TINJAUAN PUSTAKA Aterosklerosis Batasan Arteri. Aterosklerosis Gambar 2 Aterogenesis.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Aterosklerosis Batasan Arteri. Aterosklerosis Gambar 2 Aterogenesis."

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Aterosklerosis Batasan Arteri. Arteri adalah pembuluh yang mengalirkan darah keluar dari jantung untuk diedarkan ke paru-paru atau ke seluruh tubuh. Strukturnya terdiri atas tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia yang dibatasi dengan interna elastik lamina dan eksterna elastik lamina (Gambar 2A). Berhadapan dengan lumen arteri, terdapat sel endotelium. Tunika media mayoritas diisi oleh sel-sel otot polos. Aterosklerosis. Aterosklerosis didefinisikan oleh Ross (1999b) sebagai pengerasan dan penyempitan arteri secara progresif akibat timbunan lemak dengan disertai peradangan. Pengerasan arteri ini disebabkan oleh adanya pusat nekrosis yang berisi sel-sel busa, sisa-sisa seluler, kolesterol kristal, kalsium, dan dikelilingi oleh kapsula fibrosa (fibrous cap) yang berisi sel-sel otot polos, makrofag, sel busa, limfosit, kolagen, elastin, proteoglikan, dan neovaskulerisasi (Gambar 2B). (A) (B) Gambar 2 Diagram melintang arteri normal yang terdiri dari tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia (A), dan arteri yang mengalami aterosklerosis yang ditunjukkan dengan penebalan tunika intima berisikan pusat nekrosis dan kapsula fibrosa (B) Aterogenesis. Aterogenesis merupakan segmentasi perkembangan plak aterosklerosis, mulai dari arteri normal, kemudian berkembang menjadi garit

2 10 lemak (fatty streak), ateroma atau plak fibrosa (fibrous plaque), dan komplikasi lesi (lesio complication) (Gambar 3). Gambar 3 Aterogenesis yang menggambarkan segmentasi terbentuknya plak aterosklerosis, mulai dari arteri normal, muncul garit lemak, menjadi plak fibrosa (ateroma), dan berkembang menjadi komplikasi lesi aterosklerosis (adaptasi dari Ross 1999b) Mekanisme aterosklerosis. Pada intinya, mekanisme aterosklerosis menjelaskan proses terjadinya dan berkembangnya lesi aterosklerosis sampai timbul komplikasi dan kematian. Menurut Hansson (2009), aterosklerosis bermula dari akumulasi LDL, pengaktifan endotelium, serta perekrutan sel-t dan monosit. Monosit mengalami diferensiasi menjadi makrofag agar dapat melakukan fagositosis lipoprotein termodifikasi dan berkembang menjadi sel busa. Sel-T bertugas mengenal adanya antigen lokal, kemudian mengundang respons sel Helper-1 agar terlibat dalam peradangan lokal dan pertumbuhan lesi aterosklerosis. Sejalan dengan itu sinyal yang bersifat anti-peradangan muncul, sehingga terjadi pengaturan sistem kekebalan. Aktivasi peradangan secara intensif mengakibatkan terjadinya komplikasi berupa proteolisis lokal, kerusakan plak, formasi trombus, iskhemia, dan infark. Hipotesis aterosklerosis. Penjelasan Hansson (2009) tersebut secara tidak langsung merangkum beberapa teori penyebab aterosklerosis seperti teori lipid, teori peradangan, teori kepekaan mesenkim, teori perlukaan, ataupun disfungsi

3 11 endotel. Teori-teori ini menghasilkan beberapa hipotesis, tentang timbulnya plak aterosklerosis dan komplikasinya. Williams & Tabas (1995) menjelaskan bahwa pengembangan hipotesis ini umumnya berdasarkan pada temuan komponen plak aterosklerosis seperti komponen seluler (sel otot polos, makrofag, lekosit), komponen jaringan matriks (elastin dan kolagen), komponen lipid (kolesterol, intra dan ektraseluler lipid), dan komponen kalsifikasi. Adapun hipotesis yang sering digunakan untuk menjelaskan mekanisme aterosklerosis meliputi hipotesis disfungsi endotelium, hipotesis respon peradangan kronis, hipotesis migrasi sel otot polos (dari media ke intima), hipotesis proliferasi sel otot polos (dalam rangka menghasilkan matriks elastin dan kolagen pada intima), serta hipotesis terjadinya akumulasi lipid. Berdasarkan hipotesis proliferasi sel otot polos, growth factor, cytokines, vasoaktif, prostaglandins, leukotrienes, dan matriks ekstraseluler yang ikut memengaruhi aktivitas sel-sel otot polos disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Growth factor, cytokines, vasoaktif, prostaglandins, leukotrienes, dan matriks ekstraseluler yang ikut memengaruhi aktivitas sel-sel otot polos (diadaptasi dari Reines & Ross 1993). Growth factors dan cytokines Epidermal growth factor (EGF) Basic fibroblast growth factor (bfgf) Heparin-binding EGF-like growth factor (HB-EGF) Insulin growth factor-i (IGF-I) Interferon- (IFN-) Interleukin-1 (IL-1) Interleukin-6 (IL-6) Platelet-derived growth factor (PDGF) Thrombin Transforming growth factor a (TGF-a) Transforming growth factor-fl (TGF-fl) Tumour necrosis factor-a (TNF-a) Agen Vasoaktif, prostaglandins, dan leukotrienes Angiotensin II (A-II) Atrial natriuretic polypeptide (ANP) Endothelial-derived relaxing factor-nitric oxide (EDRF-NO) Endothelin (ET-1) Adrenaline/noradrenaline 1 2-hydroxyeicosatetraenoic acid (1 2-HETE) Leukotriene B4 (LTB4) Prostacyclin (PGI) Prostaglandin E (PGE) Serotonin Substance Vasopressin Matriks Extraselular Fibronectin (FN) Heparin Laminin Osteonectin (SPARC) Tenascin (TN) Thrombospondin (TSP)

4 12 Teori disfungsi endotel. Berdasarkan teori disfungsi endotel (Gambar 4), dijelaskan bahwa hiperlipidemia, toksin, hipertensi, merokok, faktor hemodinamik, reaksi imun, dan virus menyebabkan perlukaan pada sel endotel, sehingga sel endotel melepaskan cytokines seperti Interluekin1 (IL-1), MCP-1, dan M-CSF untuk memicu adesi monosit pada endotel bermigrasi sebagai makrofag pada tunika intima, dan melakukan fagositosis LDL, kemudian teroksidasi menjadi sel busa. Bersamaan dengan proses ini, sel-sel otot polos bermigrasi menembus elatin lamina interna dan berprolifrasi pada tunika intima untuk menyusun matriks elastin, kolagen, dan proteoglikan menggantikan ekstraseluler dan intraseluler lipid yang terdeposit pada tunika intima. Gambar 4 Mekanisme aterosklerosis berdasarkan teori disfungsi/perlukaan endotel (adaptasi dari Ross 1999a) Modulasi makrofag. Das et al. (2011) menjelaskan bahwa dalam proses perkembangan lesi dari garit lemak sampai terbentuk plak, plasminogen berperan sebagai prekursor bagi serine protease plasmin serta sebagai modulator bagi makrofag dalam pembentukan sel-sel busa. Dalam hal ini, plasminogen yang

5 13 memiliki kemampuan memecah matriks protein selama proses fibrinolisis dan migrasi sel, berperan menjadi perantara antara permukaan makrofag dengan aktivitas katalisis. Secara teknis, plasminogen memengaruhi ekspresi CD36 dengan mematangkan ikatan oksidasi dengan cara mengatur sekresi leukotiene B4 oleh makrofag. Penamaan lesi aterosklerosis. Menurut Finn et al. (2010), penamaan lesi aterosklerosis dari sejak awal sampai terjadi komplikasi adalah sebagai berikut. Garit lemak (fatty streak) adalah lesi yang pertama kali terlihat dalam perkembangan aterosklerosis. Ateroma (atheroma) adalah akumulasi sel atau runtuhan sel yang berisikan lipid, kalsium, dan jaringan ikat fibrosa yang terlihat di antara deretan endotelium dan dinding arteri yang dipadati sel-sel otot polos. Plak (plague) adalah deposit lemak di dalam dinding pembuluh darah. Ada pula istilah fibroateroma dengan kapsula tipis (thin-cap fibroatheroma, TCFA), yaitu kapsula fibrosa yang mengalami infiltrasi makrofag dan limfosit, dengan sel-sel otot polos yang jarang dan mengalami nekrosis pada inti deposit lipid. Dijelaskan oleh Finn et al. (2010) bahwa TCFA merupakan lesi aterosklerosis yang mudah pecah dan mengalami trombosis. Kerapuhan lesi aterosklerosis. Menurut Finn et al. (2010) konsep tentang kerapuhan aterosklerosis berkembang dari masa ke masa. Konsep ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1844 dengan ditemukannya pecahan plak pada arteri yang mengalami aterosklerosis. Pada tahun 1858 istilah ateroma diperkenalkan sebagai masa lipid yang diseliputi kapsula fibrosa. Pada tahun 1970-an diperkenalkan istilah intramural atheromatous abcess. Pada masa ini diperkenalkan peran intraplaque angiogenesis and hemorrhrage sebagai plak yang tidak stabil. Pada tahun 1985 diperkenalkan peran pecahan plak sebagai penyebab trombosis koroner. Pada masa ini disusun konsensus American Hearth Association (AHA) yang berkaitan dengan skema klasifikasi untuk awalan dan perkembangan lesi aterosklerosis. Pada tahun 1987 diperkenalkan konsep remodeling arteri sejalan dengan perkembangan lesi aterosklerosis. Pada tahun 1989 dilakukan pengelompokkan kondisi hemodinamik yang secara nyata berisiko terhadap munculnya plak yang rapuh. Pada tahun dilaporkan proses penyempitan lumen arteri akibat silih berganti pemulihan pecahan plak dengan

6 14 proses peradangan. Pada masa ini dilaporkan peran sitokin dan proteolisis pada mekanisme pecahnya kapsula fibrosa maupun peran keping darah dan koagulasi pada mekanisme trombosis. Pada masa ini juga dilaporkan definisi lesi yang rapuh berdasarkan ketebalan kapsula fibrosa (<65 µm). Pada tahun 2000 diperkenalkan istilah thin-cap fibroatheroma (TCFA) sebagai konsensus AHA berkenaan dengan lesi yang rapuh dan mekanisme trombosis. Sampai pada tahun 2003 dilaporkan adanya ciri-ciri morfologi, kejadian, dan tepatnya lokasi TCFA. Pada masa ini juga dijelaskan tentang konsep erythrocyte-derived cholesterol and necrotic core expansion sebagai mekanisme kerapuhan lesi aterosklerosis. Aterosklerosis koroner. Aterosklerosis dapat berkembang pada arteri koroner seperti LAD, LCX, dan RCA (Gambar 5), serta dapat menimbulkan komplikasi penyakit jantung koroner seperti thrombotic coronary occlusion, myocardial infarctions, keluhan acute coronary syndrome, dan umumnya pasien berakhir dengan kematian (Stone et al. 2011). Gambar 5 Jantung dengan arteri koroner LAD, LCX, dan RCA yang merupakan tempat terjadinya aterosklerosis Grading Aterosklerosis Koroner. American Heart Association mengembangkan tahap-tahap (grading) perkembangan aterosklerosis menjadi enam tipe plak aterosklerosis (Stary et al. 1995). Tipe-I ditandai dengan munculnya garit lemak, perubahan minor formasi otot polos, dan penyesuaian ketebalan dinding arteri baik pada intima maupun media. Tipe-II atau tipe lesi

7 15 ditandai dengan tanda-tanda seperti pada tipe-i, akumulasi makrofag, dan adanya sel busa. Tipe-III atau tipe preateroma memiliki tanda seperti yang ditemukan pada tipe-ii, dan juga ditandai dengan adanya kolam-kolam kecil yang berisi lipid ekstraseluler. Pada tipe-iv atau tipe ateroma, selain adanya tanda-tanda seperti pada tipe-iii, terdapat pula pusat lipid ekstraseluler. Pada tipe-v atau tipe fibroateroma, selain adanya tanda-tanda seperti pada tipe-iv juga ditandai dengan adanya penebalan fibrosa. Pada tipe-vi atau tipe lesi komplikasi, selain ditemukan tanda-tanda seperti pada tipe-v, ditemukan juga adanya komplikasi lesi berupa trombus, fisura, dan hematoma (Gambar 6). Gambar 6 Grading formasi enam tipe aterosklerosis menurut American Heart Association (Stary et al. 1995) Faktor Risiko Aterosklerosis Umum. Menurut Maas & Boger (2003) faktor risiko aterosklerosis terdiri dari dua kelompok faktor, yaitu yang berpeluang untuk dimodifikasi atau tidak, dan yang tergolong tradisional atau moderen. 1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes melitus, peningkatan homocysteine, faktor hemostasis dan

8 16 trombosis, infeksi virus herpes dan Chlamydia pneumoniae, kegemukan, serta pola hidup dan stress. 2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, dan sejarah keluarga. 3. Faktor risiko yang masuk kategori tradisional meliputi umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, sejarah keluarga, merokok, konsentrasi kolesterol dalam LDL dan HDL, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, dan inaktivitas fisik. 4. Faktor risiko yang masuk ketagori new and emerging risk factor, yaitu C- reactive protein, homocysteine, oxidative stress, dan lipoprotein(a). Obesitas/kegemukan. Obesitas dimengerti sebagai kondisi gemuknya badan akibat asupan kalori yang melebihi keperluan tubuh. Istilah ini juga digunakan untuk seseorang yang bobot badannya lebih berat 30% atau lebih dari bobot badan normal (D Alessio 2003). Terdapat dua kriteria obesitas, yaitu kelebihan bobot badan dan obes. Disebut obes jika sudah menderita sakit dan memiliki dampak patologis. Sebagaimana disinyalir oleh WHO (2005), pada tahun 2015 diperkirakan 2.3 miliar orang dewasa mengalami kelebihan bobot badan dan 700 juta di antaranya menderita obes. Faktor pengendali obesitas meliputi faktor genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial, dan budaya (Racette et al. 2003). Dalam dua dekade terakhir, obesitas lebih banyak disebabkan oleh faktor tingkah laku dan lingkungan (WHO 2005). Faktor genetik diperkirakan memberikan kontribusi perubahan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebanyak 50%-90% (Racette et al. 2003). Menurut WHO (2005), seseorang disebut kelebihan bobot badan jika IMT-nya lebih dari 25 dan disebut menderita obesitas jika IMT-nya lebih dari 30. Diperkirakan terdapat lebih dari 200 gen faktor genetik obesitas. Gen-gen faktor genetik obesitas tersebut meliputi Melanocortin 4 Receptor (MC4R), Proopiomelanocortin (POMC), leptin dan reseptor leptin, Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARϒ ), Uncoupling Proteins (UCP1, UCP2, UCP3), Fatty Acid Binding Protein 2 (FABP2), melanocortin receptors (MC3R, MC4R, MC5R), neuropeptide Y (NPY), hormone sensitive lipase (HSL),

9 17 lipoprotein lipase (LPL), insulin responsive substrate-1 (IRS-1), membrane glycoprotein/plasma cell differentiation factor (PC-1), dan skeletal muscle glycogen synthase. Sindrom metabolik. Sindrom metabolik adalah kumpulan gejala atau tanda klinis yang mengarah pada terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner di kemudian hari. Selain terdapat resistensi insulin dan hiperinsulinemia, terdapat tambahan empat sampai lima gejala atau tanda klinis yang menjadi prasyarat untuk disebut adanya sindrom metabolik. Hal yang menarik adalah adanya perbedaan prasyarat gejala klinis antara WHO dan National Institutes of Health (NIH) sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Prasyarat sindrom metabolik menurut WHO dan NIH Amerika Serikat World Health Organization 1. Rasio pinggang-pinggul > 0.85 pada wanita dan > 0.9 pada pria atau indeks masa tubuh > 30 kg/m2 2. Trigliserida > 150 mg% dan/atau HDL-cholesterol < 35 mg% (pria) atau < 40 mg% (wanita) 3. Tekanan Darah > 140/90 mm Hg 4. Peningkatan sekresi albumin dalam urin National Institutes of Health 1. Obesitas abdominal: lingkar pinggang > 35 inci pada wanita atau 40 inci pada pria 2. Trigliserida > 150 mg% 3. HDL-cholesterol < 50 mg% pada wanita atau < 40 mg% pada pria 4. Tekanan darah > 130/85 mm Hg 5. Plasma glukosa puasa > 110 mg% Perspektif sindrom metabolik mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Pada awalnya (sebelum tahun 1980), sindrom metabolik hanya menjelaskan hubungan antara resistensi insulin dengan diabetus melitus tipe-2. Sepuluh tahun kemudian (sekitar tahun 1990-an), perspektif ini berkembang ke arah faktor risiko obesitas, yaitu berdasarkan ukuran tubuh dan IMT, dihubungkan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia maupun faktor risiko penyakit jantung koroner. Secara rinci, faktor risiko tersebut meliputi dislipidemia, gangguan metabolisme glukosa, gangguan metabolisme asam urat, gangguan

10 18 hemodinamik, dan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan C-reactive protein (CRP), plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan fibrinogen. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa untuk setiap peningkatan bobot badan sebesar 1 kg, risiko penyakit jantung kardiovaskuler meningkat sebesar 3.1%. Perspektif sindrom metabolik tersebut digambarkan oleh Reaven (2001) sebagaimana Gambar 7. Gambar 7 Diagram alir perspektif sindrom metabolik dengan pemicu obesitas dengan faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (modifikasi dari Reaven 2001) Untuk mengatasi sindrom metabolik, diperlukan pendekatan yang komprehensif. Membangun gaya hidup yang sehat seperti latihan fisik, perbaikan diet, maupun penggunaan obat seperti penurun lipid, antidiabetik, antiobesitas atau antihipertensi, menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan. Kelebihan asam lemak bebas (FFAs) dan gula darah (hiperglisemia) yang menyebabkan resistensi insulin dan munculnya lipotoksisitas dan glukotoksisitas sedapat mungkin dihindarkan (Grundy 2006). Remodeling Arteri Remodeling arteri didefinisikan oleh Groot & Veldhuizen (2006) sebagai kemampuan homeostasis arteri dalam mengompensasi stenosis plak aterosklerosis

11 19 dan menjaga diameter lumen, sehingga sistem vaskuler tetap berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, remodeling arteri merupakan kompensasi arteri terhadap perkembangan aterogenesis baik karena adanya mekanisme homeostasis tubuh maupun karena adanya upaya untuk menekan faktor-faktor risiko aterosklerosis. Gambar 8 menyajikan bentuk remodeling LCX yang mengalami pembesaran (Ectasia) karena aterosklerosis yang bersifat konsentris. Gambar 8 Contoh remodeling arteri koroner LCX pada manusia yang berusaha melakukan kompensasi berupa pembesaran arteri karena dorongan aterosklerosis (Williams et al. 2008) Spektrum remodeling arteri. Sebagai proses perkembangan, remodeling arteri menghasilkan formasi arteri yang beragam, tergantung pada besarnya pengaruh tekanan (pressure), pengaruh aliran (flow), pengaruh perlukaan endotel (injury), dan pengaruh timbunan plak dan komplikasi plak (Groot & Veldhuizen 2006). Formasi arteri tersebut menghasilkan spektrum remodeling arteri sebagaimana disajikan pada Gambar 9. Pengaruh tekanan darah menghasilkan perbesaran arteri yang bersifat radial dan remodeling geometris yang bersifat sentris maupun konsentris. Pengaruh aliran darah menghasilkan remodeling ekspansif (lumen membesar) dan remodeling konstriktif (lumen menyempit).

12 20 Spektrum remodeling arteri tekanan aliran luka Gambar 9 Spektrum remodeling arteri sebagai kompensasi proses aterosklerosis (adaptasi Groot & Veldhuizen 2006) Remodeling arteri koroner. Remodeling arteri koroner dipelajari oleh Clarkson et al. (1994) dengan melakukan studi retrospektif pada 100 jantung pria dan wanita usia lebih dari 25 tahun serta pada 328 jantung monyet ekor panjang dan 88 monyet rhesus jantan. Satwa primata ini secara eksperimental diinduksi diet tinggi kolesterol, sehingga mengalami jantung koroner. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran lumen tidak dipengaruhi oleh ukuran plak semata. Ukuran lumen bervariasi dan tidak dapat diprediksi sebagai faktor risiko (tradisional) untuk menentukan penyakit jantung koroner. Namun, dengan menempatkan ukuran plak dan ukuran lumen bersama-sama sebagai faktor yang menggambarkan tidak adanya kompensasi arteri, ukuran lumen berkorelasi tinggi dengan sejarah terjadinya penyakit jantung koroner. Ketiadaan kompensasi ini menunjukkan adanya komplikasi aterosklerosis. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa manusia dan satwa primata memiliki respon remodeling arteri yang sama. Pendeteksian remodeling arteri. Pendeteksian remodeling arteri dapat dilakukan dengan beberapa metode yang sifatnya invasif dan non-invasif. Metode invasif umumnya dilakukan pada hewan model atau pospartum dengan pendekatan patologis, histoteknik, maupun imunohistokimia. Di lain sisi, metode non-invasif dilakukan dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan bantuan biomarker makrofag. Biomarker ini dikarakterisasi dengan Fluorodeoxyglucose (FDG) dan diamati dengan Positron Emission Tomography (PET) (Worthley et al. 2008). Untuk dapat diaplikasikan

13 21 pada manusia, sejarah pendeteksian remodeling arteri dimulai dengan menggunakan hewan model kelinci (New Zealand white rabbit) dalam keadaan puasa dan terbius. Penelitian ini menunjukkan bahwa MRI dapat dijadikan sebagai alat untuk mendata dinding arteri secara seri dan non-invasive, sehingga dapat menjelaskan secara utuh remodeling arteri. MRI juga digunakan untuk meneliti remodeling arteri pada aterosklerosis alami setelah intervensi perkutaneous koroner. Selain makrofag, biomarker remodeling arteri dapat diperankan oleh enzim yang berfungsi dalam perkembangan matriks ekstraseluler aterosklerosis. Romero et al. (2008) menemukan dua jenis enzim yang konsentrasinya dapat diukur, yaitu Matrix Metallo Proteinases (MMPs) dan Tissue Inhibitor MMPs (TIMPs). Berdasarkan pemeriksaan arteri karotid diketahui bahwa Matrix Metallo Protein-9 (MMP-9), Tissue Inhibitor MMP-1 (TIMP-1), dan Protocollagen-III n-terminal Propeptide (PIIINP) dapat mengekspresikan perbedaan keparahan aterosklerosis. Tingginya biomarker remodeling arteri pada penelitian Farmingham menunjukkan bahwa umur menengah tua ternyata memiliki hubungan dengan kejadian stenosis pada arteri karotid dan kejadian aterosklerosis sub-klinis pada karotid interna. Pendeteksian remodeling arteri metode invasif pada preparat histologis hewan model maupun pasien post partum dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan grading aterosklerosis seperti yang telah dijelaskan pada paragraf terdahulu. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan mengukur ketebalan intima maupun dengan mengukur luas lumen, luas plak, dan luas dinding arteri. Pengukuran ketebalan intima secara tidak langsung menggambarkan ketebalan plak dan keparahan aterosklerosis. Perubahan ketebalan tersebut dapat dilakukan dengan melihat lapisan-lapisan jaringan elastin pada tunika intima atau Interna Elastin Lamina (IEL) dan jaringan elastin pada tunika media atau Externa Elastin Lamina (EEL). Lapisan-lapisan ini membuktikan bahwa dinding arteri melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continuous improvement) dalam rangka menjaga keutuhan formasi lumen arteri, yaitu sebagai kompensasi terhadap pengaruh tekanan, aliran, perlukaan maupun pengaruh timbunan plak dan komplikasi plak yang sifatnya saling berinteraksi.

14 22 Model matematika remodeling arteri. Model matematika remodeling arteri dikembangkan oleh Groot & Veldhuizen (2006) dengan menjelaskan perubahan dimensi dinding melalui komponen pendukung arteri koroner manusia mulai dari awal sampai akhir terjadinya aterosklerosis. Sebelum diwarnai dan diperiksa dengan menggunakan komputer, sebanyak 83 sampel pospartum difiksasi kemudian diproses dengan parafin untuk mendapatkan sudut pemotongan 5 mikron yang proporsional. Analisis dilakukan secara acak terhadap garis radial yang menghubungkan titik pusat lumen ke titik-titik paling jelas pada intima, media, dan penebalan jaringan ikat sepanjang keliling arteri. Analisis tersebut menunjukkan bahwa pada dimensi intima, ditemukan adanya indikasi pra-aterosklerosis berupa proses perluasan radius arteri dalam bentuk tahapantahapan waktu pelebaran dan peningkatan luas vaskuler secara utuh. Pertama-tama intima mengalami peningkatan secara stabil, kemudian terjadi pengurangan proporsi luas arteri karena peningkatan diameter. Media juga menunjukkan perkembangan sebagaimana intima, yang mula-mula mengalami fase stabilisasi, kemudian fase mendatar, lalu meningkat pada fase ketiga. Jaringan ikat arteri mengalami peningkatan pada fase pertama, lebih meningkat pada fase kedua, dan dipercepat pada fase ketiga. Keseluruhan proses remodeling arteri terjadi secara sistematis yang terdistribusi dengan jelas pada semua pembuluh darah dan secara lokal diikuti dengan perkembangan lesi intima. Regresi Aterosklerosis Regresi aterosklerosis digambarkan sebagai hasil dari berbagai intervensi baik diet maupun obat-obatan untuk menghambat progresi aterosklerosis. Ciri yang mudah dijadikan indikator regresi aterosklerosis adalah adanya perubahan stabilitas arteri yang dicerminkan oleh formasi seluler maupun komposisi biokimiawi arteri tersebut. Ternyata untuk mencapai keberhasilan regresi aterosklerosis, dibutuhkan perjalanan riset dan praktik yang panjang. Sejarah konsep regresi aterosklerosis. Konsep regresi aterosklerosis dikemukakan oleh Anitschkow pada tahun 1920-an ketika melakukan penelitian eksperimental aterosklerosis pada kelinci. Penelitian tersebut diperdalam pada tahun dengan ditemukannya fenomena regresi aterosklerosis

15 23 menggunakan hewan model kelinci, tikus, anjing, dan ayam. Tidak semua penelitian menunjukkan hasil yang positif. Oleh karena itu, pada tahun 1970-an dan 1980-an, penelitian tersebut dikembangkan dengan menggunakan hewan model kelinci, anjing, burung dara (pigeon), babi, dan satwa primata. Hasilnya cukup menggembirakan dengan ditemukannya ciri morfologis dan ciri biokimiawi sebagai penanda regresi aterosklerosis. Pada tahun 1980-an, konsep regresi aterosklerosis dan remodeling arteri dapat diterima oleh kalangan peneliti dan praktisi dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan pengobatan aterosklerosis (Williams et al. 2008). St Clair et al. (1972) mempelajari efek regresi aterosklerosis pada lesi ateroma dan estrifikasi kolesterol pada aorta burung dara. Small et al. (1982) mempelajari perubahan fisikokimia dan histologis dinding arteri pada satwa primata selama progresi dan regresi aterosklerosis. Wagner et al. (1980) mempelajari perubahan kimia pada arteri Macaca mulata yang diinduksi dengan diet aterogenik selama sembilan belas bulan, kemudian diregresi selama empat puluh delapan bulan dengan memelihara konsentrasi total plasma kolesterol 300 mg/dl atau 200 mg/dl. Dalam catatan kuliah yang disampaikan St Clair (2003), disebutkan bahwa penginduksian progresi aterosklerosis monyet rhesus dengan diet aterogenik selama tujuh belas bulan menghasilkan Total Plasma Cholesterol (TPC) 700 mg/dl dan penyempitan arteri koroner kiri 60%±4% dan arteri koroner kanan 57%±7%. Setelah intervensi dengan diet dan asupan skuestrasi asam empedu, yaitu cholestiramine selama empat puluh bulan, TPC kembali menjadi 140mg/dL. Semasa induksi, penyempitan arteri koroner kiri dan kanan adalah sebesar 25%±5% dan 26%±3%, sedangkan setelah intervensi diet, penyempitan arteri koroner kiri dan kanan menjadi 17%±4% dan 14%±3%. St Clair juga memberikan catatan bahwa tidak semua komponen biokimia pada regresi aterosklerosis kembali normal secara total. Komponen-komponen biokimia yang tidak dapat kembali normal secara total adalah lipid, jaringan ikat, mineral, dan seluler. Perbaikan permukaan dinding arteri dan penebalan intima relatif lebih sulit kembali normal dibandingkan dengan perbaikan jaringan media, jaringan adventesia, maupun lemak intraseluler dan ekstraseluler. Pada Tabel 3 disajikan

16 24 Perubahan parameter biokimiawi dan morfologis dalam induksi maupun regresi aterosklerosis (Williams at al. 2008). Tabel 3 Perubahan parameter biokimiawi dan morfologis dalam induksi maupun regresi aterosklerosis (Williams at al. 2008) Lipid Komponen Induksi Regresi Total Kolesterol Kolesterol Bebas Kolesterol Ester Fosfolipid Trigliserida Kolesterol esterifikasi Kolesterol ester hidrolisis? Jaringan Ikat Kolagen Elastin Total sintesis protein Total GAG Mineral Ca PO 4 Seluler Sel busa Proliferasi sel Paramater Morfologis Keterlibatan permukaan Ketebalan intima Kerusakan media Adventisial RXN Lipid Intraseluler Lipid Ekstraseluler

17 25 Williams et al. (2008) menjelaskan bahwa untuk mendorong terjadinya regresi aterosklerosis, diperlukan beberapa persyaratan minimal, di antaranya adalah adanya profil lipid yang kondusif, yang ditandai dengan peningkatan HDL- C maupun penurunan konsentrasi serum lipid pro-aterosklerosis seperti total serum kolesterol, Low Density Lipoprotein-Cholesterol (LDL-C) dan ApoB; berkurangnya deposit lemak dan respon peradangan pada dinding arteri; peningkatan pembersihan lipid pada plak aterosklerosis, seperti reverse lipid transport dari plak aterosklerosis ke hati; serta terjaganya stabilitas komponen arteri dari aterosklerosis, dari kerapuhan dan kelabilan. Sebagai perkembangan baru, Williams et al. (2008) menjelaskan bahwa dengan menciptakan lingkungan vaskuler yang baik, sel-sel busa dapat dirangsang untuk melakukan emigrasi ke sistem limfe dan menghilang dari lesi aterosklerosis. Emigrasi sel busa dapat diketahui melalui adanya peningkatan CCR7. Proses regresi ini umumnya diikuti dengan penurunan VCAP1, MCP-1, tissue factor dan peningkatan ABCA-1. Peningkatan konsentrasi HDL melalui peningkatan produksi ApoA-1 dapat menghasilkan remodeling atheromata. Kemampuan HDL ini dapat ditingkatkan dengan menekan sirkulasi ApoB. Dipertegas oleh Vink et al. (2002) bahwa dalam regresi aterosklerosis, tidak sepenuhnya aspek morfologi, seluler, dan komponen biokimiawi kembali normal; perubahan yang lebih penting adalah berubahnya arteri yang labil menjadi arteri yang stabil (Hamasaki et al. 2000). Peran HDL dalam Mencegah Aterosklerosis Hubungan antara konsentrasi HDL-C dan risiko penyakit jantung koroner tidak diragukan lagi; diperkirakan sebesar 40%-60% dipengaruhi oleh faktor risiko berbasis pada aspek genetik atau sering disebut sebagai genome-wide association. Faktor risiko lainnya yang memengaruhi penurunan konsentrasi HDL-C meliputi jenis kelamin, umur, obesitas, merokok, alkohol, metabolik sindrom, serta obat-obatan seperti steroid, niasin, statin, dan fibrates (Volkov & Pajukanta 2010).

18 26 Di antara faktor-faktor risiko tersebut, obesitas dan IMT memiliki korelasi kuat dengan konsentrasi HDL-C (Backer et al. 1998; Singh et al. 2007). Untuk setiap penurunan bobot badan sebesar 1kg, konsentrasi HDL-C meningkat sebesar 0.35mg/dL (Ginsberg 2000). Dilaporkan oleh Kareinen et al. (2001) bahwa selain peningkatan konsentrasi trigliserida, resistensi insulin, obesitas abdominal, dan tekanan darah, rendahnya konsentrasi HDL-C memperkuat cluster faktor risiko munculnya metabolik sindrom. Konsentrasi HDL-C dikatakan rendah jika nilainya kurang dari 40mg/dL (Anonim 2001). Kondisi ini ditemui pada 30%-50% pasien penyakit jantung koroner (Anonim 2009, Sharrett et al. 2001) dan menjadi penyebab kematian di hampir seluruh belahan dunia (Lloyd-Jones et al. 2009). Berdasarkan The Farmingham Heart Study, risiko penyakit jantung koroner menurun untuk setiap peningkatan konsentrasi HDL-C 20mg/dL (Gordon et al. 1977). Hasil kajian komprehensif menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan 1mg/dL HDL-C, risiko penyakit jantung koroner pada pria dan wanita menurun sebesar 2%-3% (Chapman et al. 2004). Disampaikan Brewer Jr (2004) bahwa secara epidemiologis, LDL dan HDL merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang bersifat independen. Penelitian clinical trial obat penurun LDL menunjukkan bahwa obat tersebut dapat menurunkan kejadian klinis sampai 30%-45%, namun sisanya tetap berisiko terhadap penyakit jantung koroner yang ternyata disebabkan oleh konsentrasi HDL-C yang rendah. Penemuan ini memperkuat argumentasi bahwa strategi meningkatkan konsentrasi HDL-C sangat penting untuk mencegah penyakit jantung koroner. Bukti lain menunjukkan bahwa intervensi peningkatan HDL dengan infusi ApoA-I/Phospholipid Complexes dapat meregresi aterosklerosis pada kelinci. Untuk memahami peran HDL dalam menghambat aterosklerosis, berikut adalah pembahasan tentang metabolisme HDL, peran HDL dalam reverse cholesterol tranport, serta peran HDL sebagai antiaterosklerosis dan antioksidan. Metabolisme HDL Struktur HDL. HDL bukan entitas makromolekul tunggal, melainkan merupakan sekumpulan partikel lipoprotein yang memiliki muatan lipid dan

19 27 protein dengan karakter kimia fisika yang berdekatan (Rigotti et al. 2003). Secara umum, struktur partikel HDL terdiri dari lapisan terluar yang bersifat amphipathic dan berisikan kolesterol bebas, fosfolipid, dan beberapa apolipoprotein (ApoA-1, AII, C, E, AIV, J, dan D) di permukaan, sedangkan bagian inti bersifat hidrofobia dan kaya trigliserida. Kolesterol ester HDL pada inti membawa beberapa enzim seperti PAFA, LCAT, dan Cholesteryl Ester Transfer Protein (CETP) (Havel & Kane 1995). Menurut Rye et al. (2009), berdasarkan pengukuran menggunakan ultrasentri-fugasi, elektroforesis, atau nuclear magnetic resonance terhadap jumlah molekul apolipoprotein dan kolesterol ester, HDL dibagi menjadi beberapa karakter subtipe, yaitu subtipe HDL-2 dan subtipe HDL-3 (Tabel 4, Gambar 10). Tabel 4 Karakter kimiawi partikel lipoprotein pada manusia Kelas Lipoprotein Densitas (g/ml) Diameter (nm) % protein kering % Fosfolipid % triasilgliserol kering HDL LDL IDL VLDL Chylomicrons < Catatan: Semua protein memiliki densitas antara g/dL dan agregat lipid dengan densitas 0.8g/mL Gambar 10 Partikel HDL dengan berbagai ukuran dan bentuk, serta komposisi apolipoprotein dan komposisi lipid (Rye et al. 2009)

20 28 Apolipoprotein. Apolipoprotein merupakan protein khusus (aprotein) yang memungkinkan transportasi lipid ke seluruh tubuh untuk metabolisme. Transportasi tersebut terjadi dengan pengenalan partikel lipoprotein terhadap reseptor, sehingga terjadi perlekatan sesuai dengan fungsinya. Pada manusia, setidaknya dikenal 10 apolipoprotein yang diklasifikasikan berdasarkan alfabet dari A sampai E, diikuti numerik roman yang menjelaskan posisinya pada kolom kromatografi (Tabel 5) (Steeg et al. 2008). Tabel 5 Ragam Apolipoprotein pada manusia Klasifikasi A-I (28,300) A-II (8,700) B-48 (240,000) Ditemukan di Protein HDL Terjadi sebagai dimer terutama HDL Chylomicron Banyaknya dalam plasma mg % <5 mg% Peran Mengaktifkan LCAT Meningkatkan aktivitas hepatic lipase Turunan dari gen apo-b-100 gene dengan pengeditan RNA; miskin LDL receptor-binding domain terhadap apo-b-100 B-100 Protein LDL mg % Berikatan dengan LDL receptor (500,000) C-I VLDL, HDL 4-7 mg % Juga mengatifkan LCAT (7,000) C-II (8,800) VLDL, HDL, 3-8 mg % Mengaktifkan lipoprotein lipase C-III chylomicron, 8-15 mg % Menghambat lipoprotein lipase (8,800) VLDL, IDL, HDL D HDL Juga dikenal sebagai cholesterol 8-10 mg % (32,500) ester transfer protein (CETP) E chylomicron, 3-6 mg % Mengikat LDL receptor (34,100) VLDL, IDL HDL H (50,000) Chylomicron - Juga dikenal sebagai b-2- glycoprotein I (terlibat dalam metabolisme TG) Apo-lipoprotein A-1. ApoA-1, sebagai komponen utama HDL, memiliki peran sentral dalam metabolisme HDL, baik dalam sintesis HDL muda di hati dan usus dalam bentuk nascent HDL maupun dalam katabolisme HDL dewasa dari HDL 3 dan HDL 2 menjadi remnant HDL (Gambar 11). Selain berisi ApoA-1, nascent HDL juga berisi kolesterol bebas yang diperoleh melalui proses reverse cholesterol transport dari sel-sel perifer (seperti makrofag) dengan mediasi

21 29 lipidasi (lipidation) ABCA-1 (Eckardstein et al. 2001). Bailey et al. (2011) menjelaskan bahwa interaksi ApoA-1 dan ABCA-1 diikuti dengan perubahan lipid seluler maupun dengan induksi regulasi homeostasis lipid yang berbasis pada respon gen. Selain ABCA-1, beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme HDL adalah LCAT, PLTP, dan CETP. LCAT berperan dalam memediasi proses esterifikasi kolesterol untuk pembangunan partikel HDL spherical dewasa. PLTP berperan dalam proses peleburan partikel remnant HDL. CETP berperan dalam proses transformasi partikel HDL 2 menjadi partikel HDL 3 yang lebih kecil dengan cara mengeluarkan kolesterol ester dari partikel HDL. Konversi bolak balik HDL 2 dan HDL 3 yang dimediasi oleh PLTP menghasilkan ApoA-1 yang bersifat bebas lipid atau miskin lemak. Bagian ApoA-1 yang bebas lipid ini kemudian difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan direabsorbsi kembali oleh tubular melalui cubilin. Selain dari hati dan usus, ApoA-1 juga berasal dari hasil lipolisis VLDL dan chylomicrons (Eckardstein et al. 2001). Gambar 11 Diagram metabolisme HDL yang berpusat pada produksi dan distribusi ApoA-1 (Eckardstein et al. 2001) Steeg et al. (2008) menambahkan bahwa distribusi ApoA-1 pada berbagai dimensi HDL memungkinkan HDL memiliki kapasitas melindungi arteri dari ancaman aterosklerosis. Mekanisme ini terjadi ketika proses pembentukan HDL

22 30 berlangsung (Lee & Parks 2005). HDL memiliki kemampuan hambat oksidasi LDL dalam tiga tahap mekanisme, termasuk terjadi di dalam dinding arteri (Navab et al. 2000). Gordon & Davidson (2011) menunjukkan bahwa tidak semua kinerja HDL tergantung pada keberadaan komponen ApoA-1. Peran HDL sebagai Vacuum Cleaner HDL sebagai good cholesterol. HDL dapat disebut sebagai good cholesterol (Rigotti & Krieger 1999) mengingat perannya menyerupai vacuum cleaner dalam menghambat aterogenesis maupun metabolisme lipoprotein lainnya. Peran ini di antaranya ditunjukkan dengan kemampuan HDL menarik kembali kolesterol bebas melalui proses reverse cholesterol transport dari sel-sel perifer seperti makrofag pada dinding pembuluh arteri untuk dikirimkan ke hati. HDL juga menjaga LDL dari oksidasi, mencegah ekspresi perlekatan molekul dalam sel endotelium, serta mencegah pergerakan monosit ke dalam dinding pembuluh darah. Pada mekanisme ini, HDL dapat mencegah terbentuknya sel busa dalam proses aterogenesis. Dengan bantuan enzim LCAT kolesterol bebas tersebut di dalam partikel HDL diubah menjadi kolesterol ester. Menurut Rigotti et al. (2003), peran sentral HDL terhadap lipoprotein ialah memberikan kolesterol ester kepada lipoprotein bermuatan apolipoprotein B seperti VLDL, IDL, dan LDL dengan mediasi CETP, serta menarik trigliserida dari VLDL, IDL, dan LDL dengan mediasi PLTP. Penghambatan CETP meningkatkan ukuran partikel HDL dan menunda katabolisme HDL. Menurut Saddar et al. (2010), penarikan kolesterol bebas oleh HDL dilakukan melalui jalur reverse cholesterol transport, jalur SR-BI, dan jalur ABCA-1 transporter. Pada jalur reverse cholesterol transport, kolesterol bebas dan fosfolipid ditarik dari makrofag oleh HDL melalui jalur (pathway) difusi pasif (passive diffusion) antara sel membran dan HDL spherical dewasa. ABCA-1 Transporter. ABCA-1, merupakan protein anggota kesatu dari human transporter subfamili ABCA, dengan kode gen ABCA-1 yang juga dikenal sebagai Cholesterol Efflux Regulatory Protein (CERP). Tugas utama ABCA-1 adalah mengatur homeostasis fosfolipid dan kolesterol seluler. Selain melalui jalur reverse cholesterol transport, kolesterol bebas dapat

23 31 ditransportasikan ke HDL melalui dua jalur lainnya, yaitu jalur SR-BI dan jalur ABCA-1. Pada jalur SR-BI kolesterol bebas ditransportasikan ke HDL dewasa. Penarikan kolesterol bebas dari wadah kolesterol seluler melalui jalur ABCA-1 dilakukan dengan mengikat dan memfasilitasi pengeluaran kolesterol seluler dari wadah endositosis akhir, sehingga menurunkan banyaknya kolesterol dalam sel. Menurut Saddar et al. (2010), peran ABCA-1 transporter ini sangat penting mengingat peran ApoA-1 sebagai aseptor dalam mengikat kolesterol seluler sangat lemah. Semua penarikan kolesterol bebas dan fosfolipid dilakukan dalam formasi pre-hdl dan berubah (converted) menjadi HDL spherical dewasa setelah kolesterol bebas diesterifikasi oleh LCAT menjadi kolesterol ester. Penjelasan di atas memperkuat pendapat Brewer Jr (2004) bahwa ABCA-1 transporter mengatur tingkat kolesterol intraseluler pada hati dan pada seluler perifer. Pengaturan ini dilaksanakan dengan cara mengubah kelebihan kolesterol menjadi nascent HDL yang miskin ApoA-1, kemudian diubah menjadi HDL dewasa yang dapat berpartisipasi dalam proses reverse cholesterol trasnport. Jalur SR-BI dan jalur ABCA-1 diregulasi pada dinding sel oleh muatan oxycholesterol. Kelebihan kolesterol seluler ini diubah setahap demi setahap menjadi 27-hydroxycholesterol oleh 27-hydroxylase. Dalam aspek genetis, 27-hydroxycholesterol mengikat ligand yang mampu memicu faktor transkripsi Liver X Receptor (LXR), kemudian mengalami dimerisasi dan mengikat elemen LXRE, sehingga 27- hydroxycholesterol dapat meningkatkan ekspresi gen SR-BI dan ABCA-1 transporter. Dengan demikian, baik pre-hdl maupun HDL dewasa memfasilitasi pengeluaran kolesterol seluler serta berpartisipasi dalam reverse cholseterol trasnport menuju hati. SR-BI. SR-BI pertama ditemukan sebagai glikoprotein permukaan sel yang homolog dengan scavenger receptor CD36 dari kelas B scavenger receptor (Acton et al. 1994). Keluarga kelas B scavenger receptor ini menempel pada bagian ekstraseluler dengan menambatkan diri pada membran plasma melalui pengaturan transmembran untuk memendekkan bagian terminal sitoplasmik domain N dan C (Greenwalt et al. 1992). SR-BII memiliki perbedaan dengan SR- BI pada bagian terminal sitoplasmik C (Webb et al. 1997), tetapi keduanya dalam kultur jaringan sama-sama terlokalisasi pada plasma membran lipid cavaolae

24 32 terutama di bagian kolesterol dan spongiolipid (Babitt et al. 1997). SR-BI dapat berikatan dengan beberapa ligand, termasuk LDL yang mengalami oksidasi atau asetilasi, VLDL, dan fosfolipid (Krieger et al. 2001). Mengingat SR-BI merupakan jaringan pola spesifik yang HDLnya berperan dalam penarikan kolesterol dan regulasi ekspresi jaringan, maka SR-BI lebih tepat dikatakan sebagai reseptor HDL (Temel et al. 1997). Fungsi klasik SR-BI adalah memediasi pengambilan selektif (selective uptake) kolesterol oleh sel, terutama dalam bentuk kolesterol ester. Pengambilan selektif kolesterol oleh sel ini melibatkan kolesterol ester pada inti hidropobik partikel HDL. Kegiatan ini tanpa harus melakukan pemindahan (transfer) apolipoprotein pada permukaan partikel. SR-BI juga memediasi aliran dua arah (bidirectional flux) kolesterol yang belum diesterifikasi (unesterication cholesterol) serta fosfolipid antara HDL dan sel (Krieger 2001). SR-BI tidak berpartisipasi dalam pengeluaran kolesterol dari sel makrofag ke plasma HDL. Pengeluaran kolesterol dari sel makrofag ke plasma HDL dilakukan oleh ABCA-1 dan ABCG1 (Tall et al. 2008). Namun demikian, SR-BI berperan dalam respons peradangan makrofag (Rocha & Libby 2009). Peran SR-BI secara in-vivo pada penyakit kardiovaskuler sangat kritikal. Menurut Kozarsky et al. (2000), pada hewan model tikus hiperkolesterolemia, dibuktikan bahwa ketiadaan SR-BI secara global maupun overexpression SR-BI hepatik sampai jenuh memperparah perkembangan aterosklerosis. Kondisi ini juga menjadi pembelajaran bagi sel-sel yang diturunkan dari sumsum tulang terhadap perkembangan lesi aterosklerosis (Van et al. 2004). Pernyataan ini memperkuat argumentasi bahwa SR-BI protektif terhadap makrofag. SR-BI bersama makrofag secara akumulatif mempunyai sifat protektif terhadap fungsi kardiovaskular. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh mekanisme hambat HDL teroksidasi terhadap aktivitas keping darah yang ternyata membutuhkan SR-BI (Valiyaveettil & Podrez 2009). Ikatan HDL dengan SR-BI pada endotelium vaskuler akan mengaktifkan sintesa nitric oxide secara langsung sering disebut Endothelial Nitric Oxide Synthase (enos) sehingga mengaktifkan molekul Nitric Oxide (NO) yang poten sebagai antiaterogenik (Yuhanna et al. 2001). Dalam sel endotel, SR-BI memiliki peran yang sama

25 33 dengan enos dalam caveolae. Dengan adanya HDL, aktivitas enos ini menjadi semakin kuat. Kinerja enzim dan reseptor ini dalam mikrodomain pun menjadi berlipat. Dengan menggunakan kultur jaringan sel endotel, terlihat adanya peningkatan enos serine 1177 phosphorylation. Hal ini membuktikan bahwa ikatan HDL dan SR-BI mengaktifkan enzim kinase (Mineo et al. 2003). Dengan inisiasi sinyal dari SR-BI, HDL menstimulasi migrasi sel-sel endotel, dan secara in-vivo, mekanisme ini menghasilkan integritas monolayer endotel (Seetharam et al. 2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa SR-BI memiliki perangkat yang banyak (multiple features). Setidaknya, menurut Saddar et al. (2010), terdapat tiga perangkat penting yang perlu diketahui, yaitu (1) perangkat sinyal inisiasi berupa aliran kolesterol yang melibatkan HDL dan ApoA-1, (2) perangkat terminal C penginteraksi domain PDZ (K509) yang berhubungan langsung dengan adaptor molekul PDZK1, dan (3) perangkat terminal C domain transmembran atau C-Terminal Transmembrane (CTTM), untuk mengikat kolesterol. Penjelasan ini sekali lagi memperkuat argumentasi bahwa kinerja SR- BI dapat diinisiasi jika terjadi aliran kolesterol (Cholesterol flux). Dibandingkan dengan SR-BI, SR-BII tidak mampu menginduksi enos. Namun, menurut Assanasen et al. (2005), terminal C domain yang dimiliki SR-BI dan SR-BII berperan penting dalam transduksi sinyal induksi fosforilasi dan aktivasi enos. Penjelasan di atas memberikan gambaran lebih lengkap bahwa selain berfungsi dalam pertukaran kolesterol antara sel dan lipoprotein maupun reverse cholesterol transport dan pengeluaran kolesterol empedu, SR-BI juga memiliki dua peran lainnya, yaitu membantu HDL dalam memproteksi kardiovaskuler dan mengaktivasi diverve kinase cascades. Dalam hal yang terakhir, sinyal SR-BI akan muncul jika terdapat aliran kolesterol dan adanya reseptor khusus yang langsung berikatan dengan kolesterol dibutuhkan. Reseptor ini disebut terminal C penginteraksi domain PDZ (C-terminal PDZ-interacting domain) yang langsung berinteraksi dengan adaptor molekul PDZK1. PDZ dan CTTM berikatan langsung dengan kolesterol. Menurut Karen et al. (2000), SR-BI memicu terjadinya lebih banyak transportasi dan transformasi HDL-C, sehingga mengakibatkan kadar HDL-C

26 34 menurun. Demikian halnya jika kinerja SR-BI hepatik ini dipacu, misalnya dengan recombinant adenovirus encoding murine, SR-BI akan mengalami overexpression dan menyebabkan penurunan kadar HDL-C. Penurunan ini tidak memengaruhi sifat SR-BI. Bahkan, SR-BI tetap protektif terhadap aterokslerosis. Sebagai penjelasan tambahan, selain diambil oleh lipoprotein, kolesterol ester juga diambil oleh SR-BI dalam hati dan organ/jaringan steroidogenik maupun dari hidrolisis fosfolipid dengan bantuan HL (hepatic lipase) dan EL (endothelial lipase) (Rigotti et al. 2003). Dipertegas oleh Trigatti et al. (2003) bahwa RS-BI dalam melaksanakan fungsinya memerlukan konfirmasi dari ApoA- 1 yang berada dalam partikel HDL. SR-BI ditemukan cukup banyak pada beberapa jaringan, termasuk pada hati. Temuan SR-BI ini diekspresikan dalam beberapa mekanisme, salah satunya adalah dalam aktivitas transkripsi nuclear receptors. Dengan bantuan manipulasi pada gen mencit, seperti SR- BI/apolipoprotein E double-knockout mice, peran SR-BI pada metabolisme kolesterol HDL secara keseluruhan maupun aktivitas anti-aterogenik dalam mencegah penyakit jantung koroner, serta infark penyakit jantung, maupun kegagalan jantung dapat dibuktikan. Penambatan kolesterol. Melengkapi peran HDL sebagai good cholesterol, dapat dikatakan bahwa kolesterol bebas yang telah ditarik dari sel makrofag yang kemudian mengalami transformasi menjadi kolesterol ester dalam partikel HDL, perlu adanya proses katabolisme sehingga memenuhi homeostasis kolesterol dan dapat dimanfaatkan untuk proses kehidupan selanjutnya. Dalam fase ini, kolesterol harus dapat ditambatkan pada jaringan yang memerlukan, seperti hati, jaringan endokrin, dan jaringan lainnya. Mekanisme reverse cholesterol transport tidak saja strategis sebagai mekanisme hambat aterosklerosis oleh HDL, tetapi juga sebagai mekanisme homeostasis kolesterol pada seluler steroidogenik dan pada kulit yang lemah mengurai kolesterol (Rigotti et al. 2003). Penambatan kolesterol yang diinisiasi HDL pada prinsipnya memerlukan mekanisme kerja reseptor. Steinberg (1997) menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga mekanisme reseptor HDL dalam menghambat HDL (Gambar 12), yaitu (1) mekanisme penambatan kolesterol berikut partikel HDL secara utuh, (2) mekanisme penambatan kolesterol dengan memanfaatkan selaput hidrofilik HDL,

27 dan (3) mekanisme penambatan kolesterol dengan pengambilan kolesterol ester secara selektif 35 Gambar 12 Peran reseptor HDL dalam penambatan kolesterol ester melalui mekanisme pengambilan partikel secara utuh, dan pengambilan kolesterol ester secara selektif (Steinberg 1997). Peran HDL sebagai Anti Aterogenik Peran HDL sebagai anti aterogenik diilustrasikan Cockerill et. al. (1995) seperti pada Gambar 13 yang menunjukkan bahwa HDL berperan sebagai perangkat reserve cholesterol transport. Peranan HDL ini dikaitkan dengan kapasitas apolipoprotein A-1 HDL dalam mendorong pengeluaran (efflux) kolesterol dari dalam sel-sel perifer seperti makrofag. Mekanisme pengeluaran kolesterol tersebut di antaranya melalui (1) mekanisme pasif difusi kolesterol bebas dari makrofag yang mengalami esterifikasi bertahap oleh LCAT yang berasal dari HDL itu sendiri, (2) mekanisme transportasi kolesterol ke HDL melalui scavenger reseptor B1 pada permukaan dinding pembuluh darah, dan (3) mekanisme penggandengan lipid yang miskin ApoA-1 ke pengangkut ABCA-1 yang memiliki kapasitas menerima kolesterol bebas di dalam pembuluh darah, sehingga melalui pematangan esterifikasi ini dapat mengubah pre-beta HDL menjadi alpha migrating HDL.

28 36 Gambar 13 Peran HDL dalam menghambat aterogenesis melalui mekanisme promosi cholesterol efflux, menghambat oksidasi LDL, dan menghambat perlekatan molecule expression (Cockerill et al. 1995) Efek anti-oksidan HDL ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menghambat oksidasi fosfolipid dalam partikel LDL serta kemampuannya mengurangi aktivitas pembentukan modified LDL oleh Apolipoprotein A-1. Pengurangan aktivitas pembentukan modified LDL oleh Apolipoprotein A-1 didukung oleh paraoxanase-1 LCAT, yaitu enzim yang membantu oksidasi fosfolipid dan hidrolisis. Paraoxanase-1 menghambat terbentuknya lipid hydroperoxides dan oksidasi fosfolipid atau menghidrolisis apabila sudah terlanjur terbentuk. Secara in-vitro, ApoA-1 juga mengurangi lipid hydroperoxides dalam partikel LDL dan bersifat independen terhadap paraoxanase-1. Fosfolipid pada fraksi HDL-3 mampu menghambat oksidasi LDL. Nikotin sebagai Obat Masa Depan Sifat-Sifat Nikotin Nikotin merupakan senyawa kimia alkaloid hasil ekstraksi bahan kering (0.5%-8.0%) tembakau. Bentuk nikotin cair, rasanya pahit, bersifat alkali, akan

29 37 membentuk garam jika ditambahkan asam. Nikotin larut dalam air dengan pka = 8.5, kepadatan 1.01g/mL, dan titik didih 247 C (477 F). Nikotin disarankan untuk disimpan di bawah 30 o C, serta aman dari sinar dan air (Rodgman & Perfetti 2009). Gambar 14 Struktur kimia Nikotin C 10 H 14 N 2, atau (S)-3-(1-methyl-2- pyrrolidinyl)pyridine asal tembakau (Nicotiana tabacum) (IPCS ICHEM 2009) Tembakau merupakan sumber dari Nikotin-S murni, tetapi ketika dibakar asapnya mengandung isomer-rr (10%). Nikotin-S lebih kuat dibanding stereoisomer (RR). Nikotin adalah basa-lemah ph 8.0. Pada ph fisiologis, 31% nikotin menjadi bukan ion dan diserap di membran sel secara stereospesifik, berikatan dengan reseptor ACTh di ganglion otonom, medula adrenal, neuromuskular junction dan otak. Nikotin dapat melewati barrier otak (blood brain barrier) dan diedarkan ke seluruh bagian otak (IPCS ICHEM 2009). Oleh karena itu, nikotin berpotensial meracuni syaraf, sehingga sering digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis insektisida (Ujváry & István 1999). Penyerapan Nikotin Nikotin diserap tubuh secara efektif dalam keadaan basa, yaitu pada ph 8.5 dan dalam keadaan bukan ion. Sebaliknya, dalam keadaan asam, nikotin tidak efektif diserap tubuh, mengingat pada ph 5.5, nikotin adalah ion. Penyerapan nikotin secara inhalasi oleh alveoli tidak tergantung pada ph. Pada ph fisiologis, 30% nikotin berubah menjadi bukan ion dan diserap oleh membran mukosa mulut (IPCS ICHEM 2009). Rokok. Penyerapan nikotin via rokok adalah sebanyak 1.0mg (0.37mg mg) per batang rokok. Bagi perokok, nikotin masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi pulmonal, bukan melewati vena porta atau vena sistemik, sehingga

PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi penyakit Faktor risiko Mekanisme aterosklerosis.

PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi penyakit Faktor risiko Mekanisme aterosklerosis. PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi penyakit. Aterosklerosis merupakan penyakit pengerasan dan penyempitan arteri akibat timbunan lemak yang progresif disertai peradangan (Ross 1999b). Berdasarkan studi

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1 LIPOPROTEIN Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR Ana Andriana 1 PENDAHULUAN Lipoprotein menjadi alat transport Trigliserida dan kolesterol diantara organ dan jaringan. Gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak yang melebihi 20% pada pria dan 25% pada wanita dari bobot badan normal. Kondisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh

Lebih terperinci

Kilomikron dirakit dalam sel mukosa usus dan membawa triasilgliserol makanan, kolesterol, vitamin yang larut dalam lemak, dan Choles - ester teryl

Kilomikron dirakit dalam sel mukosa usus dan membawa triasilgliserol makanan, kolesterol, vitamin yang larut dalam lemak, dan Choles - ester teryl Kilomikron dirakit dalam sel mukosa usus dan membawa triasilgliserol makanan, kolesterol, vitamin yang larut dalam lemak, dan Choles - ester teryl (ditambah lipid tambahan yang dibuat dalam sel-sel ini)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease

I. Pendahuluan. suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart. arteri koroner yang merupakan produk dari coronary artery disease 1 I. Pendahuluan a. Latar Belakang Angina pectoris adalah rasa nyeri di bagian dada dan merupakan suatu gejala yang sebagian besar dipicu oleh adanya Coronary Heart Disease (CHD). Coronary heart disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar di dunia. WHO mencatat hingga tahun 2008 sebanyak 17,3 juta orang telah meninggal akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

ABSTRAK... 1 ABSTRACT DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipoprotein merupakan gabungan dari lipid nonpolar (triasilgliserol dan ester kolesteril) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) serta protein yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, ditandai oleh peningkatan dan/atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang dijumpai yaitu peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat 1.1 Pengertian Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia) yaitu kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun

Lebih terperinci

Dislipidemia. Ema Rachmawati

Dislipidemia. Ema Rachmawati Dislipidemia Ema Rachmawati Kolesterol dan metabolisme lipoprotein Kolesterol Merupakan prekursor garam empedu dan hormon Dapat diperoleh dari makanan (eksogen) maupun sintesis de novo di hati (endogen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem yang tumbuh di daerah Asia, dan Afrika bagian timur, Pasific. Di Indonesia sendiri, Buah pinang banyak terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aerobik Aerobik adalah suatu cara latihan untuk memperoleh oksigen sebanyakbanyaknya. Senam Aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM GANGGUAN METABOLISME LEMAK. Novina Aryanti, dr SpPK Departemen Patologi Klinik FK UWK-Surabaya

PEMERIKSAAN LABORATORIUM GANGGUAN METABOLISME LEMAK. Novina Aryanti, dr SpPK Departemen Patologi Klinik FK UWK-Surabaya PEMERIKSAAN LABORATORIUM GANGGUAN METABOLISME LEMAK Novina Aryanti, dr SpPK Departemen Patologi Klinik FK UWK-Surabaya 1 PENDAHULUAN Mengapa mempelajari lemak darah? Penting dalam PATOGENESIS ATEROSKLEROSIS

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel 52 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel hamil dengan preeklamsi, dipakai sebagai kelompok kasus dan 33 sampel hamil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri. Sebagai contoh

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri. Sebagai contoh BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1. LIPID DAN LIPOPROTEIN Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri. Sebagai contoh untuk VLDL, IDL, dan LDL mengandung Apo B 100, sedang Apo B48 ditemukan pada kilomikron.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperlipidemia merupakan keadaan yang terjadi akibat kadar kolesterol dan/atau trigliserida meningkat melebihi batas normal (Price & Wilson, 2006). Parameter

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian umum darah Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang diproduksi disumsum tulang dan nodus limpa berfungsi mengirimkan zat-zat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Siagian, 2004). Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retinopati diabetik adalah suatu kelainan retina karena perubahan pembuluh darah retina akibat diabetes, sehingga mengakibatkan gangguan nutrisi pada retina. Retinopati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan global pada saat ini. Prevalensi global diabetes pada orang dewasa diperkirakan meningkat dari 6,4 % pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, lingkungan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein berlebih maupun defisiensi lipoprotein. Dislipidemia bermanifestasi klinis sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.3dapat dilihat bahwa terdapat 27 pasang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah kondisi tekanan darah tinggi. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah

Lebih terperinci

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan 95 RINGKASAN Aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara berkembang dan melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan berbagai tipe sel yang saling berpengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Diperoleh hasil yang positif dari pengamatan histopatologi kelompok perlakuan kolesterol dengan penambahan ekstrak metanol tempe, yaitu pencegahan pembentukail plak. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Definisi lain lebih mementingkan defisit neurologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang terdiri dari jaringan fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai tangkai yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, jumlah penderita DM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci