BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dampak Dampak secara sederhana dapat di artikan adalah suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik sosial, ekonomi, fisik, kimia maupun biologi. Menurut KBBI dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik dampak positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi. Adapun dampak memberikan pengaruh berupa: 1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif. 2. Dampak Negatif yaitu dampak yang berpengaruh negatif. 3. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung dan berkaitan dengan dampak positif. 4. Dampak Tidak Langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan dengan adaya suatu pengaruh.(kbbi dalam Sartika, 2014) 11

2 2.2 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Pengertian Rumah Tidak Layak Huni Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak huni karna tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Pada umumnya rumah tidak layak huni erat kaitannya dengan pemukiaman kumuh karena pada dasarnya di daerah permukiman kumuh tergambar kemiskinan masyarakat. Adaupun kriteria rumah tidak layak huni apabila: a. Kondisi rumah 1. Luas lantai perkapita kota < 4 m 2, desa < 10 m Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas. 3. Tidak mempunyai akses mandi, cuci dan kakus. 4. Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu, rumbia. 5. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara. 6. Tidak memiliki pembagian ruangan. 7. Lantai dari tanah dan rumah lembab. 8. Letak rumah tidak teratur dan berdempetan. b. Kondisi lingkungan 1. Lingkungan kumuh dan becek. 2. Saluran pembungan air tidak memenuhi standar. 12

3 3. Jalan stapak tidak teratur. ( pada pukul 24 Febuari2015 pukul WIB) Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Merespon kondisi fakir miskin yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, Kementerian Sosial RI mengembangkan kebijakan sosial Penanggulangan Kemiskinan (P2K) melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). RS-RTLH dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial. Kegiatan RS-RTLH tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi sebagian masalah kemiskinan, tersedianya rumah yang layak huni, adanya kenyamanan bertempat tinggal, meningkatnya kemampuan keluarga dalam melaksanakan peran dan fungsi keluarga untuk memberikan perlindungan,bimbingan dan pendidikan, meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan permukiman dan meningkatnya harkat dan martabat. (Sosiokonsepsia Vol. 17, No hal 207) Maksud, Tujuan dan sasaran Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) a) Maksud 1. Meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan melalui program bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. 2. Membantu masyrakat yang berpenghasilan rendah agar dapat hidup lebih sehat dan sejahtera. 3. Mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera, dan makmur. 13

4 4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang layak bagi kemanusiaan. b) Tujuan 1. Meningkatkan kesejahteraan keluarga yang kurang mampu sehingga dapat hidup secara sehat, serasi, aman dan teratur. 2. Memberikan motivasi kepada masyarakat yang kurang mampu guna menunjang kehidupan yang lebih sejahtera. 3. Meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan tujuan memberantas keniskinan dan keterbelakangan. c) Sasaran Dalam kegiatan ini sasarannya adalah masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni dan tergolong dibawah garis kemiskinan dan berpenghasilan rendah Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan Ada beberapa kriteria yang harus di miliki setiap keluarga penerima bantuan RS- RTLH adalah sebagai berikut: 1. Memiliki KTP/identitas diri yang berlaku; 2. Kepala keluarga/anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan; 14

5 3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan raskin; 4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati; 5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan /desa atas status tanah. 6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan kondisi sebagai berikut : a. Tidak permanen dan / atau rusak; b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti : papan, ilalang, bamboo yang dianyam/gedeg, dsb; c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu keselamatan penghuninya; d. Lantai tanah/semen dalam kondisi rusak; e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus. 15

6 Kelompok Penerima Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Kepala Keluarga penerima bantuan dengan difasilitasi oleh Dinas Sosial Kab/Kota membentuk kelompok dengan anggota berjumlah 5 sampai dengan 10 KK. Tugas kelompok adalah : 1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara; 2. Membuka rekening di Bank Pemerintah atas nama kelompok dengan specimen ditandatangani ketua dan bendahara; 3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi; 4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang; 5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang); 6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan maksimal sebesar Rp ,- setiap rumah untuk disetujui oleh Dinas SosialKab/Kota; 7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan rumah secara gotong royong dalam satu kelompok; 8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang bantuan dari Kementerian Sosial sejumlah yang tercantum dalam rekening dengan diketahui aparat desa/kelurahan setempat dan segera dikirim ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota; 16

7 9. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan dan kegiatan RS- RTLH kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi dengan malampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan telah diselesaikannya pekerjaan yang diketahui kepala desa/lurah Prosedur Pengusulan Kegiatan Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni adalah sebagai berikut : 1. Dinas Sosial Kab/Kota bersama TKSK/PSM/Karang Taruna/Orsos/Aparat desa/kelurahan melakukan pendataan KK calon penerima RTLH; 2. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Dinas Sosial/Instansi Kab/Kota mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni ke Kementerian Sosial dengan rekomendasi Dinas Sosial Provinsi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima (by name by address) dan foto rumah; 3. Ditjen Pemberdayaan Sosial & Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan; 4. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Ditjen Pemberdayaan Sosial mengeluarkan SK Penerapan KK penerima bantuan RS-RTLH 5. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tidak dapat diganti. 17

8 2.2.7 Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Prinsip Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Prinsip pelaksanaan kegiatan RS-RTLH adalah: 1. Swakelola; Baik secara individu maupun kelompok sesuai pasal 39 dan lampiran I Bab III Keppres No.80 tahun Kesetiakawanan; Dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang. 3. Keadilan; Menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan seimbang antara hak dan kewajiban. 4. Kemanfaatan; Dilaksanakan dengan memperhatikan kegunaan atau fungsi dari barang/ruang/kondisi yang diperbaiki atau diganti. 5. Keterpaduan; Mengintegrasikan berbagai komponen terkait sehingga dapat berjalan secara terkoordinir dan sinergis. 6. Kemitraan; Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan fakir miskin dan masyarakat pada umumnya dibutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak. 7. Keterbukaan; Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berhak mendapatkan informasi yang benar dan bersedia menerima masukan bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan RS-RTLH. 8. Akuntabilitas; Berbagai sumber daya digunakan dengan penuh tanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun administratif. 18

9 9. Partisipasi; Pelaksaan RS-RTLH dilaksanakan dengan melibatkan unsur masyarakat termasuk dunia usaha dengan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya. 10.Profesional; Dilaksanakan dengan menggunakan manajemen yang baik dan pendekatan /konsep yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 11.Keberlanjutan; Dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian Tahapan Pelaksanaan Tahap pelaksanan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni adalah sebagai berikut ini: 1. Verifikasi proposal RS-RTLH; 2. Penjajagan calon lokasi kegiatan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon penerima bantuan dan faktor lainnya nyang akan mendukung keberhasilan kegiatan; 3. Sosialisasi Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan pemahaman dan gerak langkah setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan RS-RTLH. Sasaran kegiatan sosialisasi mencakup : a) Dinas/Instansi Sosial Provinsi; 19

10 b) Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota; c) Unsur Masyarakat; d) Pendamping (TKSK). 4. Membangun dan mengembangkan komitmen untuk menyepakati berbagai sumber daya yang dapat dan akan dialokasikan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan program; 5. Penentuan lokasi dan calon penerima; 6. Verifikasi calon penerima bantuan; 7. Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH: a) Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang akan diperbaiki; b) Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki berdasarkan pada fungsi dan ketersediaan dana dan sumber lainnya; c) Membuat rincian jenis/bahan bangunan yang diperlukan serta besarnya biaya; d) Melaksanakan pembelian bahan bangunan; e) Melaksanakan kegiatan perbaikan rumah; 20

11 f) Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH telah selesai selambat-lambatnya 100 hari setelah dana masuk ke rekening kelompok Pelaporan Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Dinas Sosial Kab/Kota kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, mencakup: a. Laporan pertanggung jawaban keuangan dana operasional masing-masing Kab/Kota selambat-lambatnya akhir tahun anggaran; b. Laporan pertanggung jawaban keuangan bantuan RS-RTLH masing-masing kelompok setelah selesai pelaksanaan pekerjaan; c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan foto rumah dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir kegiatan dengan disertakan surat pernyataan penyelesaian pekerjaan untuk kelompok, disampaikan selambatlambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai Penyaluran, Pencairan dan Penggunaan Dana Rehabilitasi Sosia Rumah Tidak Layak Huni Penyaluran dan Pencairan 1. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas penanggung jawab pengelola anggaran (nama dan alamat kantor, penanggung jawab program, nama bendahara pengeluaran, nomor rekening bank dan nomor pokok wajib pajak) ke Dit. PFM untuk dana operasional (tembusan disampaikan kepada Dinas/Instansi Sosial Provinsi); 21

12 2. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas dan nomor rekening Dinas Sosial yang sudah ada, rekening kelompok penerima bantuan RS- RTLH ; 3. Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin mengajukan SPP-LS ke bagian keuangan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dengan melampirkan SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tentang penetapan penerima bantuan serta nomor rekening Dinas Sosial Kb/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH untuk dibuatkan SPM-LS; 4. Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPM-LS ke KPPN dilampiri SK Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang penerima bantuan RS- RTLH, serta dana operasional; 5. KPPN menerbitkan SP2D dan menyalurkan ke rekening Dinas Sosial Kab/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH 6. Pencairan dana kegiatan RS-RTLH dari rekening kelompok dapat dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari Dinas Sosial Kab/Kota Penggunaan Dana Jumlah dana Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS- RTLH) untuk setiap unit atau rumah, yakni sebanyak Rp ,-dengan pengunaan sebagai berikut: 22

13 a. Pembelian bahan bangunan, biaya atau dana untuk pembeilian bahan bangunan sebanyak Rp ,- b. Biaya tukang, biaya atau dana bangunan rumah sebanyak Rp ,- 2. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran masih terdapat sisa dana operasional, maka Dinas Sosial kab/kota harus segera menyetor ke kas Negara dengan blanko Surat Setoran Pengembalian Belanja, 3. Seluruh pajak dan penerima Negara bukan pajak dalam pelaksanaan kegiatan dana operasional disetorkan ke kas Negara oleh pihak Dinas Sosial Kab/Kota sesuai peraturan perpajakan yang berlaku dengan menyampaikan bukti setoran pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin Sanksi Sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila: 1. Dinas Sosial selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana operasional tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya; 2. Kelompok penerima bantuan stimulan RS-RTLH selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana bantuan tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya; ( Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan diakses 24 Febuari 2015 pukul WIB) 23

14 2.3 Kualitas Hidup Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan kesejahteraan, akhir-akhir ini makin banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya dengan membangun input yang banyak, tetapi justru yang lebih penting adalah output. Dan kualitas hidup merupakan salah satu tolak ukurnya. (Kreitler & Ben dalam Nofitri, 2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan umum individu dan masyarakat. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk bidang pembangunan internasional, kesehatan, dan politik. Kualitas hidup tidak harus dengan konsep standar hidup, yang terutama didasarkan pada pendapatan. Sebaliknya, indikator standar kualitas hidup meliputi tidak hanya kekayaan dan pekerjaan, tetapi juga lingkungan binaan, fisik dan kesehatan mental, pendidikan, rekreasi dan waktu luang. ( diakses tanggal 23 Febuari 2015 pukul WIB) Kualitas hidup menunjukkan kondisi yang diinginkan seseorang terkait dengan rumah dan lingkungan masyarakat, sekolah atau kerja, serta kesehatan dan kesejahteraan (Renwick, Brown, & Nagler dalam Kartini, 2014). Kualitas hidup didefenisikan sebagai kesejahteraan umum secara keseluruhan yang terdiri dari 24

15 evaluasi objektif dan subjektif dari fisik, materi, sosial, dan kesejahteraan emosional bersama dengan tingkat pengembangan pribadi dan tujuan aktivitas, semua ditimbang oleh satu set nilai-nilai pribadi. Evaluasi objektif mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, seperti kesehatan, pendapatan,kualitas perumahan, jaringan persahabatan, aktivitas, transosial dan sebagainya. Evaluasi subjektif mengacu pada kepuasan pribadi dengan kondisi kehidupan yang demikian. Signifikansi keduanya ditafsirkan dalam kaitannya dengan nilai atau pentingnya tempat individu pada masing-masing wilayah yang bersangkutan (Renwick, Brown & Nagler dalam Kartini, 2014). Kualitas hidup seseorang dapat diukur melalui empat dimensi utama yaitu kesejahteraan fungsional, fisik, psikologis/emosional, dan sosial a. Kesejahteraan Fungsional Kesejahteraan fungsional yaitu kemampuan seseorang utnuk berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari meliputi bekerja, melakukan transaksi di bank, belanja, belajar, membersihkan rumah, merawat diri, berpakaian, menyiapkan makanan. b. Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan fisik adalah kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya c. Kesejahteraan Psikologis/Emosional Kesejahteraan psikologis/emosional adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan perasaan senang dan puas terhadap suatu peristiwa atau kejadian 25

16 yang dialami dalam kehidupan seseorang sehingga terhindar dari timbulnya masalah-masalah psikologis. d. Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial adalah kemampuan seseorang untuk membina hubungan interpersonal dengan orang lain, di mana hubungan yang terbina adalah hubungan yang mempunyai kerekatan dan keharmonisan ( To My World.com Kualitas Hidup.htm/Kualitas Hidup 25 Febuari 2015 pukul WIB) Masih ada beberapa indikator lain yang mencerminkan kualitas hidup. Dilihat dari masing-masing pemerintahan, indikator yang dimaksud ternyata juga berbeda-beda. Negara komunis memiliki standar kualitas hidup yang berbeda dengan negara nonkomunis. Selain itu, akhir-akhir ini juga tampak perkembangan indikator yang mengarah pada indikator nonfisik. Indikator-indikator seperti kebahagiaan, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain mulai dipertimbangkan sebagai indikator yang penting. Memasukkan idikator dalam melihat kualitas hidup merupakan suatu hal yang ideal, namun pada kenyataannya sangat sulit memasukkan berbagai indikator tersebut sekaligus. Misalnya faktor cakupan wilayah adalah salah satu faktor yang bisa menghambat realisasi hal itu. Untuk wilayah yang luas dengan penduduk yang banyak akan sulit mengukur indikator psikis. Sebaliknya untuk unit analisis yang kecil kurang memenuhi syarat untuk mengukur data-data seperti IMR( Tingkat Kematian Bayi) dan TFR ( Angka Fertilitas Total). (KORAN- 26

17 Kualitas Hidup Sebagai Sasaran Pembangunan.pdf diakases 23 febuari 2015 pukul WIB). Menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan seperti itu maka banyak ahli yang berorientasi pragmatis dengan jalan hanya mengambil sedikit indikator yang relevan saja sesuai dengan pokok penelitian peneliti. Salah satu asumsinya adalah karena tingginya korelasi antar indikator sehingga menggunakan sedikit indikator saja sudah cukup mewakili. Oleh sebab itu dari beberapa indikator yang di kemukan di atas, maka dalam penelitian ini, yang mana peneliti sedang mencari dampak dari Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RLTH) terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin mengunakan indikator kualitas hidup yang relavan dengan penelitian ini yaitu, evaluasi objektif dari kesejahteraan umum yang mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, Yaitu Kondisi pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, kondisi psikologis, kondisi kesehatan dan prilaku hidup bersih. 2.4 Keluarga Miskin Mencher mengemukakan kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Siagian 2012:5). Sedangkan Menurut Broto Semedi (Mardimin 1996:20) kemiskinan dapat dilihat secara kualitatif dan kuantitatif. 27

18 Secara kualitatif, kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup manusia tidak bermartabat manusia. Atau dengan kata lain, hidup manusia tidak layak sebagai manusia dimana hak-hak dasar dan kebutuhan sebagai manusia tidak dapat di penuhi. Secara Kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan di mana hidup manusia serba kekurangan, atau dengan bahasa yang lazim tidak berharta benda. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.sementara, sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.( Sosiokonsepsia Vol. 17, No Hal ) Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut Badan Pusat Statistik: a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2 per orang. b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa diplester. d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. e. Sumber penerangan rumah tangga tidak mengunakan listrik. 28

19 f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu/arang/minyak tanah. h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. j. Hanya sanggup makan sebayak satu/dua kali dalam sehari. k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m 2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp ,-/bulan. m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp ,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya (BPS, dalam Siagian, 2012:80) Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S adalah : a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. b. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. c. Tingakat pendidikan umumnya rendah d. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas. e. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. 29

20 f. Makanan dua atau sekali tetatpi jarang memakan telor dan daging (makanan bergizi) g. Tidak bisa berobat ketika sakit h. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga. Keluarga digambarkan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti sempit dan luas. Keluarga dalam arti sempit didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang belum dewasa/ belum kawin. Sedangkan keluarga dalam arti luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dari suatu lingkungan keluarga yang luas dari pada ayah, ibu dan anak-anaknya. Jadi yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam suatu rumah yang standar ekonominya lemah atau tingkat pendapatanya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti sandang, pangan dan papan Kesejahteraan Sosial Pengertian Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan berasal dari kata Sejahtera dalam bahasa sansekerta catera yang berarti payung. Dalam konteks sejahtera berarti hidup bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan dan kekawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun batin. Dan sosial berarti kawan, teman dan kerja sama. Jadi kesejahteraan sosial diartikan suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan menjalin hubungan baik dengan lingkungannya. 30

21 Walter A Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditunjukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.(wibhawa, Raharjo & Budiarti, 2010:24) Menurut Pre-conference working committee for the XVth International Conference of Social Welfare, Kesejahteraan Sosial adalah Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup mayarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup kebijakan dan pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya. (Rukminto Adi, 2008:46-47). Menurut Medgley bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika (1) berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, (2) ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan (3) ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. (Sosiokonsepsia Vol. 17, No Hal 206) Sementara itu berdasarkan Undang-undangNomor 11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan Pokok kesejahteraan sosial Pasal 1: 31

22 Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. ( diakses 24 Febuari 2015 pukul WIB) Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi ataupun kehidupan spritual Tujuan Kesejahteraan Sosial Dalam undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk: 1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; 2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menagani masalah kesejahteraan sosial; 4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 5. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan 6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 32

23 Fahrudin (2012) menyebutkan dua tujuan Kesejahteraan Sosial yaitu: 1. Untuk mencapai kehidupan sehjahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi yang harmonis dengan lingkungannya. 2. untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat dilingkungannya, misalnya dengan mengali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan Sasaran Kesejahteraan Sosial Negara bertanggung jawab atas penyelengaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini ditujukan kepada: perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Sedangkan yang menjadi prioritas adalah mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial: kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, korban bencana, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. 33

24 2.6 Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan Tentang Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) terhadap kesejahteraan Keluarga Miskin Penelitian tentang Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Bagi Keluarga Miskin pernah dilakukan oleh peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI di Kota Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pelaksanaan Program RS-RTLH di Kota Banjarmasin telah membawa dampak positif terhadap kesejahteraan keluarga miskin, kondisi tersebut dapat dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu, aspek pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, dan kondisi psikologis. Aspek pertama yaitu pemenuhan kebutuhan rumah, yang di ukur adalah kondisi lantai, dinding, atap, pembagian ruangan, WC dan ventilasi rumah. Berdasarkan hasil skoring dan kategorisasi, diperoleh informasi bahwa terjadi perubahan yang signifikan, antara sebelum dan sesudah diberikannya bantuan rehabilitasi rumah. Berdasarkan data yang diperoleh, RS-RTLH sudah memberikan dampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan rumah keluarga miskin. Sebanyak 77.5 % responden pada kategori tinggi, dan 22.55% kategori sedang. Permasalahan pada kategori sedang, yaitu bahan bangunan kurang bertahan lama, belum memiliki WC dan ventilasi masih terbatas. Aspek Kedua yaitu kondisi sosial, yang diukur adalah kegiantan bersama anggota keluarga, kegiatan bersama dengan saudara/famili, tetangga dekat dan kegiatan sosial di lingkungan. Hasil yang diperoleh menunjukkan perubahan yang 34

25 terjadi tidak cukup signifikan. Pada kategori tinggi terjadi perubahan dari 85% menjadi 90 % atau hanya terjadi peningkatan sebesar 5 %. Artinya, sebelum ada RS-RTLH sebagian besar penerima manfaat sesungguhnya sudah dalam kondisi sosial yang cukup baik. Aspek ketiga yaitu Kondisi psikologis, Pada variabel kondisi psikologis ini yang diukur adalah rasa betah/tentram, aman, dan nyaman. Dari hasil yang diperoleh bahwa sesudah kegiatan RS-RTLH seluruh penerima manfaat berada pada kategori tinggi, dibandingkan dengan kondisi sebelumnya berada pada kategori rendah sebanyak 45 % dan sedang sebanyak 55%. Dari hasil penelitian berbagai aspek kesejahteraan tersebut menunjukan bahwa kegiatan RS-RTLH sebagai sebuah kebijakan sosial penanggulangan kemiskinan, telah memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan keluarga miskin di Kota Banjarmasin.(Sosiokonsepsia Vol. 17, No ). 35

26 2.7 Kerangka Pemikiran Secara garis besar kebutuhan manusia dibagi dua, yaitu fisiologis-organis dan psikis-sosial. Kebutuhan fisiologis-organis atau kebutuhan material adalah kebutuhan yang terkait langsung dengan pertumbuhan fisik manusia. Termasuk di dalam kebutuhan ini, yaitu tempat tinggal (rumah), sandang, pangan dan kesehatan. Sedangkan kebutuhan psikis-sosial adalah kebutuhan yang terkait dengan perkembangan psikis dan sosial manusia. Termasuk di dalam kebutuhan ini, yaitu kebutuhan relasi sosial, menyatakan diri, kasih sayang, dan rasa aman.jika di kaitkan diatas maka kebutuhan tempat tinggal (rumah) merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang sekaligus sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial. Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan sekaligus sebagai unsur di dalam konsep kesejahteraan sosial. Rumah dalam pengertian ini tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan Fisik-organis, yaitu terlindunginya orang dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar rumah, seperti panas, angin, dan hujan. Akan tetapi rumah juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan sosial psikologis, seperti tempat yang menjamin kelangsungan hidup, pelembagaan nilai, norma dan pengembangan pola relasi sosial, memberikan rasa aman dan damai, dan meningkatkan harkat dan martabat, sehingga rumah merupakan kebutuhan yang mutlak untuk dipenuhi. Pada kenyataannya, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni karena alasan ekonomi atau kemiskinan. Berbagai keterbatasan yang di timbulkan kemiskinan seperti keadaan melarat dan ketidak beruntungan, berkaitan dengan minimnya pendapatan, kelemahan fisik, terisolasi, 36

27 kerapuhan dan ketidakberdayaan menyebabkan mereka tidak mampu menempati rumah layak huni. Mereka hanya mampu membangun rumah tidak permanen dari bahan-bahan yang mudah rusak atau bahan-bahan bekas. Merespon kondisi fakir miskin yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni serta melihat bahwa rumah merupakan tempat yang memiliki nilai yang sangat strategis, maka Kementerian Sosial RI mengembangkan kebijakan sosial melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). RS-RTLH merupakan bantuan stimulan agar fakir miskin dapat memenuhi kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Untuk mengetahui peningkatan Kualitas Hidup yang dirasakan penerima bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni, maka digunakan indikator Kualitas Hidup yang relavan dengan penelitian ini yaitu, evaluasi objektif dari Kesejahteraan Umum, Yaitu Kondisi pemenuhan kebutuhan rumah, Kondisi sosial dan Kondisi psikologis. Kelurahan Bandar Utama setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) banyak memberi dampak terhadap masyarakat terutama bagi keluarga miskin penerima bantuan. Dampak tersebut dilihat dari sebelum dilakukannya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan setelah dilakukannya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. Adapun dampak tersebut dilihat dari: 1. Dampak positif yaitu dampak yang berpengaruh positif bagi kualitas hidup masyarakat miskin yaitu peningkatan kualitas hidup keluarga miskin, hal 37

28 ini dapat dilihat dari aspek pemenuhan kebutuhan rumah, kondisi sosial, dan kondisi psikologis. 2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH dan berkaitan dengan dampak positif yang dihasilkan misalnya dapat dilihat dari aspek pemenuhan kebutuhan rumah, aspek sosial, dan aspek psikologis yaitu kondisi kesehatan. 3. Dampak Tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH misalnya dampak yang dilihat dari aspek psikologis yaitu meningkatnya prilaku hidup bersih keluarga penerima bantuan RS-RTLH. Skematisasi kerangka pemikiran merupakan transformasi narasi yang menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variabel-variabel penelitian menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema. Untuk itu bagan kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut: 38

29 BAGAN I Bagan Kerangka Pemikiran Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Dampak: 1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif terhadap kualitas hidup keluarga miskin. 2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH dan berkaitan dengan dampak positif. 3. Dampak Tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh keluarga miskin penerima bantuan RS-RTLH Sebelum RS- RTLH Setelah RS- RTLH Indikator Kualitas Hidup: 1. Pemenuhan Kebutuhan Rumah 2. Kondisi Sosial 3. Kondisi Psikologis 4. Kondisi Kesehatan 5. Prilaku Hidup Bersih 39

30 2.8 Hipotesis. Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang menegaskan hubungan antara dua atau lebih variabel dimana pernyataan tersebut merupakan jawaban yang bersifat sementara atas masalah penelitian. Selain itu, hipotesis adalah arahan sementara untuk menjelaskan fenomena yang diteliti (Siagian,2011:148). Hipotesis yang digunakan dalam proposal penelitian ini dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti benar melalui data yang dikumpulkan. Adapun Hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin.. Ha : Terdapat dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni terhadap peningkatan kualitas hidup keluarga miskin. 2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional Definisi Konsep Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Definisi konsep adalah definisi yang menggambarkan konsep dengan penggunaan konsep-konsep lain (Silalahi, 2009:118). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang 40

31 akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini: 1. Yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat positif, langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat miskin. 2. Yang dimaksud dengan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dalam penelitian ini adalah kegiatan atau program yang di luncurkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin yang tinggal di rumah yang tidak layak huni, dengan melakukan penyuluhan/sosialisasi dan pemberian bahan bangunan untuk perbaikan rumah. 3. Yang dimaksud dengan Kualitas Hidup dalam penelitian ini adalah indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui kualitas hidup keluarga miskin penerima RS-RTLH, dimana indikator yang relevan digunakan diambil dari evaluasi objektif dari Kesejahteraan Umum yang mengacu pada gambaran kondisi kehidupan dimana orang hidup, Yaitu Kondisi Pemenuhan Kebutuhan Rumah, Kondisi Sosial, Kondisi Psikologis, Kondisi Kesehatan dan Prilaku Hidup Bersih. 4. Yang Dimaksud Keluarga Miskin dalam penelitian ini adalah keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak beruntung, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya terutama kebutuhan dasar akan papan (perumahan) atau dengan kata lain beberapa tahun kedepan tidak mungkin dapat memperbaiki rumah tinggal yang tidak layak huni. 41

32 2.9.2 Definisi Operasional Definisi operasional merujuk kepada gejala itu sendiri, kemana ide mengacu dan dari mana ide itu diabstraksikan. Definisi operasioanl menyatakan kondisi-kondisi, bahan-bahan dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengidentifikasi atau menghasilkan kembali satu atau lebih acuan konsep yang didefinisikan. Jadi, defenisi operasional merupakan defenisi yang menyatakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris (Silalahi, 2009:119). Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini dinyatakan dengan: a. Variabel Bebas (x) Variabel bebas adalah Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni, adapun indikatornya: 1. Pemahaman dan maksud program. 2. Penerapan dan ketepatan program 3. Kendela dalam Pelaksanaan b. Variabel Terikat (Y) 1. Kualitas Hidup dapat dilihat dari: A. Pemenuhan Kebutuhan Rumah, meliputi: a. Kondisi bagunan rumah (lantai, dinding, atap) sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. b. Kondisi bagunan rumah (lantai, dinding, atap) setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. 42

33 c. Fasilitas MCK ( Mandi, Cuci dan Kakus) sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. d. Fasilitas MCK ( Mandi, Cuci dan Kakus) setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. e. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. f. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. B. Kondisi sosial, meliputi: a. Kegiatan bersama anggota keluarga sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. b. Kegiatan bersama anggota keluarga setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. c. Kegiatan sosial di lingkungan sebelum adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. d. Kegiatan sosial di lingkungan setelah adanya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. C. Kondisi Psikologis a. Rasa nyaman keluarga tinggal di rumah sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. b. Rasa nyaman keluarga tinggal di rumah setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. c. Rasa aman keluarga terhadap kondisi rumah sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. 43

34 d. Rasa aman keluarga terhadap kondisi rumah setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. D. Kondisi Kesehatan a. Frekuensi mengalami sakit keluarga sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. b. Frekuensi mengalami sakit keluarga setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. E. Prilaku Hidup bersih a. Prilaku hidup bersih keluarga miskin sebelum Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. b. Prilaku hidup bersih keluarga miskin setelah Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni 44

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial.

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.403, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. BSPS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2018 2018 TENTANG BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Nasional Indonesia seutuhnya dan Pembangunan Masyarakat seluruhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RTLH) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT SALINAN BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diakses secara online oleh masyarakat guna mengetahui data-data kemiskinan

BAB III PEMBAHASAN. diakses secara online oleh masyarakat guna mengetahui data-data kemiskinan BAB III PEMBAHASAN 3.1 Aplikasi Madani Sinangkis Aplikasi Madani Sinangkis merupakan aplikasi berbasis web yang dapat diakses secara online oleh masyarakat guna mengetahui data-data kemiskinan yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL UNTUK PEMUGARAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI WILAYAH KELURAHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 411, 2014 KEMENSOS. Sosial. Lembaga Kesejahteraan Sosial. Lanjut Usia. Asistensi. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG ASISTENSI

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA Form : I Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Di - K U D U S Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN SOSIAL KEGIATAN REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN BERSAMA RAKYAT ATASI KAWASAN PADAT, KUMUH, DAN MISKIN (GEBRAK PAKUMIS) KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN BIAYA PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN BIAYA PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN BIAYA PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI Menimbang : a. bahwa peraturan daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA ` BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN BERSAMA RAKYAT ATASI KAWASAN PADAT, KUMUH, DAN MISKIN DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN LANGSUNG BERUPA UANG TUNAI BAGI KORBAN BENCANA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN LANGSUNG BERUPA UANG TUNAI BAGI KORBAN BENCANA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN LANGSUNG BERUPA UANG TUNAI BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PERATURAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

PERATURAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Jalan Jenderal Sudirman, Gedung E Lantai 12 13, Senayan, Jakarta 10270 Telepon (021) 5725477 (Hunting), 5725471-74

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO 21 PEBRUARI 2013 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 08 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 08 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN HIBAH BARANG PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR : 10 Tahun 2010. TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kelancaran pengelolaan rumah susun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN SERIBU SARANA SANITASI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 54 /PB/2007 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYALURAN BANTUAN LAINNYA YANG MEMILIKI KARAKTERISTIK BANTUAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.563, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Belanja. Bantuan Sosial. Kementerian/Lembaga. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.05/2012 TENTANG BELANJA BANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DESA BENDERANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DESA BENDERANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DESA BENDERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi memiliki arti penilaian. Penilaian berarti pengukuran atau penentuan manfaat daripada suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI) TAHUN ANGGARAN 2014

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI) TAHUN ANGGARAN 2014 PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI) TAHUN ANGGARAN 2014 DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI ISLAM DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Tanggung Jawab

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan L No. 9, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. BPSU. e-warong KUBE PKH. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN PENGEMBANGAN SARANA USAHA MELALUI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017 BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA RUMAH TANGGA SASARAN PENERIMA MANFAAT PERLINDUNGAN SOSIAL DAN PENERIMA RUMAH LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT A. Latar Belakang PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT 1. Semakin meningkatnya jumlah penyandang masalah sosial di Indonesia terutama disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2018 KEMENPU-PR. Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2018

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI. Antonius Erwandi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas

IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI. Antonius Erwandi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI Antonius Erwandi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kapuas ABSTRAK: Masalah sosial yang masih dihadapi oleh masyarakat yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1339, 2015 KEMEN-PUPR. Perumahan Swadaya. Bantuan Stimulan. Pedoman. Perubahan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PRT/M/2015

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci