KARTUN EDITORIAL MELALUI PENDEKATAN IKONOGRAFI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARTUN EDITORIAL MELALUI PENDEKATAN IKONOGRAFI"

Transkripsi

1 KARTUN EDITORIAL MELALUI PENDEKATAN IKONOGRAFI Supriyadi Akom BSI Jakarta Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta-Timur supriyadi.spy@bsi.ac.id Abstract A cartoon image that contains a criticism that was published a newspaper or magazine and is published in theopinion section editorial cartoons (editorial cartoon). The journal aims to determine how meaning is contained behind visual configuration objects on the work of cartoonist editorial cartoons by considering political and social conditions and trends in the visual pattern of the work. Through the study of the meaning of editorial cartoons is one of the works of art that can be used as a reference for understanding the social dynamics that were going on in the community. With the approach of the iconography and Erwin Panofsky ikonologi provide three stages of the analysis, the early stage to describe the visual characteristics that seem (preiconographical stage), stages to identify secondary meaning by looking at the relationship between an art motif with the theme, concept, or common meaning to the events raised by an image (stage iconography), and taking into account the stage to interpret the presentation of objects of cartoonists (stage iconology). Keywords: editorial cartoons, iconographic. Abstraksi Sebuah gambar kartun yang mengandung sebuah kritikan yang dimuat sebuah koran atau majalah dan dimuat di rubrik opini adalah kartun editorial (editorial cartoon). Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna yang terkandung dibalik konfigurasi objek-objek visual pada kartun editorial karya kartunis dengan mempertimbangkan kondisi sosial politik dan kecenderungan pola visual pada karya tersebut. Melalui kajian makna kartun editorial yang merupakan salah satu karya seni yang dapat dijadikan rujukan untuk memahami dinamika sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Dengan melalui pendekatan ikonografi dan ikonologi dari Erwin Panofsky memberikan tiga tahapan dalam menganalisa, yaitu sebagai tahap awal untuk mendiskripsikan ciri-ciri visual yang tampak (tahap preiconographical), tahapan untuk mengidentifikasikan makna sekunder dengan melihat hubungan antara motif sebuah seni dengan tema, konsep, atau makna yang lazim terhadap peristiwa yang diangkat oleh sebuah gambar (tahap iconography), dan tahapan melakukan interpretasi dengan mempertimbangkan pemaparan mengenai objek dari kartunis (tahap iconology). Kata kunci : kartun editorial, ikonografis. I. PENDAHULUAN Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaian masalah aktual ke permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri, dengan harapan akan adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta sejarah bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan (Anderson, 1990:162). Dalam mengetahui makna dan pola visual yang terdapat pada kartun editorial karya kartunis, maka pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan ikonografi dan ikonologi. Dalam kajian ini yang menitikberatkan pada penelaahan makna dalam kartun politik, perlu kemampuan dalam menginterprestasikan makna yang terkandung di dalamnya. Sebuah gambar kartun yang mengandung sebuah kritikan yang dimuat sebuah koran atau majalah dan dimuat di rubrik opini adalah kartun editorial (editorial cartoon). Jurnal ini bertujuan 38

2 untuk mengetahui bagaimana makna yang terkandung dibalik konfigurasi objek-objek visual pada kartun editorial karya kartunis dengan mempertimbangkan kondisi sosial politik dan kecenderungan pola visual pada karya tersebut. Pengertian kartun yang sebenarnya adalah meminjam istilah dari bidang fine arts. Kata kartun berasal dari bahasa Italia cartone yang berarti kertas. Kata kartun pertama-tama digunakan untuk menyebut desain atau sketsa dalam ukuran penuh untuk lukisan cat minyak, permadani atau mozaik. Kata tersebut memperoleh arti yang dikenal orang masa kini secara kebetulan. Beberapa desainnya sangat buruk sehingga Punch mereproduksi kartun-kartun yang dimaksudkan untuk desain itu, lalu menerangkannya dengan nada sindiran. Lahirlah kartun Punch, dan kata itupun lalu memperoleh arti barunya. Punch merupakan majalah satir yang menjadi media kritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai aspirasi masyarakat. Sejak saat itu kata cartoon mulai dipakai untuk menyebut gambar sindir (Wagiono, 1983:33). Pengertian kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. (Setiawan, 2002:34) Terkait dengan pengertian kartun, pendapat GM Sudarta, seperti yang dikutip Alex Sobur (2003:138) menjelaskan bahwa kartun adalah semua gambar humor, termasuk karikatur itu sendiri. Satu hal yang kemudian dapat disimak adalah pernyataan dari Smith (1981:9) : in fact cartoon and caricature are here regarded as exactly synonymous. Apa yang diungkapkan Smith merupakan pendapat yang dapat menjembatani perbedaan mengenai kartun dan karikatur. Dalam The Encyclopaedia of Cartoons (Horn, 1980:15-24), pengertian cartoon dibagi lagi menjadi empat jenis sesuai dengan kegiatan yang ditandainya, yaitu : comic cartoon, gag cartoon untuk lelucon sehari-hari, Political cartoon untuk gambar sindir politik, Animated Cartoon untuk film kartun. Pengertian kartun editorial (editorial cartoon) yang digunakan sebagai visualisasi tajuk rencana surat kabar atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual sehingga sering disebut kartun politik (political cartoon). Dalam kartun politik, seringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang dikaitkan dengan tema yang sedang 39 hangat-hangatnya yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja muncul dalam sebuah karya kartun editorial untuk menampilkan tokoh yang disindir (Priyanto,2005:4). II. KAJIAN LITERATUR 2.1. Tinjauan Mengenai Pendekatan Ikonografis Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi dan simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. Dengan kata lain, kartun merupakan metafora visual hasil ekspresi dan interpretasi atas lingkungan sosial politik yang tengah dihadapi oleh seniman pembuatnya (Nugroho, 1992:2). Pemakaian metode ikonografi dan ikonologi digunakan dalam menganalisis interpretasi tersebut. Seperti Theo Van Leeuwen mengatakan bahwa ikonografi membedakan tiga lapisan arti gambar : arti/makna gambar (representational meaning), simbolisme ikonografi (iconographycal symbolism), dan simbolisme gambar/ikon (iconological symbolism) (Leeuwen, 2001: 100). Erwin Panofsky menjelaskan dalam ikonografi merupakan kajian yang memperhatikan konfigurasi dari gambar pada suatu karya untuk mengetahui makna yang tersembunyi. Selanjutnya Panofsky memberi tahapan dalam menganalisis, yaitu tahap preiconographical, iconography, dan iconology. Sebagai salah satu kajian mengenai interpretasi sebuah makna dalam karya seni rupa adalah iconography (iconografi) dan iconology (iconologi). Melalui pendekatan iconography (ikonografis) dan iconology (ikonologi) maka sebuah pesan piktorial dapat diinterpretasikan makna yang terkandung didalamnya. Sebagai salah satu kajian tentang interpretasi makna karya seni rupa, ikonografi merupakan pendekatan yang mempertanyakan representasi dan makna yang tersembunyi dari sebuah karya visual (Leeuwen, 2001:93). Berasal dari bahasa Yunani, kata iconography, terdiri atas kata aekon yang berarti sebuah gambar dan kata graphe yang berarti tulisan. Ikonografi yang lazim dimengerti sebagai kajian tentang tanda yang memiliki referensi, merupakan sebuah ladang luas yang objeknya kajiannya mencakup berbagai disiplin pemikiran. Ikonografi merupakan cabang dari

3 sejarah seni yang memiliki pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari suatu karya seni sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan bentuk karya tersebut (sisi formalisnya). Ikonografi membedakan tiga lapisan arti gambar : arti/makna gambar (representational meaning), simbolisme ikonografi (iconographycal symbolism), dan simbolisme gambar/ikon (iconological symbolism) (Leeuwen, 2001: 100). Ikonografi merupakan cabang dari sejarah seni yang memiliki pokok kajian yang berkaitan dengan sisi manusia (subject matter) atau makna dari suatu karya seni, sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan bentuk karya tersebut (sisi formalisnya) (Panofsky, 1939 : 3). Menurut Panosfky, proses menginterpretasi obyek seni dan gambar dapat melalui tiga tahapan, analisis makna secara ikonografi dan ikonologi, yaitu : pertama tahap preiconographical, yakni tahapan untuk mengidentifikasi melalui hal-hal yang lazim dan sudah dikenal (alami). Tahapan ini dapat disebut pemahaman secara faktual dan ekspresional. Pemahaman ini didasarkan atas pengalaman masing-masing individu terhadap suatu objek gambar. Dengan mengamati dengan mengindentifikasi unsur artistik dari objek gambar (konfigurasi tertentu dari garis dan warna, atau bentuk dan material yang merepresentasikan objek keseharian tertentu), hubungan-hubungan yang terjadi pada objek dan identifikasi kualitas ekspresional tertentu dengan melakukan pengamatan pose atau gesture dari objek. Tahapan kedua yaitu tahap iconographical, tahapan untuk mengidentifikasi makna sekunder dengan melihat hubungan antara motif sebuah seni dengan tema, konsep atau makna yang lazim terhadap peristiwa yang diangkat oleh sebuah gambar. Motif-motif yang kemudian dikenali sebagai pembawa makna sekunder disebut sebagai image/citra/wujud. Tahapan ketiga, tahap interpretasi ikonologi. Pada tahapan ini makna yang paling hakiki dan mendasar dari isi sebuah karya kartun benar-benar dipahami. Pemahaman mengenai makna intrinsik yang terdapat dalam sebuah objek diperoleh dengn mengungkapkan prinsip-prinsip dasar yang kemudian dapat menunjukan perilaku sikap dasar dari sebuah bangsa, kurun waktu, strata sosial, ajakan religius atau filosofis tertentu.memahami ikonologi lebih dari sekedar mencari gejala, tetapi merupakan interpretasi yang mendalam dari pengetahuan teknis mengenai produksi seni, melalui pengetahuan iconographical yang luas menuju sebuah kesimpulan (Ross Woodrow, 1999:3). III. PEMBAHASAN 3.1. Analisa Karya Kartun Editorial Melalui Ikonografis Pembahasan yang digunakan untuk menganalisis karya kartun editorial melalui tiga tahapan seperti analisis makna secara ikonografi dan ikonologi oleh Erwin Panofsky dimana ketiga tahapan itu berlangsung berurutan. Dalam hal ini mengambil contoh kartun editorial karya T. Sutanto yang dimuat dalam Mingguan Mahasiswa Indonesia, No. 36 Th. II Pebruari Gambar 1.J atuhnya Kekuasaan Soekarno, Mingguan Mahasiswa Indonesia, No. 36 Th. II Pebruari 1967, Sumber : Repro Dok. Narsen Tahapan-tahapan analisis tersebut, yaitu : Tahap preiconographical. Dengan mengamati dengan mengindentifikasi unsur artistik dari objek gambar (konfigurasi tertentu dari garis dan warna, atau bentuk dan material yang merepresentasikan objek keseharian tertentu), hubungan-hubungan yang terjadi pada objek dan identifikasi kualitas ekspresional tertentu dengan melakukan pengamatan pose atau gesture dari objek. Pada tahap ini akan mendeskipsikan ciri-ciri visual yang tampak pada karya kartun editorial yang sudah melalui seleksi. Tahap iconographical. Tahapan untuk menganalisa rangkaian gambar dengan memperhatikan peristiwa yang berhubungan antara karya serta situasi sosial yang terjadi di dalam masyarakat pada saat itu. Tahap interpretasi Iikonologis. Disini akan melakukan interpretasi dengan mempertimbangkan 40

4 pemaparan mengenai gambar dari pembuat kartun tersebut, disini adalah kartunis. Pada tahapan ini makna yang paling hakiki dan mendasar dari isi sebuah karya kartun benar-benar dipahami. Pada karya ini, T. Sutanto menempatkan figur Soekarno sebagai figur yang dominan dengan penggambaran postur yang lebih menonjol dengan seluruh badan terlihat dibandingkan dengan figur-figur lain yang tampil dalam kartun tersebut. Bentuk lain yang menyertai kartun politik tersebut antara lain tangan yang besar yang berusaha menggulingkan kekuasaan Soekarno secara sah dan sesuai konstitusional. Berikut adalah cara untuk mengetahui makna yang terkandung pada kartun ini, secara bertahap akan diuraikan berbagai aspek pada karya kartun Deskripsi Preiconographical Dengan posisi gambar horizontal, dalam kartun ini tampak dua figur manusia. Sosok sentral pada kartun ini adalah figur laki-laki dengan memakai peci. Figur laki-laki dalam posisi pengambilan gambar long shoot. Dengan pandangan lurus ke samping dengan bibir yang sedang berpidato. Di kedua tangannya memegang teks pidato yang berwarna hitam dengan tulisan Program. Garis membentuk kontur dari gambar figur yang sederhana namun mengacu pada karakter wajah seseorang. Dengan posisi di bagian samping kanan figur sebuah tangan besar yang menggunakan pakaian resmi (setelan jas) berwarna hitam yang sedang berusaha mengangkat podium yang digunakan Presiden Soekarno untuk berpidato. Gambar tangan diposisikan dalam gambar dengan pengambilan close up. Untuk memberi kesan gerak, maka di sebelah kanan figur Soekarno yang sedang terguling ada goresan garis (moving line) untuk memberi efek yang dramatis dan dinamis Analisa Iconographical Kartun ini berkaitan dengan momen jatuhnya pemerintahan Soekarno dimana masih berusaha memegang pusat pemerintahan tetapi kharisma magisnya tidak berfungsi lagi. Soekarno akhirnya jatuh dan pada tanggal 12 Maret 1967 melalui MPRS dipaksa menanggalkan semua kekuasaan dan gelar Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden. Tema dari kartun ini adalah memperlihatkan hubungan antara era Soekarno dengan ideologinya yang bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila sampai akhirnya jatuh kekuasaan ke Soeharto melalui MPRS. Berikut ini analisa ikonografi dari gambar yang terdapat 41 pada kartun yang bertema tentang turunnya kekuasaan Soekarno : a. Dilihat dari pesan artifaktual pada kartun ini, terdapat figur yang apabila dilihat ciri-ciri fisik dan asesoris pakaian yang dipakainya merupakan bentuk figur Soekarno. Walau tanpa garis yang detail, karakter wajah dan figur Soekarno tampak jelas. Ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Soekarno adalah sebagai orator yang ulung dengan semangat yang menyala-nyala. Figur Soekarno dengan mengenakan peci hitam dan jas menunjukkan pesan artifaktual sebagai pejabat negara (presiden). Pesan fasial dari gambar suatu keadaan yang ironis dimana Presiden Soekarno sedang pidato dengan semangat untuk mengagung-agungkan ideologi MANIPOL, RESOPIM, dan NASAKOM, tetapi di sisi lain malah berada dalam posisi turun dari kekuasaan sebagai Presiden. b. Gambar tangan dan kedua buku merupakan metafora dari keadaan politik pada waktu itu dimana pemerintahan Soekarno sudah melenceng dari ideologi negara. Garis yang cenderung ekspresif pada kartun ini lebih ditujukan untuk meyampaikan pesan secara langsung. Wajah Soekarno tidak memerlukan teknik karikatural, sehingga cenderung simpel dan mudah seseorang pemirsa mampu merepresentasikan bahwa figur tersebut adalah Soekarno. Kesan ruang dan perspektif hanya diperlukan sedikit untuk menunjukkan obyek podium sebagai tempat berdiri Soekarno dengan menggunakan raster untuk menambah kesan gelap terang (tonality). Dari analisa visual terhadap gambar-gambar yang hadir pada karya kartun politik ini dapat disimpulkan ciri-ciri visual sebagai berikut : a. Dihadirkan dua pihak yang saling bertentangan yaitu figur Soekarno dan figur Soeharto yang berusaha menjatuhkan kekuasaan Soekarno. b. Sosok tangan sebagai representasi rakyat Indonesia dengan kekuatan hukum yaitu UUD 45 dan Pancasila. c. Penggambaran Soekarno ditampilkan long shot, sementara sosok tangan ditampilkan close up Interpretasi Ikonologis Dalam kartun ini ditampilkan dua figur yang saling berlawanan. Figur pertama adalah figur Soekarno merupakan sosok sentral pada masa Pemerintahan orde lama. Sebagai figur yang mendominasi pada waktu itu dengan bentuk pemerintahan Soekarno (metafora pemegang kekuasaan) yang dinamakan

5 Demokrasi Terpimpin, walaupun prakarsa pelaksanaannya diambilnya bersama-sama dengan pimpinan angkatan bersenjata. T. Sutanto mengkaitkan peristiwa pada saat Soekarno menguraikan ideologi demokrasi terpimpin, yang kemudian dinamai MANIPOL (dari Manifesto Politik). Walaupun secara visual figur Soekarno terlihat utuh (long shot), namun secara keseluruhan tampilan Soekarno cenderung tidak dominan, disini T. Sutanto ingin menggambarkan posisi Soekarno walaupun mempunyai kekuasaan dan kharisma yang tinggi namun tak berdaya dengan kekuatan dari UUD 45 dan Pancasila. Dari penjelasan T. Sutanto terdapat beberapa hal yang menarik mengenai tampilan Soekarno, dimana T. Sutanto mengaku kurang telaten dan tidak mahir seperti dalam penggambaran wajah seorang figur dalam karikatural. Tetapi lebih mementingkan situasi yang mendukung pesan dalam kartun tersebut bukan wajah (karikatur). Seperti figur Soekarno tampil dengan tarikan garis yang simpel namun dengan artifaktual baik pakaian kebesaran (penuh dengan medali penghargaan) dengan peci serta gesture yang mewakili karakter Soekarno, maka T. Sutanto dalam menampilkan figur Soekarno berhasil. Obyek gambar medali penghargaan yang digambarkan sangat banyak di pakaian Soekarno, menurut T. Sutanto sebagai representasi dari sikap Soekarno seperti, otoriter, kepercayaan diri yang besar, gila kekuasaan, pengakuan diri sebagai presiden seumur hidup, dan politik mercusuarnya. Sedangkan figur kedua adalah sosok kedua tangan yang memegang dua buku bertuliskan UUD 45 dan Pancasila sebagai metafora keinginan rakyat Indonesia sebagai penguasa tertinggi. Secara tidak langsung dalam kartun politik, T. Sutanto mengritik Soekarno dengan ideologi-ideologinya yang tidak sesuai dengan kehendak para rakyat yang menyebabkan jatuhnya kekuasaan Soekarno. IV. PENUTUP Kartun editorial lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran kartun daripada figur atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan kritiknya dalam kartun editorial yang sering lugas, tegas kadangkala pedas, tampaknya dipengaruhi oleh situasi dalam menyikapi kebijakan atau peristiwa yang sedang terjadi. Cara untuk mengetahui makna dan pola visual yang terdapat pada kartun editorial, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ikonografis dan ikonologis. Dalam pendekatan ini yang menitikberatkan pada penelaahan makna dalam kartun editorial, perlu kemampuan dalam menginterprestasikan makna yang terkandung di dalamnya. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis karya kartun editorial melalui tiga tahapan seperti analisis makna secara ikonografi dan ikonologi oleh Erwin Panofsky dimana ketiga tahapan itu berlangsung berurutan. Erwin Panofsky menjelaskan dalam ikonografi merupakan kajian yang memperhatikan konfigurasi dari gambar pada suatu karya untuk mengetahui makna yang tersembunyi. Selanjutnya Panofsky memberi tahapan dalam menganalisis, yaitu tahap preiconographical, iconography, dan iconology. Dalam kajian ini, faktor kartunis (sebagai pencipta) menjadi penting untuk dibicarakan karena latar belakang, kondisi sosial, dan aspek psikologis berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam menampilkan suatu gambar visual. Namun dalam hal ini, aspek yang diutamakan adalah aspek formal yang membahas aspek kualitas visual yang akan dikaji secara lebih mendalam. Sehingga dari analisis ikonografi dan ikonologi diharapkan akan menghasilkan sebuah hasil yang komprehensif untuk melihat karya kartun editorial dengan mengkaitkan antara pola visual dan makna yang terdapat didalam karya tersebut. DAFTAR PUSTAKA Aly, Rum, 2006, Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos dan Dilema : Mahasiswa dalam Proses Perubahan Politik , Jakarta, Kata Hasta Pustaka, Anderson, Benedict R.O G, 1990, Language and Power: Exploring Political Culture of Indonesia, Ithaca, Cornell University Press. Bishop, Franklin, 2006, The Cartoonist s Bible, London, Quarto Publishing plc. Bonneff, Marcel, 1998, Komik Indonesia,, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia. Budiman, Kris, 1999, Kosa Semiotika, Yogyakarta, LKIS, 2003, Semiotika Visual, Yogyakarta, Penerbit Buku Baik, Yogyakarta Liliweri, Alo, M.S. 1994, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Mahamood, Mulyadi, 1999, Kartun dan Kartunis, Selangor, Stilglow Sdn. Bhd. Mallarangeng, Andi A.,2007, Dari Kilometer 0,0, Indonesia RDI, Jakarta. Masdiono, Toni, 1998, 14 Jurus Membuat Komik, Jakarta, Creative Media,. McCloud, Scott, 2001, Understanding Comics, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, 42

6 Panofsky, Erwin, 1955, Meaning in The Visual Arts, New York, Doubleday Anchor Books.,1939, Studies in Iconology, New York Oxford University Press. Pramoedjo, Pramono R., 2008, Kiat Mudah Membuat Karikatur : Panduan Ringan dan Praktis Menjadi Karikaturis Handal, Jakarta, Creative Media,. Setiawan, Muhammad Nashir, 2002, Menakar Panji Koming, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Sibarani, Agustin, 2001, Karikatur dan Politik, Garda Budaya, Jakarta. Sudarta, GM., 1987, Karikatur Mati Ketawa Cara Indonesia, Prisma, LP3ES, Jakarta., 2007, 40 Th Oom Pasikom, Peristiwa dalam Kartun Tahun , Kompas, Jakarta. Suwirya, 1999, Karikatur dan Kritik Sosial Pada Masa Revolusi Indonesia ( ), Jakarta Gramedia,. Tabrani, Primadi, 2005, Bahasa Rupa, Bandung, Penerbit Kelir,. Sumber lain : Disertasi: Priyanto, S., 2005, Metafora Visual Kartun pada Surat Kabar Jakarta , FSRD ITB, Bandung. 43

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan kartun politik (political cartoon) sebagai salah satu bentuk karya seni rupa memiliki relasi dengan situasi sosial dan politik yang berkembang di

Lebih terperinci

Key words : political cartoons, language of expression

Key words : political cartoons, language of expression KAJIAN BAHASA UNGKAP DALAM KARTUN POLITIK Supriyadi Program Studi Penyiaran Akom BSI Jakarta Jalan Kayu Jati V, No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur supriyadi.spy@bsi.ac.id Abstract Editorial cartoons

Lebih terperinci

Pemaknaan Karikatur Karya Wahyu Kokkang, Mengkritisi Kehidupan Sosial Masa Kini

Pemaknaan Karikatur Karya Wahyu Kokkang, Mengkritisi Kehidupan Sosial Masa Kini Pemaknaan Karikatur Karya Wahyu Kokkang, Mengkritisi Kehidupan Sosial Masa Kini I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilu 2014 merupakan kali ketiga rakyat Indonesia memilih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilu 2014 merupakan kali ketiga rakyat Indonesia memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilu 2014 merupakan kali ketiga rakyat Indonesia memilih pemimpinnya secara langsung. Hal ini mempunyai makna yang sangat strategis bagi masa depan bangsa

Lebih terperinci

KARTUN KONPOPILAN PADA KORAN KOMPAS (Kajian Bahasa Rupa)

KARTUN KONPOPILAN PADA KORAN KOMPAS (Kajian Bahasa Rupa) KARTUN KONPOPILAN PADA KORAN KOMPAS (Kajian Bahasa Rupa) Oleh I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakutas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar e-mail: iwayannuriarta@gmail.com

Lebih terperinci

KRITIK TERHADAP MORAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM KARIKATUR POLITIK

KRITIK TERHADAP MORAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM KARIKATUR POLITIK KRITIK TERHADAP MORAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM KARIKATUR POLITIK (Analisis Semiotik Anggota DPR RI dalam Buku Politik Santun Dalam Kartun :Kartun Politik Karya M. Mice Misrad) SKRIPSI Diajukan kepada

Lebih terperinci

KARTUN BAB I PENDAHULUAN

KARTUN BAB I PENDAHULUAN KARTUN BAB I PENDAHULUAN a. LATAR BELAKANG Dewasa ini perkembangan media pembelajaran berkembang sangat pesat dan telah menjadi inovasi baru dalam dunia pendidikan. Tidak terkecuali bagi perkembangan media

Lebih terperinci

Kartun Konpopilan, Kartun Bisu yang Bicara

Kartun Konpopilan, Kartun Bisu yang Bicara Kartun Konpopilan, Kartun Bisu yang Bicara I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Kartun Konpopilan hadir setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan informasi. Sebagai media penerbitan berkala, isi surat kabar tidak. melengkapi isi dari surat kabar tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan informasi. Sebagai media penerbitan berkala, isi surat kabar tidak. melengkapi isi dari surat kabar tersebut. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media cetak seperti surat kabar memiliki peranan yang penting dalam memberikan informasi. Sebagai media penerbitan berkala, isi surat kabar tidak hanya berupa fakta

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas awal dilakukannya penelitian yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan, dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pesan yang terkandung dalam kartun editorial disajikan sebagai suatu bentuk kritik sosial yang memiliki kadar humor, mengedepankan estetika serta pesan kritik

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah 14 BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/Metode 4.1.1 Teori membuat Komik Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah Gambar-gambar dan lambing-lambang yang terjukstaposisi dalam turutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karikatur adalah sebuah gambar atau penggambaran suatu objek konkret yang dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Karikatur sendiri berasal

Lebih terperinci

PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA HARIAN KOMPAS EDISI 10 SEPTEMBER 2016

PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA HARIAN KOMPAS EDISI 10 SEPTEMBER 2016 PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA HARIAN KOMPAS EDISI 10 SEPTEMBER 2016 I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kartun sebagai media komunikasi merupakan suatu gambar interpretatif. diciptakan dapat mudah dikenal dan dimengerti secara cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Kartun sebagai media komunikasi merupakan suatu gambar interpretatif. diciptakan dapat mudah dikenal dan dimengerti secara cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kartun sebagai media komunikasi merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas,

Lebih terperinci

HUT RI KE-71 DALAM KARTUN OOM PASIKOM

HUT RI KE-71 DALAM KARTUN OOM PASIKOM HUT RI KE-71 DALAM KARTUN OOM PASIKOM Oleh I Wayan Nuriarta Progam Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain-Instiut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karikatur merupakan alat kritik yang efektif atau peringatan awal (early

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karikatur merupakan alat kritik yang efektif atau peringatan awal (early BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karikatur merupakan alat kritik yang efektif atau peringatan awal (early warning) terhadap sesuatu yang tidak beres dan lebih sanggup bicara banyak dari pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekadar melaporkan berita tetapi juga mengomentarinya. Surat kabar

BAB I PENDAHULUAN. sekadar melaporkan berita tetapi juga mengomentarinya. Surat kabar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kini Surat kabar zaman modern memberikan lebih banyak hal, tidak hanya sekadar melaporkan berita tetapi juga mengomentarinya. Surat kabar mengungkapkan pendapat

Lebih terperinci

Perubahan Representasi Kartun Panji Koming dalam Menyampaikan Pesan. Politik di Koran Kompas Pada Masa Orba Hingga Pasca Reformasi

Perubahan Representasi Kartun Panji Koming dalam Menyampaikan Pesan. Politik di Koran Kompas Pada Masa Orba Hingga Pasca Reformasi Perubahan Representasi Kartun Panji Koming dalam Menyampaikan Pesan Politik di Koran Kompas Pada Masa Orba Hingga Pasca Reformasi BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penelitian mengenai kartun dan sisi

Lebih terperinci

MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO PERIODE TESIS. TAUFAN HIDAYATULLAH NIM Program Studi Desain

MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO PERIODE TESIS. TAUFAN HIDAYATULLAH NIM Program Studi Desain MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO PERIODE 1980 1986 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung oleh TAUFAN HIDAYATULLAH NIM

Lebih terperinci

Menafsir Makna Kartun Panji Koming di Surat Kabar Kompas pada 16 Oktober 2016

Menafsir Makna Kartun Panji Koming di Surat Kabar Kompas pada 16 Oktober 2016 Abstrak Menafsir Makna Kartun Panji Koming di Surat Kabar Kompas pada 16 Oktober 2016 I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut Seni Indonesia Denpasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat kepada media massa menjadikan peranan pers semakin penting. Seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat kepada media massa menjadikan peranan pers semakin penting. Seorang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat modern saat ini peran komunikasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan dalam masyarakat yang tidak lepas dari komunikasi. Komunikasilah yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIKA PADA KARIKATUR CLEKIT JAWA POS EDISI MEI-JUNI 2012

KAJIAN SEMIOTIKA PADA KARIKATUR CLEKIT JAWA POS EDISI MEI-JUNI 2012 KAJIAN SEMIOTIKA PADA KARIKATUR CLEKIT JAWA POS EDISI MEI-JUNI 2012 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Oleh: ALEK

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO

BAB IV MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO BAB IV MAKNA KARTUN POLITIK KARYA PRAMONO R. PRAMOEDJO Pada bab ini, karya karya Pramono akan dibahas. Dari 65 karya yang terdokumentasikan secara visual, 46 karya teridentifikasi sebagai karya karya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan tulisan yang berisi fakta dari suatu peristiwa. Hal ini menyebabkan surat kabar menjadi

Lebih terperinci

Kartun Konpopilan, Kartun Untuk Orang Pintar

Kartun Konpopilan, Kartun Untuk Orang Pintar Kartun Konpopilan, Kartun Untuk Orang Pintar I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut seni Indonesia Denpasar Abstrak Kartun Konpopilan adalah kartun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode Orde Baru, tahun , adalah periode paling memprihatinkan

BAB I PENDAHULUAN. Periode Orde Baru, tahun , adalah periode paling memprihatinkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Periode Orde Baru, tahun 1967-1998, adalah periode paling memprihatinkan dalam kehidupan pers dan demokrasi di Indonesia. Pada masa itu, sulit mencari pers

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

WACANA KARTUN EDITORIAL OOM PASIKOM PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK SKRIPSI

WACANA KARTUN EDITORIAL OOM PASIKOM PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK SKRIPSI WACANA KARTUN EDITORIAL OOM PASIKOM PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional mulai memberlakukan kurikulum terbaru, yakni kurikulum 2013. Kurikulum

Lebih terperinci

KAJIAN IKONOLOGI KARTUN EDITORIAL KARYA PRIYANTO SUNARTO DI MAJALAH TEMPO

KAJIAN IKONOLOGI KARTUN EDITORIAL KARYA PRIYANTO SUNARTO DI MAJALAH TEMPO KAJIAN IKONOLOGI KARTUN EDITORIAL KARYA PRIYANTO SUNARTO DI MAJALAH TEMPO (STUDI KASUS: TEMA PEMILU ERA ORDE BARU DAN REFORMASI) TESIS PENGKAJIAN SENI untuk memenuhi persyaratan mencapai derajad magister

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN

BAB III METODE PENCIPTAAN BAB III METODE PENCIPTAAN A. Riset Ide Kemunafikan merupakan salah satu fenomena dalam masyarakat, oleh karena itu riset idenya merupakan forming dari beberapa kasus yang terjadi di masyarakat berdasarkan

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata serta suara yang tertulis (Koendoro,2007:25). Komik terbentuk dari

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata serta suara yang tertulis (Koendoro,2007:25). Komik terbentuk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komik adalah suatu pesona penggabungan dari gambar-gambar diam dan kata-kata serta suara yang tertulis (Koendoro,2007:25). Komik terbentuk dari gabungan gambar

Lebih terperinci

Klasifikasi Kartun Berdasarkan Gaya Visulalisasi

Klasifikasi Kartun Berdasarkan Gaya Visulalisasi Klasifikasi Kartun Berdasarkan Gaya Visulalisasi Salah satu elemen yang harus dipenuhi oleh seorang kartunis adalah kompetisi di bidang teknis/artistik, tekhnik dasar yang harus dikuasai oleh seorang kartunis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis tetapkan, yaitu untuk mengetahui bagaimana film 9 Summers 10 Autumns mendeskripsikan makna keluarga dan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

MENGENAL TOKOH KARTUN DALAM KORAN

MENGENAL TOKOH KARTUN DALAM KORAN MENGENAL TOKOH KARTUN DALAM KORAN Oleh: I Wayan Nuriarta Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain- Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Kartun merupakan gambar dengan penampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman ini banyak sekali beredar surat kabar, koran-koran, majalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman ini banyak sekali beredar surat kabar, koran-koran, majalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman ini banyak sekali beredar surat kabar, koran-koran, majalah baik mingguan maupun bulanan dimana menampilkan banyak sekali beritaberita, informasi-informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK)

ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK) ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK) Oleh : Agung Nugroho A.310.010.128 Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan segala potensi dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA KOMIK 100 TOKOH YANG MEWARNAI JAKARTA. dan karakter orang-orang Jakarta disertai dengan komentar yang positif dan kritis.

BAB 2 DATA DAN ANALISA KOMIK 100 TOKOH YANG MEWARNAI JAKARTA. dan karakter orang-orang Jakarta disertai dengan komentar yang positif dan kritis. 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 DATA 2.1.1 KOMIK 100 TOKOH YANG MEWARNAI JAKARTA Komik 100 Tokoh Yang Mewarnai Jakarta adalah merupakan kumpulan illustrasi tentang profesi dan karakter orang-orang Jakarta,

Lebih terperinci

PERUPAAN KARAKTER MANG OHLE DI KORAN PIKIRAN RAKYAT SEBAGAI REALITA PEMIKIRAN RAKYAT DI JAWA BARAT

PERUPAAN KARAKTER MANG OHLE DI KORAN PIKIRAN RAKYAT SEBAGAI REALITA PEMIKIRAN RAKYAT DI JAWA BARAT JURNAL BAHASA RUPA Vol. 1 No 1 - Oktober 2017 p-issn 2581-0502 (Print), e-issn 2580-9997 (Online) Available Online at : http://jurnal.stiki-indonesia.ac.id/index.php/jurnalbahasarupa PERUPAAN KARAKTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa komunikasi. Hanya dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan pesan dan maksud sebagai bagian dari tujuannya

Lebih terperinci

mengenai perubahan representasi kartun Panji Koming terhadap dua kondisi politik yang berbeda juga mewakili apa yang terjadi terhadap media-media

mengenai perubahan representasi kartun Panji Koming terhadap dua kondisi politik yang berbeda juga mewakili apa yang terjadi terhadap media-media Bab 6 Kesimpulan Pada dasarnya tulisan ini ingin melihat suatu perubahan untuk mewakili hal-hal lain yang berkaitan. Hal yang dimaksud disini adalah keingintahuan mengenai perubahan representasi kartun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media Sosial sekarang ini tengah populer di kalangan masyarakat dunia, selain memberikan hiburan, media sosial juga memiliki peranan dalam memberikan informasi. Menurut

Lebih terperinci

Bahasa Rupa Kartun Konpopilan pada Koran Kompas Tahun 2016

Bahasa Rupa Kartun Konpopilan pada Koran Kompas Tahun 2016 ISSN 2354-7154 Volume 5, November 422017-48 Bahasa Rupa Kartun Konpopilan pada Koran Kompas Tahun 2016 I WAYAN NURIARTA, I GEDE AGUS INDRAM BAYU ARTHA Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakutas Seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gambar komunikasi, antara lain:ilustrasi, logo, dan karikatur. tubuh, ia akan menjelma menjadi apa yang disebut sebagai karikatur.

BAB I PENDAHULUAN. gambar komunikasi, antara lain:ilustrasi, logo, dan karikatur. tubuh, ia akan menjelma menjadi apa yang disebut sebagai karikatur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis, karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana.dibandingkan media verbal,gambar

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis Iklan Kampanye Partai Politik Pemilu 2009. Secara tekstual, penggunaan kosakata, gaya bahasa,

Lebih terperinci

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN PENANGKAPAN WAKIL KETUA KPK BAMBANG WIDJOJANTO (Studi di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi Februari 2015)

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN PENANGKAPAN WAKIL KETUA KPK BAMBANG WIDJOJANTO (Studi di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi Februari 2015) ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN PENANGKAPAN WAKIL KETUA KPK BAMBANG WIDJOJANTO (Studi di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 02-22 Februari 2015) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI SKRIPSI

PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI SKRIPSI PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT VERSI KOALISI OPOSISI (Studi Semiotika Tentang Pemaknaan Karikatur Editorial Clekit Versi "Koalisi Oposisi" Pada Harian Jawa Pos Edisi 6 Februari 2010) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

SIMBOL KEKUASAAN RAJA PADA INTERIOR RUMAH ADAT OMO SEBUA DESA BAWOMATALUO NIAS SELATAN JURNAL. Disusun oleh : Aditiya Giri Saputra

SIMBOL KEKUASAAN RAJA PADA INTERIOR RUMAH ADAT OMO SEBUA DESA BAWOMATALUO NIAS SELATAN JURNAL. Disusun oleh : Aditiya Giri Saputra SIMBOL KEKUASAAN RAJA PADA INTERIOR RUMAH ADAT OMO SEBUA DESA BAWOMATALUO NIAS SELATAN JURNAL Disusun oleh : Aditiya Giri Saputra 1111 8100 23 PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR JURUSAN DESAIN FAKULTAS SENI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media menjadi sarana informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tujuannya memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dari skala terbatas hingga melibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan ini peneliti menempatkan diri sebagai pengamat dalam memaparkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Korupsi adalah suatu perbuatan untuk menguntungkan diri sendiri, dan secara tidak langsung dapat merugikan negara dan orang banyak. Korupsi menurut Mahzar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

KRITIK POLITIK DALAM GAMBAR KARIKATUR. Analisis Semiotik Karikatur. Memerangi Penyakit Korupsi Karya Pramono R. Pramudjo. SKRIPSI

KRITIK POLITIK DALAM GAMBAR KARIKATUR. Analisis Semiotik Karikatur. Memerangi Penyakit Korupsi Karya Pramono R. Pramudjo. SKRIPSI KRITIK POLITIK DALAM GAMBAR KARIKATUR Analisis Semiotik Karikatur Memerangi Penyakit Korupsi Karya Pramono R. Pramudjo. SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Politik Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

PARTISIPAN SERTA KONTEKS SITUASI DAN SOSIAL BUDAYA PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

PARTISIPAN SERTA KONTEKS SITUASI DAN SOSIAL BUDAYA PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS PARTISIPAN SERTA KONTEKS SITUASI DAN SOSIAL BUDAYA PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Esai merupakan suatu ekspresi diri berupa gagasan atau pemikiran seseorang tentang suatu hal yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa teks. Esai atau tulisan

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN 1. Tematik A. Implementasi Teoritis Kehidupan dunia anak-anak yang diangkat oleh penulis ke dalam karya Tugas Akhir seni lukis ini merupakan suatu ketertarikaan penulis terhadap

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL TRYOUT UJIAN SEKOLAH. Hari/Tanggal : Waktu :

LEMBARAN SOAL TRYOUT UJIAN SEKOLAH. Hari/Tanggal : Waktu : J A Y A R A Y A PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 78 JAKARTA Jalan Bhakti IV/1 Komp. Pajak Kemanggisan Telp. 5327115/5482914 Jakarta Barat LEMBARAN SOAL TRYOUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan apa yang mereka ingin sampaikan dan juga bagaimana respon. menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan apa yang mereka ingin sampaikan dan juga bagaimana respon. menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam bertindak tutur manusia mempunyai banyak cara untuk menyampaikan apa yang mereka ingin sampaikan dan juga bagaimana respon orang lain selaku mitra tutur.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan

BAB I PENDAHULUAN. kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap individu berusaha untuk mengenal dan mencari jati dirinya, mengetahui tentang orang lain, dan mengenal dunia luar atau selalu mencari tahu mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan pada era kemajuan teknologi, masyarakat lebih cenderung memanfaatkan

Lebih terperinci

KRITIK SOSIAL DAN POLITIK KARIKATUR CLEKIT PADA SURAT KABAR JAWA POS

KRITIK SOSIAL DAN POLITIK KARIKATUR CLEKIT PADA SURAT KABAR JAWA POS KRITIK SOSIAL DAN POLITIK KARIKATUR CLEKIT PADA SURAT KABAR JAWA POS (Studi Semiotik Kritik Sosial dan Politik Karikatur Clekit Pada Surat Kabar Jawa Pos Kontroversi Pencoretan Gedung DPR Edisi Sabtu,

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. Representasi ikonis adalah sebuah penggunaan gambar-gambar piktorial untuk

BAB 4 KONSEP DESAIN. Representasi ikonis adalah sebuah penggunaan gambar-gambar piktorial untuk BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1. Landasan Teori/Metode 4.1.1 Representasi Ikonis Representasi ikonis adalah sebuah penggunaan gambar-gambar piktorial untuk membuat tindakan, objek dan konsep dalam sebuah tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desain komunikasi visual merupakan disiplin ilmu yang berperan dalam penyampaian informasi, ide, konsep, ajakan dan sebagainya kepada khalayak dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Tamburaka (2013: 47) dalam buku yang berjudul Agenda Setting

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Tamburaka (2013: 47) dalam buku yang berjudul Agenda Setting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Tamburaka (2013: 47) dalam buku yang berjudul Agenda Setting Media Massa menjelaskan bahwa media massa merupakan medium tempat di mana proses komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PERSIAPAN MENGGAMBAR

BAB 1 : PERSIAPAN MENGGAMBAR BAB 1 : PERSIAPAN MENGGAMBAR 1.1 ALAT DASAR MENGGAMBAR Alat dasar dalam menggambar adalah pensil gambar, selanjutnya ada beberapa alat gambar lainnya seperti pensil warna, tinta, kuas, spidol, crayon,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN

RENCANA PEMBELAJARAN RENCANA PEMBELAJARAN MATA KULIAH : ILUSTRASI SEM: IV KODE : MKB07104 SKS : 3 JURUSAN : SENI RUPA MURNI DOSEN : Drs. Henri Cholis, M.Sn KOMPETENSI : Mahasiswa mampu menciptakan karya seni Ilustrasi dengan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA

Lebih terperinci

III. PROSES PENCIPTAAN

III. PROSES PENCIPTAAN III. PROSES PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Dunia virtual dalam media sosial memang amat menarik untuk dibahas, hal ini pulalah yang membuat penulis melakukan sebuah pengamatan, perenungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilustrasi merupakan bentuk visual dari teks atau kalimat. Ilustrasi dapat memperjelas teks atau kalimat terutama bagi anak-anak yang belum bisa membaca. Dengan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Hal ini dikarenakan mausia sebagai mahluk sosial yang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni lukis adalah karya seni rupa dua dimensional yang menampilkan citra visual melalui unsur titik, garis, bidang, tekstur, dan warna. Sebagai karya seni murni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya. Manusia yang memiliki sifat Human Society (sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya. Manusia yang memiliki sifat Human Society (sosialisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak zaman Pra-sejarah, manusia dengan kemampuannya yang luar biasa, telah berusaha mengembangkan penggunaan media untuk mempermudah kelangsungan hidupnya.

Lebih terperinci

ILUSTRASI. -Ilustrasi Dasar- DISUSUN OLEH KHAMADI, S.Sn

ILUSTRASI. -Ilustrasi Dasar- DISUSUN OLEH KHAMADI, S.Sn ILUSTRASI -Ilustrasi Dasar- DISUSUN OLEH KHAMADI, S.Sn JENIS-JENIS ILUSTRASI Ilustrasi Cerita JENIS-JENIS ILUSTRASI Ilustrasi Cover Buku JENIS-JENIS ILUSTRASI Ilustrasi Rubrik JENIS-JENIS ILUSTRASI Ilustrasi

Lebih terperinci

ANALISIS ISI PESAN DALAM KARIKATUR DI INTERNET SEBAGAI KRITIK SOSIAL

ANALISIS ISI PESAN DALAM KARIKATUR DI INTERNET SEBAGAI KRITIK SOSIAL 1 ANALISIS ISI PESAN DALAM KARIKATUR DI INTERNET SEBAGAI KRITIK SOSIAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. ParadigmaKonstruktivis Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas. Konstruktivisme melihat bagaimana setiap orang pada

Lebih terperinci

SKRIPSI PENYIMPANGAN PRAGMATIK KARTUN OPINI DALAM BUKU DARI PRESIDEN KE PRESIDEN KARUT MARUT EKONOMI HARIAN & MINGGUAN KONTAN (2009)

SKRIPSI PENYIMPANGAN PRAGMATIK KARTUN OPINI DALAM BUKU DARI PRESIDEN KE PRESIDEN KARUT MARUT EKONOMI HARIAN & MINGGUAN KONTAN (2009) SKRIPSI PENYIMPANGAN PRAGMATIK KARTUN OPINI DALAM BUKU DARI PRESIDEN KE PRESIDEN KARUT MARUT EKONOMI HARIAN & MINGGUAN KONTAN (2009) KARYA BENNY RACHMADI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci