Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Limbah Cair yang Digunakan sebagai Obyek Penelitian Karakteristik Limbah Cair yang Digunakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Limbah Cair yang Digunakan sebagai Obyek Penelitian Karakteristik Limbah Cair yang Digunakan"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Limbah Cair yang Digunakan sebagai Obyek Penelitian Limbah cair yang diolah untuk penelitian ini merupakan air buangan dari salah satu proses pada sebuah perusahaan security printing - selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - yang beroperasi di kota Karawang, Jawa Barat. Proses produksi berjalan 3 (tiga) shift selama 24 jam dan hampir selalu berjalan selama 7 hari dalam satu minggu. Kuantitas air buangan harian yang dihasilkan dari mesin-mesin cetak kurang lebih adalah liter/jam atau 288 m 3 /hari. Namun dari jumlah tersebut dilakukan proses recovery larutan penyapu sehingga dapat dipakai kembali ke dalam sistem cetak. Sehingga efluen yang dibuang ke badan sungai adalah sebesar kurang lebih liter/hari. Proses produksi tersebut saat ini telah dilengkapi dengan sebuah instalasi pengolahan air limbah dengan sistem fisika - kimia. Perbedaan mendasar limbah cair dari Perusahaan Security Printing X ini dibandingkan dengan limbah cair dari perusahaan non-security printing ataupun security printing lain terletak pada dua hal, yaitu jenis tinta yang digunakan dan keberadaan senyawa surfaktan sebagai cairan penyapu tinta (wiping solution) Karakteristik Limbah Cair yang Digunakan Selama proses produksi berjalan, instalasi recovery larutan penyapu (atau disebut sebagai instalasi penjernihan air limbah) berjalan dengan sistem closed loop, dan mengalirkan limbah cair ke lingkungan secara intermittent. Oleh karenanya karakteristik limbah cair yang dibuang ke lingkungan ini tidak akan seragam antara satu pembuangan (discharge) dengan pembuangan yang lain. Hasil uji laboratorium tentang karakteristik limbah cair yang mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jabar No. 6 Tahun 1999 lampiran III mengenai Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri disajikan pada Tabel IV.1. Dari hasil uji tersebut terlihat bahwa beberapa parameter perlu menjadi perhatian utama pada 7

2 saat pengolahan limbah cair, yaitu COD, BOD, ph, kandungan kobalt, fenol, MBAS (Methylene Blue Alkyl Sulfonate) dan amoniak bebas. Limbah Cair Wiping solution Sulfonated Castor Oil NaOH Softwater Tinta Intaglio Pigment Varnis Drier Oil Solven Gambar II.1. Skema komposisi limbah cair 3 Karakteristik fisik limbah cair adalah berupa cairan, berwarna gelap kehitaman, jika cukup lama diendapkan cairan jernihnya memiliki warna kekuningan. Karakteristik tersebut merupakan cerminan dari komponen penyusun limbah cair, yang berupa wiping solution yang telah bercampur dengan sisa tinta cetak khusus yang dikenal dengan nama tinta intaglio. Secara kualitatif komposisi limbah digambarkan pada Gambar II Komposisi Kualitatif Limbah Cair Komposisi kualitatif limbah cair sebagaimana gambar diatas terdiri dari wiping solution dan tinta intaglio. Dua aspek ini sangat penting untuk dapat memahami karakteristik limbah cair. 8

3 A. Wiping Solution Komponen pembentuk wiping solution adalah Sulfonated Castor Oil (SCO), kaustik soda dan soft water. Kelebihan tinta mula-mula disisihkan dengan ink-saving unit dan dikembalikan ke duct, sedangkan sisa-sisa tinta yang masih tertinggal pada area non-image pada pelat cetak akan disapu dengan sistem penyapu (Leach, 1989). Pada mesin-mesin cetak intaglio, hingga saat ini terdapat dua jenis sistem penyapu, yaitu dengan menggunakan kertas atau sejenis kain lap atau kertas (biasanya aplikasinya pada mesin cetak dengan sistem web-fed) dan dengan menggunakan larutan penyapu (wiping solution). Pada proses yang berjalan saat ini, senyawa kimia yang digunakan sebagai penyusun wiping solution adalah sulfonated castor oil (SCO) dengan komposisi sekitar 1%; kaustik soda (NaOH), 1%; dan sisanya adalah softwater. a. Sulfonated Castor Oil. Merupakan salah satu turunan dari minyak jarak (Riccinus oil). Minyak jarak adalah salah satu jenis vegetable oil, dikenal sebagai castor oil yang diperoleh dari tanaman jarak (Ricinus communis). SCO diperoleh dari proses sulfonasi dengan penambahan asam sulfat (H 2 SO 4 ) sehingga gugus sulfonilnya menempati ikatan rangkap pada asam lemak dalam minyak jarak. Minyak jarak terdiri atas campuran beberapa asam lemak, dengan komponen terbesar berupa ricinoleic acid (98%). b. Kaustik Soda Dengan rumus kimia NaOH, berat molekul 40 dan specific gravity 2,130. Kelarutan dalam 100 bagian : dalam air dingin = 42 bagian (0 o C), dalam air panas = 347 bagian (100 o C), (Perry, 1985) 9

4 c. Softwater Adalah air yang telah mengalami penyisihan ion positif kalsium, natrium dan magnesiumnya, sehingga tidak mengandung ion kalsium, natrium dan magnesium (atau kandungan ion Mg +, Ca +, dan Na + sangat rendah) 4. B. Tinta Keunikan tinta yang digunakan pada proses ini terletak pada tinta intaglio. Tinta ini memberikan efek tactile atau teraba pada hasil cetakan yang tidak dimiliki oleh tinta lain yang digunakan pada proses cetak jenis lain. Efek tactile tersebut merupakan salah satu unsur pengaman (security features) untuk hasil cetakan. Meskipun dari sisi pelat cetak memiliki kemiripan dengan cetak gravure, yaitu pelat cetak pada area image dibuat lebih rendah dari permukaan (gravure) sehingga mendapatkan penintaan serta memiliki sistem penyapuan kelebihan tinta, namun sifat tinta kedua proses cetak ini sangat jauh berbeda. Tidak seperti tinta gravure yang memiliki viskositas sangat rendah (daya alir kecil atau encer), tinta intaglio sangat memiliki kekakuan yang ekstrim atau secara wujud fisik tinta berupa pasta yang padat. Tinta intaglio diaplikasikan dari duct yang dipanaskan (30 35 o C) ditransfer ke pelat yang juga dipanaskan (45 50 o C). Tekanan tinggi diaplikasikan untuk mentransfer tinta dari pelat ke kertas (Leach, 1989). Kuantitas tinta intaglio yang digunakan pada saat produksi sangat tergantung dari jenis hasil cetak yang diproduksi. Hasil cetakan tertentu yang memerlukan aspek pengamanan lebih banyak, hampir selalu menggunakan cetak intaglio dua sisi, sedangkan hasil cetakan lain hanya menggunakan cetak intaglio sisi muka saja. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun produksi hasil cetakan dengan aspek pengamanan lebih banyak, maka akan dibutuhkan tinta intaglio dalam jumlah besar. 4 en.wikipedia.org/wiki/soft water; education.melbournewater.com.au/content/glossary/glossary.asp; diunduh pada tanggal 25 Desember

5 Secara umum, komponen penyusun tinta adalah pigmen; dye (dyestuff); minyak (oils); resin; solven; plasticizer; wax; drier; dan zat aditif. Komponen-komponen tersebut akan dibahas satu persatu pada uraian berikut ini. a. Pigmen. Bahan penghasil warna pada produk cetakan yang terdapat dalam tinta cetak bisa berupa pigmen atau dye. Pigmen adalah partikel-partikel yang sangat halus yang relatif tidak larut pada media pembawanya. Pigmen dapat berupa senyawa organik atau anorganik; dapat juga berupa garam-garam logam (biasanya kalsium atau barium) dari senyawa asam kompleks. Sedangkan dye, merupakan zat pewarna yang larut dalam media yang digunakan. Dye pada umumnya berupa senyawa kompleks organik murni atau metallo-organik. Warna dye dihasilkan dari absorpsi selektif, namun demikian karena ketidakhadiran partikel diskrit di dalamnya maka tidak terjadi pemecahan cahaya dan sistem yang dihasilkan adalah transparan (Leach, 1989). Pigmen yang digunakan untuk tinta intaglio saat ini adalah berasal dari senyawa organik. Beberapa jenis pigmen yang diprediksikan berada dalam sampel limbah cair adalah pigmen untuk yang menghasilkam warna violet, hijau, biru, dan merah sesuai dengan hasil cetakan yang dihasilkannya. Untuk warna-warna dominan biasanya digunakan pigment red 174 atau 170 (warna merah), pigment blue 15 (warna biru), pigment orange 34 (warna oranye), pigment violet 23 (warna violet) serta pigment yellow 174 (warna kuning) 3. Sejauh ini tidak diperoleh keterangan lebih mendetail mengenai nomor colour index (CI) yang dapat memberikan gambaran mengenai strukstur dan rumus kimia pigmen tersebut pada pigmen-pigmen yang digunakan pada proses cetak di Perusahaan Security Printing X.. b. Solven Pada umumnya solven yang digunakan untuk pembuatan tinta meliputi beberapa senyawa yang tergolong sebagai senyawa hidrokarbon (baik dari jenis alifatik, 11

6 naftanik, aromatik); alkohol monohidrat (baik dari jenis alifatik dan alisiklik); glikol; glikol eter; keton; dan ester (Leach, 1989). c. Drier Unsur kimia yang sering digunakan dalam drier ini adalah Cobalt, disamping unsur-unsur lain seperti Mangan, Kalsium dan Seng. Cobalt merupakan drier yang paling kuat dan paling populer digunakan. Drier yang berupa cairan pada umumnya adalah garam organik yang berikatan dengan logam berat (Leach, 1989) Proses Produksi Proses produksi pada Perusahaan Security Printing X ini meliputi beberapa jenis proses cetak, yaitu offset printing, intaglio printing dan numbering. Limbah yang diteliti pada tesis ini berasal dari proses cetak intaglio. Tahapan proses cetak pada Perusahaan Security Printing X secara skematis digambarkan pada Gambar II Proses Cetak Intaglio Cetak intaglio atau disebut juga sebagai recess printing merupakan proses cetak dari pelat atau silinder baja, tembaga, atau kuningan yang diukir (gravure). Cetakan dengan garis yang sangat tipis dan halus dan lapisan tinta yang sangat tebal merupakan ciri khas proses ini. Gambaran unit cetak intaglio ditunjukkan pada Gambar II.3 (Leach, 1989). Rol tinta pada mesin cetak hampir sama dengan silinder cetak flexo, yang memiliki bagian yang menonjol yang berfungsi untuk memindahkan tinta hanya pada area gambar saja. Lapisan tinta yang sangat tebal dipindahkan sehingga area gambar yang berupa ceruk 5 ukiran dipenuhi dengan tinta (Leach, 1989). Pemakaian tinta intaglio pada proses ini hanya berkisar 40%. Lebih dari 60 % diantaranya tidak terpakai dan menjadi limbah tinta. Agar penintaan tepat terjadi pada area gambar (image area) saja, maka diperlukan larutan penyapu (wiping solution) yang akan mengambil tinta yang tak terpakai sehingga larut pada larutan 5 Kata benda, yang berarti lekuk, lubang, relung yang masuk ke dinding, tembok, tanah, suatu permukaan, dll (Tim PrimaPena) 12

7 penyapu. Larutan penyapu inilah yang merupakan sumber limbah yang diolah dalam IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Karena nilai ekonomisnya yang tinggi maka dilakukan upaya untuk mengambil kembali (recovery) wiping solution tersebut. Dua hal spesifik dari sistem percetakan intaglio dapat digunakan untuk memahami karakteristik limbah yang dihasilkan, yaitu : (i) Tinta yang digunakan dalam proses cetak intaglio; dan (ii) Wiping solution Proses Penjernihan Larutan Penyapu dan Pengolahan Limbah Cair Sebagaimana skema pada Gambar II.5. terlihat adanya unit penjernihan larutan penyapu dan pengolahan limbah cair. Pada unit tersebut dilakukan proses pengambilan kembali (recovery) larutan penyapu yang telah tercampur dengan sisa-sisa tinta dan bahan-bahan lain untuk proses pengolahan limbah cair, yaitu larutan penyapu yang tercemar yang tidak dimaksudkan untuk didaur ulang Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis Sebagian besar efluen organik diolah secara biologis dengan menggunakan organisme untuk memanfaatkan materi organik di dalam efluen. Di dalam proses, mikroorganisme memproduksi beberapa produk / gas yang bermanfaat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Tujuan dasar pengolahan ini sesungguhnya bukanlah untuk menghasilkan produk yang berguna, namun untuk mendegradasi materi organik di dalam efluen, sehingga beban BOD/COD berkurang (Rao, 2005). Proses biologis terutama ditujukan untuk menyisihkan pencemar pada limbah cair yang berupa zat-zat organik, baik yang terlarut maupun yang tidak terlarut, berbagai bentuk senyawa nitrogen, fosfor, dan material-material inert yang tidak larut dengan menyediakan kondisi lingkungan yang cocok bagi metabolisme (Benefield dan Randall, 1980). Pada dasarnya proses biologi proses dimana terjadi pengkondisian zat-zat organik atau anorganik sebagai substrat untuk metabolisme mikroorganisme yang terlibat di dalam proses. Selain dimanfaatkan, mikroorganisme juga akan menstabilkan 13

8 sebagian zat organik dengan mengoksidasinya menjadi karbon dioksida (Gaudy, 1981). Sehingga dengan demikian proses biologi lebih kepada pengaturan kondisi lingkungan proses dan mengharapkan respon mikroorganisme dalam berinteraksi dengan lingkungannya sesuai dengan tujuan yag diharapkan. Secara prinsip, penerapan proses biologi untuk pengolahan limbah cair terbagi atas proses pertumbuhan tersuspensi (suspended-growth process) dan proses pertumbuhan terlekat (attached growth process) atau biofilm. Pada pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan dijaga dalam suspensi cair dengan metode pengadukan tertentu yang sesuai. Banyak proses pertumbuhan tersuspensi yang diterapkan untuk pengolahan limbah cair domestik perkotaan terpadu maupun pengolahan limbah cair industri dioperasikan dengan menggunakan konsentrasi oksigen terlarut (aerob). Namun demikian terdapat pula pengolahan dengan proses pertumbuhan tersuspensi yang dijalankan dalam reaktor anaerob (tidak ada oksigen), yaitu untuk limbah cair maupun sludge yang berasal dari industri dengan konsentrasi organik yang tinggi (Metcalf and Eddy, 2004). Sedangkan pada proses pertumbuhan terlekat, mikroorganisme yang berperan berada dalam posisi melekat pada medium inert seperti batu, slag, atau material khusus yang terbuat dari plastik atau keramik. Proses pertumbuhan terlekat dikenal juga sebagai fixed-film process (Metcalf dan Eddy, 2004). Berdasarkan lingkungan proses, pengolahan biologis terbagi menjadi proses aerob dan proses anaerob. Pada proses aerob, konsentrasi oksigen terlarut berada dalam jumlah yang cukup sehingga tidak menjadi pembatas laju pertumbuhan mikroba. Sementara pada proses anaerob, oksigen terlarut kurang atau tidak terdapat dalam jumlah yang memadai sehingga materi lain selain oksigen bertindak sebagai penerima elektron. 14

9 Lembar kertas Cetak Offset Pengkondisian Hasil cetak Cetak intaglio pertama Pengkondisian hasil cetak Cetak intaglio kedua Pengkondisian hasil cetak Pemeriksaan kualitas hasil cetak Cetak nomor seri Pemeriksaan kualitas hasil cetak Hasil cetak cacat sebagian Hasil cetak 100% bagus Sorting Hasil cetak Cacat/reject Hasil cetak 100% bagus Perusakan dengan punching Perusakan dengan punching Cutting, wrapping & packing otomatis Cutting, wrapping & packing manual Cutting, wrapping & packing manual Produk bagus Produk cacat/reject C U S T O M E R Gambar II.2. Skema aliran proses produksi 3 15

10 Rol penekan (impression) dengan bahan penekan berupa lapisan sejenis kapas atau karet Rol silinder penintaan Silinder cetak Lapisan tinta yang tebal Sistem penintaan Rol pembersih Bak tempat solcen dilengkapi dengan sikat putar Gambar II.3. Unit cetak Intaglio (Leach, 1989) Berdasarkan konfigurasi reaktornya, proses biologis terbagi atas continuous-flow strirred reactor (CSTR) baik single stage, maupun multi stage; batch reactor; Plug-flow reactor (PFR); Packed tower; dan Rotating-disc reactor (Grady dan Lim, 1980) Sistem pengolahan Anaerob Pada awalnya sistem pengolahan anaerob, dalam hal ini diistilahkan sebagai oksidasi dan fermentasi anaerob, digunakan untuk mengolah limbah sludge dan limbah organik kuat. Namun demikian, penerapan sistem ini pada aliran limbah cair juga telah dilakukan dan menjadi semakin jamak dilakukan. Proses fermentasi anaerobik merupakan proses yang menguntungkan karena rendahnya yield biomassa yang dihasilkan dan karena energi dalam bentuk metana dapat diambil dari konversi biologis dari substrat organik. Meskipun sebagian 16

11 besar proses fermentasi dilakukan pada kisaran temperatur mesofilik (30 35 o C), saat ini terjadi peningkatan peminatan khususnya pada fermentasi thermophilic atau sebelum fase fermentasi mesofilik. Tinta Intaglio Lembaran kertas MESIN CETAK INTAGLIO Hasil cetak intaglio Larutan penyapu Larutan penyapu bercampur tinta Limbah padat tinta Unit penjernihan larutan penyapu dan pengolahan limbah cair Limbah cair terolah Gambar II.4. Skema proses cetak Intaglio dan keberadaan larutan penyapu (wiping solution) 3 Untuk mengolah limbah cair industri dengan beban yang tinggi, proses anaerobik ternyata mampu menjadi alternatif sebagai proses yang sangat cost-effective dibandingkan dengan proses aerobik, dengan penghematan pada aspek energi, penambahan nutrisi, dan volume reaktor. Karena efluen yang dihasilkan tidak sekualitas dengan hasil olahan dari proses aerob maka pengolahan anaerob ini pada umumnya digunakan sebagai pretreatment atau pengolahan awal, yang selanjutnya dapat diikuti dengan proses aerob. Proses pengolahan limbah secara anaerobik merupakan metode yang efektif untuk pengolahan berbagai limbah organik. Pengolahan ini dimediasi oleh mikroorganisme fakultatif dan anaerob, dimana dengan ketiadaan oksigen, mengkonversikan materi organik menjadi produk akhir gas seperti karbon dioksida dan metana. 17

12 Mesin-mesin cetak timbul Coagulant & coagulant aid Filterpress Clarifier Collecting tank Ground tank Koagulasi & Flokulasi Sludge Holding tank SCO Tangki Larutan Penyapu UF 3μ UF 5μ Coagulant & coagulant aid Filterpress H 2 SO 4 Karbon aktif Unit NaOH Soft water Koagulasi & Flokulasi Sludge Netralisasi Eva porator Konsentrat Kondesasi Gambar II.5. Skema aliran proses penjernihan larutan penyapu dan pengolahan limbah cair 3 18

13 Prinsip Umum Proses Anaerob Secara umum, reaksi keseluruhan konversi senyawa organik secara anaerob ini adalah sebagai berikut (Bitton, 1994): Senyawa C CH 4 + CO 2 + H 2 + NH 3 + H 2 S Tahapan pada Proses Anaerob Terdapat tiga tahap dasar dari keseluruhan oksidasi limbah secara anaerob, yaitu : (1) hidrolisa; (2) fermentasi (atau disebut juga sebagai asidogenesa); dan (3) metanogenesa. Tiga tahap ini digambarkan pada Gambar II.6. a. Hidrolisa Tahap pertama ini dimana material partikulat dikonversi menjadi senyawa terlarut yang kemudian dapat dihidrolisa lebih lanjut menjadi monomer simpel untuk kemudian digunakan oleh bakteri untuk melakukan fermentasi, dinamakan hidrolisa. Untuk beberapa jenis limbah cair, fermentasi bisa jadi merupakan tahap awal proses anaerob. b. Fermentasi atau Asidogenesa Pada tahap ini asam amino, gula, dan beberapa asam lemak terdegradasi. Substrat organik menyediakan donor elektron dan akseptor. Produk utama dari tahap ini adalah asetat, hidrogen, CO 2, propionat dan butirat. Propionat dan butirat terfermentasi lebih lanjut menjadi hidrogen, CO 2 dan asetat. Sehingga produk akhir dari fermentasi ini (asetat, hidrogen dan CO 2 ) merupakan precursor bagi pembentukan metana (metanogenesa). c. Metanogenesa Tahap ini dilakukan oleh sekumpulan organisme yang dikenal secara kolektif sebagai methanogens. Dua kelompok dari organisme metanogenik terlibat dalam pembentukan metana. Kelompok yang pertama disebut sebagai asetpclastic methanogens, mengubah asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Sedangkan kelompok yang kedua, yang dinamakan hydrogenutilizing methanogens, menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO 2 sebagai ekseptor elektron untuk menghasilkan metana. Bakteri dalam proses anaerob, yang disebut sebagai acetogens, juga mampu menggunakan CO 2 untuk mengoksidasi hidrogen dan membentuk asam asetat. Namun 19

14 demikian, asam asetat akan terkonversi menjadi metana, sehingga dampak dari reaksi ini sangat kecil. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.7. sekitar 72% metana yang dihasilkan dari proses anaerob berasal dari pembentukan asam asetat (Metcalf & Eddie, 2004) Kelompok Bakterti pada Proses Anaerob Mikroorganisme yang dominan dalam proses anaerob ini adalah bakteri. Sejumlah besar bakteri anaerob dan fakultatif, seperti Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus, terlibat dalam proses hidrolisa dan fermentasi senyawa organic. Terdapat 4 (empat) kategori bakteri yang berinteraksi secara sinergi pada tranformasi material kompleks menjadi molekul yang sederhana seperti metana dan CO 2 seperti yang dapat dilihat pada Gambar II.7. (Bitton, 1994). Beberapa strain penting methanogens menurut Krishna Nand, 1999 adalah Methanobacterium ruminantium, Methanothermo autotrophicum, Methanothermo autotrophicum (Rao, 2005). Sementara Prescott (2005) menunjukkan mikroorganisme utama yang berperan dalam tahapan reaksi biologis anaerob yang menggunakan limbah organik adalah sebagaimana Tabel II.1. Tabel II.1. Korelasi Tahap Proses pada Anaerobik dengan Substrat, Produk, dan Mikroorganisme Utama Tahapan proses Substrat Produk Mikroorganisme utama Fermentasi Polimer organik Butirat, propionate, Clostridium laktat, suksinat, Bacteroides etanol, asetat, H 2, CO 2 Peptostreptococcus Peptococcus Eubacterium Reaksi asetogenik Butirat, propionate, laktat, suksinat, etanol Reaksi metanogenik (Sumber : Prescott, 2005) Asetat, H 2, CO 2 Asetat H 2, dan HCO 3- CH 4 + CO 2 CH 4 Lactobaccillus Syntrophomonas Syntrophobacter Acetobacter Methanosarcina Methanobrevibacter Methanomicrobium Methanogenium Methanobacterium Methanococcus Methanospirillum 20

15 Lipida Polisakarida Protein Asam Nukleat Hidrolisa Asam Lemak Monosakarida Asam Amino Purin & Pirimidin Aromatik sederhana Fermentasi (Asidogenesa) Produk fermentasi lain (mis. Propionate, butirat, suksinat, laktat, etanol, dsb) Substrat metanogenik, H2,CO2,formiat, methanol, metilamina, Metanogenesa Metana dan CO2 Gambar II.6. Skema proses anaerob : hidrolisa, asidogenesa, dan metanogenesa (Metcalf and Eddy, 2004) 4% H 2 24% 28% Organik kompleks 76% Asam organik yg lebih tinggi CH 4 52% 72% 20% Asam Asetat Hidrolisa dan fermentasi Tahap 1 Asetogenesa dan dehidrogenasi Tahap 2 Metanogenesa Tahap 3 Gambar II.7. Aliran karbon dan hidrogen pada proses anaerob (Metcalf dan Eddy, 2004) (Eckenfelder, 2000) 21

16 Bakteri Hidrolitik. Kelompok bakteri ini akan memecah molekul organik kompleks, seperti protein, selulosa, lignin, dan lipida) menjadi molekul monomer terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Proses hidrolisa molekul kompleks ini dikatalisa oleh enzim seluler seperti selulose, protease, dan lipase. Fase hidrolisis ini relatif lambat dan bisa menjadi pembatas pada proses anaerob untuk limbah cair yang mengandung senyawa selulotis seperti lignin. Bakteri Fermentatif Asidogenik (penghasil asam). Bakteri asidogenis (bakteri pembentuk asam) mengubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik (asam asetat, propionate, format, laktat, butirat, atau suksinat), alkohol dan keton (etanol, metanol, gliserol, dan aseton), CO 2 dan H 2. Asam asetat merupakan produk utama fermentasi karbohidrat. Pembentukan produk fermentasi dapat bervariasi tergantung tipe bakteri dan kondisi lingkungan (ph, temperatur, dan potensial redoks). Bakteri Asetogenik (penghasil asetat). Bakteri asetogenis (bakteri asetat dan H 2 ) seperti Syntrobacter wolini dan Syntrophomonas wolfet mengubah asam-asam lemak (asam propionat dan butirat) dan alkohol menjadi asetat, H 2, dan CO 2 yang kemudian digunakan oleh bakteri metanogen. Bakteri Metanogenik (penghasil metana). Bakteri ini dibagi atas dua subkategori, yaitu Hydrogenotrophic methanogens, dan Acetotropihic methanogens. Hydrogenotrophic methanogens berperan mengkonversi hidrogen dan karbon dioksida menjadi metana sesuai dengan persamaan reaksi : CO 2 + 4H 2 CH 4 + 2H 2 O metana Sedangkan Acetotropihic methanogens mengkonversi asetat menjadi metana melalui persamaan di bawah ini: CH 3 COOH CH 4 + 2H 2 O metana 22

17 Molekul organik kompleks (polisakarida, lemak) (1) Bakteri hidrolisis Monomer (glukosa, asam amino, asam lemak) (2) Bakteri fermentatif asidogen Asam organik, alkohol, keton (3) Bakteri asetogen Asetat, CO 2, H 2 (4) Bakteri metanogen Metana (CH 4 ) Gambar II.8. Kelompok bakteri metabolis pada proses anaerob (Koster, 1988 dikutipdari Bitton, 1994) Kelompok bakteri diatas dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar bakteri, yaitu : (1) bakteri non-metanogenik yang terdiri dari bakteri hidrolitik, bakteri asidogenik, bakteri peghasil asam dan penghasil hidrogen; dan (2) bakteri metanogenik yang terdiri dari bakteri penghasil metana (Grady dan Lim, 1980). Senyawa organik yang akan dikonsumsi terlebih dahulu mengalami proses pelarutan dan reduksi ukuran molekul untuk dapat memudahkan traspor melewati membran sel (Grady dan Lim, 1980). Reaksi yang memungkinkan terjadinya pelarutan dan reduksi ukuran ini adalah reaksi hidrolisa yang dibantu oleh enzim sebagai katalisator yang telah terlebih dahulu dihasilkan oleh bakteri. Molekul senyawa organik hasil hidrolisa oleh bakteri non-metanogenik digunakan sebagai sumber karbon dan energi dalam reaksi yang disebut fermentasi. Produk akhir dari tahapan fermentasi adalah asam-asam volatil rantai pendek, asam-asam non volatil, dan alkohol serta H 2 dan CO 2, yang disebut sebagai tahapan asidogenesa 23

18 dan organisme pengubahnya disebut dengan acid-producing bacteria (bakteri penghasil asam). Gas hidrogen dihasilkan melalui tahapan hidrogenesis oleh bakteri penghasil hidrogen. Asam-asam volatil, asam-asam non-volatil dan alkohol diubah menjadi asam asetat oleh bakteri pembentuk asam, tahapan ini disebut dengan tahapan asetogenesa, untuk kemudian digunakan sebagai substrat bagi bakteri metana, dalam proses yang disebut sebagai metanogenesa. Kelompok bakteri metanogenik ini sangat sensitif terhadap perubahan substrat, sehingga bergantung pada bakteri non-metanogenik untuk mencukupi kebutuhan substratnya Alur Degradasi Komponen Organik Secara Anaerob Senyawa organik terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu karbohidrat, protein, dan minyak lemak. Sebagian besar bahan organik tersebut terurai menjadi piruvat sebagai produk antara. Piruvat merupakan produk antara yang umumnya terbentuk dari penguraian karbohidrat maupun senyawa organik lainnya oleh sebagian besar mikroorganisme (Gaudy dan Gaudy, 1981). Sedangkan minyak lemak yang lebih sukar terurai, tidak menggunakan piruvat sebagai produk antara (Grady dan Lim, 1980; Gaudy dan Gaudy, 1981) Fermentasi Alkohol Pada fermentasi alkohol ini, glukosa dapat didegradasi menjadi piruvat dan dengan enzim piruvat dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase yang dihasilkannya dapat membentuk etanol. Reaksi piruvat dekarboksilase menguraikan piruvat menjadi asetil-coa. Asetil-CoA berfungsi sebagai prekursor utama pembentukan asetaldehid. Selanjutnya asetaldehid akan membentuk etanol dengan reaksi alkohol dehidrogenase. Reaksi-reaksi yang terjadi dapat dilihat sebagai berikut (Gaudy dan Gaudy, 1981): Reaksi Piruvat dekarboksilase: CH 3 COCOOH HCOOH + CH 3 COScoA (Piruvat) (Format) (Asetil-CoA) 24

19 Reaksi alcohol dehidrogenase: CH 3 COSCoA CH 3 COH CH 3 CH 2 OH (asetil CoAa) (asetaldehid) (etanol) Fermentasi Laktat Laktat merupakan produk yang sering terbentuk dari fermentasi berbagai tipe mikroorganisme (Gottschalk, 1986). Terdapat tiga jalur yang utama bagi pembentukan laktat dari glukosa, yaitu : a. Homofermentative C 6 H 12 O 6 2 CH 3 CHOHCOOH (Glukosa) (asam laktat) b. Heterofermentative C 6 H 12 O 6 CH 3 CHOHCOOH + C 2 H 5 OH + CO 2 (Glukosa) (asam laktat) (etanol) c. Bifidium C 6 H 12 O 6 3 CH 3 COOH + CH 3 CHOHCOOH (Glukosa) (asam asetat) (laktat) Fermentasi Butirat Butirat dapat terbentuk dari degradasi glukosa melalui piruvat dan asetil-coa, dengan reaksi akhir sebagai berikut : C 6 H 12 O 6 CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 2 CO H 2 (Glukosa) (asam butirat) Fermentasi Propionat dan Suksinat Propionat juga merupakan produk utama dari fermentasi bermacam-macam bakteri anaerob. Beberapa diantara bakteri anaerob ini memfermentasi glukosa menjadi propionat, asetat dan CO 2. 1,5 C 6 H 12 O 6 2 CH 3 CH 2 COOH + CH 3 COOH + CO 2 (Glukosa) (asam propionat) (asam asetat) 25

20 Akan tetapi substrat utama bagi bakteri pembentuk propionat ini adalah laktat. Terdapat dua alur pembentukan propionat dari laktat yaitu alur akrilat dan alur suksinat-propionat. a. Alur akrilat Pada alur akrilat akan membentuk propionat, asetat dan H 2 O: 3 CH 3 CHOHCOOH 2 CH 3 CH 2 COOH + CH 3 COOH + H 2 O (asam laktat) (asam propionat) (asam asetat) b. Alur Suksinat-Propionat Pada alur suksinat-propionat, laktat akan membentuk propionat: 3 CH 3 CHOHCOOH 2 CH 3 CH 2 COOH + H 2 O (asam laktat) (asam propionat) Suksinat juga merupakan produk antara pembentukan propionat, namun dapat juga sebagai produk akhir fermentasi piruvat Fermentasi Format Pembentukan format dari glukosa adalah melalui piruvat. Piruvat akan membentuk format dan asetil-coa. CH 3 COCOOH HCOOH + CH 3 OCSCoA (asam piruvat) (asam format) (Asetil-CoA) Pada kondisi asam (ph dibawah 7), format mudah terurai menjadi CO 2 dan H 2 (Gaudy dan Gaudy, 1981): HCOOH CO 2 + H 2 (Format) Fermentasi Asetat Beberapa jenis bakteri dapat memfermentasi piruvat menjadi asetat melalui asetil- CoA. Bakteri ini dapat menggunakan fosfat sebagai sumber energi sehingga asetil-coa dapat berubah menjadi asetilfosfat yang selanjutnya akan membentuk asetat: 26

21 H 3 PO 4 CH 3 OCSCoA CH 3 -OPO 3 H 2 CH 3 COOH (asetil-coa) (asetilfosfat) Selain reaksi diatas, asetat juga dapat terbentuk melalui bermacam-macam reaksi. Asetat dapat terbentuk dari etanol, laktat, propionat, dan butirat, dengan reaksi sebagai berikut (Syafila, 1991; Stams, 1980): CH 3 CHOHCOO - + 2H 2 O CH 3 COO HCO 3 + H + + 2H 2 (asam laktat) (asam asetat) CH 3 CH 2 OH + H 2 O CH 3 COO - + H + + 2H 2 (asam laktat) (asam asetat) CH 3 CH 2 COO - + 3H 2 O CH 3 COO HCO 3 (asam propionat) (asam asetat) + H + + 3H 2 CH 3 CH 2 COO - + 2H 2 O 2CH 3 COO - + H + + 2H 2 (asam butirat) (asam asetat) Asetat juga dapat terbentuk dari H 2 dan CO 2 (Gottschalk, 1986, dikutip dari Tantri, 1994 ). 4H 2 + 2CO 2 CH 3 COO - + 2H 2 O (asam asetat) Fermentasi Substrat Metanogenesa Fermentasi asam-asam yang terbentuk pada tahap metanogenesa menjadi substrat bagi proses metanogenesa dapat dilihat pada Gambar II.9. Dari Gambar II.9. dapat dilihat bahwa substrat bagi proses metanogenesa adalah format, asetat, dan juga CO 2 dan H 2. Akan tetapi menurut Sahm, 1984, substrat utama bagi metanogenesa adalah asetat. Weber, et.al., 1984, mengatakan bahwa 65% hingga 96% dari total metana yang dihasilkan pada proses anaerob berasal dari penguraian asetat (Tantri, 1994). 27

22 Glukosa Asidogenesa Etanol Laktat Butirat Propionat Asetat, H 2, CO 2 Asetonegesa Metanogenesa CH 4 + CO 2 Gambar II.9. Tahapan pembentukan metana (Syafila, 1991, dikutip dari Tantri, 1994) Pembentukan metana dari asetat dapat dilihat dari reaksi berikut (Syafila, 1991, dikutip dari Tantri, 1994): CH 3 COOH CH 4 + H 2 O (asam asetat) (metana) Sedangkan pembentukan metana dari format dapat dilihat pada reaksi berikut (Syafila, 1991, dikutip dari Tantri, 1994): 4HCOO - + 2H 2 O OH HCO 3 + CH 4 (Asam format) Format bukan merupakan substrat utama bagi metanogenesa karena kecenderungannya untuk berubah menjadi CO 2 dan H 2 (Zeikus, 1977, dikutip dari Tantri, 1994), sehingga akan membentuk metana dengan reaksi : 4CO H 2 4CH 4 + 8H 2 O (Metana) 28

23 Potensi Biodegradabilitas Beberapa Senyawa Organik Tertentu dalam Limbah Cair dengan Proses Anaerob Sebagaimana disebutkan pada sub bab 1.1., limbah cair Perusahaan Security Printing X mengandung beberapa senyawa yang perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu fenol, surfaktan, kobalt, amoniak bebas dan minyak lemak. Khusus untuk minyak lemak, dari hasil uji karakterisasi terlihat bahwa kadar minyak lemak menurun cukup signifikan setelah melalui proses flokulasi-koagulasi yang dilanjutkan dengan penggunaan ultrafiltrasi 2 tahap dengan filter 2 dan 5 mikron. Terdapat tiga golongan utama dalam senyawa organik, yaitu alifatik, aromatik dan heterosiklik. Senyawa alifatik memiliki ciri-ciri gugus terangkai lurus atau merupakan percabangan dari rantai karbon. Senyawa aromatik terangkai dalam lingkaran yang terdiri dari enam karbon yang mengandung tiga ikatan rangkap secara berselang. Sedangkan heterosiklik memiliki sebuah struktur lingkaran dengan atau tanpa struktur ikatan rangkap dan di dalamnya paling tidak satu unsur merupakan unsur lain selain karbon. Senyawa organik yang akan dibahas berikut ini meliputi surfaktan, minyak lemak dan fenol Surfaktan Nilai MBAS merepresentasikan keberadaan senyawa surfaktan pada limbah cair, terutama menunjuk pada penggunaan senyawa sulfonated castor oil (SCO) pada proses produksi. Skema alur biodegradasi surfaktan secara anaerob digambarkan pada Gambar II.10 (Vath, 1960) dikutip dari (Syafila, 1997) Minyak Lemak Limbah cair Perusahaan Security Printing X ini mengandung sisa-sisa tinta intaglio yang terlarutkan di dalam larutan penyapu. Salah satu komponen tinta, yaitu oil baik vegetable oil maupun petroleum oil memberikan kontribusi cukup besar terhadap nilai COD dan BOD, dilihat dari persentase keberadaan oil sebagai 29

24 salah satu komponen penyusun tinta. Secara global, komposisi tinta (dalam %) adalah sebagaimana Tabel II.2. CO 2, NO 3, SO 4 organik teroksigenasi N 2, H 2, CO 2, H 2 O NH 3 CH 4 Energi + H 2 S + organik tereduksi + Asam Organik Bakteri pembentuk asam dan metan SURFAKTAN N, P (Trace mineral) Protoplasma baru Fungsi nonsintesis Materi sel inert Gambar II.10. Alur biodegradasi anaerob surfaktan (Syafila, 1997) Minyak dan lemak merupakan bagian dari lipida yang tergolong dalam lipida sederhana. Minyak dan lemak (oil and grease) merupakan ester dari bermacammacam asam lemak dan sebagian alkohol (gliserol). Jika dibandingkan dengan asam-asam lemak, gliserol hanya merupakan sebagian kecil dari molekul-molekul yang terlibat dalam pembentukan ester. Oleh karena itu pada umumnya sifat-sifat fisik maupun kimia lipida ditentukan oleh asam-asam lemak ini. Tabel II.2. Persentase komponen penyusun tinta intaglio 3 Komponen Tinta Varnish - resin - oil (vegetable oil) - additive Persentase Pigment Extender Wax 1 4 Dryer 2 4 Solvent petroleum oil

25 Asam-asam lemak ini berada dalam alam sebagai hasil dari metabolisme mikroorganisme dari bermacam-macam senyawa atau berasal dari sebagian hewan dan tumbuhan yang mati. Dapat dilihat dari persamaan reaksi diatas bahwa jika ester terbentuk, suatu atom hidrogen dari alkohol dan satu hidroksil dari kelompok karboksil asam dikeluarkan sebagai air. Jika reaksi kebalikannya, yaitu jika minyak lemak (trigliserida) terurai menjadi asam-asam lemak dan alkohol (hidrolisa), air ditambahkan. Asam-asam lemak rantai pendek terutama asetat, propionat, dan butirat pada umumnya diketahui sebagai asam-asam volatil karena asam-asam ini dapat menguap (terdestilasi) pada tekanan atmosfir (Gaudy dan Gaudy, 1981). Penentuan asam-asam volatil menjadi penting dalam kontrol polusi lingkungan karena asam-asam ini merupakan produk mikrobiologi dari penguraian molekulmolekul rantai panjang (makromolekul) yang sebagian besar dihasilkan dari pengolahan secara anaerob Fenol Fenol merupakan senyawa aromatik yang paling penting, hadir dengan beberapa jenis yaitu monohidroksil (memiliki satu gugus hidroksil), cresol dan alkil fenol (memiliki gugus alkil), fenol yang terklorimasi, serta polihidroksi fenol (fenol dengan lebih dari satu gugus OH) gugus (memiliki satu gugus hidroksil digolongkan sebagai dalam bentuk monohidroksi fenol, cresol dan alkil fenol, serta fenol yang terklorinasi. Fenol tergolong dalam senyawa aromatik yang memiliki karakteristik adanya minimal satu cincin benzena. Probabilitas kehadiran fenol di dalam limbah cair Perusahaan Security Printing X ini berasal dari komponen penyusun pigmen dan dye di dalam tinta. Sebuah alur degradasi benzoat dan fenol menjadi metana dan karbon dioksida dipublikasikan Evans, Asam heptanoat terbentuk dari reduksi asam sikloheksana karboksilat. Produk antara yang diajukan untuk prekursor asam heptanoat adalah 1-methylcyclohexanone yang dikonversikan menjadi heptanoat dengan penambahan air. Alur Evans ini dapat dilihat pada Gambar II.12. Suatu 31

26 alur untuk degradasi fenol dan asam benzoat lain berdasarkan hasil penelitian Chmielowski (1965a, 1965b, 1966) dan Williams dan Evans (1973) diajukan oleh Neufeld, 1980, sebagaimana Gambar II.11. (Syafila, 1997) Penghilangan Warna pada Proses Anaerob Industri percetakan menggunakan zat penghasil warna yaitu dari penggunaan tinta. Meyer et. al. (1981) melaporkan bahwa penghilangan warna pada kondisi anaerob relatif lebih dan menghasilkan penghilangan warna yang jauh lebih baik daripada kondisi aerob. Terdapat dua hipotesa proses penghilangan warna secara biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme, yaitu secara ekstraselular dan intraselular (Yonas A.K., 2001). Di Indonesia, belum ada peraturan perundangan yang membatasi konsentrasi warna limbah cair. Kep-51/MENLH/10/1995 maupun Kep Gub Jabar No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri menetapkan parameter fisika dan kimia yang umum digunakan. Salah satu peraturan di Jerman, yaitu Wasserhaushaltsgesetz (WHG) atau Undang-Undang Air Buangan Domestik Negara Jerman, pada Appendiks 38 pasal 7a Tahun 1993 tentang batasan warna dalam air buangan menetapkan angka tembus pandang warna (Durchsichtsfarbzahl disingkat DFZ) maksimal yang diperbolehkan. Angka ini dihitung dengan menggunakan persamaan Sosath, 1999 (dikutip dari Yonas, 2001) sebagai berikut : EXT. V DFZ =... (2.1.) d Dimana: DFZ : angka tembus pandang warna (m -1 ) EXT : Ekstensien (Absorbancy) V : angka pengenceran d : ketebalan Kuvette (0,01 m) 32

27 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerob Temperatur Temperatur merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut disebabkan karena mikroorganisme tidak mempunyai sistem pengatur suhu sel. Di dalam kultur mikroba, temperatur sel sama dengan temperatur lingkungannya sehingga semua reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel dipengaruhi oleh temperatur lingkungannya (Esener et al, 1981). Proses anaerob akan berjalan dengan efektif pada dua kisaran suhu, yaitu kisaran mesofilik (29 38 o C) dan kisaran termofilik (49 57 o C). Meskipun laju reaksi jauh lebih besar pada kisaran suhu termofilik, namun pengendalian pada temperatur yang lebih tinggi terbukti kurang ekonomis (Eckenfelder, 2000). H 2 O Pimelate Benzoat 2-oxocyclohexanecarboxylate Methylcyclohexanone Heptanoate CO 2 Valerat Butirat Propionat Asetat Format Hidrogen H 2 O Fenol Cyclohexanone Caproate Adipate CH 4 CO 2 Gambar II.11. Alur degradasi benzoat dan fenol menurut Evans, 1970 (Syafila, 1997) 33

28 Dalam proses penguraian bahan organik dikenal adanya tiga kelompok bakteri yang dapat melangsungkan metabolisme dalam kondisi suhu yang berbeda. Ketiga kelompok tersebut adalah kelompok bakteri cryophilic atau psychopohilic, mesophilic dan thermophilic (Tabel II.3.) Tabel II.3. Kondisi Penguraian Bahan Organik Kondisi Rentang suhu, o C Suhu optimum, o C Cryophilic atau -2 ~ ~ 18 psychopohilic Mesophilic 20 ~ ~ 40 Thermophilic 45 ~ ~ 65 Sumber : Metcalf dan Eddy, 2004 Pengolahan secara anaerob pada umumnya didesain pada kondisi mesophilic (Grady Lim, 1980). Temperatur optimum untuk proses anaerob adalah 37 o C (Sixt dan Sahm, 1987). Pengolahan dengan sistem ASBR mampu mencapai lebih dari 90% penyisihan COD terlarut dan BOD 5 pada rentang suhu kamar, yaitu 20 C dan 25 C (Dague et. al., 1998). Asam Benzoat 1-cyclohexane carboxylate CH 3 (CH 2 ) 5 COOH Asam Heptanoat CH3CH2COOH Asam Propionat CH3(CH2)3COOH Asam Valerat Fenol CH3(CH2)2COOH Asam Butirat Cyclohexanol CH3(CH2)5OH Hexanol CH3(CH2)4COOH Asam Heksanoat Gambar II.12. Alur degradasi fenol dan asam benzoat menurut Neufeld, 1980 (Syafila, 1997) 34

29 ph Beberapa jenis limbah cair mengandung materi asam atau basa sehingga diperlukan proses netralisasi sebelum dibuang ke badan air penerima ataau sebelum diolah dengan proses kimia ataupun proses biologis. Pengaruh ph dalam proses anaerob adalah terhadap aktifitas mikroorganisme. Aktifitas bakteri pada proses anaerob pada umumnya berlangsung baik pada ph 6 8 (Sahm, 1984). Tahap pembentukan asam stabil pada selang ph (Sixt dan Sahm 1987), sedangkan untuk tahap pembentukan metana akan berlangsung baik pada selang ph netral ( 6,8-7,2). Organisme metana bekerja pada ph 6.6 hingga 7.6 dengan ph optimum mendekati 7 (Eckenfelder, 2000). Sedangkan menurut Speece, 1996, kondisi optimum pembentukan metana adalah pada ph 6,5 8,5 (Chaerul, 2001). Dalam lingkungan asam, kehidupan dan aktifitas bakteri metanogenik akan menurun. Pengaruh ph terhadap populasi bakteri non-metanogenik adalah terutama terhadap jenis produk yang dihasilkan. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan berubahnya jenis substrat yang tersedia bagi kelompok bakteri metanogenik. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bakteri metanogenik sangat sensitif terhadap perubahan sustrat yang dihasilkan dari tahap asidogenesa. Adanya perubahan substrat ini dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri metanogenik terganggu, sehingga pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi proses secara keseluruhan. Proses anaerob menghasilkan sejumlah asam-asam volatil pada tahap asidogenesa. Asam-asam tersebut akan menurunkan nilai ph reaktor jika tidak segera diubah menjadi gas metana oleh kelompok bakteri metanogenik. Penurunan ph ini akan menghambat juga pertumbuhan bakteri metanogenik. Dengan demikian, perlu dilakukan pengontrolan ph agar proses secara keseluruhan berjalan baik. Pengontrolan ph dapat dilakukan dengan jalan mengontrolnya dari luar sistem yaitu dengan menambah bahan kimia yang dapat menaikkan atau menurunkan 35

30 nilai ph. Selain itu dari dalam reaktor sendiri ph dapat berjalan dengan adanya sistem penyangga (buffer system). Dalam proses anaerob, kapasitas penyangga pada umumnya ditunjukkan dengan adanya alkalinitas. Alkalinitas ini antara lain berasal dari kelarutan CO 2 dalam air yang dihasilkan asam karbonat. Meskipun kelarutan CO 2 dalam air tidak stabil, tetapi asam karbonat yang terjadi akan membentuk reaksi kesetimbangan dengan bikarbonat yang kemudian berfungsi sebagai penyangga ion hidrogen (Sawyer dan Mc.Carty, 2003) Circulating Bed Reactor (CBR) Laju perubahan substrat dalam suatu bioreaktor dapat ditingkatkan dengan meningkatkan retensi biomasa dalam sistem. Retensi bakteri asetogenik dan bakteri metanogenik dapat ditingkatkan jika tegangan geser yang dihasilkan dari suatu sistem pengadukan rendah dan efektivitas pengadukan yang tinggi. Pengadukan yang efektif dari suatu bioreaktor diperlukan agar semua elemen dalam cairan mendapatkan komposisi yang sama sehingga kondisi tiap-tiap elemen volume dalam reaktor menjadi sama (Atkinson, 1974) dan juga agar penyediaan nutrien bagi sel-sel tersedia merata. Menurut Brauer, 1979, terdapat empat fungsi pengadukan, yaitu: 1. Untuk mendapatkan pergerakan fluida yang diinginkan dalam reaktor. 2. Untuk mendapatkan luas inter fasial yang diinginkan antara gas dan cairan dan distribusinya dalam reaktor. 3. Untuk mendapatkan kondisi-kondisi yang diinginkan dengan mengontrol diameter gelembung dan pergerakan gelembung dalam reaktor. 4. Untuk mendapatkan suatu kondisi yang memungkinkan suatu reaksi dapat berjalan dalam suatu suspensi biologis. Salah satu sistem pengadukan adalah sistem pengadukan dengan menggunakan pengaduk mekanis dan dengan mengunakan gas yang disemburkan. 36

31 Salah satu desain reaktor dengan menggunakan pengadukan gas adalah CBR. Pengadukan pada CBR menggunakan gas atau resirkulasi gas yang disemburkan melalui piringan berlubang pada dasar reaktor untuk mendapatkan sirkulasi. CBR merupakan modifikasi dari bubble column yang didasarkan pada energi pengangkatan udara untuk mendapatkan pengadukan. Pada reaktor ini udara atau gas yang diresirkulasikan dimasukkan melalui piringan berlubang pada dasar reaktor sehingga dihasilkan resirkulasi partikel dalam reaktor Anaerobic Sequencing Batch Reactor (ASBR) Proses anaerobic sequencing batch reactor (ASBR) dapat dikategorikan sebagai proses pertumbuhan tersuspensi dengan reaksi dan pemisahan zat padat-zat cair dalam satu tangki, hampir sama dengan aerobic sequencing batch reactor. Speece, 1996 menyatakan bahwa keberhasilan ASBR tergantung pada terjadinya pengendapan sludge yang tergranulasi sebaik mungkin sebagaimana halnya pada proses UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket). Selama periode reaksi, pengadukan yang intermitten selama beberapa menit setiap jam dilakukan untuk mendapatkan distribusi yang merata antara substrat dan padatan (Sung dan Bague, 1995). Unsur kritis pada proses ASBR adalah kecepatan pengendapan sludge selama periode pengendapan sebelum dekantasi efluen. Waktu pengendapan yang biasa digunakan adalah 30 menit (Metcalf dan Eddie, 2004). ASBR merupakan kombinasi antara reaktor kontinyu dan batch. Rangkaian reaktor yang digunakan adalah seperti pada Gambar II.13. ASBR ini merupakan modifikasi antara proses batch dan kontinyu, yaitu memiliki tahapan-tahapan yang masing-masing tahap dijalankan secara batch. Satu siklus operasional ASBR terdiri dari 5 tahap, yaitu : (1) Fill; (2) React; (3) Settle; (4) Decant / Draw; (5) Idle. 37

32 Influen Efluen Pengisian (Fill) Reaksi (React) Pengendapan (Settle) Pengurasan (Decant) Stabilisasi (Idle) Gambar II.13. Tahapan Operasi SBR (Metcalf and Eddy, 2004) 2.6. Kinetika Pengolahan Zat Organik pada SBR Perubahan komposisi dan konsentrasi material yang terjadi di dalam reaktor merupakan faktor penting pada pengolahan limbah cair. Perubahan ini disebabkan karena adanya transport hidrolik material ke dan dari reaktor. Desain proses biologi pada umumnya ditekankan pada laju berbagai komponen yang disisihkan dari air buangan dan laju biomasa yang dihasilkan di dalam reaktor. Pada kebanyakan proses biologi, digunakan penggolongan berdasarkan pada laju kinetika yang terjadi. Reaksi-reaksi yang didasarkan pada kinetikanya akan cenderung memiliki kemungkinan berbagai orde reaksi yang tergantung pada jenis organisme, substrat, maupun kondisi lingkungan (Bennefield & Randal, 1980). Hubungan antara laju reaksi, konsentrasi reaktan dan orde reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : ( konsentrasi) n Laju =... (2.2) Atau dalam bentuk logaritma: Log (Laju) = n log (konsentrasi)... (2.3) 38

33 Persamaan ini dapat diaplikasikan pada hasil eksperimen dan dapat diinterpretasikan untuk memperoleh orde reaksi dan laju reaksi. Untuk suatu orde reaksi yang konstan, apabila bentuk logaritma laju perubahan konsentrasi reaktan pada rentang waktu tertentu dialurkan sebagai fungsi logaritmis dari konsentrasi reaktan, maka akan diperolah garis lurus. Garis lurus tersebut merupakan representasi dari orde reaksi. Tiga metode yang dapat digunakan untuk menganalisa data kecepatan reaksi adalah aljabar, diferensial dan integral (Grady & Lim, 1980). Metode aljabar digunakan untuk data pada pengoperasian CSTR dalam keadaan tunak, dimana kecepatan reaksi dapat dihitung secara aljabar dengan menggunakan persamaan neraca massa keadaan tunak. Sedangkan metode integral dan diferensial digunakan untuk pengolahan data yang diperoleh dari reaktor batch yang mengekspresikan bentuk hubungan langsung kecepatan reaksi sebagai fungsi konsentrasi (Grady & Lim, 1980) Kinetika Pengolahan pada Periode Pengisian (Fill) Pada tahap pengisian ini terdapat aliran masuk tetapi tidak ada pengeluaran. Oleh karenanya kinetika pada tahap ini dikembangkan berdasarkan sistem fed batch operation dimana umpan dimasukkan secara kontinyu tanpa adanya pengeluaran. Pada sistem pertumbuhan kultur batch konsentrasi biomasa pada waktu tertentu dapat dinyatakan dengan persamaan (Shuler & Kargi, 1992): Dimana: S 0 Y x/s X 0 = konsentrasi substrat awal = koefisien yield = konsnetrasi biomasa awal ( S S ) X = X 0 + YX / S (2.4) Pada saat konsentrasi biomassa mencapai nilai maksimum (X m ), konsentrasi substrat sangat rendah (S <<<< S 0, dan X 0 <<<< X), maka X m = Y X/S.S 0. Umpan 39

34 nutrien pada laju alir Q dengan konsentrasi substrat S 0, jumlah total biomasa dalam tangki adalah X t = V.X, dimana V adalah volume kultur pada waktu t. Laju peningkatan volume kultur adalah : Konsentrasi biomasa dalam tangki pada waktu t adalah : Laju perubahan konsentrasi biomasa adalah: dx dt Pada saat steady state persamaan (2.6.) menjadi: dx dt t V = V Q. t (2.5.) X t X =... (2.6.) V dx t dv V X t dt dt =... (2.7.) 2 V X t dv = = X m. Q = Q. Y. S 0... (2.8.) V dt Jika persamaan (2.7.) diintegrasi, maka akan menjadi : X t = X t Q Y. S. t... (2.9.) Ketika semua substrat telah habis dikonsumsi, S = 0, dan X = Xm = Y.S0 maka dx/dt = 0. Keadaan ini disebut quasi steady state dimana laju penguraian substrat sama dengan laju penambahan substrat dalam influen. Kesetimbangan laju penyisihan substrat adalah : ds' dt μ X t = Q. S 0... (2.10.) Y t. Bila μ/y = k, maka persamaan (2.9.) menjadi : ds' t = Q. S 0 k. X t = Q. S 0 k( X 0t + Y. S 0. t)... (2.11.) dt Integrasi persamaan tersebut menghasilkan : S' t 2 ( Q. S k. X ) t k. Q. S. Y t = S'... (2.12.) t 0. Dimana S t adalah jumlah total substrat pembatas laju dalam kultur dan S 0 adalah konsentrasi substrat umpan. Jumlah total sel dalam kultur akan meningkat secara linier seiring dengan waktu sedangkan laju dilusi dan μ akan menurun. Pada saat quasy steady state μ = D, 40

35 dengan D adalah laju dilusi. Ini berarti laju pertumbuhan dikontrol oleh laju dilusi pada saat quasy steady state. Meskipun demikian model ini hanya pendekatan karena μ merupakan fungsi waktu Kinetika Pengolahan pada Periode Reaksi (React) Periode reaksi merupakan sistem batch, yaitu suatu kondisi sistem yang tertutup dengan kandungan substrat awal yang terbatas, dimana selama proses ini berlangsung tidak terdapat aliran masuk maupun yang keluar dari reaktor. Untuk volume yang konstan, reaksi pada fasa cair, neraca massa untuk reaktan A dalam kondisi batch ideal adalah sebagai berikut (Benefield & Randall, 1980): Massa masuk = massa keluar + massa akumulasi + massa hilang saat reaksi r A dn dt A 1 dn = V dt = ( r )V... (2.13.) A A dc = dt A... (2.14.) Laju penggunaan substrat dalam SBR pada tahap reaksi dihitung dengan persamaan berikut: Dimana, q = laju pemakaian substrat spesifik (per waktu) ds dt X = laju pemakaian substrat (massa per volume per waktu) = konsentrasi biomasa (massa per volume) ds dt q =... (2.15.) X Laju pertumbuhan biomasa spesifik dihitung dengan menggunakan persamaan: Dimana, dx dt μ =... (2.16.) X 41

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Limbah cair dari sebuah perusahaan security printing 1 yang menjadi obyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - memiliki karakteristik

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Pembahasan 4.2. Karakteristik Limbah Cair

Bab IV Data dan Pembahasan 4.2. Karakteristik Limbah Cair Bab IV Data dan Pembahasan 4.1. Umum Bab ini menampilkan data-data yang diperoleh selama penelitian disertai pembahasan mengenai hasil yang didapat. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Penyajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh

TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh No. Urut: 394/S2-TL/TPAL/2008 STUDI KETEROLAHAN DAN KINETIKA REAKSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECURITY PRINTING DENGAN PROSES BIOLOGIS ANAEROB PADA CIRCULATING BED REACTOR (CBR) DENGAN SISTEM SEQUENCING BATCH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian 3.2. Persiapan Awal Karakterisasi Limbah Cair

Bab III Metode Penelitian 3.2. Persiapan Awal Karakterisasi Limbah Cair Bab III Metode Penelitian 3.1. Umum Penelitian ini dibagi menjadi dua langkah. Langkah pertama adalah penelitian awal yang berupa proses seeding dan aklimatisasi untuk penentuan rasio substrat:kosubstrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS Pembentukan biogas dipengaruhi oleh ph, suhu, sifat substrat, keberadaan racun, konsorsium bakteri. Bakteri non metanogen bekerja lebih dulu dalam proses pembentukan biogas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian meliputi proses aklimatisasi, produksi AOVT (Asam Organik Volatil Total), produksi asam organik volatil spesifik (asam format, asam asetat, asam propionat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, dengan gas yang dominan adalah gas metana (CH 4

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha) Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Kakao sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2005, hasil ekspor produk primer

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2.

Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2. Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2. Respirasi anaerob 3. Faktor-faktor yg mempengaruhi laju respirari

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Gambar II.1 Skema pembuatan bioetanol ubi kayu

Tinjauan Pustaka. Gambar II.1 Skema pembuatan bioetanol ubi kayu Bab II Tinjauan Pustaka Pengolahan limbah dengan cara fermentasi anaerobik telah lama dikenal. Produk akhir proses ini adalah campuran dari gas metana, karbondioksida, hidrogen dan sedikit hidrogen sulfida

Lebih terperinci

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja III.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan limbah pulp kakao yang berasal dari perkebunan coklat PT IGE di updelling Cipatat sebagai media atau substrat untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS 2 PENDAHULUAN Kebijakan Perusahaan Melalui pengelolaan air limbah PMKS akan dipenuhi syarat buangan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah dan terhindar dari dampak sosial

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Peta Konsep Kofaktor Enzim Apoenzim Reaksi Terang Metabolisme Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap Katabolisme Polisakarida menjadi Monosakarida

Lebih terperinci

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010 DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010 DIKTAT 2 METABOLISME Standar Kompetensi : Memahami pentingnya metabolisme pada makhluk hidup Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan fungsi enzim dalam proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya 2.1.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Reaksi Kimia bisa terjadi di manapun di sekitar kita, bukan hanya di laboratorium. Materi berinteraksi untuk membentuk produk baru melalui proses yang disebut reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Umum Pada Bab IV ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian yang didapatkan. Secara garis besar penjelasan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) 90 5.1 Klasifikasi Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan akan bahan bakar fosil sebagai sumber energi membawa kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan bakar fosil (khususnya

Lebih terperinci

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 4-5. METABOLISME Ada 2 reaksi penting yang berlangsung dalam sel: Anabolisme reaksi kimia yang menggabungkan bahan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan Adanya film monomolekuler menyebabkan laju penguapan substrat berkurang, sedangkan kesetimbangan tekanan uap tidak dipengaruhi Laju penguapan dinyatakan sebagai v = m/t A (g.det -1.cm -2 ) Tahanan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB Winardi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Pontianak Email: win@pplh-untan.or.id ABSTRAK Reaktor batch

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob. Pembentukan biogas berlangsung melalui

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang Persentase hasil BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Persentase Plastik dan Cangkang Sawit Terhadap Kuantitas Produk Pirolisis Kuantitas bio-oil ini menunjukkan seberapa banyak massa arang, massa biooil, dan

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, baik yang bersumber dari sisa tanaman dan binatang yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Indonesia berada pada posisi terdepan industri kelapa sawit dunia. Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol)

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) I. TUJUAN Mengamati hasil dari peristiwa fermentasi alkohol II. LANDASAN TEORI Respirasi anaerob merupakan salah satu proses katabolisme yang tidak menggunakan oksigen

Lebih terperinci

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A)

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A) BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A) PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jalan Ir. H. Juanda No. 95

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci