NOVEL MAHARAJA DIRAJA ADITYAWARMAN KARYA RIDJALUDDIN SHAR DAN TAMBO ALAM MINANGKABAU KARYA IBRAHIM DT. SANGGOENO DIRADJO Nurma Esa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOVEL MAHARAJA DIRAJA ADITYAWARMAN KARYA RIDJALUDDIN SHAR DAN TAMBO ALAM MINANGKABAU KARYA IBRAHIM DT. SANGGOENO DIRADJO Nurma Esa"

Transkripsi

1 NOVEL MAHARAJA DIRAJA ADITYAWARMAN KARYA RIDJALUDDIN SHAR DAN TAMBO ALAM MINANGKABAU KARYA IBRAHIM DT. SANGGOENO DIRADJO Nurma Esa Abstrak Penelitian terhadap novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau dilatarbelakangi oleh adanya persamaan dan perbedaan pada tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema, dengan dua karya yang berbeda namun menceritakan satu tokoh yang sama yaitu Adityawarman. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan hipogramatik novel Maharaja Diraja Adityawarman karya Ridjaluddin Shar dan Tambo Alam Minangkabau karya Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan sastra perbandingan dengan kajian hipogram dan teknik struktur diperlukan untuk mengetahui unsur intrinsik novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode dan teknik pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil data. Langkah awal penulis menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau. Berdasarkan hasil dari analisis unsur intrinsik, dapat terlihat persamaan dan perbedaan antara kedua objek. Dari hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa Tambo Alam Minangkabau sebagai hipogram dan novel Maharaja Diraja Adityawarman sebagai karya baru (transformasi). Dalam kata pengantar novel Maharaja Diraja Adityawarman dikatakan bahwa novel juga mengungkap tentang Tambo Alam Minangkabau. Dari Penelitian ini disarankan untuk mengembangkan penelitian terhadap novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau yang mungkin belum lengkap. Kata kunci: Adityawarman, Novel, Tambo, Hipogramatik Latar Belakang Maharaja Diraja Adityawarman: Matahari di Khatulistiwa merupakan suatu novel yang ditulis oleh Ridjaluddin Shar pada tahun 2010 yang diterbitkan oleh Citra Budaya Indonesia. Selain itu terdapat tambahan keterangan lain: Sebuah novel historiografi mengungkap Tambo Alam Minangkabau dan kekuatan penguasa belahan barat imperium Majapahit. Novel ini sangat istimewa karena mengungkap perjalanan pasukan Singosari di Sumatra hingga singgah ke Dharmasraya, serta kehancuran Singosari dan digantikan dengan perjalanan Majapahit. Novel ini juga menyingkap kabut tebal seputar Adityawarman (pendiri dan raja pertama Kerajaan Pagaruyung) dalam konteks sejarah Minangkabau. Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (dalam bahasa Jerman: novelle). Menurut Abrams, secara harfiah novelle berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Nurgiyantoro, 2002: 9). Novel Maharaja Diraja Adityawarman ini merupakan sebuah novel historiografi yang mengungkap tentang Tambo Alam Minangkabau (Shar, 2010). Tambo merupakan salah satu warisan kebudayaan Minangkabau yang penting. Ia merupakan kisah yang disampaikan

2 secara lisan oleh tukang kaba yang diucapkan oleh juru pidato pada upacara adat (Navis, 1984: 45). Peristiwa-peristiwa masa lampau dalam bentuk yang disampaikan secara lisan turun temurun berupa, cerita-cerita dan kiasan semuanya bersumber dari Tambo. Kemudian Tambo itu berkembang menjadi kaba dan diperbanyak dengan berbagai penafsiran menurut kadar pikiran yang dimiliki para pengarang. Sedangkan Tambo Usali yang ditulis dengan aksara Arab-Melayu, jarang sekali dijumpai hari ini (Jamal, 1985: 14). Tambo yang menjadi objek penelitian penulis adalah Tambo Alam Minangkabau karya Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo cetakan pertama tahun Tujuan penulis mengambil Tambo Alam Minangkabau ini adalah untuk dibandingkan dengan novel Maharaja Diraja Adityawarman. Karena dari judul dikatakan bahwa, novel Maharaja Diraja Adityawarman ini mengungkap tentang sejarah Tambo Alam Minangkabau. Sehingga isi dari tambo dapat dibandingkan dengan novel baik itu dari perbedaan, persamaan maupun perubahan yang terjadi pada novel. Dalam novel karangan Ridjaluddin Shar, tokoh Adityawarman merupakan raja di Kerajaan Dharmasraya yang berubah nama menjadi Kerajaan Swarna Bhumi dan berpusat di Malayupura. Ketika Adityawarman menjadi raja, dia ingin memindahkan pusat kerajaan Malayupura ke daerah pedalaman Minangkabau. Tetapi di daerah Minangkabau tidak menerapkan sistem pemerintahan berkerajaan, seperti sistem pemerintahan yang diusulkan oleh Adityawarman. Raja merupakan sumber segalanya dan rakyat hanya sebagai pelengkap. Selain itu, hasil keringat rakyat ditumpuk berupa upeti untuk para penguasa. Sedangkan di Minangkabau, hubungan antar mereka sudah mempunyai gabungan lembaga musyawarah dari berbagai luhak dan nagari, dan itu sudah diatur secara hukum adat yang disebut hidup salingka nagari. Kedudukan penghulu sebagai pimpinan masyarakat hanya ditinggikan sarantiang didahulukan salangkah. Sistem pemerintahan luhak pun berbeda dengan rantau, seperti yang diungkapkan mamangan: luhak bapangulu, rantau barajo (luhak berpenghulu, rantau beraja). Artinya, bahwa pemerintahan tertinggi di wilayah luhak berada di tangan penghulu, sedangkan di wilayah rantau berada di tangan raja yang berpusat di Pagaruyung. Berdasarkan penjelasan yang diceritakan diatas, pembicaraan dan analisis penelitian ini menggunakan pendekatan sastra perbandingan dengan kajian hipogram. Menurut Riffarterre (dalam Endraswara, 2011: 132) kajian sastra bandingan, pada akhirnya masuk ke dalam wilayah hipogram. Hipogram adalah modal utama dalam sastra yang akan melahirkan karya berikutnya. Jadi, menurut Endaswara (2003: 132) hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya. Sedangkan karya berikutnya dinamakan karya transformasi. Hipogram dan transformasi ini akan berjalan terus-menerus sejauh proses sastra itu hidup. Penulis akan membandingkan kedua objek melalui unsur intrinsik yakni tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema. Dengan adanya kutipan cerita novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau, mempermudah untuk menemukan hubungan hipogramatik diantara kedua objek. Dengan begitu terlihat karya mana yang lebih dahulu hadir dari keduanya, tujuannya untuk mengetahui dengan jelas persamaan dan perbedaan yang ada dalam kedua karya dengan membandingkan kedua objek. Alasan penulis tertarik untuk meneliti objek ini karena: pertama, penulis dari novel ini bukanlah sastrawan atau penulis novel populer, melainkan ahli dibidang ekonomi atau manajemen. Beliau juga pernah menjadi Direktur Pemasaran PT Semen Padang. Kedua, inilah untuk pertama kali penulis asal Minang berusaha menyingkap kabut tebal seputar Adityawarman (pendiri dan raja pertama Kerajaan Minangkabau) dalam konteks sejarah Minangkabau. Kemudian sejauh yang penulis ketahui belum ada peneliti yang mengkaji objek ini sebagai bahan penelitian. Selain itu, novel Adityawarman ini juga menceritakan suasana Nusantara pada abad ke 13 sampai abad ke 15. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk mengambil objek novel ini dengan Tambo Alam Minangkabau.

3 Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca, baik manfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu sastra, terutama dalam kajian Hipogram. Sedangkan secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui bahwa hadirnya sebuah karya baru tidak terlepas dari karya sebelumnya. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis telah menyusun fokus permasalahan ini yaitu : 1. Bagaimanakah struktur novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau? 2. Bagaimanakah hipogramatik dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis dan menjelaskan struktur novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau. 2. Menganalisis dan menjelaskan hubungan antara novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau maka menemukan hubungan hipogramatiknya. Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori intertekstual untuk melihat hubungan hipogramatik kedua objek dan analisis struktur sebagai penunjang. Pada bagian awal penulis akan memfokuskan penelitian pada analisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,semenditel dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema. Tokoh dan penokohan, tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Sedangkan penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Latar, latar atau setting adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Alur, alur adalah peristiwa yang diurutkan untuk membangun tulang pungung cerita. Tema, tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Adanya tema membuat karya lebih penting dari pada sekedar bacaan biasa (Sudjiman, 1991: 16-50). Dalam penelitian ini, analisis unsur intrinsik yaitu tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema antara kedua objek digunakan untuk menolong dalam analisis hipogramatik, sehingga memperlihatkan persamaan, perbedaan maupun perubahan yang terjadi pada kedua objek. Di situ terlihat karya mana yang akan menjadi hipogram (induk) dan transformasi (karya baru). Berdasarkan analisis struktur, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan teori intertekstual dengan kajian hipogram untuk melihat hubungan dari kedua karya sastra tersebut. Menurut Riffarterre (dalam Endraswara, 2011: 132) kajian sastra bandingan, pada akhirnya masuk ke dalam wilayah hipogram. Hipogram adalah modal utama dalam sastra yang akan melahirkan karya berikutnya. Jadi, menurut Endaswara (2003: 132) hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya. Sedangkan karya berikutnya dinamakan karya transformasi. Hipogram dan transformasi ini akan berjalan terus-menerus sejauh proses sastra itu hidup. Hipogram merupakan induk yang akan menetaskan karya baru. Dalam hal ini, peneliti sastra berusaha membandingkan antara karya

4 induk dengan karya baru. Namun, tidak ingin mencari keaslian sehingga menganggap bahwa yang lebih tua yang hebat, seperti halnya studi filologi. Studi interteks justru ingin melihat seberapa jauh tingkat kreativitas pengarang. Hipogram Karya sastra akan meliputi: (1). ekspansi, yaitu perluasan atau pengembangan karya. Ekspansi tak sekadar repetisi, tetapi termasuk perubahan gramatikal dan perubahan jenis kata; (2) konversi adalah pemutarbalikan hipogram atau matriknya. Penulis akan memodifikasi kalimat ke dalam karya barunya; (3) modifikasi, adalah perubahan tataran linguistik, manipulasi urutan kata dan kalimat. Dapat saja pengarang hanya mengganti nama tokoh, padahal tema dan jalan ceritanya sama; (4) ekserp, adalah semacam intisari dari unsur atau episode dalam hipogram yang disadap oleh pengarang. Eksrep biasanya lebih halus, dan sangat sulit dikenali, jika peneliti belum terbiasa membandingkan karya (Endraswara, 2003: 132). Dari penelitian interteks, akan terlihat lebih jauh bahwa karya berikutnya merupakan response pada karya-karya yang terbit sebelumnya. Prinsip dasar intertekstual menurut Pradopo (dalam Endraswara, 2003: 133) adalah karya hanya dapat dipahami maknanya secara utuh dalam kaitannya dengan teks lain yang menjadi hipogram. Hipogram adalah karya sastra terdahulu yang dijadikan sandaran berkarya. Hipogram tersebut bisa sangat halus dan juga sangat kentara. Dalam kaitan ini, sastrawan yang lahir berikut adalah reseptor dan transformator karya sebelumnya. Dengan demikian, mereka selalu menciptakan karya asli, karena dalam mencipta selalu diolah dengan pandangannya sendiri, dengan horison dan atau harapannya sendiri. Hubungan antarteks tidak sederhana seperti yang dibayangkan. Kompleksitas hubungan dengan sendirinya tergantung dari kompetensi pembaca, sesuai dengan hakikat postrukturalisme, makin kaya pemahaman seseorang pembaca maka makin kaya pula hubungan-hubungan yang dihasilkan (Ratna, 2004: 175). Dalam suatu aktivitas pembacaan dengan demikian akan terdapat banyak hypogram, yang berbeda-beda sesuai dengan kompleksitas aktivitas pembacaan terdahulu. Hipogram juga merupakan landasan untuk menciptakan karya-karya yang baru, baik dengan cara menerima maupun menolaknya. Oleh karena itulah, membaca karya yang hanya terdiri atas beberapa halaman saja, maka ada kemungkinan akan menghasilkan analisis yang melebihi jumlah halaman yang dianalisis (Ratna, 2004: 175). Metode dan Teknik Penelitian Agar tercapainya tujuan penelitian, maka diperlukan metode penelitian. Metode penelitian merupakan strategi pemecahan masalah, maksudnya bagaimana masalah-masalah penelitian tersebut dipecahkan atau ditemukan jawabannya. Menurut Sangidu (2005: 105), metode penelitian berkaitan dengan cara kerja, baik yang berkaitan dengan teori maupun yang berkaitan dengan urutan-urutan (prosedur) penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perbandingan. Pendekatan perbandingan bertujuan untuk membandingkan novel Maharaja Diraja Adityawarman karya Ridjaluddin Shar dengan Tambo Alam Minangkabau karya Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo. Dengan pendekatan tersebut diharapkan terlihat korelasi antara novel karya Ridjaluddin Shar dengan Tambo Alam Minangkabau. Penelitian sastra akan mengungkap elemen-elemen dasar pembentuk sastra dan penafsiran sesuai paradigma atau teori yang digunakan (Endaswara, 2003: 7). Terkait dengan penelitian ini, adapun teknik dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data Objek dalam penelitian ini adalah novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau. Sedangkan data dalam penelitian ini berupa dialog-dialog atau kata-kata yang terdapat dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau.

5 Selain itu, bahan-bahan juga diperoleh dari pustaka yang relevan dan mendukung penelitian ini seperti hal-hal yang berkaitan dengan novel dan tambo. 2. Teknik analisis data Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teori intertekstual untuk melihat hubungan hipogramatik antara kedua karya sastra. Terlebih dahulu penulis menganalisis tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema yang terdapat dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau. Penulis membandingkan struktur kedua karya sastra tersebut melalui persamaan dan perbedaan untuk menemukan karya mana yang lebih dulu hadir (hipogram) dan karya yang lahir berikutnya (transformasi). 3. Teknik penyajian hasil Data yang telah dianalisis dalam bentuk deskriptif yaitu dengan cara menjelaskan pemecahan masalah berdasarkan data-data yang ada, menganalisis data, mendeskripsikan hasil analisis dengan kutipan-kutipan dari sumber data, dan penutup yang berisi simpulan dan saran. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan dalam penelitian ini, sebelumnya akan dianalisis dengan struktur novelmaharaja Diraja Adityawarmandan Tambo Alam Minangkabau. Dalam unsur intrinsik yakni tokoh, latar, alur dan tema merupakan unsur cerita dari suatu karya sastra yang saling menunjang dan berkaitan. Jadi analisis unsur intrinsik sangat tepat dilakukan terhadap Tambo Alam Minangkabau dan novel Maharaja DirajaAdityawarman dengan tujuan untuk membantu menemukan apakah ada keterkaitan antara kedua objek. Dalam analisis ini, penulis membatasi pada unsur tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema. Tokoh dan Penokohan Tokoh dan penokohan yang ada dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman akan terlihat pada ulasan di bawah ini. Berikut tokoh dan penokohan novel Maharaja Diraja Adityawarman. Tokoh dan Penokohan Novel Maharaja Diraja Adityawarman Pada novel Maharaja Diraja Adityawarman terdapat 83 tokoh, tapi yang berperan ada 29 tokoh yakni Adityawarman, Dara Jingga, Mahisa Anabrang, Adwaya Brahmadewa, Jayanegara, Dara Petak, Kartanegara, Kartarajasa, Mauliwarmadewa, Puti Reno Mandi, Parapatih Nan Sabatang, Katamanggungan, Akendrawarman, Nambi, Dyah Gayatri, Dyah Gitarja, Dyah Wiyat, Puti Reno Jalito, Ananggawarman, Parameswara, Ranggalawe, Lembu Sora, Mahapati, Matahun, Putri Palembang, Gajah Mada, Wijayarajasa, Krewes dan Kebo Iwa. Sedangkan tokoh tambahan yang terdapat dalam novel ada 54 tokoh. Tokoh dan Penokohan Tambo Alam Minangkabau Pada Tambo Alam Minangkabau terdapat 10 tokoh yang berperan yakni, Adityawarman, Puti Dara Jingga, Mahisa Anabrang, Cindur Mato, Puti Dara Petak, Puti Bungsu, Gajah Mada, Ananggawarman, Datuk Parapatih Nan Sabatang dan Datuk Katamanggungan. Sedangkan tokoh tambahan yang ada dalam Tambo Alam Minangkabau ada 4 tokoh, yakni Sultan Sri Maharaja Diraja, Cati Bilang Pandai, Datuak Suri Dirajo, dan Indo Jati. Latar

6 Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 216). Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1995: 227). Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa yang terdapat dalam cerita setiap karya sastra. Latar Novel Maharaja Diraja Adityawarman Latar Tempat Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995: 227). Latar tempat atau lokasi tempat kejadian yang terdapat dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman terjadi di Minangkabau, Nusantara dan bahkan beberapa negara lain. Daerah yang termasuk wilayah bagian Minangkabau adalah Sungai Tarab, Padang Ganting, Sumanik, Tiku Pariaman, Surawarsa, Pariangan, Pagaruyung, Pulau Punjung, Padang Sibusuak, Dharmasraya, dan Malayupura. Sedangkan wilayah bagian Nusantara adalah Palembang, Tuban, Majapahit, Borneo, dan Selat Malaka. Selain itu, latar tempat di negara lain yaitu Tamasek (Singapura) dan China. Diantara 18 lokasi tersebut tempat yang paling dominan adalah Surawarsa, Pagaruyung, dan Pariangan. Kemudian lokasi yang lain adalah bagian dari perjalanan hidup tokoh utama Adityawarman. Latar Waktu Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Namun, hal itu juga membawa sebuah konsekuensi: sesuatu yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan sejarah. Segala sesuatu yang menyangkut hubungan waktu, langsung atau tidak langsung, harus berkesesuaian dengan waktu sejarah yang menjadi acuannya (Nurgiyantoro, 1995: 231). Latar waktu dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman karya Ridjaluddin Shar yang terlihat pada ulasan di bawah ini. Adapun latar waktu yang terdapat pada novel Maharaja Diraja Adityawarman adalah Februari 1293 Masehi, tahun 1275 M, 12 November 1293 M,tahun 1299 M,tahun 1309 M,tahun 1316 M,tahun 1339 Masehi,tahun 1347, tahun 1350 M, tahun 1371 M,tahun 1377 M, pada tahun Dari uraian diatas, terlihat bahwa pengarang menggambarkan latar waktu yang ada hubungannya dengan waktu sejarah. Selain itu, pengarang juga memperlihatkan rentang waktu terjadinya peristiwa tersebut dari tahun 1275 sampai ke tahun Pengarang juga menggambarkan latar waktu yang singkat, karena lebih terfokus pada peristiwa yang terjadi di dalam novel. Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yang dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 1995: 235). Latar sosial yang digambarkan dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman adalah sebagai berikut. Latar sosial novel Maharaja Diraja Adityawarman karya Ridjaluddin Shar, menggambarkan keadaan di kehidupan istana. Kehidupan di kerajaan Majapahit dan kerajaan Dharmasraya, digambarkan dengan adanya pergantian tahta di kerajaan Majapahit sehingga

7 menimbulkan konflik perebutan tahta yang diturunkan secara sistem kekerabatan. Sebagaimana yang terlihat pada kutipan berikut. Pertarungan di istana Majapahit tidak kalah bergelora dibandingkan derap keriuhan di lapangan. Walaupun belum ada darah menetes, simpatisan Putri Kartanegara dan pendukung Putri Dara Petak, semakin nyata keberadaannya. Mereka mengerucut menjadi dua kubu berkekuatan besar dan setiap saat siap menggoyang Majapahit (Shar, 2010: 147). Adanya tata pemerintahan dan sistem politik yang membuat Adityawarman sering diutus oleh Raja Majapahit ke suatu daerah untuk melakukan beberapa penaklukan. Selain itu, Adityawarman pernah beberapa kali di utus ke Cina untuk berdiplomasi dan melakukan hubungan persahabatan dengan kerajaan yang ada di Asia. Hal itu tergambar pada kutipan berikut....walaupun kekuatan mereka di bawah kekuatan kita, hampir setengahnya pasukan komando. Penyerangan dipimpin Dewaraja Pu Aditya, seorang ahli dan pengatur siasat perang. Dia lama menetap di dataran China. Mereka berhasil menaklukan Bedahulu di Balidwipa, Lawang Kencana, berhenti bicara sejenak, Pu Aditya sudah lama diharapkan jadi raja di Dharmasraya. Namun, masih berkeberatan menduduki tahta Dharmasraya, Baginda (Shar, 2010: 411). Selanjutnya permainan intrik politik dari orang dalam kerajaan yang saling menjatuhkan. Hal ini terjadi antar sesama bangsawan, sehingga sampai akhir kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan berujung dengan perang saudara. Sebagaimana yang tergambar pada kutipan berikut. Aditya bukan orang mudah menyerah. Kesimpulan ini merupakan pembicaraanku...pertempuran dahsyat tidak terhindari. Berhari-hari kedua laskarberperang, mengulangi perencanaan dan bertempur lagi, ribuan orang tewas di antara kedua belah pihak. Perang saudara yang besar sejak Majapahit didirikan.semakin hari semakin terlihat siapa pemenang antar kedua laskar masih bersaudara tersebut. Nambi dilibas Mahapati dengan sempurna (Shar, 2010: 271). Adanya pola orang Minang yang berpegang teguh terhadap adat istiadat dan nilai idealisnya yaitu Luhak bapanghulu dan Rantau Barajo, sehingga pada kekuasaannya di daerah luhak Adityawarman hanya sebagai simbol. Tetapi di daerah rantau Minangkabau sepenuhnya kekuasaan di bawah Adityawarman. Dalam sistem sosial politik, Minangkabau memakai sistem demokrasi, sedangkan di daerah rantau aristokrasi. Dapat dilihat pada kutipan berikut. Selama ini hubungan antar mereka sudah mempunyai gabungan lembaga musyawarah dari berbagai luhak dan nagari, dan itu sudah diatur secara hukum adat yang disebut hidup salingka nagari. Sedangkan kedudukan penghulu sebagai pimpinan masyarakat hanya ditinggikan saranting didahulukan salangkah (Shar, 2010: 518). Keberadaan seorang sumando penting di Minangkabau, walaupun dia tidak mempunyai kekuasaan di tempat istrinya. Oleh karena itu, layanan terhadapnya bagai manatiang minyak panuah (menating minyak penuh). Yang artinya orang semenda itu harus dijaga perasaannya agar tidak tersinggung seperti orang membawa minyak dalam talam, bila tergoyang sedikit saja, maka minyak akan tumpah (Navis, 1984: 211). Sehingga pada saat Adityawarman memberlakukan sistem pemerintahannya di wilayah luhak, ternyata banyak yang mengabaikan dan tidak menuruti aturan-aturan yang telah dibuat istana Pagaruyung. Hal itu tergambar pada kutipan berikut.

8 Penerimaan nagari Luhak terhadap Pagaruyung belum sepenuh hati. Permasalahan antara nagari tidak terselesaikan. Mereka diamkan saja, tidak lagi menganggap Ananda sebagai penengah, seharusnya mereka memberitahu Kerajaan Pagaruyung. Akibatnya terjadi kegelisahan di masyarakat dan mempengaruhi suasana di Pagaruyung (Shar, 2010:594) Latar Tambo Alam Minangkabau Latar Tempat Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa yang terdapat dalam cerita setiap karya sastra. Latar tempat atau lokasi kejadian yang diceritakan dalam Tambo Alam Minangkabau yaitu daerah Minangkabau. Daerah Minangkabau menurut Tambo Alam Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limo Puluah Koto. Ketiga negeri itu berada di bawah puncak Gunung Merapi. Negeri-negeri penting lain yang diceritakan adalah Minangkabau, Pariangan dan Padang Panjang. Kemudian wilayah bagian Nusantara yaitu Majapahit. Kemudian lokasi yang lain adalah bagian dari asal usul dan perjalanan hidup tokoh Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi yang biasanya berkaitan dengan waktu faktual dan waktu yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu dalam Tambo Alam Minangkabau karya Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo. Adapun latar waktu yang terdapat dalam Tambo Alam Minangkabau, pada tahun 1174, tahun 1292, tahun 1293, tahun 1295, tahun 1347, tahun 1348, pada tahun Dalam Tambo Alam Minangkabau dapat dilihat rentang waktu terjadi peristiwa tersebut. Pada Tambo Alam Minangkabau dituliskan bahwa tambo ini diceritakan awal mula ninik Sri Maharaja Diraja menetap dan membuat sebuah perkampungan pada tahun 1174, hingga Majapahit menyerang Minangkabau pada tahun Latar Sosial Latar sosial yang digambarkan dalam Tambo Alam Minangkabau adalah sebagai berikut. Kehidupan istana yang dijalani Adityawarman dengan orang tuanya, dan tinggal di kerajaan Majapahit dengan Puti Dara Petak dan Raden Wijaya membuatnya semakin pandai dan aktif. Selain itu, Adityawarman dididik ilmu perang dan ilmu kerajaan oleh Majapahit. Karena kepintaran dan keahliannya yang setaraf dengan Mahapatih, dia pun mendapat gelar Wirdamatri dari kerajaan Majapahit. Hal itu tergambar pada kutipan berikut. Dara Jingga dipanggil pulang ke Minangkabau untuk menjadi raja di Minangkabau dengan panggilan Bundo Kanduang. Anak Bundo Kanduang yang bernama Adityawarman tetap tinggal dikerajaan Majapahit, karena Puti Dara Petak tidak mau melepasnya pulang dan ingin terus mengasuh anak kakaknya itu (Diradjo, 2009: 73). Terjadinya penyerangan yang dilakukan oleh Gajah Mada terhadap kerajaan Minangkabau. Hal ini disebabkan karena Adityawarman kembali ke Minangkabau dan menjadi raja disana. Selain itu, Adityawarman juga tidak mau takluk kepada Majapahit. Dapat dilihat pada kutipan berikut. Gajah Mada pernah marah kepada Adityawarman karena tidak mau takluk kepada Majapahit. Tapi Adityawarman tidak segan kepada Gajah Mada, karena mereka sependidikan. Gajah Mada mencoba menyerang Minangkabau pada tahun 1348, tapi gagal, malah Adityawarman pernah membantu Majapahit menaklukkan Bali (Diradjo, 2009: 74).

9 Setelah Ananggawarman memerintah, tidak ada lagi kegiatan raja Minangkabau, karena tidak ada raja dan penghulu yang membuat perubahan. Apalagi telah sempurnanya adat di kerajaan Minangkabau sangat membantu pelaksanaan aturan adat, karena adat Minangkabau disusun dengan adat basandi syarak- syarak basandi kitabullah. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah. Sesudah Ananggawarman tidak terdengar lagi kegiatan raja Minangkabau, mungkin karena raja dan penghulunya tidak lagi membuat perubahan, baik untuk kerajaan maupun untuk rakyat yang memang telah sempurna dibentuk oleh cerdik pandai terdahulu,,, (Diradjo, 2009: 75). Alur Plot merupakan unsur yang penting, bahkan tak sedikit orang yang mengaggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada pembicaraan plot, walaupun mempergunakan istilah lain (Nurgiyantoro,1995: 110). Alur Novel Maharaja Diraja Adityawarman Novel Maharaja Diraja Adityawarman karya Ridjaluddin Shar, terdiri dari 14 bab/episode ditambah prolog dan epilog dengan 678 halaman. Dilihat berdasarkan penyusunan peristiwa novel ini mempunyai alur maju. Dalam penyajian ceritanya, pengarang mengungkapkan peristiwa secara tidak terpisah dan tiap bagian terdapat hubungan yang erat. Antar bagian dengan bagian berikutnya saling menunjang. Pada bab/episode diatas, memperlihatkan bahwa peristiwa yang disajikan pengarang dapat mengungkapkan isi cerita. Dari rangkaian cerita di atas dapat disimpulkan bahwa alur yang digunakan pengarang dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman adalah alur maju, karena alur maju atau progresif dalam sebuah novel terjadi jika cerita dimulai dari awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa. Cerita tersebut dimulai dari situasi (keadaan) dengan konflik tertentu, kemudian diikuti dengan perkembangan konflik dan mencapai klimaks, kemudian berakhir dengan penyelesaian. Di dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman dapat dilihat sebagai berikut: cerita dimulai dengan prolog, menceritakan adanya perjalanan Pamalayu yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang dari kerajaan Singosari ke Swarna Bhumi (Sumatra). Kemudian, Adwaya Brahmadewa ditugaskan untuk membawa Arca Amoghapassa ke bumi Dharmasraya sebagai tanda persahabatan. Selain itu, tujuan Brahmadewa ingin membawa Puti Dara Jingga untuk meminta restu pernikahannya kepada Kartarajasa (Bab 1). Konflik pun mulai muncul, setelah pasukan pamalayu kembali ke Singosari, ternyata telah terjadinya kekacauan yang mengakibatkan Singosari berubah nama menjadi kerajaan Majapahit (Bab 2). Kedatangan rombongan laskar Pamalayu yang membawa dua orang putri Dharmasraya, akhirnya bertemu dengan Raden Wijaya di Majapahit (Bab 3). Setelah itu, Raden Wijaya menikah dengan Dara Petak dan melahirkan anak yang bernama Kala Gemet. Pengangkatan Kala Gemet menjadi putra mahkota, ternyata menjadi suatu perselisihan di istana (Bab 4). Kemudian disusul dengan pemberontakan Mahapatih Nambi terhadap Majapahit. Sedangkan, Dara Jingga dan Brahmadewa kembali ke Dharmasraya (Bab 6). Setelah Janaka Warmadewa (Adityawarman) berusia enam tahun, dia diantar ayahnya ke Majapahit untuk dididik bersama Raden Kala Gemet (Bab 5). Setelah beberapa lama di Dharmasraya, Adityawarman kembali ke Majapahit dan bertemu dengan Jayanegara. Dia pun di utus ke dataran China bersama Naladewa (Bab 7). Setelah Adityawarman kembali dari dataran China, dia langsung ke Dharmasraya. Lalu datang utusan dari Majapahit menyampaikan agar Aditya kembali ke Majapahit untuk melakukan penaklukan ke daerah Palembang (Bab 8). Selanjutnya, Adityawarman mengirim utusan ke Palembang agar Baginda Bagus Kuning mengakui kerajaan Majapahit dan tunduk. Ternyata Adityawarman ditaklukan oleh anaknya yaitu Putri Palembang dan memilki seorang

10 anak yang bernama Parameswara (Bab 9). Tahun 1347 M, Adityawarman kembali ke Dharmasraya. Ternyata Adityawarman menggantikan pamannya Akendrawarman menjadi raja di Dharmasraya, lalu kerajaan tersebut berubah nama menjadi Swarna Bhumi yang berpusat di Malayupura. Setelah itu, dia menikah dengan anak pamannya yang bernama Puti Reno Jalito (Bab 10). Selanjutnya, Adityawarman memindahkan pusat kerajaan Malayupura ke Pariangan Padang Panjang. Ternyata rencana Adityawarman memunculkan masalah dan konflik bagi para penghulu, karena mereka tidak setuju Adityawarman menjadi raja di daerah luhak. Sehingga para Datuk dari rantau maupun luhak bermusyawarah, dan akhirnya kekuasaan Adityawarman di daerah tersebut hanya sebagai simbolik. Sedangkan di daerah rantau Minangkabau sepenuhnya di bawah kekuasaan Adityawarman. Pusat kerajaan Adityawarman tidaklah di nagari Pariangan, tetapi di Sarawarsa (Bab 11). Kemudian, Adityawarman mendapat surat dari Gajah Mada, dia ingin sekali menaklukan kerajaan Sinda Guluh. Karena keinginannya, terjadilah tragedi yang memilukan dan Gajah Mada diminta mundur dari jabatan (Bab 12). Disamping itu, terjadi juga pertikaian di pusat Majapahit, antara Hayam Wuruk dengan mertua yaitu Raden Wijayarajasa. Situasi kerajaan Majapahit semakin tidak terkendali. Apalagi dengan hasutan Wijayarajasa terhadap cucunya Wirabumi untuk menguasai kerajaan. (Bab 14). Kemudian Adityawarman mengukuhkan anaknya yang bernama Ananggawarman sebagai putra mahkota (Bab 13). Setelah meninggalnya Adityawarman, lalu digantikan oleh anaknya Ananggawarman. Pada tahun 1409, semasa pemerintahan Ananggawarman, Majapahit menyerbu Pagaruyung melalui Dharmasraya. Kemudian kerajaan Majapahit mengalami kemunduran, serta terjadinya perang saudara antara Wirabumi dengan Wikra Wardhana. Sedangkan Parameswara mendirikan kerajaan Malaka dan berkembang pesat. Parameswara mempergunakan gelar ayahnya yaitu maharaja atau Yang Dipertuan(epilog). Prolog-> Bab 1- >Bab 2- >Bab 3-> Bab 4 -> Bab 6 -> Bab 5 > Bab 7-> Bab 8-> Bab 9-> Bab 10-> Bab 11-> Bab 12-> Bab 14 -> Bab 13 -> Epilog. Dari uraian di atas terlihat bahwa novel Maharaja Diraja Adityawarman terdiri atas bagian-bagian dan setiap bagian cerita tersebut merupakan lanjutan dari bagian cerita sebelumnya. Sehingga kronologi cerita tidak terpisah-pisah dan terlihat jelas. Dengan demikian cerita yang disajikan pengarang terlihat cukup jelas. Kemudian ada di bagain bab yang saling berhubungan latarnya Alur Tambo Alam Minangkabau Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2004: 83). Tambo Alam Minangkabau karya Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, terdiri dari 17 bagian. Hal ini terlihat pada ulasan berikut. Bagian awal urutan cerita, dikisahkan tentang wilayah Alam Minangkabau yang terdiri dari wilayah darek adalah daerah asli Minangkabau yaitu Luhak Nan Tigo. Dalam Tambo Alam Minangkabau, dikatakan orang yang pertama datang mendiami Pulau Andalas itu adalah ninik Sri Maharaja Diraja. Dia datang dari tanah besar Voor Indie, tanah Rum dengan membawa enam belas orang laki-laki dan perempuan. Ninik Sri Maharaja Diraja berada di puncak Gunung Merapi dan berdoa kepada Allah SWT dan air laut pun susut. Tidak beberapa lama, orang-orang banyak menetap dan berpindah ke daerah lainnya. Daerah yang ditempati tersebut diberi nama Parhurungan. Daerah itu semakin maju dan masyarakat semakin riang, maka dibuatlah sebuah permainan sehingga daerah tersebut berganti nama menjadi Pariangan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. Tanah di sini baik dari pada di Ampang Gadang. Mereka pun berbondong-bondong membuat tempat tinggal di tempat yang baru ini dan oleh ninik Sri Maharaja Diraja

11 beserta Cateri Bilang Pandai tempat ini diberi nama Parhurungan (Diradjo, 2009: 10). Suasana masyarakatnya yang selalu dalam keadaan riang itu, menimbulkan keinginan dari ninik Sri Maharaja Diraja dan Cateri Bilang Pandai untuk mengganti nama kampung itu dengan nama Pariangan (Diradjo, 2009: 11). Sultan Maharaja Diraja menikah dengan Puti Indo Jelita, yakni anak kandung dari Datuk Suri Dirajo. Setelah beberapa tahun menikah, ternyata belum juga mendapat keturunan. Sehingga Sultan Sri Maharaja Diraja menikah lagi dengan Puti Cinto Dunia. Setelah dua tahun menikah dengan Puti Cinto Dunia, tidak ada juga tanda-tanda kehamilan. Maka Sultan menikah lagi dengan Puti Sedayu dan melahirkan seorang anak. Ternyata permainsuri Puti Indo Jelita juga melahirkan anak dan diberi nama Sultan Panduko Basa yang bergelar Datuk Ketumanggungan. Pada tahun 1149, Sultan Sri Maharaja Diraja meninggal dan waktu itu anak yang paling tua masih berusia dua tahun. Akhirnya atas kesepakatan dewan kerajaan, ibu suri Puti Indo Jelito memegang tampuk kerajaan Minangkabau. Karena kasih sayang Datuk Suri Dirajo terhadap Puti Indo Jelita, lalu dia dinikahkan dengan Cateri Bilang Pandai. Dari perkawinanya melahirkan 5 orang anak: Jatang Sutan balun bergelar Datuk Parpatih Nan Sabatang, Si Kalap Dunia bergelar Datuk Sri Maharaja Nan Banego-nego, Puti Reno Judah, kemudian dibawa oleh datuk Parapatih Nan Sabatang ke Limo Kaum untuk keturunannya nanti menjadi raja dan penghulu. Sedangkan Puti Jamilan lahir 1159, kemudian dibawa Datuk Ketumanggungan ke Sungai Tarab dan Bunga Setangkai untuk keturunannya nanti. Mambang Sutan lahir tahun 1161, setelah berusia 4 tahun bergelar Datuk Suri Dirajo menggantikan gelar mamaknya. Kemudian terbentuknya sistim pemerintahan di Minangkabau dengan dua sistim yaitu Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago. Sistim Koto Piliang dipimpin oleh Datuk Ketamanggungan dan Bodi Caniago oleh Datuk Parapatih Nan Sabatang. Pada pertengahan cerita tahun 1292, cicit dari Puti Jamilan yaitu Puti Dara Jingga seorang pemangku putri Mahkota dinikahkan dengan Mahisa Anabrang. Setelah menikah dia kembali ke Majapahit dan membawa adiknya yaitu Puti Dara Petak. Setelah beberapa bulan, Dara Jingga melahirkan seorang anak yang bernama Adityawarman. Kemudian, Dara Petak pun dinikahi oleh raja Majapahit yaitu Raden Wijaya. Pada tahun 1295, Puti Dara Jingga kembali ke Minangkabau dan menjadi raja di Minangkabau. Sehingga Adityawarman diasuh oleh Puti Dara Petak di Majapahit. Pada zaman Bundo Kanduang dan Adityawarman kerajaan Minangkabau terkenal dengan keahlian Cindur Mato sebagai panglima perang. Cindur Mato diasuh ilmu perang oleh Mahisa Anabrang, selain itu dia juga dididik ilmu silat pula oleh ayahnya. Maka jadilah Cindur Mato seorang pendekar yang tangguh dan panglima kerajaan Minangkabau. Sementara itu Adityawarman seorang Putra Mahkota Kerajaan Minangkabau, dididik ilmu perang dan ilmu kerajaan oleh Majapahit. Sehingga dia pernah menjadi Wirdamatri. Selain itu, Adityawarman juga salah seorang Tri Tunggal Kerajaan Majapahit. Setelah dewasa Adityawarman pulang menemui Bundo Kandung dan kawin dengan Puti Bungsu (anak mamaknya Rajo Mudo) dari Ranah Sikalawi, Taluk Kuantan. Pada tahun 1347, Adityawarman dinobatkan menjadi raja Minangkabau bergelar Dang Tuanku (Sutan Rumandung). Pernikahannya dengan Puti Bungsu melahirkan seorang anak yang bernama Ananggawarman. Pada klimaks cerita, Gajah Mada mencoba menyerang Minangkabau pada tahun 1348, tapi penyerangan itu gagal. Hal ini dilakukan karena Adityawarman tidak mau takluk kepada Majapahit. Sewaktu Minangkabau di bawah pimpinan Ananggawarman tahun 1375-

12 1417, pertahanan kerajaan Minangkabau semakin kuat. Sehingga Patih Wikrawardhana dari kerajaan Majapahit masih mencoba untuk menyerang kerajaan Minangkabau tahun 1409, akan tetapi tetap tidak berhasil. Itu merupakan penyerangan yang terakhir terhadap Minangkabau. Dari uraian alur di atas telihat bahwa cerita Tambo Alam Minangkabau terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan merupakan lanjutan dari bagian cerita sebelumnya. Tema Menurut Esten (1985: 6) untuk menentukan persoalan mana yang dikatakan tema adalah berdasarkan di bawah ini: 1. Dapat dilihat dari persoalan yang paling menonjol dari cerita itu. 2. Persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik. 3. Menghitung waktu penceritaan, yaitu waktu yang digunakan untuk menceritakan peristiwa atau tokoh yang ada di dalam karya sastra. Ketiga kriteria di atas harus digunakan secara bersamaan dan sekaligus. Ketiganya sebaiknya digunakan menurut urutan, jika muncul keraguan dalam menentukan persoalanpersoalan yang menjadi tema dalam sebuah karya sastra. Tema Novel Maharaja Diraja Adityawarman Dalam novel Maharaja Diraja Adityawarman ada beberapa permasalahan yang menjadi masalah sentral. Pertama, semenjak Adityawarman kembali dari Palembang untuk melakukan penaklukan, salah satu dari petinggi istana menginginkan agar Adityawarman tidak berada lagi di Majapahit. Hal ini disebabkan karena Adityawarman dekat dengan empat penguasa Majapahit yaitu Kartarajasa, Jayanegara, Tribuana Tunggadewi (perwalian dari Majapahit) dan Hayam Wuruk. Sehingga Adityawarman tidak bisa lagi berkuasa di Majapahit dan kembali ke Dharmasraya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut. Nah, Palembang sudah dikuasinya, teruskan tugas tersebut ke kerajaan di sebelah barat. Kapan perlu merupakan suatu perintah yang diperbaharui lagi. Jangan berikan kesempatan dia bernafas untuk kembali ke Majapahit. Lebih baik lagi jika perintah tersebut mendudukkan dirinya sebagai raja di Dharmasraya, sehingga dia mempunyai dua kesibukan, membenahi Dharmasraya dan sekalian melakukan penaklukan belahan barat Majapahit (Shar, 2010: 426). Ternyata impian dirinya untuk membangun Majapahit bersama-sama dari pusat kekuasaan tidak sepenuhnya terpenuhi. Dirinya semakin jauh dari pusat kekuasaan, diminta jadi raja di Dharmasraya, dan ditugaskan menaklukan dan mengawasi kerajaan di belahan barat Majapahit. Penugasan tersebut mencakup mengawasi Selat Malaka, Selat Sunda dan mengamankan rempah-rempah dan emas sebagai komoditi andalan Majapahit. Harapan Pu Aditya kembali ke Trowulan buat sementara pupus sudah, dirinya merasakan kesakitan sebelum dianiaya (Shar, 2010: 433). Selain itu keberadaan Adityawarman di Majapahit, ternyata banyak yang tidak menyukainya termasuk dari keluarga istana. Mereka menginginkan agar Adityawarman tidak berada lagi di Majapahit. Kedua, Pada tahun 1374, dia kembali ke Dharmasraya dan ditunjuk menjadi raja yang berada di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit. Kemudian Adityawarman memindahkan pusat kerajaan dari Malayupura ke Pariangan di pedalaman Minangkabau. Hal ini banyak menimbulkan permasalahan di antara penghulu. Karena di Alam Minangkabau tidak ada aturan raja beraja kecuali di daerah rantau, seperti yang diterapkan oleh Adityawaraman di kerajaan Dharmasraya dan Majapahit. Raja merupakan sumber segalanya dan rakyat hanya sebagai pelengkap. Hasil keringat rakyat ditumpuk berupa upeti untuk para penguasa. Sedangkan di Minangkabau, hubungan antar mereka sudah mempunyai gabungan lembaga musyawarah dari berbagai luhak dan nagari, dan itu sudah diatur secara hukum adat

13 yang disebut hidup salingka nagari. Sedangkan kedudukan penghulu sebagai pimpinan masyarakat hanya ditinggikan sarantiang, didahulukan salangkah. Selain itu, setiap keputusan dibuat secara bermusyawarah dan sangat jauh dari sistem berkerajaan. Hal ini tergambar pada kutipan berikut. Daerah Luhak disebut nagari Alam Minangkabau tidak pernah pemerintahan secara raja beraja atau berkerajaan dan mengangkat seseorang Baginda atau Yang Dipertuan. Adapun pemakaian nama raja hanya semacam gelar adat saja. Berperilaku sebagai raja di luhak bukan mengacu sosok orang tetapi pada hasil mufakat dan musyawarah yang didasarkan pada kebenaran yang ada. Adapun daerah Rantau Minangkabau yang berupa pemukiman terpisah dari negeri Alam Minangkabau atau Luhak, secara adat istiadat tetap berhubungan dengan Alam Minangkabau. Bentuk lembaga pemerintahan daerah rantau diserahkan kepada kebijakan rantau (Shar, 2010: 527). Sehingga dalam pertemuan, terjadilah pertentangan dan perdebatan diantara penghulu ada yang menginginkan sistem berkerajaan dan ada juga sistem pemerintahan nagari. Setelah adanya keselarasan dan kesepakatan dari masing-masing penghulu, maka muncul dua dasar peraturan adat yaitu Laras Koto Piliang di bawah panji-panji Datuk Katamanggungan dan Laras Bodi Caniago di bawah panji-panji Datuk Parapatih Nan Sabatang. Setelah musyawarah dan mufakat, akhirnya menetapkan bahwa Luhak berpanghulu dan rantau beraja. Kekuasaan Adityawarman di daerah luhak hanya sebagai raja simbolis, sedangkan pada daerah rantau Minangkabau sepenuhnya di bawah kekuasaan Adityawarman. Adapun pemakaian nama raja hanya semacam gelar adat saja. Hal ini terlihat dalam kutipan di bawah. Daerah luhak disebut nagari alam Minangkabau tidak pernah pemerintahan secara raja beraja atau berkerajaan dan mengangkat seseorang Baginda atau Yang Dipertuan. Adapun pemakaian nama raja hanya semacam gelar adat saja. Berperilaku sebagai raja di luhak bukan mengacu sosok orang tetapi pada hasil mufakat dan musyawarah yang didasarkan pada kebenaran yang ada (Shar, 2010: 527). Pada nagari Luhak tetap diperintah para penghulu. Kedudukan kemenakanda di Luhak hanya simbolik dan penengah jika terjadi suatu pertikaian. Adapun pada daerah Rantau kemenakanda mempunyai kekuasaan di semua daerah Rantau. Dibolehkan cara raja beraja, seperti di Swarna Bhumi atau Majapahit, dan juga penarikan upeti. Begitulah hasil kesepakatan para penghulu (Shar, 2010: 528). Dari uraian cerita novel Maharaja Diraja Adityawarman tersebut, terlihat dari keseluruhan tema minor dapat diambil kesimpulan tema mayor atau tema utama novel Maharaja Diraja Adityawarman, yaitu sosok raja simbolis Adityawarman di Minangkabau. Hal ini tergambar pada kutipan berikut. Pada daerah alam Minangkabau atau Luhak tetap berlaku pemerintahan adat dalam pengawasan Datuk Parapatih dan Datuk Katamanggungan. Kekuasaan Adityawarman di daerah tersebut hanya sebagai simbolik. Adapun pada daerah rantau Minangkabau sepenuhnya di bawah kekuasaan Adityawarman, menegakkan sistem otokratis, dengan istilah ketek babingkah tanah, gadang balingkuang aua. Ditetapkan juga pusat kerajaan Adityawarman tidaklah di Nagari Pariangan, tetapi di Sarawarsa tempat Bunda Dara Jingga berada (Shar, 2010: 521). Dari ke 14 bab/episode ditambah analog dan epilog dari cerita novel Maharaja Diraja Adityawarman, sebagian cerita terlihat mempermasalahkan keberadaan Adityawarman di Minangkabau. Adityawarman dikenal sebagai sosok raja yang gagah perkasa dan bijaksana,

14 tetapi dia hanya menjadi raja simbolis di Minangkabau. Dia bukan saja terkenal sebagai seorang Raja Diraja kerajaan Pagaruyung di Minangkabau dan menyatakan dirinya sebagai raja besar, tapi juga merupakan sokoguru pengembangan Majapahit dan merupakan sosok pribadi yang agung. Ini terlihat dalam kutipan berikut. Setelah menduduki tahta, Adityawarman bergelar Maharaja Diraja Udayadityawarman Pratakramarajendra Mauliwarmadewa. Adanya pemakaian gelar tersebut menyatakan bahwa dirinya merupakan raja yang besar (Shar, 2010: 536). Selain itu, semasa Prabu Jayanegara memerintah, Adityawarman juga ikut memegang kendali di Majapahit dan juga sebagai duta Majapahit di Kerajaan Yuan dan Ming di China serta belajar strategi berperang bangsa Mongol. Hal ini terlihat dalam kutipan di bawah ini. Aditya berpengalaman di banyak medan tempur. Kita harus waspada dan hati-hati dengan orang ini. Dia mengenyam ilmu praktek perang Mongol, membantu kaisar Yuan di China melakukan penyerbuan ke Korea. Disana dia dijuluki panglima besar Mau Lie Agi (Shar, 2010: 411). Setelah Adityawarman meninggal pun, tidak ada sosok penerus kerajaan Pagaruyung yang sekuat dirinya. Sehingga kerajaan-kerajaan di bawah penguasaannya melepaskan diri. Ini terlihat dalam kutipan berikut ini. Mangkatnya Maharaja Diraja Adityawarman dan melihat betapa tragisnya penyerbuan Majapahit terhadap Kerajaan Palembang, dan tidak adanya penerus Maharaja Diraja Adityawarman yang sekuat dirinya. Membuat satu persatu kerajaan-kerajaan di bawah pengawasan dan naungan Pagaruyung melepaskan diri (Shar, 2010: 675). Tema Tambo Alam Minangkabau Dalam Tambo Alam Minangkabau menceritakan wilayah Minangkabau yang sangat luas, yang terdiri dari wilayah darek yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan luhak Limopuluah Kota. Sedangkan wilayah rantau yaitu rantau Luhak Tanah Datar, rantau Luhak Agam dan rantau Luhak Limopuluah Kota. Kemudian wilayah Pasisia yaitu Pasisia Tiku Pariaman dan Pasisia Pariaman. Untuk lebih jelasnya wilayah Minangkabau, pembatasnya disebutkan berupa nagari atau bentuk pemukiman dan keadaan alam yang terdekat dengan perbatasan. Awal mula orang yang pertama datang mendiami Pulau Andalas adalah ninik Sri Maharaja Diraja. Dia membawa beberapa pengikutnya berlayar dan menetap dan berdiam di puncak gunung merapi. Setelah itu, mereka pindah ke sebuah lekung di pinggang Gunung Merapi yang diberi nama Labuhan Si Timbago. Setelah beberapa lama, dia pindah lagi ke suatu tempat yang diberi nama Pariangan Padang Panjang. Disanalah ditunjuk seorang ketua atas sepakat dan musyawarah yang akan memerintah dan menghukum di bawah raja. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Kusuik nan ka manyalasaikan, karuah nan ka manjaniahkan, sasek nan ka maimbau, taluncua nan ka maelokan (Diradjo, 2009: 12). Hal yang menjadi permasalahan adalah anak dari Sri Maharaja Diraja yang bernama Datuk Parapatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan, memiliki perbedaan dalam aturan adat yang mereka susun. Tetapi dengan kebijakan ninik mamak dan urang basa, maka dibuatlah upacara damai mengakhiri perselisihan ini dengan menusuk keris di batu. Wujudnya adalah Batu Batikam yang sampai saat ini masih dapat dilihat di Dusun Limo Kaum.

15 Salah satu ciri yang melekat pada masyarakat Minangkabau ini adalah masih kuatnya masyarakat memegang dan menerapkan adat (adaik) yang mereka miliki. Salah satu bentuk ajaran adat tersebut tertuang dalam adat lareh, berupa seperangkat nilai-nilai, norma-norma dan aturan-aturan yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang mengatur aktifitas dan kehidupan sosial politik masyarakat Minang. Tali adat ini mempunyai kesatuan hukum yang diikat oleh serasa, semalu, seadat, selabuh-setepian. Dan setiap pekerjaan dilaksanakan bersama-sama, yang terungkap dalam pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.masyarakat yang egaliter demikian adalah masyarakat yang leluasa memilih dan bertindak, tanpa ada paksaan. Dalam masyarakat organisasi, suasana egaliter muncul ketika pemimpin atau seorang penghulu dan masyarakat dapat berkomunikasi secara lancar tanpa ada perasaan tentang adanya jarak-sosial antara keduanya. Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau juga menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini dinyatakan mereka dengan ungkapan duduak samo randah, tagak samo tinggi (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi). Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum, mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil permufakatan merupakan otoritas yang tertinggi. Sedangkan Adityawarman yang telah lama tinggal di Majapahit memakai sistem berkerajaan yang sangat berbeda dengan sistem yang di terapkan di Minangkabau. Dari beberapa penjelasan diatas, dapat dikatakan tema dari Tambo Alam Minangkabau adalah: Penerimaan masyarakat egalitarian Minangkabau dalam ekspansi kerajaan Majapahit. HIPOGRAMATIKNOVEL MAHARAJA DIRAJA ADITYAWARMAN DAN TAMBO ALAM MINANGKABAU Hipogram adalah modal utama dalam karya sastra yang akan melahirkan karya berikutnya, sedangkan karya berikutnya dinamakan karya transformasi. Hipogram merupakan induk yang akan menetaskan karya baru. Dalam hal ini, peneliti sastra berusaha membandingkan antara karya induk dengan karya baru. Sebelumnya kedua objek dibandingkan melalui, persamaan, perbedaan maupun perubahan yang terjadi pada kedua objek. Setelah itu, memperlihatkan bahwa Tambo Alam Minangkabau sebagai Hipogram dan novel Maharaja Diraja Adityawarman sebagai transformasi. Namun, penelitian ini tidak akan mencari keaslian, sehingga menganggap bahwa yang lebih tua yang hebat, seperti halnya studi filologi. Disamping itu, penelitian ini juga akan dianalisis dengan unsur intrinsik kedua objek yaitu, tokoh dan penokohan, latar, alur dan tema. Sehingga memperlihatkan karya mana yang lebih dahulu hadir dan karya yang baru hadir di tengah-tengah masyarakat. Uraian penjelasan terhadap hipogram didasarkan pada persamaan dan perbedaan yang ada pada kedua karya sastra itu, sebagaimana yang terlihat pada ulasan di bawah ini. 3.1 Persamaan Setelah melihat unsur intrinsik dari novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau, makatahap selanjutnya adalah mengetahui persamaannya. Dalam cerita novel Maharaja Diraja Adityawarman dan Tambo Alam Minangkabau ditemui beberapa persamaan antara lain tokoh, latar dan alur. Masing-masing persamaan itu adalah jika pada tokoh dalam cerita Tambo Alam Minangkabau hanya memiliki 14 tokoh, lain halnya dengan cerita novel Maharaja Diraja Adityawarman yang memiliki lebih dari 29 tokoh. Meskipun begitu, ada 7 orang tokoh dalam kedua karya sastra tersebut yang sama yaitu (1). Adityawarman, (2). Dara jingga, (3). Dara Petak, (4). Raden Wijaya, (5). Datuk Parapatih Nan Sabatang, (6). Datuk Ketamanggungan, (7). Ananggawarman dan (8). Gajah Mada. Ada beberapa latar yang sama yaitu Minangkabau, Pariangan Panjang Panjang, dan Majapahit. Alur, dalam cerita Tambo Alam Minangkabau maupun novel Maharaja Diraja Adityawarman memakai alur maju atau progresif. Peristiwa-peristiwa dikisahkan secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung. Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang

Lebih terperinci

Rajo Tigo Selo. Rabu, 11/06/ :16 WIB

Rajo Tigo Selo. Rabu, 11/06/ :16 WIB Rajo Tigo Selo Rabu, 11/06/2008 10:16 WIB Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi dalam kerajaan Pagaruyung yang dalam tambo adat disebut Limbago Rajo. Tiga orang raja masing-masing terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu bentuk media yang digunakan untuk menerjemahkan ide-ide pengarang. Di dalam karya sastra, pengarang merefleksikan realitas yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan dalam adat Minangkabau merupakan salah satu hal yang penting karena berhubungan erat dengan sistem kekerabatan matrilineal dan garis keturunan. Menurut alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata krama yaitu jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah,

BAB I PENDAHULUAN. tata krama yaitu jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara garis besar, dalam aturan adat istiadat, tata cara perkawinan dapat dibagi atas dua bagian, yakni: perkawinan menurut syarak (agama) dan perkawinan menurut adat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama adalah salah satu genre karya sastra yang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi sastra dan pementasan, Sastra berupa teks naskah sedangkan pementasan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, penikmat sastra ataupun masyarakat Indonesia secara umum, adalah membaca, mempelajari, bahkan menulis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjodohan di Minangkabau merupakan tanggung jawab orang tua dan karib kerabat,

BAB I PENDAHULUAN. Perjodohan di Minangkabau merupakan tanggung jawab orang tua dan karib kerabat, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perjodohan di Minangkabau merupakan tanggung jawab orang tua dan karib kerabat, namun tidak semua anak bisa mencari atau memilih pasangan hidupnya. Menurut Chaniago

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Hubungan Intertekstual antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya Pramoedya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT

SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT KERAJAAN MAJAPAHIT Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu negara terbesar dalam sejarah Indonesia,berdiri

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009 91 BAB 5 KESIMPULAN Pada masa Jawa Kuno, raja merupakan pemegang kekuasaan dan otoritas tertinggi dalam pemerintahan. Seorang raja mendapatkan gelarnya berdasarkan hak waris yang sifatnya turun-temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

INTERTEKSTUALITAS DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DENGAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA A FUADI ARTIKEL ILMIAH

INTERTEKSTUALITAS DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DENGAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA A FUADI ARTIKEL ILMIAH INTERTEKSTUALITAS DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DENGAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA A FUADI ARTIKEL ILMIAH diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan (STRATA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1).

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisi penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan preposisi-preposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.2. Pengenalan. Klimaks. Komplikasi. Penyelesaian

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.2. Pengenalan. Klimaks. Komplikasi. Penyelesaian SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.2 1. Bacalah kutipan cepen berikut! Pagi hari ini adalah hari pertama di Kota Yogyakarta buat seorang Revanda. Dia dan keluarganya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional. Teori yang akan dijelaskan sejalan dengan fokus penelitian yaitu gaya kepemimpinan penghulu Minangkabau.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan karya lisan atau berupa tulisan yang memiliki berbagai ciri, keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan dan keindahan dalam isi dan ungkapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang populer di antara bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993:

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu karya sastra prosa yang menggambarkan tentang permasalahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993: 12), novel merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif dimana manusia beserta kehidupannya menjadi objeknya. Sebagai hasil seni kreatif sastra juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Minangkabau kita kenal sebagai sebuah suku yang mayoritas masyarakatnya berasal dari wilayah Provinsi Sumatera Barat. Orang Minangkabau juga sangat menonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota selalu menjadi bahan kajian yang menarik untuk diperbincangkan dalam setiap level dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Membicarakan sebuah kota

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. meliputi wilayah bekas kerajaan Bunga Setangkai dan wilayah bekas kerajaan Dharmasyara.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. meliputi wilayah bekas kerajaan Bunga Setangkai dan wilayah bekas kerajaan Dharmasyara. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kerajaan Pagaruyung didirikan oleh Raja Adityawarwan pada tahun 1343, yang awalnya meliputi wilayah bekas kerajaan Bunga Setangkai dan wilayah bekas kerajaan Dharmasyara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah seni yang banyak memanfaatkan simbol atau tanda untuk mengungkapkan dunia bawah sadar agar kelihatan nyata dan lebih jelas, pengarang menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA Oleh: Tati Mulyani Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing di dalamnya. Termasuk Indonesia yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya dengan ciri khas masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian, sastra dalam bahasa Inggris literature sehingga popular literature dapat diterjemahkan sebagai sastra populer. Banyak

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR.

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. Hj. Yusida Gloriani dan Siti Maemunah Pendidikan Bahasa dan Sastra Inonesia

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung

BAB VI PENUTUP. Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung berangkat dari pemikiran bahwa sastra yang tumbuh dalam masyarakat tradisi merupakan artefak kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak KERAJAAN DEMAK Berdirinya Kerajaan Demak Pendiri dari Kerajaan Demak yakni Raden Patah, sekaligus menjadi raja pertama Demak pada tahun 1500-1518 M. Raden Patah merupakan putra dari Brawijaya V dan Putri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerajaan Jawa dipegang oleh raja baru dari Kerajaan Majapahit. Majapahit merupakan

I. PENDAHULUAN. kerajaan Jawa dipegang oleh raja baru dari Kerajaan Majapahit. Majapahit merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Setelah era kerajaan Kediri mengakhiri kekuasaannya akibat penyerbuan dari Raden Wijaya sebagai aksi pembalasan karena telah menghancurkan Singhasari, praktis percaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan jiwa.sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

KAJIAN INTERTEKSTUALITAS NOVEL PUKAT KARYA TERE LIYE DENGAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA ARTIKEL ILMIAH

KAJIAN INTERTEKSTUALITAS NOVEL PUKAT KARYA TERE LIYE DENGAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA ARTIKEL ILMIAH KAJIAN INTERTEKSTUALITAS NOVEL PUKAT KARYA TERE LIYE DENGAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA ARTIKEL ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Karya sastra seperti novel memiliki unsur-unsur yang membentuk

BAB VI KESIMPULAN. Karya sastra seperti novel memiliki unsur-unsur yang membentuk 116 BAB VI KESIMPULAN Karya sastra seperti novel memiliki unsur-unsur yang membentuk kesatuan antara satu unsur dengan unsur yang lain sehingga mewujudkan sebuah dunia di dalamnya. Novel Mahar Cinta Gandoriah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293-

I.PENDAHULUAN. Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293- 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293-1478Masehidengan Raden Wijaya sebagai pendirinya, yang memerintah dari tahun 1293-1309

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia. Disusun Oleh Kelompok 10

Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia. Disusun Oleh Kelompok 10 Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia Disusun Oleh Kelompok 10 Nama Kelompok Fopy Ayu meitiara Fadilah Hasanah Indah Verdya Alvionita Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia 1. Kerajaan Kutai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)..(kubi, 2002); Wujud transformasi: terjemahan, salinan, alih huruf,

Lebih terperinci

(TINJAUAN HIPOGRAMATIK) Yullia Syaroh. Abstract

(TINJAUAN HIPOGRAMATIK) Yullia Syaroh. Abstract HIKAYAT HANG TUAH DAN KABA LAKSAMANA HANG TUAH (TINJAUAN HIPOGRAMATIK) Yullia Syaroh Abstract Pengantar This research describes intrinsic elements Hikayat Hang Tuah and Kaba Laksamana Hang Tuah. Then look

Lebih terperinci

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. historis berasal dari bahasa latin istoria yang memiliki arti kota istoria yaitu kota ilmu di

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. historis berasal dari bahasa latin istoria yang memiliki arti kota istoria yaitu kota ilmu di II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Kata

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbagi menjadi tiga genre, yaitu puisi, prosa dan drama. Salah satu genre karya sastra yang dijadikan objek penelitian ini adalah drama. Drama merupakan

Lebih terperinci