KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL"

Transkripsi

1 KESEHATAN MENTAL PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL Oleh : Hurul Ein Latar Belakang Masalah Orang tua dengan anak retardasi mental akan mengalami banyak permasalahan. Orang tua dengan anak retardasi mental, khususnya ibu, akan mengalami tingkat stres yang sangat tinggi (Bromley, 1998). Kelahiran atau keberadaan bayi dengan kelainan tertentu juga akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga dan dalam berinteraksi satu sama lain. Hal ini juga membuat ibu mengalami trauma paling hebat dalam merespon kondisi yang diciptakan dengan kehadiran anak yang cacat (Hardman, dkk. 1984). Ibu dari bayi yang memiliki tingkah laku yang tidak normal (abnormal) namun selamat seringkali menderita perasaan berduka cita yang akut dibanding ibu yang bayi abnormal-nya tidak selamat (Hadman, dkk. 1984) dan lebih lama berada dalam periode berduka cita sebelum akhirnya pulih (D Arcy, dalam Hardman, dkk. 1984). Bagaimanapun juga, orang tua adalah guru pertama bagi anak mereka, mereka selalu ada untuk memberikan dorongan, pujian maupun umpan balik (Heward, 1996). Tak terkecuali pada anak dengan retardasi mental yang memiliki keterbatasan intelektual dan perilaku adaptif, orang tua juga harus mengajarkan anak mereka tersebut agar dapat meneruskan kelangsungan hidupnya dan mandiri. Disini terlihat jelas bahwa peran orang tua dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan membutuhkan dukungan penuh agar anak itu sendiri dapat hidup mandiri. Hubungan anak yang retardasi mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan hubungan anak yang inteligensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya, termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya (Semiun, 2006). Sering kali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang retardasi mental dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang normal. Mereka mungkin tidak mau mengakui kekurangan-kekurangan anak itu dan

2 melemahkan dorongannya untuk mencapai sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan kepuasan terhadap apa yang dapat dilakukannya. Mereka menekan anak itu untuk mencapai ukuran-ukuran yang melampaui taraf kemampuannya dengan cara yang halus, penuh kasih sayang atau terang-terangan menolak. Orang tua lain memanjakan anak yang retardasi mental itu dan membuatnya supaya tetap tergantung, dengan demikian orang tua menghalangi kemampuan anaknya walaupun sangat terbatas. Dalam kasus-kasus seperti itu diperlukan sekali bantuan konseling yang dapat diperoleh melalui badan-badan sosial yang sangat memperhatikan kebutuhan anak yang retardasi mental. Tenaga professional dari badan-badan sosial ini dapat berbuat banyak untuk mengurangi pengaruh dari sikapsikap orang tua yang keliru seperti yang telah diuraikan. Chamberlain dan Moss berkata: Setelah menangani beratus-ratus anak di sekolah-sekolah kami, kami sampai pada kesimpulan bahwa anak-anak membawa masalah-masalah emosional dan sosial di rumah ke sekolah, mereka mencerminkan jauh lebih banyak sikap emosional para orang tua mereka dibandingkan dengan anak-anak normal. (Chamberlain & Moss, 1953). Orang tua dari anak yang retardasi mental berada dalam situasi yang sulit. Karena sikap masyarakat, mereka mungkin merasa malu karena anak mereka cacat dan perasaan malu itu mungkin mengakibatkan anak itu ditolak secara terang-terangan atau tidak terang-terangan. Banyak keluarga yang secara drastis mengubah cara hidup mereka karena kehadiran anak yang cacat mental itu di dalam keluarga dan hampir sama sekali menarik diri dari kegiatan-kegiatan masyarakat. Dalam situasi yang demikian, anak terebut mungkin menyadari bahwa dia-lah yang menjadi penyebabnya (Semiun, 2006). Untung, tidak semua orang tua membuat respons negatif terhadap kehadiran anak retardasi mental itu di kalangan keluarga. Ada beberapa bukti bahwa orang tua yang kurang berpendidikan dari kelompok sosio-ekonomis bawah lebih berhasil dalam membantu anak-anak cacat mereka dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan baik dari kelompok sosio-ekonomis atas. Meskipun ini tidak seluruhnya benar, tetapi orang tua yang berpendidikan baik cenderung memandang anak yang retardasi mental itu sebagai suatu ancaman. Oleh karena itu, mereka mungkin menolaknya atau tidak mau menerima kekurangan-keurangan intelektualnya dan mencoba memaksanya untuk mencapai hasil pada taraf yang cukup jauh melampaui kemampuan-kemampuannya (Semiun, 2006).

3 Orang tua dari anak retardasi mental harus menerima cacatnya dan membantunya untuk menyesuaikan diri dengan cacatnya. Di samping itu, mereka harus menghindari tujuan-tujuan yang ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai dan mereka harus menyadari juga bahwa ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhannya akan prestasi di dalam bidang-bidang kegiatan yang terbatas. Meskipun ia tidak mungkin bekerja dengan baik dalam bidang akademik, tetapi ada banyak jenis keterampilan yang dapat dikuasainya. Jika ia merasa aman dalam hubungannya dengan keluarganya, jika ia mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar memperhatikannya dan mereka puas dengan prestasi sedikit yang dicapainya, maka dengan ini ia banyak dibantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar. Menerima keterbatasan mental merupakan kunci utama bagi kesehatan mental dan perasaan adekuat dalam masyarakat bagi semua anak retardasi mental, terutama bagi yang sedikit cacat (Semiun, 2006). Pribadi yang sehat adalah pribadi yang matang, yaitu pribadi yang tidak dikontrol oleh trauma dan konflik masa lalu. Pribadi ini didorong ke depan oleh suatu visi dan misi itu mempersatukan kepribadiaannya serta membawanya melewati tantangan demi tantangan yang terus bertambah. Kebahagiaan bukan merupakan tujuan utama. Kebahagiaan hanyalah merupakan hasil sampingan dari proses mencapai tujuan. Pribadi ini akan terus berusaha mencari motif-motif dan tujuan baru begitu tujuan lamanya tercapai (Schultz, 1991). Adapun 7 kriteria kepribadian yang sehat menurut Allport (Schultz, 1991) yaitu: perluasan perasaan diri dengan mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri seperti berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar diri ataupun dengan pekerjaan. Allport menamakan hal ini partisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha manusia. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas. Dalam hal ini biasanya orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik lebih banyak melakukan aktivitas ataupun mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan informasi tentang menghadapi, memahami ataupun mendidik serta mengasuh anak-anak yang mengalami retardasi mental. Sedangkan orang tua yang yang tidak memiliki kesehatan mental yang baik kemungkinan adanya menutup diri dari aktivitas-aktivitas ataupun tidak ingin memiliki kegiatankegiatan yang banyak menghabiskan waktu diluar dari rumah.

4 Hubungan yang hangat dengan orang lain. Individu matang mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang-orang terdekat seperti orang tua, anak dan sahabat. Memperhatikan kesejahteraan mereka seperti memperhatikan dirinya sendiri. Individu neurotis menuntut cinta lebih banyak dari kemampuan mereka memberi. Individu matang juga memiliki perasaan terharu (memahami kondisi dasar manusia). Orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik terlihat lebih banyak memberikan rasa kasih sayang serta perhatiannya yang lebih terhadap anaknya. Namun orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik akan memilih untuk menjauhi serta berusaha untuk tidak terlalu banyak berinteraksi dengan anaknya yang mengalami retardasi mental. Keamanan emosional. Individu matang mampu menerima dirinya dengan segala kelemahan dan kelebihannya, termasuk emosi-emosi yang dirasakan (mampu mengontrol). Sedangkan individu yang neurotik menyerah pada emosi-emosinya. Dalam keamanan emosional biasanya orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik akan menjaga serta mengimbangi emosinya dengan cara lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta meminta bantuan dalam mengasuh serta mendidiknya dari ahlinya dalam menangani anak retardasi mental. Sedangkan orang tua dari anak retardasi mental yang tidak sehat mentalnya akan memiliki perasaan neurotik seperti hal yang berkecamuk dalam hati, mulai dari tak percaya, marah, sedih, merasa bersalah, lelah, cemas, bingung sampai putus asa. Persepsi yang realistik. Individu matang memandang dunianya secara objektif, sedangkan individu neurotis acapkali merubah realitas agar sesuai dengan keinginanya. Orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik akan menerima kekurangan dari keadaan anak yang berbeda dari anak normal lainnya. Bahkan mereka manganggap anak dengan kelainan tersebut merupakan suatu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa seperti mereka menerima anak tersebut layaknya seperti anak normal lainnya. Sedangkan orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik biasanya memiliki pemikiran yang neurotik seperti malu untuk mempunyai anak yang berbeda dari anak normal lainnya sehingga mereka lebih banyak tidak mampu menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami retardasi mental.

5 Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas. Individu yang matang mengerahkan keterampilannya pada pekerjaan mereka (komitmen terhadap pekerjaan). Biasanya orang tua yang memiliki anak retardasi mental yang berkarir lebih banyak mengalihkan perasaan-perasaan neurotik mereka dengan pekerjaan mereka. Sedangkan orang tua yang tidak matang akan merasa tidak memiliki keterampilan serta kemampuan karena merasa dirinya telah gagal dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam keluarga maupun pekerjaannya. Pemahaman diri. Individu matang menggambarkan dirinya secara objektif dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik akan lebih banyak ingin menerima pendapat orang lain serta terbuka untuk hal apapun itu tentang anaknya. Tapi bagi orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik terkadang enggan menerima pendapat orang lain terhadap anaknya. Filsafat hidup yang mempersatukan. Individu matang memiliki arah kedepan. Arah ini membimbing semua segi kehidupan menuju tujuan-tujuan hidup. Bimbingan ini dapat berupa nilai-nilai dan suara hati. Namun tidak dapat dipungkiri bagaimanapun juga orang tua yang memiliki anak retardasi mental biasanya akan memikirkan bagaimana kehidupan kedepannya anak mereka. Bagi orang tua yang sehat mentalnya akan selalu menyiapkan apapun untuk masa depan sang anak sehingga kelak anak tersebut mendapatkan jaminan hidup yang layak seperti apabila orang tuanya sudah tidak ada ataupun meninggal dunia mungkin masa kecilnya anak tersebut telah ditanamkan pendidikan serta kegiatan-kegiatan ataupun menggali bakat-bakat yang ada untuk membuat anak tersebut lebih mandiri serta punya nilai lebih untuk hidupnya kelak. Sedangkan orang tua yang tidak sehat mentalnya akan pasrah begitu saja tanpa melakukan apapun untuk anaknya, sehingga anak tersebut akan lebih banyak berpatokan pada orang tuanya sampai kapanpun itu. Biasanya orang tua mungkin merasa sangat terbebani secara fisik maupun mental saat harus merawat anak yang mengidap retardasi mental sehingga banyak menutup diri dari pekerjaan maupun kegiatan-kegiatan yang banyak menghabiskan waktu diluar yang terlihat dalam aspek perluasan perasaan diri. Namun terlihat pada aspek hubungan yang hangat dengan orang lain, orang tua yang matang mampu memperlihatkan keintiman

6 (cinta) terhadap anaknya. Memperhatikan kesejahteraan mereka seperti memperhatikan dirinya sendiri. Sehingga dalam aspek filsafat hidup yang mempersatukan akan lebih utama dalam hidup anaknya untuk masa depan sang anak. Namun konsultasi orang tua sangat penting untuk mengatasi stres serta bisa membantu mengidentifikasi rasa marah dan bersalah yang mungkin timbul dalam situasi seperti ini (Yulius & Iva, 2000). Kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental tergantung dari tindakan, tingkah laku ataupun perasaan. Sesungguhnya ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak banyak tergantung kepada faktor-faktor luar. Yang terlihat pada semua aspek dari kriteria kesehatan mental diatas. Akan tetapi lebih tergantung kepada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut. Kita tidak meniadakan pengaruh faktor-faktor luar itu, karena memang ada pengaruhnya. Misalnya pada aspek keamanan emosional dalam menghadapi anak retardasi mental, orang tua menjadi kecewa dan sedih namun bukan kehadiran dari anak retardasi mental itu secara langsung, akan tetapi karena ketidakmampuannya menghadapi faktor tersebut pada aspek persepsi yang realistik dengan wajar serta tidak dapat memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi masalah itu. Akibatnya dihinggapi oleh rasa gelisah yang sangat, yang kadang-kadang membawa kepada tindakan dan sikap yang tidak normal dalam hidupnya. (Daradjat, 1992). Jadi yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental. Kesehatan mental itulah yang menentukan tanggapan seseorang terhadap suatu persoalan dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental pulalah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk hidup atau akan pasif dan tidak bersemangat (Daradjat, 1992). Tinjauan Pustaka Kesehatan Mental Secara singkat dapat dikatakan ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang memperhatikan perawatan mental atau jiwa. Sama seperti ilmu pengetahuan yang lain, ilmu kesehatan mental mempunyai objek khusus untuk diteliti dan objek tersebut adalah manusia. Manusia dalam ilmu ini diteliti dari titik tolak keadaan atau kondisi mentalnya. Ilmu kesehatan mental merupakan terjemahan dari istilah mental hygiene. Mental (dari

7 kata latin: mens, mentis) berarti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat, sedangkan hygiene (dari kata Yunani: hugiene) berarti ilmu tentang kesehatan. Mental hygiene sering juga disebut psikohygiene. Psyche (dari kata Yunani: psucho) berarti nafas, asas kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, semangat. Ada orang yang membedakan antara mental hygiene dan psikohygiene. Mental hygiene menitikberatkan kehidupan kerohanian, sedangkan psikohygiene menitikberatkan manusia sebagai totalitas psikofisik atau psikosomatik. Di sini, kedua istilah tersebut disamakan karena dalam uraian selanjutnya, ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang membicarakan kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks (Semiun, 2006 a). Ada banyak definisi yang diberikan oleh para penulis terhadap ilmu kesehatan mental. Beberapa di antaranya akan dikemukakan di bawah ini. Alexander Schneiders mengatakan bahwa: Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri (Schneiders, 1965 dalam Semiun, 2006 a). Samson, Sin dan Hofilena mendefinisikan ilmu kesehatan mental sebagai ilmu yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi-fungsi mental yang sehat dan mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri atau kegiatan-kegiatan mental yang kalut. (Samson, Sin & Hofilena, 1963 dalam Semiun, 2006 a). Definisi-definisi yang lebih singkat tentang ilmu kesehatan mental telah dikemukakan oleh beberapa penulis lain. Howard Bernard menyatakan bahwa ilmu kesehatan mental adalah suatu program yang dipakai dan diikuti seseorang untuk mencapai penyesuian diri (Bernard, 1957 dalam Semiun, 2006 a). D.B. Klein mengemukakan bahwa ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit mental dan meningkatkan kesehatan mental (Klein, 1955 dalam Semiun, 2006 a). Suatu defnisi terakhir diberikan oleh Louis P. Thorpe yang mengemukakan bahwa ilmu kesehatan mental adalah tahap psikologi yang bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesehatan mental (Thorpe, 1960 dalam Semiun, 2006 a).

8 Analisis terhadap berbagai cara mendefinisikan ilmu kesehatan mental menunjukkan bahwa ilmu tersebut pertama-tama berbicara mengenai pemakaian dan penerapan seperangkat prinsip kesehatan yang bertujuan untuk mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri serta meningkatkan kesehatan mental. Retardasi Mental Retardasi mental ataupun dengan kata lain tuna grahita. Grahita dalam bahasa Jawa berarti pikir atau memahami, jadi tuna grahita adalah ketidakmampuan dalam berpikir. Pengertian cacat mental atau retardasi mental pada mulanya memang mengacu pada aspek kognitif yang rendah ini juga akan berpengaruh dalam fungsi-fungsi psikolgi yang lain sehingga definisi-definisi retardasi mental mengalami perkembangan (Prabowo & Puspitawati, 1997). Pengertian mengenai retardasi mental terus berkembang. Pada tahun 1973, AAMD (American Association on Mental Deficiency) memberikan definisi (dalam Payne & Patton, 1981) bahwa retardasi mental berhubungan dengan fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata yang muncul bersamaan dengan deficit pada perilaku adaptif dan terlihat saat masa perkembangan. Batasan ini diperbaharui dengan definisi yang diberikan oleh AAMR (American Association on Mental Retardation) mengenai retardasi mental adalah sebagai berikut: Keterbelakangan mental (retardasi mental) menunjukkan adanya keterbatasan dalam fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang dan lainlain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun. (Hallahan dan Kauffman, dalam Mangunsong, 1998) Kemudian, pada tahun 2002, AAMR mengeluarkan revisi ke-10 mengenai retardasi mental (dalam ) bahwa retardasi mental merupakan bagian dari disability yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan baik pada fungsi intelektual dan perilaku adaptif dan terekspresi baik dalam kemampuan adaptif secara konseptual, social dan praktikal.

9 Terlihat dari ketiga pengertian di atas sama-sama menjelaskan bahwa retardasi mental merupakan kecacatan dan ditunjukkan dengan keterbatasan fungsi intelektual dan perilaku adaptif selama masa perkembangan atau sebelum usia 18 tahun. Metode Penelitian Dalam penelitian ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian, antara lain: 1. Orang tua yang memiliki anak retardasi mental Karakteristik subjek adalah pasangan suami istri dan juga orang tua tunggal yang memiliki anak retardasi mental. 2. Jumlah subjek penelitian Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) tidak ada aturan pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui peneliti, tujuan penelitian, konteks saat itu, apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Poerwandari (1998) juga mengatakan bahwa dengan fokus penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses maka penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Dalam penelitian subjek berjumlah 5 orang yakni 4 orang tua yang berpasangan dan 1 orang tua tunggal yang memiliki anak retardasi mental. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan pedoman umum. Dalam pedoman wawancara umum tersebut dicantumkan isu-isu yang akan diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian, peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaaan tersebut akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung.

10 Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan bentuk observasi non partisipan, dimana observer tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee. Hasil Analisis Berdasarkan dari kelima responden menunjukkan adanya kesehatan mental yang berbeda-beda, kesehatan mental yang baik banyak ditemukannya ada pada subjek I, IV dan V, sedangkan subjek II termasuk memiliki kesehatan mental yang kurang baik dan subjek III memiliki kesehatan mental yang cukup baik. Selanjutnya dari hasil responden kelima subjek terlihat bahwa mereka memiliki kriteria kepribadian sehat yang berbedabeda yaitu dengan adanya kesehatan mental yang baik dan kesehatan mental yang tidak baik. Kriteria Kepribadian Sehat a. Perluasan perasaan diri Secara teoritis pada subjek I, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat baik, dimana mereka ingin tahu serta mengetahui banyak tentang anak-anak yang mengalami retardasi mental. Hal ini sesuai dengan Allport (1991) menamakan hal ini partisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha manusia. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas-aktivitas. Sedangkan pada subjek II memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek tidak ingin tahu tentang anak yang mengalami retardasi mental. b. Hubungan diri yang hangat dengan orang-orang lain Secara teoritis pada subjek I, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang baik, dimana mereka masih memiliki hubungan yang hangat dengan keluarga, anak-anak serta orang-orang di sekitar subjek. Hal ini sesuai dengan menurut Allport (1991) orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, pasangan dan teman akrab. Sedangkan pada subjek II memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek kurang memiliki hubungan yang baik dengan anaknya yang mengalami retardasi mental. c. Keamanan emosional

11 Secara teoritis pada subjek I, IV dan V memiliki kesehatan mental yang baik, dimana dalam keamanan emosional subjek yang masih dapat mengontrol emosi-emosi mereka, sehingga emosi-emosi ini tidak menganggu aktivitas-aktivitas antar pribadi. Kualitas lain dari keamanan emosional ialah apa yang disebut Allport (1991) sabar terhadap kekecewaan. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang berinteraksi terhadap tekanan dan terhadap hambatan dari kemauan-kemauan dan keinginankeinginan. Sedangakan pada subjek II dan III memiliki kesehatan mental yang kurang baik dimana subjek terkadang kurang bisa mengontrol emosi mereka. d. Persepsi realistis Secara teoritis pada subjek I, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang baik, dimana mereka menerima kenyataan hidup dengan menerima semua kekurangankekurangan yang dimiliki dari anak mereka yang mengalami retardasi mental. Hal ini juga sejalan dengan Schneiders (1965) yang menilai kesehatan mental yang baik mengacu secara khusus pada sikap seseorang terhadap kenyataan, sedangkan kontak mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang menerima kenyataan menolaknya atau melarikan diri pada-nya. Sedangkan pada subjek II memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek masih kurang bisa menerima kekurangan-kekurangan yang dimiliki dari anak subjek yang mengalami retardasi mental. e. Keterampilan-keterampilan dan tugas-tugas Secara teoritis pada subjek I, II, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat baik dimana mereka memiliki keterampilan serta perkerjaan yang dapat membantu mereka dalam menajalankan tugas serta kewajiban mereka. Allport (1991) mengutip apa yang dikatakan Harvey Cushing ahli bedah otak yang terkenal, satu-satunya cara untuk melangsungkan kehidupan adalah menyelesaikan suatu tugas f. Pemahaman diri Secara teoritis pada subjek I, II, III, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat baik dimana mereka masih mau berpendapat dan menerima pendapat terhadap anaknya yang mengalami retardasi mental. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport (1991), orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) yang

12 tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang-orang lain. g. Filsafat hidup yang mempersatukan Secara teoritis pada subjek I, IV dan V memiliki kesehatan mental yang sangat baik dimana mereka merasa optimis dan telah menyiapkan masa depan untuk anak mereka yang mengalami retardasi mental. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport (1991) menyebut dorongan yang mempersatukan ini arah (directness) dan lebih kelihatan pada kepribadian-kepribadian yang sehat daripada orang-orang yang neurotis. Arah itu membimbing semua segi kehidupan seseorang menuju suatu tujuan (atau rangkaian tujuan) serta memberikan orang itu suatu alasan untuk hidup. Sedangakan pada subjek II dan III memiliki kesehatan mental yang kurang baik, dimana subjek merasa pesimis dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental. Faktor-faktor Yang Mendukung Dalam Mengasuh Anak a. Saudara Secara teoritis pada subjek I menilai bahwa peran saudara yaitu adik kandung subjek sangat besar dalam pengasuhan anak subjek yang mengalami retardasi mental. b. Pengasuh Secara teoritis pada subjek IV dan V menilai bahwa peran pengasuh sangat membantu subjek dalam mengasuh anaknya yang mengalami retardasi mental, dikarenakan subjek IV dan V merupakan orang tua yang bekerja. c. Sekolah Secara teoritis pada subjek I, II, III, IV dan V menilai bahwa peran sekolah sangat penting dan membantu subjek dalam mengasuh serta memberikan suatu pelajaran yang berarti untuk anaknya yang mengalami retardasi mental. Proses Terbentuknya Kesehatan Mental Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental Secara teoritis pada subjek I, IV dan V membentuk kesehatan mental yang baik, dimana subjek banyak berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada yang

13 ahlinya dalam menangani anak yang mengalami retardasi mental. Sedangkan pada subjek II dan III dalm membentuk kesehatan mental terlihat tidak baik, dimana subjek II merasa kecewa dan tidak perduli dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental dan sedangkan subjek III masih merasa sedih dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil analisis data yang telah diperoleh, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental, yaitu : 1. Keadaan kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental Tidak dapat dipungkiri lagi, orang tua sangat menentukan dalam setiap aspek perkembangan anak. Pengasuhan sehari-hari sangat memegang peranan pada perkembangan individu retardasi mental. Tidak mudah menjadi orang tua penyandang retardasi mental. Berbagai perasaan berkecamuk dalam hati, mulai dari tak percaya, marah, sedih, merasa bersalah, lelah, cemas, bingung sampai putus asa. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan kesehatan mental orang tua menjadi baik ataupun tidak baik Faktor-faktor yang menyebabkan para orang tua memiliki kesehatan mental yang baik yaitu dimana para orang tua mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat serta banyak berdoa dan pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak baik akan merasa dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental adalah suatu masalah yang berat sehingga orang tua akan merasa pesimis dengan kehidupannya kelak. 3. Proses perkembangan kesehatan mental subjek Dalam hal ini proses perkembangan kesehatan mental yang baik pada orang tua akan beranggapan dengan memiliki anak yang mengalami retardasi mental sama halnya dengan memiliki anak yang normal lainnyakarena sama-sama merupakan

14 suatu anugerah dan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa. Namun dalam proses perkembangan kesehatan mental yang tidak baik akan beranggapan dengan memiliki anak retardasi mental adalah suatu masalah maka para orang tua tersebut akan membentuk suatu kesehatan mental yang tidak baik kelaknya nanti. Saran Dari hasil penelitian tentang kesehatan mental pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk Subjek Dalam penelitian ini subjek diharapkan lebih bisa menerima kenyataan hidup dengan memiliki anak retardasi mental. Dengan adanya kesehatan mental yang baik maka akan membuat subjek dalam menjalankan hidupnya dengan baik pula. Namun hal lain tidak dapat dipungkiri, mungkin subjek merasakan hal-hal yang seperti sedih, kecewa dan perasaan neurotik lainnya. Tetapi dengan perasaan itu mungkin akan membangun kehidupan subjek dengan optimis ke depan untuk nantinya. 2. Untuk Penelitian Selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggali lebih dalam dengan menambah beberapa teori dari tokoh lain sebagai pembanding dan menambah jumlah subjek penelitian yang memiliki anak retardasi mental. 3. Untuk Para Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk para orang tua yang memiliki anak retardasi mental. Untuk para orang tua lainnya, supaya dapat menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dan memandang apa yang terjadi sebagai hal positif dan bukan akhir dari segala-galanya. Bahwa memiliki anak yang mengalami retardasi mental bukanlah hal yang buruk jika masing-masing dapat menjalani perannya masing-masing tentunya untuk anak-anak yang membutuhkan peran kedua orang tuanya sebagai pendorong dalam kehidupannya kelak.

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap orangtua pasti menginginkan memiliki anak yang normal dan sehat baik secara jasmani maupun rohani. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Tak terkecuali orang tua. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

TEORI KEPRIBADIAN MATANG

TEORI KEPRIBADIAN MATANG 8 TEORI KEPRIBADIAN MATANG Teori Kepribadian Matang - Model Allport Menurut Allport, individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan oleh keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik, mental, dan sosial. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak tidak selalu sama satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap keluarga tentunya akan mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan kehidupan pernikahan mereka. Setiap pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Penerimaan orangtua terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus sangat mempengaruhi proses perkembangan anak. Menurut Chaplin (2000) penerimaan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak sehat, baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orang tua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal. Melihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi kedua orang tua. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua. Kelahiran anak adalah saat-saat yang sangat di tunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan manusia dengan kemampuan berbeda-beda dengan rencana yang. kesialan atau kekurangan dengan istilah cacat.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan manusia dengan kemampuan berbeda-beda dengan rencana yang. kesialan atau kekurangan dengan istilah cacat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu sangat mendambakan dirinya terlahir dalam keadaan sempurna jasmani dan rohani. Dengan kesempurnaannya tersebut, ia akan berkembang secara wajar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 71 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5.1. Diskusi Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal peran subjek sebagai orang tua anak tunaganda, keduanya terlibat aktif dalam hal pendidikan anaknya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap keluarga yang amat mendambakannya. Berbagai harapan hadir ketika anak mulai ada di dalam perut Ibu.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang- BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Pengantar Kesehatan Mental. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Pengantar Kesehatan Mental. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Pengantar Kesehatan Mental Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Silabus Konsep sakit dan sehat Sejarah Kesehatan mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori 2.1.1. Retardasi Mental 2.1.1.1. Definisi Retardasi mental adalah kondisi tidak lengkapnya perkembangan jiwa, yang ditandai dengan adanya penurunan keterampilan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan kehadiran seorang anak. Anak yang terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua. Orang tua mendambakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1. PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri, bahwa hidup seorang perempuan akan berubah setelah lahirnya si buah hati. Bukan hanya kehidupan pribadi anda yang berubah, tetapi

Lebih terperinci

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG PENILAIAN PRIBADI SANDIMAN DI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah. Islam sebagai agama yang dianut penulis mengajarkan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga negara. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehadiran seorang anak di tengah keluarga merupakan sebuah karunia yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai tumbuh saat orang tua menanti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Istilah anak berkebutuhan khusus saat ini semakin luas dikenal masyarakat. Secara tradisional masyarakat melabel anak berkebutuhan khusus sebagai mereka yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

Developmental and Clinical Psychology

Developmental and Clinical Psychology DCP 1 (1) (2012) Developmental and Clinical Psychology http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI KELAS SOSIAL Hadil Khoiri Jurusan Psikologi,

Lebih terperinci