BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing),
|
|
- Sonny Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (PDPI, 2006; GINA, 2009). Asma adalah gangguan pada bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2007). Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009). Asma adalah penyakit paru yang di dalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spasme otot polos bronkial (Betz & Swoden, 2009) Patofisiologi Asma Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma 7
2 8 tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal. Antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus pada penderita asma. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat (Smeltzer & Bare, 2010). Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, iritan dan mediator inflamasi merupakan konsekuensi dari adanya cedera pada epitel. Inflamasi kronis pada saluran pernafasan dapat menyebabkan penebalan membran dasar dan deposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas secara kronis seperti yang dijumpai pada penderita asma. Pelepasan berbagai mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, sumbatan vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi dahak yang kental dan gangguan mukosiliar (Zullies, 2011). Adanya obstruksi pada klien asma dapat berupa sumbatan yang menyeluruh dan penyempitan jalan nafas berat. Kondisi ini menyebabkan ketidaksesuaian rasio perfusi dan ventilasi (National Institute of Health, 2004).
3 Klasifikasi Asma Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan spirometer untuk mengukur dengan kapasitas vital paru (KPV). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2009). Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1. Ekstrinsik (alergik) Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak. 2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik) Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
4 10 pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (usia> 35 tahun). 3. Asma gabungan Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik. Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat pada tabel berikut:
5 11 Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru I. Intermitten Bulanan APE 80 % 1. Gejala <1x / 2 kali sebulan 1. VEP1 80 % minggu nilai prediksi 2. Tanpa gejala di 2. APE 80 % luar serangan nilai terbaik 3. Serangan singkat 3. Variabiliti APE < 20 % II. Persisten ringan Mingguan APE 80 % 1. Gejala >1x/ > 2 kali sebulan 1. VEP1 80 % minggu, tetapi < 1x nilai prediksi / hari 2. APE 80 % nilai 2. Serangan dapat terbaik mengganggu aktivitas dan tidur 3. Variabiliti APE % III. Persisten Sedang Harian APE % 1. Gejala setiap hari 2. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur 3. Membutuhkan bronkodilator setiap hari > 1x / seminggu 1. VEP % nilai prediksi 2. APE % nilai terbaik 3. Variabiliti APE >30 % IV. Persisten Berat Kontinyu APE 60 % 1. Gejala terus Sering 1. VEP1 60 % menerus nilai prediksi 2. Sering kambuh 2. APE 60 % nilai 3. Aktivitas fisik terbaik terbatas 3. Variabiliti APE >30 % (Sumber: PDPI,2006) Faktor Risiko Terjadi Asma Menurut PDPI (2006), risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi
6 12 asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan, yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernafasan, diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/penjamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan: 1. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma 2. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma Faktor lingkungan lebih berperan dalam memicu kekambuhan asma. Beberapa diantaranya adalah alergen, infeksi, obat/bahan sensitizer, asap rokok dan polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan. Selain itu, ada faktor lain yang dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa diantaranya adalah rinitis yang tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas terhadap aspirin, pemaparan teradap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker dan influenza, faktor mekanik dan faktor psikis (Zulies, 2011) Manifetasi Klinis Penyakit Asma Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas, mengi, rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; PDPI, 2006). Pada keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,
7 13 tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa, yang termasuk gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007) Penatalaksanaan Asma Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi: a. Asma Intermiten 1) Umumnya tidak diperlukan pengontrol 2) Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi 3) Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan b. Asma Persisten Ringan 1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan: a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2 b) Teofilin lepas lambat c) Kromolin d) Leukotriene modifiers 2) Pelega bronkodilator (Agonis β-2) dapat diberikan bila perlu
8 14 c. Asma Persisten Sedang 1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan: a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2 b) Budenoside: μg/hari c) Fluticasone propionate : μg/hari d) Glukokortikosteroid inhalasi ( μg/hari) ditambah teofilin lepas e) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari) f) Glukokortikosteroid inhalasi ( μg/hari) ditambah leukotriene modifiers 2) Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3 4 kali sehari, atau a) Agonis β-2 kerja singkat oral, atau b) Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat c) Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol 3) Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi 4) Dianjurkan menggunakan alat bantu/spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah d. Asma Persisten Berat 1) Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru
9 15 (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin 2) Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan pilihan: a) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2 kerja lama inhalasi b) Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari c) Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi d) Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma Kapasitas vital paru (KVP) adalah penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi dan cadangan ekspirasi (KV = VI +VCI + VCE) yang merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyakbanyaknya. Kapasitas vital paru dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti postur tubuh, ukuran rongga toraks, jaringan elastis paru dan compliance paru. Nilai ratarata dari kapasitas vital ini adalah ml (4,6 L) (Sloane, 2004; Guyton & Hall, 2006).
10 16 Penurunan kapasitas vital paru pada pasien asma terjadi karena adanya hiperinflasi pulmoner yaitu terjebaknya udara akibat saluran nafas yang menyempit, keadaan ini mengakibatkan peningkatan diameter anteropoterior dada sehingga dada akan menyerupai barel (Barrel Chest). Peningkatan ukuran anteposterior dada dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga mengakibatkan pernafasan menjadi kurang efektif dan dapat memperburuk keadaan pasien asma saat mengalami sesak nafas (Price & Wilson, 2006) Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru, antara lain: 1. Usia Maryam (2008) menyatakan bahwa pertambahan usia seseorang mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan otot pernafasan menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat pernafasan akan menurun. Sifat elastisitas paru cenderung menurun saat memasuki usia dewasa akhir. Penurunan tersebut terjadi karena paru, jantung, dan pembuluh darah juga mengalami penurunan fungsi. 2. Kebiasaan merokok Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 ml untuk non perokok, 38,4 ml untuk perokok yang sudah berhenti dan 41,7 ml untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar daripada debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2007). Inhalasi asap tembakau baik primer
11 17 maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran nafas pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok menunjukkan penurunan kapasitas paru yang lebih tinggi dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat pekerjaan (Suyono, 2001). 3. Indeks massa tubuh (IMT) Seseorang dengan kelebihan berat badan (IMT 25,0) mempunyai persentasi kapasitas vital yang lebih rendah daripada individu dengan berat badan normal (IMT 18,5-24,9). Penurunan persentase kapasitas vital pada individu dengan berat badan berlebih disebabkan karena menurunnya elastisitas dan kemampuan mengembang dinding dada serta karena berkurangnya kemampuan diafragma untuk turun pada levelnya pada individu dengan berat badan berlebih dan individu dengan kegemukan sentral (Ristianingrum et al, 2010). Indeks massa tubuh dihitung dengan rumus dan kategori sebagai berikut: IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan (m) 2 Tabel 2. Klasifikasi IMT IMT KATEGORI < 18,5 Berat badan kurang 18,5-24,9 Berat badan normal 25,0-29,9 Kelebihan berat badan 30,0 Obesitas Sumber: WHO, Kelainan patologi pada paru Paralisis otot pernafasan yang sering terjadi setelah cedera medula spinal atau poliomielitis, dapat menyebabkan penurunan besar dalam kapasitas vital, menjadi serendah 500 sampai 1000 ml hampir tidak cukup untuk mempertahankan
12 18 kehidupan ataupun sampai nol pada kasus mana terjadi kematian. Keadaan seperti tuberkulosis, emfisema, asma, kanker paru, bronkitis, pleuritis fibrosa bahkan proses penuaan sekalipun dapat menurunkan compliance paru-paru dan dengan demikian menurunkan kapasitas vital (Guyton & Hall, 2006) Pengukuran Kapasitas Vital Paru Menurut Smeltzer & Bare (2010), kapasitas vital dapat diukur dengan meminta pasien bernafas maksimal dan menghembuskan dengan penuh melalui spirometer. Sebagian besar pasien dapat menimbulkan kapasitas vital dua kali volume yang biasa mereka hembuskan (volume tidal). Jika kapasitas kurang dari 10 ml per kilogram berat badan, pasien tidak akan mampu mempertahankan ventilasi spontan dan akan dibutukan pernafasan bantuan. Menurut Potter & Perry (2006), volume dan kapasitas paru dapat diukur melalui pemeriksaan fisik pulmonari. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas paru dan volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume dan kapasitas paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan restriktif. Jumlah surfaktan, tingkat komplians dan kekuatan otot pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru. Tahap- tahap pengukuran kapasitas vital paru, antara lain: 1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin 2. Siapkan alat spirometer dan lakukan kalibrasi sebelum pemeriksaan
13 19 3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat dalam waktu 2 jam. 4. Masukkan data yang diperlukan, yaitu umur, tinggi badan dan jenis kelamin. 5. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece. 6. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece. 7. Catat hasil kapasitas vital paru pasien. 2.2 Diaphragmatic Breathing Exercise Pengertian Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh tingkat compliance paru, tahanan jalan nafas, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Potter & Perry, 2006) Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja pernafasan. Latihan ini dapat meningkatkan inflasi alveolar maksimal; meningkatkan relaksasi otot; menghilangkan ansietas; melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja bernafas (Smeltzer & Bare, 2010).
14 20 Dalam hal ini, latihan nafas yang akan diberikan yaitu latihan nafas diafragma. Menurut Nurachman (2000), latihan nafas diafragma adalah suatu pola pernafasan yang dilakukan dengan cara menggunakan otot perut dan diafragma. Tujuan pernafasan diafragma adalah untuk menggunakan, menguatkan dan meningkatkan elastisitas diafragma selama pernafasan, merelaksasikan otot, memulihkan kecemasan, mengurangi kegiatan otot yang tidak terkoordinasi, dan menurunkan beban kerja pernafasan. Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat daya lenting paru (recoil elastic) dinding dada, dan struktur abdominal akan menekan paru-paru. Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma, menurunkan kerja pernafasan, melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas, dengan pernafasan diafragma maka akan terjadi peningkatan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.
15 Tahap Pelaksanaan Pernafasan diafragma dapat dilakukan dengan otomatis dengan latihan dan konsentrasi yang cukup. Untuk melakukan pernafasan diafragma, pasien diinstruksikan seperti yang di uraikan sebagai berikut: Menurut Potter & Perry (2006); Smeltzer & Bare (2010): 1. Bantu klien ke posisi duduk senyaman mungkin 2. Instruksikan klien untuk meletakkan telapak tangannya berseberangan satu sama lain, dibawah dan sepanjang batas bawah tulang rusuk anterior. Letakkan ujung jari ketiga kedua tangan dengan saling bersentuhan. 3. Minta klien mengambil nafas dalam secara lambat, menghirup nafas melalui hidung. Minta klien untuk merasakan bahwa kedua jari tengah tangan terpisah selama inhalasi. 4. Jelaskan pada klien agar jangan menggunakan dada dan bahu saat menghirup nafas 5. Minta klien menahan nafas sampai hitungan ketiga dan perlahan-lahan hembuskan nafas melalui mulut. Jelaskan pada klien bahwa kedua ujung jari tengahnya akan bersentuhan kembali. 2.3 Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma Terdapat beberapa perubahan fungsi anatomi dan fisiologi yang terjadi pada sistem pernafasan pada pasien asma termasuk peningkatan kekakuan dinding dada dan peningkatan diameter anteriorposterior dada karena pendataran diafragma dan
16 22 elevasi iga, hal tersebut dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga kemampuan pengembangan dinding dada menurun. Dalam sistem respirasi, diafragma merupakan otot pernafasan yang paling penting. Otot ini berbentuk menyerupai kubah yang berlokasi di dasar paru. Otot abdomen membantu menggerakkan diafragma dan membuat seseorang lebih kuat untuk mengosongkan udara dari paru. Kerja otot diafragma akan menjadi tidak efektif pada pasien yang mengalami gangguan fungsi pulmonal (Sloane, 2004). Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma, menurunkan kerja pernafasan melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas. Pernafasan diafragma akan meningkatkan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal. Pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang diberikan diaphragmatic breathing selama 2 minggu menunjukkan peningkatan yang signifikan pada volume tidal dan menurunkan frekuensi pernafasan pada semua kelompok penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil peningkatan minute ventilation (V E ), dan pertukaran gas yang ditunjukkan dengan peningkatan saturasi oksigen (SpO 2 ) (Fernandes et al., 2011).
17 23 Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiansyah (2013) mengenai pengaruh teknik pernafasan butekyo terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tanggerang Selatan, menunjukkan adannya beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan setelah diberikan intervensi selama 2 minggu intervensi dan 2 kali kunjungan pada minggu I dan minggu II mengalami penurunan skor gejala asma. Latihan nafas buteyko ini dilakukan dua kali sehari selama dua minggu yaitu pada pagi hari dan sebelum makan siang/malam (Brindley, 2010).
BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciINSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )
1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit
Lebih terperinciAsma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.
A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT
PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun
Lebih terperinciPertukaran gas antara sel dengan lingkungannya
Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL
PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Oleh: DARU KUMORO CIPTO JATI
Lebih terperinciPrevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.
L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma
Lebih terperinciSuradi, Dian Utami W, Jatu Aviani
KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas
Lebih terperinciM.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.
Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic
Lebih terperinciASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya
ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH I Made Kusuma Wijaya Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka A.1. Definisi asma Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan hipereaktivitas saluran napas sehingga mengakibatkan terjadinya episode
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi atau Pengertian Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan
Lebih terperinciSMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18
SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut: 1 Asma 1.1. Pengertian Asma 1.2. Pencetus Asma 1.3. Tanda dan Gejala Asma 1.4. Klasifikasi
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013
ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma
bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronik yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat.
Lebih terperinciOrgan yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru
Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung
Lebih terperinciSMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi asma Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL
1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinciSPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND
SPIROMETRI Deddy Herman Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND RESPIRASI Ventilasi Difusi Perfusi VENTILASI Peristiwa masuk dan keluar udara ke dalam paru : Inspirasi Ekspirasi Inspirasi :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan berupa usaha, pekerjaan, kekuatan dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003). Aktivitas yang dimaksudkan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma telah di kenal sejak ribuan tahun lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan gejalagejala batuk,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI
PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI Dr. Taufik SpP(K) Bagian Pulmonologi FKUA/RSUP Dr.M.Djamil Padang PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Kekerapannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.
Lebih terperinci2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma
2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah
BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup
Lebih terperinciASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA
ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA Oleh : dr. Safriani Yovita Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperincikekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam
Lebih terperinciPENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG
PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG Vironica Dwi Permatasari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Merupakan salah satu reaksi hipersentivitas saluran napas, baik saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih menyeluruh mengenai determinan
Lebih terperinciASMA BRONKHIAL. inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar
ASMA BRONKHIAL A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Pengertian Asma atau RAD (Reactive Air-way Disease) adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA ATTACK
LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA ATTACK A. PENGERTIAN Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-t
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru
Lebih terperinciBAB II TUJUAN TEORITIS. sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003).
BAB II TUJUAN TEORITIS 2.1. ASMA 2.1.1 Defenisi Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) telah berkembang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia yang makin penting. PPOK menjadi penyakit berbahaya
Lebih terperinciGambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Definisi Asma menurut Global Initiative for Asthma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan lama sebesar 37%, perdarahan berlebihan sebesar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma 2.1.1 Pengertian Asma Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat menimbulkan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI. Disusun Oleh :
PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA KASUS ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter
Lebih terperinciANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN
ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat jenis
Lebih terperinciLATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA A. Pengertian 1. Batuk efektif Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak
Lebih terperinciBAB I LAPORAN PENDAHULUAN
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI PENYAKIT Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. Asma
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berarti terengah-engah atau sulit bernapas. Lebih dari. saluran pernapasan yang membuat pasien susah bernapas.
2.1 Defenisi Asma Bronkial BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kata Asma (Asthma) merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti terengah-engah atau sulit bernapas. Lebih dari 2000 tahun lalu, Hippocrates
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM
FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Bronkhiale 1. Definisi Asma bronkiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
Lebih terperinci