BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan
|
|
- Hadian Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kulit Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dan melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan (Syaifuddin, 2001) Struktur kulit Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan: epidermis, dermis, dan lapisan lemak di bawah kulit (Lachman, dkk., 1994). 1. Epidermis Epidermis sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit, dan nutrisi dari tubuh dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan substansi asing dari luar tubuh. Epidermis juga mencegah atau menghambat kehilangan air dari tubuh dan menjaga keseimbangan dinamis dengan lingkungan dalam. Epidermis merupakan lapisan kulit luar, dengan tebal 0,16 mm pada pelupuk mata sampai 0,8 mm pada telapak tangan dan telapak kaki. Epidemis dapat dibagi menjadi 5 lapisan: 1. Stratum korneum (lapisan tanduk) 2. Stratum lucidum (daerah sawar) 3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir) 5
2 4. Stratum spinosum (lapisan sel duri) 5. Stratum germinativum (lapisan sel basal) Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri, iritasi, kimia, alergi dan lain-lain. Stratum korneum paling tebal pada telapak kaki dan paling tipis pada pelupuk mata, pipi, dan dahi. Meliputi stratum korneum adalah lapisan permukaan film pelindung dengan ph antara 4,5-6,5, disebut mantel asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino dikarboksilat dalam sekresi keringat tercampur dengan substansi lipoid dari sebasea. Perubahan drastis ph mantel ini menyebabkan meningkatnya pemasukan bakteri dan bermacammacam penyakit kulit (Anief, 1977). Stratum korneum mengandung sebagian besar lapisan sel dan sel-sel terbesar dari beberapa daerah di epidermis. Jaraknya sekitar 15 lapisan di area seperti wajah dan sekitar 25 lapisan atau lebih di area lengan. Area khusus, seperti telapak tangan dan telapak kaki memiliki seratus atau lebih sel yang berada di permukaan. Sel-sel stratum korneum berukuran besar, berbentuk gepeng, dan polihedral (Soter and Baden, 1984). Stratum lucidum terletak di bawah stratum korneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Stratum germinativum adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya (Tranggono dan Latifah, 2007). 6
3 2. Dermis Daerah dermis didefinisikan dengan perbedaan di dalam struktur pembentuk dan biokimia dari makromolekul jaringan penghubungnya, jenis, dan densitas sel-sel penyusunnya dan berhubungan dengan bahan-bahan mikrovaskulator. Masing-masing menangani secara berbeda pada penyakit sistemik, penyakit genetik, dan serangan lingkungan. Daerah papilar dan retikular pada dermis adalah dua daerah utama (Soter and Baden, 1984). 3. Jaringan Subkutan Berlemak Jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah dapat dijelaskan karena luas pemukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar daripada kedua yang lain (Anief, 1977) Fungsi kulit Menurut Syaifuddin (2001) kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting, diantaranya: 1. Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, dan gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi dan juga menjaga bagian tubuh terhadap gangguan panas, misalnya radiasi, sinar ultraviolet dan gangguan infeksi dari luar, misalnya bakteri dan jamur. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu, terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia 7
4 dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara ph 5-6,5 yang merupakan perlindungan terhadap infeksi, jamur dan sel-sel kulit yang telah mati dan melepaskan diri secara teratur. 2. Fungsi absorpsi Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbon dioksida, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel yang menembus sel-sel epidermis atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis. 3. Fungsi eksresi Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit. Keasaman pada kulit merupakan salah satu faktor pertahanan alami kulit terhadap mikroorganisme. 4. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Untuk rangsangan panas diterima dermis dan subkutis, sedangkan untuk rangsangan dingin terjadi di dermis. 8
5 5. Fungsi pengaturan suhu tubuh Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi otot dengan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. 6. Fungsi pembentukan pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan oksigen. Sinar matahari mempengaruhi melanosom. 7. Fungsi keratinisasi Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus melalui proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis. Proses keratinisasi yang baik pada kulit membuat kulit menjadi lebih sehat karena sel kulit dapat beregenerasi. 8. Fungsi pembentukan vitamin D Vitamin D berlangsung dengan mengubah dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. 9
6 Kulit manusia dalam keadaan normal senantiasa ditumbuhi sejumlah mikroorganisme yang disebut resident flora. Beberapa mikroorganisme tumbuh pada kulit karena terkontaminasi oleh udara yang mengandung mikroorganisme dan sifatnya hanya untuk sementara waktu ( transience flora ) (Tranggono dan Latifah, 2007). Kulit senantiasa berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari bendabenda di sekitarnya, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Kulit mempunyai keragaman yang luas dalam hal struktur dan fungsi di berbagai bagian tubuh. Perbedaan-perbedaan ini berfungsi sebagai faktor ekologis selektif untuk menentukan tipe dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada setiap bagian kulit. Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit tidak mampu bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Sebagai contoh, kelenjar keringat mengekskresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Kelenjar lemak mengekskresikan lipid yang kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian oleh beberapa bakteri; asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-bakteri lain (Irianto, 2006) Mekanisme pertahanan kulit Sebagai organ terluar yang menutupi permukaan tubuh, kulit mempunyai beberapa mekanisme pertahanan diantaranya adalah sebagai berikut Wasitaatmadja (1997): 1. Keasaman kulit Permukaan kulit mempunyai keasaman (ph) tertentu yang berkisar antara 4,5-6,0 yang dibentuk oleh asam lemak permukaan kulit (skin surface 10
7 lipid) yang berasal dari sebum, keringat, sel tanduk yang lepas, dan kotoran yang melekat pada kulit. Keasaman serendah itu tidak cukup untuk mempertahankan diri dari seluruh jasad renik, namun dapat mengurangi atau mengendalikan perkembangbiakan berbagai jasad renik. Diperkirakan bahwa peningkatan kadar keasaman kulit akan menurunkan kebutuhan CO 2 untuk metabolisme jasad renik pada permukaan kulit. 2. Pengelupasan (deskuamasi) kulit Mekanisme pergantian sel kulit secara terus-menerus dari sel basal ke sel tanduk yang kemudian terlepas (keratinisasi) tidak saja berguna untuk memperbaharui sel-sel yang tua tetapi juga sekaligus untuk melepas jasad renik yang menempel di tempat itu. Keratinisasi yang berlangsung baik akan membuat kulit menjadi tampak lebih sehat karena sel-sel kulit yang mati selalu berganti dengan sel kulit yang baru. Berbeda dengan mekanisme kimiawi di atas, mekanisme fisik ini sangat bergantung pada kecepatan proses keratinisasi yang terjadi apakah seimbang dengan kecepatan tumbuh dan mobilisasi jasad renik. 3. Daya antibakteri lemak permukaan kulit Lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit terdiri atas lipid trigliserida, kolesterol, skualen, ester kolesterol, lilin (wax), dan lilin ester. Dalam perjalanannya sebagian lipid tersebut akan mengalami pemecahan (degradasi) oleh jasad renik yang hidup di dalam folikel pilosebaseus menjadi asam-asam lemak tidak jenuh yang dapat bersifat bakteriostatik atau bahkan bakterisida. 4. Inhibisi kompetitor Jasad renik juga bersaing untuk dapat hidup (survive) di atas permukaan kulit. Apabila salah satu jenis jasad renik tumbuh dengan cepat dan menyerbu 11
8 lahan yang ditempati jasad renik lain, maka untuk mempertahankan diri jasad renik yang terdesak akan berusaha dengan segala cara untuk tetap berada di sana. 5. Kekeringan sel keratin Konsentrasi air di dalam sel keratin yang relatif rendah (kurang dari 15%) sangat tidak nyaman untuk pertumbuhan jamur dan berbagai bakteri. 6. Daya pertahanan lapisan dermis Sawar lapisan dermis yang berisi banyak pembuluh darah dan limfe bekerja secara imunologis untuk melawan jasad renik. 2.2 Uraian Jerawat Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksi: muka, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Jerawat merupakan jenis penyakit kulit yang sangat mudah dijumpai pada kebanyakan penduduk Indonesia. Penyakit ini menyerang remaja dan usia dewasa antara tahun pada wanita dan tahun pada pria (Wasitaatmadja, 1997 ; Santosa dan Gunawan, 2001). Penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, berbagai faktor diduga sebagai penyebab dan pemicu terjadinya jerawat. Faktor endogen dan eksogen diduga sebagai penyebab terbentuknya jerawat. Faktor-faktor tersebut antara lain karena keturunan, ras kulit manusia, musim atau iklim, hormonal, infeksi yang terjadi pada kulit, psikis, dan faktor makanan (Santosa dan Gunawan, 2001; Rahmawati, 2012). Jerawat memiliki gambaran klinis beragam, mulai dari komedo, papul, pustul, hingga nodus dan jaringan parut, sehingga disebut dermatosis polimorfik 12
9 dan memiliki peranan poligenetik. Pola penurunannya tidak mengikuti hukum Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah menderita jerawat yang parah pada masa remajanya, keturunannya akan memiliki kecenderungan serupa pada masa pubertas. Jerawat tidak mengancam jiwa tetapi jerawat mempengaruhi kualitas hidup dan memberi dampak sosioekonomi pada penderitanya (Movita, 2013) Penyebab terjadinya jerawat Menurut Wasitaatmadja (1997) jerawat merupakan sumbatan pada kelenjar minyak, sumbatan tersebut dapat terjadi karena: 1. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai faktor, yaitu: genetik, rasial, hormonal, cuaca, jasad renik, makanan, stress psikis dan lain-lain. Salah satu pengaruh hormonal dapat dilihat ketika seseorang mengalami menstruasi, biasanya jerawat akan lebih sering muncul. Jerawat demikian disebut acne vulgaris. 2. Tertutupnya saluran kelenjar keringat sebasea oleh massa eksternal, baik dari kosmetika (acne kosmetika), bahan kimia di tempat bekerja (acne akibat kerja), di rumah tangga (house-wife acne), deterjen (acne detergicans), atau bahkan tekanan helm atau ikatan rambut (frictional acne). Acne akibat zat eksternal disebut sebagai acne venenata. 3. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif terjadi pada acne fisik Jenis-jenis jerawat Pada jerawat tidak dikenal adanya stadium atau tahap perjalanan penyakit, yang ada ialah gradasi yaitu tingkat berat ringannya penyakit. 13
10 Muliyawan dan Suriana (2013) membagi jerawat menjadi beberapa jenis, diantaranya: 1. Acne punctata Acne punctata adalah black head comedo atau white head comedo yang bisa menjadi cikal bakal tumbuhnya jerawat, jika kuman masuk ke dalam sumbatan pori-pori kulit, maka komedo berganti menjadi jerawat. 2. Acne papulosa Acne papulosa yaitu peradangan di sekitar komedo yang mirip dengan tonjolan kecil seperti bisul. Biasanya jerawat ini muncul karena adanya bakteri Propionibacterium acne di kulit. Bakteri ini masuk ke dalam poripori kulit yang tersumbat debu. 3. Acne pustulosa Acne pustulosa yaitu jerawat yang berkumpul dalam jumlah banyak. 4. Acne indurate Acne indurate yaitu jerawat yang terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus hingga menimbulkan abses. 5. Cystic acne Cystic acne yaitu jerawat dengan ukuran besar-besar dan hampir memenuhi seluruh wajah disebut juga jerawat batu. Secara sederhana jenis jerawat terbagi dua, jerawat ringan dan jerawat parah. Jerawat ringan berupa komedo terbuka (blackhead) atau komedo tertutup (whitehead). Jerawat yang parah adalah jerawat disertai infeksi dengan ciri-ciri bernanah, berkantung-kantung dan bersambung-sambung. Bentuk paling parah disebut acne konglobata, bentuk jerawat yang seperti ini memerlukan 14
11 penanganan dokter untuk penyembuhannya. Pada kondisi jerawat yang ringan, penyembuhannya dapat dilakukan dengan bantuan kosmetik penyembuh jerawat. (Tranggono dan Latifah, 2007). Patogenesis jerawat meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas Propionibacterium acne (P. acne) (Tranggono dan Latifah, 2007) Penanggulangan jerawat Menurut Wasitaatmadja, (1997) usaha penanggulangan jerawat dapat dilakukan dengan 3 cara: 1. Pengobatan topikal Pengobatan topikal adalah pengobatan yang menjadi pilihan utama. Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi jerawat. Pengobatan topikal diberikan pada kondisi jerawat yang ringan, jika kondisi jerawat semakin parah dapat dikombinasikan dengan pengobatan sistemik. Obat topikal terdiri dari: - bahan iritan / pengelupas, misalnya sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-5%), benzoil peroksida (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%), dan asam azelat (15-20%); - obat lain, misalnya kortikosteroid topikal atau suntikan intralesi dapat dipakai untuk mengurangi radang yang terjadi. 2. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat jenis sedang sampai berat dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang, 15
12 menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin). Pengobatan dengan menggunakan antibiotik sebaiknya diawasi penggunaannya karena dapat menimbulkan resistensi. 3. Bedah kulit Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat jerawat, tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh, baik dengan cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser Bahan-bahan yang terdapat dalam produk anti jerawat Produk anti jerawat yang beredar di pasaran sangat bervariasi kandungan zat aktifnya. Berikut adalah beberapa kandungan zat aktif yang sering terdapat di produk anti jerawat antara lain: 1. Ethyl alcohol, merupakan bahan antiseptik untuk mencegah atau membunuh bakteri yang akan menginfeksi jerawat (Tranggono dan Latifah, 2007). 2. Triklosan, merupakan antiseptik bisfenol. Bisfenol yaitu gabungan dua fenol yang dihubungkan oleh rantai yang bermacam-macam. Triklosan mempunyai aktivitas antibakteri dengan merusak dinding sel bakteri. Triklosan memiliki spektrum yang luas, mempunyai daya antibakteri yang baik untuk bakteri gram positif dan kebanyakan gram negatif. Triklosan dapat diabsorbsi melalui kulit dan bersifat non alergik non mutagenik pada penggunaan jangka pendek. Kadar triklosan yang direkomendasikan oleh FDA yaitu 0,2% ini merupakan kadar minimal yang baik yang akan bekerja maksimal sebagai antibakteri (Sulistiyaningsih, 2010). Triklosan 16
13 sering digunakan untuk membunuh bakteri pada kulit dan permukaan lainnya, meskipun kadang-kadang digunakan untuk mengawetkan produk terhadap kerusakan akibat mikroba (Wijaya, 2013). 3. Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interseluler, dan melonggarkan serta mendesintegrasi korneosit (Sulistyaningrum, dkk., 2012). 4. Sulfur memiliki khasiat bakterisid dan fungisid lemah berdasarkan dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H 2 S 5 O 6 ). Belerang juga bersifat keratolitik (melarutkan lapisan tanduk) (Tan dan Rahardja, 2007). 5. Resorsinol, merupakan bahan anti pruritus (gatal) sehingga tidak muncul rasa gatal pada jerawat yang menyebabkan rasa ingin digaruk, sehingga mungkin terinfeksi oleh jari kotor dan bakteri (Tranggono dan Latifah, 2007). 6. Allantoin, digunakan dalam berbagai produk kosmetika seperti krim kulit, produk perawatan bibir, bedak, dan losion perlindungan terhadap sinar matahari, produk perawatan rambut. Direkomendasikan level penggunaannya pada kosmetika 0,1% hingga 0,5% (Thornfeldt, 2005). 7. Vitamin A (retinoid atau retinol), memiliki kemampuan biologis yang sangat penting dan bermanfaat bagi kulit, terutama untuk mengatasi masalah jerawat, penuaan, dan kelainan kulit lainnya, seperti psoriasis. 17
14 Keunggulan vitamin A dalam produk kosmetik antara lain dapat dengan mudah diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan kandungan air kulit. Retinoid acid (Tretinoin), salah satu turunan vitamin A merupakan keratolitik yang sangat kuat sehingga dapat mengangkat sel kulit mati yang menyumbat pori-pori kulit dan mencegah timbulnya jerawat. Selain mampu merangsang pembentukan sel kulit baru, retinoid dapat pula menghambat pertumbuhan sel penyebab psoriasis (Tranggono dan Latifah, 2007). 8. Vitamin C, merupakan antioksidan yang dapat meredam radikal bebas pada jerawat sehingga mencegah inflamasi pada jerawat (Sutono, 2013). 9. Vitamin E, penggunaan Vitamin E dalam kosmetik di antaranya adalah sebagai pelembab (moisturizer) dan sebagai agen antioksidan (Tranggono dan Latifah, 2007). 10. Asam azeleic, digunakan dengan konsentrasi krim 20 persen atau gel 15 persen, memiliki efek antimikroba dan komedolitik selain mengurangi pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase (Movita,2013) 11. Camphora, digunakan dalam obat jerawat untuk memberikan rasa dingin di kulit, antimikroba, dan menghilangkan rasa sakit ringan. Pada kondisi jerawat tertentu dapat menimbulkan rasa sakit sehingga dengan adanya champora rasa sakit tersebut dapat dikurangi. Camphora banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk anti jerawat (Muliyawan dan Suriana, 2013). 12. Tea tree oil 18
15 Tea tree oil adalah minyak essensial yang diperoleh dari destilasi daum Melaleuca alternifolia dan mempunyai sifat antiseptik yang secara tradisional digunakan untuk mencegah dan merawat infeksi. Kandungan terpinen-4-ol pada tea tree oil mempunyai aktivitas antimikroba yang dapat membunuh Propionibacterium acne (Badan POM RI, 2009). 2.3 Uraian Gel Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989; Ditjen POM, 1985). Bahan pembentuk gel terdiri dari matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkat ikatan silang fisik (atau kadangkadang kimianya) yang tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam, tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semi sintetis seperti metil sellulosa, hidroksietilsellulosa, karboksimetilsellulosa, dan carbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994). Menurut Martin,dkk., (1997) gel dibagi menjadi dua golongan, yakni: gel anorganik dan gel organik. Gel anorganik umumnya merupakan sistem dua fase, sedangkan gel organik merupakan sistem satu fase karena bahan padat dilarutkan dalam cairan membentuk suatu campuran gelatin yang homogen. Gel yang mengandung air disebut hidrogel dan yang cairan organik disebut organel. 19
16 2.3.1 Pembagian dasar gel Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989). 2. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik-menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik-menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang air, humectan, dan bahan pengawet (Ansel, 1989) Keuntungan sediaan gel Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kemampuan penyebaran yang baik pada kulit 2. Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit 3. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik 20
17 4. Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum korneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan berpenetrasi zat aktif. 2.4 Uraian Bakteri Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung struktur yang dibatasi membran dalam sitoplasmanya. Reproduksi terutama secara aseksual yaitu dengan pembelahan biner sederhana. Beberapa dapat tumbuh pada suhu 0 C, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90 C atau lebih (Pelczar dan Chan, 1986) Klasifikasi bakteri Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan (Dwidjoseputro, 1978) yaitu: 1. Golongan Basil Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas: - Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang - Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua 2. Golongan Kokus Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas: - Streptokokus, yaitu kokus yang bergandengan panjang serupa rantai - Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua - Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat - Stafilokokus, yaitu kokus yang mengelompok berupa suatu untaian 21
18 - Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus 3. Golongan Spiral Spiral adalah bakteri yang berbengkok-bengkok. Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil dibandingkan golongan kokus dan basil Bakteri Propionibacterium acne Dalam penelitian ini bakteri yang digunakan adalah Propionibacterium acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang pada umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun sistematika bakteri Propionibacterium acne menurut (Irianto, 2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium Jenis : Propionibacterium acne Propionibacterium acne adalah termasuk bakteri gram positif berbentuk batang, tidak berspora, anaerob ditemukan dalam spesimen-spesimen klinis, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat (Irianto, 2006). 22
19 2.4.3 Fase pertumbuhan mikroorganisme Menurut Pratiwi (2008) ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu: fase lag, fase log (eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. 1. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur. 2. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. 3. Fase stasioner, pada fase ini pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. 4. Fase kematian, pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik. 23
20 2.4.4 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Tamher, 2008) antara lain: 1. Suhu Seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya bakteri memerlukan suhu tertentu. Berdasarkan suhu yang diperlukan untuk tumbuh, bakteri dapat dibagi menjadi: - bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 0 20 C, dengan suhu optimal 25 C; - bakteri mesofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara C, dengan suhu optimal 37 C; - bakteri termofil, yaitu bakteri yang tumbuh antara suhu C. 2. ph Bakteri juga memerlukan ph tertentu untuk pertumbuhannya. Umumnya bakteri memiliki jarak ph yang sempit, yaitu sekitar 6,5-7,5 atau pada ph netral. Beberapa bakteri ada yang dapat hidup pada ph 4 dan ada juga yang dapat hidup pada ph alkalis. 3. Kelembaban Bakteri pada umumnya memerlukan lingkungan dengan kelembaban yang cukup tinggi untuk hidup yaitu 80%. Pengurangan kadar air dari protoplasmanya menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan. 24
21 4. Cahaya Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar proses sterilisasi atau pengawetan bahan makanan. 5. Pengaruh oksigen Mikroorganisme sering dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen (Lay, 1994) yaitu: - aerob obligat, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk hidupnya - anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada oksigen - anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam lingkungan dengan ataupun tanpa oksigen - mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau kurang. 2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Aktivitas antimikroba diukur secara in vitro untuk menentukan: 1. Potensi zat antimikroba dalam larutan. 2. Konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan. 3. Kepekaan mikroorganisme terhadap obat pada konsentrasi tertentu. 25
22 Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum yang dapat digunakan yaitu metode difusi dan metode dilusi (Pratiwi, 2008). 1. Metode difusi Metode difusi untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Luasnya wilayah jernih merupakan petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap antimikroba, selain itu luasnya wilayah juga berkaitan dengan kecepatan berdifusi antimikroba dalam medium. Kecepatan difusi ini harus diperhitungkan dalam penentuan keampuhan antimikroba (Lay, 1994). Metode difusi dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimiawi di samping interaksi antara obat dan organisme (misalnya, sifat perbenihan dan daya difusi, ukuran molekul, dan stabilitas obat), meskipun demikian dengan standarisasi keadaan akan memungkinkan pengukuran kuantitatif potensi obat dan kepekaan mikroorganisme (Jawetz, dkk., 1996). 2. Metode dilusi Metode dilusi terdiri menjadi dua tahap. Tahap awal disebut metode dilusi cair/broth dilution test. Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada 26
23 medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan inkubasi selama jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Tahap selanjutnya disebut metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008). Bahan kimia yang digunakan dalam pengobatan (kemoterapeutik) menjadi pilihan bila dapat mematikan dan bukan hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Lay, 1994). Metode lain yang digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba adalah uji bioautografi. Uji bioautografi adalah metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi dan uji biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Pratiwi, 2008). 27
ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit
ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi
Lebih terperinciKulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
Histologi kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m 2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara
Lebih terperinciPerawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)
Modul Hybrid Learning PPG Tata Rias Dalam Jabatan Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne) DISUSUN OLEH : Nurul Hidayah, M.Pd 1 A. PENDAHULUAN Modul ini akan menjelaskan suatu pengetahuan
Lebih terperinciThe Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta
The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,
Lebih terperinciStruktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis
KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerawat Secara Umum 2.1.1 Definisi jerawat Jerawat adalah reaksi dari penyumbatan pori-pori kulit disertai peradangan yang bermuara pada saluran kelenjar minyak kulit. Sekresi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebih produksi kelenjar minyak (sebaceous gland) yang menyebabkan penyumbatan folikel rambut dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Baumann Metode Baumann adalah sebuah metode untuk menentukan tipe wajah berdasarkan kadar kandungan minyak pada wajah. Beberapa studi telah menunjukkan jika banyak pasien
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Anggur Buah merupakan salah satu jenis makanan yang banyak mengandung vitamin serta mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia, buah anggur merah merupakan salah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroba lain. Pada perkembangannya
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2
1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L) Bawang putih (Allium sativum L) adalah tanaman yang berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropik. Dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik
Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,
Lebih terperinciJerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.
Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut
Lebih terperinciMenjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri
Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Lobak Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering disebut dengan lobak cina/lobak oriental. Tanaman lobak memiliki akar tunggang dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Senyawa antibakteri ialah senyawa yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme dan dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh suatu mikroorganisme (Jawetz
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu
Lebih terperinciLuka dan Proses Penyembuhannya
Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba lain,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan dari fungi atau bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba lain, sedangkan toksisitasnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jerawat Jerawat (acne) adalah penyakit peradangan kelenjar sebasea yang sering dijumpai dan berkaitan dengan folikel rambut (disebut unit polisebasea). Terdapat dua jenis acne
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.
1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat adalah penyakit kulit yang biasa terjadi pada usia remaja. Penyakit ini terbatas pada folikel pilosebase dibagian kepala atau badan bagian atas karena kelenjar
Lebih terperinciProses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik
Perbedaan gel dan emulgel? Emulgel merupakan terdiri dari 2 fase yang dimana gabungan antara fase emulsi dan fase gel.sedangkan gel merupakan terdiri dari satu fase saja yaitu terdiri dari basis gel dan
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN JASAD RENIK
PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Jambu Biji Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli indonesia. Dari berbagai sumber pustaka menyebutkan bahwa tanaman jambu biji diduga berasal dari Meksiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang tidak pernah dapat diatasi secara tuntas yang menjadi penyebab utama penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang sering ditemui di dalam masyarakat adalah acne vulgaris atau biasa disebut dengan jerawat. Jerawat adalah suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acne vulgaris (jerawat) merupakan suatu penyakit kulit yang paling umum terjadi pada remaja, dalam beberapa kasus jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Labu Kuning Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, Cucurbita ficifolia, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata, dan Cucurbita pipo L (Anonim,
Lebih terperinciStudi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit
Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Dewa Ayu Swastini ANATOMI FISIOLOGI KULIT FUNGSI KULIT : Pembatas terhadap serangan fisika kimia Termostat suhu tubuh Pelindung dari serangan mikroorganisme dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk Indonesia. Tanaman anggur merupakan tanaman tropis bertipe iklim
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Anggur Anggur diduga berasal dari sekitar Laut Hitam dan Laut Kaspi. Kemudian, menyebar ke amerika utara, amerika selatan, dan eropa, selanjutnya ke Asia termasuk
Lebih terperinciBAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang
BAB II Penuaan Dini pada Wanita Jepang 2.1 Penuan Dini Banyak orang berfikir bahwa penuaan merupakan hal yang sangat biasa, bahkan bagi sebagian orang penuaan dianggap tidak terlalu penting untuk kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kaktus adalah nama yang diberikan untuk anggota tumbuhan berbunga family
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAKTUS 1. Definisi Kaktus Kaktus adalah nama yang diberikan untuk anggota tumbuhan berbunga family cactaceae. Kaktus dapat tumbuh pada waktu yang lama tanpa air. Kaktus biasa
Lebih terperinci1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan
PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut
Lebih terperinciKULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK
Modul KJP KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K) PENDAHULUAN kulit merupakan organ tubuh terluar berhubungan dengan lingkungan perubahan lingkungan berdampak pada kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang hijau (Phaseolus radiatusl.) merupakan salah satu komoditas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Kacang Hijau 2.1.1 Tanaman kacang hijau Kacang hijau (Phaseolus radiatusl.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TUMBUHAN BERENUK 1. Klasifikasi tumbuhan berenuk: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub
Lebih terperinciHUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh: YUSTINI MARIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, kesehatan, dan industri. Umumnya pengetahuan masyarakat
Lebih terperinciPERAWATAN KULIT DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK KELAPA MURNI UNTUK MELEMBABKAN KULIT PADA KLIEN DIABETES MELLITUS
Lampiran 1 PERAWATAN KULIT DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK KELAPA MURNI UNTUK MELEMBABKAN KULIT PADA KLIEN DIABETES MELLITUS 1. Pengertian Perawatan kulit adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
Lebih terperinciSISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA
A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber tumbuhan obat adalah tumbuhan yang berasal dari hutan tropis. Sekitar 80% sumber tumbuhan obat ditemukan di hutan tropis Indonesia dan 25.000-30.000
Lebih terperinciPERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR
Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Titanium Dioksida (TiO 2 ) Titanium merupakan salah satu unsur logam transisi golongan IV B, berbentuk padat yang berwarna putih keperakan. Titanium murni dapat larut dalam larutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian tertinggi. Selain itu, penggunaan antibakteri atau antiinfeksi masih dominan dalam pelayanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Manis Gambar 1. Kulit Batang Kayu Manis (Dwijayanti, 2011) 1. Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan kayu manis menurut Soepomo, 1994 adalah: Kingdom Divisi Kelas Ordo
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya
Lebih terperinciTEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN
TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. xerosis yang akan menyebabkan berkurangnya elastisitas kulit sehingga lapisan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumit pecah adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan terdapatnya fisura pada tumit. Fisura yang terjadi pada tumit pecah akibat dari kulit kering atau xerosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur
Lebih terperinciSistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru
Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A
Lebih terperinciCARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto
CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Pertahanan tumbuhan Komponen pertahanan: 1. Sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan suatu penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan
4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan
Lebih terperinciKode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets
I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam
Lebih terperinciHidrokinon dalam Kosmetik
Hidrokinon dalam Kosmetik Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang sering menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk berupa spiral pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Pepaya 2.1.1 Pepaya (Carica papaya L.) Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. tingkat keparahan luka yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang terjadi mengenai bagian tubuh tertentu, tergantung dari tingkat keparahan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
Lebih terperinciPembiakan dan Pertumbuhan Bakteri
Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat adalah salah satu penyakit kulit yang paling umum, biasa terjadi selama masa remaja dan biasanya sembuh saat dewasa awal. Jerawat biasanya terjadi pada wajah,
Lebih terperinciABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS
ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah pewarna bibir. Pewarna bibir termasuk dalam sediaan kosmetik. untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit sehingga dapat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kosmetik telah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat, terutama wanita. Produk-produk kosmetik dipakai secara berulang setiap hari di seluruh tubuh, mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah digunakan oleh manusia yang hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan
Lebih terperinciSISTEM EKSKRESI MANUSIA 2: INTEGUMEN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta
1 SISTEM EKSKRESI MANUSIA 2: INTEGUMEN by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta INTEGUMEN 2 Terletak di paling luar tubuh 15 % dari berat tubuh Luasnya sekitar 1,5 1,75 m Memiliki ketebalan 400 600
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengawet adalah substansi kimia yang berguna untuk melindungi produksi makanan, stimulan, produksi obat-obatan, dan kosmetik untuk melawan perubahan berbahaya yang
Lebih terperinciPENGERTIAN KOSMETIKA. PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan
I.TEORI PENGERTIAN KOSMETIKA PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir &organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk : membersihkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan
Lebih terperinci