BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Pengertian Evaluasi Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur secara obyektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang dari aktifitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktifitas perencanaan baru yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas yang sama di masa depan. Viviane dan Gilbert de Lansheere dalam bukunya menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penentuannya bisa dilakukan salah satunya dengan cara pemberian tes kepada pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes

2 adalah tujuan pembelajaran. Selanjutnya evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat atau efektivitas suatu program melalui indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan (Siagian dan Agus, 2010:117). Rumusan evaluasi yang dikemukakan tersebut maka dapat diartikan bahwa evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan (efektivitas dan efisiensi) sebuah program dengan menggunakan indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut Fungsi Evaluasi Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain : 1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai. 2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. 3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Evaluasi dapat pula menyumbang pada defenisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang

3 diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain (Wahab, 2002:51) Proses Evaluasi Jika ditinjau dari tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis (Siagian dan Suriadi, 2012:173) yaitu: 1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menerapkan prioritas terhadap berbagai alternative dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan. 3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan Tahapan Evaluasi Kepentingan praktis, ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat dibedakan atas 4 kelompok yakni :

4 1. Penilaian terhadap masukan (input) yaitu penilaian yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan sumber sarana. 2. Penilaian terhadap proses (process) yaitu penilaian yang lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksud disini mencakup semua tahap administarsi, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, dan aspek pelaksanaan program. 3. Penilaian terhadap keluaran (output) yaitu penilaian yang dapat dicapai dari pelaksanaan suatu program. 4. Penilaian terhadap dampak (impact) yaitu penilaian yang mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program (Tayibnapis, 2000 : 5). 2.2 Program Pengertian Program Program adalah cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut. Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain adalah : 1. Adanya tujuan yang ingin dicapai. 2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu 3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan

5 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan Unsur keduanya yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dilibatkan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan Evaluasi Program Evaluasi program merupakan suatu langkah, yaitu awal dalam supervisi, mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu : 1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemingkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan. 3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan.

6 Evaluasi dalam pelaksanaan suatu program yaitu, melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan (Siagian dan Suriadi, 2012: ). 2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial Kebijakan Publik Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula gevernance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik.kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial, dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara (Suharto, 2008: 3). Bridgman dan Davis (2005: 3) mengatakan bahwa kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai whatever government choose to do or not to do. Artinya kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.hogwood dan Gunn (1990) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Tidak berarti bahwa makna kebijakan hanyalah milik atau domain pemerintah saja.organisasi non pemerintah, organisasi sosial dan lembagalembaga sukarela lainnya memiliki kebijakan-kebijakan pula.namun, kebijkan mereka tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik karena kebijakan mereka

7 tidak memakai sumber daya publik atau tidak memiliki legalitas hukum sebagaimana kebijakan lembaga pemerintah. Kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut (Hogwood dan Gunn, 1990) : 1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataanpernyataan yang ingin dicapai 2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah dipilih 3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturam pemerintah 4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan 5. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu 6. Teori yang menjelaskan jika kita melakukan X, maka akan diikuti oleh Y 7. Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif panjang Bridgeman dan Davis menerangkan bahwa kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan yakni : 1. Kebijakan publik sebagai tujuan Kebijakan adalah a means to an end yaitu alat untuk mencapai sebuah tujuan.kebijkan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik. Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebgai kenstituen pemerintah 2. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal

8 Melalui kebijakan-kebijakan, pemerintah membuat ciri khas kewenangannya.artinya, kompleksitas dunia politik disederhanakan menjadi pilihan-pilihan tindakan yang sah atau legal untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan kemudian dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi terhadap isu atau masalah publik 3. Kebijakan publik sebagai hipotesis Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan akibat.kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi mengenai perilaku.kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu.kebijakan juga selalu memuat disinsentif yang mendorong orang tidak melakukan sesuatu Kebijakan Sosial Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yaitu perundang-undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan.berdasarkan kategori ini, maka dapat ditanyakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum, atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial.namun, tidak semua kebijakan berbentuk perundang-undangan. Kebijakan sosial sering kali melibatkan program-program bantuan yang sulit dilihat secara kasat mata.karenanya, masyarakat luas kadang-kadang sulit mengenali kebijakan sosial dan membedakannya dengan kebijakan publik lainnya.secara umum kebijakan publik lebih luas dari kebijakan sosial. Kebijakan

9 Transportasi, Jalan raya, Air bersih, Pertahanan dan Keamanan merupakan beberapa kebijakan publik. Sedangkan kebijakan kebijakan mengenai jaminan sosial, seperti bantuan sosial dan asuransi sosial yang umumnya diberikan bagi kelompok miskin adalah contoh kebijakan sosial (Suhartono, 2009:11-12). 2.4 Pengertian Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi adalah proses mengembalikan sesuatu kepada keadaan semula yang tadinya dalam keadaan baik, tetapi karena sesuatu hal kemudian menjadi tidak berfungsi atau rusak. Rehabilitasi bisa juga perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka dapat memiliki seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi mengandung makna pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat (Pengertian Rehabilitasi, 2014.http: // Apabila kata rehabilitasi dipadukan dengan kata sosial, maka rehabilitasi sosial bisa diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang mengalami permasalahan sosial kembali seperti semula.rehabilitasi sosial merupakan upaya memperbaiki keadaan sosial dari keadaan yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik berdasarkan upaya yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Upaya rehabilitasi sosial ini dengan cara membuatnya menyusaikan diri dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental, dan sosial serta diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Contohnya seseorang yang mengalami permasalah sosial seperti pecandu narkoba, maka mereka akan dicoba

10 untuk dikembalikan kedalam keadaan sosial yang normal seperti orang pada umumnya (Konsep Reahabilitasi Sosial Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Tujuan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni 1. Tersedianya perumahan yang layak huni bagi keluarga fakir miskin 2. Meningkatnya kemampuan keluarga dalam melaksanakan perandan fungsi keluarga untuk memberikan perlindungan, bimbingan dan pendidikan keluarga 3. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat 4. Berkembangnya kegotong-royongan dan kesetiakawanan sosial 5. Terentaskannya masalah kemiskinan Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan RS-RTLH Adapun kriteria yang yang harus dimiliki kepala keluarga penerima Bantuan RS-RTLH adalah sebagai berikut: 1. Memiliki KTP/ identitas diri yang yang berlaku 2. Kepala keluarga/ anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan 3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan raskin 4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati

11 5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan/ desa atas status tanah 6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan solusi, dengan kondisi sebagai berikut : a. Tidak permanen dan/ atau rusak. b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti : papan, ilalang, bambu yanng dianyam/ gedeg. c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu keselamatan penghuninya. d. Lantai tanah/ semen dalam kondisi rusak. e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus Kriteria Sarana dan Prasarana Lingkungan Sarana prasarana lingkungan yang menjadi sasaran kegiatan adalah : 1. Terletak pada lokasi RS-RTLH 2. Merupakan fasilitas umum yang mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat terutama warga miskin. 3. Menjadi kebutuhan dan diusulkan oleh masyarakat. 4. Legal dan tidak berpotensi menimbulkan konflik. 5. Masyarakat setempat bersedia untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki seperti : lahan, tenaga dan material Kelompok Penerima Bantuan

12 Kepala keluarga penerima bantuan dengan difasilitasi oleh Dinas Sosial Kabupaten/Kota membentuk kelompok dengan anggota berjumlah 5 sampai dengan 10 KK. Tugas kelompok adalah : 1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. 2. Membuka rekening di Bank Pemerintah atas nama kelompok dengan specimen ditandatangani ketua dan bendahara. 3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi. 4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang. 5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang). 6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan maksimal sebesar Rp ,- setiap rumah untuk disetujui oleh Dinas Sosial. 7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan rumah secara gotong royong dalam satu kelompok. 8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang bantuan dari Kementerian Sosial sejumlah yang tercantum dalam rekening dengan diketahui aparat desa/ kelurahan setempat dan segera dikirim ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kabupaten/ Kota. 9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melaui Dinas Sosial Kabupaten/ Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi dengan melampirkan bukti-bukti

13 kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan telah diselesaikannya pekerjaan yang diketahui kepala desa/ lurah Tim Pembangunan Sarling Pelaksanaan pembangunan Sarling di RS-RTLH tim pembangunan sarling mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Menyusun pengurus Tim Sarling yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. 2. Membuka rekening di bank pemerintah atas nama kelompok dengan specimen ditandatangani ketua dan bendahara. 3. Menentukan jenis Sarling yang akan dibangun sesuai kebutuhan masyarakat. 4. Menggali dan mendayagunakan potensi dan sumber lokal. 5. Menggerakkan masyarakat dan dunia untuk usaha untuk berpartisipasi. 6. Menunjuk tenaga ahli (tukang). 7. Melakukan pembangunan Sarling secara bergotong-royong. 8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang bantuan dari Kemeterian Sosial sejumlah uang yang tercantum dalam rekening dengan diketahui aparat desa/kelurahan setempat dan segera dikirim ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kabupaten/Kota. 9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan Sarling kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kabupaten/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi, dengan melampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan selesainya pekerjaan yang diketahui kelapa desa/lurah.

14 2.5.6 Prosedur Pengusulan Kegiatan Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni dan sarana prasarana lingkungan adalah sebagai berikut : 1. Dinas Sosial Kabupaten/ Kota bersama TKSK/ PSM/ Karang Taruna/ Organisasi Sosial/ Aparat desa/ Kelurahan melakukan pendataan Kepala Keluarga calon penerima RTLH. 2. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Dinas Sosial/ Instansi Kabupaten/ Kota mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni ke Kementerian Sosial dengan rekomendasi Dinas Sosial Provinsi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima dan foto rumah. 3. Ditjen Pemberdayaan Sosil cq Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan. 4. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Ditjen Pemberdayaan Sosial mengeluarkan SK Penerapan KK penerima bantuan RS-RTLH dan alokasi sarana lingkungan. 5. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tidak dapat diganti Pelaksanaan Kegiatan Prinsip Pelaksanaan Prinsip pelaksanaan kegiatan RS-RTLH dan Sarling : a. Swakelola. Baik secara individu maupun kelompok sesuai pasal 39 dan lampiran I Bab III Keppres No. 80 tahun b. Kesetiakawanan. Dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang.

15 c. Keadilan. Menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan seimbang antara hak dan kewajiban. d. Kemanfaatan. Dilaksanakan dengan memperhatikan kegunaan atau fungsi dari barang/ ruang/ kondisi yang diperbaiki atau diganti. e. Keterpaduan. Mengintegrasikan berbagai komponen terkait sehingga dapat berjalan secara terkoordinir dan sinergis. f. Kemitraan. Dalam upaya menigkatkan kesejahteraan fakir miskin dan masyarakat pada umunnya dibutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak. g. Keterbukaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berhak mendapatkan informasi yang benar dan bersedia menerima masukan bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan RS-RTLH. h. Akuntabilitas. Berbagai sumber daya digunakan dengan penuh tanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif. i. Partisipasi. Pelaksanaan RS-RTLH dilaksanakan dengan melibatkan unsur masyarakat termasuk dunia usaha dengan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya. j. Profesional. Dilaksanakan dengan menggunakan manajemen yang baik dan pendekatan/ konsep yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. k. Keberlanjutan. Dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesejateraan dan kemandirian Tahapan Pelaksanaan Bantuan a. Verifikasi proposal Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.

16 b. Penjajagan calon lokasi kegiatan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon penerima bantuan dan faktor lainnya yang akan mendukung keberhasilan kegiatan. c. Sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan pemahaman dan gerak langkah setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan RS-RTLH. Sasaran kegiatan sosialisasi mencakup : 1. Dinas/ Instansi Sosial Provinsi. 2. Dinas/ Instansi Sosial Kabupaten/ Kota. 3. Unsur Masyarakat. 4. Pendamping (TKSK). d. Membangun dan mengermbangkan komitmen untuk menyepakati berbagai sumber daya yang dapat dan akan dialokasikan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan program. e. Penentuan lokasi dan calon penerima. f. Verifikasi Calon Penerima Bantuan. g. Pelaksanaan pembangunan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni : 1. Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang akan diperbaiki. 2. Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki berdasarkan pada fungi dan ketersediaan dana dan sumber lainnya.

17 3. Membuat rincian jenis/ bahan bangunan yang diperlukan serta besarnya biaya. 4. Melaksanakan pembelian bahan bangunan. 5. Melaksanakan perbaikan rumah dan pembangunan Sarling. 6. Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH telah selesai selambatlambatnya 100 hari setelah dana masuk ke rekening kelompok Pelaporan Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Dinas Sosial Kabupaten/ Kota kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, mencakup : a. Laporan pertanggungjawaban keuangan dana operasional masing-masing Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya akhir tahun anggaran. b. Laporan pertanggungjawaban keuangan bantuan RS-RTLH masing-masing kelompok setelah selesai pelaksanaan pekerjaan. c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan foto rumah dan sarling dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir kegiatan dengan disertakan surat pernyataan penyelesaiaan pekerjaan untuk kelompok, disampaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai Pelaksanaan Program

18 1. Unsur Pemerintah : a. Kementerian Sosial b. Dinas Sosial Provinsi c. Jajaran Pemkot/ Pemkab d. Dinas Sosial Kota/ Kabupaten e. Dinas/ Instansi/ Lembaga terkait 6. Unsur Mayarakat a. Penerima Bantuan b. Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat c. TKSK, PSM, Karang Taruna, Tagana d. WKSBM, FCU e. Organisasi Sosial/ LSM 7. Dunia Usaha Peran Pihak-Pihak Terkait 1. Kementerian Sosial a. Menyusun pedoman pelaksanaan Bedah Kampung b. Menyiapkan anggaran bedah kampung c. Melaksanakan penjajakan dan verifikasi ke lokasi calon penerima bantuan d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait e. Menetapkan lokasi bedah kampung f. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi g. Membuat laporan kegiatan

19 2. Provinsi a. Menerima usulan dari Kabupaten/ Kota data calon penerima bantuan RS-RTLH, Sarling, dan UEP KUBE serta memberikan rekomendasi b. Mengusulkan lokasi yang menjadi prioritas kegiatan c. Menggali potensi dan sumber untuk mengoptimalkan pelaksanaan bedah kampung d. Bersama dengan Kementerian Sosial RI melakukan penjajakan, pemantauan dan evaluasi 3. Kabupaten a. Melakukan pendataan/ menyiapkan dan mengajukan data lokasi bedah kampung dan data by name by address calon kepala keluarga penerima kegiatan bantuan RS-RTLH, Sarling, dan UEP Kube kepada kemeterian sosial melalui Dinas Sosial Provinsi b. Melibatkan TKSK untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan bedah kampung c. Melaksanakan sosialisasi kegiatan bedah kampung kepada penerima bantuan pihak-pihak terkait wilayah kerjanya d. Melakukan verifikasi calon penerima RS-RTLH, Sarling, UEP KUBE dalam rangka bedah kampung e. Membentuk kelompok penerima bantuan UEP KUBE f. Membentuk tim Sarling g. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan bedah kampung

20 h. Membuat/ menginformasikan rekening kelompok penerima bantuan dan meyiapkan rekening untuk bantuan dana operasional untuk bantuan yang bersumber dari dana APBN i. Mengalokasikan dana untuk optimalisasi pelaksanaan kampung j. Menggerakkan potensi sumber kesejahteraan sosial k. Melaksanakan monitoring serta evaluasi l. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan bedah kampung m. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bedah kampung kepada kementerian sosial 4. Pendamping (TKSK) a. Membantu membuat rencana usulan kebutuhan perbaikan rumah dan sarling dalam rangka bedah kampung b. Membantu monitoring pelaksanaan kegiatan bedah kampung c. Melaksanakan pendampingan terhadap KUBE d. Membantu memobilisasi massa dalam pelaksanaan bedah kampung e. Mambantu pembuatan laporan f. Memberikan motivasi kepada masyarakat penerima bantuan 5. Penerima bantuan RS-RTLH a. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi b. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan maksimal sebesar Rp untuk disetujui Dinas Sosial Kabupaten/ Kota

21 6. Masyarakat 4. Mengalokasikan sumber daya lain yang dibutuhkan untuk keberhasilan kegiatan 5. Melakukan penanggulangan dana dan sumber lainnya yang dibutuhkan 6. Bersama kelompok dan tim pembangunan Sarling melaksanakan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni dan sarana prasarana lingkungan 7. Melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan hasil kegiatan bedah kampung Penyaluran, Pencairan dan Penggunaan Dana Penyaluran 1. Pihak Dnas Sosial Kabupaten/ Kota mengajukan identitas penanggung jawab pengelola anggaran (nama dan alamat kantor, penanggung jawab program, nama bendahara pengeluaran, nomor rekening bank dan nomor pokok wajib pajak) ke Dit. PFM untuk dana operasional (tembusan disampaikan kepada Dinas/ Instansi Sosial Provinsi). 2. Pihak Dinas Sosial Kabupaten/ Kota mengajukan identitas dan nomor rekening Dinas Sosial yang sudah ada, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH dan rekening Tim Sarling. 3. Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin mengajukan SPP-LS ke bagian keuangan Direktorat Jendral

22 Pemberdayaan Sosial dengan melampirkan SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tentang penetapan penerima bantuan RS-RTLH dan rekening tim Sarling untuk dibuatkan SPM-LS. 4. Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPM-LS ke KPPN dilampiri SK Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang penerima bantuan RS-RTLH serta dana operasional. 5. KPPN menerbitkan SP2D dan menyalurkan ke rekening Dinas Sosial Kabupaten/ Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS- RTLH dan rekening tim Sarling. 6. Pencairan dana kegiatan RS-RTLH dari rekening kelompok dapat dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi persetujuan dari Dinas Sosial Kabupaten/ Kota Penggunaan Dana 1. Jumlah dana bantuan stimulant untuk setiap unit rumah; Rp ,- dengan proporsi penggunaan sebagai berikut : Tabel 2.1 Rincian penggunaan dana bantuan RS-RTLH No. Uraian % Jumlah (Rp) 1. Pembelian bahan bangunan dan kinsumsi ,- 2. Biaya tukang ,- Sumber : kemensos 2013 Jumlah ,-

23 2. Jumlah dana bantuan stimulant untuk setiap unit Sarling; Rp ,- dengan proporsi penggunaan sebagai berikut : Tabel 2.2 Rincian penggunaan dana bantuan Sarling No. Uraian % Jumlah (Rp) 1. Pembelian bahan bangunan dan kinsumsi ,- 2. Biaya tukang ,- Sumber : kemensos 2013 Jumlah ,- 3. Jumlah dana untuk operasional kegoatan sebesar Rp ,- yang digunakan untuk : a. Sosialisasi b. Monitoring dan Evaluasi c. Pelaporan 4. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran masih terdapat sisa dana operasional, maka Dinas Sosial Kabupaten/ Kota harus segera menyetor ke kas Negara dengan blanko Surat Setoran Pengembalian Belanja, belanja barang non operasional lainnya dengan kode an. Direktorat PFM kode Satker Seluruh pajak dan penerima Negara bukan pajak dalam pelaksanaan kegiatan dana operasional disetorkan ke kas Negara oleh pihak Dinas Sosial Kabupaten/ Kota sesuai peraturan perpajakan yang berlaku dengan

24 menyampaikan bukti setoran pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin Sanksi Sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku apabila : 1. Dinas Sosial selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana operasional tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya. 2. Kelompok penerima bantuanstimulan RS-RTLH selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana bantuan tidak sepenuhnya dipergunnakan sesuai dengan peruntukkannya. 3. Tim Sarling selaku pengelola dan penanggung jawab dana Sarling tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan perunntukkannya (Kementerian Sosial RI.2013, Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan, Kemiskinan Pengertian Kemiskinan Memahami kemiskinan kita perlu memandang kemiskinan dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau kelempok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhikebutuhan hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya

25 dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012 : 2-3). Bappenas mendefinisikan kemiskinan dalam 3 kriteria, yaiut : 1. Berdasarkan kebutuhan dasar suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain : pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. 2. Berdasarkan pendapatan, suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga, dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan rendahnya penguasaan asset seperti lahan, modal, dan kesempatan usaha. 3. Berdasarkan kemampuan dasar, suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.

26 Dari kedua pengertian kemiskinan di atas, kemiskinan dapat diartikan sebagai kondisi dari seseorang, keluarga, dan masyarakat yang berada dibawah nilai standar minimum yang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuahn hidup minimum antara lain: pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi Aspek-Aspek Kemiskinan Langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian tentang aspek-aspek kemiskinan itu sendiri, yaitu : 1. Kemiskinan itu multi dimensi. Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi yang berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. 2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai konsekwensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya 3. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur. Kondisi kehidupan manusia memiliki standar yang akuntabel. Kajian kesehatan memiliki kemampuan untuk mengukur kuantitas kalori yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup secara wajar. 4. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kondisi desa dan kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia,

27 baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah (Siagian, 2012: 12-15) Gejala-Gejala Kemiskinan Salah satu cara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelusuran gejala-gejala kemiskinan seperti : 1. Kondisi kepemilikan faktor produksi. Salah satu pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan, apa alat atau faktor yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal tersebut merupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut miskin atau tidak. 2. Angka ketergantungan penduduk. Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain-lain. Angka ketergantungan tentu sangat berbeda pada negara yang surplus dan minus lapangan dan kesempatan kerja. Tingginya angka ketergantungan di Indonesia saat nyata, dimana bekerja di negara lain saat ini menjadi alternatif. 3. Kekurangan gizi. Pendapatan merupakan unsur yang secara langsung dapat digunakan sebagai alat memenuhi kebutuhan agar seseorang itu dapat hidup secara layak. 4. Pendidikan yang rendah. Di era modern ini, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang penting. Pendidikan bahkan telah dianggap sebagai indikator utama kedudukan dalam masyarakat (Siagian, 2012 : 16-19) Ciri-Ciri Kemiskinan

28 Suatu studi menunjukkan ada 5 (lima) ciri-ciri kemiskinan, yaitu : 1. Mereka yang dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. 2. Mereka pada umunya tidak mempunya kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. 3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD, atau hanya tamat SD. Kondisi seperti inilah yang akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. 4. Pada umunya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat. 5. Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang makin deras. Artinya, laju investasi diperkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi (Siagian, 2012: 20-23) Keluarga Miskin Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut Badan Pusat Statistik yaitu : 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter per orang. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

29 3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa di plester. 4. Tidak mempunyai fasilitas tempat buang buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga bukan listrik. 6. Sumber air minum diambil dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai/ air hujan. 7. Tidak pernah mengkonsumsi daging/ susu/ ayam perminggu atau hanya dalam satu kali seminggu. 8. Tidak pernah membeli pakaian baru untuk setiap RT dalam setahun atau tidak pernah membeli/ hanya satu stel dalam setahun. 9. Makanan dalam sehari untuk setiap RT hanya sekali makan/ dua kali makan dalam sehari. 10. Tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas/ poliklinik untuk berobat. 11. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga; petani dengan luas tanah 0,5 ha/ buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan berpendapatan dibawah Rp / bulan. 12. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga keluarga tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamat SD. 13. Kepemilikan asset/ tabuungan tidak punya/ barang yang mudah dijual minimal Rp seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal, atau barang modal lainnya.

30 Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S adalah : 1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. 3. Tingkat pendidikan umumnya rendah. 4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas. 5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. 6. Makan dua atau sekali tetapi jarang makan telor dan daging (makanan bergizi). 7. Tidak bisa berobat ketika sakit. 8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau dipimpin kepala keluarga perempuan. Keluarga dirumuskan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti sempit dan luas.keluarga dalam arti sempit didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang belum dewasa/ belum kawin.sedangkan, defenisi keluarga dalam artt luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan keluarga yang luas daripada ayah, ibu dan anakanaknya.jadi yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah suatu unit masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam satu rumah yang standar ekonominya lemah atau tingkat

31 pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti sandang, pangan dan papan (Badan Pusat Statistik Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan (welfare) ialah dua kata benda yang dapat diartikan nasib yang baik, kesehatan, kebahagian, dan kemakmuran.dalam istilah umum, sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik, kondisi masyarakat dimana orangorangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai.kesejahteraan sosial dalam arti sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisiknya belaka, tetapi juga ikut lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisiknya belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spriritual (Adi, 2005 : 40). Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas : 1. Kesetiakawanan 2. Keadilan

32 3. Kemanfaatan 4. Keterpaduan 5. Kemitraan 6. Keterbukaan 7. Akuntabilitas 8. Partisipasi 9. Profesionalitas 10. Keberlanjutan Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda, meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu : 1. Kondisi kehidupan atau keadaan kesejahteraan, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. 2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. 3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suhartono, 2009:2). 2.8 Kerangka Pemikiran Program RS-RTLH adalah program yang diberikan kepada rumah tangga miskin yang rumahnya tidak memenuhi standar untuk dihuni, dengan maksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Pelaksanaan program RS-RTLH bertujuan untuk melihat atau mengetahui sejauh mana

33 program pemerintah dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan, tepat waktu, tepat pengerjaan dan tepat sasaran sehingga tujuan diadakannya RS-RTLH benar-benar dapat membantu meringankan kesulitan keluarga miskin untuk memiliki rumah yang layak huni. Menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan RS-RTLH, maka dibutuhkan data yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.apabila adai pertanyaan tentang perbaikan rumah, maka petugas dapat membuktikan kenapa orang itu dapat RS-RTLH.Keseluruhan program yang dibuat pemerintah pasti membutuhkan tahap evaluasi dari masyarakat di dalam pelaksanaannya. Begitu juga program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni yang dibuat pemerintah di Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar. Untuk memperjelas alur pemikiran diatas dapat dilihat pada bagan kerangka pemikiran di bawah ini : Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Keluarga Miskin Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar Evaluasi Progran dilihat dari : 1. Input 2. Procces 3. Output 4. impact

34 Terwujudnya hunian layak huni bagi kepala keluarga penerima bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni 2.9 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional Defenisi Konsep Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112). Menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seseorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna-makna konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu pene.itian disebut dengan defenisi konsep. Secara konsep defenisi disini diartikan sebagai batasan arti. Defenisi konsep adalah

35 pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian,2011:138). Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. 2. Program adalah tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. 3. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seopyimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. 4. Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali seseorang kedalam kehidupan yang masyarakat dengan cara membuatnya menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. 5. Program RS-RTLH adalah program yang diberikan kepada rumah tangga miskin yang rumahnya tidak memenuhi standart untuk dihuni, dengan dimaksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupan secara wajar. 6. Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar Defenisi Operasional Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana

36 mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan peelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009:120). Perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis.defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur (Siagian, 2011:141).Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Masukan (input), meliputi : - Sumber daya manusia - Sumber dana - Sumber sarana b. Proses (process), meliputi : - Perencanaan program - Pelaksanaan program c. Keluaran (output), yaitu hasil atau keluaran program (outcome) yakni kinerja yang dicapai dari suatu pelaksanaan program. d. Pengaruh (impact), meliputi : - Pengaruh atau dampak program terhadap orang yang mendapatkan layanan; maksudnya adalah adanya suatu perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah adanya program.

37 - Kesinambungan, yakni sesuatu yang dilakukan agar pengaruh program berjalan terus menerus. Dalam hal ini adalah suatu keinginan untuk pengembangan program. 2. Terwujudnya hunian yang layak huni bagi masyarakat miskin sehingga mampu meningkatkan taraf hidupnya adalah tujuan pemerintah melaksanakan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011:52). Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin menggambarkan secara menyeluruh tentang pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar.

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial.

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.403, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. BSPS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2018 2018 TENTANG BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RTLH) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN BIAYA PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN BIAYA PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN BIAYA PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI Menimbang : a. bahwa peraturan daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dengan demikian usaha. dan keseimbangan dalam hidupnya, baik secara rohani dan jasmani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Nasional Indonesia seutuhnya dan Pembangunan Masyarakat seluruhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 411, 2014 KEMENSOS. Sosial. Lembaga Kesejahteraan Sosial. Lanjut Usia. Asistensi. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG ASISTENSI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 54 /PB/2007 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL UNTUK PEMUGARAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI WILAYAH KELURAHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

Daftar Pertanyaan Kuesioner

Daftar Pertanyaan Kuesioner Daftar Pertanyaan Kuesioner Evaluasi Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar No. Responden

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PERATURAN BUPATI SUMBA TIMUR NOMOR 216 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN SUMBA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT SALINAN BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diakses secara online oleh masyarakat guna mengetahui data-data kemiskinan

BAB III PEMBAHASAN. diakses secara online oleh masyarakat guna mengetahui data-data kemiskinan BAB III PEMBAHASAN 3.1 Aplikasi Madani Sinangkis Aplikasi Madani Sinangkis merupakan aplikasi berbasis web yang dapat diakses secara online oleh masyarakat guna mengetahui data-data kemiskinan yang dikeluarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2015 KESRA. Sumbangan. Masyarakat. Pengumpulan. Penggunaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5677) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN SOSIAL KEGIATAN REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN SUMBANGAN MASYARAKAT BAGI PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1339, 2015 KEMEN-PUPR. Perumahan Swadaya. Bantuan Stimulan. Pedoman. Perubahan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PRT/M/2015

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.31,2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bantul. KELUARGA.KESEJAHTERAAN.PERANAN WANITA.Pedoman. Pemberian. Bantuan Keuangan Khusus. Kegiatan. Program.

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa tata

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN SUMBANGAN MASYARAKAT BAGI PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBERIAN PERMAKANAN BAGI LANJUT USIA SANGAT MISKIN DAN LANJUT USIA TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBERIAN PERMAKANAN BAGI LANJUT USIA SANGAT MISKIN DAN LANJUT USIA TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBERIAN PERMAKANAN BAGI LANJUT USIA SANGAT MISKIN DAN LANJUT USIA TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi

Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi 1 Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Sertifikasi Kompetensi i ii Bansos Peningkatan Kapasitas Lembaga Setifikasi Kompetensi SAMBUTAN Direktur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.563, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Belanja. Bantuan Sosial. Kementerian/Lembaga. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.05/2012 TENTANG BELANJA BANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

PERATURAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Jalan Jenderal Sudirman, Gedung E Lantai 12 13, Senayan, Jakarta 10270 Telepon (021) 5725477 (Hunting), 5725471-74

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor : 110/C/KU/ /C/KU/2008

SURAT EDARAN Nomor : 110/C/KU/ /C/KU/2008 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Gedung E Lt 5, Komplek Depdiknas Jl. Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 5725610, 5725611, 5725612, 5725613,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN SUMBANGAN MASYARAKAT BAGI PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2009 KATA PENGANTAR Undang-Undang Republik

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERMAKANAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA RUMAH TANGGA SASARAN PENERIMA MANFAAT PERLINDUNGAN SOSIAL DAN PENERIMA RUMAH LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN HIBAH DALAM NEGERI DALAM BENTUK UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN BERSAMA RAKYAT ATASI KAWASAN PADAT, KUMUH, DAN MISKIN (GEBRAK PAKUMIS) KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 00 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI MELALUI DANA DEKONSENTRASI DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

2. Kelompok Masyarakat adalah kelompok sasaran penerima bantuan warga binaan sosial Dinas Sosial Kabupaten Karawang;

2. Kelompok Masyarakat adalah kelompok sasaran penerima bantuan warga binaan sosial Dinas Sosial Kabupaten Karawang; LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TANGGAL : PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL KEPADA KELOMPOK MASYARAKAT PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL ( PMKS ) PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 58 / HUK /2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA KESEJAHTERAAN SOSIAL MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor: 348/C/KU/2009

SURAT EDARAN Nomor: 348/C/KU/2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Komplek Depdiknas Gedung E Lt. 5 Jalan Jenderal Sudirman Senayan 5725061-5725613 Fax 5725606; 5725608, Jakarta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai salah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA - 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR 08 / Per / Dep.2 / XII / 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA Form : I Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Di - K U D U S Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini,

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DIREKTORAT PENANGANAN FAKIR MISKIN PESISIR PULAU- PULAU KECIL DAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Arahan Presiden Rapat Terbatas Tentang Keuangan

Lebih terperinci