HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Widya Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Minyak Bintaro Kasar (Crude) Buah bintaro memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 17a) dan ketika tua akan berwarna merah (Gambar 17b). Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesocarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa) seperti tampak pada Gambar 17c dan endocarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa) seperti tampak pada Gambar 17d. Biji yang terdapat di dalam endokarp terdiri dari satu sampai dua biji berbentuk ellips atau oval dalam satu buah. Walapun memiliki bentuk indah namun buah Bintaro tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung zat yang bersifat racun (cerberin) terhadap manusia (Khanh 2001). (a) (b) (b) (c) (d) Gambar 17. Buah bintaro (a) buah bintaro muda (b) buah bintaro tua (c) mesokarp (d) endocarp Proses produksi minyak bintaro kasar diawali dengan proses pengupasan buah sampai penyaringan seperti dijelaskan pada Gambar 18. Bintaro yang dapat dijadikan minyak harus yang sudah tua yang memiliki warna merah. Bintaro yang sudah jatuh ke tanah dapat juga diolah meskipun kulit luarnya sudah berwarna cokelat. Proses pengupasan dilakukan dengan membelah buah bintaro menjadi dua bagian. Bintaro memiliki kulit yang tebal dan berserat. Maka perlu bantuan golok untuk membelahnya menjadi dua bagian.pada bagian tengah buah terdapat biji bintaro yang masih terlapisi cangkang. Untuk menghilangkan cangkang, cukup dengan bantuan pisau dan dicungkil bijinya keluar. Biji bintaro yang baru dicungkil dan belum dikeringkan akan berwarna putih (Gambar 19). 26
2 Pengupasan Pengeringan Penggilingan Pengepresan Degumming Gambar 18. Bagan alir proses produksi minyak bintaro Gambar 19. Biji bintaro Untuk menurunkan kadar air biji dan mempermudah proses pemisahan minyak, biji dikeringkan pada terlebih dahulu. Pengeringan juga memudahkan proses pemecahan biji. Menurut Norris (1982), minyak yang diperoleh dengan pengempaan mekanis dipengaruhi oleh kandungan air, metode pemanasan, dan komposisi kimia biji. Menurut Swern (1979), pemanasan dapat memberikan sifat plastis biji, mengurangi kelarutan fosfatida, destruksi kapang dan bakteri, serta dapat meningkatkan fluiditas minyak. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu yang tinggi akan menurunkan mutu organoleptik minyak. Suhu oven yang digunakan pada penelitian ini adalah 55 C. Suhu tersebut didasarkan atas pernyataan oleh Whiteley et al (1949) bahwa suhu yang baik untuk ekstraksi minyak secara mekanis adalah C, karena pada suhu tersebut lemak sudah mencair sekaligus dapat menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel dan memecahkan emulsi protein dengan lemak. Biji bintaro dikeringkan di dalam rumah kaca selama1-2 minggu, tergantung kondisi matahari. Setelah 1-2 minggu di dalam rumah kaca, pengeringan dilanjutkan dengan menggunakan oven pengering (Gambar 20a). Biji bintaro diletakkan pada layer-layer bertingkat pada ruang oven dan dilaliri udara panas. Suhu udara panas yang dikenakan pada biji bintaro 55 0 C. Pengeringan menggunakan alat ini selama satu hari, dan biji bintaro akan berwarna putih kehitaman (Gambar 20b). Kadar air akhir biji bintaro setelah pengeringan sebesar 9%. 27
3 (a) (b) Gambar 20. (a) oven pengering (b) biji bintaro setelah dikeringkan Proses pengempaan minyak dengan menggunakan alat kempa tipe hotpress hidrolik (Gambar 21b). Alat kempa dilengkapi dengan pemanas (hotpress) pada bagian yang bersentuhan dengan biji. Suhu yang digunakan dipertahankan 75 0 C selama proses pengepresan. Tujuan pemanasan agar minyak lebih mudah dan cepat keluar, yang secara langsung akan meningkatkan rendemen. Biji bintaro sebelum di press harus dikecilkan ukurannya terlebih dahulu dengan alat pengecil ukuran bijibijian (Gambar 21a). Pengecilan ukuran ini bertujuan untuk memperluas permukaan kontak, sehingga secara tidak langsung minyak mudah keluar saat di kempa. Biji yang sudah dikecilkan ukurannya kemudian dibungkus dengan kain saring berwarna putih. Kain saring akan berfungsi sebagai penyaring kotoran dan ampas kasar saat minyak keluar, sedangkan penggunaan kain warna putih agar minyak tidak bereaksi dengan pewarna kain pada saat pengepresan karena perlakuan panas yang dikenakan pada minyak. Dengan demikian minyak tetap berwarna jernih (Gambar 21c). Hasil samping dari proses pengempaan adalah ampas (bungkil) (Gambar 22) yang masih mengandung sedikit minyak. (a) (b) (c) Gambar 21. (a) alat pengecil ukuran (b) alat hotpress hidrolik (c) minyak setelah di press Gambar 22. Bungkil Minyak mentah bintaro perlu di degumming sebelum digunakan lebih lanjut. Degumming minyak merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, 28
4 residu, air, dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Hambali dkk 2007). Pemurnian ini dilakukan dengan pemberian asam fosfat dengan konsentrasi 20% kedalam minyak bintaro dan ditambahkan air panas. Perbandingan minyak, asam fosfat, dan air secara berurutan adalah 1 liter minyak : 0.3 ml asam fosfat : 1.5 liter air panas. Setelah dicampur dalam satu wadah (Gambar 23a), kemudian dilakukan pengadukan secara konstan. Kemudian didiamkan selama 4-5 jam, maka kotoran (gum) akan mengendap kebagian bawah dan minyak di bagian atas, sedangkan air dibagian tengah. Setelah kotoran (gum) dikeluarkan, minyak dicuci kembali dengan air panas sampai endapan kotoran (gum) habis sehingga didapat minyak yang bersih (Gambar 23b). Hasil rendemen dari degumming minyak bintaro dapat dilihat pada Tabel 9. (a) (b) Gambar 23. (a) proses degumming (b) minyak hasil degumming Tabel 9. Hasil rendemen dari proses degumming Asal biji Massa bahan yg dipress Massa ampas Volume minyak Massa minyak Rendemen ekstraksi Degumming Rendemen biokerosene (kg) (kg) (liter) (kg) (%) liter % (%) Bintaro 12 6,1 5,8 5,14 42,8 5 0,862 36, Sifat Termofisik Minyak Bintaro Densitas Densitas adalah massa bahan tiap satuan volume. Densitas minyak tanah pada suhu kamar adalah 0,780 gr/ml dan densitas minyak bintaro pada suhu kamar adalah 0,886 g/ml. Dengan bertambah tingginya suhu, densitas minyak tanah mengalami penurunan. Pada Gambar 24 diperlihatkan penurunan masing-masing bahan. Kenaikkan suhu mengakibatkan bergesernya jarak molekul dalam minyak tanah menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antara molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil sedangkan volumenya menjadi lebih besar. 29
5 Gambar 24. Pengaruh suhu terhadap densitas (a) minyak tanah, (b) minyak bintaro Besarnya penurunan densitas minyak tanah mengikuti persamaan ρ = -0.03ln(T) dengan besarnya koefisien determinan Sedangkan besarnya penurunan densitas minyak bintaro mengikuti persamaan ρ = -0.02ln(T) dengan besarnya koefisien determinan Menurut Reid dalam Bird et al (1987) dengan adanya kenaikkan suhu, jarak molekul dalam minyak tanah menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antara molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil Viskositas Dari hasil pengujian dengan menggunakan viskometer Brookfield, viskositas minyak minyak tanah dan minyak bintaro menjadi semakin kecil dengan bertambahnya suhu. Pada suhu kamar viskositas minyak bintaro adalah 43 cp. Pada Gambar 25 ditampilkan penurunan viskositas kedua minyak tersebut. Gambar 25. Pengaruh suhu terhadap viskositas (a) minyak tanah, (b) minyak bintaro Kenaikkan suhu akan mengakibatkan turunnya ikatan antar molekul, yang secara langsung berpengaruh terhadap tegangan geser dari fluida tersebut. Dapat dilihat bahwa dengan naiknya nilai T atau bertambah besarnya suhu, angka viskositas menjadi lebih kecil. Pada minyak tanah viskositasnya 30
6 hanya turun 0.5 cp sampai suhu 70, berbeda dengan minyak bintaro yang turunnya lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada minyak tanah ikatan antar molekulnya sudah mencapai batas maksimum, sehingga meskipun diberikan perlakuan panas tetap tidak mempengaruhi ikatan antar molekul. Berbeda dengan minyak bintaro, karena hanya dilakukan proses degumming satu kali dan tanpa ada proses netralisasi. Penurunan viskositas minyak tanah mengikuti persamaan μ = T dengan besarnya koefisien determinan Sedangkan penurunan viskositas minyak bintaro mengikuti persamaan μ = -0.71T dengan besarnya koefisien determinan Dengan adanya kenaikkan suhu, besarnya tegangan geser dan koefisien gesek dari minyak terhadap dinding menjadi lebih kecil dengan demikian minyak lebih mudah naik melalui sumbu Kapilaritas Kapilarisasi adalah gejala naiknya suatu fluida yang disebabkan oleh gaya kohesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang sejenis, misalnya partikel minyak dengan partikel minyak, dan gaya adesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang berbeda jenis misalnya partikel minyak dengan partikel lain (Fayala et al 2004). (a) (b) Gambar 26. Pengaruh suhu terhadap daya kapilaritas (a) minyak tanah dan (b) minyak bintaro Angka viskositas minyak mampu mempengaruhi sifat kapilaritas minyak. Semakin besar viskositas minyak maka akan semakin lambat minyak bergerak sepanjang sumbu. Pada Gambar 26 diatas diperlihatkan pengaruh suhu terhadap waktu yang diperlukan minyak sepanjang sumbu pada setiap kenaikkan jarak setengah centimeter. Dari grafik terlihat bahwa dengan kenaikan suhu kurva 31
7 kapilaritas semakin landai mendekati sumbu x. Ini menunjukan dengan kenaikan suhu mampu mempercepat kenaikan minyak pada sumbu. Selain berpengaruh terhadap angka viskositas, kenaikan suhu mengakibatkan angka densitas menjadi semakin kecil. Dengan bertambah kecilnya densitas, ikatan antar molekul akan semakin renggang menyebabkan ikatan pertikel tersebut mudah begerak bebas. Sehingga menyebabkan perubahan ketinggian yang dapat dicapai terhadap waktu menjadi menjadi lebih kecil atau dengan kata lain kecepatan naiknya minyak sepanjang sumbu menjadi lebih cepat, hal ini sesuai dengan persamaan kapilarisasi h=2γcosθ / ρrɡ Nilai Kalor Nilai kalor didefinisikan sebagai suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran satu satuan massa bahan bakar dengan udara atau oksigen. Nilai kalor didapatkan dari konversi nilai densitas, sehingga nilai kalor dipengaruhi oleh densitas. Semakin besar densitas minyak maka nilai kalornya akan semakin rendah (Susilo 2007). Untuk mengukur nilai kalor digunakan alat bomb calorimeter (Gambar 27). Berdasarkan data dan hasil perhitungan, nilai kalor minyak bintaro yaitu kj/kg, sedangkan minyak tanah memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan minyak bintaro, yaitu kj/kg (World bank energy departemen 1985). Hubungan nilai kalor dengan jenis minyak disajikan pada Gambar 28. Gambar 27. Bomb calorimeter Gambar 28. Perbandingan nilai kalor 32
8 4.3 Uji Kompor Bahan Bakar Minyak Tanah dan Bahan Bakar Minyak Bintaro Pengukuran Temperatur Api Pengukuran temperatur api ini dimaksudkan untuk mengetahui bukaan katup yang menghasilkan api berwarna biru dengan temperatur api berwarna biru tertinggi yang mampu dihasilkan oleh kompor. Berdasarkan hal tersebut, maka mencari bukaan katup yang menghasilkan api berwarna biru dengan temperatur tertinggi dapat diketahui dengan mencari bukaan katup yang mampu menghasilkan temperatur api berwarna biru tertinggi, yang selanjutnya akan digunakan sebagai referensi dalam pengujian selanjutnya, yaitu pengujian daya dan efisiensi kompor Pengukuran Temperatur Api pada Kompor dengan Bahan Bakar Minyak Tanah Pada pengujian temperatur api dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah, pendekatan profil api biru mampu dihasilkan pada bukaan katup 45 0 sampai 70 0 (data terlampir). Diluar bukaan tersebut, tidak lagi menghasilkan pendekatan api berwarna biru, namun banyak terdapat beberapa warna merah, sehingga pengambilan data tidak dilakukan. Temperatur optimum dari api berwarna biru yang dihasilkan kompor bahan bakar minyak tanah ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 10. Data temperatur pada kompor bahan bakar minyak tanah Bukaan katup Tinggi pengukuran (mm) Temperatur termokopel ( 0 C) Rata-rata Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa temperatur rata-rata api tertinggi dicapai pada tinggi pengukuran temperatur 20 mm, sebesar C, dengan bentuk kontur api berwarna biru yang ditampilkan pada Gambar
9 Gambar 29. Profil api biru kompor bahan bakar minyak tanah Pengukuran Temperatur Api pada Kompor dengan Bahan Bakar Bintaro Pengujian temperatur api pada kompor dengan menggunakan bahan bakar minyak bintaro ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Data temperatur pada kompor bahan bakar bintaro Bukaan katup Tinggi pengukuran (mm) Temperatur termokopel ( 0 C) Rata-rata Pengujian temperatur api pada kompor bahan bakar minyak bintaro dilakukan pada bukaan katup dan (data terlampir). Diluar bukaan katup tersebut, cukup sulit untuk mendapatkan nyala api yang stabil waktu yang cukup lama, sehingga tidak dilakukan pengambilan data. Pada bukaan dibawah nyala api tidak bertahan lama dan api padam. Begitu juga bukaan di atas 470 0, karena bukaan yang terlalu besar mengakibatkan minyak yang keluar cukup banyak dan menggenangi ruang bakar, hal ini menyebabkan api padam. Pengujian temperatur api dengan bahan bakar minyak bintaro cenderung sulit, karena api yang dihasilkan tidak mencapai permukaan bagian atas dari sarangan kompor. Api yang dihasilkan dari pembakaran belum bisa melebihi tinggi sarangan dan hanya temperatur radiasi api yang mampu sampai keatas. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa temperatur tertinggi didapatkan pada bukaan katup dengan tinggi pengukuran temperatur 20 mm sebesar C, dengan bentuk kontur api yang ditampilkan pada Gambar
10 Gambar 30. Profil api kompor bahan bakar minyak bintaro Perbandingan temperatur yang dihasilkan antara kompor bahan bakar minyak tanah dengan kompor bahan bakar minyak bintaro ditampilkan pada Gambar 31. Gambar 31. Hubungan tinggi pengukuran dan temperatur api Dari Gambar 31 diatas tampak bahwa kompor bahan bakar minyak bintaro mempunyai ratarata temperatur api yang lebih rendah dibandingkan dengan kompor bahan bakar minyak tanah, walaupun dengan bukaan katup yang lebih besar. Hal ini dikarenakan pada kompor bahan bakar bintaro kandungan minyak bintaro mempunyai nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga energi panas yang dibebaskan juga lebih rendah, oleh karena itu rata-rata temperaturnya juga lebih rendah dari minyak tanah Penentuan Daya Kompor Pengukuran daya kompor dilakukan berdasarkan pada bukaan katup yang mampu menghasilkan api biru dengan temperatur tertinggi, seperti yang telah diketahui dari pengukuran temperatur api. 1. Pengujian Daya Kompor Bahan Bakar Minyak Tanah Pengujian daya pada kompor ini dilakukan pada bukaan katup bahan bakar sebesar Dari pengujian didapatkan data konsumsi minyak terpakai, selanjutnya diperoleh besarnya daya kompor standar, ditunjukkan pada Tabel
11 Tabel 12. Konsumsi bahan bakar dan daya kompor bahan bakar minyak tanah Percobaan Waktu (menit) Temperatur Minyak ( 0 C) Awal Akhir Berat Minyak Terpakai (g) Daya (Kilo Watt) Rata-rata Besarnya daya kompor pada tabel diatas dihitung berdasarkan persamaan 2. Sebagai contoh perhitungan, digunakan data percobaan ke-1 dari Tabel 12 diatas. Data tersebut adalah: Sehingga daya kompor: Kilo Watt Daya rata-rata pada Tabel 12 merupakan rata-rata dari setiap pengukuran. 2. Pengukuran Daya Kompor Bahan Bakar Bintaro Data pengujian daya pada kompor ini dilakukan pada bukaan katup dengan mengunakan bahan bakar minyak bintaro ditampilkan pada Tabel 13. Dari pengujian didapatkan data konsumsi minyak terpakai, yang selanjutnya diperoleh besarnya daya kompor bahan bakar bintaro. Tabel 13. Konsumsi bahan bakar dan daya kompor bahan bakar minyak bintaro Percobaan Waktu (menit) Temperatur Minyak ( 0 C) Awal Akhir Berat Minyak Terpakai (g) Daya (Kilo Watt) Rata-rata
12 Gambar 32. Perbandingan daya kompor Hasil rata-rata total perhitungan daya antara kompor bahan bakar minyak tanah dan kompor bahan bakar minyak bintaro ditampilkan dalam Gambar 32. Terlihat bahwa kompor bahan bakar minyak bintaro mempunyai daya yang lebih rendah dibandingkan dengan kompor bahan bakar minyak tanah, walaupun dengan bukaan katup yang lebih besar. Berat jenis dapat mempengaruhi titik didih bahan bakar. Semakin berat molekul zat tersebut, cenderung menjadi tinggi titik didih zat tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi berat jenis suatu zat, maka semakin tinggi titik didih zat tersebut, maka bahan bakar semakin sulit menjadi uap. Dengan demikian bahan bakar semakin sulit bereaksi dengan oksigen, untuk itu diperlukan suhu lingkungan yang tinggi agar dapat terjadi campuran gas dengan oksigen. Campuran gas ini biasa disebut mixture (Inovatif 2008). Sedangkan nilai viskositas yang lebih tinggi menyebabkan minyak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengalir ke ujung sumbu, sehingga akan memerlukan temperatur lebih tinggi untuk lebih cepat mengalir. 4.4 Pengaruh Ketinggian Sarangan Kompor (flame holder) Terhadap Temperatur Api Dalam upaya mendapatkan kompor berbahan bakar nabati, dimana bahan bakar ini merupakan bahan bakar terbarukan, maka perlu desain kompor baru yang dapat memakai bahan bakar nabati tersebut. Kekurangan utama pada bahan bakar nabati adalah nilai kalor yang rendah dan viskositasya yang tinggi, bisa mencapai 15 kali viskositas minyak tanah. Upaya pertama adalah melakukan modifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut. Angka viskositas yang tinggi menyebabkan daya kapilaritas semakin kecil. Sedangkan nilai kalor yang rendah pada minyak nabati menyebabkan temperatur api kecil setelah mencapai permukaan atas saragan kompor. Hal ini akan mempengaruhi panas yang dihasilkan dan lama waktu yang digunakan untuk memasak. Modifikasi yang dilakukan adalah memodifikasi tinggi sarangan kompor minyak tanah, merupakan modifikasi dari desain yang telah ada untuk memperoleh kinerja kompor yang lebih baik. Perpindahan panas yang terjadi pada kompor meliputi perpindahan panas konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada keadaan mantap, kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding dan melalui saluran udara dan gas hasil pembakaran. Untuk mengetahui tinggi sarangan yang sesuai dengan bahan bakar minyak bintaro, maka analisis hanya dilakukan pada sarangan kompor atau permukaan dinding sarangan, sehingga dapat diketahui sebaran temperatur pada sarangan kompor (flame holder). 37
13 Untuk mengetahui temperatur api tertinggi yang mampu dihasilkan pada ketinggian sarangan kompor 5 cm, 6 cm, 7 cm, dan 8 cm dilakukan dengan pendekatan laju kehilangan panas pada masingmasing ketinggian. Gambar 33. Hubungan ketinggian dengan laju kehilangan panas Ketinggian sarangan standar dari kompor adalah 11 cm. Dari grafik di atas laju kehilangan panas tertinggi yaitu pada kompor minyak tanah, hal ini karena nilai kalor dari minyak tanah lebih tinggi, maka panas yang hilang ke lingkungan lebih besar. Semakin rendah sarangan kompor dan mendekati sumber api, laju kehilangan panas semakin kecil. Pada Gambar 33 diatas ditunjukkan dengan penurunan kurva laju kehilangan panas pada bahan bakar minyak bintaro disetiap ketinggian. Pada ketinggian 5 cm laju kehilangan panasnya sebesar 76.6 W dan pada ketinggian 11 cm laju kehilangan panasnya W. Ketinggian sarangan kompor juga berpengaruh terhadap nilai koefisien pindah panas konveksi. Pada saat kecepatan udara yang sama dengan jarak yang berbeda menyebabkan nilai koefisien konveksi yang semakin menurun. Semakin besar jarak, maka akan mengakibatkan nilai koefisien konveksi yang menurun (Nurdianto, 2004). Dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar 34. Gambar 34. Hubungan koefisien konveksi dengan ketinggian sarangan Nilai koefisien konveksi pada kompor bahan bakar minyak bintaro paling tinggi yaitu pada ketinggian 5 cm sebesar W/m 2 0 C dan paling rendah pada ketinggian 11 cm sebesar W/m 2 0 C. Hubungan antara nilai koefisien konveksi dengan temperatur yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar
14 Gambar 35. Hubungan nilai koefisien konveksi dengan temperatur Gambar 35 di atas menunjukkan bahwa dengan semakin kecil nilai koefisien konveksinya, temperatur yang dihasilkan belum tentu semakin tinggi. Pada nilai h W/m 2 0 C temperatur yang dihasilkan C, nilai h W/m 2 0 C temperatur yang dihasilkan menurun menjadi C. kemudian temperatur meningkat pada nilai h W/m 2 0 C menjadi C, nilai h W/m 2 0 C temperaturnya C, dan nilai h W/m 2 0 C temperaturnya turun menjadi C. Pada minyak tanah dengan nilai h W/m 2 0 C temperatur yang dihasilan C, Karena minyak tanah memiliki nilai kalor yang tinggi, sehingga pada nilai h W/m 2 0 C temperatur yang dihasilkan juga tinggi, meskipun nilai koefisien konveksinya lebih rendah dari minyak bintaro. Untuk melihat pengaruh ketinggian sarangan dengan temperatur api, yang disajikan pada Gambar 36. Gambar 36. Hubungan ketinggian sarangan dengan temperatur api Pada ketinggian paling rendah yaitu 5 cm temperaturnya adalah C dan pada ketinggian sarangan standar atau ketinggian 11 cm temperaturnya adalah C. Dari perhitungan diatas didapatkan hubungan antara nilai koefisien konveksi, ketinggian sarangan kompor, dan temperatur yang dihasilkan. Pada ketinggian sarangan kompor 6 cm yang memberikan kondisi paling baik, dengan nilai koefisien konveksi, ketinggian sarangan kompor, dan temperatur berturut-turut adalah W/m 2 0 C, 6 cm, dan C. 4.5 Uji pada Sarangan Kompor (Flame Holder) Termodifikasi Dalam suatu proses pembakaran, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain bahan bakar, udara (oksigen), nilai kalor, dan reaksi kimia. Selain itu, perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang peranan yang penting pula dalam menentukan hasil proses pembakaran itu sendiri yang secara langsung mempengaruhi reaksi pembakaran yang terjadi serta hasil keluaran (produk) proses pembakaran (Firmansyah 2008). 39
15 Suatu nyala api adalah penyebaran sendiri secara terus menerus yang dibatasi oleh daerah pembakaran dengan kecepatan subtonic (dibawah kecepatan suara), atau dengan kata lain nyala api merupakan gelombang panas yang terjadi akibat reaksi kimia eksotermis yang cepat. Bentuk nyala api sangat ditentukan oleh kombinasi pengaruh profil kecepatan perambatan nyala api (flame propagation) dan pengaruh hilangnya panas ke dinding tabung (flame quenching). Campuran bahan bakar dan oksidator dapat mendukung terjadinya nyala api dalam daerah konsentrasi tertentu. Batas daerah tersebut disebut batas bawah dan batas mampu nyala (flammability). Sebagai contoh, campuran gas alam dan udara tidak akan menyebabkan nyala api jika proporsi dari gas kurang dari 4% atau lebih dari 15%. Pada konsentrasi rendah, meskipun mungkin terjadi penyalaan lokal, energi yang disediakan tidak cukup untuk memanaskan lapisan gas didekatnya ketemperatur nyala. Seiring dengan naiknya tekanan parsial dari bahan gas, energi juga ikut naik ke titik yang akan menyalakan bahan bakar gas di dekatnya dan menyebarkan nyala api (Firmansyah 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik nyala adalah temperatur, tekanan, rasio campuran, dan struktur hidrokarbon. Pengaruh komposisi campuran sangat penting terhadap kecepatan pembakaran, nyala hanya akan merambat pada konsentrasi campuran tertentu. Konsentrasi bahan bakar minimum dalam campuran yang sudah menyala dinamakan batas nyala terbawah, dan biasanya konsentrasi bahan bakar dan udara dikondisikan pada keadaan standar yaitu campuran stoikiometeri. Dengan penambahan konsentrasi bahan bakar pada campuran, maka campuran akan kaya dan oksigen berkurang, kecepatan pembakaran turun dan api akan padam, hal ini juga berkaitan dengan batas nyala yang dinamakan batas nyala atas (Firmansyah 2008). Modifikasi dilakukan terhadap desain kompor yang ada dipasar, berdasarkan pada tinggi api yang dihasilkan oleh minyak bintaro yang tidak mampu mencapai permukaan sarangan kompor dengan ketinggian 11 cm. Rendahnya temperatur yang dihasilkan kompor bahan bakar minyak bintaro pada ketinggian tersebut, tidak memungkinkan untuk digunakan pada proses memasak. Selain itu ketinggian api yang dihasilkan minyak bintaro pada proses uji nyala pada sumbu lebih rendah dibandingkan dengan minyak tanah (Gambar 37). (a) (b) Gambar 37. Perbandingan nyala api (a) minyak bintaro (b) minyak tanah Dari Gambar 37 di atas tampak bahwa nyala api dengan bahan bakar minyak tanah lebih merata pada sumbu dibandingkan nyala api dengan bahan bakar minyak bintaro. Adanya perbedaan itu disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya reaksi pembakaran, sifat termofisik minyak itu sendiri, dan jenis senyawa penyusun minyak tersebut yang berbeda. Minyak bintaro memiliki angka densitas, viskositas, dan kapilaritas yang tinggi dibandingkan minyak tanah. Reaksi pembakaran terjadi pada fase uap, dimana jika angka densitas tinggi, maka sulit terjadi fase penguapan dan dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi. Kesulitan terjadinya fase uap menyebabkan proses pencampuran dengan oksigen tidak terjadi keseimbangan. 40
16 Jika nyala api tersebut ditutup dengan sarangan kompor (flame holder), pada nyala api bahan bakar minyak tanah akan terbentuk nyala api yang ideal berwarna biru dan tidak berjelaga. Karena jumlah O 2 (udara) yang bercampur dengan bahan bakar dibatasi, sehingga campuran bahan bakar dan oksigen tercampur dengan rasio campuran yang baik. Pada nyala api minyak bintaro pemasangan sarangan kompor (flame holder) standar akan menyulitkan api untuk tetap menyala stabil. Udara yang masuk ke ruang bakar semakin sedikit, lama-kelamaan nyala api akan padam. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah O 2 (udara) yang masuk ke dalam ruang bakar tidak seimbang dengan bahan bakar. Untuk memperbaiki nyala api minyak bintaro pada sarangan kompor dapat dilakukan dengan cara memotong sarangan kompor. Tujuan dari memotong sarangan kompor ini adalah mendekatkan sumber api dengan alat memasak. Pemotongan sarangan dilakukan mengacu pada hasil pengujian nyala api dan dilakukan pengujian temperatur api. Pengukuran temperatur api dilakukan pada bukaan katub 270 0, dimana bukaan katub ini lebih kecil dari bukaan katub yang digunakan pada pengujian temperatur api minyak bintaro dengan sarangan kompor standar. Hasil perhitungan dan pengujian temperatur api pada setiap pemotongan sarangan kompor disajikan pada Gambar 38 sebagai berikut: Gambar 38. Grafik temperatur api pada setiap pemotongan Pemotongan sarangan dilakukan untuk tiap 1 cm. Gambar perbandingan sarangan sebelum dengan sesudah pemotongan terlihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 7. Pada Gambar 38, kurva temperatur api tertinggi dihasilkan pada sarangan dengan ketinggian 6 cm. Pada ketinggian 6 cm, merupakan ketinggian yang memberikan hasil terbaik untuk jenis bahan bakar minyak bintaro. Pada ketinggian tersebut dapat dikatakan pencampuran antara bahan bakar dan oksigen terjadi kesetimbangan. Pengujian temperatur dari ketinggian 8 cm sampai ketinggian 6 cm memperlihatkan kurva semakin keatas, namun pada sarangan dengan tinggi 5 cm, temperatur api kembali turun dibandingkan tinggi sarangan 6 cm. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan temperatur ini adalah pencampuran yang tidak seimbang antara bahan bakar dan udara. Untuk melihat gradien temperatur api diatas sarangan kompor, dilakukan dengan menguji temperatur setiap 2 cm dari permukaan atas dari sarangan kompor. Hal ini untuk mengetahui perbedaan temperatur yang dihasilkan sebelum dan sesudah modifikasi saragan kompor. Hasil pengujian ditampilkan pada Gambar
17 Gambar 39. Perbandingan temperatur api sebelum dan sesudah modifikasi Dari grafik terlihat bahwa dengan pemotongan sarangan menjadi lebih rendah dari standarnya mampu menaikkan temperatur api minyak bintaro. Dengan meningkatnya temperatur api, maka meningkat pula daya yang dihasilkan pada kompor. Daya berkaitan dengan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan, dikarenakan nyala api yang terbentuk cukup baik sehingga bahan bakar yang dikonsumsi bertambah. Gambar 40. Perbandingan daya sebelum dan sesudah modifikasi Gambar 40 diatas memperlihatkan peningkatan daya kompor minyak bintaro yang cukup besar dibandingkan sebelum modifikasi. Meskipun bukaan katup yang digunakan pada kompor bahan bakar minyak bintaro lebih tinggi, namun konsumsi dan daya yang dihasilkan tidak mampu melebihi daya yang dihasilkan kompor bahan bakar minyak tanah. 4.6 Uji Coba Pemanasan Air Sebelum melakukan pemanasan air, pertama-tama memilih ukuran panci yang digunakan. Ukuran panci berkaitan dengan daya kompor yang dihasilkan. Dari daya nilai kompor, dapat diketahui ukuran panci/bejana yang tepat untuk digunakan dalam pengujian pemanasan air. Umumnya semakin besar daya yang dihasilkan pada suatu kompor, maka diameter panci/bejana yang digunakan juga semakin besar. Tabel 14 memperlihatkan hubungan daya terhadap diameter panci. 42
18 Tabel 14. Diameter bejana panci untuk tingkat daya tertentu Tingkat daya maksimum Diameter panci (cm) Volume air (± 2/3 volume panci) (liter) Pada pengujian daya, rata-rata daya yang dihasilkan kompor bahan bakar minyak tanah Kw dan kompor bahan bakar minyak bintaro Kw. Untuk daya kompor bahan bakar minyak bintaro, mempunyai nilai lebih rendah dari tingkat daya maksimum sesuai Tabel 14, sehingga untuk uji pemanasan air, selanjutnya digunakan panci dengan diameter 20 cm dengan volume air sebesar 2.2 liter atau 2/3 dari volume total panci. Ukuran diameter panci dan volume air yang telah diketahui diatas digunakan sebagai acuan dalam setiap pengujian pemanasan air Hubungan Kenaikan Temperatur Air dengan waktu pemanasan Uji pemanasan air pada kompor sumbu termodifikasi ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhan untuk memanaskan air sampai mendidih. Uji coba untuk memanaskan air dilakukan pada semua jenis bahan bakar kompor dan pada ketinggian sarangan kompor sebelum dan sesudah modifikasi. Volume air yang digunakan adalah 2.2 liter dan panci yang digunakan berdiameter 20 cm. Hubungan kenaikan temperatur air dengan waktu pemanasan untuk masing-masing jenis bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 42. Gambar 41. Hubungan kenaikan temperatur air dengan waktu pemanasan Waktu yang digunakan kompor bahan bakar minyak tanah untuk memanaskan air sampai temperatur C lebih cepat yaitu pada menit ke-26. Sedangkan pada kompor bahan bakar minyak bintaro dengan ketinggian sarangan kompor standar sampai menit yang sama dengan minyak tanah tetapi temperatur air yang mampu dicapai hanya 43 0 C. Pada kompor bahan bakar minyak bintaro dengan modifikasi sarangan kompor, pada menit ke-26 temperatur air mampu mencapai 80 0 C, jika dilanjutkan pemanasannya temperatur air mampu mencapai C pada menit ke
METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen
Lebih terperinciBAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK
BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak
HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran
Lebih terperinciLampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan Hotpress
LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan Hotpress 1. Data Neraca Massa Proses Penggilingan Ulangan massa awal massa akhir massa yang hilang 1 2.10 2.10 0
Lebih terperinciIII. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari
28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan
Lebih terperinciKadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu
40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Lebih terperinciCiri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah
Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir
Lebih terperincibesarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air
Lebih terperinciBAB V METODOLOGI Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat Pembuatan Lem Tembak. No. Nama Alat Jumlah. 1. Panci Alat Pengering 1. 3.
BAB V METODOLOGI 5.1. Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat Pembuatan Lem Tembak No. Nama Alat Jumlah 1. Panci 1 2. Alat Pengering 1 3. Alat Press 1 4. Pengukus 1 5. Mesin Pengaduk 1 6. Plate Pemanas 1 7.
Lebih terperinciSoal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada
Lebih terperinciBAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :
BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji nyamplung dari cangkangnya
Lebih terperinciKALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.
KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan April - Oktober 2010. Tempat penelitian ini adalah Laboratorium Energi (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang
Lebih terperinciStudi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 212) ISSN: 231-9271 F-2 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi
Lebih terperinciBAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:
BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: Tahap : Tahap Perlakuan Awal ( Pretreatment ) Pada tahap ini, biji pepaya dibersihkan dan dioven pada suhu dan waktu sesuai variabel.
Lebih terperinciP E T A K O N S E P. Zat dan Wujudnya. Massa Jenis Zat Wujud Zat Partikel Zat. Perubahan Wujud Zat Susunan dan Gerak Partikel Zat
Zat dan Wujudnya P E T A K O N S E P Zat dan Wujudnya Massa Jenis Zat Wujud Zat Partikel Zat Perubahan Wujud Zat Susunan dan Gerak Partikel Zat Gaya Tarik Antarpartikel Zat Pengertian Zat Zat adalah Sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati Minyak nabati adalah senyawa minyak yang terbuat dari tumbuhan yang diperoleh melaui proses ekstraksi dan pengepressan mekanik. digunakan dalam makanan dan untuk
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sumber Daya Air Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan
Lebih terperinciBAB V METODOLOGI. Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:
BAB V METODOLOGI 5. Tahap Pelaksanaan Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:. Tahap Perlakuan Awal (Pretreatment) Tahap perlakuan awal ini daging kelapa dikeringkan dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran
METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini
Lebih terperinciBahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas
BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,
Lebih terperinciBAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :
9 BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pembersihan kelapa sawit, kemudian dipanaskan
Lebih terperinciLaju Pendidihan. Grafik kecepatan Pendidihan. M.Sumbu 18. M.Sumbu 24. Temperatur ( C) E.Sebaris 3 inch. E.Susun 3 inch. E.Sususn 2 inch.
Temperatur ( C) Laju Pendidihan Grafik kecepatan Pendidihan 120 100 80 60 40 M.Sumbu 18 M.Sumbu 24 E.Sebaris 3 inch E.Susun 3 inch 20 0 0 20 40 60 80 E.Sususn 2 inch Waktu (menit) Kesimpulan 1. Penggunaan
Lebih terperinciDalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan
Lebih terperinciBAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA
BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada
Lebih terperinciAnalisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil)
Technical Paper Analisis Sistem Proses Pindah Massa pada Ekstraksi Secara Mekanik Minyak Kedelai (Glycine Max Oil) System Analyze of Mass Transfer Process in Mechanical Extraction Soybean Oil (Glycine
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan 4.1.1 Hasil Distilasi Kukus Percobaan pengambilan minyak Ki Honje dengan metoda distilasi kukus menggunakan bahan baku buah Ki Honje yang diproleh dari Wado,
Lebih terperinciKALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan
Lebih terperinciSILABUS. - Mengidentifikasikan besaran-besaran fisika dalam kehidupan sehari-hari lalu mengelompokkannya dalam besaran pokok dan turunan.
Sekolah : SMP... Kelas : VII (Tujuh) Semester : 1 (Satu) Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam SILABUS Standar Kompetensi : 1. Memahami ilmiah untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan
Lebih terperinciWaktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:
Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II
MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran
Lebih terperinciHasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan program dilakukan dibeberapa tempat yang berbeda, yaitu : 1. Pengambilan bahan baku sampah kebun campuran Waktu : 19 Februari 2016
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan)
LAMPIRAN 74 Lampiran 1 Hasil pengukuran nilai densitas terhadap peningkatan suhu (penelitian pendahuluan) No. Suhu ( o C) Densitas (g/ml) 1 30 0.915 2 50 0.911 3 70 0.905 4 90 0.896 5 110 0.890 Lampiran
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan untuk pembuatan gel bioetanol adalah handmixer, penangas air, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji antara lain adalah Bomb Calorimeter,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak
Lebih terperinciPenelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)
BAB V METODOLOGI 5.1. Pengujian Kinerja Alat yang digunakan Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) 1. Menimbang Variabel 1 s.d 5 masing-masing
Lebih terperinciEkstraksi Biji Karet
Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi
Lebih terperinciMAKALAH LINGKUNGAN BISNIS
MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS Pembuatan minyak kelapa Nama : Aditya krisnapati Nim : 11.01.2900 Kelas : D3TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 I. ABSTRAK Dengan berbagai kemajuan yang telah diperoleh dari produk
Lebih terperinci4 Pembahasan Degumming
4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -
digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa
Lebih terperinciLampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar
Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Jenis Bahan Rataan Nilai Kalor (kal/gram) Kayu 4.765 Batubara 7.280 Fuel Oil 1) 10.270 Kerosine (Minyak Tanah) 10.990 Gas Alam 11.806 Sumber
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS, terdiri dari beberapa stasiun yang menjadi alur proses dalam pemurnian kelapa
Lebih terperinciProses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)
Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian
Lebih terperinciBAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD
BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR
LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Menyelidiki peristiwa konveksi di dalam zat cair. II. ALAT DAN BAHAN Pembakar Spritus Statif 4 buah Korek api Tabung konveksi Serbuk teh Air
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan
Lebih terperinciSMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3
1. Perhatikan pernyataan berikut! SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3 1. Angin laut terjadi pada siang hari, karena udara di darat lebih panas daripada di laut. 2. Sinar
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI TINGGI BEBAN TERHADAP EFISIENSI KOMPOR MINYAK TANAH BERSUMBU
PENGARUH VARIASI TINGGI BEBAN TERHADAP EFISIENSI KOMPOR MINYAK TANAH BERSUMBU Sudarno i 1 Abstract : Pengaturan tinggi beban yang kurang tepat merupakan salah satu penyebab rendahnya efisiensi pada kompor
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,
Lebih terperinciBAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD
BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu benda? 4. Apa yang dimaksud dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).
Lebih terperinciBlanching. Pembuangan sisa kulit ari
BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa
Lebih terperinciPengeringan Untuk Pengawetan
TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL & ANALISIS
BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinciMINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut
MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian
14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH
NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, temuan penelitian, dan pembahasannya. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal
Lebih terperinciBAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang
BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari
Lebih terperinciEKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam
EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana
Lebih terperinciStudi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-1 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi dan Djoko
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.
Lebih terperinciProses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan
Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE
III BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan dari bulan Februari hingga Agustus 2009, dan dilaksanakan di IPB yaitu di laboratorium lapangan Departemen
Lebih terperinciMODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN
MODIFIKASI MESIN PEMBANGKIT UAP UNTUK SUMBER ENERGI PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN PRODUK PANGAN Ekoyanto Pudjiono, Gunowo Djojowasito, Ismail Jurusan Keteknikan Pertanian FTP, Universitas Brawijaya Jl. Veteran
Lebih terperinciGambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi
Lebih terperincia. Pengertian leaching
a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian
Lebih terperinci