BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Penahan Tanah Asal mula dibuatnya konstruksi dinding penahan tanah adalah akibat bertambah luasnya kebutuhan kontruksi penahan yang digunakan untuk mencegah agar tidak terjadi kelongsoran menurut kemiringan alaminya. Sebagian besar bentuk dinding penahan tanah adalah tegak (vertikal) atau hampir tegak kecuali pada keadaan tertentu yang dinding penahan tanah dibuat condong ke arah urugan Definisi Dinding Penahan Tanah Dinding penahan tanah adalah struktur yang didesain untuk menjaga dan mempertahankan dua muka elevasi tanah yang berbeda. (Coduto, 2001) Bangunan dinding penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Bangunan ini lebih banyak digunakan pada proyek-proyek: irigasi, jalan raya, pelabuhan, dan lainlainnya. Elemen-elemen pondasi, seperti bangunan ruang bawah tanah (basement), pangkal jembatan (abutment), selain berfungsi sebagai bagian bawah dari struktur, berfungsi juga sebagai penahan tanah di sekitarnya. (Hardiyatmo, 2002) 7

2 Macam Dinding Penahan Tanah Jenis-jenis dinding penahan tanah beraneka ragam, disesuaikan dengan keadaan lapangan dan aplikasi yang akan digunakan. O Rourke dan Jones (1990) mengklasifikasikan dinding penahan tanah menjadi dua kategori yaitu sistem stabilisasi eksternal dan sistem stabilisasi internal serta sistem hybrid yang merupakan kombinasi kedua metode tersebut (lihat gambar 2.1). Sistem stabilisasi eksternal merupakan sistem yang memanfaatkan berat dan kekakuan struktur; dan sistem stabilisasi internal yang memperkuat tanah untuk mencapai kestabilan yang dibutuhkan. Earth-Retaining Structures Externally Stabilized Systems Internally Stabilized Systems In-Situ Walls Sheet Pile - Steel - Concrete Soldier Pile Cast in-situ - Slurry - Secant - Tangent Soil Cement Gravity Walls Massive - Stone - Unreinforced masonry - Unreinforced concrete Cantilever - Reinforced masonry - Reinforced cement Counterfort and buttress Gabion Crib Bin Cellular cofferdam Reinforced Soils Reinforced earth Geotextile In-Situ Reinforcement Soil nailing Reticulated micropiles Cantilevered Braced Tied-Back Cross-lot Rakers Augered - Straight - Belled Pressure-injected Screw Deadman Hybrid System Tailed gabions Tailed masonry Gambar 2.1 Klasifikasi Dinding Penahan Tanah

3 9 a. Sistem Stabilisasi Eksternal Sistem stabilisasi eksternal adalah sistem dinding penahan tanah yang menahan beban lateral dengan menggunakan berat dan kekakuan struktur. Sistem ini merupakan sistem satu-satunya yang ada sebelum tahun 1960, dan sampai saat ini masih umum digunakan. Sistem ini terbagi menjadi dua kategori yaitu dinding gravitasi yang memanfaatkan massa yang besar sebagai dinding penahan tanah (lihat gambar 2.2); dan In-situ wall yang mengandalkan kekuatan lentur sebagai dinding penahan tanah misalnya sheet pile wall (lihat gambar 2.3). Gambar 2.2 Gravity Walls (Sumber: Earth Retaining Structures Manual, 2010)

4 10 Gambar 2.3 Sheet Pile Wall (Sumber: Coduto, 2001) b. Sistem Stabilisasi Internal Sistem stabilisasi internal merupakan sistem yang memperkuat tanah untuk mencapai kestabilan yang dibutuhkan. Sistem ini berkembang sejak tahun 1960 dan dibagi menjadi dua kategori yaitu reinforced soils; dan in-situ reinforcement. Reinforced soils merupakan sistem yang menambah material perkuatan saat tanah diurug, sedangkan in-situ reinforcement merupakan sistem yang menambah material perkuatan dengan cara dimasukkan ke dalam tanah. Gambar 2.4 Mechanically Stabilized Earth (Sumber: Earth Retaining Structures Manual, 2010)

5 Kegunaan Dinding Penahan Tanah Dinding penahan tanah sudah digunakan secara luas dalam hubungannya dengan jalan raya, jalan kereta api, jembatan, kanal dan lainnya. Aplikasi yang umum menggunakan dinding penahan tanah antara lain sebagai berikut: a. Jalan raya atau jalan kereta api yang dibangun di daerah lereng. b. Jalan raya atau jalan kereta api yang ditinggikan untuk mendapatkan perbedaan elevasi. c. Jalan raya atau jalan kereta api yang dibuat lebih rendah agar didapat perbedaan elevasi. d. Dinding penahan tanah yang menjadi batas pinggir kanal. e. Dinding khusus yang disebut flood walls, yang digunakan untuk mengurangi/menahan banjir dari sungai. f. Dinding penahan tanah yang digunakan untuk menahan tanah pengisi dalam membentuk suatu jembatan. Tanah pengisi ini disebut approach fill dan dinding penahan disebut abutments. g. Dinding penahan yang digunakan untuk menahan tanah di sekitar bangunan atau gedung-gedung. h. Dinding penahan tanah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan material seperti pasir, biji besi, dan lain-lain.

6 12 Gambar 2.5 Aplikasi Dinding Penahan Tanah (sumber: Hungtington, 1961)

7 Mechanically Stabilized Earth (MSE) Pengertian Umum MSE Mechanically stabilized earth (MSE) merupakan perkuatan dengan sistem stabilisasi internal yang memanfaatkan pengalihan atau penyaluran tegangan dari elemen perkuatan kepada tanah urug yang terjadi melalui gesekan antara permukaan elemen perkuatan dengan tanah dan tahanan pasif yang timbul antara bagian elemen perkuatan yang berarah tegak lurus terhadap arah pergerakan relatif antara tanah dengan perkuatannya. Gambar 2.6 Mekanisme Transfer Gaya Pada MSE (Sumber: FHWA, 2009)

8 14 Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Henri Vidal dari Prancis pada tahun 1969 dengan nama Reinforced Walls. Vidal menggunakan panel-panel beton yang diikatkan dengan baja strip yang membentang dari panel beton hingga panjang tertentu ke dalam tanah. Panel-panel beton yang tertekan oleh tanah di belakangnya akan ditahan oleh baja-baja strip yang memiliki tahanan geser akibat gaya gesek dengan tanah. Interaksi antara panel beton, baja strip dan tanah inilah yang bekerja sama menahan tekanan tanah lateral (Gouw, 1996). Sistem yang ditemukan oleh Vidal ini kemudian berkembang dalam berbagai variasi, antara lain: 1. Panel muka dengan perkuatan baja strip 2. Panel muka dengan jaring-jaring baja 3. Panel muka dengan jangkar atau angkur 4. Panel muka dengan geosintetik 5. Perkuatan tanah dengan geosintetik Gambar 2.7 Panel Muka Dengan Perkuatan Baja Strip

9 15 Gambar 2.8 Panel Muka Dengan Jaring-Jaring Baja Gambar 2.9 Panel Muka dengan Angkur (Sumber: Yoo. 2003)

10 16 Gambar 2.10 Panel Muka Dengan Geosintetik Gambar 2.11 Perkuatan Tanah Dengan Geosintetik

11 Komponen Utama MSE Pada dasarnya MSE terdiri dari tiga komponen utama yaitu bagian muka (panel muka), elemen perkuatan, dan tanah urug. 1. Bagian Muka (Panel Muka) Panel muka berfungsi untuk menjaga material tanah agar tidak gugur atau tererosi. Dalam kasus tertentu, panel muka juga dapat berfungsi untuk mengakomodasi drainase. Umumnya panel muka dapat menggunakan panel beton pra-cetak, modular blok, gabions, wire-mesh, shotcrete, geotekstil. Gambar 2.12 Panel Muka Beton Pra-Cetak (sumber: FHWA, 2009)

12 18 Gambar 2.13 Panel Muka Modular Blok (sumber: FHWA, 2009) 2. Elemen Perkuatan

13 19 Elemen perkuatan yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu material dengan regangan kecil atau relatif tidak meregang (inextensible material) misalnya baja; material dengan regangan yang relatif besar (extensible material) misalnya geosintetik. Perkuatan Besi Strip Besi strip berfungsi sebagai perkuatan pada dinding penahan tanah, gaya gesekan antara besi strip dengan tanah digunakan untuk menahan gaya pendorong pada dinding penahan tanah. Selain itu perkuatan diberikan galvanis untuk mencegah korosi. Tebal minimum galvanis untuk perlindungan korosi terdapat pada tabel 2.1 yaitu: Tabel 2.1 Tebal Minimum Pelapisan Galvanis (AASHTO-M110 dan ASTM-A123) Kategori Ketebalan Ketebalan Minimum Galvanis Strip < 1/4 inch (6,4 mm) 3,4 mils (85 μm) > 1/4 inch (6,4 mm) 3,9 mils (100 μm) Wire* All diameters 3,4 mils (85 μm) *for bar mats fabricated from uncoated steel wire. Sumber: FHWA, 2009 Kecepatan terjadinya korosi dapat dilihat pada tabel di bawah. Kecepatan korosi di bawah dapat digunakan untuk konservatif desain. Kecepatan ini berdasarkan pada tanah urug yang cukup korosif.

14 20

15 21 Tabel 2.2 Kecepatan Korosi Besi Untuk zinc/bidang sentuh: 0,58 mils/yr (15 μm/tahun) (untuk 2 tahun pertama) 0,16 mils/yr (4 μm/tahun) (untuk tahun berikutnya) Untuk besi/bidang sentuh: 0,47 mils/yr (12 μm/tahun) Sumber: FHWA, 2009 Mengacu pada tabel 2.1 dan 2.2, maka untuk tebal minimum galvanis 85 μm dapat bertahan selama 16 tahun pertama, setelah itu korosi akan terjadi pada besi. 3. Tanah Urug Tanah urug umummnya dianjurkan untuk menggunakan tanah granular sebab tanah granular memiliki kemampuan menyalurkan tegangan, ketahanan dan drainase yang lebih baik dibandingkan tanah lempung. Kriteria penggunaan penggunaan tanah urug harus mempertimbangkan pengaruh jangka panjang keseluruhan struktur dan pengaruh terhadap material perkuatan. Tanah urug yang digunakan harus bebas dari material organik dan bahan merusak lainnya serta harus sesuai kriteria gradasi. Tanah urug harus memiliki gradasi yang baik, serta hindari penggunaan material tidak stabil

16 22 dan gradasi tidak merata karena dapat terjadi erosi dan penyumbatan drainase. Tabel 2.3 Ketentuan Material Granular Pada MSEW U.S. Sieve Size Percent Passing Gradation (AASHTO T-27) 4 in. (102 mm) (a) 100 No. 40 (0,425 mm) 0-60 No. 200 (0,075 mm) 0-15 Plasticity Index, PI (AASHTO T-90) PI 6 Notes: (a) Ukuran maksimum partikel harus disesuaikan dengan penggunaan material perkuatan yang digunakan. Untuk penggunaan material geosintetik, ukuran dapat dikurangi menjadi ¾ in (19 mm). Sumber: FHWA (2009) Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan MSE cukup mudah dan cepat, yang terdiri dari serangkaian pekerjaan yang berulang yaitu persiapan material, penimbunan, pemadatan, pemasangan perkuatan, pemasangan elemen panel muka. Dalam pelaksanaan ini tidak dibutuhkan kemampuan khusus sehingga dapat menggunakan tenaga pekerja lokal. Metode pelaksanaan dibagi beberapa tahap yaitu: a. Prakonstruksi

17 23 Pada tahap ini dilakukan pertimbangan ulang atas desain yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi lapangan, apakah dapat dilakukan penggalian sesuai panjang penjangkaran yang dibutuhkan, keadaan pondasi tanah, ketersediaan material yang sesuai, metode konstruksi (urutan pekerjaan, proses pemadatan, sambungan, dll) b. Fabrikasi material Fabrikasi material dapat dilakukan di lapangan atau di pabrik. Fabrikasi material berupa pencetakan beton panel untuk keperluan panel muka. Setiap panel dibuat sesuai desain yang telah ditentukan sehingga saat di lapangan hanya disusun. Toleransi maksimum untuk dimensi keseluruhan panel adalah 0,5 inch (13 mm). Selain itu juga fabrikasi material perkuatan yaitu besi. Besi harus diberikan perlindungan terhadap korosi dengan diberi galvanis.

18 24 c. Konstruksi Gambar 2.14 Pencetakan Panel Beton (Sumber: FHWA, 2009) 1. Pembuatan leveling pad Dimensi ukuran leveling pad disesuaikan dengan kondisi lapangan dan desain, umumnya memiliki ketebalan 6 inches (150 mm) dengan lebar 8 inches (200 mm). Kuat tekan beton juga harus memenuhi spesifikasi minimum yang telah ditentukan. Toleransi untuk kerataan leveling pad adalah 1/8 inch (3 mm) 2. Pemasangan panel Pemasangan panel dilakukan dengan alat berat karena dimensi panel yang cukup besar dan berat. Antar panel dikunci dengan klep sementara, untuk

19 25 mencegah pergeseran. Hubungan antara panel yang satu dengan yang lain juga diberi bearing pad sebagai tempat dudukan untuk memberi ruang gerak antar panel. Gambar 2.15 Pemasangan Panel (Sumber: FHWA, 2009) Gambar 2.16 Bearing Pads (Sumber: FHWA, 2009) 3. Pengurugan dan pemadatan material

20 26 Pemadatan dilakukan sampai tingkat kepadatan yang telah ditentukan. Pada jarak sekitar 3 kaki ( 1 m ) dari facing menggunakan vibrator roller atau stamper, karena dapat menganggu kemiringan dinding. Gambar 2.17 Penggunaan Alat Berat Pada Bagian Jauh dari Dinding (Sumber: FHWA, 2009) Gambar 2.18 Penggunaan Alat Berat yang Kecil Pada Bagian Dekat Dinding (Sumber: FHWA, 2009) 4. Pemasangan elemen perkuatan

21 27 Elemen perkuatan kemudian dipasang ke panel sesuai dengan elevasi yang telah ditentukan. Gambar 2.19 Pemasangan Elemen Perkuatan (Sumber: FHWA, 2009) Gambar 2.20 Tipe Sambungan Pada Perkuatan Strip dan Jaring (Sumber: FHWA, 2009) Kemudian dilakukan secara berulang sampai didapat ketinggian yang telah ditentukan atau sesuai desain.

22 28 d. Pengawasan Setelah konstruksi selesai, maka diperlukan pengawasan selama masa pemeliharaan atau untuk kepentingan lainnya. Pengawasan yang dilakukan dapat berupa pergerakan horisontal dan vertikal dinding yang dapat menggunakan alat tiltmeters, surveying, maupun pengamatan secara visual.

23 Kelebihan dan Kekurangan MSE Kelebihan penggunaan MSE adalah: a. Prosedur konstruksi yang mudah dan cepat, karena tidak membutuhkan keahlian khusus dan peralatan khusus karena sebagian besar pekerjaan hanya mencakup pemasangan dan pemadatan. b. Tidak membutuhkan ruang yang besar di bagian depan struktur untuk keperluan konstruksi. c. Tidak membutuhkan pondasi yang dalam karena strukturnya sendiri dapat menoleransi terhadap deformasi, selain itu lebih tahan terhadap beban gempa daripada struktur dinding beton. d. Secara teknik mampu menahan sampai ketinggian lebih dari 30 m (100 kaki). e. Facing yang dapat dibuat berbagai bentuk dan tekstur untuk pertimbangan estetika. Susunan batu bata, kayu, dan gabions juga dapat digunakan untuk menampilkan keselarasan dengan lingkungan. Kekurangan penggunaan MSE antara lain: a. Membutuhkan ruang yang cukup besar di bagian belakang dinding untuk pemasangan penjangkaran. b. Membutuhkan material timbunan yang granular. Pada beberapa tempat, ketidaktersediaan bahan timbunan yang granular menjadikan metode ini tidak ekonomis.

24 Perencanaan Dinding MSE Perencanaan dinding MSE terdiri dari beberapa bagian yang direncanakan dan dianalisa, yaitu: 1. Umur Rencana 2. Facing panel 3. Dimensi levelling pad 4. Kedalaman penanaman struktur 5. Panjang penjangkaran 6. Dimensi perkuatan pelat besi yang meliputi tebal pelat, lebar pelat. 7. Drainase Facing Panel Reinforced Backfill Retained Backfill Depth of Embedment (d) Height of Wall (H) Sh Sv Levelling Pad Length of Reinforcement (L) Foundation Soil

25 31 Gambar 2.21 Penampang MSE-Wall Dengan Perkuatan Besi Strip Umur Rencana Perencanaan masa layan suatu MSEW didasarkan pada pertimbangan pengaruh jangka panjang terhadap potensi kerusakan dari material, rembesan dan pengaruh keadaan lingkungan terhadap kompenen material. Minimum umur rencana untuk suatu dinding penahan tanah permanen adalah 75 tahun, sedangkan untuk aplikasi sementara biasa dirancang untuk masa layan 36 bulan atau kurang. Untuk struktur yang memiliki fungsi fital bisa memiliki umur rencana lebih dari 100 tahun. Kualitas saat melakukan pekerjaan konstruksi memegang peranan penting dalam umur konstruksi. Struktur dibuat dengan mempertahankan estetika pada tampilan luarnya dan tidak memerlukan pemeliharaan yang signifikan pada masa layan mereka Panel Muka Panel muka merupakan bagian dari struktur depan yang terbuat dari beton pracetak, yang saling terkunci dan menyatu. Antara panel yang satu dengan panel yang lain disatukan dengan dowels bars sehingga bersifat fleksibel dan dapat menoleransi perbedaan penurunan (differential settlement). Facing sangat penting dalam unsur estetika karena hanya facing yang satusatunya terlihat dari luar setelah konstruksi selesai. Dalam beberapa konstruksi dapat berfungsi sebagai saluran drainase. Tebal minimum beton facing adalah

26 mm (5,5 inch) dan dapat berbentuk persegi, segitiga, bujur sangkar, heksagonal dan lain-lain. Dimensi panel beton adalah tinggi 1,5 m (5 kaki) dengan lebar 1,5 3 m (5 10 kaki) Dimensi Leveling Pad Leveling pad umumnya terbuat dari beton (umumnya 2500 psi atau 17,2 Mpa). Mutu beton dan ketebalan harus dapat menahan beban sehingga mengizinkan terjadinya retak saat terjadi penurunan setempat untuk meredam konsentrasi tegangan yang terjadi. Ketebalan leveling pad umumnya 6 inch (150 mm), sedangkan lebarnya harus lebih besar minimum 3 inch (75 mm) dari ketebalan panel muka. Misalkan ketebalan panel muka 6 inch (150 mm) maka lebar leveling pad adalah 12 inch (300 mm). Toleransi untuk kerataan leveling pad adalah 1/8 inch (3 mm) untuk setiap 10 ft (3 m). Gambar Potongan Penampang Levelling Pad (sumber: FHWA, 2009)

27 Kedalaman Penanaman Struktur Kaki struktur harus ditanam di bawah permukaan tanah untuk menghindari terjadinya kegagalan lokal. Dengan kondisi tanah dasar yang baik, maka minimum penanaman (embedment) adalah H/20 (untuk wall) dan H/10 (untuk pangkal jembatan) dan tidak boleh kurang dari 2 ft (0,6 m). Untuk kondisi tanah dasar yang lunak, maka kedalaman penanaman dapat ditambahkan, sedangkan untuk kondisi tanah pondasi yang baik dan kuat, maka embedment tidak diperlukan. Tabel 2.4 Kedalaman Minimum Embedment Kondisi Kemiringan Tanah Di Depan Dinding Kedalaman Minimum Embedment dari Bagian Atas Levelling Pad Semua Kemiringan 2 ft (0,6 m) Horisontal (walls) H/20 Horisontal (abutments) H/10 3H : 1V H/10 2H : 1V H/7 1,5H : 1V H/5 Sumber: FHWA (2009) Ada dua tipe embedment yaitu embedment dengan ketinggian tanah yang rata, dan dengan kemiringan.

28 34 Gambar 2.23 Embedment, (a) Embedment dengan ketinggian tanah yang rata, (b) Embedment dengan ketinggian tanah yang miring. (sumber: FHWA, 2009) Panjang Penjangkaran Penentuan panjang penjangkaran dapat ditentukan dari beberapa cara seperti di bawah ini. Dari hasil perhitungan panjang penjangkaran di bawah, maka dipilih hasil yang paling besar. 1. Panjang penjangkaran minimum adalah 0,7 tinggi struktur atau minimal 3 meter. Yang dimaksud tinggi struktur adalah tinggi dari levelling pad sampai ke atas struktur.... (2.1)

29 35 2. Stabilitas Geser (Statik) Stabilitas geser yaitu perbandingan gaya yang menahan dengan gaya-gaya yang mendorong. Dengan perbandingan gaya penahan dan pendorong, akan didapat suatu faktor keamanan stabilitas geser. Jika analisa dibalik, dimana kita menentukan faktor keamanan yang diinginkan, maka akan didapat panjang penjangkaran minimum sesuai faktor keamanan tertentu. q Reinforced Soil Retained Fill H F1 Rv F2 d F3 Foundation Soil L Gambar 2.24 Gaya Yang Bekerja Pada Kondisi Geser... (2.2) Gaya yang menahan terjadinya keruntuhan geser adalah gaya berat struktur sendiri ) dan gaya pasif akibat tanah di depan struktur (F 3 ), sedangkan gaya yang mendorong terjadinya keruntuhan geser adalah

30 36 tegangan lateral tanah akibat tanah di bagian belakang struktur (F 2 ) dan beban luar tambahan yang bekerja (F 1 ).... (2.3) R v = resultan gaya vertikal yang bekerja yaitu beban sendiri tanah (kn)... (2.4) F 1 = tegangan lateral aktif akibat beban luar tambahan yang berupa beban merata (kn)... (2.5) F 2 = tegangan lateral aktif tanah di bagian belakang struktur (kn)... (2.6) F 3 = tegangan lateral pasif tanah di bagian belakang struktur (kn)... (2.7)... (2.8)... (2.9) Jika persamaan disubstitusi ke dalam persamaan 2.3, maka menjadi:... (2.10) Jika rumus analisa FK geser di atas dijabarkan, maka akan didapat rumus panjang penjangkaran minimum sesuai FK yang diinginkan, sebagai berikut:... (2.10)

31 37 Dalam analisa dinding penahan tanah, gaya pasif tidak diperhitungkan, sehingga pers menjadi:... (2.11) Keterangan: = sudut geseran antara dasar dinding dengan tanah pendukung (diambil yang terkecil antara sudut geser tanah urug yang membentuk dinding perkuatan dengan sudut geseran tanah dasar) L = panjang penjangkaran (m) d = kedalaman penanaman/embedment (m) 3. Stabilitas Guling (Statik) Stabilitas guling merupakan stabilitas yang ditinjau berdasarkan kondisi tanah yang terguling. Momen yang menyebabkan terjadinya guling adalah gaya dorongan aktif tanah dan beban terhadap titik pusat guling. Sedangkan gaya yang menahan guling adalah gaya beban sendiri tanah dan gaya pasif bagian depan tanah terhadap titik pusat guling. Titik pusat guling berada pada ujung bagian bawah dinding penahan tanah.... (2.12) Keterangan: = momen guling yang disebabkan F 1 dan F 2 terhadap titik pusat guling yang berjarak H/2 untuk F 1 ; H/3 untuk F 2 dan d/3 untuk F (2.13)

32 38 =... (2.14)... (2.15) q Reinforced Soil Retained Fill H L/2 F1 Rv F2 H/2 H/3 d F3 d/3 Foundation Soil L Gambar 2.25 Momen Yang Bekerja Pada Kondisi Guling Jika persamaan disubstitusi ke dalam persamaan 2.15, maka menjadi:... (2.16)... (2.17)

33 39 Dalam analisa dinding penahan tanah, gaya pasif tidak diperhitungkan, sehingga pers dapat juga ditulis:... (2.18)

34 40 4. Stabilitas Geser (Seismik) Dalam kondisi gempa bumi, tanah di belakang struktur tetap memberikan sebuah gaya dorong horisontal yang dinamis (P AE ) selain gaya dorong statis, begitu juga dengan gaya dorong pasif akibat gempa pada tanah bagian depan struktur. Selain itu, pada struktur sendiri juga terdapat gaya inersia horisontal P IR = M, di mana M adalah massa dari bagian aktif dari bagian perkuatan yang lebarnya 0,5H dan adalah koefisien percepatan maksimum arah horisontal pada struktur. Gaya P AE dapat dievaluasi dengan analisis pseudo-statis Mononobe-Okabe seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah dan ditambahkan pada gaya statis yang bekerja pada struktur. Gambar 2.26 Eksternal Stabilitas Pada Kondisi Seismik

35 41

36 42... (2.19) Besarnya massa tanah yang dipengaruhi adalah selebar 0,5 H sehingga persamaan di atas dapat diubah menjadi:... (2.20) Dengan nilai adalah koefisien akselerasi maksimum yang terjadi pada struktur yang didapat dari koefisien akselerasi maksimum pada tanah dengan menggunakan persamaan yang direkomendasi oleh Segrestin dan Bastick (1988).... (2.21) Persamaan untuk P AE dapat menggunakan metode Mononobe-Okabe.... (2.22)... (2.23) (2.24) adalah sudut kemiringan dinding penahan tanah yaitu 90, sehingga persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:... (2.25) Sedangkan untuk rumus P PE (gaya pasif akibat gempa) dapat menggunakan rumus berikut:

37 43... (2.26)... (2.27) (2.28) adalah sudut kemiringan dinding penahan tanah yaitu 90, sehingga persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi: Keterangan:... (2.29)... = sudut geser tanah =... (2.30) dengan nilai K h sama dengan dan K v sama dengan nol, sehingga persamaan di atas menjadi: =... (2.31) Berdasarkan FHWA 2001 bahwa gaya horisontal dengan gaya P AE dan P IR tidak akan mencapai puncak secara simultan, sehingga nilai faktor untuk P AE adalah sebesar 50%. Dengan demikian, total gaya dorong, akibat kondisi seismik adalah sebagai berikut:

38 44... (2.32) Keterangan: F 1 : gaya aktif akibat beban (lihat persamaan 2.5) F 2 : gaya aktif akibat backfill (lihat persamaan 2.6) Stabilitas eksternal pada struktur perkuatan tanah dihitung berdasarkan penjumlahan gaya-gaya statik yaitu F 1 dan F 2 dengan gaya-gaya pada kondisi seismik yaitu P AE dan P IR. Dan membandingkan dengan gaya penahannya yaitu beban struktur dan gaya pasif statik (F 3 ) dan 50% gaya pasif seismik (P PE )... (2.33) Stabilitas seismik terhadap stabilitas eksternal ini kemudian dievaluasi. Dengan minimum faktor keamanan pada seismik adalah 75 persen dari faktor keamanan pada kondisi statis. (FHWA, 2009) Faktor keamanan stabilitas geser dihitung dengan membandingkan gaya horisontal yang mendorong dengan gaya penahan, yaitu sebagai berikut:... (2.34) (2.35)

39 (2.36) Jika gaya pasif diabaikan maka, persamaan 2.36 menjadi: (2.37) 5. Stabilitas Guling (Seismik) Faktor keamanan stabilitas guling dihitung dengan membandingkan gaya momen dorong dengan gaya momen penahan, yaitu sebagai berikut: FS... (2.38) Nilai R v, F 1, F 2 dan F 3 disubstitusi dengan persamaan 2.4 samapi 2.7, sedangkan P IR menggunakan persamaan 2.20; P AE menggunakan persamaan 2.22; P PE menggunakan persamaan (2.39) (2.40)

40 46 Rumus panjang penjangkaran yang mengabaikan tahanan pasif pada bagian depan struktur menggunakan persamaan berikut: (2.41) 6. Eksentrisitas Eksentrisitas (e) adalah jarak antara resultan gaya dengan titik tengah struktur. Nilai e dihitung dengan membagi total momen dibagi dengan gaya vertikal. Nilai minimum e yang disyaratkan adalah L, sedangkan untuk struktur dengan tanah dasar batuan, nilai minimum e adalah ¼ L. Gambar 2.27 Distribusi Pembebanan Pada Tanah Dasar

41 47... (2.42)... (2.43)... (2.44) Jika persamaan 2.43 dan 2.44 dimasukkan ke dalam persamaan 2.42, maka menjadi:... (2.45) Nilai F 1, F 2, F 3 disubsitusi dengan persamaan 2.5 sampai (2.46)... (2.47) Jika tahanan pasif diabaikan, maka rumus panjang penjangkaran menjadi:... (2.48) Daya Dukung Pondasi Daya dukung dihitung berdasarkan distribusi Meyerhof seperti terlihat pada gambar Keterangan:... (2.49)

42 48 q r = daya dukung yang bekerja pada bagian dasar dinding penahan tanah (kn/m 2 )... (2.50) R v = resultan gaya vertikal yang bekerja lihat pers L = panjang penjangkaran/perkuatan (m) e = eksentrisitas (m) yang dihitung dengan persamaan q ult = daya dukung batas pada pondasi (kn/m 2 ) Daya dukung pondasi dihitung dengan rumus berikut yaitu:... (2.51) Keterangan: = kohesi tanah dasar (kn/m 2 ) = beban tanah yang dipengaruhi oleh kedalaman penanaman... (2.52) = berat jenis tanah pada pondasi (kn/m 3 ) d = kedalaman penanaman pada kaki dinding / embedment (m) = panjang penjangkaran (m) = faktor daya dukung (after Vesic, 1973)... (2.53)... (2.54) untuk... (2.55)... (2.56)

43 49 Pada perhitungan dinding penahan tanah, d = 0 karena kedalaman penanaman struktur tidak diperhitungkan (FHWA, 2009). Sehingga persamaan 2.51 menjadi:... (2.57) Tegangan pasif pada sisi depan dinding penahan tanah diabaikan untuk antisipasi kemungkinan bagian ini akan hilang dan sebagai tambahan faktor keamanan Dimensi Perkuatan Besi Strip Dalam penentuan dimensi perkuatan besi strip, maka yang mempengaruhi adalah bagian dalam struktur tersebut. Struktur perkuatan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah aktif (yang mendorong) dan daerah yang menahan. Daerah aktif adalah bagian yang berada tepat di belakang panel muka. Pada daerah ini tanah berusaha bergerak ke arah luar dinding. Tegangan yang timbul akibat pergerakan ini mengarah ke luar, dan harus ditahan oleh elemen perkuatan. Gaya tarik yang bekerja pada elemen perkuatan ini disalurkan ke daerah penahan dimana tegangan geser tanah termobilisasi dalam arah yang berlawanan untuk mencegah tercabutnya elemen perkuatan. Gambar berikut memperlihatkan dua daerah ini. Elemen perkuatan membuat kedua daerah ini menyatu menjadi satu kesatuan dinding penahan tanah. (Gouw, 1996) Berdasarkan Federal Highway Administration tentang Mechanically Stabilized Earth Walls and Reinforced Soil Slopes Design & Construction Guideline terdapat dua pendekatan model keruntuhan internal struktur yaitu model keruntuhan bilinier untuk perkuatan tipe inextensible (material perkuatan yang memiliki regangan yang sangat kecil misalnya besi, lihat gambar 2.28a) dan

44 50 model Rankine untuk perkuatan tipe extensible (material perkuatan yang memiliki regangan yang besar, misalnya geotekstil, lihat gambar 2.28b). Biliniear dikenal juga dengan semiempirical coherent gravity, yang pertama kali dikenalkan oleh Schlosser yang merupakan metode working stress berdasarkan pada observasi lapangan dan laboratorium skala nyata. Asumsi mekanisme pergerakan dinding adalah berpusat pada bagian ujung atas struktur. Garis bidang keruntuhan diasumsi terbagi menjadi dua bagian. Metode Rankine disebut juga tie-back wedge karena pola keruntuhan mengikuti keruntuhan Rankine. Pada metode ini mengasumsi mekanisme pergerakan dinding adalah berpusat pada ujung tumit bawah struktur. Berg et al. menyarankan bahwa tie-back wedge lebih mewakili perilaku dinding penahan tanah dengan perkuatan extensible. (Bonaparte, 1987).

45 51 Gambar 2.28 Model Keruntuhan Internal Struktur Perkuatan a) Tipe Inextensible; b) Tipe Extensible

46 52 Distribusi tegangan tanah lateral untuk setiap lapisan dihitung dengan menggunakan koefisien tekanan tanah lateral seperti pada gambar di bawah. Pada permukaan atas struktur sampai kedalaman 20 kaki (6 meter), perbandingan koefisien tekanan tanah semakin bertambah. Sedangkan untuk kedalaman lebih dari 20 kaki (6 meter), perbandingan koefisien tekanan tanah yang digunakan adalah tetap. Koefisien tekanan tanah lateral yang digunakan adalah hasil pembacaan dari grafik di bawah yang dikalikan dengan K a. Gambar 2.29 Distribusi Koefisien Tekanan Tanah Lateral (after AASHTO, 1999)

47 53 Dengan mengasumsi model keruntuhan dan besarnya koefisien tekanan lateral, maka tegangan horisontal yang bekerja pada tiap perkuatan di kedalaman tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:... (2.58) Keterangan: K = koefisien tekanan tanah lateral (dihitung berdasarkan gambar 2.29) = tegangan vertikal yang bekerja pada level ke-i berdasarkan distribusi Meyerhof.... (2.59) Tensile Tensile adalah gaya tarik yang bekerja pada tulangan (reinforcing bar) akibat tekanan vertikal yang bekerja. Tekanan vertikal yang bekerja tidak boleh lebih besar dari kuat tarik tulangan agak tidak terputus yang dapat menyebabkan kegagalan struktur.... (2.60) Keterangan: T d = kuat tarik perkuatan pelat besi (kn)... (2.61) T i = gaya tarik yang bekerja pada level ke-i (kn)... (2.62) S v = spasi vertikal (m)

48 54 S h = spasi horisontal (m) Berdasarkan FHWA, 2009 menyarankan agar jarak spasi horisontal dan vertikal maksimum adalah 0,8 meter (32 inch), hal ini untuk mengakomodasi distribusi gaya pada daerah perkuatan. FK = faktor keamanan (FK putus > 1)... (2.63) Jika persamaan 2.41 yang merupakan analisa tahanan putus (tensile strength) diubah menjadi persamaan 2.42, maka dapat dicari luas penampang perkuatan minimum.... (2.64) Pull-Out Pull-out adalah gaya yang bekerja pada permukaan tendon perkuatan yaitu berupa gaya gesek antara material tanah dengan permukaan tulangan. Gaya pullout harus lebih besar dari gaya yang bekerja agar tendon perkuatan tidak tercabut atau keluar dari struktur yang akan menyebabkan kegagalan pada struktur. Tebal Strip Gaya Tarik (Ti) Tahanan Gesek (Pu) Lebar Strip

49 55 Gambar 2.30 Detail Penampang Perkuatan Besi Strip... (2.65)... (2.66) Keterangan: T i = gaya tarik pada level ke-i (kn) P u = pull-out resistance (kn) = koefisien friksi antara material tanah dengan strip besi, yang ditentukan dari grafik berikut. Gambar 2.31 Koefisien Friksi Antara Material Tanah Dengan Strip Besi (sumber: FHWA, 2009) C u = koefisien keseragaman (D 60 /D 10 ), jika C u tidak diketahui, maka dapat gunakan C u = 4, sehingga pada puncak = 1,8 B s = lebar strip besi (m) = tegangan vertikal yang bekerja pada level ke-i (kn/m 2 )

50 56 L ei = panjang penjangkaran di luar daerah potensi longsor sesuai dengan model keruntuhan (m) Nilai Pu (pers. 2.44) dan Ti (pers. 2.40) jika disubstitusi pada persamaan 2.43, maka akan didapat persamaan Faktor Keamanan (pers. 2.45)... (2.67) Pada persamaan 2.45 diganti posisi sehingga dengan memasukkan nilai faktor keamanan yang diinginkan, maka dapat dihitung lebar minimum perkuatan strip.... (2.68) Drainase Drainase memegang peranan penting dalam kinerja dinding penahan tanah. Terdapat dua tipe drainase yaitu internal dan eksternal. Drainase internal mempertimbangkan aliran air permukaan yang meresap ke dalam struktur dinding penahan tanah maupun aliran air tanah pada belakang struktur dinding. Drainase internal tergantung pada karakteristik tanah timbunan yang digunakan.

51 57 Gambar 2.32 Contoh Penampang Drainase Internal Dengan Geotekstil (sumber: FHWA, 2009) Sedangkan drainase eksternal mempertimbangkan aliran permukaan air yang dapat menyebabkan erosi. Drainase eksternal tergantung pada lokasi struktur dan faktor hidrogeologi.

52 58 Gambar 2.33 Contoh Penampang Drainase Eksternal (sumber: FHWA, 2009) Tujuan dari drainase adalah mencegah pemampatan aliran sehingga terjadi penumpukan air pada struktur. Selain itu, drainase berfungsi untuk mengumpulkan dan membuang air sebelum memasuki struktur. Air yang terkumpul dalam struktur dapat menyebabkan: 1. Meningkatnya tekanan air sehingga tekanan lateral tanah juga ikut meningkat. 2. Piping, yaitu erosi air yang mengikis tanah menjadi suatu saluran seperti pipa, yang semakin lama akan semakin besar dan struktur menjadi kehilangan tanah pengisinya. 3. Erosi eksternal pada struktur, misalnya pada bagian bawah struktur, sudut-sudut atau bagian atas struktur.

53 59 Gambar 2.34 Erosi Pada Bagian Bawah Struktur Dinding (sumber: FHWA, 2009) 2.4 MSE Dengan Perkuatan Geogrid Dinding penahan tanah dengan perkuatan geogrid memiliki faktor rangkak yang cukup tinggi (mencapai 10%), sehingga permukaan dinding penahan tanah tidak dapat dibuat tegak, melainkan dibuat dengan kemiringan tertentu. Untuk kemiringan dinding lebih kecil dari 8 derajat terhadap garis vertikal, maka perhitungan koefisien lateral tanah dapat menggunakan persamaan 2.8.

54 60 Gambar 2.35 MSE Dengan Perkuatan Geogrid Variasi nilai distibusi koefisien tegangan lateral sesuai dengan gambar 2.29 untuk tipe geosintetik, yang memiliki nilai K r /K a = 1 sehingga koefisien tegangan yang digunakan adalah K a. Pola kelongsoran menggunakan pola kelongsoran Rankine karena sifat material yang extensible (gambar 2.28b). Panjang penjangkaran (L e ) pada daerah penahan (resistant zone) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (FHWA, 2009):... (2.69) Keterangan: L e = panjang penjangkaran pada daerah penahan (m)

55 61 T max = gaya maksimum yang bekerja pada lapisan tersebut (pers. 2.40), dengan nilai S h dihitung per 1 meter lari. FK = faktor keamanan tahanan cabut F = koefisien friksi antara material tanah dengan perkuatan... (2.70) = faktor koreksi ( = 0,8 untuk geogrid; 0,6 untuk geotekstil) R c = rasio perbandingan material... (2.71) Karena tipe geogrid yang digunakan adalah menerus, maka S h = b sehingg R c = 1. Gambar 2.36 Rasio Perbandingan Material Perkuatan

56 Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga merupakan metode perhitungan yang didasarkan pada konsep diskretasi, yaitu pembagian suatu sistem struktur, massa atau benda padat menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pembagian ini memungkinkan sistem yang memiliki derajat kebebasan tidak terhingga menjadi derajat kebebasan terhingga, sehingga memudahkan perhitungan masing masing elemen kecil. Metode elemen hingga juga merupakan metode pendekatan, semakin kecil pembagian elemen-elemen kecil semakin akurat perhitungan pendekatan melalui metode elemen hingga. Metode elemen hingga dapat digunakan untuk menghitungkan distribusi beban yang terjadi pada elemen seperti deformasi dan tegangan. PLAXIS 2D PLAXIS merupakan sebuah program yang diciptakan berdasarkan perhitungan metode elemen hingga yang digunakan untuk menganalisa deformasi dan stabilitas struktur geoteknik. PLAXIS dikembangkan pertama kali di Belanda untuk menganalisa tanggul tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah Belanda. Hingga sekarang, PLAXIS telah dikembangkan dan telah digunakan dalam perencanaan geoteknik dengan cakupan yang lebih luas. Permodelan struktur geoteknik pada umumnya di dalam PLAXIS dapat dimodelkan menjadi model regangan bidang atau model axi-simetri. Pada model regangan bidang model geometri penampang melintang yang kurang lebih seragam dengan

57 63 kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut (arah z). perpindahan dan regangan dalam arah z diasumsikan tidak terjadi atau bernilai nol. Walaupun demikian, tegangan normal pada arah z diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Pada model axi-simetri struktur berbentuk lingkaran dengan penampang melintang radial yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama di setiap arah radial. Koordinat x menyatakan radius dan koordinat y merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Koordinat x negatif tidak dapat digunakan. Dalam pembuatan geometri permodelan struktur geoteknik terdapat komponen komponen pembuat geometri yaitu Titik, Garis dan Cluster. Titik merupakan titik awal dan akhir dari sebuah garis. Garis digunakan untuk mendefinisikan batasan batasan geometri dari struktur geoteknik yang dimodelkan. Sedangkan Cluster merupakan daerah tertutup yang terbuat dari beberapa garis. Titik Cluster Garis Gambar 2.37 Titik, Garis, dan Cluster Pada Sebuah Geometri Setelah pembuatan geometri, permodelan metode elemen hingga dapat dianalisa, berdasarkan komposisi cluster dan garis pada permodelan geometri. Komponen

58 64 komponen yang terdapat pada bentuk elemen hingga adalah Elemen, Nodal, dan Titik tegangan. Ketika pembuatan bentuk geometri, cluster dibagi menjadi elemen elemen segitiga. Elemen elemen segitiga tersebut ada dua macam, yaitu 15 nodal elemen dan 6 nodal elemen. 15 nodal elemen memiliki 15 nodal di dalam elemen segitiganya dan 6 nodal elemen hanya memiliki 6 nodal. Perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan lebih teliti dibandingkan 6 nodal elemen, karena semakin banyak nodal yang dianalisa dalam perhitungan. Namun perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan memakan waktu analisa yang lebih lama, karena perhitungan yang dilakukan semakin banyak untuk setiap nodal di dalam elemen. Tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu bentuk diperhitungkan secara individual dengan menggunakan Gaussian integration points (titik tegangan) bukan pada titik nodal. Pada 15 nodal elemen terdapat 12 titik tegangan dan pada 6 nodal elemen terdapat 3 titik tegangan. Gambar 2.38 Pembagian Elemen Elemen Segitiga Pada Cluster Gambar 2.39 Titik Nodal Pada Elemen

59 65 Gambar 2.40 Titik Tegangan Pada Elemen Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan menggunakan berbagai macam jenis model. Permodelan hubungan tegangan regangan yang paling sederhana adalah permodelan hukum linear Hooke, elastisitas isotropik, yang hanya memerlukan dua input yaitu Modulus Young, E, dan poisson rasio, υ. Namun dengan permodelan linear hasil yang didapatkan masih terlalu kasar untuk digunakan dalam perancangan. Oleh sebab itu terdapat juga berbagai macam permodelan yang digunakan oleh program PLAXIS, antara lain adalah Mohr Coulomb model, Jointed Rock model, Hardening Soil model, Soft Soil Creep model dan Soft Soil model. Pemodelan Besi Strip Dalam PLAXIS Dalam PLAXIS, tidak terdapat elemen yang dapat memodelkan besi strip. Namun, praktisi geoteknik mengatakan bahwa pemodelan besi strip dalam PLAXIS dapat didekati dengan elemen pelat (plate) atau dengan elemen geogrid. Dalam pemodelan dengan elemen pelat (plate) atau dengan elemen geogrid, beberapa parameter perlu dikoreksi karena elemen pelat dan elemen geogrid merupakan elemen yang menerus, sedangkan besi strip dipasang dengan jarak tertentu. Koreksi yang pertama adalah dengan membagi parameter kekakuan tarik/tekan (EA), dan parameter kekakuan tekuk (EI) dengan spasi (s) dalam besi strip).

60 66... (2.72)... (2.73) Berikutnya adalah mengoreksi luas permukaan yang mengalami gaya friksi, yaitu luas selimut pada besi strip, dan luas selimut menerus (pada elemen pelat atau elemen geogrid). Koreksi ini dilakukan dengan memasukkan nila tertentu dalam parameter antarmuka (Rinterface), yang dihitung dengan persamaan berikut:... (2.74) A besi strip dalam persamaan di atas adalah luas selimut satu besi strip, sedangkan A total adalah luas total per satu meter yang bersinggungan dengan tanah.

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut.

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut. BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Program Dalam membantu perhitungan maka akan dibuat suatu program bantu dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic. Adapun program tersebut memiliki tampilan input

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan pembangunan berkembang secara cepat. Pembangunan khususnya pada daerah-daerah yang curam

Lebih terperinci

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall )

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) A. PENGERTIAN Dinding penahan tanah (DPT) adalah suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun di tempat di

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP KESTABILAN DINDING MSE DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL DI DAERAH REKLAMASI MALALAYANG

PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP KESTABILAN DINDING MSE DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL DI DAERAH REKLAMASI MALALAYANG PENGARUH JENIS TANAH TERHADAP KESTABILAN DINDING MSE DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL DI DAERAH REKLAMASI MALALAYANG Roski R.I. Legrans Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsoran Pengertian gerakan tanah (mass movement) dengan longsoran (Landslide) mempunyai kesamaan. Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batu pada arah tegak, mendatar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Penahan Tanah Bangunan dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong dan menahan tekanan tanah. Baik akibat beban hujan,berat tanah itu sendiri maupun akibat beban

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBEBANAN PADA DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL ABSTRAK

PENGARUH PEMBEBANAN PADA DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL ABSTRAK PENGARUH PEMBEBANAN PADA DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL Dwi Rahayu Purwanti NRP: 1321902 Pembimbing: Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK Salah satu konstruksi dinding penahan tanah yang aman, fleksibel,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG Nama : Donald HHL NRP : 0321083 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Akibat kondisi dan struktur dari

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah rnemasuki babakan kemajuan di bidang perekonomian yang cukup berarti. Perkembangan ini menuntut antisipasi

Lebih terperinci

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk

Lebih terperinci

Dinding Penahan Tanah

Dinding Penahan Tanah Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Dinding Penahan Tanah Pertemuan - 6 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat menganalisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi terus berkembang seiring kemajuan jaman. Teknologi di bidang konstruksi bangunan juga mengalami perkembangan pesat, termasuk teknologi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan tanah yang memiliki elevasi lebih tinggi dibandingkan tanah di

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan tanah yang memiliki elevasi lebih tinggi dibandingkan tanah di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinding perkuatan tanah merupakan struktur yang didesain untuk menjaga dan mempertahankan tanah yang memiliki elevasi lebih tinggi dibandingkan tanah di sebelahnya.

Lebih terperinci

ANALISA DINDING PERKUATAN TANAH DENGAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE SATU BAJI (SINGLE WEDGE METHOD) DAN DUA BAJI (TWO PART WEDGE METHOD) SKRIPSI.

ANALISA DINDING PERKUATAN TANAH DENGAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE SATU BAJI (SINGLE WEDGE METHOD) DAN DUA BAJI (TWO PART WEDGE METHOD) SKRIPSI. ANALISA DINDING PERKUATAN TANAH DENGAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE SATU BAJI (SINGLE WEDGE METHOD) DAN DUA BAJI (TWO PART WEDGE METHOD) SKRIPSI Oleh : Calvin Leonsius 1200991416 Universitas Bina Nusantara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iv ABSTRACT v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xix DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xx BAB I PENDAHULUAN 1 1.1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan...

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bowles (1991) berpendapat bahwa tanah dengan nilai kohesi tanah c di bawah 10 kn/m 2, tingkat kepadatan rendah dengan nilai CBR di bawah 3 %, dan tekanan ujung konus

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Dinding penahan tanah geofoam

Gambar 1.1. Dinding penahan tanah geofoam Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall) 1. Pengertian dan Fungsi Dinding penahan tanah (retaining wall) merupakan komponen struktur bangunan penting utama untuk jalan raya, dan bangunan lingkungan lainnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi: BAB III METODOLOGI 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Material Geosintetik Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas, material geosintetik yang telah teruji kekuatannya

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS TANAH TIMBUNAN TERHADAP STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL ABSTRAK

PENGARUH JENIS TANAH TIMBUNAN TERHADAP STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL ABSTRAK PENGARUH JENIS TANAH TIMBUNAN TERHADAP STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL Nur Azizah Wahyuningsih NRP: 1321010 Pembimbing: Ir. Asriwiyanti Desiani, M.T. ABSTRAK Penggunaan dinding penahan tanah

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PANJANG LEMBARAN GEOTEKSTIL DAN TEBAL LIPATAN GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN FISIK LERENG PASIR KEPADATAN 74%

PENGARUH VARIASI PANJANG LEMBARAN GEOTEKSTIL DAN TEBAL LIPATAN GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN FISIK LERENG PASIR KEPADATAN 74% PENGARUH VARIASI PANJANG LEMBARAN GEOTEKSTIL DAN TEBAL LIPATAN GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN FISIK LERENG PASIR KEPADATAN 74% Eko Andi Suryo* 1, Suroso 1, As ad Munawir 1 1 Dosen

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN

BAB 4 HASIL ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN 71 BAB 4 HASIL ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN 4.1. Geometri lereng Pada tugas akhir ini, bentuk lereng yang ditinjau adalah sebagai berikut : Gambar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Semester genap tahun 2007/2008 ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN. Dita Pravitra A. Kasthalisti (0700733841)

Lebih terperinci

ANALISA BEBAN GEMPA PADA DINDING BASEMENT DENGAN METODA PSEUDO-STATIK DAN DINAMIK

ANALISA BEBAN GEMPA PADA DINDING BASEMENT DENGAN METODA PSEUDO-STATIK DAN DINAMIK ANALISA BEBAN GEMPA PADA DINDING BASEMENT DENGAN METODA PSEUDO-STATIK DAN DINAMIK Ferry Aryanto 1 dan Gouw Tjie Liong 2 1 Universitas Bina Nusantara, Jl. K H. Syahdan No. 9 Kemanggisan Jakarta Barat 11480,

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS LERENG DENGAN METODE COUNTER WEIGHT LOKASI STA RUAS JALAN Sp.PERDAU-BATU AMPAR

ANALISA STABILITAS LERENG DENGAN METODE COUNTER WEIGHT LOKASI STA RUAS JALAN Sp.PERDAU-BATU AMPAR ANALISA STABILITAS LERENG DENGAN METODE COUNTER WEIGHT LOKASI STA 25+750 RUAS JALAN Sp.PERDAU-BATU AMPAR ANDY SETYA WARDHANA NPM.11.11.1001.7311.105 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS 17

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUMPULAN DATA Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, pada penelitian ini parameter tanah dasar, tanah timbunan, dan geotekstil yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tanggal 17 Juni 2006 gempa sebesar 6,8 skala Richter mengguncang Banten. Sumber-sumber gempa di Banten terdapat pada zona subduksi pada pertemuan lempeng Ausralia

Lebih terperinci

BAB III DINDING PENAHAN TANAH

BAB III DINDING PENAHAN TANAH 75 BAB III DINDING PENAHAN TANAH PE N DAH U LUAN Pada bab ini, materi yang akan dibahas meliputi jenis-jenis dinding penahan tanah, momen lentur, dan gaya geser yang bekerja pada dinding maupun pada telapak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii v ix xii xiv xvii xviii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14 Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Pondasi Pertemuan 12,13,14 Sub Pokok Bahasan : Pengantar Rekayasa Pondasi Jenis dan Tipe-Tipe Pondasi Daya Dukung Tanah Pondasi Telapak

Lebih terperinci

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng Bab V Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng V.1 Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng Metode stabilitas lereng bertujuan untuk mengurangi gaya dorong, meningkatkan gaya tahan, atau

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH Yeremias Oktavianus Ramandey NRP : 0021136 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

ANALISA GRAVITY WALL DAN CANTILIVER WALL DITINJAU DARI SEGI EKONOMIS TERHADAP TINGGI YANG VARIATIF

ANALISA GRAVITY WALL DAN CANTILIVER WALL DITINJAU DARI SEGI EKONOMIS TERHADAP TINGGI YANG VARIATIF ANALISA GRAVITY WALL DAN CANTILIVER WALL DITINJAU DARI SEGI EKONOMIS TERHADAP TINGGI YANG VARIATIF Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik

Lebih terperinci

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI Oleh: Komarudin Fakultas Teknik Universitas Wiralodra, Jawa Barat ABSTRAK Kondisi tanah berlapis

Lebih terperinci

Dinding Penahan Tanah

Dinding Penahan Tanah Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Dinding Penahan Tanah Pertemuan - 7 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN 4.1 Pendahuluan Pada perencanaan lereng galian (cut slope) ini akan membahas perhitungan stabilitas lereng yang meliputi perhitungan manual di antaranya perhitungan struktur

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan konstruksi bangunan menggunakan konstruksi baja sebagai struktur utama. Banyaknya penggunaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2 PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl,Perpustakaan

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4 Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Pondasi Pertemuan - 4 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain penampang

Lebih terperinci

PERANCANGAN FONDASI PADA TANAH TIMBUNAN SAMPAH (Studi Kasus di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Yogyakarta)

PERANCANGAN FONDASI PADA TANAH TIMBUNAN SAMPAH (Studi Kasus di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Yogyakarta) PERANCANGAN FONDASI PADA TANAH TIMBUNAN SAMPAH (Studi Kasus di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan, Yogyakarta) Anita Widianti, Dedi Wahyudi & Willis Diana Teknik Sipil FT Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 5 No. 2, Desember 2004 ( ) Desain Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls) di Tanah Rawa Pada Proyek Jalan

INFO TEKNIK Volume 5 No. 2, Desember 2004 ( ) Desain Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls) di Tanah Rawa Pada Proyek Jalan INFO TEKNIK Volume 5 No., Desember 004 (103-109) Desain Dinding Penahan Tanah (Retaining Walls) di Tanah Rawa Pada Proyek Jalan Syafruddin 1 Abstrak Genangan Dinding penahan tanah dibuat untuk dapat menahan

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv

DAFTAR ISI. i ii iii iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI Abstract Intisari i ii iii iv vi ix x xii xiii xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI...

BAB II DASAR TEORI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR ISTILAH... xii DAFTAR NOTASI... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc 11 November 2008 I. PENDAHULUAN a. Pondasi tiang pancang adalah salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Suatu struktur bangunan yang direncanakan harus sesuai dengan peraturan - peraturan yang berlaku, sehingga mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi.

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH PEMODELAN MENGGUNAKAN PLAXIS V8.2. Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk memodelkan proyek

LANGKAH-LANGKAH PEMODELAN MENGGUNAKAN PLAXIS V8.2. Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk memodelkan proyek LANGKAH-LANGKAH PEMODELAN MENGGUNAKAN PLAXIS V8.2 Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk memodelkan proyek 5 ke dalam bentuk model analisa yang bisa dihitung oleh Plaxis. Adapun

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap 5 BAB II ANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap tahapan yang dilakukan dalam sistem, termasuk didalamnya teori yang mendukung setiap analisis yang dilakukan terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN PEMANCANGAN TURAP BAJA PADA BERBAGAI KEPADATAN TANAH NON-KOHESIF TERHADAP FAKTOR KEAMANAN PEMANCANGAN ABSTRAK

PENGARUH KEDALAMAN PEMANCANGAN TURAP BAJA PADA BERBAGAI KEPADATAN TANAH NON-KOHESIF TERHADAP FAKTOR KEAMANAN PEMANCANGAN ABSTRAK PENGARUH KEDALAMAN PEMANCANGAN TURAP BAJA PADA BERBAGAI KEPADATAN TANAH NON-KOHESIF TERHADAP FAKTOR KEAMANAN PEMANCANGAN Victoria Eleny Prijadi NRP: 1321022 Pembimbing: Hanny Juliany Dani, S.T.,M.T. ABSTRAK

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI TUGAS AKHIR DESAIN TURAP PENAHAN TANAH DENGAN OPTIMASI LETAK DAN DIMENSI PROFIL PADA LOKASI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2 Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM : ANALISIS PARAMETER KUAT GESER TANAH DENGAN GEOTEXTILE Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D 100 030 074 NIRM

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR NOTASI xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Tinjauan dan Manfaat I-3 1.3. Batasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Dasar-Dasar Teori II. 1.1. Retaining Wall Retaining Wall merupakan istilah di bidang teknik sipil yang artinya dinding penahan. Dinding penahan merupakan struktur bangunan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. stabilitas lereng. Analisis ini sering dijumpai pada perancangan-perancangan

I. PENDAHULUAN. stabilitas lereng. Analisis ini sering dijumpai pada perancangan-perancangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teknologi telah memberikan dampak yang besar dalam setiap bidang ilmu, salah satunya adalah bidang teknik sipil. Perencanaan dan perancangan suatu

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP PEMILIHAN JENIS STRUKTUR Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah juga merupakan salah satu penunjang yang membantu semua

Lebih terperinci

PENGANTAR PONDASI DALAM

PENGANTAR PONDASI DALAM PENGANTAR PONDASI Disusun oleh : DALAM 1. Robi Arianta Sembiring (08 0404 066) 2. M. Hafiz (08 0404 081) 3. Ibnu Syifa H. (08 0404 125) 4. Andy Kurniawan (08 0404 159) 5. Fahrurrozie (08 0404 161) Pengantar

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Beton Bertulang Pengertian beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 Nama : Riwan Bicler Sinaga NRP : 0121018 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Pertemuan - 15 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan penulangan pada elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Konsep Pemilihan Jenis Struktur Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2. TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb

MEKANIKA TANAH 2. TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb MEKANIKA TANAH 2 TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KRITERIA KERUNTUHAN MENURUT MOHR -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang konstruksi terus menerus mengalami peningkatan, kontruksi bangunan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan pernah

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG BERTINGKAT DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS STABILITAS LERENG BERTINGKAT DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISIS STABILITAS LERENG BERTINGKAT DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Ichsan Prasetyo 1) Bambang Setiawan 2) Raden Harya Dananjaya 3) 1) Mahasiswa Fakultas Teknik, Program

Lebih terperinci

ANALISA DINDING PERKUATAN TANAH DENGAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE SATU BAJI (SINGLE WEDGE METHOD) DAN DUA BAJI (TWO PART WEDGE METHOD)

ANALISA DINDING PERKUATAN TANAH DENGAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE SATU BAJI (SINGLE WEDGE METHOD) DAN DUA BAJI (TWO PART WEDGE METHOD) 1 ANALISA DINDING PERKUATAN TANAH DENGAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE SATU BAJI (SINGLE WEDGE METHOD) DAN DUA BAJI (TWO PART WEDGE METHOD) Calvin Leonsius 1, Gouw Tjie Liong 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci