FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI INTERNAL DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DWINDA LARASATI WIDYAPUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI INTERNAL DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DWINDA LARASATI WIDYAPUTRI"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI INTERNAL DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DWINDA LARASATI WIDYAPUTRI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi Internal di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Dwinda Larasati Widyaputri NIM H

4 ABSTRAK DWINDA LARASATI WIDYAPUTRI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi Internal di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI. Migrasi merupakan fenomena yang terjadi akibat adanya disparitas antar daerah. Banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan migrasi, salah satunya karena perekonomian di daerah tersebut dan tersedianya lapangan pekerjaan. Arus migrasi masuk di Indonesia cenderung terpusat pada daerahdaerah berpendapatan tinggi, padahal tingkat pengangguran di daerah tersebut juga tinggi, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan beberapa provinsi lainnya. Salah satu upaya untuk mengurangi jumlah migrasi adalah dengan melakukan otonomi daerah. Adanya otonomi daerah ini memberikan kesempatan bagi masing-masing daerah untuk membangun daerahnya sendiri, sehingga diharapkan dapat mengatasi disparitas antar daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor pendorong dan faktor penarik yang memengaruhi migrasi internal di Indonesia sebelum dan setelah otonomi daerah. Metode yang digunakan adalah model ekonometrika dengan data panel. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa variabel yang dianalisis yaitu PDRB per kapita, upah minimum, penduduk tamatan pendidikan tinggi dan menengah berpengaruh positif terhadap migrasi. Sementara itu jumlah pengangguran dan dummy otonomi daerah berpengaruh negatif terhadap migrasi. Berdasarkan hasil estimasi model, adanya otonomi daerah dapat mengurangi jumlah migrasi masuk. Kata kunci : migrasi, PDRB per kapita, pengangguran, otonomi daerah, data panel ABSTRACT DWINDA LARASATI WIDYAPUTRI. The Factors Affecting Internal Migration in Indonesia Before and After Regional Autonomy. Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI Migration is a phenomenon that occurs due to regional disparities. Many of the factors drive a person to do the migration, such as the economic growth in the region and the availability of jobs. Migration flows in Indonesia tend to be concentrated in high-income areas, while the unemployment rate is also high in the area, such as DKI Jakarta, West Java, and some other provinces. One effort to reduce the amount of migration is to perform regional autonomy. This regional autonomy provides an opportunity for each region to build their own country, which is expected to overcome regional disparities. This study aims to analyze the factors that push and pull factors affecting internal migration in Indonesia before and after the regional autonomy. The method used is the econometric model with panel data. The estimation of the model showed that variables were analyzed, namely GDP per capita, minimum wages, and population of secondary and higher education graduates, positively influence migration. Meanwhile, unemployment and dummy of regional autonomy negatively influence migration. Based on the estimation of the model, regional autonomy can reduce the amount of migration. Keywords : migration, GDP per capita, unemployment, regional autonomy, panel data

5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI INTERNAL DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DWINDA LARASATI WIDYAPUTRI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi Internal di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Nama : Dwinda Larasati Widyaputri NIM : H Disetujui oleh Dr. Yeti Lis Purnamadewi Pembimbing Diketahui oleh Dr. Dedi Budiman Hakim Ketua Departemen Tanggal lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah migrasi, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi Internal di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Namun pada akhirnya, karya ilmiah ini berhasil penulis selesaikan atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc, Agr selaku dosen pembimbing atas saran dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan karya ilmiah ini. 2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si., selaku dosen penguji utama dan Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku penguji komisi pendidikan atas kritik dan masukan yang positif dalam penyempurnaan penulisan. 3. Seluruh dosen dan staff Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 4. Ibunda tercinta, Enny Andrias atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. Serta kakak dan adik yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 5. Sahabat seperjuangan, Farah Meiska, Andrian TS, Tiara Natalia dan Adini atas dukungan serta saran dan kritik yang diberikan. 6. Sahabat sekaligus keluarga Dramaga Cantik, Niken Larasati, Listya Purnamasari, Titiek Ujianti dan Ratu Sarah atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. 7. Sahabat tercinta, Perdana Kumara, Distia Auliandyni, Galuh Raga serta teman-teman Ilmu Ekonomi 46 lainnya atas kebersamaan, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Dwinda Larasati Widyaputri

9 vi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup Penelitian 9 TINJAUAN PUSTAKA 9 Definsi, Konsep, dan Model Migrasi 9 Konsep Otonomi Daerah dan Kaitannya dengan Migrasi 13 Model Pertumbuhan Ekonomi 15 Penelitian Terdahulu 20 Kerangka Pemikiran 21 Hipotesis 23 METODE PENELITIAN 23 Jenis dan Sumber Data 23 Metode Analisis 24 Perumusan Model 25 Pemilihan Model Data Panel 26 Uji Asumsi Model 27 Definisi Operasional Variabel 28 GAMBARAN UMUM 29 Kondisi Geografis dan Kependudukan Indonesia 29 Kondisi Migrasi Internal di Indonesia 31 Kondisi Perekonomian 32 Kondisi Angkatan Kerja 33 Kondisi Upah 36 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 Perkembangan Migrasi Internal di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah 39 Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi keluar 44 Faktor-faktor yang Memengaruhi Migrasi Masuk di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah 47 SIMPULAN DAN SARAN 51 Simpulan 51 Saran 52 DAFTAR PUSTAKA 52 LAMPIRAN 55 RIWAYAT HIDUP 62

10 vii DAFTAR TABEL 1 Produk Domestik Regional Bruto dan Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita atas dasar harga konstan 2000 menurut provinsi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut provinsi, Kerangka identifikasi autokorelasi 28 4 Jumlah kepadatan penduduk tiap provinsi (km 2 ) 30 5 Jumlah migran masuk seumur hidup dan migran keluar menurut pulau tahun Persentase migran seumur hidup menurut usia dan jenis kelamin 32 7 Produk Domestik Bruto (PDRB) Indonesia menurut lapangan usaha tahun Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan tahun Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan tahun Jumlah migrasi masuk seumur hidup tahun Jumlah migrasi masuk seumur hidup tahun Persentase migran neto tahun Hasil uji normalitas model faktor-faktor yang memengaruhi migrasi Korelasi antar variabel model persamaan migrasi Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi migrasi masuk sebelum dan setelah otonomi daerah 49 DAFTAR GAMBAR 1 Migrasi masuk seumur hidup beberapa provinsi di Indonesia 2 2 Persentase migran seumur hidup tahun Kurva fungsi produksi 16 4 Pertumbuhan populasi dalam model Solow 18 5 Dampak pertumbuhan populasi terhadap perekonomian 19 6 Kerangka pemikiran 22 7 Jumlah penduduk Indonesia 29 8 Upah nominal pekerja produksi/pelaksana menurut lapangan usaha tahun 2007, Perkembangan rata-rata upah minimum seluruh provinsi Indonesia sebelum otonomi daerah Perkembangan rata-rata upah minimum seluruh provinsi Indonesia setelah otonomi daerah Tren persentase migran seumur hidup Persentase migran keluar seumur hidup tahun

11 viii DAFTAR LAMPIRAN 1 Upah Minimum Nominal dan Riil Menurut Provinsi Tahun Hasil Estimasi Model Pooled Least Square 56 3 Hasil Estimasi Model Fixed Effect 57 4 Hasil Estimasi Model Random Effect 58 5 Hasil Uji Chow dan Uji Hausman 59 6 Hasil Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas 60 7 Cross Section Effect Model Migrasi 61

12

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perbedaan luas wilayah dan karakteristik masing-masing daerah di Indonesia menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Hal ini juga tentunya dipengaruhi oleh faktor lain seperti potensi daerah, tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya dan lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di daerah lain biasanya menyebabkan terjadinya migrasi antar daerah. Migrasi merupakan perpindahan seseorang dari suatu daerah ke daerah lain, baik dari desa ke kota ataupun sebaliknya, secara permanen. Meningkatnya arus migrasi penduduk ini tentunya dipengaruhi banyak hal, seperti kondisi perekonomian di daerah tersebut, ketersediaan lapangan pekerjaan, upah minimum regional, daya tarik kota, serta kehidupan yang lebih modern. Tingginya jumlah migran yang masuk setiap tahunnya tentu menimbulkan dampak tersendiri bagi suatu daerah seperti masalah kepadatan penduduk, kemacetan, berkurangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan dan masih banyak dampak yang lainnya. Seseorang dikatakan sebagai migran seumur hidup jika provinsi atau kabupaten/kota tempat lahirnya berbeda dengan provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggal sekarang. Sementara itu, seseorang dikatakan sebagai migran risen apabila provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggal 5 tahun lalu berbeda dengan provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggal sekarang. (BPS, 2010) Beberapa daerah di Indonesia menjadi tempat tujuan penduduk untuk melakukan migrasi, seperti DKI Jakarta yang merupakan Ibukota, Provinsi Riau, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Lampung yang memiliki jumlah migran masuk paling besar. Jumlah migrasi ini juga terus mengalami peningkatan pada tahuntahun berikutnya. Gambar 1 menunjukkan arus migrasi masuk seumur hidup ke beberapa provinsi di Indonesia. Apabila diurutkan maka provinsi yang memiliki jumlah migran masuk terbesar adalah Jawa Barat, disusul kemudian DKI Jakarta, Riau, Lampung, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan. Keenam provinsi ini memiliki jumlah migrasi masuk yang lebih besar apabila dibandingkan dengan rata-rata migrasi masuk Indonesia. Tidak hanya itu, jumlah migran yang masuk ke provinsi-provinsi tersebut juga melebihi jumlah migran yang keluar dari provinsiprovinsi tersebut. Berdasarkan data yang tersaji pada Gambar 1, di tahun 1971 jumlah migran masuk ke provinsi Riau dan Kalimantan Timur masih lebih rendah dibandingkan jumlah migran masuk rata-rata Indonesia, namun setelah tahun 1980 jumlah migran masuk keenam provinsi ini terus melebihi jumlah migran masuk rata-rata Indonesia hingga tahun Hal ini menunjukkan bahwa keenam provinsi inilah yang menjadi tujuan utama penduduk melakukan migrasi. Jumlah migrasi masuk sampai tahun 2010 paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, namun apabila dilihat dari persentasenya, provinsi dengan persentase migrasi masuk paling tinggi adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Lampung. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan persentase migran seumur hidup terhadap jumlah penduduk masing-masing provinsi pada tahun Provinsi-provinsi yang memiliki persentase migran masuk seumur hidup paling tinggi adalah DKI Jakarta yaitu 42,5 persen,

14 2 Kalimantan Timur yaitu 36,8 persen, Riau yaitu 34,5 persen dan Banten yaitu 26 persen. Berdasarkan gambar, provinsi-provinsi ini memiliki jumlah persentase migran masuk yang lebih besar daripada jumlah persentase migran keluar. Artinya provinsi-provinsi tersebut memang menjadi tempat tujuan paling banyak untuk bermigrasi. Sementara itu di provinsi-provinsi lainnya, seperti Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan, persentase jumlah migran keluar justru melebihi persentase migran masuk. Sehingga ada kemungkinan bahwa tingginya persentase migrasi masuk di sejumlah provinsi tertentu berasal dari provinsi-provinsi tersebut yang memiliki persentase jumlah migrasi keluar paling tinggi. 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Tahun Lampung Riau DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan Timur Sumatera Selatan Rata-rata Indonesia Sumber : BPS, 2010 (diolah) Gambar 1 Migrasi masuk seumur hidup beberapa provinsi di Indonesia Menurut Todaro dan Smith (2006), pada awalnya para ekonom memandang migrasi sebagai suatu hal yang positif dalam pembangunan. Migrasi internal (migrasi antar daerah dalam satu negara) dianggap sebagai proses alamiah yang akan menyalurkan surplus tenaga kerja di daerah-daerah perdesaan ke sektor industri modern di kota-kota yang daya serapnya lebih tinggi. Proses ini dipandang positif secara sosial, karena memungkinkan berlangsungnya suatu pergeseran sumber daya manusia dari tempat-tempat yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi lain yang produk marjinalnya tidak hanya positif tetapi juga akan terus meningkat sehubungan dengan adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Kenyataannya, tingkat migrasi di negara-negara berkembang saat ini, seperti Indonesia salah satunya, telah jauh melampaui tingkat penciptaan atau penambahan lapangan pekerjaan, sehingga migrasi yang saat ini berlangsung sedemikian deras telah jauh melampaui daya serap sekor-sektor industri maupun jasa-jasa pelayanan sosial yang ada di daerah-daerah perkotaan. Dengan demikian, fenomena migrasi tidak bisa lagi dipandang sebagai suatu hal yang positif untuk mengatasi permintaan tenaga kerja di daerah perkotaan. Sebaliknya, sekarang migrasi justru menyebabkan surplus tenaga kerja di perkotaan secara berlebihan sehingga memperburuk masalah pengangguran di daerah perkotaan.

15 3 Migrasi yang semula dianggap sebagai transfer tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan atau dari suatu provinsi ke provinsi lainnya, justru berdampak pada aspek lainnya seperti perekonomian dan masalah kependudukan. Tingginya tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di berbagai daerah salah satunya disebabkan oleh migrasi, sehingga perlu adanya kebijakan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan mengatasi jumlah migrasi yang berlebihan di sejumlah provinsi. Sumber : BPS (2010) Gambar 2 Persentase migran seumur hidup tahun 2010 Tingginya arus migrasi yang masuk dipengaruhi oleh kondisi perekonomian daerah. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, tetapi juga pada daerah yang memiliki pendapatan per kapita di bawah rata-rata Indonesia. Tabel 1 menunjukkan jumlah PDRB di masing-masing provinsi di Indonesia. Berdasarkan data yang tersaji pada tabel, provinsi dengan nilai PDRB tertinggi adalah DKI Jakarta yaitu sebesar miliar rupiah pada tahun 2011, disusul kemudian provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Provinsi DKI Jakarta juga merupakan salah satu provinsi yang memiliki PDRB per kapita tertinggi. Dengan kondisi demikian, maka jelaslah bahwa Provinsi DKI Jakarta menjadi tempat tujuan utama penduduk melakukan migrasi. Hal yang sama juga dialami oleh provinsi-provinsi lainnya seperti Kalimantan Timur, Riau dan Kepulauan Riau. Provinsi-provinsi ini memiliki jumlah PDRB per kapita yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan provinsiprovinsi lainnya, dengan PDRB yang meningkat setiap tahunnya dan jumlah PDRB per kapita yang melebihi PDRB per kapita Indonesia, yaitu sebesar ribu rupiah di tahun Sehingga jelas membuat provinsi-provinsi ini menjadi tempat tujuan utama penduduk bermigrasi.

16 4 Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto dan Produk Domestik Regional Bruto per kapita atas dasar harga konstan 2000 menurut provinsi, PROVINSI PDRB ADHK 2000 (Miliar Rupiah) PDRB Per Kapita ADHK 2000 (Ribu Rupiah) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat INDONESIA Sumber : BPS (2011) Provinsi yang menjadi tujuan bermigrasi tidak hanya provinsi-provinsi yang maju saja. Apabila dilihat dari persentase jumlah migrasi masuknya, Provinsi Lampung juga termasuk salah satu yang memiliki persentase yang tinggi, begitu juga dengan Provinsi Jambi dan Kalimantan Tengah. Padahal provinsi-provinsi tersebut memiliki PDRB per kapita yang berada di bawah PDRB per kapita Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya provinsi maju saja yang menjadi tujuan utama bermigrasi melainkan ada daya tarik lain dari setiap provinsi yang membuat penduduk bermigrasi ke provinsi tersebut. Pada tahun 2001, pemerintah membuat suatu kebijakan baru yaitu otonomi daerah. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

17 5 perundang-undangan. Adanya otonomi daerah ini bertujuan agar masing-masing daerah memiliki kewenangan untuk membangun daerahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Selain itu pelaksanaan otonomi daerah sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga sebagai salah satu upaya pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah. Hal ini sebenarnya dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya program-program baru pemerintah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan. Pelaksanaan otonomi daerah ini memberikan keuntungan sendiri bagi suatu daerah dimana pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan sehingga migrasi keluar dapat dicegah. Pada hakekatnya, migrasi merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Meningkatnya jumlah migran masuk ke beberapa provinsi di Indonesia, tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu tujuan seseorang melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik. Apabila migran yang masuk memiliki kualitas dan kapabilitas yang baik, hal ini dapat menambah jumlah tenaga kerja yang produktif di provinsi tersebut. Dengan produktivitas tenaga kerja yang meningkat tentunya akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PDRB tidak hanya didukung oleh hasil alam tetapi juga bagaimana pengolahan dan produktivitas tenaga kerjanya. Hal ini akan membawa dampak yang positif bagi provinsi-provinsi yang `menjadi tempat tujuan bermigrasi. Namun di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk juga dapat mengurangi kesempatan kerja. Apabila pertumbuhan penduduk telah melampaui ketersediaan lapangan pekerjaan, tentunya hal ini akan memperburuk masalah pengangguran. Perumusan Masalah Migrasi merupakan fenomena perpindahan penduduk yang terjadi karena adanya disparitas antar daerah. Jumlah migrasi yang semakin meningkat menyebabkan masalah kepadatan penduduk bagi suatu daerah. Banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan migrasi, salah satunya karena pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan tersedianya lapangan pekerjaan. Beberapa provinsi yang memiliki pendapatan per kapita tertinggi memang menjadi tempat tujuan utama bermigrasi, seperti DKI Jakarta yang merupakan peringkat pertama dengan pendapatan per kapita sebesar ribu rupiah di tahun 2011, kemudian Kalimantan Timur dengan peringkat ke dua yaitu pendapatan per kapita sebesar ribu rupiah, dan Kepulauan Riau yang berada pada peringkat ke tiga dengan pendapatan per kapita sebesar ribu rupiah. Namun jumlah migrasi masuk yang terus meningkat juga dialami oleh provinsi-provinsi lain yang pendapatan per kapitanya di bawah pendapatan per kapita Indonesia, seperti Provinsi Lampung, Jambi, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah. Apabila dilihat dari persentase jumlah migrasi masuk, provinsi-provinsi ini memiliki persentase yang cukup tinggi. Padahal provinsiprovinsi ini memiliki pendapatan per kapita yang berada di bawah rata-rata

18 6 Indonesia. Provinsi Jambi memiliki persentase jumlah migrasi masuk sebesar 23,9 persen sementara pendapatan per kapita hanya ribu rupiah. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki persentase jumlah migrasi masuk sebesar 23,8 persen sementara pendapatan per kapita juga masih berada dibawah rata-rata Indonesia yaitu ribu rupiah. Begitu juga dengan provinsi lainnya yang memiliki pendapatan per kapita rendah namun tetap menjadi tempat tujuan migrasi. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan suatu daerah bukanlah alasan utama mengapa penduduk bermigrasi, melainkan ada faktor-faktor lainnya. Apabila dilihat berdasarkan perkembangan migrasi masuk dari tahun ke tahun, jumlah migrasi cenderung terus meningkat di beberapa daerah yang merupakan daerah dengan pendapatan per kapita tertinggi. Setelah diberlakukannya kebijakan desentralisasi yaitu otonomi daerah, seharusnya masing-masing daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga jumlah migrasi keluar dapat ditekan. Namun ternyata beberapa daerah maju tetap menjadi tujuan utama migrasi sementara daerah-daerah lain tetap ditinggalkan penduduknya meskipun daerah tersebut sudah mengalami peningkatan ekonomi melalui adanya otonomi daerah. Meningkatnya jumlah migrasi tidak hanya menimbulkan masalah kepadatan penduduk melainkan juga menimbulkan masalah pengangguran, karena penduduk asli harus bersaing dengan penduduk migran untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Berdasarkan data dari BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT) beberapa provinsi di Indonesia memang mengalami penurunan, tetapi tingkat pengangguran yang masih di atas rata-rata Indonesia tidak menghalangi niat penduduk untuk bermigrasi ke daerah tersebut. Tabel 2 menjelaskan besarnya tingkat pengangguran masing-masing provinsi di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS, provinsi yang memiliki tingkat pengangguran paling tinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Timur. Apabila dilihat, daerah-daerah ini merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang besar. Kalimantan Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, meskipun merupakan provinsi dengan pertumbuhan PDRB yang tinggi dan menjadi salah satu tempat tujuan untuk bermigrasi, namun masih memiliki tingkat pengangguran yang tinggi. Berdasarkan data yang tersaji dalam tabel, tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan Timur pada tahun 2012 sebesar 9.2 persen, sementara itu DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki tingkat pengangguran terbuka sebesar persen dan 9.8 persen, angka ini melebihi tingkat pengangguran terbuka Indonesia yaitu sebesar 6.32 persen. Dari seluruh provinsi di Indonesia, provinsi yang memiliki tingkat pengangguran terbuka paling tinggi adalah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, disusul kemudian Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Tingkat pengangguran di beberapa provinsi ini memang mengalami penurunan, tapi angka ini masih berada di atas tingkat pengangguran Indonesia dan masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya secara keseluruhan. Sementara itu jumlah migrasi yang masuk ke provinsi-provinsi tersebut terus meningkat setiap tahunnya, walaupun tingkat pengangguran masih tinggi.

19 7 Tabel 2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut provinsi, Provinsi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber : Statistik Indonesia (2012) Jumlah PDRB yang tinggi mampu menarik minat penduduk untuk bermigrasi, sehingga jumlah migrasi yang masuk meningkat setiap tahunnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan jumlah penduduk ini akan berpengaruh pada tingkat pengangguran. Kondisi yang terjadi di beberapa provinsi di Indonesia, meskipun jumlah PDRB meningkat setiap tahunnya dan

20 8 memiliki pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, namun tingkat penganggurannya masih cukup tinggi. Sebaliknya, provinsi yang memiliki tingkat pengangguran rendah tapi memiliki PDRB yang juga rendah tetap menjadi tempat tujuan migrasi. Jumlah migrasi ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun pada beberapa provinsi di Indonesia. Salah satu upaya untuk menekan jumlah migrasi yang berlebihan di beberapa daerah adalah dengan mengurangi disparitas antar daerah. Kebijakan otonomi daerah di tahun 2001, memberikan kewenangan kepada masing-masing daerah untuk membangun daerahnya sendiri, hal ini dilakukan sebagai upaya pengembangan daerah yang lebih terfokus. Apabila pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah dapat berjalan dengan seimbang sehingga tidak ada kesesnjangan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Adanya otonomi daerah seharusnya dapat dijadikan suatu langkah untuk mencegah penduduk meninggalkan daerah asalnya, karena penduduk tidak perlu mencari kesejahteraan di tempat lain. Namun ternyata setelah adanya otonomi daerah, arus migrasi tetap meningkat dan terpusat pada daerah-daerah tertentu saja. Dengan demikian dapat dirumuskan suatu masalah, yaitu : 1. Bagaimana perkembangan migrasi internal di Indonesia sebelum dan setelah adanya otonomi daerah dan apa saja yang menjadi faktor pendorong migrasi keluar? 2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi migrasi masuk di Indonesia sebelum dan setelah adanya otonomi daerah? Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dibahas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Mengkaji perkembangan migrasi internal di Indonesia sebelum dan setelah adanya otonomi daerah dan menganalisis faktor pendorong migrasi keluar. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi migrasi masuk di Indonesia sebelum dan setelah adanya otonomi daerah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang terkait. Manfaat tersebut antara lain : 1. Bagi Pemerintah atau instansi pengambilan keputusan terkait, diharapkan dapat memberi masukan dan bahan pertimbangan untuk perencanaan dan pembangunan yang terkait dengan jumlah migrasi masuk yang cenderung terpusat pada beberapa daerah serta masalah pengangguran di beberapa provinsi di Indonesia. 2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi tempat untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan menambah pengalaman.

21 9 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berkisar pada jumlah migrasi masuk dan keluar di Indonesia pada saat sebelum dan setelah adanya otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini kemudian akan dihubungkan dengan kondisi migrasi yang terjadi di masing-masing provinsi. Jumlah provinsi yang digunakan sebagai objek pengamatan adalah sebanyak 25 provinsi berdasarkan kelengkapan data yang ada. Kurun waktu penelitian adalah tahun 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2010 yang dibagi dalam dua periode yaitu periode sebelum otonomi daerah, tahun 1990 dan 1995, serta periode setelah otonomi daerah yaitu tahun 2000, 2005 dan Migrasi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pendapatan per kapita, pengangguran dan tingkat upah. Hal tersebut dapat menjadi faktor pendorong ataupun faktor penarik migrasi. Perkembangan migrasi dan faktor-faktor yang memengaruhi migrasi keluar dianalisis secara deskriptif, sementara itu analisis kuantitatif digunakan hanya untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi migrasi masuk, karena data-data variabel yang digunakan terkait dengan faktor yang dapat memengaruhi migrasi masuk. Hal ini juga untuk membuktikan apakah variabel-variabel yang menjadi faktor penarik berdasarkan teori tersebut dapat memengaruhi migrasi secara signifikan. TINJAUAN PUSTAKA Definisi, Konsep dan Model Migrasi Migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu daerah ke daerah lain. Menurut Rusli (1994), migrasi adalah suatu gerak penduduk secara geografis, spasial atau territorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Sedangkan definisi migrasi menurut Munir (2000) adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara. Menurut BPS (2010) migrasi dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu 1) Migrasi Seumur Hidup dan 2) Migrasi Risen. Seseorang dikategorikan sebagai migran seumur hidup jika provinsi atau kabupaten/kota tempat lahirnya berbeda dengan provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggal sekarang (pada waktu sensus). Sedangkan, seseorang dikategorikan sebagai migran risen jika provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggal lima tahun yang lalu berbeda dengan provinsi atau kabupaten/kota tempat tinggal sekarang (pada waktu sensus). Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu pula. Batas wilayah umumnya dipergunakan batas administrasi misalnya : propinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan. Secara operasional,

22 10 migrasi dapat diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu. Seseorang dapat disebut sebagai seorang migran, apabila orang tersebut melintasi batas wilayah administrasi dan lamanya bertempat tinggal di daerah tujuan minimal enam bulan (Mantra, 1984). Migrasi dapat dibedakan berdasarkan jangkauan kepindahannya, yaitu migrasi lokal atau internal dan migrasi internasional. 1. Migrasi lokal Migrasi lokal/nasional adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam satu negara. Bentuk-bentuk migrasi lokal dapat dibedakan, menjadi berikut ini a). Sirkulasi Sirkulasi merupakan bentuk perpindahan penduduk tidak menetap, namun ada juga yang menetap atau tinggal untuk sementara waktu di daerah tujuan. Sirkulasi umumnya dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di luar daerah tempat tinggalnya sehingga kadang perlu menetap. Seseorang yang melakukan sirkulasi harian disebut juga dengan commuter. b). Urbanisasi Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota dalam satu pulau. Urbanisasi pada umumnya bersifat menetap, sehingga dapat memengaruhi jumlah penduduk kota yang dituju ataupun jumlah penduduk di desa yang ditinggalkan. c). Ruralisasi Ruralisasi adalah kebalikan dari urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa. Ruralisasi pada umumnya banyak dilakukan oleh mereka yang dulu pernah melakukan urbanisasi, namun banyak juga pelaku ruralisasi yang merupakan orang kota asli. d). Transmigrasi Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari daerah atau pulau yang padat penduduknya ke daerah (pulau) yang berpenduduk jarang. Pelaku transmigrasi disebut dengan transmigran. 2. Migrasi Internasional Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk antarnegara. Migrasi internasional terjadi karena beberapa hal, antara lain, karena terjadi peperangan, bencana alam, atau untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Migrasi internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imigrasi dan emigrasi. a). Imigrasi adalah masuknya penduduk dari luar negeri ke dalam negeri untuk tujuan menetap. Pelaku imigrasi disebut dengan imigran. b). Emigrasi yaitu perpindahan penduduk dari dalam negeri ke luar negeri untuk tujuan menetap. Pelaku emigrasi disebut dengan emigran. Menurut Lee (1966) migrasi dalam arti luas adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Disini tidak ada pembatasan, baik pada jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah perbedaan itu bersifat sukarela atau terpaksa. Jadi migrasi adalah gerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan niatan menetap di daerah tujuan. Tanpa mempersoalkan jauh dekatnya perpindahan, mudah atau sulit, setiap migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan dan bermacam-macam rintangan yang menghambat. Faktor jarak merupakan faktor yang selalu ada dari beberapa faktor penghalang. Faktor-faktor migrasi antara lain :

23 11 1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal 2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan 3. Faktor penghalang antara 4. Faktor-faktor pribadi (individu) Menurut Hardjosudarmo (1965) terjadinya migrasi disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: 1. Faktor pendorong (push factor) yang ada pada daerah asal, yakni adanya pertambahan penduduk yang mengakibatkan timbulnya tekanan penduduk, adanya kekeringan sumber alam, adanya fluktuasi iklim, dan ketidaksesuaian diri dengan lingkungan. 2. Faktor penarik (pull factor) yang ada pada daerah tujuan, yakni adanya sumber alam serta sumber mata pencaharian baru, adanya pendapatanpendapatan baru, dan iklim yang sangat baik. 3. Faktor lainnya (other factor), yakni adanya perubahan-perubahan teknologi, seperti munculnya mekanisasi pertanian yang bisa menyebabkan berkurangnya permintaan tenaga kerja untuk pertanian. Hal ini memaksa buruh tani untuk pindah ke tempat atau pekerjaan lain. Selain itu juga karena adanya perubahan pasar, faktor agama, politik, dan faktor pribadi. Menurut BPS (2010) ada beberapa hal yang menjadi faktor-faktor pendorong dan faktor penarik untuk melakukan migrasi. Faktor pendorong tersebut antara lain : Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin sulit diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit). Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Sementara itu yang menjadi faktor penarik, antara lain : Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar. Perpindahan penduduk dari suatu provinsi ke provinsi lain didorong oleh beberapa alasan. Kebanyakan penduduk melakukan migrasi untuk mencari penghidupan yang lebih baik di daerah lain seperti mencari pekerjaan atau ingin tinggal di tempat yang lebih modern. Sehingga jelas daerah yang menjadi tujuan migrasi kebanyakan adalah daerah-daerah yang maju.

24 12 Ada beberapa teori yang menerangkan mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan mobilitas. Pertama, seseorang mengalami tekanan (stress), baik ekonomi, sosial, maupun psikologi di tempat ia berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga suatu wilayah oleh seseorang dinyatakan sebagai wilayah yang dapat memenuhi kebutuhannya, sedangkan orang lain tidak. Kedua, terjadi perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu dengan tempat lainnya. Apabila tempat yang satu dengan lainnya tidak ada perbedaan nilai kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas penduduk. Teori migrasi mula-mula diperkenalkan oleh Ravenstein (1885) dan kemudian digunakan sebagai dasar kajian bagi peneliti lainnya (Lee, 1966; Zelinsky, 1971 dalam Wirawan, 2006). Kedua peneliti mengatakan bahwa motif utama yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah alasan ekonomi. Mantra (1998) menyebutkan bahwa beberapa teori yang mengungkapkan mengapa orang melakukan mobilitas, diantaranya adalah teori kebutuhan dan stres. Setiap individu mempunyai beberapa macam kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, dan psikologis. Semakin besar kebutuhan tidak dapat terpenuhi, semakin besar stres yang dialami. Apabila stres sudah melebihi batas, maka seseorang akan berpindah ke tempat lain yang mempunyai nilai kefaedahan terhadap pemenuhan kebutuhannya. Perkembangan teori migrasi demikian dikenal dengan model stress-treshold atau place-utility. Model Migrasi Todaro Pembangunan ekonomi di negara-negara maju, salah satunya didukung oleh perpindahan tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan. Banyaknya penduduk yang melakukan migrasi karena sebagian besar perekonomian di pedesaan didominasi oleh sektor pertanian, sementara itu perekonomian di daerah perkotaan terpusat pada kegiatan industrialisasi. Oleh karena itu kemajuan perekonomian secara keseluruhan di negara maju disebabkan adanya proses realokasi secara bertahap dari sektor pertanian ke sektor industri. Migrasi di negara-negara berkembang awalnya dipandang sebagai suatu hal yang positif karena dengan adanya migrasi dapat terjadi transfer tenaga kerja dari daerah yang memiliki surplus tenaga kerja ke daerah lain yang kekurangan tenaga kerja. Namun faktanya, lonjakan migrasi yang terjadi di negara berkembang ini bukannya memacu pembangunan di perkotaan melainkan menyebabkan masalah pengangguran. Todaro dan Smith (2006) kemudian mengembangkan sebuah teori baru mengenai migrasi dari desa ke kota dalam rangka menjelaskan adanya suatu hubungan yang bersifat paradoks antara lonjakan migrasi dari desa ke kota yang semakin cepat itu dengan terus meningkatnya pengangguran di perkotaan. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai Model Migrasi Todaro, yang mirip dengan Model Harris-Todaro. Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional; para migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model Todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara desa dan kota.

25 13 Dalil dasar dalam model ini adalah bahwa para migran senantiasa mempertimbangkan dan membanding-bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu diantaranya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Model migrasi dari Todaro memiliki empat pemikiran dasar sebagai berikut: 1. Migrasi desa-kota dirangsang terutama oleh berbagai pertimbangan ekonomi yang rasional dan yang langsung berkaitan dengan keuntungan atau manfaat dan biaya-biaya relatif migrasi itu sendiri. 2. Keputusan untuk bermigrasi bergantung pada selisih antara tingkat pendapatan yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan. 3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berkaitan langsung dengan tingkat lapangan pekerjaan di perkotaan, sehingga berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di perkotaan. 4. Laju migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun telah melebihi laju pertumbuhan kesempatan kerja. Kenyataan ini memiliki landasan yang rasional; karena adanya perbedaan ekspektasi pendapatan yang sangat lebar, yakni para migran pergi ke kota untuk meraih tingkat upah lebih tinggi yang nyata. Konsep Otonomi Daerah dan Kaitannya dengan Migrasi Semasa Orde Baru, pemerintah telah membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini tentunya juga didukung oleh inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi ini, kemudian dibentuklah Undangundang No. 5 Tahun 1974 yang mengatur tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah (Kuncoro, 2004). Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini telah meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip: Pertama, desentralisasi yang berarti penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah. Kedua, dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah tingkat atasnya kepada pejabatpejabat di daerah. Ketiga, tugas perbantuan yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah. Akibat prinsip ini, dikenal adanya daerah otonom dan wilayah admisitratif. Pada masa itu, otonomi daerah pada tingkat II (kabupaten/kota) belum sepenuhnya terwujud. Hal ini dikarenakan adanya keengganan dari pemerintah pusat untuk mendelegasikan wewenang ke daerah. Kurangnya kewenangan di daerah menyebabkan kelemahan pada kreativitas daerah dalam mengatasi berbagai masalah dan tantangan dalam pembangunan daerah. Sistem pemerintahan yang sentralistik dipandang sebagai konsekuensi dari sistem negara kesatuan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perubahan undangundang yang mengatur pemerintahan sentralistik menjadi pemerintahan yang

26 14 terdesentralisasi. Perubahan UU tersebut kemudian dilakukan pada masa pemerintahan Habibie dan tertuang pada UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 (Rasyid dalam Haris, 2005). Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 ini memaknai otonomi daerah sebagai pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Menurut Mardiasmo (2007), tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu: Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Ketika otonomi daerah baru berjalan, terjadi banyak penyimpangan karena peraturan otonomi daerah dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dinilai terlalu memberikan kebebasan pada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri sehingga kebebasan ini tidak dapat dikendalikan dan menimbulkan dampak negatif. Kemudian dilakukan beberapa perubahan agar landasan hukum mengenai otonomi daerah lebih jelas. Pemerintah kemudian mengganti Undang-undang No. 22 tahun 1999 menajdi Undang-undang No. 32 tahun Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 6 selanjutnya menyebutkan bahwa daerah otonom adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Migrasi terjadi karena adanya perbedaan kondisi ekonomi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Pada umumnya, penduduk yang melakukan migrasi didorong oleh keinginan untuk mencari kesejahteraan yang tidak mereka dapatkan di daerah asalnya. Semakin timpang perbedaan kondisi antar daerah maka semakin besar pula keinginan seseorang untuk melakukan migrasi. Migrasi yang terjadi di Indonesia cenderung terpusat pada daerah-daerah perkotaan yang berpendapatan tinggi. Sementara itu daerah-daerah dengan pendapatan lebih rendah justru semakin ditinggalkan oleh penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi menjadi pemicu utama terjadinya migrasi antar daerah, karena apabila kondisi perekonomian suatu daerah lebih baik daripada daerah lainnya tentunya banyak penduduk yang akan datang kesana untuk mencari kehidupan yang lebih sejahtera.

27 15 Salah satu upaya untuk mengurangi arus migrasi adalah dengan melakukan pemerataan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah memang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah agar lebih leluasa dalam mengembangkan daerahnya sendiri. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan dan pengelolalaan sumberdaya di masing-masing daerah dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Keberhasilan otonomi daerah juga tentunya didukung oleh kesiapan dan kemandirian pemerintah daerah dalam mengelolanya agar dapat berujung pada kesejahteraan masyarakat. Akselerasi pembangunan diharapkan diharapkan terjadi di semua pemerintah daerah sehingga memperkecil jurang ketimpangan antar kabupaten dan provinsi. Berdasarkan hasil studi Takeda dan Nakata (1998) yang mengidentifikasi tingkat disparitas wilayah di Indonesia, apabila dibandingkan dengan negara China dan Brazil yang sama-sama berpenduduk besar, tingkat disparitas ekonomi maupun sosial di Indonesia adalah yang tertinggi, baik dengan atau tanpa pendapatan dari sektor pertambangan. Maksud dan tujuan otonomi daerah memberi makna desentralisasi pembangunan akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan antar daerah yang semakin seimbang sehingga pelaksanaan pembangunan semakin merata. Pemerataan pembangunan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk di seluruh provinsi. Dengan kondisi yang relatif mapan pada semua tingkatan penduduk, implikasi dari otonomi daerah ini diharapkan dapat menekan laju migrasi keluar karena penduduk tidak perlu lagi mencari kesejahteraan di tempat lain. Model Pertumbuhan Ekonomi Teori Pertumbuhan Solow Pertumbuhan Ekonomi adalah pertumbuhan output riil suatu perekonomian sepanjang tahun. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) riil atau Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang waktu atau peningkatan pendapatan perkapita sepanjang waktu. Ukuran yang terakhir tersebut menghubungkan peningkatan output total dengan perubahan jumlah penduduk. Bila output total hanya naik sedikit dibandingkan dengan kenaikan jumlah penduduk, maka hanya terjadi sedikit peningkatan standar hidup rata-rata. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pegaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu Negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007). Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja : Y = F(K,L) Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constan return to scale). Fungsi produksi memiliki skala pengembalian yang konstan jika zy = F(zK, zl)

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami MIGRASI Oleh : CHOTIB Donovan Bustami 1. Konsep dan Definisi Migrasi Migrasi merupakan salah satu dari tiga komponen dasar dalam demografi. Komponen ini bersama dengan dua komponen lainnya, kelahiran dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang dibahas dalam penelitian antara lain mencakup (1) pengertian migrasi;

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kependudukan mendasar yang terjadi di Indonesia selain pertumbuhan penduduk yang masih tinggi adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Hasil sensus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si

MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI. Drs. CHOTIB, M.Si MOBILITAS PENDUDUK Pertemuan ke 1,2,3,4 MIGRASI Drs. CHOTIB, M.Si chotib@ldfeui.org Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Pascasarjana Universitas Indonesia . Konsep dan Definisi Migrasi (1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting guna untuk merancang penelitian yang akan dilakukan peneliti. Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI KE PROVINSI BERPENDAPATAN RENDAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH TAUFIK IMANDANA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI KE PROVINSI BERPENDAPATAN RENDAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH TAUFIK IMANDANA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI KE PROVINSI BERPENDAPATAN RENDAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH TAUFIK IMANDANA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori 10 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa pustaka yang dijadikan dasar teori dalam penelitian ini. Adapun pustaka tersebut adalah teori migrasi, penyebab migrasi, migrasi sebagai investasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

peran menghabiskan sumber daya ekonomi yang tersedia.

peran menghabiskan sumber daya ekonomi yang tersedia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penduduk merupakan sumber daya utama yang berpengaruh besar terhadap pembangunan ekonomi di suatu daerah. Secara umum penduduk berperan sebagai input produksi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi BAB 1 PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan daerah yaitu mencari kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Migrasi adalah salah satu fenomena penduduk yang dipelajari dalam studi geografi. Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mepengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap Negara di dunia sangat memperhatikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN

IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN EKONOMI ANTARPROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2001-2010 M Iqbal Gazali miqbalgazali@gmail.com Luthfi Muta ali luthfi.mutaali@gmail.com Abstract The issue of inequality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat tercermin melalui jumlah penduduk dan pendapatan perkapita di suatu negara. Penduduk merupakan salah satu faktor keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA PANEL TIDAK LENGKAP DENGAN TEKNIK ESTIMASI LEAST SQUARE DUMMY VARIABLE (LSDV) (Studi Kasus pada Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa)

ANALISIS DATA PANEL TIDAK LENGKAP DENGAN TEKNIK ESTIMASI LEAST SQUARE DUMMY VARIABLE (LSDV) (Studi Kasus pada Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa) ANALISIS DATA PANEL TIDAK LENGKAP DENGAN TEKNIK ESTIMASI LEAST SQUARE DUMMY VARIABLE (LSDV) (Studi Kasus pada Pertumbuhan Ekonomi Pulau Jawa) SKRIPSI Oleh : IZATUN NISA J2A 606 027 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ix HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Migrasi 1. Pengertian Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tujuan dengan maksud menetap. Sedangkan migrasi sirkuler ialah gerak penduduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari 54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Disusun Oleh : TYAS AYU PRASANTI 24010211130029 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH (1994-2007) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H14104020 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

[ OPISSEN YUDISYUS ]

[ OPISSEN YUDISYUS ] Ada pendapat yang mengatakan bahwa proses yang mempercepat pembangunan ekonomi adalah jumlah penduduk yang besar. Namun, ada yang berpendapat lain yaitu jumlah penduduk yang sedikit justru mempercepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA PERTEMUAN 5 : PERSEBARAN PENDUDUK Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik - Universitas ESA UNGGUL Semester Genap 2012/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan Ryan Z., Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan... 187 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan Upah Minimum Regional Terhadap Pengangguran Terdidik di

Lebih terperinci