BAB III PENYELESAIAN PERKARA PIDANA OLEH ANAK TANPA MELALUI PROSES PERADILAN. A. Pengaturan Hukum Mengenai Perlindungan Anak Di Indonesia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENYELESAIAN PERKARA PIDANA OLEH ANAK TANPA MELALUI PROSES PERADILAN. A. Pengaturan Hukum Mengenai Perlindungan Anak Di Indonesia."

Transkripsi

1 BAB III PENYELESAIAN PERKARA PIDANA OLEH ANAK TANPA MELALUI PROSES PERADILAN A. Pengaturan Hukum Mengenai Perlindungan Anak Di Indonesia. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 76 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada bagian kesepuluh mengatur mengenai hak anak. Bagian yang mempunyai judul Hak Anak ini memberikan ketentuan pengaturan yang dituangkan ke dalam 15 (lima belas) pasal, dimana dalam Pasal 52 ayat (2) disebutkan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. 77 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan batasan pengertian mengenai anak yaitu setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk 76 Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 77 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 52 ayat (2) 54

2 55 anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Batasan pengertian mengenai anak yang terdapat dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tersebut mempunyai makna yang sama dengan batasan pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang_Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan pada setiap warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan terhadap hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak adalah melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tersebut adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 78 Pasal 3 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Undang-Undang nomor Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan Anak Pasal 1 angka 2

3 56 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga) pasal ini dibagi ke dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai : Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan; 1. Hak dan Kewajiban Anak; 2. Kewajiban dan Tanggung Jawab; 3. Kedudukan Anak; 4. Kuasa Asuh; 5. Perwalian; 6. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak; 7. Penyelenggaraan Perlindungan; 8. Peran Masyarakat; 9. Komisi Perlindungan Anak Indonesia; 10. Ketentuan Pidana; 11. Ketentuan Peralihan; dan 12. Ketentuan Penutup. Hak anak dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain meliputi hak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara. Sejak dalam kandungan untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya, antara lain : 1. Sejak kelahirannya atas suatu nama dan status kewarganegaraannya. 2. Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya Negara.

4 57 3. Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk terjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 4. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan/atau wali; 5. Untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri; 6. Untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa; 7. Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut; 8. Untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbagik bagi anak; 9. Untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya;

5 Untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minta, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri; 11. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya; 12. Untuk tidak dilibatkan di dalam peristiea peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan social dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan; 13. Untuk mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritualnya; 14. Untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekslpoitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; 15. Untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; dan 16. Untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak mencantumkan ketentuan mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan mengenai kewajiban yang terdapat dalam Undang_undang tersebut adalah kewajiban dasar manusia secara menyeluruh. Bab III Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak dan kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 sedangkan kewajiban anak dicantumkan pada

6 59 Pasal 19. Hak anak yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut antara lain meliputi hak : 1. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan; 2. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua; 3. Untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri; 4. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial; 5. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya; 6. Memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat; 7. Memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan; 8. Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan; 9. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri;

7 Mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya; 11. Untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir; 12. Memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; 13. Memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum; 14. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, bagi setiap anak yang dirampas kebebasannya; 15. Untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan 16. Mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana. Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam Undang- Undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak kesamaan dengan ketentuan hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.

8 61 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak. Ketentuan Pasal 19 menyebutkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk: a) menghormati orang tua; b) mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c) mencintai tanah air, bangsa, dan negara; d) menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e) melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung jawab dari berbagai pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur dalam ketentuan Bab IV Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 20 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab untuk memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pengaturan mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah

9 62 tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan pemerintah tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang- Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. Pasal 26 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk: a) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

10 63 b) Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak, bakan dan minatnya; dan c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab orang tua atas anak dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak diatur dalam Bab IX Undang- Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap anak diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan, social, serta perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat. B. Perlindungan Hukum Mengenai Hak-Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan dalam Proses Peradilan. Anak dalam kehidupannya tidak lepas dari segala kesalahan-kesalahan yang dapat melibatkannya ke dalam proses hukum. Ketika terlibat masalah hukum, anak sebagai pelaku kejahatan memiliki hak-hak yang telah dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia. Seorang delinkuen sangat membutuhkan adanya perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum bagi anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara

11 64 fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dan perawatan khusus. 79 Prinsip-prinsip perlindungan tehadap anak dalam sistem peradilan pidana anak diatur oleh sejumlah konvensi Internasional dan peraturan perundang-undangan secara nasional. Berikut sejumlah konvensi internsional yang menjadi dasar atau acuan pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan atau melaksanakan peradilan anak dan menjadi standar perlakuan tehadap anak-anak yang berada dalam sistem peradilan pidana. 1. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948 yang mengatur tentang : 80 a. Setiap orang tidak boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam dengan hukuman yang menghinakan. 81 b. Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif sesuai dengan ketentuan Undang-udang yang berlaku. 82 c. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenangwenang. 83 d. Setiap orang berhak mendapatkan persamaan didengar pendapatnya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak 79 Harkristuti Harkrisnowo. (2002). Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu (dalam konteks Indonesia). Seminar keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba. Medan. Tanggal 4-5 April 2002, hlm Deklrasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human Rights), Resolusi No.217A (III) tanggal 10 Desember 1948 dalam buku Marlina.2009.Peradilan Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice). Bandung : PT Refika Aditama,hlm Ibid., pasal 5 82 Ibid., pasal 8 83 Ibid., pasal 9

12 65 memihak untuk menetapkan hak dan kewajibannya di dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan terhadapnya. 84 e. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan pelanggaran pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang-undang dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka dan diberikan segala jaminan untuk pembelaan. 85 f. Setiap orang tidak boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Convenan on civil and Political Rights) Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966 mengatur tentang: a. Setiap orang tidak boleh ditahan tanpa alasan dan menurut prosedur yang ditentukan oleh Undang-undang. 87 b. Setiap orang yang ditahan, saat penahanan harus diberitahukan alasannya dan secepat mungkin diberitahu tentang segala tuduhan terhadapnya dan diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabatnya Ibid., pasal Ibid., pasal Ibid., pasal 11 ayat 2 87 Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, Pasal 9 ayat 1 88 Ibid., Pasal 9 Ayat 2

13 66 c. Setiap orang yang ditahan atas tuduhan kejahatan secepatnya disidangkan dan diperiksa. Tidak boleh menahan seseorang sambil menunggu pemeriksaan perkara jika dapat dibebaskan atas jaminan. 89 d. Setiap orang yang ditahan berhak menuntut ke pengadilan agar segera memutuskan tentang keabsahan penahanannya dan memerintahkan pembebasannya jika penahanan tidak sah dan berhak mendapat ganti rugi. 90 e. Setiap anak yang dituduh melakukan tindak pidana, penahanannya harus dipisahkan dari tertuduh dewasa dan secepat mungkin untuk diadili. 91 b. Setiap narapidana berhak mendapatkan perbaikan dan rehabilitasi sosial. Anak pelanggar hukum dipisahkan dari orang dewasa dan diberikan perlakuan yang layak sesuai dengan usia dan status hukumnya. 92 c. Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan majelis hakim, behak atas pemeriksaan yang adil oleh majelis hakim yang berwenang, mandiri dan tidak berpihak menurut hukum. 93 d. Setiap orang yang dituduh melakukan pidana wajib dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum di sidang pengadilan. 94 e. Setiap orang dalam proses menunggu keputusan memiliki persamaan hak untuk diberi jaminan atas; 95 secepatnya diperiksa dan secara rinci diberitahu tuduhan dan alasannya dalam bahasa yang dimengerti, mendapat bantuan hukum dan penerjemah. 89 Ibid., Pasal 9 Ayat 3 90 Ibid., Pasal 9 Ayat 4 dan 5 91 Ibid., Pasal 10 Ayat 2 92 Ibid., Pasal 10 Ayat 3 93 Ibid., Pasal 14 Ayat 1 94 Ibid., Pasal 14 Ayat 2 95 Ibid., Pasal 14 Ayat 3

14 67 f. Prosedur pemeriksaan anak dibawah umur disesuaikan dengan usia dan diutamakan untuk rehabilitsi. 96 g. Setiap orang yang telah dihukum atas suatu kejahatan berhak ditinjau kembali keputusan dan hukumannya oleh majelis hakim lebih tinggi menurut hukum. 97 h. Setiap orang yang diputus bersalah oleh pengadilan, kemudian ditemukan fakta baru karena telah terjadi kesalahan penerapan hukum, maka orang tersebut harus diberikan ganti rugi menurut hukum, kecuali atas kesalahannya sendiri Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torure and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Resolusi 39/46 Tanggal 10 Desember1984, yang telah diratiikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang- Undang No.5 Tahun Beberapa pasal yang memberikan perlindungan orang yang berkonflik dengan hukum, yaitu : a. Setiap negara peserta menjamin bahwa semua perbuatan penganiayaan merupakan pelanggaran hukum pidana. 99 b. Setiap negara peserta menjamin bahwa pendidikan dan informasi mengenai larangan penganiayaan dimasukkan dalam pelatihan personel penegakan hukum, sipil atau militer, personel kesehatan, pejabat-pejabat pemerintahan, interogasi dan perlakuan terhadap 96 Ibid., Pasal 14 Ayat 4 97 Ibid., Pasal 14 Ayat 5 98 Ibid., Pasal 14 Ayat 6 99 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. Pasal 4

15 68 individu mana pun yang menjadi sasaran bentuk penangkapan apapun, penahanan atau pemenjaraan. 100 c. Setiap negara harus memasukkan larangan ini dalam peraturan atau instruksi yang dikelurkan mengenai setiap kewajiban dan fungsi orang tersebut. 101 d. Setiap negara melakukan peninjauan kembali ecara sistematis peraturan-peraturan interogasi, metode, praktik dan peraturan penahanan dan perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan/dipenjarakan dalam wilayah manapun yang berada dibawah wilayah yuridiksinya dengan tujuan mencegah setiap kasus penganiayaan. 102 e. Setiap negara peserta menjamin segera memulai penyidikan apabila ada alasan yang layak bahwa suatu perbuatan penganiayaan telah dilakukan. 103 f. Setiap negara peserta menjamin setiap individu korban penganiayaan berhak mengadukan kasusnya dengan segera dan secara adil diperiksa oleh para penguasa yang berwenang. 104 g. Setiap negara peserta menjamin dalam sistem hukumnya bahwa korban penganiayaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak mendapatkan kompensasi yang adil, termasuk sarana rehabilitasi Ibid., Pasal 10 ayat Ibid., Pasal 10 ayat Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal 14

16 69 4. Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child), Resolusi No.109 tahun Indonesi sebagai anggota PBB telah meratifikasi konvensi internasional tentang Konvensi Hak Anak melalui Keppres no.36 tahun Dengan meratifikasi ketentuan tersebut maka mewajibkan negara yang meratifikasi ketentuan untuk melaksanakan ketentun tersebut. Hak anak yang wajib diberi perlindungan oleh negara ketika anak tersebut berhadapan dengan hukum, yaitu : 106 a. Anak tidak dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atas perlakuan kejam lain yang tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan. b. Anak tidak dapat dirampas kebebasnnya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraannya sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan sebagai upaya terakhir dalam waktu sesingkat mungkin. c. Anak yang ditahan harus diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabat manusianya dan pemenuhan kebutuhannya. d. Anak yang ditahan harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga melalui surat-menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaankeadaaan luar biasa. 106 Tercemin dari ini ketentuan Konvensi Hak Anak Pasal 37,39,40.

17 70 e. Anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk mendapat penjelasan tentang penahanan terhadap dirinya di hadapan suatu pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan mendapatkan keputusan segera terhadap tindakan yang dilakukannya. f. Anak harus mendapatkan penyembuhan fisik dan psikologis dan integrasi sosial kembali oleh negra guna mengembalikan martabat anak. g. Anak tidak boleh dituduh atau disangka melanggar hukum pidana karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional pada waktu perbuatan- perbuatan itu dilakukan. h. Anak yang dituduh melanggar hukum pidana dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum. i. Anak yang dituduh melanggar hukum pidana harus diberi informasi dengan segera dan langsung tuduhan terhadap dirinya kepada orangtuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan pembelaannya. j. Proses pemeriksaan dan pengadilan terhadap anak dilakukan tanpa penundaan oleh badan yang berwenang, mandiri dan adil, dihadiri oleh bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat, kecuali demi kepentingan anak.

18 71 k. Anak tidak dipaksa memberikan kesaksian atau mengaku bersalah, untuk memeriksa para saksi yang berlawanan, dan untuk memperoleh keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atau namanya menurut syarat-syarat keadilan. l. Setiap orang yang dianggap telah melanggar hukum pidana berhak mengajukan upaya hukum untuk ditinjau kembali keputusan terhadapnya oleh penguasa lebih tinggi yang berwenang, mandiri dan adil atau oleh badan pengadilan menurut hukum. m. Anak berhak mendapat bantuan seorang penerjemah dengan cumacuma kalau anak itu tidak dapat mengerti atau berbicara dengan bahasa yang digunakan. n. Kerahasiaan seorang pelaku anak dihormati dengan sepenuhnya pada semua tingkat persidangan. 5. Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana (Resolusi No. 663 C (XXIV) Tanggal 31 Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII) Tanggal 13 Mei Menurut ketentuan tersebut ada beberapa hak yang harus diperhatikan terhadap tahanan anak, diantaranya: a. Tidak seorangpun dapat diterima dalam satu lembaga tanpa perintah pemenjaraan yang sah. 107 b. Adanya pembedaan penempatan tersangka pelaku anak di lembaga dengan klasifikasi : pria dan wanita, narapidana yang belum diadili dan narapidana yang telah terhukum, orang yang dihukum penjara karena utang dan para narapidana sipil lainnya terpisah dari orang-orang yang 107 Peraturn-peraturan Standar minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana (Resolusi `no. 663 C (XXIV) Tanggal 31 Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII) Tanggal 13 Mei Pasl 7 ayat b.

19 72 dipenjara karena alasan pelanggaran pidana, narapidana anak-anak dan narapidana dewasa. 108 c. Setiap narapidana malam hari harus masuk sel tahanan sendirian. 109 d. Setiap narapidana harus disediakan air dan peralatan toilet untuk keperluan kesehatan dan kebersihan. 110 e. setiap narapidana tidak diperkenankan memakai sendiri harus disediakan pakaian lengkap yang layak dengan iklim dan memadai untuk menjaganya dalam kesehatan yang bai dan pakaian yang diberikan tidak boleh menurunkan martabat atau menghinakan. 111 f. Setiap narapidana harus tidur terpisah dan dengan selimut yang bersih 112. g. Setiap narapidana harus diberi makanan, minuman bergizi, air minum, rekreasi dan latihan jasmani. 113 h. Petugas kesehatan secara teratur memriksa dan memberi nasihat kepada direktur lembaga pemasyarakatan. 114 i. Setiap narapidana tidak boleh dihukum dua kali atas pelanggaran yang sama dan berhak mendapat pemberitahuan atas pelanggaran yang dituduhkan kepadanya dan berhak menyampaikan pembelaan. 115 j. Hukuman badan, hukuman yang kejam tidak manusiawi atau merendahkan martabat harus dilarang sebagai hukuman untuk pelanggaran disiplin Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal 20,21 dan Ibid., Pasal Ibid., Pasal 30

20 73 k. Setiap narapidana harus diberkan informasi tertulis mengenai peraturan perlakun terhadap narapidana saat masuk lembaga mengenai kewajiban dan haknya termasuk cara penyampaian keluhan dan berkomunikasi. 117 l. Personel narapidana memiliki standar pendidikan dan kecerdasan yang memadai Peraaturan-peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi N0. 40/33, Pada prinsipnya setiap anak yang berhadapan dengan peradilan anak berhak mendapatkan perlakuan sebagai berikut : a. Pelaksanaan peradilan pidana anak harus efektif, adil, dan manusiawi tanpa adanya perbedaan dan diskriminasi. 119 b. Penentuan batas usia pertanggungjawaban pelaku anak berkisar 7 tahun hingga 18 tahun atau lebih tua. 120 c. Pelaku anak memiliki hak praduga tak bersalah, diberitahu akan tuntutannya, tetap diam, didampingi pengacara, kehadiran orang tua atau wali, menghadapi dan memeriksa silang saksi-saksi, dan naik banding ke tingkat berikutnya serta perlindungan privasi. 121 d. Pemberitahuan penangkapan anak pelaku tindak pidana secepatnya kepada orangtua atau walinya Ibid., Pasal Ibid., Pasal 35,36 dan Ibid., Pasal Baca Beijing Rules Butir ke 1, 2 dan Ibid., Butir ke Ibid., Butir ke-7 dan Ibid., Butir 10

21 74 e. Saat penangkapan pelaku anak harus dihindarkan tindakan kekerasan fisik, bahasa keras. 123 f. Anak pelaku tindak pidana diupayakan untuk dilakukan pengalihan dari proses formal ke informal oleh pihak berwenang yang berkompeten. 124 g. Penahanan sebelum keputusan pengadilan dilakukan sebagai pilihan terakhir dan dalam waktu yang singkat. 125 h. Pelaku yang berada dibawah penahanan sebelum pengadilan mempunyai hak dan mendapat jaminan pemenuhan hak. 126 i. Pelaku yang ditahan sebelum putusan pengadilan dipidahkan dari orang dewasa. 127 j. Selama proses pengadilan pelaku mempunyai hak untuk diwakili oleh seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum dengan biaya bebas. 128 k. Orang tua atau wali pelaku anak berhak ikut serta dalam proses peradilan dan berwenang untuk menghadiri persidangan demi kepentingan pelaku. 129 l. Hakim harus memperhatikan laporan penelitian dari lembaga sosial. 130 m. Hukuman sebagai upaya terakhir dan penjara terhadap anak harus dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik Ibid., 124 Ibid., Butir ke Ibid., Butir ke-13 angka Ibid., Butir ke-13 angka Ibid., Butir ke-13 angka Ibid., Butir ke-15 angka Ibid., Butir ke-15 angka Ibid., Butir ke-16 dan 21 angka Ibid., Butir ke-17 angka 1

22 75 n. Hukuman mati tidak dapat dikenakan pada setiap kejahatan apapun yang dilakukan anak. 132 o. Anak tidak boleh menjadi subjek hukuman badan dan mengupayakan tindakan alternatif sebagai hukuman. 133 p. Pihak yang berwenang secara hukum memiliki kekuasaan untuk mengakhiri proses peradilan pada setiap saat. 134 q. Pelaku anak sedapat mungkin dihindarkan dari penahanan kecuali adanya perlindungan maksimal. 135 r. Upaya menghindarkan penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan, jika terpaksa sesingkat mungkin. 136 s. Pelaku mendapatkan bantuan seperti penginap, pendidikan atau latihan ketrampilan, pekerjaan atau bantuan lain yang bersifat membantu dan praktis dengan tujuan mempermudah proses rehabilitasi. 137 t. Anak ditempatkan terpisah dengan orang dewasa di Lembaga Pemasyarakatan. 138 u. Pelanggar hukum wanita muda ditempatkan di lembaga pemasyarakatan terpisah dan patut mendapat perhatian khusus terhadap keperluan dan masalah pribadinya. 139 v. Demi kepentingan dan kesejahteraan remaja yang ditahan di lembaga pemasyarakatan, orang tua atau wali memiliki hak akses untuk mengetahuinya Ibid., Butir ke-17 angka Ibid., Butir ke-17 angka Ibid., Butir ke-17 angka 4 dan butir ke Ibid., Butir ke-17 angka 1c 136 Ibid., Butir ke-19 angka 1 dan Pasal 18 angka Ibid., Butir ke-24 dan Butir ke-26 ayat Ibid., Butir ke-26 angka Ibid., Butir ke-26 ayat 4

23 76 w. Adanya penggalangan sukarelawan dan pelayanan masyarakat dalam pembinaan anak pelaku. 141 x. Pembebasan bersyarat terhadap anak pelaku tindak pidana oleh lembaga-lembaga pemasyarakatan edini mungkin dan adanya pengawasan dan bantuan terhadap pelaku yang diberi pembebasan bersyarat Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of jevenile Deliquency, Riyadh Guidelines), Resolusi No. 45/ , antara lain : a. Keberhasilan pencegahan terhadap anak pelaku tindak pidana memerlukan upaya dari seluruh masyarakat guna menjamin perkembangan ke arah proses dewasa secara harmonis dengan menghormati dan mengembangkan kepribadian mereka sejak masa kanak-kanak. 143 b. Anak harus mempunyai peran dan kerja sama aktif dengan masyarakat dan agar tidak semata-mata menjadi objek sosialisasi atau pengawasan. 144 c. Program dan pelayanan masyarakat untuk pencegahan tindak pidana anak agar dikembangkan, terutama dalam hal badan pengawasan sosial yang resmi agar dipergunakan sebagai upaya terakhir Ibid., Butir ke-26 ayat Ibid., Butir ke Ibid., Butir ke Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nation Guidelines for the Preventive of jevenile Deliquency, Riyadh Guidelines), Resolusi No. 45/ , Butir Ibid., Butir 3.

24 77 d. Penegak hukum dan petugas lain agar dilatih untuk tanggap terhadap kebutuhan khusus anak dan semaksimal mungkin mengalihkan anak dari proses sistem peradilan pidana. 146 Secara nasional perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diatur dalam perundang-undangan Republik Indonesia, yaitu : 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 34 tentang Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. 2. Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, menentukan : a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar dan mendapatkan perlindungan dari lingkungan hidup yang membahayakan atau menghambat petumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. 147 b. Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia, antara lain menentukan bahwa: a. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan 145 Ibid., Butir Ibid., Butir Undang-undang RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Pasal Ibid., Pasal 11.

25 78 kesusilaan, serta wajib menggali nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. 149 b. Jaksa harus jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela, tidak menerima secara langsung atau tidak langsung sesuatu pemberiaan dari siapa pun Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Perlindungan dalam proses sistem peradilan pidana, yaitu: a. Aparat penegak hukum yang khusus seperti, penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak, dan hakim kasasi anak. 151 b. Pemeriksaan perkara anak dilakukan secara tertutup. 152 c. Pidana penjara, kurungan, denda yang akan dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara orang dewasa, jika tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, maka pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 10 tahun. 153 d. Pengawasan tertinggi sidang anak Mahkamah Agung. 154 e. Putusan pengadilan mengenai perkara anak nakal yang telah mempeoleh kekuatan hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh anak dan orangtua atau wali, orangtua asuh ataua penasihat hukumnya kepada Mahkamah Agung sesuai UU yang berlaku. 155 f. Bentuk hukuman yang dapat dijatuhka kepada anak nakal ialah hukuman pidana dan tindakan. Hukuman pidana ialah pidana pokok seperti pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan, sedangkan pidana tambahan adalah perampasan barang tertentu atau pembayaran ganti rugi. Tindakan berupa: dukembalikan kepada orangtua, 149 Undang-undang RI No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan Republik Indonesia, Pasal Ibid., Pasal Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 ayat 5,6,7,8, Ibid., Pasal 8 ayat Ibid., Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 27 dan Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal 20.

26 79 wali atau orangtua asuh, menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau, menyerahkan kkepada departemen sosial kemasyarakatan yang bergerak di biang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. 156 g. Pidana penjara dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ dari maksimum pidana penjara bagi orang dewasa. Apabila tindakan pidana yang dilakukan diancam dengan hukuman mati atau pidana seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan paling lama 10 tahun. Jika anak belum berusia 12 tahun melakukannya, maka kepadanya hanya dijatuhkan tindakan diantaranya mengembalikan kepda orangtua, wali atau orangtua asuh, menyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja atau menyerahkan kepada departemen sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. 157 h. Pemeriksaan tersangka anak harus dengan suasana kekeluargaan, meminta pertimbangan/saran pembimbing kemasyarakatan dan ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. Selama proses berlangsung dihindarkan dari publikasi. 158 i. Penahanan boleh dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan anak dan masyarakat, tempat penhanan harus dipisahkan dari tempat tahanan dewasa dan selama dalam penahanan pihak kepolisian harus tetap menjamin kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak. 159 j. Anak yang ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum, dan hal itu harus diberitahukan oleh pejabat sejak awal anak tersebut ditangkap atau ditahan kepada orangtua tersangka/wali atau orangtua asuhnya Ibid., Pasal 23, an Ibid., Pasal 26 ayat 3 dan Ibid., Pasal 42 ayat 1, 2, dan Ibid., Pasal 45 ayat 1, 2, 3 dan Ibid., Pasal 51 ayat 1 dan 2.

27 80 k. Anak didik pemasyarakatan harus dalam lembaga pemasyarakatan anak, selama dalam lembaga tersebut anak berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 161 l. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 tahun dan dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan dan berstatus sebagai klien pemasyarakatan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, memuat beberapa perlindungan terhadap orang-orang yang berkonflik, yaitu: a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. 163 b. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. 164 c. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiannya di depan hukum. 165 d. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak. 166 e. Setiap orang yang termasuk kelompok yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya Ibid., Pasal 60 ayat 1 dan Ibid., Pasal Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 Ayat 2` 164 Ibid., Pasal 3 Ayat Ibid., Pasal 5 Ayat Ibid., Pasal 5 Ayat Ibid., Pasal 5 Ayat 3.

28 81 f. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili dengan proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. 168 g. Setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 169 h. Setiap orang tidak boleh dituntut hukuman atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindakan itu dilakukannya. 170 i. Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka nerlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka. 171 j. Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 172 k. Setiap orang tidak dpat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuaatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 173 l. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apa pun diancam dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayan milik yang bersalah Ibid., Pasal Ibid., Pasal 18 Ayat Ibid., Pasal 18 Ayat Ibid., Pasal 18 Ayat Ibid., Pasal 18 Ayat Ibid., Pasal 18 Ayat Ibid., Pasal 19 Ayat 1.

29 82 m. Tidak ada seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang-piutang. 175 n. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. 176 o. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidk dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. p. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. q. Penangkapan, penahanan atau pidana pejara anak dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dilaksanakan sebagai upaya terakhir. r. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mandapatkan perlakuan secara manusiawi dan memperoleh pemenuhan kebutuhan untuk pengembangan pribadi sesuai dengan usianya kecuali demi kepentingan. s. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum. t. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan. u. Pengadilan anak dilaksanakan secara objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup. 175 Ibid., Pasal 19 Ayat Ibid., Pasal 66

30 83 6. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, antara lain memuat ketentuan: a. Dalam menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, kepolisian negara RI berwenang untuk, melakukan peangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi dan mengadakan penghentian penyidikan. 177 b. Tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut yaitu pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati hak asasi manusia. 178 c. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat kepolisian senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia Undang-undang No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak. Menurut UU Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 180 Pihak yang memberikan perlindungan kepada anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua. 181 Berikut beberapa hak anak yang dimuat dalam ketentuan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu: a. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. 182 Ayat Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal Ibid., Pasal 16 Ayat Ibid., Pasal Undang-undang No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 Ayat Ibid., Pasal 20.

31 84 b. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. 183 c. Penngkpn, penhanan atau tindakan pidana penjara terhadap anak hanya boleh dilakukan apabila tidak ada upaya terakhir lagi dan harus dipisahkan dari orang dewasa. 184 d. Anak yang terpaksa harus dipidana penjara tetap berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan harus dipisahkan dari orang dewasa. 185 e. Anak yang terlibat tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum untuk setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. 186 f. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati dan menjamin hak asasi anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan atau mental. 187 g. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak, dan menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dan negara juga menjadi pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. 188 h. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan tersebut meliputi perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, tersedianya petugas pendamping khusus anak, penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan terbaik buat anak, pemantauan dan pencatatan tentang perkembangan anak Ibid., Pasal 16 Ayat Ibid., Pasal 16 Ayat Ibid., Pasal 19 Ayat Ibid., Pasal 17 Ayat 1a. 186 Ibid., Pasal 17 Ayat 1b. 187 Ibid., Pasal Ibid., Pasal Ibid., Pasal 64.

32 85 8. Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. 190 Dalam sistem peradilan anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif 191. Dalam sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan diversi. 192 Diversi bertujuan 193 : a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif 194. Menurut Antonio M. Platt Prinsip dari perlindungan terhadap anak adalah 1. Anak harus dipisahkan dari pengaruh kerusakan dari penjahat dewasa. 2. Anak nakal harus dijauhkan dari lingkungannya yang kurang baik dan diberi perlindungan yang baik. Anak harus dijaga dengan paduan cinta dan bimbingan. 3. Perbuatan anak nakal harus diupayakan untuk tidak dihukum, kalaupun dihukum harus dengan ancaman hukuman minimal dan bahkan penyidikn tidak diperlukan karena terhadap anak harus diperbaiki bukan dihukum. 195 : 190 Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Pasal Ibid., Pasal 5 Ayat Ibid., Pasal 5 Ayat Ibid., Pasal Ibid., Pasal Marlina I. Op.Cit., hlm. 142.

33 86 4. Terhadap anak nakal tidak ditentukan hukuman baginya, karen menjaadi narapidana akan membuat perjalanan hidupnya sebagai mantan orang hukuman. 5. Hukuman terhadap anak hanya dijalankan jika tidak ada lagi cara lain yang lebih baik dijalankan. 6. Penjara terhadap anak dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik yang buruk. 7. Program perbaikan yang dilakukan lebih bersifat keagamaan, pendidikan, pekerjaan, tidak melebihi pendidikan dasar. 8. Terhadap narapidana anak diberi pengajaran yang lebih baik menguntungkan dan terarah pada keadaan dunia luar. C. Penyelesaian perkara pidana oleh Anak tanpa melalui proses peradilan. Penyelesaian perkara pidana oleh anak tanpa melalui proses peradilan di Indonesia memiliki 2 konsep yaitu : a. Konsep Diversi Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak. Untuk melakukan perlindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana, maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik untuk anak. Berdasaran pikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan. Jack E. Bynum dalam bukunya Juvenile Delinquency a Sociological Approach menyatakan Diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful offender from the juvenile justice system (Diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan

34 87 untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari system peradilan pidana) 196. Pengertian diversi juga dimuat dalam United Nation Standart Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan butir 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses pelimpahan anak yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik pemerintah atau non pemerintah. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus-kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum. Menurut pendapat Peter C. Kratcoski, ada tiga jenis pelaksanaan program diversi yang dapat dilaksanakan yaitu 197 : a) Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat. b) Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. c) Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku. 196 Marlina, Diversi dan Restorative Justice sebagai Alternatif Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, dalam Mahmul Siregar dkk, Pedoman Praktis Melindungi Anak dengan Hukum Pada Situasi Emergensi dan Bencana Alam, Pusat kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Medan, 2007, hal. 83.(Selanjutnya disebut Marlina II) 197 Ibid.,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati PERLINDUNGAN ANAK Anak UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Seseorang yang belum berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul) WAWANCARA Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul) Terwawancara : AKP Sri Pamujiningsih (Kanit dan Penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Utara. A. Wawancara dengan unit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA Penulis: Dr. Nandang Sambas, S. H., M.H. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis,

Lebih terperinci

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Latar Belakang UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1), yang

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SALINAN Menimbang : BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa anak adalah anugerah dan

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci