandung Selatan Rimba (m3) Jati (m3) Cianjur Bogor - 10,000 20,000 30,000 40,000 Gambar II.5 Grafik Produksi kayu bulat pertukangan per KPH di Jawa Barat tahun 2012 (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012). II-25

34 Produksi kayu selain berasal dari kawasan hutan negara, juga berasal dari hutan rakyat. Produksi kayu dari hutan rakyat di Jawa Barat pada kurun waktu 2008 sampai dengan 2012 secara umum mengalami fluktuasi (Gambar II.6). Pada tahun 2008 tercatat sebanyak ,95 m 3 dengan luas sebesar ,11 Ha. Produksi tersebut menurun menjadi sebanyak ,41 m 3, sehingga produksi pada tahun 2009 menjadi ,54 m 3 dengan luas hutan rakyat meningkat menjadi ,56 Ha. Luas hutan rakyat kembali menurun pada tahun 2010 menjadi seluas ,46 Ha dengan produksi kayu sebanyak ,71 m 3. Seiring bertambahnya luasan hutan rakyat tahun 2011 menjadi ,40 Ha, produksi kayu dari hutan rakyat pada tahun 2011 meningkat sebanyak ,28 m 3. 2,900, ,579, ,756, ,210, ,642, Luas (Ha) Produksi (m3) 267, , , , , Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Gambar II.6 Grafik perkembangan luas dan produksi hutan rakyat di Jawa Barat tahun (Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012). Selain hasil hutan kayu, hutan juga menghasilkan hasil hutan bukan kayu (Tabel II.2.), Hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dihasilkan II-26

35 berupa HHBK nabati dan HHBK hewani yang juga memberikan kontribusi ekonomi terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah. Jenis HHBK tersebut sebenarnya belum memberikan hasil yang maksimal, karena sebagian besar masih diusahakan secara tradisional sehingga apabila dikelola dengan lebih baik, maka nilai kontribusi ekonominya akan meningkat terhadap pendapatan masyarakat dan pemerintah setempat. Produksi aneka usaha kehutanan di Provinsi Jawa Barat yang ditunjukkan pada Tabel 8, menunjukkan bahwa baru sebagian kecil aneka usaha kehutanan yang dikembangkan, yaitu komoditas yang telah memiliki pasar (marketable) sedangkan jenis-jenis komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu lainnya belum memiliki nilai jual (unmarketable). Oleh karena itu pengembangan aneka usaha kehutanan perlu mendapatkan prioritas dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di Jawa Barat. Tabel II.2 Perkembangan produksi Hasil hutan bukan kayu di Jawa Barat tahun 2008 sampai dengan No. Jenis Hasil Hutan Satuan Tahun 2008 Tahun 2009 Jumlah Produksi Tahun 2010 Tahun Tahun Getah Pinus Ton Getah Damar Ton Daun Kayu Putih Ton Arang Ton Kopal Ton Rotan Batang Bambu Batang II-27

36 No. Jenis Hasil Hutan Satuan Tahun 2008 Tahun 2009 Jumlah Produksi Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun Rumput Gajah Ton Madu Kg Bunga Kenanga Ton Kopi Kg Kelapa Butir Sarang Burung Walet Kg Melinjo Kg Karet Kg Cengkeh Kg Ylang-Ylang Kg Padi Ton Lain-lain - Rusa Ekor Buaya Ekor Primata Ekor Sumber : Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Tabel II.3 Produksi aneka usaha kehutanan di Jawa Barat 2012 No Kabupaten/ Kota Jamur (Kg) Lebah Madu (Liter) Sutera Alam (Kg) Sarang Burung Walet (Kg) Gaharu (Batang) Arang Kayu (Kg) 1 Kab. Bogor Kab. Sukabumi II-28

37 No Kabupaten/ Kota Jamur (Kg) Lebah Madu (Liter) Sutera Alam (Kg) Sarang Burung Walet (Kg) Gaharu (Batang) Arang Kayu (Kg) 3 Kab. Cianjur Kab. Bandung , Kab. Garut , Kab. Tasikmalaya , Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta , Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi , Kota Bandung Kota Bekasi II-29

38 No Kabupaten/ Kota Jamur (Kg) Lebah Madu (Liter) Sutera Alam (Kg) Sarang Burung Walet (Kg) Gaharu (Batang) Arang Kayu (Kg) 22 Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kota Cirebon Jumlah , Data yang diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa volume kayu yang dihasilkan dari hutan produksi cenderung menurun dan lebih kecil dari volume yang dihasilkan oleh hutan rakyat, sehingga kebutuhan kayu masyarakat lebih banyak dipenuhi oleh kayu yang berasal dari hutan rakyat (hutan milik). Pengembangan hutan rakyat akan memberikan sejumlah manfaat, antara lain : (a) berkurangnya lahan kritis di luar kawasan hutan yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas lindung lahan; (b) peningkatan pendapatan masyarakat petani hutan rakyat; serta (c) berkurangnya gap antara kebutuhan kayu dengan permintaan kayu. Volume kayu dari kawasan hutan produksi yang cenderung menurun menunjukkan produktivitas hutan produksi (HP) masih rendah dan memerlukan redesign pola pengelolaan HP di Jawa Barat. Redesign pengelolaan HP di Jawa Barat difokuskan untuk menjawab permasalahan: (a) kontribusi lahan HP sebagai resapan air dalam peningkatan fungsi tata hidrologis DAS; (b) kontribusi lahan HP dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitarnya; (c) kontribusi II-30

39 lahan HP dalam mendukung kedaulatan pangan dan energi di Provinsi Jawa Barat. II.6. Produk Jasa dan Non Kayu Produk jasa yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan seperti air, keindahan alam dan kapasitas asimilasi lingkungan mempunyai manfaat yang besar sebagai penunjang kehidupan yang mampu mendukung dan menggerakan sektor ekonomi lainnya. Sebagian besar produk jasa tergolong kedalam manfaat intangible, dimana berdasarkan hasil penelitian dapat memberikan nilai ekonomi jauh lebih besar dari nilai produk kayu. Berbagai lokasi produk jasa berupa wisata alam di Jawa Barat, meliputi : Taman Nasional (TN) 3 lokasi, Taman Wisata Alam (TWA) 16 lokasi, Taman Hutan Raya (Tahura) 3 lokasi, Taman Buru (TB) 1 lokasi, dan Wana Wisata/ Hutan Wisata 39 lokasi. Pemanfaatan produk jasa tersebut cukup besar sebagaimana ditunjukkan oleh jumlah pengunjung ke lokasi wana wisata, taman nasional dan taman wisata alam selama tahun 2012 sebanyak orang dengan penerimaan sebesar Rp ,- Pemanfaatan produk jasa dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti getah pinus, getah damar, kayu putih dan lain sebagainya belum dilakukan secara maksimal. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh terfokusnya pemanfaatan hutan pada produk kayu. Pengelolaan dan pemanfaatan multi fungsi hutan perlu ditingkatkan sebagai alternatif peningkatan sumber penerimaan daerah serta pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Ekosistem hutan, selain memberikan manfaat berupa hasil hutan kayu dan HHBK, juga jasa lingkungan (environmental services). Sedikitnya ada empat jasa lingkungan yang mulai dikenal, yaitu jasa lingkungan air, wisata alam, penyerapan dan penyimpanan karbon, serta II-31

40 keanekaragaman hayati. Dari keempat jasa lingkungan tersebut, jasa lingkungan air yang keluar sebagai output hidrologis ekosistem hutan mulai diapresiasi nilainya melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan (payment for environmental services). Pasal 34 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan. Selain UU Nomor 41 Tahun 1999 tersebut, Pasal 42 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. Salah satu mekanisme dalam penerapan instrumen ekonomi lingkungan untuk jasa lingkungan hutan adalah mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan atau payment for environmental services (PES). Potensi pengembangan jasa lingkungan berupa pemanfaatan air di Jawa Barat sangat tinggi. Jawa Barat memiliki curah hujan tahunan rata-rata berkisar antara mm/tahun dan memiliki potensi sumber daya air khususnya air permukaan mencapai rata-rata 48 Milyar m 3 /tahun dalam kondisi normal. Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 50% atau 24 Milyar m 3 /tahun sedang sisanya langsung terbuang ke laut. Potensi sumber daya air tersebut mengalir pada 5 (lima) Wilayah Sungai yang terbagi dalam 41 DAS atau sekitar buah sungai induk dan anak-anak sungainya. Sekitar 35,9 Milyar m 3 /tahun (75%) dari jumlah potensi tersebut mengalir pada buah sungai yang secara geografis lintas kabupaten/kota, sedangkan sisanya yaitu 12,1 Milyar m 3 /tahun (25%) berada pada buah sungai (Naskah Akademik Raperda RTRW Jawa Barat ). Potensi air permukaan dan luas setiap wilayah sungai yang terdapat di Jawa Barat, dapat dilihat pada Tabel 9. II-32

41 No Selain sumberdaya air alami, Jawa Barat memiliki situ-situ dan wadukwaduk buatan. Tidak kurang dari 20 waduk mempunyai kapasitas tampung lebih dari 6,8 Milyar m 3, diantaranya 3 waduk dibangun pada Sungai Citarum yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Juanda. Ketiga waduk tersebut mempunyai daya tampung total mencapai 5,83 Milyar m 3. Dari sisi kebutuhan air, Pusat Litbang Sumber Daya Air (2006) menyebutkan bahwa Indek Ketersediaan Air (IKA) Jawa Barat adalah m 3 /kapita/tahun. Padahal total kebutuhan dasar air untuk kehidupan berkelanjutan pada kondisi pesimistis adalah m 3 /kapita/tahun, serta kondisi optimistis m 3 /kapita/tahun. Tabel II.4 Potensi dan Luas Wilayah Sungai Menurut Kewenangan Wilayah Sungai 1. Cidanau-Ciujung- Cidurian-Cisadane- Ciliwung-Citarum 2. Cimanuk- Cisanggarung Luas (Km2) Lintas Prov./ Kab./Kota Juta m 3 / tahun Lokal Kab./Kota Total , , , , , ,64 305, ,07 3. Citanduy 8.033, , , ,19 Ciwulan-Cilaki 5. Cisadea-Cibareno 8.813, , , ,47 Total , , , ,77 Sumber : Dinas PSDA dan Hasil Analisis, 2008 Di dalam rencana tata ruang Jawa Barat disebutkan bahwa Jawa Barat akan mempertahankan sawah seluas Ha sampai tahun Apabila kebutuhan irigasi sawah 1 liter/detik/ha, maka total kebutuhan air mencapai 16 milyar m 3 /tahun (asumsi 8 bulan diairi), sedangkan ketersediaan air permukaan dalam musim hujan-pun II-33

42 hanya 15 milyar m 3 /tahun (dengan asumsi kondisi kawasan lindung bagus). Dengan demikian, status air Jawa Barat sebenarnya dalam kondisi kritis. Permasalahan air lainnya adalah terkait dengan status air tanah. Pengukuran di beberapa tempat menunjukkan penurunan muka air tanah sejak tahun 1960 sampai tahun 2005 antara meter. Kerusakan sumber daya air tanah ini akan semakin parah apabila tidak segera dilakukan langkah-langkah pengendalian secara sinergis melalui strategi kebijakan pengelolaan air tanah yang utuh menyeluruh dan dilaksanakan secara terkoordinasi. Berkaitan dengan terjadinya permasalahan air di Provinsi Jawa Barat tersebut, hutan memiliki peranan penting terkait dengan fungsi tata hidroorologisnya. Ekosistem hutan yang didominasi vegetasi pohon berperan penting dalam mengatur sistem hidrologis wilayah terutama meningkatkan peluang terjadinya hujan di wilayah tersebut. Perubahan ekosistem hutan mempengaruhi output hidrologis yang keluar dari ekosistem hutan tersebut. Ekosistem hutan berperan penting dalam mengendalikan tata air wilayah. Oleh karena itu peranan sektor kehutanan menjadi sangat penting dalam mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya air yang menjadi kebutuhan pokok dan vital bagi manusia dan makhluk hidup lainnya mengingat bahwa air merupakan barang yang tidak bisa disubstitusi oleh barang lainnya. II.7. Sumber Daya Manusia, IPTEK dan Kelembagaan Pengelolaan sumber daya hutan yang demikian luas dengan permasalahan yang kompleks diperlukan dukungan sumber daya manusia yang kuat dan profesional, kelembagaan, serta IPTEK yang memadai. Sumber daya manusia yang ada di Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 terdapat pada tabel II.5 berikut ini. II-34

43 Tabel II.5 Jumlah Pegawai Dinas Kehutanan Berdasarkan Golongan pada Tahun No. Satuan Kerja Gol. IV Gol. III Gol. II Gol. I Jumlah 1. Dinas Kehutanan Balai Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda 3. Balai Pengawasan dan Pengendalian Hasil Hutan 4. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Jumlah Secara umum kondisi kelembagaan kehutanan di masa lalu belum mendukung proses partisipatif yang transparan dan cenderung telah menimbulkan usaha yang bersifat monopolistik. Pada era otonomi daerah sekarang ini kelembagaan kehutanan yang ada juga belum mencerminkan suatu sistem kelembagaan yang kompak. Dengan terbentuknya Dinas Kehutanan di Tingkat Provinsi dan adanya Unit Pelaksana Teknis dari Kementerian Kehutanan dan juga adanya dinasdinas yang menangani pembangunan kehutanan di tingkat Kabupaten menggambarkan besarnya organisasi kelembagaan kehutanan. Namun di sisi lain ada kelemahan struktural yang justru dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan. Belum adanya perangkat tata hubungan kerja sesuai kewenangan yang dimiliki merupakan kendala yang perlu dicari pemecahannya di masa yang akan datang. Pada sisi lain, pemberdayaan potensi dan kelembagaan II-35

44 ekonomi masyarakat dalam penyelenggaraan kehutanan belum optimal. Kelembagaan pengelolaan sumber daya hutan belum pula didasari oleh multi fungsi hutan, sehingga pemanfaatan sumber daya hutan menjadi tidak optimal. Dimasa mendatang orientasi pembangunan diarahkan pada pemberdayaan masyarakat melalui program pembangunan kehutanan berbasis masyarakat. Beberapa produk hukum sebagai penunjang pembangunan kehutanan antara lain UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP nomor 38 tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, serta berbagai peraturan pendukung lainnya. II.8. Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar Hutan Tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals, MDGs) yang menjadi konsensus bersama menekankan tentang mengurangi tingkat kemiskinan dan kelaparan. Masyarakat sekitar hutan di Jawa Barat umumnya berada dalam kondisi miskin dengan akses terhadap hutan yang masih rendah. Selain itu dengan adanya perubahan lingkungan hidup dan ancaman bencana alam yang terjadi di Jawa Barat menyebabkan hampir semua desa, terutama yang berada di sekitar hutan rentan krisis pangan. Berdasarkan data potensi desa tahun 2008 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah desa/kelurahan yang ada di Provinsi Jawa Barat mencapai desa yang terdiri dari desa berada di luar kawasan hutan, 28 desa di dalam kawasan hutan, serta 957 desa di sekitar kawasan hutan (Tabel II.6). II-36

45 Penduduk yang berada dalam kawasan hutan mencapai orang dan penduduk yang tinggal di sekitar kawasan hutan mencapai orang. Jumlah penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan mencapai orang atau 11,34% dari jumlah penduduk total. Pada umumnya tingkat ekonomi penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan tergolong miskin, dimana berdasarkan data Podes tahun 2006 jumlah penduduk pra KS dan KS-1 mencapai orang atau 71,65% dari total penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Masih banyaknya masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan memberikan gambaran bahwa keberadaan hutan yang selama ini dimanfaatkan ternyata belum banyak memberikan manfaat ekonomi secara langsung terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tabel II.6 Perkembangan Jumlah Desa Sekitar Hutan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 s/d 2012 No Kabupaten/Kota Tahun 2008 Jumlah Desa/Lurah Sekitar Hutan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Jumlah s/d Tahun Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon II-37

46 No Kabupaten/Kota Tahun 2008 Jumlah Desa/Lurah Sekitar Hutan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Jumlah s/d Tahun Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Karawang Kab. Bekasi Kab. Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kota Cirebon Jumlah Sumber : Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Persentase penyebaran desa yang berada di dalam/sekitar kawasan hutan terhadap total desa per kabupaten disajikan pada Gambar II.7. Kabupaten yang berada di wilayah hulu dan tengah DAS cenderung II-38

47 Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumedang Indramayu Subang Purwakarta Karawang Bekasi Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Bekasi Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kota Cirebon DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT memiliki jumlah desa di sekitar kawasan hutan lebih banyak daripada daerah hilirnya. Hal ini dikarenakan bahwa kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat pada umumnya berada wilayah hulu dan tengah DAS. Secara umum kondisi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lingkungan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, lebih rendah dari yang berada di luar kawasan hutan, baik kuantitas dan kualitasnya Gambar II.7 Persentase Jumlah Desa di Luar dan Sekitar Kawasan Hutan per Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Tahun Uraian sebelumnya menunjukkan kondisi yang paradoks terjadi, dimana kemiskinan masyarakat (sekitar hutan) terjadi di batas tepi kelimpahan potensi nilai sumberdaya hutan sebagai pengatur tata air, pangan, dan energi. Oleh karena itu upaya pelestarian hutan di Jawa Barat tidak bisa terlepas dari strategi pengentasan kemiskinan masyarakat, dimana penyelamatan hutan harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyrakat yang berada di sekitarnya atau save forest, save people. II-39

48 II.9. Peluang dan Tantangan Pengembangan Pelayanan Dinas Kehutanan. II.9.1. Identifikasi Faktor Lingkungan Internal Identifikasi faktor lingkungan internal digunakan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan faktor-faktor kelemahan. Kekuatan berupa situasi dan kemampuan internal organisasi yang bersifat positif dan yang memungkinkan organisasi memanfaatkan keuntungan strategis dalam upaya mencapai visi melalui pelaksanaan misi yang ditetapkan. Sementara itu kelemahan berupa situasi dan kemampuan internal organisasi yang bersifat negatif yang dapat menghambat organisasi dalam upaya mencapai visi organisasi dan dapat menghambat pelaksanaan misi organisasi yang telah ditetapkan. Identifikasi faktor lingkungan internal mencakup empat pengelompokkan sumberdaya, yaitu: 1. Sumberdaya manusia (human resources) 2. Sumberdaya fisik (Physical resources) 3. Sumberdaya dana (Financial resourches) 4. Sumberdaya teknologi (Technological resourches) dengan segala aspeknya. Beberapa faktor kekuatan yang dimiliki adalah: 1. Komitmen yang kuat untuk mengelola sektor kehutanan Jawa Barat Komitmen adalah suatu bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggung jawabnya dalam upaya II-40

49 perusahaan mencapai tujuan. Faktor komitmen dalam organisasi menjadi satu hal yang dipandang penting karena pegawai kehutanan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi akan memiiki sikap yang profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati dalam sebuah organisasi. Indikator komitmen yang kuat tampak dari: 1). Adanya visi dan misi yang jelas di Dinas Kehutanan yang akan memudahkan setiap pegawai dalam bekerja pada akhirnya dalam setiap aktivitas kerjanya senantiasa bekerja berdasarkan apa yang menjadi tujuan organisasi 2). Adanya kepercayaan dan penerimaan yang begitu kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi; 3). Adanya kemauan untuk bekerja keras bagi kepentingan organisasi; Dukungan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan sumberdaya hutan Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen kebijakan yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Adanya peraturan perundangundangan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dibandingkan jenis sumber hukum lainnya dalam pengelolaan hutan. 2. Dukungan dana APBD dan sumber lainnya Dukungan dana sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Alokasi anggaran untuk sektor kehutanan yang tercermin dari Anggaran Pendapatan dan Belanja II-41

50 Daerah menggambarkan komitmen yang tinggi untuk pembangunan sektor kehutanan. Di pihak lain, isu kehutanan dan peningkatan nilai ekonomi sumberdaya hutan telah mendorong partisipasi masyarakat untuk memberikan konstribusi pendanaan dalam pembangunan sektor kehutanan. 3. Potensi Sumberdaya Hutan Sebagaimana digambarkan pada uraian sebelumnya potensi sumbedaya hutan Jawa Barat sangat tinggi baik untuk pengembangan produksi kayu maupun jasa lingkungan. Sementara itu, beberapa kelemahan berupa situasi dan kemampuan internal organisasi yang bersifat negatif adalah sebagai berikut: 1. Struktur kelembagaan kehutanan yang belum kompak Belum lengkap dan rincinya peraturan perundangundangan yang mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah menimbulkan perbedaan interprestasi dan persepsi yang mengakibatkan permasalahan terkait struktur kelembagaan. Struktur kelembagaan adalah kerangka organisasi yang merupakan visualisasi dari tugas dan wewenang serta tanggung jawab. Permasalahan belum kompaknya struktur kelembagaan mengakibatkan beberapa permasalahan prinsip terjadi seperti lemahnya perumusan tujuan bersama dalam pembangunan kehutanan, lemahnya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab, lemahnya koordinasi dan kerjasama antar daerah, tingkat pengawasan dan rentang manajemen. II-42

51 2. Keterbatasan Peran Dinas Kehutanan Provinsi Terdapat dua hal penting terkait keterbatasan peran Dinas Kehutanan Provinsi yaitu 1). Mengatur kerjasama antar daerah; 2). Keterbatasan pengelolaan kawasan hutan. Keterbatasan peran Dinas Kehutanan Provinsi dalam mengatur kerjasama daerah dari sisi regulasi diakibatkan oleh peraturan yang ada belum dianggap menyentuh aspek-aspek praktis kerjasama antar daerah. Karena belum ada juklak dan juknis yang dapat dijadikan acuan oleh pemerintah daerah. Sejauh ini peran provinsi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yakni sebagai pihak pelaku/aktor yang melakukan kerjasama dan sebagai pihak pembina kabupaten/kota yang ada di wilayahnya sehingga sinkronisasi pembangunan kehutanan menjadi terhambat. Di pihak lain, Dinas Kehutanan juga memiliki keterbatasan pengelolaan kawasan hutan. Hanya 0,06 % kawasan hutan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan sisanya dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat sebanyak 71,06 % dan sebanyak 28,8 % dikelola Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan (BBKSDA dan Balai Taman Nasional). 3. Sarana Pelayanan dan Informasi Database Kehutanan belum memadai Dukungan sarana pelayanan sangat penting untuk mendukung pencapaian visi dan pelaksanaan misi Dinas Kehutanan demikian juga sarana informasi II-43

52 kehutanan. Saat ini kondisi dukungan tersebut belum memada II.9.2. Identifikasi Faktor Lingkungan Eksternal Identifikasi faktor lingkungan ekternal dilakukan dengan mencermati dan menganalisis peluang dan tantangan yang ada di lingkungan eksternal organisasi yang tidak dapat dikelola oleh manajemen organisasi. Faktor lingkungan eksternal dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Lingkungan ekonomis yang analisisnya meliputi kondisi dan trend pasar hasil hutan, nilai produk hasil hutan, permintaan, penawaran, dan lain-lain 2. Lingkungan teknologi berupa kemajuan teknologi yang ada 3. Lingkungan sosial, yang mengangkut nilai-nilai sosial, perilaku, dan budaya yang ada dan tumbuh di masyarakat 4. Lingkungan ekologi, yang termasuk dalam masalah ini adalah terkait dengan masalah lingkungan, degradasi hutan, reforestrasi, dan lain-lain 5. Lingkungan politik dan kebijakan 6. Lingkungan keamanan yang berpengaruh terhadap pencapaian visi dan pelaksanaan misi organisasi Faktor lingkungan ekternal yang menjadi peluang adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan permintaan terhadap jasa lingkungan hutan seperti air dan wisata alam. II-44

53 Di dalam rencana tata ruang Jawa Barat disebutkan bahwa Jawa Barat akan mempertahankan sawah seluas Ha sampai tahun Apabila kebutuhan irigasi sawah 1 liter/detik/ha, maka total kebutuhan air mencapai 16 milyar m 3 /tahun (asumsi 8 bulan diairi), sedangkan ketersediaan air permukaan dalam musim hujan-pun hanya 15 milyar m 3 /tahun (dengan asumsi kondisi kawasan lindung bagus). Demikian juga dengan kebutuhan air bersih dan layak minum akan mendorong peningkatan fungsi hutan karena kondisi status air tanah yang mengkhawatirkan. Jasa lingkungan hutan sebagai objek wisata alam juga makin meningkat, karena perubahan orientasi wisatawan. Minat wisatawan mengarah kepada konsep pariwisata lingkungan alam (ecotourism), dimana keaslian potensi kekayaan alam dan nilai masyarakat budaya setempat menjadi daya tariknya. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki potensi kekayaan keindahan alam dan budaya yang tinggi. 2. Peningkatan nilai ekonomi produk kehutanan dan jasa lingkungan Menurunnya pasokan kayu dari hutan alam dan masih rendahnya produktivitas hutan produksi pada kawasan hutan menyebabkan harga kayu menjadi tinggi demikian juga nilai jasa lingkungan hutan. Kondisi tersebut menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor kehutanan. 3. Peningkatan Kesadaran dan perilaku pembangunan berkelanjutan. II-45

54 Masyarakat, dunia usaha serta pihak lain yang semakin sadar akan pentingnya keberadaan hutan atau pepohonan baik untuk estetika, kenyamanan dan penyelamatan lingkungan maupun sumber ekonomi dan investasi berwawasan lingkungan. Kesadaran tersebut tampak dari fakta bahwa meskipun penutupan hutan pada kawasan hutan makin menurun, tetapi penutupan hutan di luar kawasan hutan cenderung meningkat dalam bentuk antara lain hutan rakyat, hutan kota, serta berbagai upaya penanaman pohon lainnya. 4. Perhatian Dunia Internasional terhadap Hutan Tropis dan Isu Lingkungan Perhatian yang besar dari dunia internasional tidak terlepas dari isu global tentang perubahan iklim. Isu yang terkait dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, memberi peluang sekaligus tantangan pembangunan kehutanan Jawa Barat akan semakin besar. Mekanisme REDD, di satu sisi membuka peluang untuk memperoleh dukungan pendanaan, peningkatan kapasitas baik SDM maupun institusi dan transfer teknologi, namun demikian dukungan tersebut menuntut komitmen yang tinggi untuk dapat membuktikan bahwa pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi benar-benar terjadi. 5. Kebijakan Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Pelaksanaan Desentralisasi Sektor Kehutanan didasarkan pada Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang saat ini telah diganti dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, Undang-Undang No. II-46

55 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai daerah Otonom serta peraturan lainnya. Walaupun kebijakan desentralisasi belum sepenuhnya berjalan baik tetapi pada masa yang akan datang akan menumbuhkan peningkatan efisiensi, efektifitas dan partisipasi pembangunan. Faktor lingkungan ekternal yang menjadi tantangan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi hutan rakyat dan hutan produksi Tantangan utama pembangunan hutan tanaman adalah peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi baik pada hutan rakyat maupun hutan produksi. Tantangan ini selaras dengan rencana revitaslisasi sektor kehutanan dimana hutan tanaman diharapkan sudah mampu berperan dalam menyediakan sebesar 75% kebutuhan bahan baku industri perkayuan (pulp dan kayu pertukangan) baik dari HTI, HTR, HR dan hutan tanaman lainnya pada tahun Rendahnya penguasaan masyarakat terhadap silvikultur Sebagian besar masyarakat yang melakukan budidaya tanaman hutan memiliki pengetahuan dan teknologi yang terbatas dalam budidaya tanaman hutan (silviculture). Indikator yang tampak adalah masih lemahnya pengetahuan terhadap benih/bibit berkualitas, pola penanaman, pemeliharaan intensif, pemilihan jenis yang berorientasi pasar, pencegahan hama dan penyakit. II-47

56 3. Peningkatan nilai tambah dan Daya Saing produk hasil hutan Produk hasil hutan telah memberikan konstribusi yang besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun konstribusi tersebut dapat ditingkatkan dengan memberikan input teknologi yang berfungsi meningkatkan nilai tambah dan daya saing. Sektor Agribisnis kehutanan terutama yang melibatkan masyarakat harus sudah mulai mengarah tidak saja ditataran budidaya tetapi sudah harus lebih ke hilir termasuk proses produksi, produk akhir dan pemasaran. 4. Kemiskinan Masyarakat Desa Sekitar Hutan Jumlah penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan mencapai orang atau 11,34% dari jumlah penduduk total. Pada umumnya tingkat ekonomi penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan tergolong miskin, dimana berdasarkan data Podes tahun 2006 jumlah penduduk pra KS dan KS-1 mencapai orang atau 71,65% dari total penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Masih banyaknya masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan memberikan gambaran bahwa keberadaan hutan yang selama ini dimanfaatkan ternyata belum banyak memberikan manfaat ekonomi secara langsung terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. II-48

57 5. Gangguan keamanan, berupa perambahan dan peredaran kayu ilegal. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun rekapitulasi identifikasi faktor lingkungan stategis adalah sebagai berikut: Tabel II.7 Matrik Rekapitulasi Faktor Lingkungan Strategis Kekuatan INTERNAL 1. Komitmen yang kuat untuk mengelola sektor kehutanan Jawa Barat 2. Dukungan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan sumberdaya hutan 3. Dukungan dana APBD dan sumber lainnya 4. Potensi Sumberdaya Hutan Peluang EKSTERNAL 1. Peningkatan permintaan terhadap jasa lingkungan hutan seperti air dan wisata alam. 2. Peningkatan nilai ekonomi produk kehutanan dan jasa lingkungan 3. Peningkatan Kesadaran dan perilaku pembangunan berkelanjutan. 4. Perhatian Dunia Internasional terhadap Hutan Tropis dan Isu Lingkungan 5. Kebijakan Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kelemahan 1. Struktur kelembagaan kehutanan yang belum kompak 2. Keterbatasan Peran Dinas Kehutanan Provinsi 3. Sarana Pelayanan dan Informasi Database Kehutanan belum memadai Tantangan 1. Peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi hutan rakyat dan hutan produksi 2. Rendahnya penguasaan masyarakat terhadap silvikultur 3. Peningkatan nilai tambah dan II-49

58 INTERNAL EKSTERNAL Daya Saing produk hasil hutan 4. Kemiskinan Masyarakat Desa Sekitar Hutan 5. Gangguan keamanan II.10. Analisis Pilihan Asumsi Strategi Tabel II.8 Matriks Analisis SWOT untuk Melihat Pilihan Asumsi Strategi IFAS (Internal Faktor Analisys ummary) EFAS (External Faktor Analisys Summary) Kekuatan (Strengths) - S 1. Komitmen yang kuat untuk mengelola sektor kehutanan Jawa Barat 2. Dukungan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan sumberdaya hutan 3. Dukungan dana APBD dan sumber lainnya 4. Potensi Sumber Daya Hutan Kelemahan (Weaknesses) - W 1. Struktur kelembagaan kehutanan yang belum kompak 2. Keterbatasan Peran Dinas Kehutanan Provinsi 3. Sarana Pelayanan dan Informasi Database Kehutanan belum memadai Peluang (Opportunities) - O 1. Peningkatan permintaan terhadap jasa lingkungan hutan seperti air dan wisata alam. 2. Peningkatan nilai Strengths + Opportunities ( S+O ) Revitalisasi pengelolaan sumberdaya hutan dalam rangka peningkatan produktivitas multi manfaat sumberdaya hutan Weaknesses + Opportunities ( W+O) Pemantapan kelembagaan Revitalisasi peran Dinas Kehutanan Provinsi sebagai Regulator, inisiator, II-50

59 ekonomi produk kehutanan dan jasa lingkungan 3. Peningkatan Kesadaran dan perilaku pembangunan berkelanjutan. 4. Perhatian Dunia Internasional terhadap Hutan Tropis dan Isu Lingkungan 5. Kebijakan Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Ancaman (Threateats) - T 1. Peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi hutan rakyat dan hutan produksi 2. Rendahnya penguasaan masyarakat terhadap silvikultur 3. Peningkatan nilai tambah dan Daya Saing produk hasil hutan 4. Kemiskinan Masyarakat Desa Sekitar Hutan 5. Gangguan keamanan Peningkatan koordinasi pembangunan kehutanan Jawa Barat Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan Strengths + Threateats ( S+T ) Pemantapan pengetahuan dan teknologi pengelolaan sumberdaya hutan Perberdayaan kelembagaan dan ekonomi masyarakat Pemantapan kawasan hutan koordinasi, fasilitator, mediator, dan pengawasan (monev) Weaknesses + Threateats (W+T ) Harmonisasi perencanaan pembangunan kehutanan dan perencanaan tata ruang Pemantapan pelayanan dan informasi database kehutanan II-51

60 Analisis pilihan asumsi strategi merupakan kelanjutan analisis dari hasil identifikasi faktor lingkungan strategis. Yang dimaksud dengan strategi adalah seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya untuk mencapai sasaran. Penggunaan SWOT sangat membantu membuat pilihan strategi identifikasi, penentuan kekuatan, memecahkan kelemahan, memanfaatkan peluang, dan menghindarkan ancaman. Identifikasi faktor lingkungan ekternal dilakukan dengan mencermati dan menganalisis peluang dan tantangan yang ada di lingkungan. II-52

61 BAB III ISU-ISU STRATEGIS III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Permasalahan dalam Pengelolaan Hutan dan Kehutanan adalah sebagai berikut : 1. Tekanan penduduk terhadap kawasan dan koflik penggunaan kawasan masih sangat tinggi. 2. Rendahnya kesadaran, keterampilan, dan daya beli masyarakat sekitar hutan. 3. Kondisi kekritisan DAS prioritas dan sebaran lahan kritis masih luas hampir diseluruh wilayah Jawa Barat. 4. Persepsi, motivasi dan partisipasi keswadayaan kesadaran lingkungan pemangku kepentingan masih rendah. 5. Belum optimalnya promosi, investasi dan regulasi kehutanan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDH. 6. Masih lemahnya koordinasi dan sinergitas kelembagaan pemangku kepentingan pengelolaan hutan. 7. Belum optimalnya penerimaan bukan pajak termasuk jasa lingkungan sektor kehutanan. 8. Masih terjadinya pencurian hasil hutan, illegal logging dan gangguan keamanan hutan lainnya. 9. Belum terciptanya sistem informasi yang berkualitas. 10. Peran kelembagaan pengelolaan kawasan hutan dan kawasan lindung belum optimal. III-53

62 III.2.Telaahan Visi, Misi Dan Program Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Terpilih Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun , Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun yakni Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua Untuk mewujudkan pencapaian Visi tersebut diatas, telah ditetapkan 5 (lima) Misi yaitu : Misi 1 Misi 2 : Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing. : Membangun perekonomian yang kokoh dan berkeadilan. Misi 3 : Meningkatkan kinerja pemerintahan melalui profesionalisme tata kelola dan perluasan partisipasi. Misi 4 : Mewujudkan Jawa Barat yang nyaman dengan pembangunan Infrastruktur strategis yang berkelanjutan Misi 5 : Mengokohkan kehidupan sosial kemasyarakatan melalui peningkatan peran pemuda, olahraga, seni dan budaya dalam bingkai kearifan lokal. Berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, salah satu misi yang menjadi embanan Dinas Kehutanan dalam menjalankan tugasnya adalah Misi ke 2, yaitu Membangun perekonomian yang kokoh dan berkeadilan, Misi ke-3, yaitu Meningkatkan kinerja pemerintahan melalui profesionalisme tata kelola dan perluasan partisipasi dan Misi ke- 4, yaitu Mewujudkan Jawa Barat yang nyaman dengan pembangunan Infrastruktur strategis yang berkelanjutan. III-54

63 III.3. Telaahan Renstra Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan dalam Renstra telah mengelaborasi prioritas nasional (prioritas 9) melalui penetapan 8 (delapan) Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan, meliputi : 1) Pemantapan Kawasan Hutan. 2) Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). 3) Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan. 4) Konservasi Keanekaragaman Hayati. 5) Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan. 6) Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan. 7) Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan 8) Penguatan kelembagaan kehutanan Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah merespon kebijakan nasional melalui prioritas pembangunan daerah yang ditetapkan dalam 10 (sepuluh) Common Goals, meliputi 1. Peningkatan Kualitas Pendidikan 2. Peningkatan Kualitas Kesehatan 3. Peningkatan Daya Beli Masyarakat 4. Kemandirian Pangan 5. Peningkatan Kinerja Aparatur 6. Pengembangan Infrastruktur Wilayah 7. Kemandirian Energi Dan Kecukupan Air Baku 8. Penanganan Bencana Dan Pengendalian Lingkungan Hidup III-55

64 9. Pembangunan Perdesaan 10. Pengembangan Budaya Lokal Dan Destinasi Wisata Kebijakan pembangunan daerah yang berkaitan dengan sektor kehutanan, adalah Common Goal 3 Peningkatan Daya Beli Masyarakat dan Common Goal 8 Penanganan Bencana Dan Pengendalian Lingkungan Hidup. III.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang yang hendak dilaksanakan meliputi : kebijakan dan strategi pengembangan wilayah; kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang; dan kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang. Dalam hal kebijakan pengembangan wilayah di Jawa Barat diwujudkan melalui pembagian 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP) yaitu WP Bodebekjur, WP Purwasuka, WP Ciayumajakuning, WP Priangan Timur-Pangandaran, WP Sukabumi dan sekitarnya, dan WP KK Cekungan Bandung. Adapun strategi pengembangan wilayah untuk kawasan diatas dilakukan dengan mengendalikan pengembangan wilayah, mendorong pengembangan wilayah, membatasi pengembangan wilayah dan meningkatkan pengembangan wilayah. Salah satu upaya yang dilakukan dalam membatasi pengembangan wilayah adalah dengan mempertahankan dan menjaga kelestarian kawasan lindung yang telah ditetapkan. Dalam kaitan rencana pola ruang kawasan lindung provinsi, dilaksanakan berbagai upaya meliputi : a) Menetapkan kawasan lindung provinsi sebesar 45 % dari luas seluruh wilayah daerah yang meliputi kawasan lindung berupa III-56

65 kawasan hutan dan kawasan lindung diluar kawasan hutan, yang ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2018; b) Mempertahankan kawasan hutan minimal 30 % dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS); c) Mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidroorologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air; dan d) Mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang berada diluar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung. Wilayah kawasan lindung bukan berarti sama sekali tidak ada pembangunan, namun pengembangan di wilayah tersebut harus memperhatikan fungsi lindung dari kawasan itu. Kawasan yang berfungsi lindung berada di dalam kawasan hutan dan diluar kawasan hutan. Didalam kawasan hutan terdiri atas hutan konservasi dan hutan lindung, sedangkan kawasan berfungsi lindung diluar kawasan hutan terdiri dari kawasan yang menunjang fungsi lindung baik di wilayah darat maupun laut. Dalam penetapan rencana tata ruang wilayah perlu diperhatikan hasil kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Inti daripada kajian lingkungan hidup strategis adalah mengkaji sejauh mana daya dukung dan daya tampung wilayah mampu mendukung pengembangan wilayah tersebut seperti ketersediaan air, resiko kebencanaan, dan sebagainya. Hal ini sangat perlu agar pembangunan yang dilaksanakan dapat berkelanjutan. III-57

66 III.5. Penentuan Isu-isu Strategis Berdasarkan identifikasi permasalahan dalam pengelolaan hutan dan pembagunan kehutanan terdapat masalah-masalah pokok yang menjadi isu-isu strategis antara lain : 1) Taraf hidup masyarakat petani yang sebagian besar berada disekitar kawasan hutan masih belum sejahtera sehingga berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap keutuhan dan kelestarian hutan. 2) Pemanfaatan hasil hutan non kayu dari Jasa lingkungan berpotensi memberikan nilai ekonomi yang cukup besar belum dimanfaatkan secara optimal. 3) Kesenjangan bahan baku kayu untuk industri pengolahan kayu telah mendorong meningkatnya gangguan keamanan hutan dalam bentuk perambahan, penjarahan dan peradaran kayu ilegal. Sementara itu upaya pengembangan sumber bahan dari hutan rakyat belum mampu menghasilkan produksi kayu secara optimal. 4) Masih terjadinya konflik pemanfaatan kawasan hutan antara pemerintah dengan masyarakat yang disebabkan belum jelasnya status dan fungsi sebagian kawasan hutan akibat belum selesainya proses pengukuhan hutan, khususnya pada kawasankawasan konservasi. 5) Degradasi hutan masih terus berlangsung baik pada kawasan hutan maupun pada lahan diluar kawasan hutan sehingga berakibat pada semakin kritisnya kondisi Daerah Aliran Sungai. 6) Belum disepakatinya batasan kewenangan yang jelas dan tata hubungan kerja yang masih rancu menyebabkan pengelolaan hutan di Jawa Barat belum optimal. III-58

67 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS KEHUTANAN IV.1. VISI Sesuai dengan Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun yakni Jawa Barat Maju dan Sejahtera Untuk Semua, maka Visi Dinas Kehutanan Tahun adalah : HUTAN LESTARI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Penetapan Visi tersebut diatas dilandasi pengertian Pengelolaan Hutan Lestari sebagai pengertian yang utuh pengelolaan/pembangunan kehutanan berkelanjutan menuju hutan lestari. Realitanya memang sangat sulit dapat diwujudkan dalam lima tahun kedepan, akan tetapi proses ke arah tersebut harus tetap dilakukan dengan keyakinan bahwa keberadaan hutan di Jawa Barat harus tetap lestari sepanjang jaman mengingat fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan, pada titik akhirnya keinginan adanya Hutan Lestari benar-benar diwujudkan. Dalam prosesnya hutan sebagai objek tentu tidak dengan sendirinya dapat lestari tanpa campur tangan manusia sebagai subyek pengelolanya atau pengambil manfaat. Artinya dalam proses menjadikan Hutan lestari, maka pengelolaan menjadi salah satu unsur yang menjadi starting point mencapai hutan lestari. Pengelolaan hutan yang bijaksana untuk mendapatkan manfaat pembangunan berkelanjutan menjadi pokok penunjang dalam proses terciptanya fungsi hutan sesuai daya dukungnya. IV-59

68 Degradasi hutan akibat ulah manusia baik langsung maupun tidak langsung harus diakui sebagai imbas dari pengelolaan hutan yang kurang bijaksana sehingga paradigma pengelolaan hutan harus terus diperbaiki secara berkeadilan. Kerja keras dan dukungan partisipasi semua pihak yang peduli akan pentingnya keberadaan hutan menjadi modal yang sangat besar untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan. IV.2. MISI Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Misi Dinas Kehutanan dirumuskan dengan tetap mengacu pada misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, oleh karena itu perlu diuraikan terlebih dahulu Misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai berikut : Misi 1 : Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing. Misi 2 : Membangun perekonomian yang kokoh dan berkeadilan. Misi 3 : Meningkatkan kinerja pemerintahan melalui profesionalisme tata kelola dan perluasan partisipasi. Misi 4 : Mewujudkan Jawa Barat yang nyaman dengan pembangunan Infrastruktur strategis yang berkelanjutan Misi 5 : Mengokohkan kehidupan sosial kemasyarakatan melalui peningkatan peran pemuda, olahraga, seni dan budaya dalam bingkai kearifan lokal. IV-60

69 Pembangunan sektor kehutanan secara langsung akan menunjang keberhasilan pencapaian misi tersebut diatas, khususnya Misi 2 : Meningkatkan pembangunan ekonomi regional berbasis potensi lokal, dan Misi 4 : Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan memperhatikan isu-isu strategis yang melatarbelakangi penetapan Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, maka untuk dapat mewujudkan peningkatan implementasi pengelolaan hutan menuju hutan lestari, maka Meningkatkan Kemantapan Kawasan Hutan dan Keberlangsungan Fungsi Kawasan Lindung akan menjadi Misi pertama dengan sasaran yang ingin dicapai adalah mewujudkan kawasan hutan yang mantap, terkendalinya gangguan keamanan hutan, meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan lindung, meningkatkan kualitas konservasi keanekaragaman hayati dan menurunnya luas lahan kritis dikawasan lindung non-hutan. Pengembangan perekonomian regional berbasis potensi lokal diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang pada umumnya berada di sekitar kawasan hutan. Untuk mendukungnya adalah dengan mengarahkan Misi kedua yaitu : Optimalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat dengan sasaran : meningkatnya produksi dan pengolahan hasil hutan, meningkatnya pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata, meningkatnya peran masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan dan berkembangnya kelompok aneka usaha kehutanan. Misi kedua ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa dengan kepemilikan lahan oleh petani sangat rendah ( ± 0,15 Ha /KK/ 5 Jiwa) maka akan sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteraan IV-61

70 masyarakat apabila masyarakat tidak dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Memberikan akses kepada masyarakat secara luas dalam pembangunan kehutanan dan memberikan kesempatan berusaha bidang kehutanan tanpa mengganggu kawasan hutan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesenjangan pendapatan masyarakat. Pembangunan kehutanan dengan melibatkan secara aktif masyarakat disekitarnya tidak terlepas dari peran penyuluh kehutanan di lapangan. Penyuluhan yang lebih intensif dan pengenalan inovasi baru dalam pengelolaan hutan partisipatif akan menjadi fokus arah pembangunan kehutanan di masa yang akan datang dengan demikian perlu dilakukan revitalisasi penyuluhan kehutanan dalam pencapaian misi ini. Kelestarian sumberdaya hutan dapat terjaga apabila tekanan gangguan keamanan dapat ditanggulangi dan pengelolaan dapat dijalankan secara berkeadilan, untuk mewujudkannya diperlukan upaya-upaya semua pihak secara terpadu sehingga untuk mewujudkannya perlu : Meningkatkan Pelayanan Publik Dan Aparatur yang merupakan Misi ketiga dengan sasaran : terpenuhinya informasi kehutanan yang berkualitas dan terpenuhinya sarana prasarana dan kebutuhan administratif aparatur. IV.3. TUJUAN DAN SASARAN Dalam rangka mencapai Misi dan memperhatikan analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang dihadapi, maka perlu dirumuskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Penetapan tujuan dimaksudkan untuk menentukan arah sasaran dan kebijaksanaan yang akan diambil serta programprogram pembangunan dan penjabaran kedalam kegiatan- IV-62

71 kegiatan. Tujuan dan sasaran dari masing-masing Misi dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut : Misi 1 : Meningkatkan Kemantapan Kawasan Hutan dan Keberlangsungan Fungsi Kawasan Lindung Tujuan : 1. Meningkatkan Kualitas Kawasan Lindung 2. Menurunkan Luas Lahan Kritis 3. Meningkatkan Kualitas Konservasi Keanekaragaman Hayati 4. Meningkatkan Kualitas Ekosistem Pesisir dan Laut Sasaran : 1. Terwujudnya Fungsi Kawasan Lindung 45 % 2. Terlaksananya Rehabilitasi Lahan Kritis pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas (di dalam dan di luar kawasan hutan) 3. Meningkatnya upaya perlindungan keanekaragaman hayati 4. Terlaksananya Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Misi 2 : Optimalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Tujuan : 1. Mengoptimalkan Produksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan 2. Mendorong Peningkatan Perekonomian Masyarakat IV-63

72 Sasaran : 1. Meningkatnya Pemanfaatan Hasil Hutan 2. Meningkatnya Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata 3. Meningkatnya Peran Serta Masyarakat Sekitar Hutan dan di Kawasan Lindung 4. Menciptakan Wirausahawan Baru Misi 3 : Meningkatkan Pelayanan Publik dan Aparatur Tujuan : 1. Meningkatnya Layanan Dasar Kepada Masyarakat dan Instansi Lain 2. Meningkatnya Layanan Dasar Dalam Menunjang Kinerja Aparatur Dinas Kehutanan. Sasaran : 1. Terpenuhinya Informasi Kehutanan yang Berkualitas 2. Terpenuhinya Sarana Prasarana dan Kebutuhan Administratif Aparatur IV.4. STRATEGI DAN KEBIJAKAN Berdasarkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran yang telah dirumuskan sebelumnya serta memperhatikan kekuatan/kelemahan yang dimiliki dan peluang/ancaman yang ada, selanjutnya dirumuskan strategi pembangunan kehutanan dalam periode lima tahun mendatang. Strategi merupakan cara untuk mencapai sasaran secara nyata yang menuntun pada pencapaian tujuan dan misi organisasi. Strategi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut : IV-64

73 1. Pemantapan kawasan dan pengelolaan informasi kehutanan. 2. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan dan ekosistemnya. 3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat desa hutan. 4. Revitalisasi pengelolaan sumber daya hutan dan pemberantasan illegal logging. 5. Pemantapan kelembagaan pengelolaan kawasan hutan dan kawasan lindung. Untuk mencapai Tujuan dan Sasaran setiap Misi maka ditetapkan Kebijakan Strategis sebagai berikut : 1. Sinergitas perencanaan dan program melalui perwujudan Kesamaan persepsi pemantapan kawasan hutan dan kawasan lindung didukung dengan transparansi informasi yang berkualitas. 2. Meningkatkan rehabilitasi lahan dan kawasan konservasi. 3. Penegakan hukum dalam bidang kehutanan. 4. Revitalisasi pengelolaan sumber daya hutan dan lahan serta industri hasil hutan serta tertib penatausahaan hasil hutan. 5. Peningkatan kapasitas pemberdayaan ekonomi dan kemitraan masyarakat sekitar hutan. 6. Penyediaan SDM, sarana prasarana, dan pembiayaan pembangunan kehutanan 7. Sinergitas fungsi kelembagaan pengelolaan hutan dan kawasan lindung. IV-65

74 IV-66

75 BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PAGU INDIKATIF V.1. PROGRAM Kebijakan-kebijakan strategis yang diimplementasikan dalam pencapaian misi, tujuan, dan sasaran, dalam implementasinya dijabarkan lebih lanjut kedalam program-program pembangunan kehutanan dengan tetap mengacu pada 95 (sembilan puluh lima) Program Pembangunan Daerah dikaitkan dengan Program Pembangunan Sektoral sebagai berikut : 1. Program Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. 2. Program Pengelolaan Kawasan Lindung. 3. Program Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut 4. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur. 5. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran. 6. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur. 7. Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Aparatur. 8. Program Peningkatan, Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan. 9. Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah 10. Program Pengadaan, Penataan dan Pengendalian Administrasi Pertanahan. 11. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan IV-67

76 V.2. KEGIATAN POKOK Operasionalisasi program-program pembangunan yang telah ditetapkan diatas diwujudkan dalam bentuk kegiatan. Secara indikatif kegiatan-kegiatan masing-masing program diuraikan sebagai berikut : a. Program Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dengan kegiatan : 1) Rehabilitasi Hutan dan Lahan kawasan TAHURA Ir. H. Djuanda (DAK) 2) Mengembangkan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati 3) Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Besar di Jawa Barat 4) Fasilitasi Penyediaan Sumber Daya Alam Hayati b. Program Pengelolaan Kawasan Lindung, dengan kegiatankegiatan : 1) Perlindungan dan Pengamanan Hutan 2) Pemantapan Kawasan Hutan 3) Membangun Model Kawasan Lindung 4) Membangun Hutan Daerah Kiarapayung 5) Fasilitasi dan Koordinasi Pembangunan Kehutanan Jawa Barat 6) Peningkatan Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda c. Program Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut 1) Rehabilitasi Hutan dan Lahan d. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur, dengan kegiatan-kegiatan : IV-68

77 1) Peningkatan Kesejahteraan dan Kemampuan aparatur Dinas Kehutanan. e. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, dengan kegiatankegiatan : 1) Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Dinas Kehutanan 2) Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Balai Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda 3) Penyelenggaraan administrasi Perkantoran Balai Pengawasan dan pengendalaian Hasil Hutan 4) Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah f. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, dengan kegiatan-kegiatan : 1) Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran Dinas Kehutanan 2) Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran Balai Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda 3) Revitalisasi Balai Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda 4) Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran Balai Pengawasan dan Pengendalian Hasil Hutan 5) Revitalisasi Balai Pengawasan dan Pengendalian Hasil Hutan 6) Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah 7) Revitalisasi Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah IV-69

78 8) Peningkatan Sarana Pengamanan Hutan dan Sarana Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda (DAK) g. Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Aparatur, dengan kegiatan-kegiatan : 1) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Perkantoran Dinas Kehutanan 2) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Balai Pengelolaan TAHURA Ir. H. Djuanda 3) Pemeliharaan sarana dan prasarana Balai Pengawasan dan Pengendalian Hasil Hutan 4) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Balai rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah h. Program Peningkatan, Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, dengan kegiatan-kegiatan : 1) Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Internal Dinas Kehutanan Penyusunan rencana kerja SKPD Dinas Kehutanan. i. Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah, dengan kegiatan-kegiatan : 1) Penyusunan dan Penyajian Data informasi Kehutanan. j. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan, dengan kegiatan-kegiatan : 1) Pengawasan dan Pengendalian Hasil Hutan 2) Pengembangan Obyek Daya Tarik Wisata Alam TAHURA Ir. H. Djuanda IV-70

79 3) Meningkatkan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Hutan 4) Peningkatan Kapasitas SDM di Perdesaan Sekitar Hutan dalam rangka Menciptakan Wirausahawan Baru 5) Pengembangan Kelompok Tani Sekitar Hutan 6) Pengembangan Aneka Usaha Kehutanan 7) Pengembangan Pemanfaatan dan Pengolahan Hasil Hutan 8) Piloting Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan 9) Fasilitasi Pengembangan Gerakan Multi aktivitas agribisnis (GEMAR) Paket C. V.3. INDIKATOR KINERJA Agar keberhasilan suatu perencanaan dapat diukur, maka perlu ditetapkan indikator-indikator kinerja yang menggambarkan suatu hasil yang diinginkan dari suatu instansi/organisasi. Indikator kinerja adalah alat ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan secara kuantitatif dan kualitatif sebagaimana defenisi dalam BAB I ketentuan umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Indikator kinerja terdiri dari indikator kinerja/sasaran program dan indikator kinerja kegiatan. Indikator kinerja/sasaran program adalah sesuatu yang menunjukkan mengenai keberhasilan atau kegagalan pencapaian program dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan strategis. Indikator kinerja/sasaran program ditetapkan sedapat mungkin mencerminkan hasil (outcome) dari kegiatan yang IV-71

80 mendukungnya atau setidaknya merupakan keluaran (output) kegiatan dimaksud. Indikator kinerja kegiatan adalah sesuatu yang menunjukkan pencapaian kinerja kegiatan, yaitu : 1. Masukan (input), adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi dan sebagainya. 2. Keluaran (output), adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan. 3. Hasil (outcome), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcome merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Secara umum indikator pencapaian kinerja yang ditetapkan pada periode lima tahun kedepan adalah penekanan kepada indikator keluaran (output) dan hasil (outcome) dari pelaksanaan program. Indikator kinerja/sasaran program selama lima tahun ke depan beserta pagu anggarannya seperti terlihat pada lampiran. IV-72

81 BAB VI P E N U T U P Perubahan paradigma pembangunan kehutanan yang ditandai dengan adanya pergeseran orientasi dari pengelolaan kayu menjadi pengelolaan sumber daya, pengelolaan yang sentralistik menjadi desentralisasi menjadikan pengelolaan sumber daya yang berkeadilan dalam menempatkan masyarakat sebagai mitra untuk melaksanakan pembangunan kehutanan, sehingga dapat sejalan dalam mengemban misi pembangunan kehutanan di Jawa Barat. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan merupakan kebijakan-kebijakan pokok dalam rangka pencapaian Vsi dan Misi yang diemban dengan tolok ukur keberhasilan yang dituangkan dalam indikator kinerja yang terukur dengan strategi pencapaian melalui program dan kegiatan dalam kurun waktu lima tahun. Akuntabilitas Kinerja atas pelaksanaan pembangunan kehutanan sesuai dengan arah dan kebijakan dalam Renstra tersebut disusun dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang dibuat setiap Tahun sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja intansi Pemerintah dimana penyusunanya mengacu pada Keputusan Lembaga Administrasi Negara nomor 239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Bentuk pertanggungjawaban tersebut merupakan suatu sistem dalam kerangka Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), dimana Renstra merupakan salah satu dokumen penting sebagai rujukan dalam penilaian. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat tahun ini dijadikan sebagai salah satu dokumen penting bagi Dinas Kehutanan dalam pembangunan kehutanan di Jawa Barat yang memiliki VI-73

82 fleksibilitas dalam pelaksanaannnya, serta bersifat dinamis sepanjang proses pembangunan tersebut sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Dengan Renstra ini diharapkan akan terjadi sinkronisasi dan sinergi program antar instansi/lembaga terkait dalam pembangunan kehutanan di Jawa Barat. VI-74

83

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan BB. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan 2. Pengukuhan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam dan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi

Lebih terperinci

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG - 563 - AA. PEMBAGIAN URUSAN AN KEHUTANAN PROVINSI 1. Inventarisasi Hutan prosedur, dan kriteria inventarisasi hutan, dan inventarisasi hutan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan

Lebih terperinci

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan - 130-27. BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam wilayah daerah. 2. Penunjukan,,, Pelestarian Alam, Suaka Alam dan Taman Buru

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH - 140 - AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam daerah. 2. Penunjukan Kawasan Hutan,

Lebih terperinci

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN LAMPIRAN XXVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah

Lebih terperinci

Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan

Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan - 1 - Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten di bidang Kehutanan dan Perkebunan serta mempunyai

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SEKRETARIAT, BIDANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD 2.1. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS KEHUTANAN RUT 2011 Jl. Patriot No. O5 Tlp. (0262) 235785 Garut 44151 RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN 2014-2019 G a r u t, 2 0 1 4 KATA PENGANTAR Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan Lampiran Surat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten Nomor : 522/ /Hutbun.1/2016 Tanggal : Nopember 2016 Perihal : Kajian Pembentukan UPTD Urusan Kehutanan pada Dinas Lingkungan Hidup dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013 GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT, Draft 18/02/2014 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN UNTUK KEGIATAN FASILITASI DAN IMPLEMENTASI GREEN PROVINCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DINAS KEHUTANAN Bagian Pertama TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. DINAS KEHUTANAN Bagian Pertama TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi Provinsi Jawa Timur Visi Provinsi Jawa Timur : Terwujudnya Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR I. PENJELASAN UMUM Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugrahkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from th file PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Pegawai Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Status Kepegawaian Tahun Dinas Kehutanan Propinsi

Perkembangan Jumlah Pegawai Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Status Kepegawaian Tahun Dinas Kehutanan Propinsi Tabel 5.1. Perkembangan Jumlah Pegawai Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Status Kepegawaian Tahun 2005 No Status Pegawai Dinas Kehutanan Propinsi BP3HH Cirebon Balai Tahura Ir. H. Djuanda

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN MATRIKS RENCANA KERJA TA. 2015 DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Tujuan Sasaran Indikator Sasaran Program dan Kegiatan Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output) 2015 Mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA. Jalan A. Yani (Jalur Dua) Sungailiat Bangka Telp. (0717) Faximile (0717) 92534

BUPATI BANGKA. Jalan A. Yani (Jalur Dua) Sungailiat Bangka Telp. (0717) Faximile (0717) 92534 BUPATI BANGKA Jalan A. Yani (Jalur Dua) Sungailiat 33215 Bangka Telp. (0717) 92536 Faximile (0717) 92534 SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN

Lebih terperinci

Perkembangan Luas Kawasan Hutan di Jawa Barat Berdasarkan Fungsinya Tahun 2003 s/d Tahun 2003 (Ha)

Perkembangan Luas Kawasan Hutan di Jawa Barat Berdasarkan Fungsinya Tahun 2003 s/d Tahun 2003 (Ha) Tabel 1.1. Perkembangan Luas Kawasan Hutan di Jawa Barat Berdasarkan Fungsinya Tahun 2003 s/d 2005 No Fungsi Kawasan Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Keterangan I Kawasan Produksi & Lindung 627.499,78

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015-2019 PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS KEHUTANAN DAN UNIT-UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR DENGAN RAKHMAT

Lebih terperinci

Hariadi Kartodihardjo (Sumber: UU 23/2014) Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi adalah:

Hariadi Kartodihardjo (Sumber: UU 23/2014) Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi adalah: UNDANG-UNDANG NO 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH: (IMPLIKASI) BAGI KEBIJAKAN KEHUTANAN DAN IZIN TAMBANG (MINERBA) 1 Hariadi Kartodihardjo (Sumber: UU 23/2014) DALAM UU ini urusan pemerintahan terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006 MENTERI KEHUTANAN REPUIBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal 43 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci