PEKERJA SEKTOR INFORMAL. Oleh. Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEKERJA SEKTOR INFORMAL. Oleh. Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo."

Transkripsi

1 1

2 PEKERJA SEKTOR INFORMAL (Studi kasus pada Pedagang Makanan dan Minuman Malam Hari di Kota Gorontalo) Oleh 1 Triwahyuni Djafar, Rauf Hatu*, Funco Tanipu** Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo triwahyuni_djafar@yahoo.com ABSTRAK Triwahyuni Djafar, Nim Pekerja Sektor Informal (Studi kasus pada pedagang makanan dan minuman malam hari di Kota Gorontalo). Skripsi, Program Studi S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo Pembimbing I Dr. Rauf Hatu, M.Si dan Pembimbing II Funco Tanipu, ST, MA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kehidupan sosial para pedagang malam hari di Kota Gorontalo. Adapun penelitian ini dilakukan di sekitaran Kota Gorontalo. Kajian Pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah dinamika sosial, perubahan sosial, dan kelompok sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi.hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian pedagang yang berjualan di wilayah Balai Kartini adalah mereka yang menggantungkan hidup mereka dengan berjualan malam hari, sedangkan sebagian pedagang yang berjualan di wilayah Bank BNI adalah mereka yang setiap hari berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa harus merasa malu ataupun minder. Sementara itu upaya dari Pemerintah seperti Dinas Pasar masih berusaha menertibkan lokasi tersebut agar pedagang-pedagang tersebut tidak keluar dari tata tertib yang di buat oleh Pemerintah. Kata Kunci : Pedagang Makanan dan Minuman Malam Hari. 1 Triwahyuni Djafar, , Jurusan S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Dr, Rauf Hatu.,M,Si., Funco Tanipu. ST.,MA 2

3 A. PENDAHULUAN Perdagangan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari keuntungan, yang termasuk dalam golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya membeli barang yang kemudian untuk dijual kembali.dalam prinsip ekonomi, pedagangan adalah untuk mencari laba yang sebesar-besarnya dan prinsip ini menjadi simbol kekayaan sebagai adanya status sosial kelas menengah pedagang pada umumnya. 2 Istilah pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia Belanda, tepatnya pada saat Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan peraturan yang mengharuskan pedagang informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar 1,2 meter dari bangunan formal di pusat kota. Peraturan ini diberlakukan untuk melancarkan jalur pejalan kaki sambil tetap memberikan kesempatan kepada pedagang informal untuk berdagang. Tempat pedagang informal yang berada 5 kaki dari bangunan formal di pusat kota inilah yang kelak dikenal dengan kaki lima dan pedagang yang berjualan pada tempat tersebut dikenal dengan sebutan pedagang kaki lima atau PKL. 3 Kehidupan pedagang tergolong sebagai pedagang tradisional, Dimana pada umumnya pedagang kaki lima merupakan pedagang yang mayoritas menggunakan modal usaha sendiri yang terbatas. Pedagang-pedagang tersebut dalam kondisi sosial ekonomi mengalami hambatan dikarenakan tempat dagang yang berada diluar area pasar tradisional tidak memadai banyaknya kendaraan berlalu lalang dengan modal usaha yang sedikit tidak mungkin mendapatkan tempat yang startegis seperti di pasar modern maupun di pasar tradisional. 4 2 Lia Candra Rufikasari, Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun ,Skripsi, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010, hlm, Salmina W. Ginting, Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima Terhadap Jumlah Pengunjung Taman Kota di Medan,Jurnal Teknik Simetrika, Volume 3 No.3, tahun 2004, hlm Muhammad Zunaidi, Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang di Pasar Tradisional pasca relokasi dan pembangunan pasar modern,jurnal Sosiologi Islam, Volume 3 No.1, April Hlm 6. 3

4 Pedagang yang ada dipinggir jalan mereka mengais rejeki dengan menjajakan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh para pembeli. Para pembeli kerap kali membutuhkan makanan-makanan, kejadian seperti itu dimanfaatkan oleh para pedagang tengah malam untuk menjual dagangan. Mereka berusaha untuk menjadi penjual dengan ramah,untuk dapat menarik minat para calon pembeli. Para pedagang berusaha menyediakan makanan siap saji buat pembeli, maksudnya ialah agar dagangan mereka dapat laku, dan mereka bisa mendapat keuntungan dari situ. Keuntungan yang mereka dapat mungkin tidak besar, tapi kehidupan mereka sangat bergantung dari keuntungan dagangan tersebut. Banyaknya pedagang kaki lima sekarang ini khususnya di Kota Gorontalo, membuat saya pribadi ingin meneliti kehidupan sosial mereka, apakah yang membuat mereka sampai rela berjualan sampai larut malam, dan apakah mereka tidak tersiksa harus berusaha melawan takdir, mereka mampu mengambil resiko, mereka mau berjualan di waktu malam hari yang kita ketahui pada malam hari tentu banyak kejahatan yang suatu saat bisa terjadi. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Sektor Informal Sektor informal adalah bagian angkatan kerja dikota yang berada diluar pasar tenaga kerja yang terorganisir. Sektor informal tidak sebatas pada pekerjaan dikawasan pinggiran kota besar, namun juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi yang bersifat mudah untuk dimasuki, menggunakan sumber daya lokal sebagai faktor produksi utama usaha milik sendiri, skala operasi kecil, berorientasi pada penggunaan tenaga kerja dengan penggunaan teknologi yang bersifat adaptif, keterampilan dapat diperoleh dari luar instansi pendidikan formal, tidak merasakan secara langsung dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan pasarnya bersifat kompetitif. 5 5 Boby Darian Wibowo, Entrepreneurial Motivation Pengusaha Sektor Formal dan Sektor Informal di Jawa Timur, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 2 No.1, 2014, hlm 3. 4

5 Konsep sektor informal kemudian dipakai Hart, untuk menjelaskan struktur pekerjaan di kota di luar sektor upahan. Kebanyakan sektor informal berupa usaha mandiri, tidak terorganisir, modal relatif kecil, dan penghasilan pekerja umumnya rendah. Meskipun banyak kritik yang dilontarkan pada operasionalisasi konsep sektor informal, tetapi konsep itu banyak dipakai untuk menjelaskan kondisi pasar kerja di kota di negara-negara berkembang. Sektor informal dipandang sebagai sektor yang mampu menyerap kelebihan angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor industri atau mereka yang terpaksa terlempar dari sektor pertanian Dinamika Sosial Dinamika sosial berarti bahwa manusia dan masyarakat selalu berkembang serta mengalami perubahan. Perubahan akan selalu ada dalam setiap kelompok sosial. Ada yang mengalami perubahan secara lambat, maupun mengalami perubahan secara cepat. Dinamika kelompok sosial juga bisa diartikan, bahwa suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggotayang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama-sama. 3. Perubahan Sosial Menurut Gillin dan Gillin perubahan sosial yaitu sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Perubahan sosial bersifat umum meliputi perubahan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, sampai pada pergeseran-persebaran umur, tingkat pendidikan, hubungan antarwarga, baik warga dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam lingkungan kerja. Dan, dari perubahan aspek-aspek tersebut terjadi perubahan struktur masyarakat serta hubungan di antara warganya. Perkembangan 6 Tadjuddin Noer Effendi, Mobilitas pekerja, Remitan, dan Peluang Berusaha di Pedesaan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8 No.2, November 2004, hlm

6 dari suatu daerah pedesaan ke perkotaan, membawa dampak perubahan aspekaspek kehidupan, sehingga terjadi perubahan sosial ini Kelompok Sosial Menurut Muzafer Sherif Kelompok Sosial atau Social grup adalah suatu kesatuan Sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya manusia saling tergantung dengan manusia lain. Ketergantungan dan keterkaitan tersebut mendorong timbulnya kelompok sosial. Kelompok sosial merupakan kumpulan individu yang memiliki hubungandan sling berinteraksi sehingga mengakibatkan tumbuhnya kebersamaan dan rasa memiliki. C. METODE Penelitian ini dilakukan di Kota Gorontalo. Ada beberapa yang menjadi pertimbangan penentuan lokasi penelitian yaitu di wilayah di kota Gorontalo antara lain Kecamatan Kota Selatan. Selain itu, dari pengetahuan peneliti bahwa sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang akan diteliti di Kecamatan tersebut. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena dengan pertimbangan dan dipandang bahwa di tempat tersebut terdapat masalah sosial mengenai kehidupan sosial ekonomi pedagang makanan dan minuman malam hari. Hal ini tentu dipicu oleh berbagai faktor, sehingga permasalahan ini menarik untuk dikaji lebih dalam karena realita yang ada mengenai kehidupan sosial dari pedagang makanan dan minuman malam hari dan bagaimana mereka bertahan hidup dalam proses kehidupan mereka. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskritif dan jenis penelitiannya adalah interpretif dasar. Metode penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang berupaya untuk memahami dan membuat mengerti mengenai suatu fenomena dari sisi perspektif partisipan. Sedangkan menurut Patton, penelitian kualitatif adalah sebuah usaha untuk memahami situasi 7 Baca di Nursid Sumaatmadja, Manusia Dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup, Alfabet, Bandung. Hal 64 6

7 dalam keunikan mereka sebagai bagian sebuah konteks khusus dan interaksi yang terjadi di sana. Dalam metode penelitian ini, teknik pengumpulan datanya dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis datanya bersifat induktif, serta hasil penelitiannya lebih menekankan pada suatu makna daripada generalisasi. Sementara itu, penelitian kualitatif interpretif dasar merupakan suatu penelitian kualitatif yang menunujukkan karakteristik penelitian di mana peneliti tertarik dalam memahami bagaimana partisipan membentuk makna terhadap situasi atau fenomena, makna ini diperantarai melalui peneliti sebagai instrumen, strateginya adalah induktif, dan hasilnya adalah deskritif. Dalam melakukan jenis penelitian ini, peneliti mencoba menemukan dengan menjelajahi dan memahami sebuah fenomena, sebuah proses, perspektif dan cara berpikir, bertindak dan keyakinan (worldview) orang-orang yang terlibat dalam penilitian, atau sebuah kombinasi dari semua hal tersebut. Data dalam penelitian ini dianalisa secara induktif untuk mengidentifikasi pola berulang atau topik-topik yang sering muncul di setiap data yang dikumpulkan. Dalam metode penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah peneliti itu sendiri. Di mana peneliti secara langsung melakukan interaksi dengan para informan. Peneliti sebagai instrumen penelitian melakukan kontak langsung dengan para informan guna mendapatkan data yang lebih mendalam melalui teknik observasi dan wawancara di lapangan. Berkaitan dengan sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam hal melihat persepsi masyarakat tentang ritual Dayango pada masyarakat Desa Dulupi ini, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara. Tujuan daripada observasi ini adalah untuk memperoleh gambaran yang luas dari lapangan dengan menggunakan sudut pandang atau kerangka pemikiran yang peneliti gunakan, dapat menggali informasi mengenai segala aktifitas di lokasi penelitian agar memperoleh pemahaman tentang keterkaitan pelaku utama yang diteliti dengan tempat-tempat di mana dia sering berada, dan dapat mengetahui keterbatasan peneliti dengan sudut pandang yang digunakan dalam menafsirkan hasil pengamatan. Selain itu manfaat observasi seperti yang dikemukakan oleh Patton berikut ini adalah 7

8 membuat peneliti mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif yang tidak dipengaruhi oleh pendangan sebelumnya. Analisis data pada penelitian kualitatif adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti mengelompokannya dalam pola, tema atau kategori. Tanpa kategorisasi atau klasifikasi data akan terjadi chaos. Tafsiran atau klasifikasi data akan terjadi pada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti, bukan kebenaran. Kebenaran hasil penelitian masih harus dinilai orang lain dan diuji dalam berbagai situasi lain. Hasil interpretasi juga bukan genaralisasi dalam arti kuantitatif, karena gejala sosial terlampau banyak variabelnya sehingga sukar digeneralisasi. Generalisasi di sini lebih bersifat hipotesis kerja yang senantiasa harus lagi diuji kebenarannya dalam situasi lain. Tugas peneliti ialah mengadakan analisis tentang data yang diperolehnya agar fiketahui maknanya. Interpretasi harus melebihi atau mentransenden deskripsi belaka. Jika peneliti tidak dapat mengadakan interpretasi dan hanya menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya penelitian itu sia-sia saja dan tidak memenuhi harapan. Data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif biasanya meliputi ratusan bahkan ribuan halaman. Tiap jam kerja-lapangan dapat menghasilkan lebih dari dua puluh halaman. Maka timbul masalah yang pelik, bagaimana mengolah, menganalisis data yang banyak itu. Mengumpulkan dan memupuk data sampai akhir kerja-lapangan akan menghadapkan peneliti pada tugas yang sangat ruwet yang mungkin tak teratasi. Selain itu cara demikian tidak efektif dan tidak akan menghsilkan data yang serasi karena kerja-lapangan tidak didasarkan atas hasil analisis laporan kerja-lapangan sebelumnya. Jadi dalam penelitian kualitatif analisis data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. 8

9 D. HASIL DAN PEMBAHASAN Gorontalo memiliki falsafah adati hulo-huloa to syara a wau syara a hulohuloato Qur ani (adat Gorontalo bersandar pada syariah dan syariah bersandar pada Al-Qur an). Falsafah ini hadir di muka bumi Gorontalo untuk menyelamatkan, membela, dan menghidupkan keadilan dalam bentuknya yang paling konkret. Dengan demikian falsafah itu seharusnya juga bisa membebaskan manusia dari kondisi-kondisi ketidakadilan. Namun wajah falsafah khas Gorontalo ini tidak memiliki instrumen lanjut dan tidak siap pakai sehingga operasionalisasi dari falsafah yang idealis itu kerap terbantahkan. Sebaliknya, yang sering terjadi justru benturan antara falsafah tersebut dengan faham kesetaraan. 8 Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis selama di lapangan, penulis menyimpulkan bahwa pedagang-pedagang yang berjualan di sekitaran Kecamatan Kota Selatan yaitu ada beberapa pedagang yang memiliki izin berjualan dan tidak membayar retribusi pada pihak Pemerintah maupun pada penagih yang biasa menangih namun mereka hanya membayar tempat penitipan gerobak jualan mereka kepada yang punya lahan, seperti di sekitaran depan Balai Kartini dari beberapa pedagang, namun berbeda dengan yang berjualan di sekitaran depan Bank BNI, mereka mempunyai izin usaha dan mereka membayar retribusi pada petugas yang biasa menagih setiap malam seharga Rp Umumnya mereka yang berjualan sebagai pedagang makanan dan minuman di malam hari hanya ingin mencari uang untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiiri dan untuk keluarga tanpa harus memandang remeh pekerjaan mereka, bahkan mereka tidak malu ataupun sungkan untuk berjualan seperti yang diamati oleh penulis. Bahkan mereka rela berjualan sampai lewat tengah malam dan bahkan ada beberapa penjual yang baru bisa pulang ke rumah jam subuh. Bisa kita bayangkan bagaimana lelahnya mereka harus menahan rasa kantuk demi mencari sesuap nasi. Hal 4 8 Baca di Funco Tanipu, Raut Muka Gorontalo Kita, 2008, HPIMG PRESS, Yogyakarta, 9

10 Adapun dari mereka yang berjualan di depan Bank BNI bukan hanya berjualan di waktu malam hari saja, namun di waktu pagi pun mereka berpindah tempat berjualan di tempat lain yaitu di lokasi Pasar Tua atau Pasar Jajan. Sedemikian susahnya mereka mencari uang sampai rela merenggut waktu istirahat mereka hanya untuk mencari uang untuk keluarga mereka. Adapun dagangan yang diperjual belikan oleh para pedagang yang berlokasi di Kecamatan Kota Selatan yaitu makanan-makanan berat seperti nasi goreng, nasi kuning, nasi putih. Selain makanan berat ada juga yang menjual pisang goreng, martabak dan ada juga yang menjual minuman saraba, kopi, dan masih banyak lagi. Dan mereka mulai berjualan pada pukul Menurut hasil penelitian penulis, pedagang yang berlokasi di Kecamatan Kota Selatan tepatnya di Depan Balai Kartini ada 5 pedagang yang berjualan, sedangkan yang berada di Depan Bank BNI ada sekitar 20 Pedagang yang berjualan setiap malamnya. Para pedagang yang berjualan di sekitaran Kecamatan Kota Selatan umumnya bukanlah yang tinggal di Kecamatan tersebut, ada yang dari Kecamatan Kota Timur dan ada juga yang dari Jawa dan memilih membuka usaha di Kota Gorontalo. Seperti inilah gambaran penulis selama berada di lapangan.. saya bajual disini bulum sampe 1 tahun, saya ba jual disini tidak ba bayar pajak, Cuma ada izin dari pemerintah Kota. Saya Cuma ba bayar di tampa yang biasa saya ba titip akan roda jualan, depe ba bayar mana-mana pa torang sesuai torang pe pendapatan tiap malam. Maksudnya yaitu : Saya berjualan disini belum genap 1 Tahun, saya berjualan di tempat ini tidak membayar Pajak tapi saya mempunyai izin dari pihak Pemerintah Kota. Saya hanya biasa bayar tempat penitipan gerobak jualan saya pada yang punya lahan, bayarannya terserah dari kami dan sesuai pendapatan saya setiap malamnya. Sandra adalah salah satu penjual makanan di depan Balai Kartini, dimana di lokasi tersebut dia berjualan mempunyai izin usaha dari Pemerintah, akan tetapi selama berjualan di tempat itu dia tidak membayar retribusi namun membayar sewa gerobak kepada yang punya lahan. 10

11 Dinamika sosial yaitu masyarakat yang selalu berkembang serta mengalami suatu perubahan, perubahan yang akan selalu ada di dalam setiap kelompok sosial. Dinamika sosial itu sendiri sama artinya dengan kehidupan sosial, kehidupan sosial disini saya melihat kehidupan dari Sandra dan Andi yang menggantungkan kehidupan mereka dari berjualan di malam hari. Perubahan sosial yaitu sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan di dalam masyarakat. Perubahan sosial disini saya melihat kehidupan dari Ibu Yusna Rani, Bapak Iyas, Novita Ranti, dan Bapak Ismet Ibrahim yang dengan keterangan mereka, mereka mengalami perubahan sosial dalam kehidupan mereka setelah berjualan makanan di malam hari, dan bukan hanya di lokasi itu saja mereka berjualan, pada waktu siang haripun mereka berpindah tempat jualan hanya untuk mencari uang. Modernisasi kerap pula diidentikkan dengan tipe perubahan sosial sebagai akibat dari revolusi industri. Revolusi industri ke-2 melahirkan apa yang disebut sebagai mechanization society (mass production) didukung oleh lahirnya science controlled technology. Dari fase controlled technology ini manusia mengembangkan lebih lanjut automatisasi (automatic controlled technology), yang bermuara kepada sibernetika. Sibernetika inilah mendorong terjadinya automation society sibernetika dan fase automation society inilah yang kemudian melahirkan revolusi industri ke-3 yang amat besar pengaruhnya terhadap informasi, komunikasi, transportasi, dan penguasaan sumber-sumber energi. Terjadinya revolusi industri ke-3 di dalam suasana automation society yang didukung oleh kekuatan sibernetika dan penguasaan sumber-sumber energi itulah yang menyebabkan lahirnya konsep civil society. Ekonomi menjadi primadona ketika sibernetikanya energi ekonomi yaitu sistem monoter juga masuk ke dalam roda automation society ini. 9 Modernisasi yaitu proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini, modernisasi disini menyangkut dengan Pekerja Sektor Informal dimana para pedagang melalui 9 Baca di Lukman A.R. Laliyo dalam Funco Tanipu, Menggagas Masa Depan Gorontalo, 2005, HPIMG PRESS, Yogyakarta, Hal

12 proses pergeseran pada saat berjualan dimana mereka bertemu dengan orangorang baru dan lingkungan yang baru pula. Kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu.kelompok sosial disini saya menggambarkan yang terjadi pada Mansur Abdullah, Ibu Tina, dan Ibu Yulin Kasim yang menjalin silaturahmi dengan sesama penjual yang bersebelahan, yang dengan demikian mengarah ke kelompok sosial itu sendiri. Bentuk Penanganan Pedagang Malam Hari Oleh Dinas Terkait Pedagang Kaki Lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau swasta. 10 Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Oleh Pemerintah Tujuan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah : a. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya; b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan 10 Baca di Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pembedayaan Pedagang Kaki Lima. Hal 1. 12

13 c. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. Sementara itu Pedagang Kaki Lima mempunyai hak antara lain : a. Mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL; b. Melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan; c. Mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan; d. Mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervisi dan pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan e. Mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman permodalan dengan mitra bank. Kesempatan Memperoleh Penghasilan yang Informal : SAH Sektor Informal menurut Keith Hart yaitu perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal pada pokoknya didasarkan atas perbedaan antara pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usaha sendiri. Variabel kuncinya terletak pada tingkat rasionalisasi pekerjaan, yaitu apakah pekerja diatur atas dasar gaji tetap yang permanen dan teratur ataukah tidak. Kesempatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh penghasilan yang informal (sah) yaitu dengan cara sebagai berikut : a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder. Seperti : Pertanian, Perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengannya, pengrajin usaha sendiri, pembuat sepatu, penjahit, pengusaha bir dan alkohol. b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar. Seperti : perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umu, spekulasi barang-barang dagangan, kegiatan sewa menyewa. 13

14 c. Distribusi kecil-kecilan. Seperti : pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang kaki lima, pengusaha makanan jadi, pelayan bar, pengangkut barang, agen atas komisi, dan menyalur. d. Jasa yang lain. Seperti : pemusik (ngamen), pengusaha binatu, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, juru potret, pekerja reparasi kenderaan maupun reparasi lainnya, makelar dan perantara (sistem maigida di pasar, pengadilan, dan sebagainya). e. Transaksi pribadi. Seperti : arus uang dan barang pemberian maupun semacamnya, pinjam meminjam, dan pengemis. 11 E. PENUTUP 1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kegiatan ekonomi yang dilakukan penjual makanan dan minuman malam hari yang berlokasi di Kecamatan Kota Selalatan Kota Goronalo merupakan salah satu upaya yang dilakukan pedagang untuk meningkatkan kualitas hidup melalui cara berdagang makanan dan minuman. 2. Para pedagang yang berlokasi di Kota Selatan Kota Gorontalo adalah sebagian pedagang yang berjualan usahanya milik sendiri atau pribadi, namun ada sebagian pedagang juga yang hanya sebagai buruh jaga atau karyawan. 3. Sebagian besar pedagang yang berlokasi di depan Bank BNI hanya membayar pajak retribusi yang bukan diberikan pada Pemda Kota Gorontalo melainkan diberikan pada preman yang menjadi penanggung jawab keamanan. 11 Baca di Chris Manning, Urbanisasi, Penganguran, dan Sektor Informal di Kota, PT Gramedia, Jakarta,1985. Hlm

15 2. SARAN Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka penulis dapat mengemukakan saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Kota atau Dinas terkait yang berhubungan dengan Pedagang sebaiknyanya memberikan perhatian lebih kepada para pedagang yang berlokasi di Depan Balai Kartini dan di Depan Bank BNI Kecamatan Kota Selatan karena para pedagang juga berhak untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya 2. Untuk Pemerintah Kota atau Dinas terkait sebaiknya memberikan pelatihan khusus bagi para pedagang tentang bagaimana cara berdagang yang baik dan tertib berdasarkan tata tertib yang sudah di atur dalam peraturan Program Sektor Informal. 3. Untuk Pemerintah Kota atau Dinas terkait sebaiknya dapat mengoptimalkan pajak retribusi dari para pedagang sebagai salah satu bentuk peningkatan pendapatan daerah. 15

16 DAFTAR PUSTAKA BUKU: Funco Tanipu, Raut Muka Gorontalo Kita, HPIMG PRESS, Yogyakarta, Lukman A.R. Laliyo dalam Funco Tanipu, Menggagas Masa Depan Gorontalo, HPIMG PRESS, Yogyakarta, Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial, PT Rajagrafindo Persada, Depok, 2013 John W. Creswell, (2009), Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed, Terjemahan : Achmad Fawaid, Edisi Ketiga, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010/2012. Nursid Sumaatmadja, Manusia Dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup, Alfabet, Bandung, Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media, Jakarta, 2005 Payaman J. Simanjuntak, Tenaga Kerja, Produktivitas dan Laba Kumpulan Kertas Kerja, Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta, Slamet Santoso, Dinamika Kelompok, PT Bumi Aksara, Jakarta, Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011 Soetomo, Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B,Cv. Alfabeta, Bandung, 2011 Tahir Kasnawi, Pembangunan Masyarakat Kota, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, Chris Manning, Urbanisasi, Penganguran, dan Sektor Informal di Kota, Gramedia, Jakarta,1985. PT JURNAL : Boby Darian Wibowo, Entrepreneurial Motivation Pengusaha Sektor Formal dan Sektor Informal di Jawa Timur, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 2 No.1, 2014, hlm 3. Budi Sutrisno, Pola Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Surakarta Berdasar Paduan Kepentingan PKL, Warga Masyarakat, Dan Pemerintah Kota, Jurnal Penelitian Humaniora, Volume 8 No.2, 2007, hlm 169. Endang Hariningsih, "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran", Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 4 no.2, 2008, hlm

17 Keppi Sukesi, Upaya Memperbaiki Kondisi Pekerja Sektor Informal Melalui Jaminan Sosial, Jurnal Analisis Sosial, Volume 8 No.3, Desember 2003, hlm 40. Muhammad Zunaidi, "Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang di Pasar Tradisional Pasca Relokasi dan Pembangunan Pasar Modern", Jurnal Sosiologi Islam, Volume 3 No.1, 2013, hlm 6. Patrick C. Wauran, Strategi Pemberdayaan Sektor Informal Perkotaan di Kota Manado, Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah, Volume 7 No.3, Oktober 2012, hlm 1. Salmina W. Ginting, "Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima Terhadap Jumlah Pengunjung Taman Kota di Medan", Jurnal teknik simetrika, Volume 3 No.3, 2004, hlm 204. Tadjuddin Noer Effendi, Mobilitas pekerja, Remitan, dan Peluang Berusaha di Pedesaan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8 No.2, November 2004, hlm 220. Trisni Utami, Pemberdayaan Komunitas Sektor Informal Pedagang Kaki Lima (PKL) suatu alternatif penanggulangan kemiskinan, Jurnal Sosiologi, Volume 25 No.2, tahun 2010, Hlm 115. Yupi Kurniawan Sutopo, Analisa Pengelolaan Sumber Daya Manusia Sektor Formal dan Sektor Informal di Jawa Timur, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 2 No. 1, 2014, hlm 2. SKRIPSI : Annisa, Pengaktifan Identitas Kedaerahan Oleh Sekelompok Pedagang Perantauan, Skripsi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Bornok Sinaga, Dinamika Sosial Pasar Tradisional Malam Hari. Skripsi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara, Kamardi Arief, Fungsi Sosial-Ekonomi Pasar Tradisional, Skripsi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya, Malang, Lia Candra Rufikasari, Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun , Skripsi Pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Yusuf Hidayatur Rohman, Peran Dinas Perindustrian,Perdagangan,Koperasi,dan Pertanian Kota Yogyakarta dalam Pengembangan Komunitas Pasar Klithikan Pacunden, Skripsi Pada Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari keuntungan, yang termasuk dalam golongan pedagang

Lebih terperinci

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah : PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 12 HLM, LD Nomor 5 SERI D ABSTRAK : - bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA.

MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA. Menimbang : BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR TENTANG PERIZINAN DAN KARTU IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan proses mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan di Indonesia semakin meningkat dengan pesat, ditunjukkan oleh angka pertumbuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang 13 II TINJAUAN PUSTAKA A. Sekolah Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Sektor Informal Konsep sektor informal berawal dari prakarsa seorang ahli antropolog asal Inggris yaitu Keith Hart, melalui studinya setelah mengamati

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 SALINAN BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai di sudut-sudut kota besar, selalu saja ada anak-anak yang mengerumuni mobil di persimpangan lampu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap 1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. b. bahwaa kegiatan usaha

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lokasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan. Lokasi dapat dibedakan antara lokasi absolut dengan lokasi relatif. Lokasi absolut suatu tempat atau

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Sehingga lebih memilih bekerja di sektor informal.

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Sehingga lebih memilih bekerja di sektor informal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Negara yang sedang berkambang dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi taraf hidup rakatnya yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan era globalisasi. Berbagai macam budaya global yang masuk melalui beragam media komunikasi dan informasi. Dengan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA PADA SEBAGIAN RUAS JALAN CIHIDEUNG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Hart (1973) setelah melakukan penelitian terhadap penduduk di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Hart (1973) setelah melakukan penelitian terhadap penduduk di BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Sektor Informal Menurut Hart (1973) setelah melakukan penelitian terhadap penduduk di kota Accra dan Nima, Ghana, ia mengemukakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa lalu migrasi dari desa ke kota dipandang sebagai sesuatu yang positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja sedikit demi sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sektor informal merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam kota-kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sektor informal merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam kota-kota besar di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor informal merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam kota-kota besar di Indonesia.Munculnya sektor informal dikota tidak terlepas dari latar belakang perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan kelangsungan hidupnya di dalam suatu

Lebih terperinci

KONFLIK AGRARIA. (Studi Kasus di Desa Bilalang II Kecamatan Kotamobagu Utara) ABSTRAK

KONFLIK AGRARIA. (Studi Kasus di Desa Bilalang II Kecamatan Kotamobagu Utara) ABSTRAK KONFLIK AGRARIA (Studi Kasus di Desa Bilalang II Kecamatan Kotamobagu Utara) ABSTRAK Irfandi Mokoginta, Nim 281 410 032. Konflik Agraria (Studi Kasus di Desa Bilalang II, Kecamatan Kotamobagu Utara) di

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN NN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang pada gilirannya merupakan penawaran tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang pada gilirannya merupakan penawaran tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang apabila dikelola dengan baik penduduk dapat menjadi salah satu modal dasar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D 306 010 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA PERDA KABUPATEN KOLAKA NO. 1 TAHUN PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA ABSTRAK : bahwa wilayah kabupaten Kolaka memiliki kondisi geografis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taman merupakan fasilitas publik yang disediakan oleh Pemerintah Kota, yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial dan memperindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara akan selalu berhubungan dengan jumlah penduduk dari suatu negara tersebut. Jika ekonomi suatu negara meningkat maka akan mengurangi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor. 1 2016 No.37,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor-sektor yang dapat memperlihatkan tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor-sektor yang dapat memperlihatkan tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian suatu negara maupun daerah pada kenyataannya terdapat berbagai sektor-sektor yang dapat memperlihatkan tingkat pertumbuhan perekonomian yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan dan partisipasi usaha kecil dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan dan partisipasi usaha kecil dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan dan partisipasi usaha kecil dalam pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa diabaikan. Keberadaannya merupakan suatu kenyataan penting di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005,  diakses pada tanggal 9 Oktober 2009 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang bekerja dan berusaha bagi sejumlah penduduk yang semakin bertambah masih perlu diatasi dengan sungguh-sungguh. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) jumlah

Lebih terperinci

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PETANI (Studi Deskriptif di Kecamatan Pinogu Kabupaten Bone Bolango)

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PETANI (Studi Deskriptif di Kecamatan Pinogu Kabupaten Bone Bolango) KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PETANI (Studi Deskriptif di Kecamatan Pinogu Kabupaten Bone Bolango) Oleh 1 Moh Farlan Gagowa, Rauf A Hatu*, Sainudin Latare** Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.07,2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perindustrian,Perdagangan & Koperasi Kabupaten Bantul; Pedagang Kaki Lima,Pemberdayaan,Penataan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN

Lebih terperinci

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sektor Informal di Perkotaan Indonesia Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara - negara berkembang. Di Indonesia,

Lebih terperinci

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO 1 PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO (Suatu Tinjauan Sosiologis Pekerja Anak) ABSTRAK Narti Buo, NIM 281409054, Pekerja Sektor Informal di Kota Gorontalo (suatu tinjauan sosiologis pekerja anak).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang, persaingan dalam hidup semakin berat. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa pasar tradisional merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 3.1. Pendekatan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung dengan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik. Masyarakat sebagai kumpulan individu memiliki harapan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya angka pengangguran. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones Menimbang BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu daerah otonomi setingkat provinsi yang berada di Indonesia. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.

Lebih terperinci

Perubahan Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang

Perubahan Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang Perubahan Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang Hilman Nugraha 1, Dasim Budimansyah 2, Mirna Nur Alia A 3 ¹Mahasiswa Program Magister Pendidikan Sosiologi, Sekolah Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian 26 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mempunyai tujuan untuk penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya faktor penarik suatu perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan perdesaan menjadikan fenomena urbanisasi kerap terjadi di kota-kota di Indonesia. Harapan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2005-2007 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata - 1

Lebih terperinci