HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya"

Transkripsi

1 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat adalah dengan pengembangan komoditas unggulan daerah. Metode yang sesuai sangat diperlukan untuk menetapkan komoditas unggulan daerah agar pemanfaatan sumberdaya budidaya perikanan lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut. Untuk menentukan komoditas budidaya perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa alat analisis yaitu analisis Luas Panen tahun , analisis produktivitas tahun , analisis nilai margin produk tahun 2011, analisis permintaan tahun 2011, dan analisis preferensi masyarakat. Skala prioritas pemilihan komoditas perikanan budidaya dibuat dari setiap alat analisis. Terdapat tiga jenis kegiatan budidaya yaitu pertama budidaya laut, yang terdiri dari kerang hijau dan rumput laut dimana kedua jenis komoditas ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Lampung Timur berkembang mulai tahun 2011 dan dilakukan oleh pembudidaya kerang hijau dengan memanfaatkan lahan kosong antara bagan tancap kerang hijau, sehingga konstruksi untuk penambat tali budidaya rumput laut adalah bagan tancap kerang hijau. Kedua budidaya air payau, yang terdiri dari udang windu, udang vaname, kepiting Soka dan ikan bandeng, dan ketiga budidaya air tawar, yang terdiri dari ikan mas, ikan lele, Ikan Nila, ikan gurame, ikan tawes, ikan patin, ikan bawal tawar dan ikan betutu. Sedangkan udang putih, udang krosok, udang Lainnya dan ikan lainnya tidak dianalisis lebih lanjut karena udang putih dan udang krosok merupakan komoditas yang tidak dibudidayakan secara sengaja dan hanya sebagai hasil sampingan dari kegiatan budidaya ikan. Udang lainnya serta ikan lainnya merupakan gabungan dari beberapa jenis udang (udang rebon, udang galah, dan lain-lain) dan ikan (belut, mujair, baung, tambakan, dan lain-lain) yang memiliki jumlah produksi sangat kecil. Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas teratas hasil analisis untuk setiap kegiatan budidaya. Tabel 11 menunjukan jumlah produksi dan produksi rata-rata dari komoditas perikanan budidaya tahun di Kabupaten Lampung Timur.

2 30 Tabel. Jumlah produksi dan produksi rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Jenis Komoditas Budidaya Laut Jumlah Produksi (Ton) Rata-rata Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Udang Putih Udang Vaname Udang Krosok Udang Lainnya Kepiting Soka Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Nila Ikan Gurame Ikan Tawes Ikan Patin Ikan Lele Ikan Bawal Tawar Ikan Betutu Ikan Lainnya Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012). Analisis Tren Luas Panen Komoditas Perikanan Budidaya Analisis tren luas panen dilakukan berdasarkan data luas panen komoditas perikanan budidaya tahun yang kemudian dihitung nilai rataan luas panen tahun (Tabel 12). Terlihat bahwa komoditas yang memiliki luas panen rata-rata yang dominan selama 5 tahun terakhir untuk budidaya laut adalah kerang hijau ( ha), untuk budidaya air payau adalah ikan bandeng (1 167 ha) dan untuk budidaya air tawar adalah ikan mas (5 358 ha). Hal ini menunjukan secara tidak langsung bahwa komoditas tersebut unggul dari sisi penawaran dan menjadi pilihan usaha budidaya ikan yang utama para pembudidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur.

3 31 Berdasarkan rata-rata luas panen pada tabel 12, maka urutan peringkat komoditas perikanan budidaya untuk budidaya laut adalah ;(1) kerang hijau, (2) rumput laut, untuk budidaya air payau adalah ;(1) ikan bandeng, (2) udang windu, (3) udang vaname, (4) kepiting, dan untuk budidaya air tawar ; (1) ikan mas, (2) ikan patin, (3) ikan nila, (4) ikan lele, (5) ikan gurame, (6) ikan betutu, (7) ikan tawes, (8) ikan bawal tawar. Sehingga dari segi tren luas panen komoditas unggulan untuk budidaya laut adalah kerang hijau dan rumput laut, untuk budidaya air payau maka ikan bandeng, udang windu dan udang vaname yang menjadi komoditas unggulan, sedangkan untuk budidaya air tawar yang menjadi komoditas unggulan dari segi tren luas panen adalah ikan mas, ikan patin dan ikan nila. Tabel. Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Komoditas Budidaya Laut Luas Panen (Ha/Th) Rata-rata Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012). Analisis Tren Produktivitas Komoditas Perikanan Budidaya Analisis tren produktivitas dilakukan berdasarkan data produktivitas komoditas perikanan budidaya dan rataannya tahun (Tabel 13). Hasil analisis menunjukan bahwa rumput laut memiliki produktivitas ratarata lebih tinggi dibanding dengan kerang hijau untuk budidaya laut. Untuk budidaya air payau udang vaname memiliki produktivitas rata-rata tertinggi ( ton/ha/th) kemudian ikan bandeng (2.174 ton/ha/th), udang windu (1.605 ton/ha/th) dan kepiting soka terendah (0.952 ton/ha/th). Untuk budidaya air tawar urutan komoditas yang memiliki rata-rata produktivitas tertinggi hingga terendah adalah ikan lele (2.260 ton/ha/th), ikan

4 32 nila (0.551 ton/ha/th), ikan tawes (0.293 ton/ha/th), ikan gurame (0.174 ton/ha/th), ikan mas (0.129 ton/ha/th), ikan patin (0.123 ton/ha/th) dan ikan betutu (0.07 ton/ha/th). Tabel. Komoditas Budidaya Laut Produktivitas dan produktivitas rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun Kabupaten Lampung Timur Produktivitas (Ton/Ha/Th) Rata-rata Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012). Analisis Nilai Margin Analisis nilai margin produk dilakukan berdasarkan jumlah keuntungan yang dapat dihasilkan dalam memproduksi 1 kg ikan setiap bulannya pada tahun 2011 dan dibandingkan dengan jumlah modal yang dibutuhkan, kemudian dipersentasekan (Tabel 14). Peringkat diurutkan berdasarkan persentase perbandingan antara keuntungan dengan modal per kg ikan per bulan, dengan persentase terbesar untuk peringkat 1 dan persentase terkecil untuk peringkat terakhir. Hasil analisis menunjukan bahwa untuk budidaya laut membudidayakan rumput laut memberikan keuntungan lebih besar dibanding dengan membudidayakan kerang hijau, demikian pula persentase selisih antara keuntungan per kg ikan setiap bulan terhadap modal yang dibutuhkan. Sehingga komoditas rumput laut diberikan peringkat 1 dan kerang hijau peringkat 2. Untuk budidaya air payau, membudidayakan kepiting soka memberikan jumlah keuntungan paling besar (Rp5 979/kg/bln) namun jika dilihat dari persentase perbandingan antara keuntungan per kg perbulan dengan modal yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg komoditas maka udang vaname memiliki presentase terbesar (20.57%), sehingga dijadikan sebagai peringkat 1. Peringkat

5 33 selanjutnya berturut-turut adalah ikan bandeng (18.79%), kepiting soka (13.59%) dan udang windu (10.02%). Untuk budidaya air tawar komditas yang memiliki presentase perbandingan antara keuntungan perkg perbulan dengan modal perkg terbesar hingga terkecil berturut-turut adalah sebagai berikut : (1) ikan nila (14.45%); (2) ikan lele (11.06%); (3) ikan betutu (9.16%); (4) ikan gurame (7.64%); (5) ikan patin (6.04%); (6) ikan tawes (4.51%); (7) ikan mas (2.93%) dan ikan bawal tawar (2.52%). Tabel. Nilai keuntungan (margin) usaha budidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur tahun Komoditas Lama budidaya/mt (bulan) Modal (Rp/Kg) Harga (Rp/Kg) keuntungan (Rp/Kg) Keuntung an /bln (Rp/Kg/Bln) Persentase keuntungan perbulan terhadap modal (%) Budidaya Laut Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Hasil Wawancara dengan pembudidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur Tahun Analisis Permintaan Analisis permintaan dilakukan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi ikan Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 (Tabel 15). Berdasarkan data tersebut hanya 4 komoditas yang memiliki surplus ketersediaan yaitu kerang hijau ( ton), ikan lele (4.08 ton), ikan nila (2.15 ton) dan ikan tawes (0.01 ton), terdapat 2 komoditas yang memiliki ketersediaan nol yaitu kepiting dan ikan betutu, sedangkan 8 komoditas lainnya memiliki ketersediaan yang masih kurang. Urutan komoditas yang memiliki ketersediaan minus terbesar hingga terkecil adalah: ikan patin ( ton), udang vaname ( ton), rumput laut ( ton), udang windu ( ton), ikan bawal tawar (-4.01 ton), ikan mas (-1.92 ton), ikan gurame (-1.90 ton) dan ikan bandeng (-0.36 ton).

6 34 Surplus ketersediaan menunjukkan bahwa dari sisi permintaan kerang hijau, ikan lele, ikan nila dan ikan tawes telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi daerah dan masih ada surplus untuk menambah eksport dan kebutuhan industry pengolahan yang selama ini telah dilaksanakan. Sedangkan komoditas lainnya belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daerah dan lebih mengutamakan kebutuhan pasar luar daerah, sehingga menjadi peluang yang baik untuk lebih dikembangkan agar kebutuhan daerah tidak lagi mengandalkan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan hal tersebut urutan peringkat komoditas diberikan pada komoditas yang memiliki minus ketersediaan terbesar untuk peringkat pertama dan surplus terbesar untuk peringkat terakhir. Komoditas Tabel. Ketersediaan dan konsumsi ikan tahun 2011 Produksi Tahun 2011 Eksport*) Total Konsumsi Total Permintaan Ketersediaan (Ton) % (Ton/Th) (Ton/Th) (Ton/Th) (Ton/Th) Budidaya Laut Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012); *) hasil wawancara dengan pedagang pengumpul dan pembudidaya ikan Tahun 2012 Urutan peringkat peringkat komoditas dari sisi permintaan untuk budidaya laut adalah (1) rumput laut; (2) kerang hijau. Untuk budidaya air payau urutan peringkat adalah (1) udang vaname; (2) udang windu; (3) ikan bandeng; dan (4) kepiting soka. Untuk budidaya air tawar urutan peringkat adalah (1) ikan patin; (2) ikan bawal tawar; (3) ikan mas; (4) ikan gurame; (5) ikan betutu; (6) ikan tawes; (7) ikan nila; dan (8) ikan lele. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 menurut Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Timur, sebanyak 26.3 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa, maka pada tahun 2011 Kabupaten Lampung Timur menghabiskan ikan untuk konsumsi sebanyak ± ton, sedangkan jumlah produksi ikan pada tahun 2011 hanya sebanyak ton. Ini artinya bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

7 35 ikan daerah, Kabupaten Lampung Timur masih mengandalkan pasokan ikan dari perikanan tangkap dan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul ikan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan masyarakat, pasokan dipenuhi dari luar daerah seperti Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Tengah untuk komoditas perikanan tangkap air tawar, Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesawaran untuk komoditas rumput laut dan dari Jawa Barat untuk komoditas perikanan budidaya air tawar. Analisis Preferensi Masyarakat Analisis preferensi masyarakat dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara untuk melihat urutan komoditas perikanan budidaya yang dipilih masyarakat untuk dibudidayakan dan dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu dasar pemilihan tiga komoditas utama yang akan dijadikan unggulan. Asal Responden Tabel. Daftar Responden untuk preferensi masyarakat Jumlah (orang) Petugas dan Penyuluh Perikanan 15 Pembudidaya Ikan 15 Pedagang Pengumpul 15 Jumlah 45 Penyebaran kuesioner dan wawancara dilakukan terhadap 45 orang responden yang tersebar di beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi perikanan, terdiri dari pembudidaya ikan, penyuluh dan petugas perikanan setempat dan pedagang pengumpul (Tabel 16). Setiap jawaban responden diberi bobot yang sama, dengan pertimbangan bahwa seluruh responden memiliki kekuatan yang sama dalam mempengaruhi keinginan masyarakat disekitarnya dalam berbudidaya ikan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan komoditas yang menjadi pilihan masyarakat untuk dibudidayakan adalah sebagai berikut: untuk budidaya laut (Gambar 4) kerang hijau menjadi pilihan utama ( dipilih oleh 64.44% responden) kemudian rumput laut (dipilih oleh 35.56% responden), untuk budidaya air payau (1) ikan bandeng (dipilih oleh % responden); (2) udang windu (33.33 %); (3) udang vaname (11.11 % ) dan (4) kepiting soka (Gambar 5). Untuk budidaya air tawar (Gambar 6) komoditas yang menjadi pilihan masyarakat adalah (1) ikan lele (dipilih oleh 37.78% responden), (2) ikan gurame (dipilih oleh 20% responden), (3) ikan mas (dipilih oleh 17.78% responden), (4) ikan nila (dipilih oleh 15.56% responden), (5) ikan patin (dipilih oleh 6.67% responden), (6) ikan betutu (dipilih oleh 2.22% responden), sedangkan ikan bawal tawar dan ikan tawes menjadi peringkat terakhir karena tidak satupun responden memilih komoditas tersebut.

8 36 Budidaya Laut Persentase Kerang Hijau Komoditas Rumput Laut Gambar. Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya laut Persentase Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Payau Gambar Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air payau

9 Persentase Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu 0.00 Budidaya Air Tawar Gambar Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan hasil beberapa alat analisa di atas maka dilakukan penetapan komoditas unggulan dengan menerapkan teknik pembobotan pada nilai urutan prioritas setiap alat analisis. Besarnya bobot setiap alat analisis ditentukan melalui AHP, dengan responden berasal dari pihak akademisi ( Tabel 17) yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis untuk menentukan komoditas unggulan perikanan budidaya disajikan pada Gambar 7. Tabel. Daftar responden untuk menentukan bobot alat analisis melalui AHP untuk menetapkan komoditas unggulan Daftar Responden AHP Jumlah Dosen Departemen Budidaya Perairan Fak. Perikanan IPB 3 Dosen Departemen ITSL IPB 1 Dosen Prodi Budidaya Perairan Polinela 1 Jumlah 5

10 38 Penetapan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Analisis Tren Luas Panen (5.7%) Analisis Tren Produktivitas (12 %) Analisis nilai margin produk (36 %) Analisis Permintaan (36.6 %) Analisis Preferensi Masyarakat (9.7 %) Gambar Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Berdasarkan AHP dari kombinasi seluruh responden, maka analisis permintaan memiliki nilai tertinggi (36.6%) diikuti oleh analisis nilai margin produk (36%), analisis tren produktivitas (12%), analisis preferensi masyarakat (9.7%) dan terakhir analisis tren luas panen (5.7%). Analisis permintaan mendapat nilai tertinggi karena menggambarkan aspek sosial ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan protein bersumber dari ikan dan peluang pasar dari komoditas perikanan budidaya. Dalam melakukan usaha budidaya perikanan, selain mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan protein bersumber dari ikan juga menelaah permintaan pasar akan suatu komoditas tertentu yang memiliki nilai jual tinggi dan bersaing. Permintaan juga menggambarkan kemampuan pasar dalam menyerap produksi suatu komoditas dan proses budidaya berjalan karena adanya jaminan pasar. Analisis nilai margin produk menggambarkan keuntungan yang akan didapat oleh pembudidaya. Pembudidaya akan membudidayakan komoditas yang memberikan keuntungan paling besar bagi mereka yang diharapkan akan meningkatkan pendaptannya. Analisis tren produktivitas menggambarkan kemampuan suatu komoditas untuk menghasilkan produksi per satuan luas yang berarti juga bahwa komoditas tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan budidayanya. Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil karena hanya memberikan gambaran mengenai kecenderungan luasan lahan perikanan budidaya yang dapat dipanen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Selain itu luas panen telah tergambar dari produktivitas suatu komoditas. Komoditas yang ditetapkan menjadi komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang memiliki urutan prioritas tertinggi. Penetapan tiga komoditas teratas dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisis dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisis yang digunakan. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan persentase bobot. Hasil dari beberapa alat analisis (Tabel 18) menunjukkan bahwa untuk budidaya laut komoditas rumput laut menjadi prioritas pengembangan pertama baru kemudian kerang hijau. Untuk budidaya air payau prioritas pengembangan yang pertama adalah udang vaname baru kemudian ikan bandeng, dan udang windu. Untuk budidaya air tawar komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur adalah ikan patin pada prioritas pertama kemudian ikan nila dan ikan gurame.

11 39 Tabel. Urutan peringkat penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Komoditas Budidaya Laut Analisis Tren Luas Panen Analisis Tren Produkti vitas Analisis Nilai Margin (a) Analisis Permintaan Analisis Preferensi Masyarakat Jumlah Urutan Peringkat b) Kerang Hijau Rumput Laut Budidaya Air Payau Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Budidaya Air Tawar Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Twr Ikan Tawes Ikan Betutu Keterangan : a) Share nilai untuk setiap komoditas berdasarkan hasil perkalian urutan prioritas setiap komoditas dengan nilai persentase setiap alat analisa. b) Urutan peringkat 1 sampai 16 berdasarkan persentase terkecil hingga terbesar. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Kesesuaian Lahan dilakukan untuk kegiatan budidaya laut dengan komoditas rumput laut dan kerang hijau, budidaya air payau (tambak) dengan komoditas udang vaname, ikan bandeng dan udang windu dan budidaya air tawar dengan komoditas ikan patin, ikan nila dan ikan gurame. Penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan dan perairan sebagai faktor pendukung dan memperhatikan faktor pembatas. Penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dilakukan untuk menghindari kekeliruan pada tahap awal pemilihan lokasi budidaya yang akan menimbulkan peningkatan biaya konstruksi, operasional budidaya dan masalah lingkungan. Menurut Gunarto et al (2003) kerusakan lingkungan perairan dapat menyebabkan kegagalan panen. Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut Kegiatan budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur berkembang mulai tahun 2006 dengan komoditas yang dibudidayakan adalah kerang hijau, sedangkan budidaya rumput laut baru berkembang pada tahun 2011 dengan jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii. Budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan metode bagan tancap

12 40 dengan kolektor berupa tali yang umumnya dilakukan pada kedalaman ± 5 8 m. Sedangkan budidaya rumput laut dilakukan oleh pembudidaya kerang hijau dengan memanfaatkan lahan kosong antara bagan tancap kerang hijau miliknya dan memanfaatkan konstruksi bagan tancap kerang hijau sebagai penambat tali polietilen pengikat bibit rumput laut. Hal ini menyebabkan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut tidak dapat dipisahkan dengan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya kerang hijau. Kelas kesesuaian lahan untuk budidaya laut ditentukan dengan mempertimbangkan faktor pendukung meliputi: kedalaman laut (bathimetri), suhu, salinitas, kandungan oksigen terlarut, arus dan keterlindungan. Kedalaman perairan akan mempengaruhi metode budidaya yang dapat dilakukan. Kedalaman perairan berhubungan dengan kecerahan atau sejauh mana cahaya matahari dapat berpenetrasi yang mempengaruhi kesuburan perairan atau ketersediaan makanan alami bagi kerang hijau serta mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dimana proses fotosintesis sangat tergantung pada cahaya matahari. Pada umumnya spat kerang hijau dapat ditemui pada kedalaman m, dimana makanan alami bagi kerang hijau cukup tersedia (Vakily, 1989). Suhu perairan sangat mempengaruhi perkembangan kerang hijau dan rumput laut. Menurut Manoj Nair dan Appukuttan (2003) suhu optimum untuk penempelan spat kerang hijau adalah sekitar 29ºC - 31ºC sedangkan suhu lebih tinggi berdampak lebih baik bagi pertumbuhan kerang hijau dibandingkan suhu lebih rendah. Berdasarkan penelitian Karif I.V. (2011) sebaran rata-rata suhu permukaan laut jawa bagian barat pada musim barat (November-Februari) ºC ºC, musim peralihan I (Maret-April) ºC ºC, musim timur (Mei-Agustus) 29.00ºC C dan pada musim peralihan II (September- Oktober) sebesar 29.36ºC 29.63ºC. Data tersebut menunjukkan bahwa sebaran rata-rata suhu permukaan laut di perairan Lampung Timur (Laut Jawa bagian barat) memiliki sebaran suhu rata-rata permukaan laut yang optimum untuk penempelan spat kerang hijau. Salinitas dan kandungan oksigen merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan kerang hijau dan rumput laut. Nilai salinitas dan kandungan oksigen yang optimum bagi pertumbuhan kerang hijau adalah 30 ppm dan >6 mg/l, sedangkan nilai salinitas < 20 ppm dan kandungan oksigen <3 mg/l berdampak negatif bagi pertumbuhan kerang hijau. Faktor keterlindungan dan arus sangat berhubungan erat dan memiliki nilai yang berkorelasi positif. Pada lokasi perairan yang terlindung akan memiliki arus dengan kecepatan rendah, sedangkan pada lokasi yang tidak terlindung akan memiliki kecepatan arus yang relatif lebih tinggi. Lokasi perairan laut Lampung Timur merupakan perairan terbuka menghadap Laut Jawa, sehingga tidak terlindung, terlebih posisi pulau-pulau kecil yang ada di wilayah Lampung Timur berada jauh dari pantai sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap keterlindungan perairan. Arus sangat berpengaruh terhadap penempelan spat, perairan yang tidak memiliki arus sama sekali akan membuat spat sulit untuk menempel pada kolektor. Sedangkan arus yang terlalu cepat akan merontokan spat yang telah menempel. Faktor pembatas adalah kondisi spesifik dilapangan yang membatasi atau lokasi yang tidak dapat digunakan untuk kegiatan budidaya kerang hijau dan rumput laut Dalam penelitian ini sebagai kategori pembatas ditentukan jarak

13 41 sejauh 4 mil dari garis pantai sebagai batas wilayah laut wewenang kabupaten seperti yang diatur dalam Undang-undang no.32 tahun 2004 dan 500 meter dari lokasi pertambakan untuk menghindari pencemaran perairan sisa budidaya tambak yang dapat meberikan efek negatif terhadap kerang hijau dan rumput laut. Kerang hijau merupakan salah satu jenis kekerangan yang memiliki pola makan dengan menyaring kolom air (filter feeder) sedangkan rumput laut mendapatkan nutrisi dari lingkungan sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya, sehingga jika dibudidayakan pada perairan yang tercemar maka bahan pencemar akan terakumulasi pada daging kerang dan batang rumput laut. Hal ini tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan kerang hijau dan rumput laut, namun akan berpengaruh negatif terhadap manusia yang mengkonsumsi kerang dan rumput laut yang dibudidayakan pada perairan tercemar. Untuk menghindari hal tersebut, kajian kesesuaian lahan merupakan tahap awal yang penting dilakukan. Penilaian kesesuaian lahan untuk kerang hijau dan rumput laut dilakukan pada 3 musim yang berbeda yaitu musim barat (November- Februari), musim timur (Mei Agustus) dan musim peralihan (Maret April dan September Oktober). Musim Barat bertiup angin dari arah barat menuju timur yang biasanya bersamaan dengan musim penghujan sehingga kondisi gelombang cukup besar dan salinitas serta suhu permukaan laut mengalami fluktuasi. Musim Timur, angin bertiup dari arah timur ke barat dan biasanya bersamaan dengan musim kemarau sehingga kondisi laut sangat tenang bahkan bisa dikatakan tidak bergelombang sama sekali dan suhu serta salinitas relatif stabil. Sedangkan pada musim peralihan dari musim barat ke musim timur maupun sebaliknya kondisi perairan akan sangat tidak stabil. Angin bertiup dengan arah yang tidak beraturan menyebabkan gelombang besar dan arus dengan kecepatan tinggi sehingga kondisi lingkungan perairan akan mengalami fluktuasi yang sangat signifikan. Kondisi musim yang berbeda tersebut akan menyebabkan kondisi perairan berbeda. Penentuan tingkat kelayakan untuk kondisi lingkungan perairan menggunakan system skor 1-4 (Giap dan Yakupitiyage, 2005), skor 4 adalah sangat layak dan 1 adalah tidak layak bagi budidaya kerang hijau. Skor masing-masing parameter lingkungan perairan ditentukan berdasarkan tingkat kesesuaiannya untuk budidaya kerang hijaudan rumput laut (Tabel 19).

14 42 PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM TIMUR DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Lampung Tengah Bungur TNWK Linggo Kec. Sukadana Agung Kec. Labuhan Ratu Kec. Way Jepara Marga Tiga Kec. Braja Selebah Kec. Sekampung Udik Kec. Mataram Baru Kec. Bandar Sribhawono Kec. Lab. Maringgai Kec. Melinting Kec. Marga Sekampung Kec. Waway Karya Kec. Gunung Pelindung Kec. Jabung Sumber : - Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi lapang - Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur) Kec. Pasir Sakti Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2013 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim timur (Mei Agustus)

15 43 Tabel. Tingkat kesesuaian lingkungan perairan untuk budidaya laut (kerang hijau dan rumput laut) di Kabupaten Lampung Timur Kesesuaian Parameter Sangat Sesuai Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai Bathimetri (m) ; 7-10 < 2 ; > 10 Keterlindungan Terlindung Terlindung Terlindung Tidak Terlindung Suhu ( C) ; ; < 14 ; > 35 Salinitas (ppm) ; ; < 27 ; > 35 Arus (cm/det) <20 ;> 40 Kandungan Oksigen > < 2 Sumber : Radiarta, Saputra dan Ardi (2011), Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Bobot dari masing-masing parameter lingkungan ditentukan dengan pairwise comparison yang merupakan bagian dari AHP (Tabel 20). Kelebihan metode AHP adalah dapat menghasilkan tingkat konsistensi dari bobot yang dibuat dengan menghitung rasio konsistensi. Nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang dapat diterima dan menunjukan pembobotan yang konsisten(saaty, 1977). Tabel. Matrik Pair wise comparison untuk menentukan bobot dari masingmasing peubah lingkungan perairan untuk analisis kesesuaian lahan budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur Parameter Bathimetri Keterlindungan Salinitas suhu Oksigen Gelombang Bobot Bathimetri Keterlindungan 1/ Salinitas 1/3 1/ Suhu 1/5 1/3 1/ Oksigen 1/9 1/8 1/9 1/4 1 1/ Arus 1/6 1/4 1/4 1/ Rasio konsistensi : 0.03 Tingkat kepentingan dari masing-masing parameter disusun berdasarkan studi pustaka dan opini responden. Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Timur Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei-Agustus) ditemukan lahan (perairan laut) dengan kriteria sangat sesuai (S1) dengan luas ± ha (50.7%), kriteria sesuai (S2) seluas ha (23.53%), kriteria kurang sesuai (S3) seluas ha (24.26 %). Sedangkan kriteria tidak

16 44 sesuai (N) ditemukan seluas ha (1.5%) seperti tersaji pada gambar 8 dan gambar 9. Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Timur ( Mei - Agustus) N 1.5% ha ha S % S % S % ha ha Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei Agustus) Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Barat Berdasarkan penilaian kesesuaian perairan laut untuk budidaya laut pada musim barat (November Februari) tidak terdapat lahan dengan kriteria sangat sesuai (S1). Terdapat perairan dengan kriteria sesuai (S2) seluas ha atau sebesar % dari total luasan perairan yang dinilai, perairan laut seluas ha (23.65%) memiliki kriteria cukup sesuai (S3), kesesuaian lahan dengan kriteria tidak sesuai (N) seluas Ha (1.11 %) (Gambar 10 dan 12). Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut Pada Musim Barat (November - Februari) N 1.11 % 1069 ha ha S % S % ha Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim barat (November Februari)

17 45 Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Peralihan Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret - April dan September - November) tidak ditemukan lahan dengan kriteria sangat sesuai (S1) (Gambar 13). Terdapat lahan perairan laut seluas ha (59.95%) dengan kriteria sesuai (S2), untuk lahan dengan kriteria kurang sesuai seluas ha (38.94%), sedangkan lahan dengan kriteria tidak sesuai (N) ditemukan seluas ha (1.11%) (Gambar 11). Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Peralihan (Maret - April dan September - November) N 1.1% ha S % ha S % ha Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret April dan September - November)

18 46 PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM BARAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Lampung Tengah Bungur TNWK Linggo Kec. Sukadana Agung Kec. Labuhan Ratu Kec. Way Jepara Marga Tiga Kec. Braja Selebah Kec. Sekampung Udik Kec. Mataram Baru Kec. Bandar Sribhawono Kec. Lab. Maringgai Kec. Melinting Kec. Marga Sekampung Kec. Waway Karya Kec. Gunung Pelindung Kec. Jabung Sumber : - Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi lapang - Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur) Kec. Pasir Sakti Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2013 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim barat (November Februari)

19 47 PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM PERALIHAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Lampung Tengah Bungur TNWK Linggo Kec. Sukadana Agung Kec. Labuhan Ratu Kec. Way Jepara Marga Tiga Kec. Braja Selebah Kec. Sekampung Udik Kec. Mataram Baru Kec. Bandar Sribhawono Kec. Lab. Maringgai Kec. Melinting Kec. Marga Sekampung Kec. Waway Karya Kec. Gunung Pelindung Kec. Jabung Sumber : - Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi lapang - Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur) Kec. Pasir Sakti Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2013 Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim peralihan (Maret April dan September November)

20 48 Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Air Payau Proses budidaya udang vaname, udang windu dan ikan bandeng di Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini dilakukan dalam tambak, sehingga penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya udang vaname, udang windu dan ikan bandeng merupakan penilaian kesesuaian lahan untuk tambak. Pemilihan lokasi tambak yang tepat sangat menetukan keberhasilan usaha budidaya tambak udang atau bandeng. Jika pemilihan lokasi tambak sudah dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan syarat tumbuh kembang udang atau bandeng maka usaha budidaya yang dilakukan memiliki peluang untuk berhasil dan menguntungkan. Kriteria untuk penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya tambak berdasarkan pada Poernomo (1992) dan Pantjara (2008), penggunaan kriteria terutama pada parameter yang bersifat permanen dan sulit untuk diubah yaitu lereng, tekstur, drainase, tebal gambut, jarak dari pantai, jarak dari sungai, amplitude pasang surut, curah hujan dan penutupan lahan. Lereng sangat mempengaruhi lokasi tambak, karena berkaitan dengan kemudahan pengisian air laut maupun pembuangannya. Semakin tinggi letak suatu lokasi akan semakin sulit untuk dijangkau oleh pasang surut dan semakin landai suatu lokasi maka semakin banyak daerah yang dapat dimanfaatkan untuk tambak. Wilayah Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng 8-15% yaitu seluas 40% dari luas keseluruhan kabupaten yaitu sekitar ,74 Ha. Sedangkan 18,15% luas wilayah (± ,99 ha) memiliki kemiringan lereng 0-3%. Wilayah dengan kemiringan 3-8% terdapat sekitar ,95 ha (37,23 %) dan untuk wilayah dengan kemiringan 15-30% terdapat seluas ,32 ha atau 4,62 % dari total luas kabupaten (tabel 21). Tekstur tanah berkaitan dengan kemampuan tanah untuk menahan air hingga ketinggian tertentu, terutama untuk dijadikan tanggul tambak. Semakin kuat kemampuan tanah untuk menahan air akan semakin baik. Tekstur tanah yang paling baik untuk tambak adalah liat berpasir (agak halus), namun masih ada toleransi untuk penggunaan tekstur tanah liat berdebu (halus) atau berlumpur (sedang). Drainase tanah berkaitan erat dengan tekstur tanah. Tanah yang memiliki tekstur halus hingga sedang akan memiliki drainase yang buruk, sedangkan tanah dengan tekstur kasar akan memiliki drainase baik. Untuk keberadaan gambut dalam tanah biasanya berkaitan dengan porositas tanah, ph rendah dan kandungan bahan organik yang tinggi. Untuk menanggulangi masalah gambut di pertambakan adalah dengan pengelolaan lahan seperti memberi lapisan pada dasar tambak, pemupukan, pengapuran dan atau dengan reklamasi. Sehingga untuk mengurangi biaya pengelolaan lahan yang tinggi sebaiknya dalam pemilihan lokasi tambak menghindari keberadaan gambut dalam tanah. Tabel 22 menyajikan parameter, skor, bobot dan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur.

21 49 No. Tabel. Kemiringan lahan Kabupaten Lampung Timur Kecamatan Luasan (Ha) 0-3% 3-8% 8-15% 15-30% Jumlah 1. Metro Kibang Batanghari Sekampung Marga Tiga Sekampung Udik Jabung Pasir Sakti Waway Karya Marga Sekampung Labuhan Maringgai Mataram Baru Bandar Sribhawono Melinting Gunung Pelindung Way Jepara Braja Selebah Labuhan Ratu Sukadana Bumi Agung Batanghari Nuban Pekalongan Raman Utara Purbolinggo Way Bungur Jumlah Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011). Kriteria sangat sesuai (S1) artinya bahwa lahan sangat didukung oleh parameter fisik lokasi dan karakteristik lingkungannya, sehingga tidak memerlukan input yang besar dalam pegelolaannya. Untuk pengelolaan lahan dengan kriteria sesuai (S2), perlu input yang cukup besar untuk menghasilkan produksi yang diinginkan. Kriteria cukup sesuai (S3) mutlak memerlukan input besar dalam pengelolaannya, sedangkan untuk kriteria tidak sesuai (N) memiliki faktor pembatas yang membuat pengelolaan menjadi tidak mungkin dilakukan dan jika dipaksakan memerlukan input sangat besar dan akan mengakibatkan

22 50 penurunan karakteristik lingkungan dan kegagalan dalam proses produksi. Hasil penilaian disajikan dalam Gambar 14. Tabel. Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur Kesesuaian Parameter/Peubah Bobot*) S1=4 S2=3 S3=2 N=1 Lereng % 5 < 2 < > 3 Tekstur 3 Lempung Liat berpasir (agak halus) Lempung berpasir (sedang) Liat berdebu (halus) Drainase 3 sangat buruk Buruk Agak buruk, baik Lumpur, pasir (agak kasar) Cepat Tebal gambut (cm) 4 Tanpa Tanpa < Jarak dari garis pantai (m) >4000;<300 Jarak dari sungai (m) >2000 Amplitudo Pasang Surut(m) < 0.5 ; > 2.5 Curah hujan (mm/th) Penutupan Lahan 22 Belukar, tegalan, tambak Sawah, kebun rawa < 1000 ; >3500 Pemukiman, hutan, mangrove Sumber : Poernomo (1992), Pantjara (2008) *) Hasil AHP dengan responden dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Propinsi Lampung, DKP Kabupaten, Polinela, Pembudidaya (nilai konsistensi 0.04) Hasil penilaian kesesuaian lahan tambak untuk budidaya udang windu dan ikan bandeng (tabel 23) didapat lahan dengan kelas kesesuaian dengan kriteria sangat sesuai (S1) seluas ± ha, kelas kesesuaian dengan kriteria sesuai (S2) seluas ± ha, kelas kesesuaian dengan kriteria cukup sesuai (S3) seluas ±7 289 ha dan kelas kesesuaian dengan kriteria tidak sesuai (N) seluas ±3 462 ha. Sebanyak ±1 734 ha kelas sangat sesuai (S1) terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±2 099 ha di Kecamatan Pasir Sakti. Untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria sesuai (S2) sebanyak ±6 390 ha terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±6 137 ha terdapat di Kecamatan Pasir Sakti. Untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria kurang sesuai (S3) seluas ±3 357 ha terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±3 932 ha berada di Kecamatan Pasir Sakti. Sedangkan untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria tidak sesuai (N) seluas ±2 946 ha terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai dan seluas ±517 ha terdapat di Kecamatan Pasir Sakti.

23 51 Tabel. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur KELAS KESESUAIAN LUAS LAHAN (ha) KEC. LAB. MARINGGAI KEC. PASIR SAKTI TOTAL S S S N TOTAL Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Air Tawar Kriteria penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar tidak terlalu berbeda dengan budidaya tambak yang membedakan hanya pada faktor kelerangan, ada tidaknya pengaruh pasang surut air laut dan nilai salinitas air (Tabel 24). Tabel. Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur Parameter/Peubah Bobot*) Kesesuaian S1=4 S2=3 S3=2 N=1 Lereng % < 3; >10 Tekstur 12 Lempung Liat berpasir (agak halus) Lempung berpasir (sedang) Liat berdebu (halus) Lumpur, pasir (agak kasar) Cepat Drainase 12 sangat buruk Buruk Agak buruk. baik Tebal gambut (cm) 11 Tanpa Tanpa < Curah hujan (mm/th) Penutupan Lahan 5 Belukar, tegalan Sawah, kebun rawa, Pemukiman Pengaruh Pasang Srt 3 Tanpa; Tanpa Ada Salinitas (ppm) 7 0 < < 1000 ; >3500 Hutan Ada > 10 Sumber : Hardjowigeno S dan Widiatmaka (2007), Hartati S (2009), *) Hasil AHP dengan responden dari BBIS, BBI, DKP, Polinela (nilai konsistensi 0.02) Hasil penilaian terdapat lahan dengan kriteria kesesuaian S1 (sangat sesuai) seluas 123 ha yang terleak di Kecamatan Way jepara, S2 seluas ha, S3 seluas ha dan kriteria tidak sesuai (N) seluas ha yang tersebar di 24 kecamatan (Gambar 15 dan Tabel 25).

24 52 Sumber : - Peta administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur, 2011) - Peta Sistem Lahan (Repprort, 1981) - Data Kualitas Air (BLH Kab. Lampung Timur, 2011) Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau Kabupaten Lampung Timur

25 53 Sumber : - Peta administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur, 2011) - Peta Sistem Lahan (Repprort, 1981) - Data Kualitas Air (BLH Kab. Lampung Timur, 2011) Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar Kabupaten Lampung Timur.

26 54 Tabel. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur Kecamatan Luas Lahan (ha)/kelas Kesesuaian S1 S2 S3 N Jumlah Bandar Sribhawono Batanghari Batanghari Nuban Braja Selebah Bumi Agung Gunung Pelindung Jabung Labuhan Maringgai Labuhan Ratu Marga Sekampung Marga Tiga Mataram Baru Melinting Metro Kibang Pasir Sakti Pekalongan Purbolinggo Raman Utara Sekampung Sekampung Udik Sukadana Waway Karya Way Bungur Way Jepara Jumlah Pemetaan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Terhadap RTRW Berdasarkan hasil analisis sebelumnya didapatkan komoditas budidaya perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah rumput laut dan kerang hijau untuk budidaya laut, udang vaname, ikan bandeng dan udang windu untuk budidaya air payau dan ikan patin, ikan nila serta ikan gurame untuk budidaya air tawar. Untuk membuat arahan pengembangan untuk setiap komoditas dilakukan berdasarkan peta kesesuaian lahan dan mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur dan penggunaan lahan terkini (existing land use). Arahan pengembangan dilakukan pada kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya

27 55 manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian. Rencana Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan sumber daya alam dalam suatu satuan ruang bersifat dinamis. Dinamika perubahan pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan ruang bagi perkembangan budidaya sementara keberadaannya bersifat terbatas. Pola pemanfaatan dan arahan pengembangan ruang Kabupaten Lampung Timur merupakan pedoman bagi pembangunan ruang di wilayah Kabupaten Lampung Timur yang didasari pada prinsip pemanfaatan sumber daya alam berasaskan keseimbangan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang memiliki fungsi utama menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai budaya untuk menompang keberlangsungan pengembangan wilayah. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia. Adapun rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun menurut Bappeda Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 seperti dipaparkan pada Tabel 26. Berdasarkan alokasi pemanfaatan ruang tersebut, maka yang akan dijadikan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya perikanan pesisir adalah kawasan budidaya peruntukan budidaya perikanan. Penggunaan Lahan Terkini (Existing Land Use) Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur secara spasial ditampilkan pada Lampiran 3. Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur terdiri dari pemukiman, sawah, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, semak belukar, hutan rawa sekunder, savanna, tanah terbuka, tambak dan perairan. Permukiman pada umumnya didominasi oleh pemukiman jarang. Permukiman padat terdapat di Kecamatan Bandar Sribhawono, Mataram Baru, Labuhan Maringgai, Batanghari, Pekalongan, Sekampung Udik, Sekampung dan Way Jepara yang merupakan sentra perdagangan dan jasa. Emplasement tetap terdapat di Kecamatan Sukadana khususnya di PT National Tropical Fruit (NTF), Labuhan Ratu dan Taman Nasional Way Kambas. Penggunaan lahan yang paling dominan adalah pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur. Untuk perkebunan di wilayah Kabupaten Lampung Timur terdiri dari kebun campuran yang didominasi oleh tanaman lada, kakao, kelapa, karet dan lainnya. Lampung Timur mencakup perkebunan besar yang dikuasai badan hukum seperti NTF dan perkebunan rakyat yang dikuasai perseorangan. Taman Nasional Way Kambas merupakan hutan belukar yang berfungsi sebagai suaka alam bagi keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam.

28 56 Keberadaan Taman Nasional ini sering mendapatkan gangguan akibat kebakaran hutan, perambahan hutan, maupun pembalakan liar. Tabel. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun No Pemanfaatan Ruang Kawasan lindung hutan lindung Sebaran Luas (Ha) Keterangan Kec.Sekampung Udik, Kec. Marga Sekampung, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Melinting, Kec. Way Jepara, Kec Jabung, Kec Pasir Sakti, Kec. Labuhan Maringgai Perlindungan terhadap kawasan bawahnya Kawasan Hutan Lindung Gunung Balak, sebagian besar sudah berubah sehingga dikembangkan menjadi hutan kemasyarakatan Kawasan Hutan Lindung Muara Sekampung - Bergambut Kec. Braja Selebah, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Mataram Baru, Kec. Way Bungur, Kec. Way jepara - Resapan air Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Jabung, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Marga Sekampung, Kec. Melinting, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sekampung Udik, Kec. Way Jepara Perlindungan setempat - Sempadan pantai sempadan pantai TNWK, Kec. Labuhan Maringgai, Kec Pasir Sakti - Sempadan sungai Batanghari, Batanghari Nuban, Braja Selebah, Jabung,Labuhan Maringgai, Labuhan Ratu, Marga Sekampung, Margatiga,Metro Kibang,Pasir Sakti, Pekalongan, Purbolinggo, Raman Utara, Sekampung, Sekampung Udik, Sukadana, Waway Karya, Way Bungur, Way Jepara - Sekitar danau kec. Way jepara dan Kec. Sukadana suaka alam Kec. Labuhan Maringgai, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Pulau Segama Besar dan Pulau Segama Kecil Tidak diizinkan untuk pengembangan perkebunan dan akan ditanamai mangrove Termasuk dalam kawasan hutan lindung gunung balak sebagian besar menjadi areal pertambakan Danau Way Jepara dan Danau Beringin Pulau Segama merupakan wilayah tempat pemijahan penyu hijau dan penyu sisik

29 57 Tabel 26. (Lanjutan). Taman wisata Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan Rawan Bencana Pulau-pulau kecil Kawasan Budidaya Hutan produksi Peruntukan pertanian Peruntukan perkebunan Peruntukan peternakan Kec. Pekalongan, Kec Way jepara, Kec. Sukadana, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Mataram Baru Kec. Sekampung Udik, Kec. Melinting, Kec. Margatiga, Kec. Jabung Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Marga Sekampung, Kec. Melinting, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sekampung Udik, Kec. Raman Utara, Kec.Braja Selebah. Pulau Segama Besar, Pulau Segama Kecil, Pulau Gosong Sekopong, Pulau Batang Besar, Pulau Batang Kecil. Kec. Metro Kibang, Kec. Sekampung, Kec. Marga Tiga, Kec. Sekampung Udik. Menyebar di seluruh kecamatan Kec. Jabung, Kec. Marga Sekampung, Kec. Marga Tiga, Kec. Sekampung Udik, Kec waway Karya, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Mataram Baru, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Melinting, Kec. Gunung Pelindung, Kec. Way Jepara, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Sukadana, Kec. Batanghari Nuban diseluruh kecamatan Taman Wisata Swadaya, Danau Jepara, Danau Beringin Indah, Danau Kemuning, kawasan wisata Way Curup Taman Nasional Purbakala Pugung Raharjo, Museum Budaya, Sesat Agung, Desa Tradisional Wana, rumah tradisional gedong wani, dll Bencana Banjir Sebagai tempat suaka penyu sisik, penyu hijau dan keanekaragaman hayati/ biota laut Pertanian Tanaman Bahan Makanan dan Hortikultura Jenis tanaman perkebunan : Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet dan Lada pengembangan ternak besar dan kecil Tabel 26 (Lanjutan)

30 58. Peruntukan perikanan Tangkap Peruntukan perikanan budidaya Peruntukan perikanan pengolahan hasil Peruntukan pertambangan Peruntukan industri Peruntukan pariwisata Peruntukan pemukiman Laut, perairan umum, sungai rawa, dan waduk Kec. Labuhan Maringgai Budidaya Udang Windu, Udang Vaname, dan Ikan Kec labuhan Maringgai, Kec. Pasir Sakti dan TNWK Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sukadana, Kec. Mataram Baru, Kec. Way Jepara, Kec. Jabung, Kec. Urbolinggo, Kec. Raman Utara, Kec. Way Jepara Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Sekampung Udik, Kec. Pekalongan, Kec. Batanghari Nuban, Kec. Mataram Baru, Kec. Mataram Baru, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Marga Sekampung, Kec. Waway karya, Kec. Bumi Agung Kec. Sekampung Udik, Kec.Melinting, Kec. Sukadana, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Mataram Baru, Kec. Mataram Baru, Kec. Pekalongan diseluruh kecamatan Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011). Bandeng Pengembangan pelabuhan Pendaratan ikan (PPI) Psir kuarsa, basalt, pasir bangunan, lempung Industri besar, kecil dan rumah tangga Taman purbakala Pugung Raharjo, Wisata budaya Desa Wana, Museum Budaya, TNWK, Danau Beringin Indah, Wisata Pantai Mangrove centre, Pesanggrahan Way Curup, Wisata Agro, Agrowisata Pisang. perkotaan dan perdesaan dengan dilengkapi fasilitas Penggunaan lahan tambak terdapat di sepanjang pantai Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Komoditas yang dibudidayakan adalah udang windu, udang krosok, udang putih, kepiting dan ikan bandeng dengan pola budidaya tradisional plus dan semi intensif serta pola intensif untuk komoditas udang vaname. Lahan tambak yang ada pada umumnya merupakan tambak milik rakyat hasil alih fungsi hutan mangrove dan Sebagian besar berada dalam kawasan sempadan pantai yang seharusnya menjadi kawasan lindung sesuai dengan rencana pola ruang yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Lampung Timur, sebagian lagi berada di kawasan peruntukan perkebunan dan kawasan rawan banjir. Tambak yang berada di kawasan peruntukan budidaya perikanan hanyalah sebagian kecil tambak di Kecamatan Labuhan Maringgai. Namun jika ditinjau dari rencana kawasan strategis dalam RTRW (lampiran 2), tambak yang ada masuk dalam kawasan strategis minapolitan Kabupaten Lampung Timur.

31 59 Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini akan didapatkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra produksi sebagai kawasan prioritas pengembangan untuk penggunaan lahan budidaya perikanan berbasis komoditas unggulan. Secara prinsip perencanaan penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan hidup manusia mulai dari skala kecil sampai skala besar (Sitorus, 1992). Dalam kaitannya dengan keperluan yang lebih operasional, Sandy (1984) dalam Sitorus (1992) mengemukakan tiga tujuan perencanaan penggunaan lahan yaitu: 1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat, atau ingin menuju ke penggunaan lahan yang optimal; 2) mencegah adanya salah urus yang dapat merusak lahan, atau menuju penggunaan lahan yang berkesinambungan; dan 3) mencegah adanya tuna kendali atau menuju ke arah penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut terdapat perbedaan ketersediaan lahan pada setiap musim. Pada musim timur lahan yang tersedia sebanyak 50.71% memiliki kriteria kesesuaian kelas sangat sesuai (S1), 23.53% dengan kriteria sesuai (S2), dan 24.26% dengan kriteria cukup sesuai (S3), sedangkan pada musim barat dimana kondisi perairan cukup bergelombang dan berbarengan dengan musim penghujan tidak tersedia lahan dengan kriteria sangat sesuai(s1), lahan dengan criteria sesuai (S2) sebanyak 75% dan cukup sesuai (S3) sebanyak 24%. Untuk musim peralihan dimana arah angin berubahubah dan arus perairan lebih cepat tersedia lahan dengan kriteria sesuai (S2) sebanyak 59.95% dan lahan dengan kriteria cukup sesuai sebanyak 38.94%. Mengacu pada perbedaan ketersediaan lahan pada musim yang berbeda, maka pengembangan kawasan perikanan budidaya laut untuk mengembangkan komoditas rumput laut dan kerang hijau diarahkan pada lahan yang berlokasi disepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur. Lokasi tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan S1 pada musim timur dan kelas kesesuaian S2 pada musim barat dan musim peralihan (Gambar 16). Pembudidayaan rumput laut dan kerang hijau pada lahan yang sesuai diharapkan dapat meminimalisir biaya produksi terutama biaya pemeliharaan konstruksi. Pada musim barat dan musim peralihan dimana kondisi gelombang dan arus cukup tinggi, berpotensi menyebabkan kerusakan pada konstruksi bagan kerang hijau. Bagan kerang hijau yang berada di posisi luar lebih berpotensi terkena terjangan ombak dan arus pada musim barat dan musim peralihan, sehingga banyak yang mengalami kerusakan, baik kerusakan ringan maupun kerusakan berat, bahkan tidak jarang bagan diposisi terluar hilang tak berbekas. Hal ini menimbulkan kerugian cukup besar bagi pembudidaya, karena harus kembali membangun bagan kerang hijau yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya laut pada lahan sepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur, diharapkan dapat membuat kegiatan pembudidayaan komoditas rumput laut dan kerang hijau berjalan secara berkelanjutan. Hal ini selain lokasi memiliki kesesuain lahan yang sesuai juga jarak yang mudah ditempuh dari pinggir pantai.

32 60 TNWK Kec. Lab. Maringgai Sumber : - Peta Kesesuaian lahan untuk budidaya laut hasil analisis, Kec. Pasir Sakti Gambar Peta arahan pengembangan kawasan budidaya laut untuk komoditas rumput laut dan kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur Lahan perairan laut yang berada di sekitar pulau kecil tidak diarahkan untuk menjadi kawasan pengembangan budidaya laut karena sesuai dengan RTRW Kabupaten Lampung Timur, bahwa pulau-pulau kecil Kabupaten Lampung Timur diperuntukan bagi kawasan konservasi penyu sisik. Sehingga jika dikembangkan untuk budidaya laut dikhawatirkan akan mengganggu proses konservasi penyu sisik.

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency)

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency) STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Strategy for Development of Aquaculture Area in Lampung Timur Regency) Lia Ambasari 1, Komarsa Gandasasmita 2 dan Untung Sudadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan komoditas perkebunan. Hal ini didukung dengan keadaan iklim dan tanah di Indonesia yang sesuai dengan syarat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki luas wilayah sekitar 5.325,03 km 2 atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rakyat akan pangan, meningkatkan pendapatan petani, membantu. memantapkan swasembada pangan serta meningkatkan produksi tanaman

I. PENDAHULUAN. rakyat akan pangan, meningkatkan pendapatan petani, membantu. memantapkan swasembada pangan serta meningkatkan produksi tanaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat akan pangan, meningkatkan pendapatan petani, membantu memantapkan swasembada pangan

Lebih terperinci

10jO15'-106"20' Bujur Timur dan 4"37'-j"37' Lintang Selatan, dengall batas-

10jO15'-10620' Bujur Timur dan 437'-j37' Lintang Selatan, dengall batas- V. GAMBARAN UMUM WLAYAH DAN PRODUKS UB KAYU D DAERAH PENELTAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat 11 Lampung Timur rnembentang pada posisi 10jO15'-106"20' Bujur Timur dan 4"37'-j"37' Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor pertanian sebagai tumpuan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk. Keberadaan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan masyarakat sebagai steakholder serta pihak swasta, secara bersama-sama untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 60 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km2.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) Kesesuaian Lahan Perikanan berdasarkan Faktor-Faktor Daya Dukung Fisik di Kabupaten Sidoarjo Anugrah Dimas Susetyo dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persebaran Lahan Sesuai untuk Tanaman Kakao

HASIL DAN PEMBAHASAN Persebaran Lahan Sesuai untuk Tanaman Kakao HASIL DAN PEMBAHASAN Persebaran Lahan Sesuai untuk Tanaman Kakao Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Lampung Timur dilakukan dengan mencocokkan (matching) antara kualitas lahan pada tiap satuan

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Lampung Timur Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Lampung Timur Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Lampung Timur Tahun 2013 sebanyak 192.256 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Lampung Timur Tahun 2013 sebanyak sepuluh Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prioritas pembangunan di Indonesia terletak pada pembangunan bidang ekonomi dengan lebih difokuskan di sektor pertanian, karena sektor pertanian yang berhasil merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki kawasan pesisir yang luas dari tiap wilayah pulaunya. Kawasan pesisir ini digunakan oleh penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

DATA HASIL PENYELIDIKAN TANAH KAB. LAMPUNG TIMUR PROPINSI LAMPUNG

DATA HASIL PENYELIDIKAN TANAH KAB. LAMPUNG TIMUR PROPINSI LAMPUNG DATA HASIL PENYELIDIKAN TANAH KAB. LAMPUNG TIMUR PROPINSI LAMPUNG No. Kec. Labuan Maringgai Kedalaman Tanah Keras(m) Jum.H.Lekat Undisturbed Sieve Analis (%) Pk > 150-200 Kg/Cm2 JHL (Kg/Cm2) Sample (m)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng

Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Perikanan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng Fadhil Surur Laboratorium Keahlian Perencanaan Tata Ruang Pesisir dan Kepulauan, Jurusan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. tanaman khususnya padi (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2015).

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. tanaman khususnya padi (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2015). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

TABEL MATRIK INDIKASI PROGRAM UTAMA RTRW KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Waktu Pelaksanaan PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM th 5 th 5 th

TABEL MATRIK INDIKASI PROGRAM UTAMA RTRW KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Waktu Pelaksanaan PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM th 5 th 5 th TABEL MATRIK INDIKASI PROGRAM UTAMA RTRW KABUPATEN LAMPUNG TIMUR LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR : 04 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN LAMPUNG

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah yang sering muncul di tengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan secara umum adalah suatu ketidakmampuan individu untuk

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebuah masyarakat dibidang ekonomi. Oleh sebab itu untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebuah masyarakat dibidang ekonomi. Oleh sebab itu untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan secara umum diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali kemajuan yang dimaksud adalah kemajuan material. Maka,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA OLEH: IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc BANDA ACEH NOVEMBER 2015 Kingdom: Phylum: Class: Order: Family: Genus: Species Animalia Mollusca Bivalvia/Pelecypoda

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Lokasi Penelitian Kabupaten Bima sebagai bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak di ujung Timur Pulau Sumbawa secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DIAN RATNA SARI

PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DIAN RATNA SARI PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DIAN RATNA SARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu bagian dari wilayah Propinsi Lampung dengan luas wilayah administrasi sekitar 5 325.03

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

Propinsi LAMPUNG. Total Kabupaten/Kota

Propinsi LAMPUNG. Total Kabupaten/Kota Propinsi LAMPUNG Total Kabupaten/Kota Total Kecamatan Total APBN (Juta) Total APBD (Juta) Total BLM (Juta) : 14 : 214 : Rp. 355.410 : Rp. 23.390 : Rp. 378.800 82 of 342 PERDESAAN PERKOTAAN BLM KAB KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini memiliki banyak wilayah pesisir dan lautan yang terdapat beragam sumberdaya alam. Wilayah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

01 GAMBARAN UM AKSI DAERA 04 TINDAK LANJUT

01 GAMBARAN UM AKSI DAERA 04 TINDAK LANJUT MEMPRAKTIKA AN PANCASILA Di KABUPATEN L LAMPUNG TIMUR Oleh: CHUSN NUNIA Bupati Lamp pung Timur Pada Acara Fest tival HAM 2016 Bojonegoro, 1 Desember 2016 KERANGKA PAPARAN 01 GAMBARAN UM MUM 02 VISI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : LAMPUNG SELATAN 18.01 LAMPUNG SELATAN 55.514 521.839 1.09.353 1 18.01.04 NATAR 92.463 9.998 12.461 2 18.01.05 TANJUNG BINTANG 39.40 32.90 2.440 3 18.01.06 KALIANDA 62.805 58.683 121.488

Lebih terperinci