BAB II A. Kajian Teori dan Kerangka Berpikir 1. Hakikat Bahasa a. Pengertian Bahasa Bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II A. Kajian Teori dan Kerangka Berpikir 1. Hakikat Bahasa a. Pengertian Bahasa Bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat"

Transkripsi

1 BAB II A. Kajian Teori dan Kerangka Berpikir 1. Hakikat Bahasa a. Pengertian Bahasa Bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenangwenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi (Saddhono, 2009: 13). Secara garis besar, bahasa juga merupakan kombinasi dari repertoire-repertoire yang ada di dalam satu kelompok dan barang kali sebagai perangkat-perangkat repertoire dari bahasa-bahasa yang berkaitan secara formal ataupun fungsional. Jadi, bahasa adalah suatu lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berinteraksi, yang di dalamnya terdapat kode-kode, isyarat-isyarat, yang penggunaannya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Oka & Suparno (1994: 104) mengatakan bahwa bahasa itu merupakan tingkah laku manusia yang sekaligus juga merupakan kebiasaan manusia. Menurut Tong (dalam Gong & Shuai 2013:1) Language is the primary resource and carrier for enacting identity and membership of social groups. Analyzing relations between language and speaker s identity is insightful to decipher the intrinsic characteristics of language, culture, and society.. (Bahasa merupakan sumber utama untuk menentukan identitas dan merupakan tanda pengenal dalam kelompok sosial, Bahasa Menganalisis hubungan antara bahasa dan penutur untuk menguraikan karakteristik intrinsik bahasa, budaya, dan masyarakat). Menurut Arsjad & Mukti (2007: 11), bahasa merupakan sarana berpikir. Manusia dapat berpikir dengan baik karena manusia memiliki bahasa. Bahasa merupakan sarana berpikir yang pertama dan mungkin yang utama. Tanpa bahasa tidak mungkin manusia berpikir secara sistematis, teratur, dan berlanjut. Dalam kaitannya dengan tata cara berbahasa, Nababan (1993: 53) mengatakan bahwa tata cara berbahasa mengatur: (a) apa yang sebaiknya kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu; (b) ragam bahasa apa yangsewajarnya kita 6

2 7 pakai dalam situasi sosiolinguistik tertentu; (c) kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita dan menyela pembicaraan orang lain; dan juga (d) kapan kita harus diam, jangan berbicara. b. Fungsi Bahasa Kridalaksana (dalam Chaer, 1994: 33-59) menyebutkan sifat atau ciri-ciri bahasa sebagai berikut: 1) Bahasa sebagai Sistem Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional. Maksudnya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan (Chaer & Agustina, 2004: 11). Perhatikan deretan kata berikut ini. (a) Kucing itu melompatlah ke meja (b) Kucinglah melompat itu ke meja Sudah jelas bahwa deretan (a) adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia karena tersusun dengan benar menurut pola aturan kaidah bahasa Indonesia. Sebaliknya, deretan (b) bukan kalimat bahasa Indonesia karena tidak tersusun menurut pola aturan atau sistem bahasa Indonesia. 2) Bahasa sebagai Lambang Lambang-lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa, seperti kata atau gabungan kata. Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu (Chaer & Agustina, 2004: 12). Misalnya, lambang bahasa yang berwujud bunyi [kuda] dengan rujukannya, yaitu seekor binatang berkaki empat yang biasa dikendarai. Begitu juga

3 8 lambang bunyi [air] dengan rujukannya yaitu sejenis benda cair yang rumus kimianya H2O. 3) Bahasa adalah Bunyi Menurut Kridalaksana (dalam Chaer, 2010: 42), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, tetapi juga tidak semua yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa. Bunyi yang tidak menyampaikan pesan dan tidak disadari seperti bunyi teriak, bersin, batuk-batuk, dan bunyi orokan bukan termasuk bunyi bahasa, meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia, karena semuanya itu tidak termasuk ke dalam sistem bunyi bahasa. 4) Bahasa Itu Bermakna Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan, maka yang dilambangkan adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Misalnya, lambang bahasa yang berwujud (rumah); lambang ini mengacu pada konsep bangunan tempat tinggal manusia yang berdinding dan beratap. Kemudian konsep tadi dihubungkan dengan benda yang ada dalam dunia nyata. 5) Bahasa Itu Arbitrer Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Manasuka berarti seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis dengan kata-kata sebagai simbol dengan yang disimbolkannya (Alwasilah, 1987: 78). Jadi, yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib

4 9 antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya, antara [bensin] dengan yang dilambangkan sejenis bahan bakar sepeda motor. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa bahan bakar sepeda motor dilambangkan dengan bunyi [bensin]. Mengapa, misalnya bukan [kecap] atau [gas] atau lambang lainnya. 6) Bahasa Itu Konvensional Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Kalau misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia, semuanya harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya, dan menggantikannya dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat. Bahasanya menjadi tidak bisa dipahami oleh penutur bahasa Indonesia lainnya; dan berarti pula dia telah keluar dari konvensi itu. 7) Bahasa Itu Produktif Arti produktif adalah banyak hasilnya, atau lebih tepat terus- menerus menghasilkan. Jika bahasa dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, diambil fonem-fonem bahasa Indonesia /a/, /i/, /k/, dan /t/; maka dari keempat fonem itu dapat dihasilkan satuan-satuan bahasa sebagai berikut: /i/-/k/-/a/-/t/ /k/-/i/-/t/-/a/

5 10 /k/-/i/-/a/-/t/ /k/-/a/-/i/-/t/ 8) Bahasa Itu Unik Bahasa bersifat unik, maksudnya, setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Misalnya, bahasa Indonesia, keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis. Umpamanya, pada kalimat Dia menangkap ayam. Jika tekanan diberikan pada kata dia, maka makna kalimat itu adalah bahwa yang melakukan tindakan menangkap ayam adalah dia, dan bukan orang lain. Jika tekanan diberikan pada kata menangkap, maka kalimat itu bermakna yang dilakukan dia bukanlah tindakan lain, melainkan menangkap, bukan mengurung atau menyembelih. Jika tekanan diberikan pada kata ayam, maka makna kalimat itu adalah yang ditangkap oleh dia adalah ayam, bukan kucing atau tikus. 9) Bahasa Itu Universal Selain bersifat unik, bahasa itu juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Jika ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa dalam satu rumpun atau satu golongan bahasa, maka ciri tersebut menjadi ciri universal. 10) Bahasa Itu Dinamis Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis.

6 11 Karena itulah, bahasa itu disebut dinamis. Menurut Chaer & Agustina (2010: 13), perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon. Pada setiap waktu pasti ada kosa kata baru yang muncul, tetapi juga ada kosa kata yang tenggelam, tidak digunakan lagi. Umpamanya, kata kempa, perigi, dan centang-perenang yang dulu digunakan dalam bahasa Indonesia kini tidak digunakan lagi. Sebaliknya, kata-kata seperti riset, kolusi, dan ulang-alik yang dulu tidak dikenal, kini sudah biasa digunakan. 11) Bahasa Itu Bervariasi Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Oleh karena itu, karena latar belakang dan lingkungannya yang tidak sama, maka bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam, di mana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain seringkali mempunyai perbedaan yang besar. Misalnya, bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya tidak persis sama dengan bahasa Jawa yang digunakan di Pekalongan, Banyumas, maupun yang digunakan di Yogyakarta. 12) Bahasa Itu Manusiawi Bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat arbitrer, bermakna, dan produktif, maka dapat dikatakan bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Alwasilah (1987: 81) mengatakan bahwa keistimewaan bahasa manusia akan semakin terasa kalau kita membandingkannya dengan komunikasi binatang misalnya. Meskipun binatang juga mempunyai alat komunikasi, akan tetapi alat komunikasi binatang bukan bahasa, masing-masing binatang mempunyai alat komunikasi yang berbeda-beda. Seperti yang dilaporkan Von

7 12 Frisch (dalam Chaer, 1994: 56-57) bahwa lebah madu menggunakan gerak tari tertentu untuk menyampaikan berita adanya sumber madu kepada teman-temannya. Binatang tidak mempunyai kemampuan untuk mempelajari bahasa manusia. Oleh karena itu, dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi, hanya dimiliki manusia. c. Variasi Bahasa Keraf (1991: 5-7) mengelompokkan variasi bahasa berdasarkan ragamnya, sebagai berikut: 1) Ragam resmi Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi. Menurut Joos (dalam Chaer & Agustina, 2010: 70-71), ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yag digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi atau formal sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar. 2) Ragam tidak resmi Ragam tak resmi digunakan dalam situasi tidak resmi, seperti pergaulan dan percakapan pribadi. Biasanya digunakan saat berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada saat beristirahat, rekreasi, dan sebagainya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa tak baku 2. Hakikat Sosiolinguistik a) Pengertian Sosiolinguitik Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang memandang dan menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat., karena didalam kehidupan bermasyarakat tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai masyarakat sosial (Wijana & Rohmadi 2006: 7). Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur: sosio yang berarti sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-

8 13 kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan, dan linguistik, yaitu yang mempelajari atau membicarakan tentang bahasa. Selain itu ada beberapa definisi yang diberikan tentang sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat (Chaer & Agustina, 2010: 2). Kridalaksana (dalam Chaer & Agustina, 2010: 3) mengemukakan bahwa sosiolinguitik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Pada intinya, sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur atau secara operasional lagi, seperti yang dinyatakan Fishman (dalam Saddhono, 2009: 2) study of who speak, what language, to whom, and when ( kajian tentang siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, dan kapan.) Dalam berbahasa, penutur akan memperhitungkan kepada siapa ia berbicara, dimana, mengenai masalah apa dan dalam situasi bagaimana. Dengan demikian, tempat bicara akan menentukan cara pemakaian bahasa penutur. Pokok pembicaraan dan situasi bicara akan memberikan warna terhadap pembicaraan yang sedang berlangsung. Faktor-faktor dalam peristiwa pembicaraan tersebut dikenal dengan sebutan peristiwa tutur (Suwito dalam Wijana & Rohmadi, 2006: 6). b) Aspek-aspek yang Dikaji dalam Sosiolinguistik 1) Peristiwa tutur Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer & Agustina, 2004: 47).

9 14 Hymes mengatakan suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING, (dalam Rahardi, 2001: 29-35). Kedelapan komponen itu adalah: a) Setting and Scene Setting dipakai untuk menunjukkan kepada aspek tempat dan waktu dari terjadinya sebuah tuturan. Scene mengacu pada situasi dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. b) Participants Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa tutur, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). c) Ends Ends, merujuk pada maksud dan tujuan peristiwa tutur. d) Act Sequence Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. e) Keys Keys mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga disampaikan dengan gerak tubuh dan isyarat. f) Instrumentalities Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan. Seperti alur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

10 15 g) Norms Norms mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. h) Genres Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.. 3. Kedwibahasaan Pengertian kedwibahasaan (bilingualisme) secara umum memiliki beberapa definisi yang berbeda, menurut Bloomfield (dalam Saddhono, 2009: 60) mengemukakan bahwa kdwibahasaan itu gejala penguasaan bahasa kedua dengan derajat kemampuan yang sama seperti penutur aslinya. Ini berarti bahwa seorang dwibahasaan (billingual) adalah orang yang menguasai dua bahasa dengan sama baiknya. Menurut Mackey dan Fishman (dalam Chaer & Agustina, 2009: 84), yakni kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk menggunakan dua bahasa seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (B2). Macmara (2009: 61) berpendapat bahwa kedwibahasaan mengacu pada kepemilikan kemampuan atas sekurang-kurangnya bahasa ibu dan bahasa kedua meskipun kemampuan atas bahasa kedua itu hanya sampai batas minimum. Berdasarakan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah dua bahasa yang dilakukan secara bergantian dan berdasarkan situasi dan kondisi yang ada. Jadi, seseorang secara bergantian menggunakan dua bahasa yang berbeda berdasarkan situasi dan kondisi dimana seseorang tersebut berada. Kontak bahasa terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi di mana seseorang

11 16 belajar bahasa kedua di dalam masyarakatnya. Terjadinya kontak bahasa mengakibatkan adanya interferensi dan integrasi. Interferensi menurut Chaer (2010: 66) adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang sedang digunakan itu. Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa, mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai tataran leksikon. Tataran fonologi misalnya, kalau penutur bahasa Jawa mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia yang mulai dengan /b/, /d/, /j/, /g/, maka konsonan tersebut didahului dengan bunyi nasal. Misal kata Bali diucapkan mbali, kata Depok diucapkan ndepok, dan kata Jambi diucapkan njambi. Contoh interferensi pada tataran gramatikal, misal penggunaan prefiks ke- seperti pada ketabrak dan kepukul yang seharusnya tertabrak dan terpukul. Integrasi menurut Haugen (dalam Suwito, 1985: 59) sebagai kebiasaan memakai materi dari suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Menafsirkan integrasi terjadi apabila unsur serapan dari suatu bahasa telah dapat menyesuaikan diri dengan sistem bahasa penyerapannya, sehingga pemakaiannya telah menjadi umum karena tidak lagi terasa keasingannya. Seperti halnya interferensi, integrasi dapat terjadi dalam segala komponen kebahasaan (fonetik, fonemik, morfofonemik, atau semantik). Hadirnya kata-kata seperti: kursi, bendera, pikir, kabar menunjukkan adanya integrasi unsur-unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kata-kata seperti: dandan, cewek, cengeng, umum digunakan dalam bahasa Indonesia, menunjukkan adanya integrasi dari bahasa bahasa daerah/ dialek. Munculnya kata-kata nongkrong, ngobrol, nonton dan sebagainya merupakan gejala integrasi dalam bidang morfologi. Dalam bidang sintaksis sering terdengar struktur seperti rumahnya Dona, dibawa oleh saya, dan sebagainya. Sedangkan dalam bidang semantik dipergunakan kata-kata serapan seperti: hamil, nara pidana, pria, wanita, dan lain-lain, sebagai subtitusi makna terhadap kata-kata: mengandung, orang hukuman, laki-laki, dan perempuan.

12 17 4. Kode Kode merupakan bagian penting dari sosiolinguistik, Menurut Suwito (dalam Saddhono, 2009: 59), istilah kode dimaksudkan untuk menyebut salah satu di dalam hierarki kebahasaan. Kode merupakan bagian dari bahasa. Azhar, dkk. (2011: 15) menuturkan bahwa istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, kode selain mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek Banyumas, Jogja-Solo, Surabaya), varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai) serta varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak). Fenomena kode oleh Suwito (dalam Saddhono, 2009: 59) dicontohkan dengan menyatakan bahwa manusia adalah makhluk berbahasa, maka yang dimaksud bahasa di sini adalah alat verbal yang dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Namun, sebagai alat komunikasi, manusia tidak hanya mengenal satu bahasa, contohnya bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris, dan sebagainya yang semuanya bagian dari bahasa. Alat komunikasi yang merupakan varian dari bahasa dikenal dengan istilah kode. Dengan demikian, dalam bahasa terkandung bermacam-macam kode. Poedjosoedarmo (1976 :22) mengartikan kode sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri yang khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur yang ada. Dalam suatu kode terdapat unsur-unsur bahasa seperti kalimat-kalimat, katakata, morfem, dan fonem. Hanya saja, adanya suatu (cooccurence restriction) yang membatasi pemakaian unsur-unsur bahasa tersebut. Kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa yang secara riil atau secara nyata digunakan untuk berkomunikasi anggotaanggota suatu masyarakat bahasa. Bagi masyarakat multilingual,

13 18 inventarisasi kode menjadi lebih luas dan mencakup varian-varian dua bahasa atau lebih. Kode-kode yang dimaksud dengan sendirinya mengandung arti yang sifatnya menyerupai arti unsur-unsur bahasa yang lain. Menurut Pateda (1987:83) seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean ini melaui suatu proses yang terjadi baik pada pembicaraan, hampa udara,dan pada lawan bicara, kode-kode tersebut harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Dari pendapat-pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kode adalah istilah untuk menyeibut bahasa atau ragam bahasa, dalam pebicaraan sesorang tentu mengirimkan kode-kode tertentu kepada lawan bicaranya, dengan kode-kode tersebut maka penutur dan lawan tutur dapat berkomunikasi dengan lancar. 5. Alih kode Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Menurut Chaer (2010: 67) alih kode adalah beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa ataupun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain). Alih kode dibedakan dari campur kode. Jika alih kode terjadi karena bersebab, campur kode terjadi tanpa sebab. Dalam campur kode, dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Jika dalam situasi formal terjadi campur kode, maka biasanya terjadi karena ketiadaan ungkapan yang harus digunakan dalam bahasa yang sedang dipakai. Biasanya dalam berbicara menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan unsur-unsur bahasa daerah.\ Gal dalam Wardhaught (1992: 103) mengatakan bahwa codeswitching is a conversational strategy used to establish, cross or destroy group boundaries; to create, evoke or change interpersonal relations with their rights and obligations. Hal ini menunjukkan bahwa

14 19 di dalam peristiwa alih kode terdapat penyebab hubungan interpersonal dimana seorang individu mengalihkan bahasa dalam komunikasinya yang didasarkan atas suatu kebenaran ataupun suatu keharusan. Lebih lanjut, Wardhaught (2010: 84), menyatakan bahwa we will look mainly at the phenomenon of code-switching in bilingual and multilingual situation. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa dalam kedwibahasaan dan aneka bahasa, kita akan menemukan peristiwa alih kode. Menurut Appel (dalam Chaer 2010: 107) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. menurut Nababan (dalam Saddhono 2009: 77) keadaan kedwibahasaan menyebabkan seseorang saling mengganti kode bahasa atau ragam bahasa yang digunakan, bergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa. Menurut Suwito dalam Saddhono (2009: 64) alih kode adalah peristiwa peralihan kode yang satu ke yang lain. Jadi, apabila seorang penutur mulamula menggunakan kode A (misal bahasa Indonesia) dan kemudian beralih menggunakan kode B (misal bahasa Jawa), maka peristiwa itu disebut alih kode. Menurut Hymes (dalam Saddhono, 2009: 64) mengatakan bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari satu ragam. Alih kode menurut Nababan adalah pergantian bahasa atau ragam bahasa yang dilakukan pada keadaan atau keperluan berbahasa (1993: 31). Ciri-ciri alih kode menurut Suwito (1985: 69) adalah sebagai berikut. a. Masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. b. Fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks

15 20 Suwito (1983: 72-75) menjelaskan beberapa hal tentang fungsi alih kode sebagai berikut. a. Penutur Penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. b. Mitra Tutur Setiap penutur ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur. Dalam masyarakat multilingual seorang penutur mungkin beralih sebanyak lawan tutur yang dihadapinya. c. Hadirnya Penutur Ketiga Dua orang berasal dari etnik yang sama umumnya saling berinteraksi dengan bahasa keluarga etniknya. Tetapi bila ada orang ketiga dalam pembicaraan itu, dan orang itu berbeda latar belakang kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih ke kode bahasa penutur ketiga untuk netralisasi situasi sekaligus menghormati hadirnya orang ketiga tersebut. d. Pokok Pembicaraan (Topik) Pokok pembicaraan merupakan faktor yang termasuk dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan ada dua golongan, yaitu: (1) Pokok pembicaraan yang bersifat formal, dan (2) Pokok pembicaraan yang bersifat informal. 5. Membangkitkan Rasa Humor Alih kode sering dimanfaatkan oleh pelawak, guru atau pimpinan rapat untuk membangkitkan rasa humor. Bagi

16 21 pelawak, untuk membuat penonton merasa puas dan senang. Bagi pemimpin rapat rasa humor untuk menghilangkan ketegangan yang muncul dalam memecahkan masalah. 6. Sekedar Bergengsi Sebagian penutur ada yang beralih kode sekedar untuk bergengsi, yang dapat menimbulkan kesan dipaksakan dan tidak komunikatif. Hal ini terjadi apabila faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor situasi yang lain, menuntut untuk berbicara bahasa yang berbeda dengan kita yaitu ketika kita berbicara dengan orang asing kita menggunakan bahasa Inggris. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan bahasa dari bahasa satu ke bahasa yang lain, dapat berupa alih kode intern dan alih kode ekstern. Peristiwa peralihan bahasa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penutur, mitra tutur, situasi, pokok pembicaraan, hadirnya orang ketiga, maksud tertentu dan lain sebagainya Suwito (1985: 69) membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu sebagai berikut. a. Alih kode intern Alih kode intern adalah pergantian atau peralihan pemakaian bahasa yang terjadi antardialek, antarragam, atau antargaya dalam lingkup satu bahasa. b. Alih kode ekstern Alih kode ekstern adalah perpindahan pemakaian bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain yang berbeda. Perpindahan terseibut dapat berupa perpindahan dari satu bahasa daerah ke bahasa daerah lain, perpindahan dari bahasa daerah ke bahasa nasional, perpindahan dari bahasa daerah ke

17 22 bahasa asing, dan perpindahan dari bahasa nasional ke bahasa asing. Alih kode intern yang biasanya terjadi dalam pembelajaran di sekolah yaitu alih kode ragam resmi dan ragam santai, alih kode ragam resmi dan ragam usaha, alih kode ragam resmi dan ragam beku, serta alih kode ragam santai dan ragam usaha. Sedangkan alih kode ekstern yang sering terjadi yaitu alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, serta alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Poedjosoedarmo (1976: 14-20) membagi alih kode menjadi dua macam yaitu sebagai berikut. a) Alih kode sementara Alih kode sementara yaitu pergantian kode bahasa yang dipakai oleh seorang penutur berlangsung sebentar. Pergantian itu bisa hanya berlangsung pada satu kalimat lalu pembicaraan kembali lagi ke kode biasanya. b) Alih kode permanen Alih kode permanen adalah alih kode yang sifatnya permanen. Alih kode permanen terjadi apabila penutur secara tetap mengganti kode bicaranya lawan tutur. Tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti kode bicaranya terhadap seseorang lawan bicara secara permanen, sebab pergantian ini biasanya berarti adanya pergantian sikap relasi terhadap lawan bicara secara sadar. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah proses pergantian atau peralihan pemakaian bahasa yang digunakan dari bahasa satu ke bahasa lain, atau dari ragam satu ke ragam lain, atau dari satu kode ke kode lain karena berubahnya situasi

18 23 6. Campur Kode Menurut Nababan (dalam Saddhono 2009: 62) Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur atau kebiasaannya saja yang dituruti. Menurut Poedjosoedarmo (dalam Saddhono 2009: 74) menyebutkan campur kode dengan istilah pinjam leksikon, yaitu pemakaian kata-kata dari lain kode. Penyebutan pinjam leksikon ini menjelaskan bahwa campur kode itu merupakan percampuran dengan meminjam kosa kata atau leksikon dari bahasa lain, pionjam leksikon pengertiannya disejajarkan dengan campur kode. Saddhono (2009: 61) mengatakan bahwa campur kode terjadi akibat pemakaian satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain, untuk itu campur kode mempunyai ciri-ciri, yaitu: (1) adanya aspek saling ketergantungan yang ditandai dengan adanya timbal balik antara peranan dan fungi bahasa. Peranan adalah siapa yang menggunakan bahasa itu dan fungsi merupakan tujuan apa yang hendak dicapai penutur, (2) unsur-unsur bahasa atau variasi-variasi yang menyisip dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu fungsi, (3) wujud dari komponen tutur kode tidak pernah berwujud kalimat, melainkan hanya berwujud kata, frasa, idiom, bentuk baster, perulangan kata, dan klausa, (4) pemakaian bentuk campur kode tertentu kadang-kadng bermaksud untuk menunjukkan status sosial dan identitas penuturnya di dalam masyarakat, dan (5) campur kode dalam kondisi yang maksimal merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masingmasing telah menanggalkan. Sumarsono & Partana (2002: 202) memberi batasan campur kode adalah penyisipan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Dalam hal ini penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika

19 24 sedang memakai bahasa tertentu. Misalnya si A berbahasa Bali, dia memasukkan unsur-unsur dari bahasa Indonesia; ketika berbicara dalam bahasa Indonesia, dia dengan sengaja memasukkan unsur-unsur bahasa Bali. Unsur-unsur yang diambil dari bahasa lain itu seringkali berwujud katakata, tetapi dapat juga berupa frase atau kelompok kata. Campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Beberapa wujud campur kode antara lain: 1) Penyisipan Kata Kata-kata sebagai sebuah kode yang disisipkan di dalam kode utama atau kode dasar dari bahasa lain merupakan unsur yang menyebabkan terjadinya campur kode dalam peristiwa berbahasa. Menurut Chaer (1994: 162), kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. 2) Penyisipan Frasa Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang masing-masingnya mempertahankan makna dasar katanya, sementara gabungan itu menghasilkan suatu relasi tertentu, dan tiap kata pembentuknya tidak bisa berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu (Keraf, 1991: 180). Fathurrohman (2013: 6) dalam artikel yang berjudul Bentuk dan Fungsi Campur Kode dan Alih Kode pada Rubrik Ah... Tenane dalam Harian Solopos, dia menemukan kalimat yang mengandung campur kode berbentuk penyisipan frasa pada rubrik. Kalimat yang dimaksud sebagai berikut: Ndilalah pagi itu Koplo kepingin ngopi. Berhubung maunya ngirit tur praktis, Koplo punya ide. Ia memasukkan kopi, gula, beserta airnya sekaligus ke dalam plastik bening, lalu diikat kuat ujungnya.. Frasa kepingin ngopi merupakan peralihan dari ragam non baku dialek Jakarta. Campur kode ini termasuk campur kode intern karena terjadi antara bahasa serumpun, yaitu ragam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia.

20 25 3) Penyisipan Klausa Chaer (1994: 231) mengatakan bahwa klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Menurut Keraf (1991: 181), yang dimaksud klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keterangan-keterangan lain 4) Penyisipan Ungkapan atau Idiom Idiom adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan suatu maksud dengan arti kiasan. Contoh: Kesabaran amat diperlukan dalam mengatasi kesalahpahaman dan jangan emosi, ana rembug padha rembug dan jangan saling hantam. Tuturan kalimat tersebut mengalami peristiwa campur kode ke dalam yang berwujud ungkapan atau idiom bahasa Jawa, yaitu ana rembug pada rembug (ada masalah dibicarakan bersama). 5) Penyisipan Bentuk Baster Bentuk baster, yaitu suatu bentuk bahasa akibat adanya penggabungan kata dasar (asal bahasa Indonesia) dengan kata tambahan (bahasa Inggris), misalnya kata dasar sosial + imbuhan isasi = sosialisasi. Contoh: Rencana acara seminar itu seharusnya segera disosialisasikan. 7. Persamaan dan Perbedaan Alih kode dan Campur kode Hill & Hill (dalam Chaer & Agustina, 2004: 114) mengatakan bahwa tidak ada harapan untuk dapat membedakan antara alih kode dan campur kode. Menurut Chaer & Agustina (2004: 114), perbedaan yang bisa dilihat cukup nyata antara alih kode dan campur kode, yaitu alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi

21 26 masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, dengan sebab-sebab tertentu.campur kode di lain adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kodekode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihanserpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan keotonomian sebagai sebuah kode Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh, penutur dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, misalnya bahasa Jawa. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan. Seperti penelitian Hamzah.yang berjudul Penggunaan Kode Bahasa oleh Guru dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Menengah Atas. didapat suatu kesimpulan bahwa Guru menyisipkan unsur-unsur bahasa Jawa seperti serpihan kata dan frasa bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang ia gunakan dalam pembelajaran di kelas, sehingga timbul tuturan guru dalam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan. Thelander (dalam Chaer & Agustina, 2004: 115) mencoba menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode, yakni bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausaklausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi-fungsi itu sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode. 8. Masyarakat Tutur Masyarakat menurut Chaer (1994: 59), diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang banyaknya relatif), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Menurut Chaer & Agustina (2010: 36) mengutip simpulan Fishman 1976), masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-

22 27 anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta normanorma yang sesuai dengan penggunaannya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa (Chaer & Agustina, 2004: 36). Dengan demikian, jika ada sekelompok orang yang merasa samasama menggunakan bahasa Jawa, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat penutur bahasa Jawa. Begitu juga dengan sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa Sunda, mereka bisa dikatakan masyarakat penutur bahasa Sunda. Misalnya, pada penelitian Sukoyo yaitu Alih Kode Dan Campur Kode Pada Tuturan Penyiar Acara Campursari Radio Pesona Fm. masyarakat tutur yang dijadikan objek penelitiannya adalah penyiar radio yang terbiasa menggunakan dan merasa sama-sama menggunakan bahasa Jawa, maka, bisa dikatakan penyiar adalah masyarakat penutur bahasa Jawa. Penelitian Hanifa, Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa: Masyarakat Jawa di Daerah Jatibening Bekasi juga menggambarkan bahwa masyarakat tutur bahasa jawa merupakan sekelompok orang yang samasama menggunakan bahasa jawa walaupun bukan di lingkungan mereka. 9. Hakikat Pramuka a) Pengertian Pramuka Gerakan Pramuka Indonesia adalah nama organisasi pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan yang dilaksanakan di Indonesia. Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Rakyat Muda yang Suka Berkarya. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka pasal 4 menyebutkan bahwa :

23 28 Gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup. Sedangkan menurut AD/ART gerakan Pramuka tahun 2009 pasal 5 menyebutkan bahwa Gerakan Pramuka berfungsi sebagai penyelenggara pendidikan nonformal di luar sekolah dan di luar keluarga sebagai wadah pembinaan serta pengembangan kaum muda dilandasi Sistem Among, Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan. Dalam PEMENDIKNAS no 63 tahun 2014 tentang pendidikan kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam hal ini kepramukaan dapat dijadikan sebagai kegiatan pelengkap pendidikan sekolah dan pendidikan dalam keluarga, mengisi kebutuhan peserta didik yang tidak terpenuhi oleh kedua lingkungan pendidikan serta mengembangkan pengetahuan, minat serta bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Kegiatan kepramukaan haruslah dapat dirasakan oleh peserta didik sebagai sesuatu yang menyenangkan, menarik, menantang, dan tidak menjemukan sehingga diharapkan peserta didik dapat berkembang kemantapan mental, fisik, pengetahuan, keterampilan dan rasa sosial serta emosionalnya. Penggolongan usia dalam gerakan pramuka dari umur 7 sampai 25 tahun untuk peserta didik dan digolongkan menjadi 4 golongan yaitu (1) siaga (2) penggalang (3) penegak (4) Pandega. Berdasarkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka Bab II Pasal 4 Keppres RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Tujuan Gerakan Pramuka disebutkan Tujuan Gerakan Pramuka mendidik dan membina kaum muda Indonesia dengan tujuan agar mereka menjadi : a. Manusia berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur yang: 1) Beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, kuat mental, dan tinggi moral;

24 29 2) Tinggi kecerdasan dan mutu keterampilannya; 3) Kuat dan sehat jasmaninya. b. Warga negara Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan, baik lokal, nasional, maupun internasional b) Prinsip Dasar Kepramukaan Prinsip dasar Kepramukaan adalah asas yang mendasari kegiatan Kepramukaan dalam upaya membina watak peserta didik. (Lemdikacab Surakarta, 2014: 13) Prinsip Dasar yang terdapat dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka Bab IV Pasal 10 Kepramukaan, yakni : Tahun 2013 tentang Prinsip Dasar (1) Prinsip Dasar Kepramukaan adalah : a. iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya; c. peduli terhadap diri pribadinya; d. taat kepada Kode Kehormatan Pramuka. (2) Prinsip Dasar Kepramukaan berfungsi : a. norma hidup seorang anggota Gerakan Pramuka; b. landasan Kode Etik Gerakan Pramuka; c.landasan sistem nilai Gerakan Pramuka; d. Pedoman dan arah pembinaan kaum muda anggota Gerakan Pramuka; e. Landasan gerak dan kegiatan Gerakan Pramuka mencapai sasaran dan tujuannya. Berdasarkan uraian di atas, maka menerapkan Prinsip Dasar Kepramukaan adalah hakekat Pramuka, baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan, makhluk sosial, maupun individu yang menyadari bahwa pribadinya taat pada perintah Tuhan, mengakui bahwa manusia tidak

25 30 dapat hidup sendiri, merasa wajib peduli dengan lingkungannya, dan selalu berusaha untuk taat pada Satya Darma Pramuka. c) Metode Kepramukaan Metode Kepramukaan adalah cara memberikan pendidikan watak kepada peserta didik melalui kegiatan Kepramukaan yang menarik, menyenangkan dan menantang, yang disesuaikan kondisi, situasi dan kegiatan peserta didik. (Lemdikacab Surakarta, 2014: 15) Metode Kepramukaan yang terdapat dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka Bab IV Pasal 11 Tahun 2013 tentang Metode Kepramukaan, yakni : Metode Kepramukaan merupakan cara belajar progresif melalui : a. pengamalan Kode Kehormatan Pramuka; b. belajar sambil melakukan; c. sistem berkelompok; d. kegiatan yang menantang dan meningkat serta mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan rohani dan jasmani peserta didik; e. kegiatan di alam terbuka; f. sistem tanda kecakapan; g. sistem satuan terpisah untuk putera dan untuk puteri; h. sistem among. Jadi, metode kepramukaan merupakan cara memberikan pendidikan watak kepada peserta didik melalui kegiatan pramuka yang masih berkaitan dengan Prinsip Dasar Kepramukaan. Dengan kata lain Metode Kepramukaan pada hakikatnya tidak bisa lepas dari Prinsip Dasar Kepramukaan. Keterkaitan keduanya terletak pada pelaksanaan dari Kode Kehormatan Pramuka. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa gerakan pramuka salah satunya menjunjung tinggi Nasionalisme, salah satu caranya adalah menghargai bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Menurut Fishman (dalam Sumarsono, 2013: 165) Nasionalitas adalah sekelompok orang yang merasa sebagai suatu satuan sosial (sosial unit) yang berbeda dengan kelompok lain.tetapi tidak didasarkan atas ukuran lokal (wilayah). Peranan bahasa dalam nasionalisme itu sangat gamblang, bahasa akan menjadi masalah bagi nasionalisme dua bidang, yaitu administrasi

26 31 pemerintahan dan pendidikan.fishman juga menjelaskan bahwa bahasaibu itu merupakan suatu aspek jiwa atau inti nasionalitas. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Dian Astutik Wulandari yang berjudul Campur Kode dalam Tuturan Latihan Kepramukaan di SMA Negeri 1 Sentolo tahun Ada perbedaan masalah yang diteliti dalam penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu dalam penelitian Dian Astutik Wulandari masalah yang diteliti adalah masalah campur kode, sedangkan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah masalah alih kode dan campur kode. Selain itu, ada hal yang juga membedakan antara penelitian ini dan Hasil penelitian Dian Astutik Wulandari yang berjudul Campur Kode dalam Tuturan Latihan Kepramukaan di SMA Negeri 1 Sentolo 2013 sebagai berikut: (1) adanya variasi campur kode dalam penelitian terseibut yaitu campur kode bahasa (bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris), campur kode ragam (ragam beku dengan ragam resmi, ragam beku dengan ragam santai, dan ragam resmi dengan ragam santai), (2) campur kode wujud unsur kebahasaan dalam latihan kepramukaan yaitu campur kode wujud kata dan campur kode wujud frase, dan (3) fungsi pemakaian campur kode adalah untuk mempertegas, meminta ketegasan, memberi semangat, dan menunjukkan makna yang tepat B. Kerangka Berpikir Bahasa salah satu kebutuhan manusia sebagai alat komunikasi dan alat interaksi, baik dilaksanakan dengan sesama manusia ataupun dengan lingkungannya. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran, ide, perasaan, dan kemauannya kepada orang lain. Bahasa juga memiliki peranan dalam menjunjung nasionalisme. Peran bahasa dalam menjunjung nasionalisme juga terdapat dalam pendidikan non formal yaitu gerakan Pramuka, melalui Trisatya dan Dasa Dharma, Gerakan pramuka terbentuk dari berbagai organisasi kepanduan dari seluruh Indonesia dan

27 32 dari berbagai latar belakang bahasa, budaya, ras daerah masing-masing yang berikrar menjadi satu kepanduan tanpa membedakan itu semua. Penggunaan bahasa dalam gerakan pramuka banyak dipengaruhi dan di dominasi oleh bahasa Ibu dari berbagai daerah, salah satu sebabnya adalah bergabungnya seluruh pandu menjadi satu, dan mempengaruhi bahasa yang ada didalam organisasi Kepramukaan, sehingga berdampak terhadap penggunaan bahasa pada gerakan pramuka di setiap daerah masing-masing yang mempengaruhi terjadinya alih kode dan campur kode. Alih kode dan campur kode penggunaan bahasa dalam kepramukaan terdapat dalam setiap gugus depan pramuka. Salah satu gugus depan tersebut adalah SMA Negeri 1 Purwodadi. Peserta didik dan pembina berinteraksi menggunakan bahasa jawa dan istilah kepramukaan yang diadopsi dari bahasa jawa. Hal itu digunakan didalam latihan kepramukaan dikarenakan bahasa yang lebih dimengerti oleh peserta didik. Sehingga dalam berkegiatan muncul terjadinya alih kode dan campur kode. Untuk mengetahui bentuk, fungsi, dan faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam pelaksanaan kegiatan kepramukaan dapat dilihat dari gambar berikut.

28 33 Penggunaan Bahasa di SMA Negeri 1 Purwodadi Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Bahasa asing Bahasa Indonesia Bahasa Jawa Alih kode Campur kode 1. Bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pramuka 2. Faktor-faktor penyebab pemakaian alih kode dan campur kode dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka. 3. Dampak dari alih kode dan campur kode yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka SMA Negeri 1 Purwodadi Kabupaten Grobogan Gambar 1. Kerangka berpikir

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme. 2.1.1 Tuturan Tuturan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK Sungkono Dekan FKIP Universitas Borneo Tarakan E-mail: sungkono_ubt@yahoo.com ABSTRAK: Manusia mengungkapkan maksud yang ingin

Lebih terperinci

Tugas bahasa indonesia

Tugas bahasa indonesia Tugas bahasa indonesia Nama:sidiq pratista hadi Nim:1402408252 BAB III OBJEK LINGUSTIK BAHASA 3.1 PENGERTIAN BAHASA Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa nasional dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Nur Hafsah Yunus MS 1, Chuduriah Sahabuddin 2, Muh. Syaeba 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 42 5.1 KESIMPULAN... 42 5.2 SARAN... 43 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan linguistik, yang mengambil bahasa sebagai objeknya.

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan linguistik, yang mengambil bahasa sebagai objeknya. Nama : Ferdausy Priharini NIM : 1402408292 Kelas : IF RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB III OBJEK LINGUISTIK: BAHASA Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan linguistik,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian campur kode dalam tuturan yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Resti Wahyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sosiolinguistik.

Lebih terperinci

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK 1 Sujana 2 Sri Hartati Universitas Gunadarma 1 Sujana@staff.gunadarma.ac.id 2 sri_hartati@staff.gunadarma.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia dalam bidang kehidupannya. Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa merupakan hal yang penting dilakukan oleh manusia karena secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepeda motor mulai mendominasi jalan-jalan di kota besar, contohnya kota Bandung. Hal menarik yang dapat dilihat dari sepeda motor adalah kegemaran pengendaranya menempelkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

Hakikat Bahasa. Beberapa pendapat bahasa para ahli yakni,

Hakikat Bahasa. Beberapa pendapat bahasa para ahli yakni, Hakikat Bahasa Bahasa memiliki pengertian yang sangat luas. Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antarteman, murid dengan guru, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL oleh: Ni Made Yethi suneli Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian.

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Bloom dan Lahey struktur bahasa adalah suatu sistem dimana unsur-unsur bahasa diatur dan dihubungkan satu dengan yang lain. Dalam menghubungkan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, penggunaan unsur slang dalam bahasa Inggris Amerika hampir terdapat dalam semua aktivitas kehidupan masyarakat disana. Variasi bahasa ini dengan mudah bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman berbahasa setiap orang berbeda di setiap budaya. Berkumpulnya berbagai budaya di suatu tempat, seperti ibukota negara, menyebabkan bertemunya berbagai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Manusia dalam mempertahankan hidupnya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Interaksi mempunyai

Lebih terperinci

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang Oleh: Murliaty 1, Erizal Gani 2, Andria Catri Tamsin 3 Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahamidan mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh suku, daerah dan bangsa dalam bersosial. Tanpa adanya bahasa, komunikasi antar manusia akan terhambat. Manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka juga BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka di dalam sebuah penelitian penting untuk dideskripsikan, selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah 71 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini mengunakan desain deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah Menengah

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK. PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa mengalami perubahan signifikan seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang pernah diteliti antara lain sebagai berikut ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kajian yang Relevan Penelitian tentang campur kode, telah banyak dilakukan, tetapi belum ada yang meneliti tentang campur kode di kalangan remaja. Adapun penelitian sejenis

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling berinteraksi dengan manusia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan penelitian penggunaan alih kode dan campur kode sudah sering dilakukan oleh penelitipeneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan peranannya sangat penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya kebudayaan bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia bahasa adalah sistem lambang bunyi

BAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia bahasa adalah sistem lambang bunyi BAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR A. Pengertian Bahasa Bahasa merupakan sarana komunikasi yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis yang dimaksud dengan sistematis adalah bahawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini banyak membawa pengaruh positif maupun negatif bagi penggunanya. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini banyak membawa pengaruh positif maupun negatif bagi penggunanya. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Komunikasi) dewasa ini banyak membawa pengaruh positif maupun negatif bagi penggunanya. Apabila generasi muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa merupakan suatu kajian yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993, 21). Batasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat, Fungsi, dan Kedudukan Bahasa Indonesia Bahasa dalam bahasa Inggris disebut dengan language, yang memiliki pengertian suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran.

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial antara individu dengan individu lain. Interaksi tersebut dapat dilakukan dengan tindakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat tutur adalah sekelompok orang yang berinteraksi dengan perantara bahasa dengan sekurang-kurangnya memiliki satu variasi bahasa dan terikat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama yang lain, interaksi sosial merupakan suatu hal yang harus dilakukan manusia dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2007: 588). 2.1.1 Tindak Tutur Istilah dan teori tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian, 2 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab 1 peneliti memaparkan yang menjadi pendahuluan penelitian Studi tentang Register Penyiar Radio sebagai Bahan Pembelajaran Berbicara serta Pelaksanaannya pada Siswa Kelas X

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS BAHASA INDONESIA Modul ke: KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Drs. SUMARDI, M. Pd Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id A. Pengertian Bahasa 1. Bloch & Trager Bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat untuk membentuk hidup masyarakat. Bahasa merupakan sarana pikir bagi manusia. Berbagai unsur kelengkapan hidup manusia seperti kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi menunjukkan bahwa peranan bahasa sangatlah penting bagi masyakat penuturnya. Pemakaian bahasa menuntut penguasaan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM IKLAN RADIO MERAPI INDAH 104.9 FM KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Disusun Oleh: Samsul Arifin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau

BAB II LANDASAN TEORI. bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Variasi Bahasa Sesuai dengan sifatnya yang fleksibel, bahasa akan terus berkembang dan bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem komunikasi yang memungkinkan terjadinya interaksi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, hubungan antara bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan wahana bagi masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersosial atau hidup bermasyarakat tidak pernah meninggalkan bahasa, yaitu sarana untuk berkomunikasi satu sama lain. Dengan berbahasa kita memahami apa yang orang

Lebih terperinci