BAB I PENDAHULUAN. : Hendra Putra Sudradjat NRP :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. : Hendra Putra Sudradjat NRP :"

Transkripsi

1 Tabel Perhitungan Kebutuhan Tulangan Pelat Lantai Beton Bertulang Dengan Menggunakan SNI , PBI 1971 dan Pemodelan SAP2000 Nama : Hendra Putra Sudradjat NRP : Jurusan : Teknik Sipil Dosen Pembimbing 1 : Prof. Dr. Ir. Triwulan, DEA Dosen Pembimbing 1 : Dr. techn. Pujo Aji, ST., MT. Abstrak Didalam dunia konstruksi, struktur yang paling awal menjadi perhatian adalah pelat lantai. Pelat adalah struktur yang pertama kali menerima beban, baik dari beban mati maupun beban hidup. Didalam perencanaannya, struktur pelat harus kuat menerima bermacam-macam beban. Timbullah suatu pemikiran untuk mempermudah mencari kebutuhan tulangan.penelitian dilakukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku di negara Indonesia, yakni SNI dan PBI Dalam penelitian ini menggunakan program bantu, yakni SAP2000. Parameter-parameter yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lebar pelat, tebal pelat, panjang pelat, dan beban-beban yang bekerja pada pelat lantai. Hasil akhir dari penelitian adalah tabel. Tabel berisi dimensi pelat yang bervariasi dan dilengkapi dengan diameter tulangan yang dibutuhkan. Kata Kunci:pelat lantai, SNI , PBI 1971, SAP2000. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu akan kebutuhan primer yang dibutuhkan manusia saat ini adalah tempat tinggal. Menjadi fakta dilapangan bahwa kemampuan daya beli manusia terhadap tempat tinggal cenderung meningkat, baik unit apartemen maupun rumah sederhana. Kebutuhan ini tentunya menjadi pusat peluang bagi usaha-usaha bisnis untuk mengembangkan propertinya. Bisa dilihat dengan adanya apartemen yang saat ini telah banyak dibangun di kota-kota besar, maupun pengembangan perumahan di daerahdaerah kecil. Hal ini ditunjang dengan dipermudahnya mendapatkan fasilitas peminjaman uang dari lembaga-lembaga yang bergerak dibagian kredit. Sehingga manusia cenderung menginginkan adanya suatu perubahan. Perubahan ini yang menyebabkan manusia menjadi kurang puas dengan apa yang dimilikinya. Dengan hasrat seperti itu membuat manusia selalu berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang selama ini dirasakan kurang puas. Salah satunya didalam pembangunan suatu tempat tinggal. Di kota-kota besar, lahan tempat tinggal sangatlah terbatas. Hal ini membuat para pengusaha yang bergerak dibidang properti tidak memiliki lagi pilihan di dalam pengembangan suatu perumahan. Sehingga timbullah sebuah pemikiran untuk pembuatan tempat tinggal secara vertikal. Seperti pembangunan apartemen yang saat ini mulai marak. Pekerjaan pembangunan tersebut secara vertikal bukanlah hal yang mudah. Artinya didalam prosesnya harus dimiliki suatu pengetahuan yang khusus. Hal ini tentunya berbeda dengan pembuatan bangunan yang tidak bertingkat. Lebihlebih jika didalam pekerjaan ini menggunakan beton bertulang. Perlu pengetahuan dan kecermatan di dalam pekerjaan tersebut, diantaranya dari segi kualitas beton dan kebutuhan tulangan yang diperlukan. Banyak pekerja konstruksi yang bisa mengerjakan

2 pekerjaan beton, tapi banyak juga yang tidak memperhatikan kualitas dari beton maupun kebutuhan tulangan yang diperlukan. Sehingga jika didalam pekerjaan beton mengalami suatu kesalahan, struktur tersebut akan runtuh karena hasil dari pekerjaan yang buruk dan struktur tidak bisa menahan beban yang bekerja. Begitu halnya dengan pekerjaan beton, yaitu pekerjaan perencanaan kebutuhan tulangan pelat beton bertulang. Pelat merupakan suatu konstruksi sekunder dari sebuah struktur. Pelat yang kuat didasarkan pada suatu perhitungan yang cermat. Penyelesaian eksak analisa struktur untuk pelat sangatlah rumit. Dalam penyelesaian itu membutuhkan waktu yang lama dan melibatkan persamaan diferensial yang pemecahan matematisnya sangatlah rumit. Memperhatikan rumitnya penyelesaian matematis tersebut, dikembangkanlah alat bantu berupa tabel perhitungan momen lentur pada pelat dua arah. Hal ini membuat perencanaan suatu struktur pelat lantai menjadi lebih mudah. Namun demikian, tabel-tabel yang terdapat dalam Peraturan beton Indonesia 1971, memiliki keterbatasan, terutama dalam menentukan perletakan pelat lantai, tebal dan bentang dari pelat lantai tersebut. Saat ini analisa struktur dapat dilakukan dengan bantuan suatu program bernama SAP2000, yang dapat melakukan perhitungan numerik finite element. Dengan adanya bantuan program SAP2000 didalam analisa suatu pelat lantai, akan dilakukan dengan pengaruh perletakan, tebal dan bentang pelat dalam analisa struktur secara teliti. Tentunya perencaan ini memerlukan suatu kecermatan dan pengetahuan yang lebih, karena pada dasarnya struktur ini merupakan bagian yang pertama kali menerima beban. Didalam perencanaan ini diperlukan beberapa tahapan yang khusus dan dengan rumus yang cukup rumit. Tahapan-tahapan ini jika dikerjakan dengan cara manual, tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang cukup banyak. Sehingga diperlukan adanya suatu cara, yang mempermudah didalam menetukan suatu kebutuhan tulangan pelat beton bertulang. Sekarang ini metode perencanaan senantiasa berkembang, namun di Indonesia telah ada suatu aturan yang mengatur segala hal mengenai konstruksi. Untuk perencanaan pelat lantai beton bertulang pun sudah dijelaskan di dalamnya. Dengan adanya perencanaan kebutuhan tulangan lantai secara cepat, diharapkan pekerjaan perencanaan yang memakan waktu berhari-hari, bisa diselesaikan dengan waktu sehari saja ataupun beberapa jam saja. Dilihat dari segi harga konstruksi, dapat dikatakan bahwa persentase harga dari sisem pelat lantai keseluruhan dari suatu bangunan merupakan komponen harga terbesar. Agar harga yang dikeluarkan dapat ditekan seirit mungkin maka diperlukan proses perhitungan pelat lantai yang seefisien mungkin dengan tidak mengabaikan keamanannya. Hal ini bisa dilihat ketika terjadi kegagalan, maka sebuah kontraktor harus mengeluarkan uang yang lebih untuk memperbaiki pelat tersebut. I.2 Permasalahan 1. Bagaimana cara agar diperoleh kebutuhan tulangan pelat lantai secara cepat? 2. Bagaimana perhitungan kebutuhan tulangan dengan menggunakan peraturan SNI , PBI 1971 dan program SAP2000? 3. Bagaimana hasil akhir dari perhitungan kebutuhan tulangan pelat lantai? 4. Bagaimana bentuk gambar tulangan? I.3 Tujuan 1. Membuat cara memperoleh kebutuhan tulangan pelat lantai beton bertulang menjadi lebih cepat. 2. Menghitung kebutuhan tulangan dengan menggunakan peraturan SNI , PBI 1971 dan program SAP Membuat tabel sebagai hasil akhir dari perhitungan kebutuhan tulangan pelat lantai 4. Merencanakan bentuk gambar tulangan dengan panduan tabel yang sudah dibuat.

3 1.4 Batasan Penelitian 1. Penelitian ini terbatas pada model pelat segiempat dan fungsi bangunan adalah apartemen. 2. Panjang terpendek pelat lantai (l x ) adalah 3 meter, dan panjang maksimum (l y ) adalah 9 meter yang disesuaikan dengan perbandingan l y /l x antara Mutu beton yang digunakan adalah f c 20 Mpa, f c 25 Mpa, 30 Mpa, dan 35 Mpa. Mutu baja tulangan adalah f y 240 Mpa dan f y 400 Mpa. 4. Hasil akhir dari penelitian ini adalah tabel tulangan pelat lantai beton bertulang. I.5 Manfaat 1. Memberi solusi kepada ahli-ahli struktur didalam menentukan kebutuhan tulangan pelat lantai secara cepat dan akurat, sehingga dapat menghemat waktu kerja. 2. Memberikan kemudahan di dalam perhitungan kebutuhan pelat lantai beton bertulang, sehingga memakan waktu yang sesingkat mungkin. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur. Sistem lantai biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat. Analisa dan desain sistem pelat lantai, meliputi berbagai aspek. Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini memungkinkan adanya evaluasi: 1. Kapasitas momen 2. Kapasitas geser kolom pelat 3. Perilaku serviceability Menurut (nawy 1998) pelat merupakan elemen horizontal utama yang menyalurkan beban hidup maupun beban mati ke rangka pendukung vertikal dari suatu sistem struktur. Di dalam konstruksi beton bertulang, pelat digunakan untuk mendapatkan permukaan datar. Sebuah pelat beton bertulang merupakan sebuah bidang datar yang lebar, yang mempunyai arah horizontal dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar atau mendekati sejajar. Pelat biasanya ditumpu oleh gelagar atau balok beton bertulang (biasanya pelat dicor menjadi satu kesatuan dengan gelagar tersebut), oleh dinding pasangan batu bata atau dinding beton bertulang, oleh batang-batang struktur baja, secara langsung oleh kolom-kolom, atau tertumu secara menerus oleh tanah. 2.2 Tinjauan Umum Pelat Pelat meruapakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, datar atau melengkung, yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain. Segi estetika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi: 1. Tumpuan bebas 2. Bertumpu sederhana 3. Jepit Secara umum pemakaian pelat dapat dilihat sebagai: 1. Struktur arsitektur 2. Jembatan 3. Perkerasan 4. Struktur hidrolik, dan lainnya. Menurut Szilard (1974), pelat dibagi menjadi empat berdasarkan aksi strukturalnya: 1. Pelat kaku Merupakan pelat tipis yang memiliki ketegaran lentur, dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam (lentur dan puntir) dan gaya geser transversal yang umumnya sama dengan balok. 2. Membran Merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi pemikul beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang karena ketebalannya yang sangat tipis membuat daya tahan momennya dapat diabaikan. 3. Pelat fleksibel Merupakan gabungan pelat kaku dan membran yang memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser transversal dan gaya geser terpusat, serta gaya aksial.

4 4. Pelat tebal Merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi kontinyu tiga dimensi. 2.3 Tumpuan Pelat Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung ditempat tumpuan. Kekakuan hubungan antara pelat dan tumpuan, akan menentukan besarnya momen lentur yang terjadi. Untuk bangunan gedung, umumnya pelat ditumpu oleh balok-balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi satukesatuan. Dilain kemungkinan pelat ditumpu oleh dinding, balok-balok baja, dan kolom (Asroni 2010). 2. Terjepit Elastis Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, tetapi ukuran balok cukup kecil. Sehingga balok tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. 3. Terjepit Penuh Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, dan ukuran balok cukup besar. Sehingga mampu untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. Gambar 2.2 Jenis perletakan pelat pada balok (Sumber: Balok dan pelat beton bertulang, Ali Asroni) Gambar 2.1 Penumpu pelat lantai (Sumber: Balok dan pelat beton bertulang, Ali Asroni) 2.4 Jenis Perletakan Pelat pada Balok Kekakuan hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok) menjadi salah satu bagian dari perencanaan pelat. Ada tiga jenis perletakan pelat pada balok, yaitu (Asroni 2010): 1. Terletak Bebas Keadaan ini terjadi jika pelat diletakkan begitu saja di atas balok, atau antara pelat dan balok tidak di cor bersama-sama, sehingga pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan tersebut. Pelat yang ditumpu oleh tembok juga termasuk dalam kategori terletak bebas. 2.5 Sistem Tulangan Pelat Menurut Asroni (2010) Sistem perencanaan tulangan pelat pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu: sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok satu arah (one way slab) dan sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok dua arah (two way slab). 1. Sistem perencanaan Pelat Dengan Tulangan Pokok Satu Arah Merupakan pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar dari pada lebarnya, sehingga hampir semua beban lantai menuju ke balok-balok dan sebagian kecil saja yang akan menyalur secara langsung ke gelagar. Jenis pelat ini dijumpai ketika pelat beton dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. Contoh pelat satu arah adalah pelat kantilever dan pelat yang ditumpu oleh dua tumpuan sejajar.

5 2. Sistem Pelat Dua Arah Jenis pelat ini memiliki perbandingan dari bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat lantai jenis ini, disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung. Pelat dengan tulangan pokok dua arah ini dapat dijumpai ketika pelat beton menahan beban yang berupa momen lentur pda bentang dua arah. Contoh pelat dua arah adalah pelat yang ditumpu oleh empat sisi yang saling sejajar. Gambar 2.3 Jenis sistem pelat (Sumber: Balok dan pelat beton bertulang) 2.6 Analisa Pembebanan Pada Struktur Pelat Beton Bertulang Beban-beban pada suatu konstruksi dibagi dalam dua tipe, yaitu beban mati dan beban hidup (beban guna). Beban mati adalah beban-beban yang secara umum permanen dan konstan selama umur konstruksi. Sedangkan beban hidup adalah beban-beban yang bersifat tidak kekal atau bersifat sementara. Sebagai contoh adalah beban angin, beban akibat gempa dan beban orang-orang yang berada diatas bangunan. Namun, dengan sifatnya yang khusus, beban gempa ditinjau secara terpisah. Secara singkat, akan dibahas masing-masing beban berikut: 1. Beban mati Merupakan berat dari semua unsur atau bagian dari suatu bangunan yang bersifat permanen termasuk dinding, kolom, lantai, atap, dan mesin-mesin serta peralatan yang tetap dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan. Khusus pada pelat lantai beton bertulang, yang termasuk beban mati adalah berat penutup lantai (keramik, parquet dan lainnya), berat spesi campuran, berat urugan pasir, berat sendiri pelat, berat penggantung plafon (pada bangunan bertingkat), berat rangka plafon dan berat plafon sendiri. Untuk jenis-jenis pembebanan ini terdapat dalam peraturan pembebanan Indonesia (1990). Beban mati dapat dihitung secara teliti, sehingga faktor pengali untuk beban mati diambil lebih kecil daripada beban hidup. 2. Beban hidup Beban ini lebih sulit ditentukan dengan teliti, jika dibanding dengan beban mati. Untuk itu faktor pengali yang digunakan lebih besar. Contoh beban hidup pada bangunan adalah berat pemakainya, perabot atau mesin-mesin yang dapat dipindahkan selama umur bangunan. Suatu bangunan yang luas biasanya tidak akan memikul beban hidup secara serentak diatas lantainya. Namun, karena penentuannya yang masih sulit biasanya beban dihitung secara penuh pada seluruh lantai. 2.7 Wire mesh Dengan didukung oleh kecanggihan mesin dan peralatan teknologi, maka diproduksi suatu jaringan baja untuk penulangan pelat lantai yang disebut wiremesh. Gambar2.4 Detail wiremesh (sumber PT. Union Metal)

6 Cara pemasangan dan konstruksi dalam wire mesh Pemasangan dan penyambungan wiremesh tidaklah susah, tetapi perlu diperhatikan beberapa hal sehingga didapati hasil yang optimal dan benar, yaitu: a. Tumpuan a.1 Tumpangan sekuat tegangan leleh. Suatu tumpangan akan setara tegangan leleh penuh kalau lembaran itu berimpitan (overlap) sejauh satu kotak spasi, ditambah minimal 2,5 cm. a.2 Suatu tumpangan akan setara dengan separuh tegangan leleh, kalau lembaran itu berhimpitan sejauh satu kampuh las ditambah minimal 2,5 cm. b. Perletakan Terlihat digambar bawah perletakan dari wiremesh: Gambar2.7Lantai pelat bangunan bertingkat (sumber PT. Union Metal) Gambar2.5 Tumpangan dengan tegangan leleh penuh (5000 kg/cm 2 ) (sumber PT. Union Metal) Gambar2.8 lapis atas wiremesh (sumber PT. Union Metal) Gambar2.9 lapis bawah wiremesh (sumber PT. Union Metal) Gambar2.6 Tumpangan dengan tegangan leleh penuh (5000 kg/cm 2 ) (sumber PT. Union Metal) 2.8 Tabel Berat Tulangan Daftar tabel tulangan yang digunakan dalam perhitungan ini menggunakan tabel tulangan dari PT. Gunung Bahapi Bahara. Dari data tabel tersedia tulangan untuk jenis ulir dan

7 tulangan jenis polos. Data lain yang tersedia dalah berat tulangan tiap meter. Sehingga untuk mencari total berat tulangan adalah mengalikan berat tiap meter dengan panjang tulangan. Tabel 2.5 Daftar berat tulangan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Pelaksanaan Mulai Pengumpulan data perencanaan Secara garis besar, urutan penelitian struktur yang dilakukan mengacu pada urutan/tahapan proses perencanaan tulangan pada pelat berdasrkan SNI Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1. Pengumpulan data-data 2. Proses analisa dengan menggunakan asumsi-asumsi beban yang berlaku pada perencanaan pelat beton pada bangunan bertingkat maupun tidak bertingkat. 3. Analisa pelat lantai beton bertulang yakni momen lentur, dengan berbagai macam ukuran pelat lantai, ukuran penampang balok (sebagai tumpuan jepit) menggunakan program bantu SAP Penyusunan flowchart perencanaan tulangan pelat beton bertulang. 5. Dengan menggunakan fasilitas putaran hitungan (looping) dan simulasi cobacoba, didapatkan kebutuhan tulangan pelat baik tulangan lapangan, tulangan tumpuan ataupun tulangan susut dan suhu (tulangan bagi) yang memenuhi syarat keamanan terhadap lendutan dan retak. 6. Output data yang tercetak dalam bentuk visual dalam monitor ataupun berupa hasil cetak print out, sesuai dengan hasil yang diinginkan. Tidak Proses I Analisa data perencanaan tulangan pelat beton bertulang Proses II Penyusunan Flowchart Perencanaan perhitungan Proses III Analisa dan simulasi coba-coba untuk mendapatkan tulangan pelat lantai Output Berupa tulangan pelat yang telah memenuhi syarat keamanan baik dalam bentuk visualisasi ataupun dalam bentuk cetak printout 3.2 Pengumpulan Data Data-data yang digunakan didalam penelitian ini berupa literatur yang berkenaan dengan proses perencanaan pelat beton bertulang, baik pelat satu arah maupun pelat dua arah. Adapun literatur yang digunakan, diantaranya: 1. Badan standarisasi Nasional. Tata cara Perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI ) 2. Badan standarisasi Nasional. Tata cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung (Revisi SNI ) 3. Nawy, Edward Beton Bertulang Ya Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: Refika Aditama 4. McCormac, Jack Desain Beton Bertulang. Jakarta: Erlangga Selesai

8 5. Vis,W.C; Kusuma Gideon Dasar-Dasar Perencanaan Beton Betulang Berdasarkan SKSNI T Jakarta:Erlangga 3.3 Proses I Proses ini merupakan proses analisa yang menggunakan asumsi-asumsi beban yang yang berlaku pada perencanaan pelat lantai beton bertulang. Proses ini nantinya akan dihasilkan suatu dimensi pelat lantai beton bertulang yang sesuai dengan pembebanan yang ada. Adapun data yang dianalisa adalah: a. Beban-Beban yang bekerja pada pelat lantai Beban yang dikelopokkan terdiri dari beban mati dan beban hidup. Beban hidup disesuaikan pada peraturan SNI (pembebanan). Sementara beban mati adalah, beban-beban yang terdiri dari bahan-bahan kontruksi dalam pembuatan pelat lantai. b. Mutu beton Mutu beton dilambangkan dengan notasi f c. Mutu beton digunakan untuk menentukan rasio tulangan yang akan digunakan. c. Sistem lantai yang digunakan Dalam hal ini perlu diketahui, jenis sistem pelat yang digunakan. Yakni sistem pelat satu arah atau sistem pelat dua arah. d. Tabel tulangan. Tabel tulangan ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis tulangan yang terjual dipasaran. Dari tabel ini, bisa diperoleh berat tulangan. 3.4 Analisa Momen Lentur Pelat Lantai Kerangka penelitian: a. Analisa penelitian ini dengan menentukan berbagai macam ukuran pelat lantai. Nilai perbandingan panjang dan lebar pelat lantai (l y /l x ) divariasi diantara 1 sampai 3 dengan interval 0,4. Nilai lx dimulai dari 3 meter (nilai minimum) dan nilai l y mengikuti perbandingan l y /l x (nilai maksimum l y adalah 9 meter). b. Tinggi balok (h) mengikuti penggunaan pada umumnya yakni L/12, sedangkan L (panjang pelat) dimula dari 2 meter. Kemudian membuat variasi tinggi balok dengan interval 20 cm sehingga diperoleh keadaan jepit sempurna. Lebar balok dalam analisa ini menggunakan (1/2.h) dan (2/3.h). c. Tebal pelat lantai pada penelitian ini meggunakan tebal 12 cm. d. Menghitung momen dari berbagai macam kondisi (kombinasi ukuran penampang balok, tebal pelat lantai) dengan menggunakan program bantu SAP2000. e. Nilai momen yang diperoleh adalah nilai momen lentur arah x (M 11 ) dan momen lentur arah y (M 22 ). Letak pengambilan untuk momen lentur daerah lapangan dan tumpuan berada pada garis sumbu pelat lantai. f. Membuat tabel hasil perhitungan momen lentur pada analisa menggunakan program bantu SAP2000. g. Analisa data menggunakan program Microsoft Excel. 3.5 Penyusunan Flowchart Perhitungan dan Penjelasan Flowchart Mul Analisa data pelat lantai terhadap dimensi pelat lantai, mutu beton, dan Data Perencanaan: Panjang Pelat, l y Lebar Pelat, l x Mutu beton, f c Mutu Baja, f y Perhitungan Pembebanan: a. U = 1,4 DL b. U = 1,2 DL + 1,6 LL Momen Pelat Lantai diperoleh dengan hasil dari program bantu SAP2000. Menghitung nilai k,ω, dengan menggunakan rumus ABC A

9 3.5.2 Penjelasan Pada perhitungan Pelat lantai Beton bertulang, dapat dihitung berdasarkan sistem penulangan pelat Sistem penulangan pelat satu arah. Merupakan pelat dengan tulangan pokok satu arah, dan dijumpai jika pelat beton lebih dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. Urutan perhitungan untuk pelat satu arah adalah: A Selesai Ya Kontrol tinggi efektif tulangan, Kontrol jarak antar tulangan, Kontrol Momen kapasitas, Menghitung kebutuhan tulangan: Menentukan tulangan yang dipakai: Kontrol dipenuhi Ya Tidak Tidak Dimens i Perencanaan ulang, dimensi diperbesar beban mati dan beban hidup). Kombinasi pembebanan ini, dimaksudkan untuk menentukan jenis pembebanan pada suatu struktur. Karena pada dasarnya ada dua macam pembebanan, yaitu: pembebanan tetap dan pembebanan sementara. Sedang beban-beban yang dapat dikombinasikan adalah: a. Beban mati b. Beban hidup Sesuai dengan acuan yang digunakan yaitu (SNI :22), maka kombinasi yang ada adalah: a. U = 1,4 DL (III-1) b. U = 1,2 DL + 1,6 LL (III-2) 3. Hitung Faktor momen pikul (Rn), m, b, min. Faktor momen pikul didefinisikan sebagai momen nominal (M n ) yang dibagi dengan hasil perkalian antara luas efektif dan tinggi efektif pelat (b.d x d), sehingga diperoleh hitungan/persamaan berikut: (III-3) (III-4) (III-5) 4. Hitung: 1. Data Perencanaan Data yang dimaksud adalah data yang akan dianalisa untuk mendapatkan pelat yang sesuai dan memenuhi syarat. Data-data penelitian berupa: a. Panjang pelat lantai. b. Lebar pelat lantai. c. Mutu beton (f c ) d. Mutu baja (f y ) 2. Perhitungan Pembebanan Beban yang bekerja pada pelat lantai umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi, yakni: 5. Luas tulangan pokok dan rasio tulangan Luas tulangan pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus; (III-5) Hasil tulangan pokok yang diperoleh, harus dikontrol dengan rasio tulangan,

10 sehingga memenuhi syarat peraturan SNI Penggunaan tulangan atau rasio tulangan pada sistem perencanaan beton bertulang menurut SNI dibatasi pada dua keadaan, yaitu: a. Agar tulangan yang digunakan tidak terlalu sedikit atau rasio tulangan tidak terlalu keci, diberikan syarat berikut (Pasal 12.5, SNI ): A s A s min atau min, dengan Dengan: S 5.h dan S 450 mm Luas tulangan: Perhitungan luas tulangan dapat menggunakan rumus berikut: (III-11) Dari luas tulangan yang diperoleh, harus dicek dengan peraturan SNI : Tulangan Pokok (SNI :Pasal ): f c 31,36 Mpa, (III-12a) f c > 31,36 Mpa, (III-10b) (III-6a) (III-6b) b. Agar penampang beton dapat mendekati keruntuhan seimbang, diberikan syarat berikut (Pasal , SNI ). A s A s maks atau maks Dengan, (III-8a) (III-8b) 6. Jarak dan luas tulangan Jarak tulangan: Perhitungan jarak tulangan dapat menggunakan rumus; (III-9) Dari jarak tulangan yang diperoleh, kemudian dicek berdasarkan peraturan: Jarak maksimal: Tulangan Pokok, Pelat saru arah (SNI :Pasal ) S 3.h dan S 450 mm Tulangan Bagi, (III-10a) (III-12b) Tulangan Bagi/tulangan susut dan suhu (SNI :Pasal ) Untuk f y 300Mpa,maka A sd b.h (III-13a) Untuk f y =400Mpa,maka A sd b.h (III-13b) Untukf y 400Mpa,makaA sd b.h.400/f y Tetapi Asd b.h Sistem penulangan pelat dua arah. Merupakan pelat lantai beton bertulang dengan tulangan pokok dua arah. Jenis pelat ini dijumpai jika, pelat beton menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang dua arah. Tahapan perhitungan tulangan pelat lantai dua arah, sebagai berikut: 1. Data Perencanaan Data yang dimaksud adalah data yang akan dianalisa untuk mendapatkan pelat yang sesuai dan memenuhi syarat. Data-data penelitian berupa: a. Panjang pelat lantai. b. Lebar pelat lantai.

11 c. Mutu beton (f c ) d. Mutu baja (f y ) 2. Perhitungan Pembebanan Beban yang bekerja pada pelat lantai umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi, yakni: beban mati dan beban hidup). Kombinasi pembebanan ini, dimaksudkan untuk menentukan jenis pembebanan pada suatu struktur. Karena pada dasarnya ada dua macam pembebanan, yaitu: pembebanan tetap dan pembebanan sementara. Sedang beban-beban yang dapat dikombinasikan adalah: a. Beban mati b. Beban hidup Sesuai dengan acuan yang digunakan yaitu (SNI :22), maka kombinasi yang ada adalah: U = 1,4 DL (III-14a) U = 1,2 DL + 1,6 LL (III-14b) 3. Perhitungan momen Perhitungan momen pada sistem pelat ini dapat menggunakan PBI 1971 dan pemodelan pada program SAP2000. Momen yang diperoleh dari PBI 1971: Berdasarkan tabel pelat, momen lentur dibedakan menurut tiga jenis tumpuan, yaitu: terletak bebas, menerus atau terjepit elastis, dan terjepit penuh. Besar momen dihitung berdasar rumus berikut: Subscript i = menunjukkan arah bentang yang ditinjau (l y atau l x ) Momen yang diperoleh dari SAP2000: Tahapan-tahapan untuk memperoleh besarnya momen adalah: a. Penggambaran model struktur. Penggambaran model ini disesuaikan dengan dimensi-dimensi pelat lantai yang akan diteliti. Pada penggambaran ini, dilengkapi juga dengan jenis perletakan yang akan digunakan. b. Memasukkan data material dan dimensi penampang. c. Memasukkan bebanbeban yang bekerja pada pelat lantai. Beban yang dimasukkan berupa beban mati dan beban hidup. Setelah itu mendefinisikan kombinasi beban (dalam hal ini yang sesuai dalam peraturan SNI ) d. Analisis struktur Proses analisis dapat berupa: Menampilkan lendutan pelat lantai Reaksi pada pelat lantai Analisa momen pelat 4. Hitung Faktor momen pikul (Rn), m, b, min. Faktor momen pikul didefinisikan sebagai momen nominal (M n ) yang dibagi dengan hasil perkalian antara luas efektif dan tinggi efektif pelat (b.d x d), sehingga diperoleh hitungan/persamaan berikut: (III-15)

12 (III-16) (III-17) 5. Luas tulangan pokok dan rasio tulangan Luas tulangan pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus; (III- 18) Hasil tulangan pokok yang diperoleh, harus dikontrol dengan rasio tulangan, sehingga memenuhi syarat peraturan SNI Penggunaan tulangan atau rasio tulangan pada sistem perencanaan beton bertulang menurut SNI dibatasi pada dua keadaan, yaitu: a. Agar tulangan yang digunakan tidak terlalu sedikit atau rasio tulangan tidak terlalu kecil, diberikan syarat berikut (Pasal 12.5, SNI ): A s A s min atau min, dengan Dengan: b. Agar penampang beton dapat mendekati keruntuhan seimbang, diberikan syarat berikut (Pasal , SNI ): A s A s maks atau maks Dengan, (III-19a) (III-19b) 6. Jarak dan luas tulangan Jarak tulangan: Perhitungan jarak tulangan dapat menggunakan rumus; (III-21) Dari jarak tulangan yang diperoleh, kemudian dicek berdasarkan peraturan: Jarak maksimal Tulangan Pokok, Pelat saru arah (SNI :Pasal ) S 2.h dan S 450 mm (III-22a) Tulangan Bagi, S 5.h dan S 450 mm (III-22b) Luas tulangan: Perhitungan luas tulangan dapat menggunakan rumus berikut: (III-23) Dari luas tulangan yang diperoleh, harus dicek dengan peraturan SNI : Tulangan Pokok (SNI :Pasal ) f c 31,36 Mpa, Tulangan Bagi/tulangan susut dan suhu (SNI :Pasal ) Untuk f y 300 Mpa, maka A sd b.h (III-25a) Untuk f y =400 Mpa, maka A sd b.h (III-25b) Untukf y 400Mpa,makaA sd b.h.(400/f y ) Tetapi Asd b.h (III-25d) Panjang Penyaluran: Panjang penyaluran tulangan tarik: Pasal SNI memberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik yakni, (III-20a) (III-20b)

13 Panjang penyaluran tulangan tekan: Pasal 14.3 SNI diberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tekan, Ly 3.5 Proses III Dalam proses ini hasil analisa dibuat dalam bentuk tabel, untuk mendapatkan kebutuhan tulangan dengan berbagai macam dimensi yang sesuai dengan kebutuhan. Dibawah ini adalah diagram alir dalam merencanakan kebutuhan pelat lantai beton bertulang. 3.6 Output Hasil output tulangan yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk yang bisa diterima (yakni tabel tulangan) secara visualisasi dan dibuat dalam bentuk gambar. Lx Gambar 4.12 Skema pemodelan pelat lantai menggunakan SAP2000 Mt22 Ml22 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Analisa Pelat Lantai Analisa Mesh Analisa mesh pada penelitian ini menggunakan metode finite element dengan bantuan program SAP2000. Pelat dianalisa dengan menggunakan mesh ukuran terbesar 1 meter dan terkecil 0,1 meter. Hasil analisa keseluruhan menunjukkan persentase yang sama. Sehingga analisa pelat yang ditampilkan dalam bab ini, hanya sebagian dari percobaan beberapa dimensi untuk analisa mesh. Ukuran pelat yang digunakan adalah 5x5 meter. Gambar 4.15, gambar 4.16 dan gambar 4.17 menunjukkan titik yang menjadi acuan untuk pengambilan momen tumpuan dan momen lapangan. Gambar 4.13 Daerah momen tumpuan dan lapangan arah 2-2 Ml11 Gambar 4.14 Daerah momen tumpuan dan lapangan arah 1-1 Mt11

14 Gambar 4.15 L x =5 meter, L y /L x =1 dan ukuran 1x1 m meter, kontur momen masih terlihat lebih kasar jika dibandingkan dengan ukuran mesh 0,5x0,5 meter. Kontur momen lebih halus lagi terlihat pada ukuran mesh 0,25x0,25 meter. Analisa ini dilakukan dengan menentukan satu titik untuk melihat besarnya nilai momen lentur pelat lantai. Dari gambar 4.12,4.13 dan 4.14 terlihat titik yang ditinjau momennya. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. Besarnya momen dapat dilihat pada tabel 4.1: Tabel 4.1 Analisa momen lentur dengan perbedaan ukuran mesh (satuan kg.m) Ukuran mesh 1x1 m 0,5x0,5 m 0,25x0,25m M22 titik , , ,3 2% 1% M22 titik 2 899,35 828,43 816,34 9% 1% Gambar 4.16 L x =5 meter, L y /L x =1 dan ukuran 0,5x0,5 m Nilai-nilai momen yang terdapat pada tabel diatas terlihat perubahan momen lentur yang tidak terlalu berbeda untuk mesh berukuran 0,5x0,5m dan 0,25x0,25m. Dengan hasil ini, perencanaan suatu pemodelan pelat lantai pada program bantu SAP2000 dapat menggunakan ukuran mesh sebesar 0,5x0,5 meter. Untuk ukuran pelat lantai (5m x 5m) mumen tumpuan arah x sama nilainya dengan nilai momen tumpuan arah y. Begitu sebaliknya dengan momen lapangan arah x dan arah y. Gambar 4.17 L x =5 meter, L y /L x =1dan ukuran 0,25x0,25 m Penentuan mesh disesuaikan dengan dimensi pelat lantai. Dikarenakan pelat lantai berukuran 5x5 meter, maka mesh menggunakan ukuran 1x1 m, 0,5x0,5 m, dan 0,25x0,25 m. Dari perbedaan ukuran mesh, terlihat pola penyebaran momen yang berbeda. Pada ukuran mesh 1x1 Titik 1 Titik Analisa momen pelat lantai terhadap dimensi balok. Dimensi balok yang digunakan sebagai tumpuan/perletakan pelat lantai disesuaikan dengan peraturan SNI pasal Tebal balok disesuaikan dengan kondisi lapangan. Dalam penelitian kali ini digunakan syarat tebal balok minimum (h min ) yakni L/16. Untuk lebar balok, menggunakan

15 persamaan (1/2 dan 2/3) dari tebal balok. Koefisien ½ dan 2/3 diperoleh berdasarkan pemakaian pada umumnya perencanaan. Dalam analisa ini, dibandingkan antara momen pelat lantai yang dihasilkan dengan pemakaian lebar balok (1/2.h) dan lebar balok (2/3.h). Analisa menggunakan program bantu SAP2000, dengan dimensi pelat diambil L x =4meter, L y /L x =1,4, sehingga L y =5,6 meter. Beban hidup disesuaikan dengan RSNI pembebanan untuk gedung, jenis bangunan adalah apartemen, sehingga beban hidup minimum sebesar 479 kg/m 2. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. Momen Lapangan 1-1 (kg.m) Gambar 4.20 Grafik perbandingan momen lapangan arah 1-1 dengan perbedaan lebar balok Momen Tumpuan 2-2 (kg.m) Perbandingan Momen Lapangan Tinggi Balok (cm) Perbandingan Momen Tumpuan Tinggi Balok (cm) Ml11 (balok b=2/3h) Ml11 (balok b=1/2.h) Mt22 (balok b=2/3h) Mt22 (balok b=1/2.h) Gambar 4.21Grafik perbandingan momen tumpuan arah 2-2 dengan perbedaan lebar balok Momen Tumpuan 1-1 (kg.m) y Gambar 4.18 Gambar pengambilan momen tumpuan dan momen lapangan. Perbandingan Momen Tumpuan Tinggi Balok (cm) Gambar 4.19 Grafik perbandingan momen tumpuan arah 1-1 dengan perbedaan lebar balok x Mt11 (balok b=2/3h) Mt11 (balok b=1/2.h) Momen Lapangan 2-2 (kg.m) Perbandingan Momen Lapangan Tinggi Balok (cm) Gambar 4.22 Grafik perbandingan momen lapangan arah 2-2 dengan perbedaan lebar balok Dari grafik gambar 4.19, gambar 4.20,gambar 4.21 dan gambar 4.22, Hasil analisa perhitungan menunjukkan pola yang sama, sehingga grafik yang ditampilkan hanya sebagian dari hasil perhitungan. Terlihat dari grafik, Momen tumpuan dengan lebar balok (2/3.h) lebih besar nilainya daripada penggunaan lebar balok (1/2.h). akan tetapi berbeda dengan momen lapangan. Hasil Ml22 (balok b=2/3h) Ml22 (balok b=1/2.h)

16 menunjukkan momen lapangan dengan penggunaan lebar balok (b=2/3.h) lebih kecil dibandingkan dengan lebar balok (b=1/2.h). Hal ini dikarenakan kekakuan antara balok dan pelat memiliki nilai yang lebih besar untuk balok dengan lebar penampang (2/3.h). Kekakuan balok dan pelat dapat ditentukan dengan penggunaan rumus m. Nilai m yang membesar diakibatkan oleh Inersia balok yang membesar pula. Nilai momen inersia balok semakin besar menunjukkan kekakuan dari balok Analisa Perbandingan Momen Tumpuan dan Lapangan Bila ditinjau pada tabel PBI 1971, terdapat kekurangan yang terdapat dalam tabel-tabel tersebut. Diantaranya, tidak ada batasan ukuran balok yang merupakan tumpuan jepit sempurna dan jepit elastis, dan ukuran pelat yang jelas. Tabel-tabel yang terdapat di PBI 1971 hanya memberikan tipe-tipe perletakan yang terbatas, yakni jepit penuh, jepit elastis dan terletak bebas. Dengan melihat kekurangan pada tabel PBI 1971, sehingga pada penelitian ini, penentuan momen tumpuan dan lapangan dilakukan dengan menggunakan program bantu SAP 2000, dan ukuran balok yang digunakan bervariasi. Sehingga bisa terlihat perubahan momen yang terjadi akibat perubahan penampang balok. Hasil analisa keseluruhan hasil perhitungan, menunjukkan pola yang sama, sehingga grafik yang ditampilkan hanya sebagian dari hasil perhitungan. Grafik-grafik yang dibuat, digunakan untuk mempermudah pengamatan dan perbandingan. Nilai momen tumpuan dikatakan membesar bila nilainya negatif, demikian pula sebaliknya. Sedangkan nilai momen lapangan dikatakan membesar bila nilainya positif, demikian pula sebaliknya. Pada pemodelan kali ini digunakan ukuran (panjang x lebar) pelat menggunakan perbandingan l y /l x. Pelat dimodelkan dengan ukuran panjang yang diambil dari tabel 4.2: Tabel 4.2 Dimensi pelat lantai dengan diketahui L x dan L y /L x 1-3 interval 0,4 (ly/lx) ly (meter) lx (meter) 1 1,4 1,8 2,2 2, ,0 2,8 3,6 4,4 5,2 6,0 3 3,0 4,2 5,4 6,6 7,8 9,0 4 4,0 5,6 7,2 8,8 10,4 12,0 5 5,0 7,0 9,0 11,0 13,0 15,0 6 6,0 8,4 10,8 13,2 15,6 18,0 7 7,0 9,8 12,6 15,4 18,2 21,0 8 8,0 11,2 14,4 17,6 20,8 24,0 9 9,0 12,6 16,2 19,8 23,4 27,0 Dari tabel diatas, yang digunakan dalam penelitian adalah panjang minimum sebesar 3 meter dan panjang maksimum sebesar 9 meter. Pada contoh penelitian berikut, digunakan salah satu ukuran panjang (l x ) pelat sebesar 5 meter. Sehingga l y pelat lantai mengikuti tabel diatas. Pelat lantai menggunakan program bantu SAP2000 dianalisa dengan mengkombinasikan variasi ukuran penampang balok dan tebal pelat lantai. Analisa pemodelan pelat lantai menggunakan program bantu SAP2000 terlihat pada (gambar 4.23). Dari pemodelan dalam SAP2000, pelat lantai dianalisa dengan berbagai variasi tebal pelat, l y dan l x pelat lantai, dan ukuran penampang balok. Penampang balok dimodelkan dalam program SAP2000 dimulai dari tinggi 20 cm sampai tinggi balok 80 cm. dengan lebar balok mengikuti perumusan (1/2. Tinggi balok). Seperti terlihat pada gambar berikut:

17 Mt11/Mt22 Perbandingan Mt11/Mt22 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Ly/Lx 10/20 20/40 30/60 40/80 Gambar 4.23 Model pelat menggunakan SAP2000 Nilai momen lentur pelat dua arah dengan pemakaian program SAP2000 memperlihatkan 3 kondisi momen lentur yang terjadi, yakni perbandingan antara momen tumpuan arah x dan momen tumpuan arah y, serta perbandingan momen lapangan arah x dan momen lapangan arah y. Pada hasil dibawah, momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. Kondisi 1 Momen tumpuan arah y > momen tumpuan arah x (M ty > M tx ) Momen lapangan arah y > momen lapangan arah x (M ly > M lx ) Kondisi 2 Momen tumpuan arah y > momen tumpuan arah x (M ty > M tx ) Momen lapangan arah x > momen lapangan arah x (M lx > M ly ) Kondisi 3 Momen tumpuan arah y < momen tumpuan arah x (M ty < M tx ) Momen lapangan arah y < momen lapangan arah x (M ly < M lx ) Berikut ini disajikan grafik untuk lx=4 m dengan tebal pelat 12 cm: Ml11/Ml22 Gambar 4.24 Perbandingan Momen Tumpuan arah 1-1 dan momen tumpuan arah 2-2 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Perbandingan Ml11/Ml22 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Ly/Lx Gambar 4.25 Perbandingan momen lapangan arah 1-1 dan momen lapangan arah 2-2 Memperhatikan gambar 4.13 terlihat, untuk ukuran balok yang relatif kecil, perbandingan momen tumpuan arah 1-1 dan momen tumpuan arah 2-2 memiliki nilai kurang dari satu. sehingga efek dari jepit sempurna untuk ukuran balok ini belum terlihat. Namun lain halnya dengan dimensi balok yang relatif besar, pada perbandingan l y /l x dari 1-2 memperlihatkan nilai lebih dari satu, namun setelah l y /l x bernilai lebih dari 2 maka perbandingan bernilai kurang dari satu. perbandingan yang menghasilkan nilai lebih dari satu, menandakan bahwa tumpuan pelat lantai masih bersifat sebagai jepit. Akan tetapi semakin bertambahnya panjang bentang dengan ukuran balok yang sama, akan memperlihatkan efek dari jepit untuk tumpuan pelat sudah tidak terlihat. momen tumpuan arah y menunjukkan kecenderungan membesar sampai batas tertentu, kemudian cenderung membesar tidak 10/20 20/40 30/60 40/80

18 beraturan. Hal ini disebabkan karena pada balok relatif kecil sampai batas tertentu, momen tumpuan arah x belum berfungsi sebagaimana layaknya, sehingga momen tumpuan dipikulkan ke arah y. Dengan membesarnya balok, momen tumpuan arah x sudah dapat melaksanakan fungsinya. Gambar 4.14, memperlihatkan hasil perbandingan momen lapangan dengan berbagai macam dimensi pelat. Untuk pelat dengan tumpuan balok yang relatif besar (yakni dimensi 20/40,30/60 dan 40/80) memperlihatkan perbandingan momen yang bernilai lebih dari satu. hal ini menandakan bahwa kondisi lapangan didominasi oleh momen yang terjadi pada dua arah. Namun, semakin bertambanya panjang bentang, nilai perbandingan momen lapangan adalah kurang dari satu. hal ini menandakan bahwa momen lebih dominan terhadap satu arah. Sehingga, dalam perhitungan menggunakan syarat penulangan pelat satu arah. Koefisien Momen yang diperoleh dengan Program Bantu SAP2000. Momen lentur yang diperoleh dengan menggunakan program SAP2000, kemudian dihitung koefisien momen dengan menggunakan rumus: Perumusan diatas, mengikuti dari tabel PBI Pengguanaan rumus tersebut sebagai pendekatan bahwa koefisien yang diperoleh dari momen hasil program bantu SAP2000 mendekati nilai koefisien pada PBI Dapat dilihat tabel perhitungan koefisien untuk momen dari hasil program SAP2000: Tabel 4.2 Koefisien momen tumpuan arah 1-1 Tabel 4.3 Koefisien momen lapangan arah 1-1 dimensi balok (mm) 10/20 20/40 30/60 40/80 ly/lx koefisien momen , , , , Tabel 4.4 Koefisien momen Tumpuan arah 2-2 dimensi balok (mm) 10/20 20/40 30/60 40/80 ly/lx koefisien momen , , , , Tabel 4.5 Koefisien momen lapangan arah 2-2 dimensi balok (mm) 10/20 20/40 30/60 40/80 ly/lx koefisien momen , , , , Jika dibuat dalam bentuk grafik dapat terlihat kondisi koefisien momen yang mengalami kenaikan seiring semakin membesarnya dimensi balok dan semakin panjang bentang pelat lantai. Pada hasil dibawah, koefisien momen yang dinyatakan dengan angka 1-1 dan 2-2 menunjukkan arah x dan arah y. dimensi balok (mm) 10/20 20/40 30/60 40/80 ly/lx koefisien momen , , , ,

19 Koefisien momen tumpuan arah 2 (C t22 ) Koefisien momen lapangan arah 1 (C l11 ) Ct ,5 1 1,5 2 2,5 3 10/20 20/40 30/60 40/80 Ct ,5 1 1,5 2 2,5 3 L y/l x 10/20 20/40 30/60 40/80 L y /L x Ct11 Ct Gambar 4.26 Grafik koefisien momen tumpuan arah 2 Koefisien momen lapangan arah 2 (C l22 ) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 L y/l x Gambar 4.27 Grafik koefisien momen lapangan arah Koefisien momen tumpuan arah 1 (C t11 ) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 L y /L x Gambar 4.28 Grafik koefisien momen tumpuan arah 1 10/20 20/40 30/60 40/80 10/20 20/40 30/60 40/80 Gambar 4.29 Grafik koefisien momen lapangan arah 1 Penjelasan grafik dari gambar diatas memperlihatkan perbedaan koefisien momen. Nilai koefisien momen bernilai negatif dikarenakan nilai momen yang bernilai. Biasanya nilai negatif ini diperoleh pada momen untuk daerah tumpuan. Namun untuk momen daerah lapangan nilai koefisien bernilai positif mengikuti nilai momennya. Koefisien momen tumpuan arah 2-2 memperlihatkan hasil semakin besar penampang balok, maka koefisien semakin besar. Untuk balok yang relatif kecil nilai koefisien dengan pertambahan nilai perbandingan ly dan lx memiliki nilai yang semakin kecil. Koefisien momen daerah lapangan 2-2 gambar 4.27, memperlihatkan untuk balok dengan dimensi 10/20, 20/40 dan 30/60 menghasilkan nilai koesien yang semakin besar seiring pertambahan perbandingan l y dan l x. Sedangkan untuk balok 40/80 kecenderungan koefisien momen lapangan arah 2-2 memiliki nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya perbandingan l y dan l x. Hal ini dikarenakan, balok dengan dimensi 40/80 memperlihatkan efek tumpuan jepit mulai terlihat. Koefisien momen daerah tumpuan 1-1 gambar 4.28 memperlihatkan koefisien momen yang memiliki nilai yang tidak beraturan. Untuk balok yang relatif kecil (10/20 dan 20/40) memperlihatkan nilai koefisien yang naik pada perbandingan l y dan l x 1-1,4 dan turun pada perbandingan l y dan l x 1,4-3. Hal ini disebabkan untuk balok yang relatif kecil memiliki kekakuan lentur dan torsi yang kecil bila dibandingkan dengan panjang pelat lantai. Lain halnya dengan ukuran balok yang relatif lebih besar (30/60 dan 40/80) menunjukkan gejala nilai koefisien membesar tidak beraturan (membesar lalu mengecil).

20 Kecenderungan membesarnya koefisien momen pada daerah tumpuan arah 1-1 dikarenakan pada balok ynag besar memiliki kekakuan lentur dan torsi yang cukup besar bila dibandingkan dengan panjangnya. Koefisien momen daerah lapangan 1-1 gambar 4.29 memperlihatkan koefisien momen membesar seiring dengan membesarnya balok. Seiring dengan membesarnya perbandingan l y dan l x, momen lapangan kecenderungan membesar. Hal ini dikarenakan kekuatan lentur dan torsi yang kecil bila dibandingkan dengan penjangnya bentangnya. 4.3 Perhitungan Pelat Lantai Pada penelitian struktur ini menggunakan bebarapa variabel yang digunakan dalam perhitungan pelat lantai beton bertulang. Adapun variabel yang digunakan antara lain: mutu beton (f c ), mutu tulangan (f y ), dan pembebanan. a. Dimensi pelat lantai Pada perhitungan dan analisa pelat lantai, digunakan dimensi minimum pelat adalah 3 m dan dimensi maksimum pelat adalah 9 m. Pada penelitian ini digunakan tebal pelat 12 cm dan 15 cm. Penetuan dimensi pelat bertujuan untuk menentukan perhitungan dilakukan secara pelat dua arah ataupun pelat satu arah. b. Mutu beton (f c) Mutu beton yang digunakan dalam penelitian sebesar; 20 MPa, 25 MPa, 30 MPa dan 35 MPa. Mutu beton memegang peranan penting didalam mengontrol kekuatan dan kelayakan suatu pelat lantai. c. Mutu tulangan (fy) Mutu tulangan yang digunakan dalam penelitian sebesar; 240 MPa dan 400 MPa. Mutu tulangan digunakan untuk menentukan tulangan yang digunakan pada pelat lantai. d. Pembebanan Pembebanan yang diterapkan dalam penelitian adalah yang telah disesuaikan dengan RSNI pembeban. Dalam hal ini, disesuaikan dengan fungsi bangunan yaitu apartemen, maka besarnya pembebanan (beban hidup) sebesar 479 kg/m 2. Pelat lantai yang akan diteliti, dapat dilihat pada gambar dibawah. Pelat lantai dirancang secara menerus dengan dimensi penumpu balok bervariasi. Gambar4.30 Model pelat lantai Tebal Pelat Latai Penentuan tebal pelat lantai dapat menggunakan perumusan yang terdapat dalam peraturan SNI Baik untuk pelat satu arah maupun pelat dua arah. Untuk menentukan pelat termasuk dua arah ataupun satu arah, maka harus di cek perbandingan antara l y dan l x. Untuk perbandingan yang menghasilkan nilai kurang dari 2 maka termasuk pelat dua arah. Sebaliknya, jika perbandingan menghasilkan nilai lebih dari dua maka dikatakan termasuk pelat satu arah. Berikut ini salah satu penentuan tebal pelat (satu arah atau dua arah): Contoh Perhitungan Tebal Pelat Lantai: Gambar4.31 Tampak atas pelat lantai Ukuran minimum balok Data desain pelat: Panjang (A) = 5 m Lebar (B) = 4,5 m

21 Berdasarkan SNI pasal , tebal minimum balok sebesar: Digunakan panjang bentang 5 m Pelat tipe Dipilih tinggi balok sebesar 50 cm, dan lebar balok:, Dipilih lebar balok sebesar 25 cm Menggunakan dimensi balok 25/50. Ukuran tebal pelat lantai Penetuan tebal pelat pada gambar 4.30, ditinjau masing-masing tipe pelat. Yakni ditinjau pelat 1, pelat 2, pelat 3, dan pelat 4 (gambar 4.31). Untuk pelat dua arah, sebelum menghitung tebal, maka terlebih dahulu dihitung α m. Berikut skema untuk α m. α4 α1 α3 α2 Gambar 4.32 Tinjauan m Gambar Pelat lantai tipe 1 Perhitungan I b pada tipe pelat diatas dihitung berdasarkan balok T dan balok L. Hal ini dikarenakan, terdapat dua balok interior dan dua balok eksterior. Gambar 4.33, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm Keterangan: E cb = modulus elastisitas balok beton E cp = modulus elastisitas pelat beton I b = momen inersia bruto terhadap sumbu penampang yang terdiri dari balok dan pelat disetiap sisi balok memanjang dengan jarak sama dengan proyeksi balok di atas atau di bawah pelat (diambil yang terbesar) tetapi tidak melebihi empat kali tebal pelat (SNI ). I b = momen inersia bruto terhadap sumbu penampang pelat yang diambil terhadap sumbu pusat dan sama dengan h 3 /12 dikalikan lebar pelat (SNI pasal). Gambar Penampang 3-3 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: 55,5 cm h hw

22 x1 bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm h x2 Gambar. 4.35Titik berat arah x Gambar Penampang 4-4 hw Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2 Y1 55,5 cm x1 Gambar Titik berat arah y Inersia Balok x2 Gambar Titik berat arah x > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Inersia Pelat Y2 Y1 Gambar Titik berat arah y Potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm Inersia Balok

23 > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Inersia Pelat y2 y1 Gambar Titik berat arah y Inersia Balok Potongan 1-1 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm hw 4h, , digunakan 38cm Inersia Pelat h hw Gambar Penampang 1-1 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: ½.bw+½.panjang pelat Gambar Penampang pelat 24,58 cm x1 Potongan 2-2 Panjang = 5m x2 Gambar Titik berat arah x Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm hw 4h, , digunakan 38cm

24 h ½.bw+½.panjang pelat Gambar Penampang 2-2 hw Gambar Penampang pelat Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: Maka, 24,58 cm x1 Pelat tipe x2 Gambar Titik berat arah x > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Gambar Titik berat arah y Inersia Balok y2 y1 Gambar Pelat lantai tipe 2 Perhitungan I b, didasarkan pada balok T dan balok L. pada gambar 4.48, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 sama nilainya dengan potongan 2-2 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm h Inersia Pelat Gambar Penampang 3-3 hw

25 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: 55,5 cm x1 Potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm x2 Gambar Titik berat arah x Gambar Penampang 4-4 h hw Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2 Gambar Titik berat arah y Inersia Balok Y1 55,5 cm x1 x2 Gambar Titik berat arah x Inersia Pelat > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2 Y1 Gambar Titik berat arah y

26 Inersia Balok > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Inersia Pelat y2 y1 Gambar Titik berat arah y Inersia Balok Potongan 1-1 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm hw 4h, , digunakan 38cm Inersia Pelat h hw Gambar Penampang 1-1 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: ½.bw+½.panjang pelat 20,92 cm x1 Gambar Penampang pelat Maka, x2 Gambar Titik berat arah x

27 Pelat tipe Gambar Pelat lantai tipe 3 Perhitungan Ib, didasarkan pada balok T dan balok L. pada gambar 4.59, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 sama nilainya dengan potongan 2-2 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 111cm > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Gambar Titik berat arah y Inersia Balok Y2 Y1 h hw Inersia Pelat Gambar Penampang 3-3 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: 55,5 cm x Potongan 1-1 sama nilainya dengan potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm x2 Gambar. 4.61Titik berat arah x

28 h hw Gambar Penampang 1-1 Inersia Pelat Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: Maka, 55,5 cm x1 Pelat tipe x2 Gambar Titik berat arah x > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2 Gambar. 4.65Titik berat arah y Y1 Gambar 4.66 Pelat lantai tipe 4 Perhitungan Ib, didasarkan pada balok T dan balok L. pada gambar 4.66, potongan 3-3 dan potongan 4-4 dihitung berdasarkan balok T sedangkan potongan 1-1 dan potongan 2-2 dihitung berdasarkan balok L. Potongan 3-3 Panjang = 5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm 4 Inersia Balok h hw Gambar Penampang 3-3

29 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: 55,5 cm x1 Potongan 1-1 sama nilainya dengan potongan 4-4 Panjang = 4,5 m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm bw + 2hw bw + 8.h, , digunakan 101cm h x2 Gambar. 4.68Titik berat arah x Gambar Penampang 1-1 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: hw > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2 Y1 55,5 cm x1 Gambar Titik berat arah y Inersia Balok x2 Gambar Titik berat arah x Inersia Pelat > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Y2 Y1 Gambar Titik berat arah y

30 Inersia Balok > h = 12 cm (terletak dibawah flens) Inersia Pelat y2 y1 Gambar Titik berat arah y Inersia Balok Potongan 2-2 Panjang = 5m Data: h = 12 cm hw = = 38 cm bw = 25 cm hw 4h, , digunakan 38cm Inersia Pelat h hw Gambar Penampang 2-2 Menghitung inersia balok T Mencari titik berat penampang: ½.bw+½.panjang pelat 20,92 cm x1 Gambar Penampang pelat x2 Gambar Titik berat arah x Maka, Dari perhitungan αm terhadap 4 tipe pelat lantai, diperoleh nilai αm > 2. Disesuaikan dengan peraturan SNI , maka untuk mendapatkan ketebalan pelat digunakan perumusan:

Latar Belakang Sering terjadinya kesalahan didalam pemasangan tulangan pelat lantai. Pelat yang kuat didasarkan pada suatu perhitungan yang cermat. Pe

Latar Belakang Sering terjadinya kesalahan didalam pemasangan tulangan pelat lantai. Pelat yang kuat didasarkan pada suatu perhitungan yang cermat. Pe Tugas Akhir Tabel Perhitungan Kebutuhan Tulangan Pelat Lantai Beton Bertulang dengan Menggunakan SNI 03-2847- 2, PBI 1971 dan Pemodelan SAP0 versi 14.00 Latar Belakang Sering terjadinya kesalahan didalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN mbaran konstruksi beton untuk keperluan pelaksanaan pembangunan gedung sangat berperan. Untuk itu perlu dikuasai oleh seseorang yang berkecimpung dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971 ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-97 Modul-3 Sistem lantai yang memiliki perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek berkisar antara,0 s.d. 2,0 sering ditemui. Ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM DENGAN PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP TANPA STYROFOAM Lutfi Pakusadewo, Wisnumurti, Ari Wibowo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT Febrianti Kumaseh S. Wallah, R. Pandaleke Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin kekuatan dan keamanan suatu bangunan, karena inti dari suatu bangunan terletak pada kekuatan bangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN I. Umum Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, pembangunan konstruksi sipil juga semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH David Bambang H NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI

DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI Maradona Ramdani Nasution NRP : 0621055 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, ST., MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beton bertulang dituntut tidak hanya mampu memikul gaya tekan dan tarik saja, namun

BAB I PENDAHULUAN. beton bertulang dituntut tidak hanya mampu memikul gaya tekan dan tarik saja, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini perencanaan beton bertulang dituntut tidak hanya mampu memikul gaya tekan dan tarik saja, namun juga

Lebih terperinci

2.2 UNION FLOOR DECK W-1000 ( BONDEK ) dan WIRE MESH. UNION Floor Deck W-1000 ( Bondek ) adalah pelopor decking dengan

2.2 UNION FLOOR DECK W-1000 ( BONDEK ) dan WIRE MESH. UNION Floor Deck W-1000 ( Bondek ) adalah pelopor decking dengan 2.2 UNION FLOOR DECK W-1000 ( BONDEK ) dan WIRE MESH UNION Floor Deck W-1000 ( Bondek ) adalah pelopor decking dengan profil 2W yang dilengkapi system protrude shape dan merupakan penyempurnaan dari Floor

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI A. KRITERIA DESIGN 1. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran konstruksi Gedung bangunan ruko yang terdiri dari 2 lantai. Bentuk struktur adalah persegi panjang dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB ) PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB ) [C]2010 : M. Noer Ilham A. DATA BAHAN STRUKTUR PLAT LENTUR DUA ARAH (TWO WAY SLAB ) Kuat tekan beton, f c ' = 20 MPa Tegangan leleh baja untuk tulangan lentur, f y = 240

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG KANTOR TUJUH LANTAI DI PONTIANAK. Arikris Siboro 1), M. Yusuf 2), Aryanto 2) Abstrak

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG KANTOR TUJUH LANTAI DI PONTIANAK. Arikris Siboro 1), M. Yusuf 2), Aryanto 2) Abstrak PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG KANTOR TUJUH LANTAI DI PONTIANAK Arikris Siboro 1), M. Yusuf 2), Aryanto 2) Abstrak Dewasa ini pertumbuhan penduduk semakin pesat disusul dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

Dinding Penahan Tanah

Dinding Penahan Tanah Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Dinding Penahan Tanah Pertemuan - 7 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : GO, DERMAWAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua bagian utama dari bangunan, yaitu bagian struktur dan nonstruktur. Bagian struktur ialah bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR YANG SUDAH BERDIRI DENGAN UJI ANALISIS DAN UJI BEBAN (STUDI KASUS GEDUNG SETDA KABUPATEN BREBES)

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR YANG SUDAH BERDIRI DENGAN UJI ANALISIS DAN UJI BEBAN (STUDI KASUS GEDUNG SETDA KABUPATEN BREBES) EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR YANG SUDAH BERDIRI DENGAN UJI ANALISIS DAN UJI BEBAN (STUDI KASUS GEDUNG SETDA KABUPATEN BREBES) Himawan Indarto & Ferry Hermawan ABSTRAK Gedung Sekretaris Daerah Brebes yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN)

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN) BB IV PERENCNN WL (PRELIMINRY DESIGN). Prarencana Pelat Beton Perencanaan awal ini dimaksudkan untuk menentukan koefisien ketebalan pelat, α yang diambil pada s bentang -B, mengingat pada daerah sudut

Lebih terperinci

Tabel Kebutuhan Tulangan Pelat Tangga Beton Bertulang Berdasar SNI Dan Pemodelan SAP 2000

Tabel Kebutuhan Tulangan Pelat Tangga Beton Bertulang Berdasar SNI Dan Pemodelan SAP 2000 Tabel Kebutuhan Tulangan Pelat Tangga Beton Bertulang Berdasar SNI 03-2847-2002 Dan Pemodelan SAP 2000 Nama Mahasiswa : Yuanita Kartika Utami NRP : 3107100124 Jurusan : Teknik Sipil, FTSP-ITS Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA Oleh : AULIA MAHARANI PRATIWI 3107100133 Dosen Konsultasi : Ir. KURDIAN SUPRAPTO, MS TAVIO, ST, MS, Ph D I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG Irmawati Indahriani Manangin Marthin D. J. Sumajouw, Mielke Mondoringin Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : Heroni Wibowo Prasetyo NPM :

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR Million Tandiono H. Manalip, Steenie E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : tan.million8@gmail.com

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR 3.. Denah Bangunan Dalam tugas akhir ini penulis merancang suatu struktur bangunan dengan denah seperti berikut : Gambar 3.. Denah bangunan 33 34 Dilihat dari bentuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA MICHAEL JERRY NRP. 0121094 Pembimbing : Ir. Daud R. Wiyono, M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Umum Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentudari semen, pasir, dan koral

Lebih terperinci

BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03

BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan-Peraturan yang Dugunakan 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 2847 2002), 2. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 16 STUDI KOMPARASI PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG BERDASARKAN SNI 3 847 DAN SNI 847 : 13 DENGAN SNI 3 176 1 (Studi Kasus : Apartemen 11 Lantai

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR Disusun oleh : Irawan Agustiar, ST DAFTAR ISI DATA PEMBEBANAN METODE PERHITUNGAN DAN SPESIFIKASI TEKNIS A. ANALISA STRUKTUR 1. Input : Bangunan 3 lantai 2 Output : Model Struktur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI KAJIAN PERBANDINGAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA DENGAN MENGGUNAKAN BEKISTING BAJA TERHADAP METODE KONVENSIONAL DARI SISI METODE KONSTRUKSI DAN KEKUATAN STRUKTUR IRENE MAULINA

Lebih terperinci

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER Andi Algumari NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil Anton Wijaya 060404116 BIDANG

Lebih terperinci

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Abstrak Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... vi Daftar Notasi... vii Daftar Lampiran... x Kata Pengantar... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBESIAN PELAT BETON

TEKNIK PEMBESIAN PELAT BETON TEKNK PEMBESAN PELAT BETON Hotma Prawoto Sulistyadi Program Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Hotma Prawoto - DTS SV UGM 1 Pembebanan pada pelat Beban Terbagi Rata Berat sendiri

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR. PENDAHULUAN Pada struktur pelat satu-arah beban disalurkan ke balok kemudian beban disalurkan ke kolom. Jika balok menyatu dengan ketebalan pelat itu sendiri, menghasilkan sistem

Lebih terperinci

c. Semen, pasta semen, agregat, kerikil

c. Semen, pasta semen, agregat, kerikil Hal: 1 dari 17 1. Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya sudah dimulai sejak zaman Yunani maupun Romawi atau bahkan sebelumnya, namun penggunaan beton tersebut baru dapat berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PRESENTASI TUGAS AKHIR oleh : PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 LATAR BELAKANG SMA Negeri 17 Surabaya merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merancang perlu diperhatikan beban-bean yang bekerja pada struktur agar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban yang mampu diterima serta pola kegagalan pengangkuran pada balok dengan beton menggunakan dan tanpa menggunakan bahan perekat Sikadur -31 CF Normal

Lebih terperinci

BAB I. Perencanaan Atap

BAB I. Perencanaan Atap BAB I Perencanaan Atap 1. Rencana Gording Data perencanaan atap : Penutup atap Kemiringan Rangka Tipe profil gording : Genteng metal : 40 o : Rangka Batang : Kanal C Mutu baja untuk Profil Siku L : BJ

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan air / lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan pembangunan sarana prasarana fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal tersebut menjadi mungkin

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU Ristinah S., Retno Anggraini, Wawan Satryawan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 21 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di abad 21 ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat, seperti bermunculannya teori teori baru (memperbaiki teori yang sebelumnya) dan berkembangnya

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin pesatnya perkembangan dunia teknik sipil di Indonesia saat ini menuntut terciptanya sumber daya manusia yang dapat mendukung dalam bidang tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Gaya gempa sangat berbahaya karena gerakan tiba-tiba pelepasan energi tegangan yang kemudian dipindahkan melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Perancangan Mulai Pengumpulan Data Perencanaan Awal Pelat Balok Kolom Flat Slab Ramp Perhitungan beban gempa statik ekivalen Analisa Struktur Cek T dengan

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang ABSTRAK Dalam tugas akhir ini memuat perancangan struktur atas gedung parkir Universitas Udayana menggunakan struktur baja. Perencanaan dilakukan secara fiktif dengan membahas perencanaan struktur atas

Lebih terperinci

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS 2.1 Tinjauan Umum Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang biasanya di atas permukaan tanah yang berfungsi menerima dan menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya maupun teknik tidak terlepas dari bangunan tetapi dalam perencanaan bangunan sering tidak

Lebih terperinci