PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROPINSI SUMATERA SELATAN SETYO YUWONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROPINSI SUMATERA SELATAN SETYO YUWONO"

Transkripsi

1 PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROPINSI SUMATERA SELATAN SETYO YUWONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PENYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2006 Setyo Yuwono NIM P

3 ABSTRAK SETYO YUWONO. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan HARDJANTO. Pembangunan hutan rakyat pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu sejak produksi kayu bulat dari hutan alam menurun dengan mendayagunakan lahan-lahan di luar kawasan hutan yang kurang produktif. Kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat antara petani permilik lahan dan perusahaan dikelola berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Perusahaan memerlukan bahan baku kayu secara berkesinambungan dan petani pemilik lahan memerlukan bantuan modal, pengetahuan teknis dan kepastian pemasaran. Dalam pembangunan hutan rakyat tidak hanya menyangkut teknis silvikultur saja tetapi juga menyangkut faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan pembangunan hutan rakyat perlu adanya keterlibatan masyarakat yang dilandasi oleh tujuan memperoleh manfaat. Penelitian dilakukan di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan untuk mengkaji persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan partisipasi dianalisis dengan menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan persepsi masyarakat terhadap pembangunan hutan rakyat pola kemitraan masuk pada kategori sedang. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat adalah (1) umur, (2) pendidikan, (3) penyuluhan dan (4) pemahaman program. Sejalan dengan persepsi, partisipasi masyarakat pada kegiatan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan juga masuk pada kategori sedang. Faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi masyarakat adalah (1)kelembagaan, (2)hak dan kewajiban, (3)aktivitas dan (4)kebijakan pemerintah. Kata Kunci : Hutan Rakyat, Kemitraan, Partisipasi, Persepsi

4 Hak cipta milik Setyo Yuwono, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

5 PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROPINSI SUMATERA SELATAN SETYO YUWONO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

6 Judul Tesis Nama NIM : PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT POLA KEMITRAAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROPINSI SUMATERA SELATAN : Setyo Yuwono : P Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Ketua Dr. Ir. Hardjanto, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 1 Juni 2006 Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2005 ini adalah pembangunan hutan rakyat pola kemitraan, dengan judul Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Hardjanto, M.S. selaku Dosen Pembimbing. 2. Pimpinan dan staf PT. Xylo Indah Pratama yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data 3. Mas Agus Setyono, Mas Bambang Supriyanto, Mas Edi Cahyono dan temanteman di Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas yang membantu dalam pengumpulan data Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, istri dan anak-anak tercinta (Wulan, Yayas dan Tata) serta seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat Bogor, Juni 2006 Setyo Yuwono

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober 1964 dari ayah Moch Joesoef (alm) dan ibu Sri Mastuti. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UGM. Penulis memilih Fakultas Kehutanan dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Institu Pertanian Bogor pada tahun Penulis bekerja pada Sub Dinas Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah pada Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. x DAFTAR GAMBAR. xi DAFTAR LAMPIRAN. xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Rakyat Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Pengertian Persepsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pengertian Partisipasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi 21 III. METODE PENELITIAN Populasi dan Contoh Pengumpulan Data Batasan Operasional Analisis Data

10 IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas Karakteristik Umum Wilayah kabupaten Musi Rawas.. 36 Kependudukan Gambaran Lokasi Penelitian.. 38 Kecamatan BTS ULU. 39 Kecamatan Muara Kelingi Kecamatan Jaya Loka Gambaran Petani Hutan Rakyat Gambaran Hutan Rakyat Pola Kemitraan.. 43 Profil Perusahaan 43 Pola Kemitraan.. 44 Pengelolaan Hutan Rakyat. 51 V. HASIL PENELITIAN Persepsi terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat Partisipasi pada Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat 62 VI. PEMBAHASAN Persepsi terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat Partisipasi pada Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat 86 VII. KESIMPULAN DAN SARAN.. 97 DAFTAR PUSTAKA.100 LAMPIRAN

11 x DAFTAR TABEL Halaman 1. Sebaran Penduduk Kabupaten Musi Rawas Menurut Jenis Kelamin Kondisi Desa Lokasi Penelitian di Kecamatan BTS Ulu Kondisi Desa Lokasi Penelitian di Kecamatan Muara Kelingi Kondisi Desa Lokasi Penelitian di Kecamatan Jayaloka Jumlah Responden Berdasarkan Umur Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Realisasi Pembangunan Hutan Rakyat dengan Pola Kemitraan Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Persepsi Distribusi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor Persepsi Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Distribusi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor Partisipasi Persepsi Responden terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Persepsi Responden terhadap Lahan yang Dimanfaatkan Untuk Hutan Rakyat Persepsi Responden terhadap Manfaat Hutan Rakyat Persepsi Responden terhadap Jenis Tanaman Hutan Rakyat Persepsi Responden terhadap Pola Kemitraan Analisa Ragam Faktor-Faktor Persepsi Partisipasi Responden pada Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Partisipasi Responden dalam Kegiatan Perencanaan Partisipasi Responden dalam Aktivitas Kelompok Tani Partisipasi Responden dalam Pelaksanaan Kegiatan Hutan Rakyat Partisipasi Responden dalam Pengamanan, Evaluasi dan Pemanfaatan Hasil Analisa Ragam Faktor-Faktor Partisipasi. 87

12 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Peta Kabupaten Musi Rawas Tanaman Pulai Umur 2 Tahun pada Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kecamatan BTS ULU Tanaman Pulai Umur 2 Tahun pada Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kecamatan BTS ULU.. 56

13 x DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Karakteristik Responden Hasil Pengolahan Data Faktor-Faktor Persepsi Hasil Pengolahan Data Faktor-Faktor Partisipasi Surat Perjanjian Kuisioner Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan.. 114

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah suatu negara dengan potensi sumberdaya hutan yang sangat besar dan menyimpan keragaman hayati tertinggi di dunia. Di dalam hutan alam seluas 133,574 juta ha, tercatat ada sebanyak 500 spesies mamalia, spesies burung, 10 ribu spesies pohon dan mewakili sekitar 10% hutan alam tropika humida di dunia (Na iem 2004). Berdasarkan rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2005, kawasan hutan Indonesia seluas 133,574 juta ha terbagi dalam hutan konservasi selu as 19,876 juta ha, hutan lindung seluas 30,052 juta ha, hutan produksi tetap seluas 35,259 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 25,656 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 22,732 juta ha (Dephut, 2005). Sumberdaya hutan tersebut sangat vital bagi perekonomian Indonesia, baik dalam penyediaan kayu untuk keperluan domestik maupun untuk ekspor yang memberikan kontribusi 3,8 5,95 milyar US$ per tahun (Dephut 2003). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya industri perkayuan maka kebutuhan bahan baku kayu yang harus dipasok untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut semakin meningkat. Di sisi lain pasokan kayu bulat yang berasal dari hutan alam saat ini semakin menurun volumenya. Hal ini disebabkan oleh menyusutnya luas hutan alam yang dapat menyediakan bahan baku kayu. Beberapa kegiatan yang ditengarai sebagai penyebab pengurangan luas hutan adalah (a) konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor lain misalnya untuk perkebunan dan transmigrasi; (b) pencurian kayu atau penebangan liar (illegal logging); (c) perambahan dan okupasi lahan serta (d) kebakaran hutan (Dephut 2005). Hal ini mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara permintaan dan penyediaan bahan baku kayu sebagai bahan baku industri. Pada saat ini kapasitas industri kayu diperkirakan sebesar 58,24 juta m 3 per tahun, sementara itu potensi hutan alam dalam menyediakan bahan baku kayu secara lestari terus menurun dari sekitar 25,36 juta m 3 menjadi 6,89 juta m 3 (Dephut 2003).

15 2 Salah satu alternatif mengatasi masalah tekanan terhadap sumber daya hutan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu adalah dengan memanfaatkan lahan-lahan yang kurang produktif di luar kawasan hutan melalui kegiatan pembangunan hutan rakyat (Dewi et al. 2004). Menurut Irawanti et al (2000) pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu model pengusahaan lahan milik masyarakat yang dapat menunjang kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat, bahkan di beberapa tempat berfungsi sebagai tabungan yang akan menjadi basis untuk menopang kelanjutan kehidupannya. Hal ini karena hutan rakyat baru dapat memberikan kontribusi pendapatan kepada pemiliknya pada akhir daur, pada saat dipanen. Untuk jenis tanaman Sengon setelah tanaman berumur 5-8 tahun dan setelah 8 tahun untuk tanaman Pulai. Pembangunan hutan rakyat mempunyai prospek yang baik untuk mengurangi tekanan terhadap sumber daya hutan, karena dalam pelaksanaannya melibatkan semua lapisan masyarakat, baik masyarakat petani, pengusaha maupun pemerintah. Beberapa alasan yang mendukung kegiatan pembangunan hutan rakyat antara lain adalah (Hayono 1996) : (a) Kegiatan pembangunan hutan rakyat memberikan manfaat bagi masyarakat, baik manfaat yang langsung dirasakan berupa pemenuhan kebutuhan kayu dan penyerapan tenaga kerja maupun manfaat yang secara tidak langsung dirasakan berupa peningkatan kesuburan tanah, penanggulangan erosi dan pengaturan tata air. (b) Produksi kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat selama ini menunjukkan peningkatan hasil yang cukup signifikan. (c) Memiliki pangsa pasar yang cukup besar (d) Bentuk hutan rakyat pada umumnya sudah dikenal masyarakat, namun tingkat pengelolaan dan pemanfaatannya masih belum optimal, baik dari segi silvikultur maupun sosial ekonominya (e) Tersedianya lahan yang dapat ditanami dengan hak kepemilikannya atas lahan hutan rakyat yang akan mendorong pemiliknya untuk memanfaatkan, memelihara dan menjaga dengan lebih baik.

16 3 Keberadaan hutan rakyat dewasa ini semakin menunjukkan peran yang sangat penting. Dalam bidang ekonomi hutan rakyat mampu men ingkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi komoditas, dalam bidang produksi kayu hutan rakyat mampu menyediakan produksi kayu alternatif dengan semakin menyusutnya produksi kayu dari hutan alam, dalam bidang ekologi hutan rakyat mampu memperbaiki kualitas lingkungan (Irawanti et al. 2000). Menurut Suharno (2004) dalam Hardiyanto (2004) bahwa pada tahun 2004 diperkirakan kebutuhan kayu untuk industri nasional sebesar 42,3 juta m 3, lebih dari 38% akan dipasok dari hutan tanaman, sisanya akan dipasok dari hutan alam 5,7 juta m 3, hutan rakyat 10,7 juta m 3, kayu karet 7,5 juta m 3 dan impor kayu bulat 2 juta m 3. Ada beberapa pola dalam pembangunan hutan rakyat, diantaranya adalah hutan rakyat pola kemitraan, yaitu hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta atau koperasi dengan insentif permodalan bunga ringan. Dasar pertimbangan pola kemitraan ini adalah pihak perusahaan perlu kontinuitas bahan baku kayu, sedangkan pihak masyarakat perlu bantuan modal kerja, sumberdaya manusia (SDM) yang menguasai teknologi dan pengetahuan hutan rakyat dan kepastian pemasaran (Hidayat 2000). Dengan mendasari pertimbangan itu, PT. Xylo Indah Pratama mencoba melakukan kerjasama dengan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas untuk membangun hutan rakyat pola kemitraan di Propinsi Sumatera Selatan. Hutan rakyat pola kemitraan PT. Xylo Indah Pratama dimulai pada tahun 1996 dengan jenis tanaman Pulai Gading (Alstonia Scholaris). Target penanaman sampai tahun 2005 dengan target Ha yang tersebar pada beberapa desa di kabupaten Musi Rawas dan semua lahan yang diupayakan untuk hutan rakyat adalah milik rakyat (XIP 1996). Diharapkan dengan adanya pembangunan hutan rakyat itu pihak perusahaan mendapatkan pasokan bahan baku kayu pulai secara kontinyu. Selain itu dengan adanya pembangunan hutan rakyat pola kemitraan diharapkan akan terjalin suatu interaksi yang harmonis antara PT. Xylo Indah Pratama dengan masyarakat sekitarnya. Interaksi yang harmonis ini tidak dapat diabaikan dalam pembangunan sekto r kehutanan, karena sangat disadari keberpihakan kepada rakyat merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan hutan rakyat.

17 4 Pelaksanaan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang mendukung maupun yang menghambat. Faktor tersebut meliputi faktor sosial ekonomi dan budaya, faktor biofisik dan sistem silvikulturnya. Pembangunan hutan rakyat pola kemitraan akan berhasil apabila dalam pelaksanaannya dapat memanfaatkan faktor-faktor yang mendukung dan mengatasi faktor-faktor yang menghambatnya. Pembangunan hutan rakyat pola kemitraan berhasil apabila (1) supply kayu bahan baku industri dapat terpenuhi secara berkesinambungan (2) kesejahteraan masyarakat meningkat (3) aspek konservasi/perlindungan lahan meningkat dan (4) produktifitas lahan meningkat (Hayono 1996). Di samping itu masalah hutan rakyat tidak hanya menyangkut segi teknik silvikulturnya saja tetapi juga menyangkut masalah sosial ekonomi. Hal ini perlu disadari karena pembangunan hutan rakyat merupakan investasi jangka panjang, maka pemilik harus punya lahan lain seperti pekarangan, kebun atau sawah yang dapat memberikan pendapatan untuk membiayai kebutuhan keluarga sehari-hari. Lahan pekarangan dan sawah biasanya diusahakan untuk tanaman pertanian atau tanaman semusim. Pendapatan dari tanaman inilah yang diandalkan untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga sehari-hari sehingga tidak seluruh lahan yang dimilikinya diusahakan untuk hutan rakyat. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan perlu adanya partisipasi dan kerjasama dengan masyarakat. Keterlibatan masyarakat harus dilandasi oleh tujuan memperoleh manfaat sehingga akan memiliki makna bagi pembangunan dalam arti luas. Jika masyarakat memahami arti dan tujuan keterlibatannya maka akan sangat mempengaruhi persepsinya. Sebaiknya keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan harus mengandung unsur edukasi yaitu adanya perubahan persepsi masyarakat terhadap kegiatan yang diikuti. Persepsi yang ada pada masyarakat melandasi partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan. Adanya persepsi positip dari masyarakat dapat dijadikan indikator bahwa kegiatan hutan rakyat yang dijalankan mendapat dukungan dari masyarakat yang berupa partisipasi atau peran serta dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatannya. Lebih lanjut dengan

18 5 adanya partisipasi ini diharapkan dapat menunjang keberhasilan pembangunan hutan rakyat, karena dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan keberhasilan tidak akan dapat dicapai tanpa adanya partisipasi masyarakat Kerangka Pemikiran Dalam pembangunan kehutanan di Indonesia terjadi suatu ketimpangan dimana kebutuhan bahan baku kayu semakin meningkat, sedangkan hutan sebagai penyedia utama kayu semakin menurun kualitas dan kuantitasnya. Dilain sisi di luar kawasan banyak terdapat lahan-lahan yang tidak produktif karena belum dikelola secara optimal. Dengan kondisi tersebut, pengembangan hutan rakyat merupakan alternatif dalam mangatasi permasalahan pemenuhan persediaan kebutuhan kayu dengan memanfaatkan lahan -lahan yang kurang produktif di luar kawasan hutan. Dalam pembangunan hutan rakyat secara swadaya di Kabupaten Musi Rawas ada beberapa kendala yang dihadapi yang antara lain adalah (1) luas lahannya terbatas dan tersebar, (2) terbatasnya modal, (3) terbatasnya pengetahuan teknis tentang hutan rakyat dan (4) terbatasnya pemasaran. Dengan melihat kendala-kendala yang ada dan mendasari prinsip dari pola kemitraan maka di Kabupaten Musi Rawas dibangun hutan rakyat dengan pola kemitraan kerjasama masyarakat pemilik lahan dan perusahaan swasta. Adanya kegiatan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan memberikan tanggapan yang berbeda-beda dari masyarakat sekitarnya. Terciptanya Persepsi negatip akan menjadi hambatan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan. Sebaliknya terciptanya persepsi yang positip akan memberikan gambaran bahwa kegiatan yang dijalankan mendapat dukungan masyarakat. Persepsi positip dari masyarakat melandasi Partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pembangunan hutan rakyat. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan dapat menunjang keberhasilan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan, karena partisipasi merupakan salah satu syarat dalam mencapai keberhasilan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan tersebut. Persepsi dan partisipasi merupakan 2 hal yang berbeda namun saling berkaitan. Meskipun demikian ada beberapa kasus dalam pembangunan hutan

19 7 rakyat antara persepsi dan partisipasi tidak saling berkaitan. Oleh karena itu dalam penelitian ini persepsi dan partisipasi dikaji secara terpisah. Alur kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar Perumusan Masalah Sejak tahun 1996 di Kabupaten Musi Rawas diadakan kegiatan pembangunan hutan rakyat pola kemitraaan oleh PT. Xylo Indah Pratama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri slate pensil dengan memanfaatkan lahan-lahan yang kurang produktif milik masyarakat di luar kawasan hutan. Untuk mendapatkan hasil kayu berkualitas baik, maka dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat perlu ditunjang dengan kegiatan pemeliharaan yang terdiri dari penyulaman, penyiangan dan pendangiran, pemupukan, pruning, penjarangan, dan pengendalian hama penyakit. Adanya penghentian pemberian Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) dari Departemen Kehutanan mulai tahun 2000, padahal KUHR itu meliputi biaya penanaman dan pemeliharaan dan dalam surat perjanjian biaya kegiatan pemeliharaan ditanggung perusahaan mitra., mengakibatkan perusahaan mitra mengalami keterbatasan pendanaan. Salah satu pengaruhnya adalah kegiatan pemeliharaan tanaman tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan rencana kegiatan yang disosialisasikan kepada masyarakat pada awal pelaksanaan pembangunan hutan rakyat ini. Tidak semua tanaman yang mati akibat kebakaran atau penyebab lain dilakukan penyulaman; pemupukan, penyiangan dan pendangiran yang seharusnya dilaksanakan sampai tanaman berumur 3 (tiga) tahun tidak dilaksanakan pada semua areal tanaman; selain itu kegiatan penjarangan I dan II juga tidak dilaksanakan. Dengan tidak dilaksanakannya kegiatan pemeliharaan hutan rakyat tersebut, maka kondisi pertumbuhan tanamannya pada beberapa lokasil tidak optimal, bahkan ada beberapa lokasi yang terbengkalai tidak terawat. Hal ini menimbulkan kekecewaan petani hutan rakyat yang menggantungkan pendapatan dari kegiatan hutan rakyat, baik yang berasal dari upah tenaga kerja maupun hasil penjualan kayu hasil penjarangan. Selain itu menurut pertimbangan ekonomis produksi kayu pada akhir daur tidak layak karena menurunnya kualitas dan kuantitas hasil kayu. Ketidak puasan petani hutan rakyat tampak dari timbulnya protes kepada

20 8 perusahaan mitra dan petani cenderung mengabaikan tanaman hutan rakyat, bahkan di beberapa lokasi tanaman hutan rakyat jenis pulai dikonversi menjadi tanaman karet atau tanaman pertanian lainnya. Menurut Sadli (1976), emosional merupakan faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi yang berbeda. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan positif apabila obyek tersebut sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya akan negatif apabila bertentangan dengan kebutuhan orang tersebut (Sugiyanto 1996). Persepsi merupakan hasil proses psikologi seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan (Sudrajat 2003). Davis dalam Sastropoetro (1988), berpendapat bahwa partisipasi dalam suatu kegiatan tidak hanya keterlibatan fisik tetapi juga keterlibatan mental dan emosional. Slamet (1990) dalam Winarto (2003) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat sangatlah mutlak demi berhasilnya suatu program pembangunan. Dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan persepsi dan partisipasi masyarakat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilannya. Adanya kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan hutan rakyat. Berdasarkan uraian di atas dan melihat nilai pentingnya persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan kegiatan pembangunan, maka yang menjadi pertanyaan/permasalahan dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan PT. Xylo Indah Pratama, yaitu: (a) Bagaimana persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat pola kemitraan? (b) Bagaimana partisipasi masyarakat dalam kegiatan hutan rakyat pola kemitraan? (c) Faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat pola kemitraan? (d) Faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan hutan rakyat pola kemitraan?

21 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : (a) Mengkaji persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat pola kemitraan dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat. (b) Mengkaji partisipasi masyarakat dalam kegiatan hutan rakyat pola kemitraan dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai : (a). Bahan masukan bagi para pengambil kebijakan, pelaksana dan pengelola kegiatan pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan dalam peningkatan keberhasilan dan pengembangan kegiatan hutan rakyat selanjutnya. (b). Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang kegiatan pembangunan hutan rakyat, khususnya dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hutan rakyat pola kemitraan.

22 6 ADANYA LAHAN TIDAK PRODUKTIF DI LUAR KAWASAN HUTAN KAWASAN HUTAN RUSAK KEBUTUHAN KAYU MENINGKAT PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT KENDALA 1. Lahan sempit dan tersebar 2. Modal terbatas 3. SDM terbatas 4. Pemasaran terbatas HUTAN RAKYAT POLA KEMITRAAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 1. Umur 2. Pendidikan 3. Penyuluhan 4. Pengalaman 5. Ekonomi 6. Pemahaman Program PERSEPSI PARTISIPASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 1. Persepsi Petani 2. Kelembagaan HR 3. Tokoh Masyarakat 4. Hak dan Kewajiban 5. Kebijakan Pemerintah 6. Keaktifan 7. Status Sosial HUTAN RAKYAT BERHASIL 1. Supply Kayu terpenuhi secara kontinyu 2. Kesejahteraan Masyarakat meningkat 3. Konservasi meningkat 4. Produktivitas lahan meningkat Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

23 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan Rakyat Pada mulanya hutan rakyat dikenal melalui program karangkitri yang dibangun dengan tujuan untuk menghijaukan pekarangan, talun dan lahan-lahan rakyat yang gundul untuk konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan (Indrawati 2001). Hutan rakyat pada umumnya dikembangkan pada lahan kritis, lahan kering baik berupa tegalan maupun kebun atau lahan-lahan kurang produktif pada daerah bergelombang atau dengan kelerengan rata-rata di atas 45 %. Namun dalam perkembangannya hutan rakyat tidak hanya dikembangkan di daerah kritis tetapi juga diarahkan untuk mencapai sasaran peningkatan sosial ekonomi atau kesejahteraan masyarakat di pedesaan dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri. Hutan rakyat sering disebut dengan istilah hutan milik, karena hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan kepemilikan lahannya. Menurut peraturan perundang-undangan (UU no 5 tahun 1967 dan penggantinya UU no 41 tahun 1999) pengertian hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini untuk membedakan dengan hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Berdasarkan pengertian tersebut perbedaan hutan rakyat dengan hutan negara dilihat berdasarkan status pemilikan tanah atau sifat dari obyek (tanah dan hutan), bukan berdasarkan pelaku atau subyek yang mengelola hutan. Dengan demikian jika rakyat secara perorangan atau kelompok memperoleh hak guna usaha (misal HPH) hutannya tidak disebut sebagai hutan rakyat (Suharjito 2000). Lebih lanjut dijelaskan, pengertian hutan rakyat sebagaimana tersebut menimbulkan konsekuensi-konsekuensi. (1) hutan yang tumbuh di atas tanah adat dan dikelola oleh keluarga petani sebagai suatu anggota kelompok masyarakat dan diklaim sebagai hutan negara tidak termasuk hutan rakyat. (2) Hutan yang tumbuh di atas tanah milik dan diusahakan oleh orang kota yang menyewa atau membeli tanah masyarakat lokal masih dapat dikategorikan sebagai hutan rakyat.

24 11 Batasan hutan rakyat lebih rinci lagi diberikan oleh Menteri Kehutanan sebagaimana tercantum pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 49/Kpts-II/1997, pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayukayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun I sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar. Menurut Simon (1999) hutan rakyat adalah hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hutan rakyat dibangun di atas lahan milik atau di atas lahan bukan kawasan negara dikenal dengan istilah private forest, tree farming atau wood lots. Menurut Hardjanto dalam Suharjito (2000), hutan rakyat yang juga disebut sebagai hutan milik merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan dengan kepemilikan lahan. Berkaitan dengan luas minimal hutan rakyat harus 0,25 Ha, maka keberadaan hutan rakyat di Jawa hanya sedikit yang bisa memenuhi kriteria sesuai dengan definisi hutan rakyat. Sedangkan Alrasyid (1979) mendefinisikan hutan rakyat sebagai hutan yang dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan milik yang ditanami pohon, yang pembinaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu badan usaha seperti koperasi dengan berpedoman kepada ketentuan yang sudah digariskan oleh pemerintah Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan Secara resmi definisi kemitraan telah diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil (UUUK) no 9 tahun 1995 yaitu kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan salah satu cara dalam hubungan produksi yang hanya bisa dipraktekkan apabila paling tidak ada dua pihak yang melakukan kerjasama dalam satu satuan waktu tertentu yang diatur dalam satu kesepakatan tertulis maupun lisan, dalam hubungan kemitraan masing-masing pihak menggunakan sumberdaya yang mereka kuasai.

25 12 Menurut Puspitawati (2004) konsep kemitraan idealnya kedua belah pihak yang bermitra harus saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Kerjasama kemitraan ada yang berjalan spontan berdasarkan saling membutuhkan, yang dilakukan secara insidentil dan untuk jangka waktu tertentu dan ada juga yang memang direkayasa oleh pemerintah berdasarkan kebijakan tertentu. Himbauan pemerintah yang cukup gencar bahkan disertai dengan fasilitas fisik maupun kemudahan yang disediakan oleh pemerintah seperti kemudahan dalam mendapatkan kredit bank, telah mendorong pihak swasta untuk mengembangkan usahanya melalui hubungan kemitraan. Hal lain yang mendorong pihak swasta melaksanakan kemitraan adalah sulitnya memperoleh lahan untuk berproduksi, sehingga secara perhitungan lebih efisien dengan mengontrak lahan petani daripada harus menginvestasikan dana yang cukup besar untuk penyediaan tanah Dalam pembangunan hutan rakyat yang lestari, untuk menunjang keberhasilannya ditawarkan berbagai alternatif model, diantaranya adalah pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan, yaitu dengan cara membentuk kemitraan antara petani pemilik lahan dan pihak swasta sebagai perusahaan mitra. Tujuannya antara lain adalah memberdayakan masyarakat sekitar hutan sebagai kekuatan ekonomi, meningkatkan kemampuan perekonomian masyarakat melalui kemandirian dalam mengelola usaha serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hutan rakyat pola kemitraan dibangun oleh perusahaan di lahan milik masyarakat dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang berazaskan kelestarian, sosial, ekonomi dan ekologi. Dasar pertimbangan kerjasama ini adalah adanya saling membutuhkan dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak (Triyono 2004). Perusahaan memerlukan bahan baku kayu untuk industri secara berkesinambungan dan rakyat pemilik lahan memerlukan bantuan modal, pengetahuan teknis dan kepastian pemasaran. Selain itu, munculnya pemikiran untuk mengembangkan pola kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat juga didasari keinginan untuk meningkatkan peran serta pihak -pihak yang terkait langsung dengan pembangunan hutan rakyat yaitu petani, pengusaha/industri pengolahan kayu dan pemerintah (Dishut Jateng 2004).

26 13 Meskipun demikian pemikiran untuk mengembangkan hutan rakyat dengan pola kemitraan juga tidak terlepas untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam bentuk pemberian insentif permodalan kredit dengan bunga ringan. Pemanfaatan kredit usaha hutan rakyat (KUHR) dari Departemen Kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi (DR) untuk pembangunan hutan rakyat mengharuskan dibentuknya kemitraan antara kelompok tani dengan perusahaan mitra. Dengan demikian baik perusahaan mitra maupun petani hutan rakyat diharapkan tidak menghadapi kesulitan dalam memasarkan kayu untuk pengembalian kredit usaha hutan rakyat tersebut. Permodalan berupa KUHR disalurkan kepada petani dengan status pinjaman lunak dengan bunga 6 % selama 11 tahun dengan lingkup kegiatan perencanaan, persiapan lahan, pembuatan persemaian/pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengadaan sarana prasarana hutan rakyat, perlindungan dan pengamanan hutan rakyat dan pemungutan hasil/pemanenan (Dephut 1997). Melalui pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan ini diharapkan pihak-pihak yang terkait langsung dalam pembangunan hutan rakyat dapat memperoleh manfaat yang diperoleh sekaligus (Dishut Jateng 2004), yaitu : (1) Petani : - Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani - Memperoleh bantuan modal melalui pinjaman dari pemerintah - Memperoleh bimbingan teknologi dari mitra usaha dan pemerintah (2) Mitra Usaha : - Mempunyai cadangan bahan baku kayu - Memperoleh bantuan modal melalui pinjaman dari pemerintah (3) Pemerintah : - Salah satu program pemerintah dalam membangun hutan lestari dapat terealisasi Menurut Irawanti et al. (2000), dalam penggunaan KUHR ada dua bentuk pengelolaan skim kredit untuk keperluan pembangunan hutan rakyat yang dipandang aman dari segi keuangan atau efisien dalam penggunaannya, yaitu (1)Perusahaan mitra menjadi penanggung jawab dalam hal pengembalian kredit

27 14 sehingga semua kegiatan fisik lapangan dari penanaman sampai pemanenan dilaksanakan oleh mitra sendiri. Hal ini dikarenakan pemahaman atau penguasaan petani terhadap teknik penyediaan dan pembuatan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai dengan pemanenan sangat terbatas, di samping petani juga memiliki keterbatasan dalam permodalan. (2) Petani diberi kebebasan untuk memilih jenis tanaman yang biasa dibudidayakan oleh mereka secara turun temurun atau secara tradisional. Apabila petani telah menguasai teknis dan ekonomis budidaya tanaman tersebut maka peluang untuk gagal dapat diminimalkan. Dalam kedua model tersebut terdapat unsur niat baik perusahaan mitra untuk menolong petani dimana mitra tidak membuka peluang untuk memotong kredit yang menjadi hak petani. Lebih lanjut dijelaskan, apabila seluruh kredit secara tunai diberikan kepada petani maka peluang gagal dalam membangun hutan rakyat sangat besar sebab hasil dari hutan rakyat diperoleh dalam jangka waktu yang lama (sesuai keketentuan KUHR adalah 11 tahun). Pembangunan hutan rakyat pola kemitraan ditempuh dengan beberapa pola pemanfaatan lahan, yaitu (1) tanaman kayu dikembangkan di sekeliling lahan sebagai tanaman pagar / batas dan di tengahnya diusahakan tanaman semusim, (2) tanaman kayu dikembangkan di seluruh hamparan lahan tetapi menggunakan jarak tanam relatif lebar agar dapat dikombinasikan dengan tanaman semusim, (3) tanaman kayu dikembangkan di seluruh hamparan lahan, pada tahun pertama dan kedua ditanam dengan sistem tumpangsari kemudian pada tahun-tahun berikutnya dilakukan penjarangan dimana hasil kayunya sudah dapat dijual. (Irawanti et al. 2000). Untuk tanaman yang dikembangkan sebagai tanaman pagar/batas, kontrak kerjasama antara perusahaan mitra dengan petani dihitung berdasarkan jumlah pohon, tetapi dalam mendapatkan kredit KUHR yang berdasarkan perhitungan persatuan luas (hektar), maka dalam perhitungannya jumlah pohon dikonversikan ke satuan luas dengan jumlah pohon setiap ha atau jarak tanam 2 x 3 m. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan sebagaimana dalam Surat Keputusan nomor 02/Kpts/V/1997 jenis tanaman yang dikembangkan untuk kegiatan usaha hutan rakyat adalah jenis tanaman yang berdaur pendek dan cepat pertumbuhannya antara lain adalah Sengon

28 15 (Paraserianthes falcataria), Acacia mangium, Acacia auriculiformis, Gmelina arborea, Pulai (Alstonia sp), Jabon (Anthocerphalus cadamba), Suren, Rotan, bambu, Kayu bawang, Karet dan sebaginya. Menurut Widiarti (2002), jenis komoditas dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan di Jawa Barat antara lain adalah bambu dan sengon. Pemilihan jenis komoditas ini disesuaikan dengan keinginan masyarakat dan pertimbangan keadaan tempat tumbuh serta perkiraan pasar yang akan menampung. Hal nampak bahwa di daerah setempat sudah banyak yang mengusahakan jenis tanaman tersebut. Di Jawa Tengah jenis yang banyak dikembangkan adalah Sengon, Gmelina, Mahoni, Jati. Hal ini disebabkan di Jawa Tengah banyak terdapat industri pengolahan kayu sengon sehingga mudah dalam hal pemasaran (Dishut Jateng 2004).. Di Kabupaten Wonogiri yang dikembangkan adalah jenis Jati dan Mahoni, karena jenis tersebut yang dapat tumbuh bagus di lahan yang berbatu sebagaimana kondisi Kabupaten Wonogiri. Di Sumatera Selatan jenis tanaman yang dikembangkan dalam kegiatan pembangunan hutan rakyat pola kemitraan adalah jenis Sengon, Acacia dan Pulai (Irawanti et al. 2000) Keberhasilan pembangunan hutan rakyat tidak hanya diukur oleh keberhasilan tanaman tetapi juga diukur dalam pemanfaatan hasilnya yaitu oleh adanya kepastian pasar bagi hasil hutan rakyat. Dalam kemitraan di Jawa Barat, mitra usaha hutan rakyat umumnya baru bersifat menjanjikan pemasarannya, tidak menjamin akan menampung seluruh hasil produksi. Bahkan petani dibebaskan bila ada yang ingin menjual kepada pihak luar (Widiarti 2002). Hal ini mengandung sisi positif dan negatif, yaitu apabila pemasaran dengan pihak luar lancar dan harga bagus, maka petani akan diuntungkan, sebaliknya apabila belum ada industri yang menampung maka petani akan mengalami kerugian. Berbeda dengan di Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, pengembangan hutan rakyat diprakarsai oleh perusahaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang telah memiliki pembeli tetap. Hal ini menjamin adanya kepastian dalam pemasaran hasil hutan rakyat.

29 Pengertian Persepsi Persepsi adalah suatu pandangan, pengertian dan interpretasi seseorang mengenai sesuatu yang diinformasikan kepadanya (Dyah 1983). Vredentbergt (1974) dalam Sattar (1985) mengemukakan bahwa persepsi berhubungan dengan keadaan jiwa seseorang, dimana persepsi adalah cara seseorang mengalami obyek dan gejala-gejala melalui proses yang selektif. Selanjutnya dikatakan dengan melalui proses yang selektif terhadap rangsangan dari suatu obyek atau gejala tertentu, seseorang akan mempunyai suatu tanggapan terhadap obyek atau gejala yang dialaminya. Sebagai proses, persepsi merupakan proses membangun kesan dan membuat penilaian. Berkaitan dengan itu, menurut Biran dalam Sudrajat (2003) persepsi merupakan proses psikologi yang berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati berbagai hal yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sudrajat (2003) persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon atau melakukan/tidak melakukan sesuatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat 1985). Sattar (1985) menjelaskan pengertian dari persepsi adalah penilaian, pengelihatan atau pandangan seseorang melalui proses psikologi yang selektif terhadap suatu obyek atau segala sesuatu dalam lingkungannya melalui inderaindera yang dimilikinya. Sebagai suatu kesatuan psikologi, persepsi dapat mempengaruhi konsepsi individu dan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilakunya. Perilaku seseorang tidak dapat dilepaskan dari persepsi orang tersebut terhadap tindakan yang dilakukannya. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan positif apabila obyek tersebut sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya akan negatif apabila bertentangan dengan kebutuhan orang tersebut. (Sugiyanto 1996).

30 17 Menurut Muchtar (1998), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Menurut Kayam (1985) dalam Sugiyanto (1996), persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga individu tersebut memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran unik terhadap obyek pada suatu situasi tertentu dan bukan sebagai suatu pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut (Sugiyanto 1996) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Sadli (1976) ada empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu : (1) Faktor obyek rangsangan Ciri khas dari faktor ini terdiri dari : (a) Nilai, yaitu ciri-ciri dari rangsangan seperti nilai bagi subyek yang mempengaruhi cara rangsangan tersebut di persepsi. (b) Arti emosional, yaitu sampai seberapa jauh rangsangan tertentu merupakan sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang bersangkutan. (c) Familiaritas, yaitu pengenalan yang berkali-kali dari suatu rangsangan yang mengakibatkan rangsangan tersebut di persepsi lebih akurat. (d) Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat kesadaran seseorang mengenaii rangsangan tersebut. (2) Faktor Pribadi Faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi yang berbeda seperti tingkat kecerdasan, minat, emosional dan lain-lainnya.

31 18 (3) Faktor Pengaruh Kelompok Dalam suatu kelompok manusia, respon orang lain akan memberikan arah terhadap tingkah laku seseorang. (4) Faktor latar belakang kultural Orang dapat memberikan suatu persepsi yang berbeda terhadap obyek karena latar belakang kultural yang berbeda. Menurut Sattar (1985) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kegiatan reboisasi dan penghijauan adalah (1) Pendidikan, (2) Sosial Ekonomi, (3) Sosial Budaya dan (4) Penyuluhan. Sedangkan Mar at (1984) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah (1) pengalaman, (2) proses belajar, (3) cakrawala, dan (4) pengetahuan. Manusia mengamati obyek psikologik dengan kacamatanya sendiri yang diwarnai oleh nilai kepribadiannya. Obyek psikologik ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Faktor pengalaman dan proses belajar memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat, sementara faktor pengetahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap obyek psikologik tersebut. Sarwono (1992) mengemukakan bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu obyek dipengaruhi oleh kebudayaan (termasuk di dalam adat istiadat) dan umur. Persepsi terhadap informasi yang disampaikan tergantung pada individu yang menerimanya. Bagaimana individu menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikirnya Pengertian Partisipasi Partisipasi sering disinonimkan dengan peran serta atau keikutsertaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, partisipasi adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Menurut Davis dalam Sastropoetro (1988) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong untuk bersedia memberikan sumbangan bagi tercapainya tujuan atau cita-cita kelompok dan turut bertanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukan bagi kelompoknya. Dalam pengertian partisipasi tersebut terdapat 3 gagasan pokok yang penting dan harus ada yaitu :

32 19 (a) Bahwa partisipasi itu sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan emosional, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan jasmaniah atau fisik. (b) Kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha untuk mencapai tujuan kelompok, ini berarti bahwa terdapat rasa senang dan sukarela untuk membantu kegiatan kelompok. (c) Tanggung jawab yang merupakan segi yang menonjol dari anggota karena semua orang yang terlibat dalam suatu organisasi mengharapkan agar kelompok itu tujuannya tercapai dengan baik. Dengan demikian maka partisipasi tidak hanya melibatkan unsur fisik saja tetapi lebih dari itu adalah keterlibatan psikis. Untuk dapat berpartisipasi diperlukan keterlibatan total, karena partisipasi yang diperlukan tidak hanya berorientasi vertikal atau hanya mau melakukan sesuatu kalau ada perintah dari atasan, tetapi partisipasi yang bersifat aktif. Partisipasi aktif memerlukan kesadaran mental masyarakat tentang sesuatu hal yang memerlukan keterlibatannya. Soekanto (1982) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu proses kegiatan bersama dalam suatu situasi sosial tertentu. Sedangkan menurut Cohen dan Uphoff (1977), partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya; keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi; keterlibatan masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan serta dalam evaluas pelaksanaan program. Raharjo (1983) memberikan pendapatnya bahwa berpartisipasi adalah keikutsertaan suatu kelompok masyarakat dalam program-program pemerintah. Program pemerintah merupakan program yang ditujukan kepada masyarakat desa. Dalam kaitan ini maka masyarakat tidak hanya menerima saja tetapi dapat membantu proses pelaksanaannya. Dalam berpartisipasi mengandung makna untuk memberi kesempatan berperan serta memanfaatkan sumberdaya manusia dalam usaha peningkatan pembangunan

33 20 Sejalan dengan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat sebagai partisipan aktif, Sihombing (1980) mengemukakan bahwa dalam konteks pembangunan, partisipasi bukan semata-mata kebaikan hati para elit pengambil keputusan, akan tetapi partisipasi adalah hak dasar yang sah dari umat manusia untuk turut serta merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan yang menjanjikan harapannya. Partisipasi erat hubungannya dengan kegiatan pembangunan, namun tidak berarti bahwa partisipasi hanya sebatas keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Hal ini sejalan dengan pendapat Swasono (1995) bahwa partisipasi tidaklah hanya tahap pelaksanaan pembangunan saja, tetapi meliputi seluruh spektrum pembangunan tersebut yang dimulai dari tahap menggagas rencana kegiatan hingga memberikan umpan balik terhadap gagasan rencana yang telah dilaksanakan. Pengertian partisipasi oleh banyak ahli diartikan sebagai peranserta masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan, maka akan merupakan upaya peran serta dalam pembangunan. Slamet (1990) dalam Winarto (2003) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat sangatlah mutlak demi berhasilnya suatu program pembangunan. Dapat dikatakan bahwa tanpa adanya partisipasi masyarakat maka setiap pembangunan akan kurang berhasil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan akan melalui suatu proses belajar. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengalami proses belajar untuk mengetahui kesempatan-kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan seringkali kemampuan dan ketrampilan mereka masih perlu ditingkatkan agar dapat memanfaatkan kesempatan-kesempatan tersebut. Menurut Laode (1981) dalam Winarto (2003) menyatakan bahwa kesempatan, kemampuan dan kemauan mutlak harus ada dalam keseimbangan. Apabila salah satu faktor tersebut tidak tercakup maka partisipasi tidak akan sempurna. Menurut Goldsmith dan Blustain dalam Winarto (2003) masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika (1) partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan. (2) partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang

34 21 bersangkutan, (3) manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat, dan (4) dalam proses partisipasi itu dijamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sastropoetro (1988) berpendapat bahwa secara umum faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah (1) keadaan sosial masyarakat, (2) kegiatan program pembangunan, (3) keadaan alam sekitar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadaan sosial masyarakat berupa pendidikan, pendapatan, kebiasaan, kepemimpinan, keadaan keluarga, kemiskinan, kedudukan sosial dan sebagainya. Bentuk program pembangunan merupakan kegiatan yang dirumuskan serta dikendalikan oleh pemerintah yang dapat berupa organisasi kemasyarakatan dan tindakan-tindakan kebijaksanaan. Sedangkan keadaan alam sekitar adalah faktor fisik daerah yang ada pada lingkungan tempa hidup masyarakat. Menurut Tarigan (1993) partisipasi masyarakat dalam penghijauan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (1) penyuluhan, (2) keterlibatan dalam organisasi formal, (3) keterlibatan tokoh masyarakat, dan (4) perilaku tradisional. Berdasarkan penelitian Sunartana (2003) mengemukakan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh terhadap partisipasi anggota dalam kelompok pengelola dan pelestari hutan antara lain adalah (1) Status sosial, (2) Kekosmopolitan, (3) Pengalaman berorganisasi, dan (4) Kejelasan hak dan kewajiban. Suyatna (1982) menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh dalam partisipasi adalah faktor individu sebagai sasaran pembaharuan dan faktor sistem penyuluhan pembinaan. Menurut Hubeis (1989) aktif atau tidaknya masyarakat berperan serta dalam pembangunan akan sangat dipengaruhi oleh beragam faktor yang bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnnya. Keragaman ini dipengaruhi oleh faktor geografi, ekologi, ekonomi, sosial budaya dan faktor kedisiplinan partisipan. Menurut Hasnawati (1987), partisipasi petani dipengaruhi oleh faktor intern (tingkat pendidikan, status sosial, jumlah tanggungan keluarga) dan faktor ekstern (pengaruh penguasa setempat dan insentif-insentif dari lembaga luar desa)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan Rakyat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan Rakyat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hutan Rakyat Pada mulanya hutan rakyat dikenal melalui program karangkitri yang dibangun dengan tujuan untuk menghijaukan pekarangan, talun dan lahan-lahan rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Kemitraan Dalam UU tentang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut: 1. Usaha menengah dan besar melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK : Arah kebijakan pembangunan hutan rakyat diarahkan pada wilayah-wilayah prioritas

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KAYU PERTUKANGAN KEPADA PT. SUMATERA SYLVA LESTARI ATAS AREAL HUTAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Populasi dan Contoh

METODE PENELITIAN Populasi dan Contoh 22 III. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Contoh Obyek yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah petani peserta kemitraan dalam pembangunan hutan rakyat pola kemitraan dengan PT. Xylo Indah Pratama

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KEPADA PT. SATRIA PERKASA AGUNG ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 76.017

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI Preview Sidang 3 Tugas Akhir ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KECAMATAN BANGOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI Disusun: Nyimas Martha Olfiana 3609.100.049

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Latar Belakang Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak manfaat yang dapat diambil dari pohon bambu, hal ini terlihat dari produk-produk yang dihasilkan. Setiap

Lebih terperinci

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013) Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013) Muhammad Satriadi, S.P. Pengendali Ekosistem Hutan Pertama BPTH Bali dan Nusa Tenggara Intisari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, hutan merupakan vegetasi alami utama dan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Menurut UU No. 5 tahun 1967 hutan didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT Oleh: Ridwan A. Pasaribu & Han Roliadi 1) ABSTRAK Departemen Kehutanan telah menetapkan salah satu kebijakan yaitu

Lebih terperinci

POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1)

POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1) POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1) I. PENDAHULUAN Sumberdaya hutan di Indonesia seluas 120 juta hektar mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga hutan kita tidak

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI Nyimas Martha Olfiana, Adjie Pamungkas Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas. Karakteristik Umum Wilayah Kabupaten Musi Rawas

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas. Karakteristik Umum Wilayah Kabupaten Musi Rawas 36 IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas Karakteristik Umum Wilayah Kabupaten Musi Rawas Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas nomor 18 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Keberadaan hutan perlu dijaga agar tidak mengalami degradasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberadaan masyarakat sekitar hutan yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN BADAN LITBANG KEHUTANAN

STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN BADAN LITBANG KEHUTANAN STRATEGI PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN BADAN LITBANG KEHUTANAN Desember 2005 Partially funded by EC Asia Pro Eco Program Kesimpulan Sintesa Studi: Prospek Status Quo: Kehutanan di EraTransisi 80 Skenario

Lebih terperinci

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan dalam sistem agribisnis yang mencakup subsistem

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya otonomi daerah (Otoda), telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini membawa konsekuensi logis kepada

Lebih terperinci