BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Umum Asphalt Mixing Plant (AMP) pencampur aspal panas yang umum dikenal Asphalt Mixing Plant (AMP).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Umum Asphalt Mixing Plant (AMP) pencampur aspal panas yang umum dikenal Asphalt Mixing Plant (AMP)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Asphalt Mixing Plant (AMP) Proses pencampuran aspal beton campuran panas yang dilakukan pada temperatur sekitar 140 o C sehingga siap dihampar di lokasi, dilakukan pada alat pencampur aspal panas yang umum dikenal Asphalt Mixing Plant (AMP). Jenis Asphalt Mixing Plant (AMP) sesuai dengan komponan komponen yang dimilikinya dapat dibagi atas 2 (dua) jenis utama yaitu : 1. Alat pencampur dengan penakaran (tipe batch = batch plant) 2. Alat pencampur tipe menerus (continuous plant) 2.2. Pengenalan Alat Dalam pekerjaan pengaspalan dibutuhkan beberapa sumber daya alat, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas beberapa jenis alat antara lain : - Wheel Loader - Asphalt Mixing Plant (AMP) - Dump Truck - Asphalt Finisher - Tandem Roller - Tire Roller II-1

2 II Loader Loader adalah alat yang digunakan untuk menaikan material ke dalam dump truck. Ditinjau dari pergerakannya dikenal 2 (dua) macam loader yaitu : a) Track Loader Track Loader adalah loader yang menggunakan penggerak crawler atau roda rantai besi disini penulis tidak akan membahas terlalu banyak mengenai track loader karena track loader tidak digunakan dalam pekerjaan produksi aspal beton, penulis lebih banyak membahas mengenai wheel loader. b) Wheel Loader Wheel Loader adalah loader yang menggunakan ban karet, loader ini dipakai karena pergerakannya lebih cepat jika dibandingkan denga loader yang menggunakan roda rantai, oleh sebab itu whell loader sangat cocok digunakan untuk pekerjaan pemuatan material/tanah atau batu kedalam alat pengangkut (dump truck atau bin dingin/cold bin) atau memindahkan material ke tempat lain dengan jarak angkut sangat terbatas dan wheel loader ini hanya bisa beroperasi di daerah yang keras dan rata, kering tidak licin, dan juga wheel loader mempunyai gaya dorong yang lebih kecil bila dibandingkan dengan track loader. Produktivitas dari wheel loader biasanya dinyatakan dalam m 3 (meter kubik) per jam. Ini dapat ditentukan dengan perhitungan secara teoritis dengan mempertimbangkan dan memperhitungkan berbagai hal yaitu : 1. Perhitungan waktu siklus Waktu siklus untuk produksi alat meliputi :

3 II-3 Raise Time yaitu waktu yang dipergunakan untuk mengangkat bucket dari bawah ke ketinggian yang ditentukan Loading Time yaitu waktu yang diperlukan untuk mengisi bucket Dump Time yaitu waktu yang diperlukan untuk membongkar/mencurahkan muatan Lower Time yaitu waktu yang diperlukan untuk menurunkan bucket yang telah kosong. Waktu untuk mengangkut dan mengatur posisi loader yang biasa disebut waktu variabel (Variable Time) yang tergantung jarak angkut dan kecepatan loader. 2. Faktor koreksi waktu siklus Waktu siklus diatas masih dipengaruhi oleh beberapa factor sehingga perlu dikoreksi, factor yang mempengaruhi waktu siklus adalah : - Faktor material (lihat table 2.1.) Tabel 2.1. Faktor Material Jenis Material Material campuran Material < 3 mm Material 3 mm 20 mm Material 20 mm 150 mm Material > 150 mm Faktor Koreksi menit menit menit menit menit (Sumber :Rochmanhadi.1992.Alat Alat Berat dan Penggunaannya)

4 II-4 - Faktor tinggi timbunan material (lihat Tabel 2.2.) Tabel 2.2. Faktor Tinggi Timbunan Material Jenis Alat Faktor Koreksi Dengan conveyor atau dozer Tinggi timbunan > 3 m menit Dengan conveyor atau dozer Tinggi timbunan < 3 m menit Dengan dump truck menit (Sumber :Rochmanhadi.1992.Alat Alat Berat dan Penggunaannya) - Faktor lain lain (lihat Tabel 2.3.) Tabel 2.3. Faktor Lain lain Lain lain Dipakai truck sendiri Dipakai truck sewa Cara operasi tetap/kontinu Cara operasi tidak tetap Faktor Koreksi menit menit menit menit (Sumber :Rochmanhadi.1992.Alat Alat Berat dan Penggunaannya) - Faktor pengisian bucket : Faktor pengisian bucket biasanya (dinyatakan dalam %), sedangkan factor pengisian bucket itu sendiri adalah banyaknya material yang dapat diangkut

5 II-5 dalam bucket untuk setiap kali operasi alat tergantung dari jenis dan material tersebut. - Faktor pengisian bucket (lihat Tabel 2.4.) Tabel 2.4. Faktor Pengisian Bucket Kondisi Material Faktor pengisian Bucket Material Lepas - Material basah campuran - Material seragam < 3 mm - Material 3 mm 9 mm - Material 9 mm 20 mm - Material > 20 mm % % % % % Material Hasil Ledakan - Hasil ledakan baik - Hasil ledakan sedang - Hasil ledakan kurang % % % (Sumber :Rochmanhadi.1992.Alat Alat Berat dan Penggunaannya) - Faktor Koreksi Lain Faktor koreksi lain meliputi faktor koreksi untuk kondisi medan kerja, jam kerja, operator alat sesuai dengan tabel yang ada.

6 II-6 - Faktor Koreksi Kerja (lihat Tabel 2.5.) Tabel 2.5. Faktor Koreksi Kerja No. Uraian Faktor Koreksi 1. Operator Alat - Baik sekali - Baik - Sedang - buruk Kondisi Cuaca - Cerah - Berdebu, Hujan - Kabut, Gelap Effisiensi kerja - 50 menit/jam - 40 menit/jam (Sumber :Rochmanhadi.1992.Alat Alat Berat dan Penggunaannya) Jadi untuk menghitung produktivitas wheel loader adalah sebagai berikut : Kita harus menghitung waktu siklus total. Setelah kita menghitung waktu siklus total, kita lanjutkan dengan perhitungan sebagai berikut : Perhitungan banyaknya Trip/jam

7 II-7 Banyaknya Trip = 60 menit Waktu Siklus Total Produksi rata-rata/jam = Pr oduksi / jam ( Lepas) Berat Jenis Material Perhitungan Banyaknya Volume/Trip : Volume/Trip = Pr oduksi rata rata / Banyaknya Trip jam Perhitungan Kapasitas Bucket Kapasitas Bucket = Volume / Trip Faktor Pengisian Bucket Pemilihan Jenis Alat Dengan mengetahui kapasitas bucket dan berat jenis material kita dapat menentukan tipe wheel loader yang akan digunakan Asphalt Mixing Plant (AMP) Sesuai dengan komponen-komponen yang dimilikanya Asphalt Mixing Plant (AMP) dapat dibagi atas 2 jenis utama yaitu : a) Alat Pencampur Dengan Penakaran (tipe batch) Alat pencampuran tipe ini memiliki komponen-komponen yang dapat mengatur pemasukan masing-masing bahan mentah dengan kwantitas yang benar pada suatu takaran yang dicampur pada suatu saat. Dengan demikian control yang baik lebih mudah dilakukan pada jenis ini dibanding dengan jenis yang lain. Komponen utama dari tipe penakaran ini yaitu :

8 II-8 1. Bin dingin (Cold Bin), merupakan tempat dimana aggregate kasar, aggregate sedang, aggregate halus dan pasir dimasukan sesuai dengan proporsi dari perencanaan campuran (Mix design). Proporsi campuran diatur dengan cara mengatur bukaan dari masing-masing bin dengan mempergunakan hasil kalibrasi bin dingin tersebut. Kalibrasi dilakukan dalam keadaan kering maupun dalam keadaan dengan kadar air tertentu. Sebaiknya aggregate yang dipasok kedalam bin dalam keadaan kering sehingga proprorsi yang diharapkan dapat tercapai dan dengan demikian kwalitas campuran dapat terjamin. Pengisian bin dingin dilakukan dengan hati-hati sehingga kemungkinan terjadi segregasi ataupun degradasi dapat dihindari. 2. Elevator dingin (Cold elevator) Elevator dingin mengangkut aggregate dingin dari bin dingin ke pengeringan. 3. Pengering (Blower) Pada bagian ini aggregate dikeringkan dengan cara dipanaskan (api disemburkan melalui mulut pengering dengan alat pembakar minyak atau gas) dan pengering dalam keadaan berputar. Pengering berfungsi untuk menguapkan dan menghilangkan kadar air yang dikandung aggregate dan kemudian memanaskannya sehingga mencapai suhu pencampuran antara C C. Pengeringan berbentuk silinder yang dilengkapi dengan aluralur memanjang yang mengangkat dan menjatuhkan aggregate melalui nyala api diletakkan dengan kelandaian tertentu. Kelandaian silinder, kecepatan putar, diameter, panjang silinder, dan susunan alur menentukan lamanya proses pengeringan disamping kondisi dan jenis aggregate itu sendiri.

9 II-9 Temperatur pemanasan dapat diukur/dapat dilihat dari pyrometer yang tersedia. 4. Kolektor debu (Dust collector) Gas panas yang keluar dari pengering mengandung debu-debu yang dapat menimbulkan polusi dan mengotori bagian-bagian lainnya. Oleh kerena itu gas yang mengandung debu dihubungkan dengan kolektor debu sehingga debu dapat terkumpul dan gas dapat dibuang melalui cerobong gas. Debu dari aggregate yang dipanaskan dikumpulkan kedalam kolektor debu untuk kemudian dipergunakan kembali jika dibutuhkan atau dibuang jika tidak dibutuhkan. Dari cara kerja kolektor debu dapat dibedakan atas 3 (tiga) tipe yaitu : a. Penyapu kering, merupakan rangkaian filter-filter kain dimana debu-debu ditangkap dan disaring dengan menggunakan kain-kain penyaring. Debudebu kemudian dikumpulkan kembali dan dapat dibuang, atau dikumpulkan kesilo (tempat penyimpan debu), atau dibawa kembali kebagian bawah elevator panas dipergunakan sebagai bagian dari aspal beton. Gas yang telah bersih dari debu dibuang melalui cerobong gas udara. b. Kolektor mekanis, yang menggunakan metode sentrifugal untuk mengumpulkan debu. c. Penyapu basah, gas yang mengandung debu disemprot dengan air sehingga debu menjadi basah, berat dan jatuh serta terkumpul dibagian

10 II-10 bawah. Air Lumpur yang mengandung debu basah dikeringkan dan dibuang. Debu yang dikumpulkan secara basah ini tidak dapat dipergunakan kembali sebagai bagian dari aspal beton. 5. Pengendali Gradasi Aggregat yang telah dipanaskan dibawa oleh elevator panas kebagian pengendali gradasi yang berupa saringan panas, pada bagian ini partikel aggregat dengan ukuran lebih besar dari yang disyaratkan akan dibuang, dan aggregat-aggregat lain kemudian disimpan setelah disaring sesuai saringan yang ditentukan pada pengendali gradasi kedalam bin panas (hot bin) yang diletakkan dibawah pengendali gradasi. 6. Bin Panas (Hot Bin) Bin panas adalah tempat penyimpan sementara aggregat panas. Aggregat yang telah diayak menggunakan pengendali gradasi disimpan kedalam bin-bin yang tersedia. Didalam jenis-jenis AMP ada yang mempunyai 3 (tiga) bin dan ada pula yang mempunyai 4 (empat) bin. Masing-masing bin mempunyai pintupintu yang dapat ditutup dan terjadinya pencampuran pada bin-bin akibat terlalu penuhnya bin tersebut, maka bin panas mempunyai overflow chutes yaitu bagian yang dapat membuang kelebihan aggregate yang tertimbun. 7. Hopper Penakar Pada AMP dengan penakar, aggregate dan bahan pengisi (filler) ditumpahkan ke dalam pugmill sesuai proporsi yang telah ditentukan dalam campuran rencana (mix design) dengan mempergunakan hopper timbangan. Timbangan dilakukan secara akumulatip.

11 II Pugmill (Unit Pencampuran) Aggregat dari masing-masing bin pada bak panas dengan berat sesuai proporsinya dimasukkan kedalam pugmil/unit pencampur dimulai dari fraksi yang paling besar ke yang lebih halus dan paling akhir filler (bahan pengisi) jika dibutuhkan. Aggregat kemudian dicampur kering selama tidak kurang dari 4 (empat) detik dan selanjutnya ditempat ini campuran aggregate panas tersebut disemprotkan aspal panas dengan kadar bitumen yang telah ditentukan. Aggregat dan aspal panas kemudian diaduk kembali selama tidak kurang dari 30 (tiga puluh) detik dan tidak lebih dari 75 (tujuh puluh lima) detik. Setelah pencampuran dilakukan dengan baik dan merata maka pugmill dibuka untuk mengeluarkan aspal beton campuran panas kedalam truck pengangkut dan selanjutnya memulai pencampuran yang selanjutnya. Pencampuran berhasil baik jika pugmill tidak terlalu penuh dan tidak terlalu kosong. 9. Station pengontrol Setiap AMP mempunyai stasiun pengontrol dimana operator dapat mengontrol proses pencampuran. Terdapat 2 (dua) jenis stasiun pengontrol yaitu, stasiun pengontrol bersifat manual dan stasiun pengontrol bersifat otomatis. b) Alat Pencampur Sistem Menerus (Continuous Plant) Dilihat dari komponen yang dimiliki dan sistem pencampurannya jens ini dapat dibedakan atas : - Alat pencampur sistem menerus dengan bin panas

12 II-12 - Alat pencampur sistem menerus tanpa bin panas - Drum Mix a. Alat Pencampur Sistem menerus Dengan Bin Panas (Continuous Plant With Hot Bin) Jenis ini hampir sama dengan jenis alat pencampur dengan penakar (batch plant), hanya saja bin panas tidak mempunyai penutup dan tidak terdapat kotak penimbang, sehingga aggregat yang telah dipanaskan dan diayak oleh pengendali gradasi langsung masuk ke dalam bin panas dan selanjutnya sesuai dengan proporsinya diatur berdasarkan bukaan bin langsung masuk kedalam pubmill melalui elevator panas secara terus menerus selama proses pencampuran. Pengontrolan kwalitas dan variasi produksi sangat ditentukan dari bukaan bin dingin dan bin panas. b. Alat Pencampur Sistem Menerus Tanpa Bin Panas (Continuous Plant Without Hot Bin) Jenis ini tidak mempunyai bak panas, sehingga aggregat yang telah dipanaskan langsung masuk ke pugmill. Pengontrolan gradasi campuran sangat ditentukan dari pengontrolan yang dilakukan di bak dingin c. Drum Mix Jenis ini hampir sama dengan alat pencampur tipe menerus tanpa bin panas, hanya saja pemasukan aggregat dari bin dingin, Pemanasan aggregat dan pencampuran aggregat panas dengan aspal seluruhnya dilakukan didalam drum. Mengenai AMP jenis ini penulis tidak akan membahas terlalu banyak karena AMP yang digunakan ditempat study

13 II-13 penelitian adalah AMP (Asphalt Mixing Plant) dengan penakaran (tipe batch=batch plant) Dump Truck Dump truck dipakai untuk mengangkut material dari suatu tempat ketempat lain dengan jumlah material yang diangkut cukup banyak serta jarak angkut yang relatif cukup jauh. Ada 3 (tiga) jenis dump truck yaitu : - Dump Truck penumpahan kesamping (Side dump truck) - Dump Truck penumpahan kebelakang (Rear dump truck) - Dump Truck penumpahan kesamping dan kebelakang (Side & rear dump truck) Dump truck yang dipakai untuk mengangkut material aspal beton dari AMP ke lokasi pekerjaan pengaspalan adalah dump truck penumpahan kebelakang (Rear dump truck). Menurut ukuran pada umumnya dump truck dibagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu : - Dump truck ukuran kecil, yaitu truck yang mempunyai kapasitas sampai 25 ton. - Damp truck ukuran sedang, yaitu truck yang mempunyai kapasitas antara ton. - Dump truck ukuran besar, yaitu truck yang mempunyai kapasitas diatas 100 ton.

14 II-14 Keuntungan dan kerugian dari pemakaian dump truck kecil dan besar adalah sebagai berikut : Dump truck kecil keuntungannya yaitu : 1. Lebih mudah dan lincah dioperasikan 2. Cocok untuk pengangkutan jarak dekat 3. Jalan kerja dapat dari konstruksi sederhana karena ringan 4. Kerusakan salah satu dump truck tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap produksi alat Kerugianya yaitu : 1. Diperlukan lebih banyak dump truck 2. Sulit untuk memuat material dari loader karena ukuran bak yang kecil, banyak kehilangan material selama operasi bongkar muat loader. 3. Lebih banyak sopir yang diperlukan 4. Biaya pemeliharaan lebih besar, karena terlalu banyak truck dan tenaga pemeliharaan Dump truck besar keuntungannya yaitu : 1. Diperlukan lebih sedikit dump truck 2. Cocok untuk pengangkutan jarak jauh 3. Lebih mudah memuat material dari loader Kerugiannya yaitu : 1. Diperlukan jalan kerja dengan konstruksi yang memadai karena beratnya muatan

15 II Kerusakan pada salah satu dump truck akan mempengarui terhadap produksi alat 3. Lebih sulit dioperasikan. Dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang ada di atas kiranya cukup untuk menentukan pilihan terhadao jenis dump truck yang akan digunakan, sehingga penggunaan dump truck tersebut betul-betul effisien. Perhitungan produktivitas dump truck dimulai dengan : Penentuan rimpull dan kecepatan. Dump truck dengan kondisi medan naik harus diperhitungkan terhadap tahanan total (total resistance) yaitu jumlah dari % grade (kemiringan) + % grade konversi dari besarnya tahanan gelinding, 1 % grade konveris dari tahanan gelinding adalah sama dengan 10 kg/ton berat total alat. Tahanan gelinding naik untuk dump truck berdasarkan percobaan adalah 40 kg/ton berat alat. Tahanan total dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Tahanan total = kemiringan + Besar tahanan 10 gelinding x 100% Dump truck yang menjalani medan turun harus diperhitungkan terhadap grade (kemiringan) efektif yaitu % grade - % grade konversi dari besarnya tahanan gelinding. Tahanan gelinding turun untuk dump truck berdasarkan percobaan adalah sebesar 50 kg/ton berat alat. Dengan memperhitungkan grade efektif diharapkan bahwa kecepatan dump truck pada saat turun dapat dikontrol tanpa pemakaian rem. Perhitungan grade efektif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

16 II-16 Grade efektif = Kemiringan - Besar tahanan 10 gelinding x 100% Siklus dump truck sekurang-kurangnya mencakup unsur-unsur sebagai berikut : - Waktu muat (load) - Waktu angkut (haul) - Waktu buang/curahkan (dump) - Waktu kembali (return) - Waktu penggantian dump truck/menunggu Perhitungan Banyaknya Trip/jam Banyaknya Trip = 60 Waktu siklus Perhitungan Produksi Dump Truck Berat muatan = Berat total dump truck berat kosong Volume muatan = Berat mua tan BJ. Material Produksi teoritis/jam = Banyaknya trip/jam x Volume muatan Produksi rata-rata/jam = Faktor koreksi total x Produksi toeritis/jam. Perhitungan banyaknya dump truck Banyaknya dump truck = Pr oduksi rata rata AMP Pr oduksi rata rata dump truck / jam Asphalt Finisher Alat ini berfungsi untuk menghamparkan processed material (yang telah diproses) dari mixing plant, dan untuk mendapatkan lapisan yang merata. Asphalt

17 II-17 finisher mempunyai roda kelabang (crawler track). Untuk menampung processed material, terdapat alat seperti hopper tetapi tidak mempunyai alas, sehingga material pavement yang dituangkan dari truck langsung kebawah, di bagian belakang terdapat pisau selebar hopper tersebut, yang diatur sedemikian rupa sehingga tingginya diatas jalan 0 14 cm (belum padat) menurut yang diinginkan. Pada saat asphalt finisher ini bergerak, material pavement (aspal beton) yang terdapat dalam hopper akan tertahan dan hanya setinggi pisau saja yang lolos yang merupakan haasil akhir dari bekerjanya asphalt finisher. Dalam bekerjanya, harus diperhatikan temperature pada waktu gilas (rolling temperature) dan termpertur pada waktu menghamparkan (spreading temperature), karena hal ini akan menyangkut hasil beton aspalnya, disini hendaknya perbedaan tersebut cukup besar. Secara garis besar cara kerjanya adalah sebagai berikut : Processed material (aspal beton) dari AMP yang dibawa truck dimasukan kedalam hopper, alat ini mempunyai alas conveyor belt dari karet yang dapat mengeluarkan material tersebut, conveyor ini dibagi menjadi dua bagian yang dapat digerakan tersendiri, karena adanya conveyor ini maka feeding tidak tergantung pada kecepatan maju asphalt finisher ini, dengan demikian jika misalnya kebutuhan material sebelah kanan dengan sebelah kiri tidak sama dapat dilaksanakan, juga bisa untuk memperbaiki grade kemiringan akibat kesalahan. Jika conveyor feed kekurangan material, maka mesin penggeraknya bias dihentikan, untuk kemudian diisi lagi. Untuk memberikan kesetimbangan disebelah kanan dan kiri, kerena kecepatan conveyor tak dapat diatur, maka dapat

18 II-18 pula salah satu conveyor feed dihentikan, sampai setimbang untuk kemudian dijalankan lagi bersama-sama. Dapat pula pengendalian ini dilaksanakan dengan mengatur gate. Material yang dibawa conveyor feed memasuki 2 (dua) buah screw chamber, dan dibelakang screw chamber ini terdapat ulir yang berputar, dengan putaran ini maka material dapat disebarkan ke seluruh lebar dan asphalt finisher, supaya material yang dihamparkan tidak tercecer keluar batas jalan, maka diujung screw dipasang coper plate/pelat penutup. Menghitung Produktivitas Asphalt Finisher : Produktivitas/jam = A x B x C x 0.75 x 2.3 Dimana : A. Lebar efektif pemadatan (m) B. Tebal lapisan aspal beton (mm) C. Kecepatan rata-rata alat (km/jam) Faktor affisiensi = 0.75 B.J. Aspal beton = Tandem Roller Ada 2 (dua) jenis tandem roller yaitu tandem roller dengan 2 (dua) As (two axle) dan 3 (tiga) As (three axle) dimana pada masing-masing as terdapat satu roda dengan diameter dan lebar yang sama. Pada umumnya pemadat ini mempunyai berat standar antara 8 14 ton tergantung jenisnya dan berat standar tersebut dapat ditambah sekitar 25% sampai 60% dengan memasukkan air kedalam rodanya. Tandem roller ini dipakai untuk memadatkan material butir

19 II-19 halus sebagai pemadatan akhir untuk mendapatkan kehalusan dan kerapatan permukaan disamping hasil pemadatannya, juga dapat dipakai untuk memadatkan lapisan aspal beton kerena diperlukan hasil pemadatan dengan kehalusan dan kerataan permukaan sebagai pemadat akhir. Yang sering dipakai adalah tandem roller 2 (dua) As (two axle) tetapi bila diperlukan kepadatan yang lebih, dapat dipakai tandem roller 3 (tiga) As (three axle). Menghitung Produktivitas Tandem Roller : Produktivitas/jam = A x B x C x 0.73 x D Dimana : A = Lebar Efektif Pemadatan (m) B = Tebal Lapis Aspal Beton (mm) C = Kecepatan Rata-rata Alat (km/jam) D = Jumlah Lintasan (Passing) Faktor Effisiensi = 0.73 B.J. Aspal Beton = Tire Roller Alat pemadat ini mempunyai 2 (dua) As dengan roda karet permukaan halus dimana susunan roda As depan berselang seling dengan susunan roda As belakang. Posisi selang seling tersebut dimaksudkan agar bagian permukaan yang tidak tergilas oleh roda depan akan tergilas oleh roda belakang sehingga seluruh permukaan akan tergilas. Jumlah roda karet untuk alat ini bervariasi sebagai berikut :

20 II-20-7 roda, 3 roda As depan dan 4 roda As belakang - 9 roda, 4 roda As depan dan 5 roda As belakang - 11 roda, 5 roda As depan dan 6 roda As belakang - 13 roda, 6 roda As depan dan 7 roda As belakang - 15 roda, 7 roda As depan dan 8 roda As belakang Alat ini cocok dipakai untuk pemadatan akhir pada material butir halis dan kasar (granular) untuk mendapatkan permukaan yang halus dan rata serta untuk pemadatan antara pada lapisan aspal beton sebelum pemadatan akhir dengan tandem roller. Produksi pemadatan dihitung berdasarkan hasil pemadatan dalam m 3 (meter kubik)/jam yang tergantung dari lebar pemadatan, tebal lapis yang dipadatkan, kecepatan rata-rata alat pemadatan dan jumlah lintasan (passing) untuk mencapai kepadatan yang ditentukan. Kecepatan alat pemadat mempunyai harga antara 1 10 km/jam sedangkan jumlah lintasan ditentukan berdasarkan Trial Test (tes percobaan) di lapangan. Tebal lapisan yang dipadatkan dibatasi tidak lebih dari 15 (lima belas) cm untuk mendapatkan hasil pemadatan yang merata pada seluruh tebal lapisan. Rumus umum yang dipakai untuk menentukan produktivitas alat pemadat adalah sebagai berikut : Produktivitas/jam = A x B x C x 0.73 x D Dimana : A = Lebar Efektif Pemadatan (m) B = Tebal Lapisan (mm) C = Kecepatan Rata-rata Alat (km/jam)

21 II-21 D = Jumlah Lintasan (Passing) Faktor Effisiensi = 0.73 B.J. Aspal Beton = Pengamatan Waktu Siklus Alat Berat yang Diperlukan Metode-metode statistik untuk menentukan jumlah pengamatan yang diperlukan.untuk menentukan jumlah pengamatan yang diperlukan untuk rnenghasilkan hasil-hasil yang mempunyai kecermatan tertentu, yaitu suatu tarap probabilitas atau keyakinan bahwa ramalan kita benar. Dengan mengasumsikan penyebaran data yang terdistribusi secara normal, kita dapat menggunakan prosedur yang berikut : 1. Perinci selang keyakinan I, yang merupakan suatu selang waktu, dengan kecermatan penelaahan yang diinginkan. 2. Perinci koefisien keyakinan C, yang menunjukan bahwa hasil-hasil itu akan sesuai dengan kecermatan yang diinginkan. 3. Amati sebanyak M siklus kerja yang sedang ditelaah. 4. Hitung simpangan baku sampel s dari persamaan dibawah ini: Uji Statistik yang dipakai : ΣT 2 (ΣT) 2 / M s =.(2-1) M 1 i ΣT 2 = T T T T T 5 2 n=1

22 II-22 I M = 2t 0,90 s M.. (2-2) s I M = 2 x 2,13 = 1,905 s.. (2-3) 5 Dimana : s = Simpangan baku T = Waktu siklus M = Banyaknya pengamatan I M = Selang keyakinan sebanyak M siklus t = Nilai distribusi t-student Jika I M I, yang dirinci, maka jumlah pengamatan itu adalah cukup. Jika I M > I, maka diperlukan pengamatan tambahan, jumlah keseluruhan pengamatan yang diperlukan N dapat ditentukan dari persamaan : 4(t) 2 S 2 N =.. (2-4) I 2 Suatu cara pilihan lain untuk menentukan jumlah pengamatan yang diperlukan pers. (4-5) untuk menghitung s, yang menghasilkan kecermatan yang pantas. Dimana: R d R S =.. (2-5) d = selisih antara nilai-nilai waktu siklus maksimum & minimum. = suatu factor konversi yang nilainya tergantung pada M, sebagai mana yang diberikan dalam table 2.7. Jika nilai s dalam persamaan (2-5) disubstitusikan ke dalam persamaan (2-4), persamaan yang dihasilkan adalah:

23 II-23 N = 4(t) 2 S 2 I 2 d 2.. (2-6) Data distribusi t dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Nilai-nilai t Bagi Distribusi t-student Untuk C=0.90 M T M t 5 2, ,75 6 2, ,74 7 1, ,73 8 1, ,73 9 1, , , , , , , , , , , , , , , , , ,70 Diatas 30 1,65 (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1) Keterangan : M = Banyaknya pengamatan t = Nilai distribusi t-student

24 II-24 Data distribusi d dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7. Nilai-nilai Factor d Untuk Penelaahan Waktu Yang Menggunakan s=r/d M d M d ,326 2,534 2,704 2,847 2,970 3,078 3,173 3,258 3,336 3,407 3,472 3,532 3, ,640 3,689 3,735 3,778 3,818 3,856 3,891 3,925 3,956 3,985 4,012 4,038 4,053 (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1) Keterangan : M = Banyaknya pengamatan d = Suatu factor konversi yang nilainya tergantung pada M 2.4. Analisis Biaya Alat Per jam Untuk menganalisa biaya alat harus ditinjau semua biaya yang mempengaruhi harga satuan alat tersebut yaitu : Biaya Pemilikan (Owning Cost) atau Biaya Pasti a. Harga Pokok (Initial Cost)

25 II-25 Harga ini adalah harga pembelian ditambah assembling dan biaya angkut sampai ke job-site. b. Penyusutan (Depreciation) Dengan diketahuinya harga pokok dihitung besarnya penyusutan yaitu harga modal yang hilang pada suatu peralatan disebabkan oleh umur pemakaian. Guna menghitung besarnya biaya penyusutan perlu diketahui terlebih dahulu umur ekonomis dari alat yang bersangkutan. Ada tiga cara guna menentukan nilai penyusutan yaitu: - Straight line Yaitu turunnya nilai modal dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan (depresiasi) yang sama besar sepanjang umur ekonomis dari alat. - Sum of the years digits Memungkinkan penyusutan yang lebih cepat pada tahun-tahun produksi mula-mula dari alat, karena dilakukan dengan urutan factor yang terbalik dengan menggunakan perbandingan umur dalam tahun dengan jumlah digitnya. - Double declilning balance Memungkinkan penyusutan yang lebih cepat pada tahun-tahun produksi mula-mula dari harga pokok. Harga penyusutan tahunan adalah dua kali persentase cara straight line dikalikan dengan harga pembukuan dari alat untuk pajak pada tahun tersebut.

26 II-26 Cara penghitungan yang digunakan oleh penulis adalah straight line, dengan terlebih dahulu harga pokok dikurangi harga sisa (salvage value) peralatan, harga ban (untuk alat yang menggunakan ban) yaitu: Penyusutan per jam = dimana : A-B-C (n x b ) /jam (2-7) A = Harga pokok alat, (Rp.) B = Harga ban, (Rp.) C = Harga sisa/nilai sisa, (Rp.) n = Umur ekonomis alat, (tahun) b = Jam kerja alat/tahun c. Nilai sisa (salvage value) Besarnya nilai sisa pada umumnya diperkirakan sebesar 10% dari harga alat. d. Bunga, Pajak, Biaya Gudang dan Asuransi Perhitungan ini dapat menggunakan Average Invesment Concept ataupun grafik Guide for estimating hourly cost of interest, insurance, taxes. + Cara perhitungan yang penulis gunakan disini adalah Average Invesment Concept. - Bunga (Interest) Konsep yang dipakai adalah Average Invesment Interest per tahun : Average Invesment interest/tahun = i x n + 1 2n x (A/b) (2-8)

27 II-27 dimana : n = umur ekonomis alat (tahun) i = interest rate per tahun A = harga pokok alat (Rp.) b = jam kerja alat/tahun Besarnya i agar disesuaikan dengan interest rate dari negara pemberi Loan yang bersangkutan (biasanya i diambil rata-rata 15%). Untuk mendapatkan interest/jam, tinggal membagi interest/tahun dengan pemakaian jam pertahun. - Pajak (Taxes) Besarnya pajak yang diperhitungkan biasanya 2% dari average investment (pajak 2% dikenal dengan sebutan MPO). Pajak/tahun = 0,02 x n + 1 2n x harga pokok (2-9) - Biaya Gudang Besarnya jasa penyimpanan dalam gudang diambil 1% dari average investment Biaya gudang/tahun = 0,01 x n + 1 2n x harga pokok (2-10) Guna mendapatkan biaya per jam, tinggal membagi biaya per tahun dengan jam penggunaan per tahun.

28 II-28 - Asuransi Guna menghadapi resiko kecurian, kebakaran dan kecelakaan, premi asuransi biasanya diambil 2%. Biaya gudang/tahun = 0,02 x n + 1 2n x harga pokok (2-11) + Perhitungan dengan menggunakan grafik Guide for Estimating Hourly Cost of Interest, Insurance, Taxes. Penulis tidak akan membahas cara perhitungan ini, karena cara yang digunakan penulis adalah cara Average Investment Concept Biaya Operasi (Operation Cost) Untuk biaya operasi yang dimaksudkan disini adalah termasuk biaya-biaya untuk : a. Pemeliharaan/perbaikan kecil Termasuk disini biaya service peralatan beserta suku cadang dan bahanbahan lain yang diperlukan. b. Pemakaian bahan bakar pemakaian bahan bakar per jam tergantung dari kekuatan mesin (PK) dan macamnya bahan bakar yang diperlukan. Pemakaian bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion) pada umumnya adalah: Untuk bensin pemakaian Untuk solar pemakaian : 0,3 liter/pk/jam : 0,2 liter/pk/jam

29 II-29 Untuk pemakaian yang telah diketahui bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion = s.f.c) maka data s.f.c tersebut dapat digunakan atau dapat pula diambil dari manual peralatan yang bersangkutan. Pemakaian diatas jika mempunyai operating factor 100%. Andaikata mesin bekerja dengan kekuatan 80% dan 45 menit dalam 1 jam, maka operating factornya adalah : = 80% x (45/60) x 100% = 60% Effisiensi alat : biasanya 80%, yang ada hubungannya dengan beban pada waktu bekerja. Effisiensi kerja : yaitu (45/60) x 100% ada hubungannya dengan skill dari operator, perpindahan kerja, down time dan lain-lain. Effisiensi total : adalah 60% atau disebut juga OF (Operating Factor). Jadi untuk OF = 60% maka : Pemakaian bensin = 0,60 x 0,3 = 0,18 liter/pk/jam Pemakaian solar = 0,6 x 0,2 = 0,12 liter/pk/jam c. Pemakaian minyak lumas Dapat digunakan rumus umum : g = (DK x F)/19,5 + (C/t) liter/jam dimana : g DK F C = banyaknya minyak lumas yang digunakan (liter/jam) = kekuatan mesin (PK) = factor = isi dari carter mesin, gearbox dan sebagainya (liter)

30 II-30 t = waktu antara penggantian minyak lumas penggantian berikutnya (jam) Besarnya F diperoleh dari angka-angka praktek, biasanya diambil sebagai berikut : lihat tabel 2.8. Tabel 2.8. Faktor Banyaknya Pelumas (F) Jenis alat Beroda ban on road Kondisi lapangan ringan 0,25 Kondisi lapangan sedang 0,30 Kondisi lapangan berat 0,40 Beroda ban off road 0,50 0,55 0,60 Track type tractors 0,50 0,63 0,75 Dragline & shovel 0,50 0,55 0,60 Dredgers 0,25 0,50 0,60 (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1) d. Pemakaian minyak hydraulis Banyaknya minyak hydraulis yang diperlukan adalah : H = (C/t) x 1,2 (liter/jam) Dimana : H = kebutuhan minyak hydraulis (liter/jam) C = kapasitas minyak system hydraulis (liter) t = waktu periode penggantian minyak hydraulis, seperti yang disebutkan dalam manual alat yang bersangkutan (jam) e. Penggunaan Gemuk (Grease) Penggunaan ini dapat dilihat pada tebel 2.9 sebagai berikut :

31 II-31 Tabel 2.9. Penggunaan Gemuk (Grease) Jenis alat Traktor type 100 PK Kondisi lapangan ringan 0,20 Kondisi lapangan sedang 0,30 Kondisi lapangan berat 0, PK 0,15 0,25 0, PK 0,10 0,20 0, PK 0,05 0,15 0,25 Wheel type PK 0,05 0,15 0,25 Unit yang ditarik 0,05 0,10 0,15 Dredger 1,00 2,00 3,00 (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1) f. Bahan-bahan pelenglkap Bahan-bahan ini misalnya : air accu, majun, sabun, kabel baja, balok, talitemali, matting, dan sebagainya. g. Pemakaian ban Item ini berlaku untuk alat yang mempunyai ban. Harga ban luar dan dalam Banyaknya ban per jam = (2-12) Umur ban (jam) Umur ban adalah item yang paling sulit ditentukan karena dipengaruhi oleh beberapa factor dan dapat dilihat pada table 2.10 sebagai berikut. Tabel Perkiraan Umur Ban Jenis alat Self propelled scraper Ringan*) km/jam /4.000 Sedang**) km/jam /3.500 Berat***) km/jam /2.000 Off highway truck / / /5.000 Motor grader / / /1.500 Wheel loader /5.000 /1.000 (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1)

32 II-32 Umur ban bervariasi dengan pabrik pembuatnya dan material ban. Dengan demikian maka umur ban kemungkinan dapat berbeda dibawah angkaangka tersebut diatas. *) Operasi peralatan pada jalan yang terawat baik yaitu jalan tanah atau pasir dan keausan ban adalah normal **) Operasi pada jalan dengan permukaan batu kerikil bercampur dengan batu pecah dimana keausan ban adalah normal ***) Operasi pada jalan dengan permukaannya penuh batu pecah yang menyebabkan keausan ban dan memungkinkan ban sering bocor h. Biaya Operator dan Mekanik Biaya ini tergantung pada jenis pekerjaan dan pengaturan penggajian yang ada. Faktor-faktor yang dapat diperhitungkan adalah : - Gaji dari operator - Gaji dari pembantu operator - Gaji dari mekanik - Biaya lembur - Social security - Tunjangan pengobatan dan lain-lain Untuk pemakaian bahan-bahan operasi alat berat per jam, penulis memakai data yang telah ditentukan oleh perusahaan yaitu dapat dilihat pada tabel 2.11

33 II-33 Tabel Ratio Standar Bahan Operasi Peralatan Jenis Alat Merk Type Fuel Wheel loader AMP Dump Truck Dump Truck Dump Truck Asphalt Finisher Tandem Roller Tire Roller Cater Pillar Tanaka Nissan Mitsubishi Hino Blaw Knox Sakai Sakai 930 TSAP.500 SAP CK-10 FM.517F PF-115 WM-770 TS ,70 42,00 12,00 12,00 12,00 11,38 10,77 14,42 Minyak Peluimas (ltr) Mesin Trans F drive Hydrl 0,121 0,042 0,084 0,158 0,106 0,083 0,067 0,077 0,047 0,022 0,053-0,008 0,008 0,010 0,036 0,082 0,080-0,012 0,012 0, ,022 0,022 0,022 0,119 0,015 0,015 Grease (kg) 0,0105 0,627 0,0105 0,0105 0,0105 0,0105 0,0105 0,0105 (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1) Filter (Rp) 350,43 813,4 213,76 213,76 213,76 840,86 176,00 178, Biaya Perbaikan (Repair) Besarnya biaya perbaikan selama umur ekonomis dari peralatan berdasarkan pengalaman biasanya dapat dinyatakan dalam persentase tertentu terhadap besarnya harga pokok atau terhadap depresiasi. Sejak ditentukan bahwa ban adalah merupakan bagian peralatan yang mengalami aus maka ban tidak perlu disusutkan (didepresiasi). Untuk peralatan yang menggunakan ban maka besarnya biaya perbaikan adalah merupakan persentase tertentu seperti tersebut diatas, terhadap harga pokok yang telah dikurangi harga ban, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel Persentase Biaya Perbaikan Peralatan % terhadap harga pokok Keterangan Draglines Shovel & Hoes Tractors Graders Scrapers Trucks Granes 50 s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d 60 Untuk peralata yang menggunakan ban, maka persentase tersebut adalah terhadap harga pokok dikurangi harga ban (Sumber :R.L. Peurifoy Dan W.B. Ledbetter Perencanaan, Peralatan, dan Metode Konstruksi Jilid 1)

34 II-34 seperti diketahui bahwa selama tahun-tahun pertama dari unsure peralatan biaya perawatan dan perbaikan adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun-tahun selanjutnya sehingga untuk menentukan biaya perbaikan dapat digunakan cara sum of the years digits karena cara ini mendekati kenyataan Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang diperlukan untuk keperluan overhead, biaya pengawasan pemborong, biaya gudang/pooling, force majeure, dan sebagainya. Biaya ini biasanya diambil sebesar 5-15% dari biaya langsung Analisis Effisiensi Waktu Produktif Alat Yang dimaksud effisiensi waktu produktif alat adalah perbandingan antara jumlah jam kerja alat yang benar-benar produktif dengan jumlah jam kerja alat dikurangi jumlah jam kerja tidak produktif, yaitu antara lain: waktu perbaikan, waktu stand by dan waktu isi bbm (untuk dump truck). Effisiensi waktu produktif ini dapat dihitung seperti berikut: T - Σt EW =. (2-13) T Dimana : EW = Effisiensi waktu produktif T = Jumlah jam kerja alat pada suatu jangka waktu tertentu Σt = Jumlah jam kerja tidak produktif pada suatu jangka waktu yang sama Menurut pengalaman besarnya EW = 0,50 sampai dengan 0,80

35 II Analisis Antrian Dalam Menentukan Jumlah Dump Truck Menentukan jumlah alat angkut (dump truck) yang paling ekonomis pada pekerjaan pengaspalan, adalah jumlah yang akan menghasilkan biaya terendah persatuan aspal beton, dengan mengingat gabungan antara biaya mesin pencampur aspal beton (AMP) dan alat angkut itu sendiri. Jika laju produksi AMP itu tetap, dan jika muatan dan waktu siklus alat angkut (dump truck) tetap, maka cukup sederhana untuk menentukan jumlah alat angkut (dump truck) yang paling ekonomis yang digunakan pada suatu proyek tertentu. Akan tetapi telah diketahui bahwa waktu siklus tidak tetap sekalipun kondisi pengangkut dan jumlah trucktruck yang bekerja tetap pula. Ada kalanya beberapa truck menunggu dalam barisan untuk dimuati, kemudian tanpa alasan yang jelas AMP itu mungkin harus menunggu truck, sehingga mengakibatkan kerugian produksi. Jika truck-truck tambahan ditambahkan pada armada, untuk mengurangi atau meniadakan kerudian produksi oleh AMP, maka laju produksi itu kelihatannya membesar, tetapi sering tidak cukup untuk mengimbangi biaya yang membesar yang diakibatkan oleh truck atau truck tambahan. Teori barisan dapat diterapkan pada pekerjaan yang melibatkan alat pencampur (AMP) dan alat angkut (dump truck) untuk menganalisis secara statistika biaya pencampuran aspal beton dan pengangkutan aspal beton apabila menggunakan pelbagai jumlah alat angkut. Dari sini jumlah alat yang optimum ditentukan. Disini penulis memakai beberapa teori barisan, yang akan dijelaskan dengan mengambil sebuah AMP, yang digunakan untuk mencampur aspal beton sekaligus

36 II-36 untuk dimuatkan kedalam truck, yang akan mengangkut aspal beton ke tempat pengaspalan, mencurahkan aspal beton dan kemudian kembalil ke AMP untuk mengambil muatan selanjutnya. Lambang-lambang yang digunakan dalam menyusun dan menerapkan persamaan tersebut adalah : Q = hasil produksi AMP (ton/jam) f = factor operasi untuk AMP, 48 menit/jam = 0,80 q n Po r = kapasitas truck (ton) = jumlah truck dalam armada = Probabilitas tidak adanya truck dalam barisan = laju kedatangan truck rata-rata perjam, tidak termasuk waktu muat, tanpa kelambatan Ta m x Ts C = 1/r, waktu siklus untuk truck, tidak termasuk waktu muat, (jam) = jumlah truck yang dimuati per jam = m/r, jumlah truck yang diperlukan dalam armada = 1/m, waktu untuk memuati sebuah truck, (jam) = biaya keseluruhan per jam untuk AMP dan truck Produksi AMP itu dalam ton per jam : Q = fmq (2-14) Persamaan (4-14) menghasilkan laju produksi ideal bagi AMP, jika AMP itu sekali-sekali harus menunggu truck, maka laju produksi akan mengecil, sebagaimana dinyatakan oleh pers. (4-15) Q = (1-Po) fmq..(2-15)

37 II-37 Biaya keseluruhan per jam untuk AMP dan truck : C = nct + Ca.(2-16) Dimana : Ct = biaya per jam per truck Ca = biaya per jam untuk AMP Biaya per ton : c = nct + Ca Q (2-17) Untuk dapat menentukan produksi AMP yang sebenarnya dari pers. (4-15) adalah perlu menentukan nilai Po apabila digunakan jumlah truck yang bervariasi. Probabilitas tidak adanya truck dalam barisan yang menyebabkan keharusan bagi AMP menunggu datangnya sebuah truck diberikan oleh persamaan : e -x x x n / n! p(n,x) Po (n,x) = =.(2-18) n P(n,x) Σ (e -x x x j / j!) j-o 2.7. Lokasi Pekerjaan Pengaspalan Lokasi pekerjaan pengaspalan adalah lokasi/area yang akan diaspal yaitu pada Paket Pekerjaan Access Road Tolengas Jatigede. Jarak dari lokasi pencampuran aspal beton (AMP) Palimanan ke lokasi pengaspalan Paket pekerjaan Jalan Access Road Tolengas Jatigede adalah (25 km x 2 = 50 km) pulang pergi, dan panjang jalan yang diaspal selama penelitian adalah 822 m, lebar 3 m, dan tebal 0,06 m letaknya STA sampai dengan STA

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan laju pembangunan di Indonesia yang terasa semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan laju pembangunan di Indonesia yang terasa semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sehubungan dengan laju pembangunan di Indonesia yang terasa semakin cepat akhir-akhir ini, menuntut akan kebutuhan transportasi barang maupun transportasi

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

LOADER Alat untuk memuat material ke dump truck, atau memindahkan material, penggalian ringan. Produksi per jam (Q)

LOADER Alat untuk memuat material ke dump truck, atau memindahkan material, penggalian ringan. Produksi per jam (Q) LOADER Alat untuk memuat material ke dump truck, atau memindahkan material, penggalian ringan. Produksi per jam (Q) q 60 E Q q = q 1. k dimana, q 1 = kapasitas munjung k = factor bucket Waktu siklus a)

Lebih terperinci

propinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat

propinsi. Daerah tersebut merupakan jalur dengan arus lalu lintas yang padat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum 1.1.1 Latar Belakang Proyek peningkatan dan pelebaran jaian di jalur Klaten-Kartasura berlokasi di Kabupaten Klaten, Boyolali dan Sukoharjo. Proyek mi bertujuan untuk menata

Lebih terperinci

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran

BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran BAB III Produksi Asphalt Mixing Plant (AMP) Jenis Takaran 3.1. Pengertian Asphalt Mixing Plant ( AMP ) Asphalt Mixing Plant (AMP) atau unit produksi campuran beraspal adalah seperangkat perlalatan mekanik

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov.

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov. PROYEK AKHIR PU Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA 0+000 - STA 1+500 Kab. Luwu Utara Prov. Sulawesi Selatan Pembimbing : Ir. Sulchan Arifin, M.Eng. Dipresentasikan Oleh

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ALAT-ALAT BERAT

MACAM-MACAM ALAT-ALAT BERAT MACAM-MACAM ALAT-ALAT BERAT By : Sering kali kita melihat berbagai aktifitas alat berat ketika suatu proyek bangunan dilakukan, baik itu transportasi (jalan, jembatan, bandara), bangunan air (waduk, bendung,

Lebih terperinci

METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA)

METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA) METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA) A. MOBILISASI & MANAGEMEN KESELAMATAN LALU LINTAS Mobilisasi adalah kegiatan yang diperlukan dalam kontrak

Lebih terperinci

KOP PERUSAHAAN REKAPITULASI PERKIRAAN HARGA PEKERJAAN. Jumlah Harga No. Divisi Uraian Pekerjaan (Rupiah)

KOP PERUSAHAAN REKAPITULASI PERKIRAAN HARGA PEKERJAAN. Jumlah Harga No. Divisi Uraian Pekerjaan (Rupiah) KOP PERUSAHAAN REKAPITULASI PERKIRAAN HARGA PEKERJAAN Program : Pembangunan Jalan Dan Jembatan Kegiatan : Pengerasan Jalan Bengkinang Kelurahan Loa Tebu Lokasi : Kec. Tenggarong Sumber Dana : APBD Kab.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAH MEKANIK (PTM) & ALAT ALAT BERAT BAGIAN VII BIAYA ALAT ALAT BERAT OLEH. FILIYANTI TETA ATETA BANGUN, ST., M.Eng.

PENGEMBANGAN TANAH MEKANIK (PTM) & ALAT ALAT BERAT BAGIAN VII BIAYA ALAT ALAT BERAT OLEH. FILIYANTI TETA ATETA BANGUN, ST., M.Eng. DIKTAT KULIAH PENGEMBANGAN TANAH MEKANIK (PTM) & ALAT ALAT BERAT BAGIAN VII BIAYA ALAT ALAT BERAT OLEH FILIYANTI TETA ATETA BANGUN, ST., M.Eng. NIP. 19690626 199503 2 002 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

1 PEKERJAAN PENDAHULUAN

1 PEKERJAAN PENDAHULUAN SPESIFIKASI TEKNIS Pasal 1 PEKERJAAN PENDAHULUAN Lingkup Pekerjaan Menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan dan alat- alat bantu lainnya untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan agar pekerjaan konstruksi

Lebih terperinci

TINJAUAN BIAYA PENGGUNAAN ALAT BERAT PADA PROYEK PENGASPALAN JALAN UJONG PACU-COT TRIENG KECAMATAN MUARA SATU KOTA LHOKSEUMAWE

TINJAUAN BIAYA PENGGUNAAN ALAT BERAT PADA PROYEK PENGASPALAN JALAN UJONG PACU-COT TRIENG KECAMATAN MUARA SATU KOTA LHOKSEUMAWE TINJAUAN BIAYA PENGGUNAAN ALAT BERAT PADA PROYEK PENGASPALAN JALAN UJONG PACU-COT TRIENG KECAMATAN MUARA SATU KOTA LHOKSEUMAWE M. Fauzan 1), Mukhlis 2), M. Danil 3) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

No. U R A I A N KODE KOEF.

No. U R A I A N KODE KOEF. ITEM PEMBAYARAN NO. : Skh 16.7.(1) JENIS PEKERJAAN : Bubur Aspal Emulsi (Slurry) Dimodifikasi dengan Latex SATUAN PEMBAYARAN : M2 No. U R A I A N KODE KOEF. I. ASUMSI 1 Menggunakan alat berat (cara mekanik)

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKTIVITAS WAKTU KERJA ALAT BERAT PADA PEMBANGUNAN JALAN (Studi Kasus : Ruas Jalan Tangkeh Blang Luah Cs, Woyla Timur)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKTIVITAS WAKTU KERJA ALAT BERAT PADA PEMBANGUNAN JALAN (Studi Kasus : Ruas Jalan Tangkeh Blang Luah Cs, Woyla Timur) ANALISIS EFISIENSI PRODUKTIVITAS WAKTU KERJA ALAT BERAT PADA PEMBANGUNAN JALAN (Studi Kasus : Ruas Jalan Tangkeh Blang Luah Cs, Woyla Timur) TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan obyek berupa paving blok mutu rencana 400 Kg/ dan 500 Kg/ sebanyak masing-masing 64 blok. Untuk setiap percobaan kuat tekan dan tarik belah paving

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PROYEK PEMELIHARAAN BERKALA JALAN PRACIMANTORO-GEDANGKLUTUK KABUPATEN WONOGIRI TESIS

EVALUASI PELAKSANAAN PROYEK PEMELIHARAAN BERKALA JALAN PRACIMANTORO-GEDANGKLUTUK KABUPATEN WONOGIRI TESIS EVALUASI PELAKSANAAN PROYEK PEMELIHARAAN BERKALA JALAN PRACIMANTORO-GEDANGKLUTUK KABUPATEN WONOGIRI TESIS Diajukan Kepada Program Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA

TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA Taufik Dwi Laksono, Dosen Teknik Sipil Universitas Wijayakusuma Purwokerto Dwi Sri Wiyanti, Dosen Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009. tentang Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2009 tentang Pemberlakukan Pedoman Pemeriksaan Peralatan Penghampar Campuran Beraspal (Asphalt Finisher) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 0 Jakarta, 10 Nopember

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik

Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik Republik Indonesia Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik Pengadaan Pekerjaan Konstruksi - Metode e-lelang Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi 5 BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 05 UPR. 05.1 PEMELIHARAAN RUTIN PERALATAN & TENAGA AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN ECOMIX PADA KONSTRUKSI FLEXIBLE PAVEMENT

EFISIENSI PENGGUNAAN ECOMIX PADA KONSTRUKSI FLEXIBLE PAVEMENT EFISIENSI PENGGUNAAN ECOMIX PADA KONSTRUKSI FLEXIBLE PAVEMENT Sumarji Program Studi Teknik Sipil, Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. Tentara Rakyat Mataram 57 Yogyakarta Email: zadaahmad@gmail.com 1.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ALAT BERAT UNTUK PEKERJAAN LPB PADA PENINGKATAN JALAN CILIK RIWUT DI KECAMATAN MURUNG KALIMANTAN TENGAH

PERHITUNGAN ALAT BERAT UNTUK PEKERJAAN LPB PADA PENINGKATAN JALAN CILIK RIWUT DI KECAMATAN MURUNG KALIMANTAN TENGAH Perhitungan Alat berat untuk Pekerjaan LPB pada Peningkatan Jalan (Rezky Anisari ) PERHITUNGAN ALAT BERAT UNTUK PEKERJAAN LPB PADA PENINGKATAN JALAN CILIK RIWUT DI KECAMATAN MURUNG KALIMANTAN TENGAH Rezky

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindahan bahan merupakan salah satu peralatan mesin yang dugunakan untuk memindahkan muatan dilokasi pabrik, lokasi konstruksi, lokasi industri,

Lebih terperinci

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN KESNI SAVITRI 0807121210 1. ALAT UTAMA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010 2. BLENDING SILO ( Pencampuran dan Homogenisasi)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III-1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Dalam penelitian ini yang digunakan adalah variabel bebas dan terikat. Variabel bebas meliputi prosentase Silica fume dalam campuran beton (5%) dan

Lebih terperinci

ANALISA JUMLAH ARMADA TRUCK YANG EKONOMIS MENGGUNAKAN TEORI BARISAN PADA PEKERJAAN PEMINDAHAN TANAH MEKANIS

ANALISA JUMLAH ARMADA TRUCK YANG EKONOMIS MENGGUNAKAN TEORI BARISAN PADA PEKERJAAN PEMINDAHAN TANAH MEKANIS ANALISA JUMLAH ARMADA TRUCK YANG EKONOMIS MENGGUNAKAN TEORI BARISAN PADA PEKERJAAN PEMINDAHAN TANAH MEKANIS A r m e d y NRP : 9021048 Pembimbing : V. Hartanto, Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL

Lebih terperinci

MANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal

MANUAL Konstruksi dan Bangunan No. 001 / BM / 2007 Pemeriksaan peralatan unit pencampur aspal Berikut ini adalah versi HTML dari file http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/pedoman_teknik54.pdf. G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web. MANUAL

Lebih terperinci

Teknik Pelaksanaan & Alat Berat ( TPAB )

Teknik Pelaksanaan & Alat Berat ( TPAB ) Teknik Pelaksanaan & Alat Berat ( TPAB ) Bobot Nilai : Dosen TP : 50 % Dosen AB : 50 % Dosen AB : PR & Diskusi : 30 % Quiz : 30 % UAS : 40 % Referensi 1. Alat-Alat Berat dan Penggunaannya, Ir. Rochmanhadi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLODI PERHITUNGAN

BAB III METODOLODI PERHITUNGAN 21 BAB III METODOLODI PERHITUNGAN 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah metode pengumpulan data dan pengolahan data, guna menunjang penyelesaian laporan Tugas akhir dengan

Lebih terperinci

Cape Buton Seal (CBS)

Cape Buton Seal (CBS) Cape Buton Seal (CBS) 1 Umum Cape Buton Seal (CBS) ini pertama kali dikenalkan di Kabupaten Buton Utara, sama seperti Butur Seal Asbuton, pada tahun 2013. Cape Buton Seal adalah perpaduan aplikasi teknologi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM

PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BATU BARA DAN PERBANDINGAN ASPHALT MIXING PLANT (AMP) BBM Harni Yusnita Fakultas Teknik Universitas Abdurrab, Pekanbaru, Indonesia harni_yusnita@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai kuat tekan awal beton ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Karakteristik Marshall pada Asphalt Treated Base (ATB) 1. Stabilitas (Stability) Stabilitas merupakan kemampuan maksimum suatu benda uji campuran aspal dalam menahan beban sampai

Lebih terperinci

TUGAS MEKANIKA TANAH

TUGAS MEKANIKA TANAH TUGAS MEKANIKA TANAH PEMADATAN TANAH DOSEN : SIANA DEWI ARTHA, ST. NAMA : RESTU ILLAHI NIM : DBD 111 0120 JURUSAN : TEKNIK PERTAMBANGAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN Asrul Arifin ABSTRAK Pengujian dilaboratorium terdiri dari Tes Ekstraksi, Uji Analisa Saringan dan Tes Marshall. Uji Ekstraksi harus dilakukan

Lebih terperinci

MENGHITUNG HARGA SATUAN ALAT

MENGHITUNG HARGA SATUAN ALAT MENGHITUNG HARGA SATUAN ALAT Q Metode Perhitungan Produksi Alat Berat : q q N 60 Cm E E dimana : Q = produksi per jam, m /jam, cu.yd/jam q = produksi (m, cu.yd) dalam satu siklus N = jumlah siklus dalam

Lebih terperinci

SCRAPER. Pada umumnya lapisan tanah yg dpt dikelupas oleh scraper mempunyai ketebalan : + 10 cm.

SCRAPER. Pada umumnya lapisan tanah yg dpt dikelupas oleh scraper mempunyai ketebalan : + 10 cm. CRAER craper (pengikis) adalah alat yang mempunyai banyak fungsi dalam pemindahan tanah, yaitu untuk memuat, mengangkut dan membongkar muatan sekaligus (tanpa tergantung peralatan lain). ifat material

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Berat Alat berat adalah peralatan mesin berukuran besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan tanah (earthworking) dan memindahkan

Lebih terperinci

A N A L I S A H A R G A S A T U A N P E K E R J A A N UNTUK JALAN DAN JEMBATAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG SEMESTER I TAHUN 2015

A N A L I S A H A R G A S A T U A N P E K E R J A A N UNTUK JALAN DAN JEMBATAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG SEMESTER I TAHUN 2015 LAMPIRAN IX PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR : 44 TENTANG STANDARISASI HARGA SATUAN BANGUNAN, UPAH DAN ANALISA PEKERJAAN UNTUK KEGIATAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN ANGGARAN 2015 A N A L

Lebih terperinci

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton 4.1. PENGERTIAN UMUM 4.1.1. Pendahuluan Empat elemen kompetensi

Lebih terperinci

BIAYA KEPEMILIKAN DAN PENGOPERASIAN ALAT BERAT

BIAYA KEPEMILIKAN DAN PENGOPERASIAN ALAT BERAT BIAYA KEPEMILIKAN DAN PENGOPERASIAN ALAT BERAT Di dalam suatu proyek konstruksi alat-alat berat yang digunakan dapat berasal dari bermacammacam sumber, antara alain alat berat yang dibeli oleh kontraktor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan adalah lapis perkerasan yang berada diantara lapis tanah dasar dan roda kendaraan. Fungsi dari perkerasan jalan ini yaitu sebagai pelayanan untuk transportasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA

TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA SNI 03-1737-1989 TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASPAL BETON (LASTON) UNTUK JALAN RAYA BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Pembuatan Lapis Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan

Lebih terperinci

Metode Pelaksanaan dan Alat Berat

Metode Pelaksanaan dan Alat Berat MODUL PERKULIAHAN Metode Pelaksanaan dan Alat Berat Pengertian tentang kapasitas produksi Dozer shovel/wheel loader dan Motor grader. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

MANAJEMEN ALAT BERAT PADA PEKERJAAN TANAH PROYEK PEMBANGUNAN JALAN AP-10 BATANG WELERI (III) JATENG

MANAJEMEN ALAT BERAT PADA PEKERJAAN TANAH PROYEK PEMBANGUNAN JALAN AP-10 BATANG WELERI (III) JATENG LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR MANAJEMEN ALAT BERAT PADA PEKERJAAN TANAH PROYEK PEMBANGUNAN JALAN AP-10 BATANG WELERI (III) JATENG Management of Heavy Equipment on Earth Working AP 10 Batang Weleri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Proyek Jaringan jalan saat ini merupakan salah satu prasarana sistem transportasi untuk menunjang berbagai bidang pembangunan yang merupakan urat nadi dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Lokasi, Bahan, Dan Alat Penelitian 5.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas

Lebih terperinci

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah.

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah. 5.1.1 UMUM DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT 1) Uraian a) Lapis Fondasi Agregat adalah suatu lapisan pada struktur perkerasan jalan yang terletak diantara lapis

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Penelitian ini dilakukan di laboratorium jalan raya UPT. Pengujian dan Pengendalian Mutu Dinas Bina Marga, Provinsi Sumatera Utara. Jalan Sakti Lubis No. 7 R Medan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Data Data-data yang didapat dalam proyek gedung Ditjen Dikti Jakarta merupakan data-data umum dan teknis berupa :

BAB III METODOLOGI Data Data-data yang didapat dalam proyek gedung Ditjen Dikti Jakarta merupakan data-data umum dan teknis berupa : 54 BAB III METODOLOGI 3.. Umum. Metodologi merupakan suatu metode pendekatan untuk menyelesaikan masalah dengan memperhatikan sumber data dan fasilitas yang tersedia. Metodologi menguraikan langkah-langkah

Lebih terperinci

PRODUKSI ALAT BERAT Rumus umum produksi alat :

PRODUKSI ALAT BERAT Rumus umum produksi alat : PRODUKSI ALAT BERAT Rumus umum produksi alat : 60 Q q E W s dimana : Q produksi alat dalam satu jam (m 3 /jam atau cu.yd/h) q kapasitas alat per siklus (m 3 /siklus atau cu.yd/siklus) W s waktu siklus

Lebih terperinci

REKAPITULASI DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA

REKAPITULASI DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA REKAPITULASI DAFTAR KUANTITAS DAN PEKERJAAN NO. DIVISI URAIAN JUMLAH 1 2 3 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. UMUM DRAINASE PEKERJAAN TANAH PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN PERKERASAN BERBUTIR PERKERASAN ASPAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alat-alat tersebut untuk mendapatkan harga besaran estimasi kapasitas alat yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. alat-alat tersebut untuk mendapatkan harga besaran estimasi kapasitas alat yang paling BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan suatu pekerjaan dengan sistem mekanisasi menggunakan alat-alat berat, hal yang sangat penting dilakukan adalah menghitung kapasitas operasi

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PRODUKSI EXCAVATOR PADA PROYEK PERUMAHAN PERTAMINA CIBUBUR

ANALISIS KAPASITAS PRODUKSI EXCAVATOR PADA PROYEK PERUMAHAN PERTAMINA CIBUBUR 57 ANALISIS KAPASITAS PRODUKSI EXCAVATOR PADA PROYEK PERUMAHAN PERTAMINA CIBUBUR Z.A Fikri 1), Budi Rahmawati 2), Ninik Paryati 3) 1,2,3) Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Pengujian Material Dalam mendesain suatu campuran beton, perlu terlebih dahulu diadakan suatu pengujian material atau bahan-bahan pencampur beton. Di antaranya

Lebih terperinci

BAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant)

BAB II ASPHALT MIXING PLANT. seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, a) AMP jenis takaran (batch plant) BAB II ASPHALT MIXING PLANT II.1. Umum Asphalt mixing plant/amp (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

I. PEMBAGIAN ALAT BERAT

I. PEMBAGIAN ALAT BERAT I. PEMBAGIAN ALAT BERAT Alat berat dapat dibagi menurut dua kategori: berdasarkan penggerak utamanya, dan Berdasarkan fungsinya. A. Pembagian Berdasarkan Penggerak Utama Pembagian alat berat berdasarkan

Lebih terperinci

ALAT GALI. Backhoe dan Power Shovel disebut juga alat penggali hidrolis karena bucket digerakkan secara hidrolis.

ALAT GALI. Backhoe dan Power Shovel disebut juga alat penggali hidrolis karena bucket digerakkan secara hidrolis. ALAT GALI Yang termasuk alat gali adalah : 1. Backhoe atau Pull Shovel 2. Power Shovel atau Front Shovel menggunakan prime mover excavator : 3. Dragline bisa wheel (roda ban) atau crawler (roda rantai)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di 26 BAB III METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam penelitian

Lebih terperinci

KOEFISIEN SATUAN UPAH (A) BAHAN (B) (A + B) SATUAN. (Rp.-) (Rp.-) (Rp.-) (Rp.-) 3. Jumlah

KOEFISIEN SATUAN UPAH (A) BAHAN (B) (A + B) SATUAN. (Rp.-) (Rp.-) (Rp.-) (Rp.-) 3. Jumlah BIDANG PENGAIRAN DINAS PEKERJAAN UMUM KEGIATAN : DAFTAR ANALISA SATUAN JENIS PEKERJAAN Pembangunan Turap/ Talud/Bronjong KABUPATEN TOBA SAMOSIR PEKERJAAN : 0 NOMOR : SUB SEKTOR : PROGRAM : LOKASI : 0 KODE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN JALAN

METODE PELAKSANAAN JALAN METODE PELAKSANAAN JALAN Ketentuan-ketentuan, persyaratan-persyaratan, tata-cara pelaksanaan pekerjaan sangat dianjurkan mengikuti pada spesifikasi yang diberlakukan pada proyek bersangkutan. Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN 1. Kuat tekan beton yang direncanakan adalah 250 kg/cm 2 dan kuat tekan rencana ditargetkan mencapai 282 kg/cm 2. Menurut hasil percobaan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat yang diiringi dengan peningkatan mobilitas penduduk. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang

Lebih terperinci

RICARD. Pembimbing : V. HARTANTO, Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

RICARD. Pembimbing : V. HARTANTO, Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK TINJAUAN PEMENUHAN WAKTU PENGADAAN MATERIAL PEKERJAAN BASE COURSE DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI ALAT LOADER DAN DUMP TRUCK PADA JALAN ARTERI PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN LAYANG PASUPATI BANDUNG RICARD NRP

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN PEMAKAIAN ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN TUGU COKLAT PARIT MALINTANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISA KEBUTUHAN PEMAKAIAN ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN TUGU COKLAT PARIT MALINTANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISA KEBUTUHAN PEMAKAIAN ALAT BERAT PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN TUGU COKLAT PARIT MALINTANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN Hairul Amri, Yossyafra, Indra Khaidir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL Skh 6.8.1. UMUM 1) Uraian Cape Buton Seal (C BS) adalah jenis lapis permukaan yang dilaksanakan dengan pemberian lapisan aspal cair yang diikuti dengan penebaran dan pemadatan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai pengaruh variasi suhu pada proses pemadatan dalam campuran beton aspal yang dilakukan di Laboratorium Transportasi Program Studi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik

Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik Republik Indonesia Standar Dokumen Pengadaan Secara Elektronik Pengadaan Pekerjaan Konstruksi - Metode e-lelang Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGAH UNIT LAYANAN PENGDAAN POKJA I

PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGAH UNIT LAYANAN PENGDAAN POKJA I PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGAH UNIT LAYANAN PENGDAAN POKJA I Lantai III Kantor Bupati Jl. Geser Masohi 97511 Tlp./Fax. (0914) 21685 E-mail : ulp.malukutengah@gmail.com BERITA ACARA ADENDUM DOKUMEN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Penelitian ini merupakan penelitian tentang kemungkinan pemakaian limbah hasil pengolahan baja (slag) sebagai bahan subfistusi agregat kasar pada TB sebagai lapis

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium, Laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah Laboratorium Teknologi Bahan, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : 1. Berdasarkan pengambilan data dan analisis yang sudah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data

Lebih terperinci

FORMULIR STANDAR UNTUK PEREKAMAN ANALISA MASING-MASING HARGA SATUAN PERKIRAAN HARGA JUMLAH NO. KOMPONEN SATUAN KUANTITAS SATUAN HARGA

FORMULIR STANDAR UNTUK PEREKAMAN ANALISA MASING-MASING HARGA SATUAN PERKIRAAN HARGA JUMLAH NO. KOMPONEN SATUAN KUANTITAS SATUAN HARGA Analisa EI-21 FORMULIR STANDAR UNTUK PEREKAMAN ANALISA MASING-MASING HARGA SATUAN NAMA KEGIATAN : DAK Transportasi Perdesaan No. PAKET KONTRAK : NAMA PAKET PROP / KAB / KODYA : Sulawesi Selatan /Sidrap

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAH MEKANIK (PTM) & ALAT ALAT BERAT OLEH. FILIYANTI TETA ATETA BANGUN, ST., M.Eng. NIP

PENGEMBANGAN TANAH MEKANIK (PTM) & ALAT ALAT BERAT OLEH. FILIYANTI TETA ATETA BANGUN, ST., M.Eng. NIP DIKTAT KULIAH PENGEMBANGAN TANAH MEKANIK (PTM) & ALAT ALAT BERAT BAGIAN VI TRUK OLEH FILIYANTI TETA ATETA BANGUN, ST., M.Eng. NIP. 1969066 19950 00 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB II LANDASAN TEORI

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Penanganan Bahan Sistem penanganan bahan pada umumnya terdiri dari berbagai mekanisme yang banyak diterapkan di berbagai bidang. Hal ini menjadi faktor utama dalam menentukan

Lebih terperinci

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I

SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL. Sutoyo. PPK metropolitan Surabaya I SISTEM PEMANASAN AMP DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA TIDAK MEMPENGARUHI KINERJA CAMPURAN ASPAL Sutoyo PPK metropolitan Surabaya I Staf DPU Bina Marga Prop. Jatim LATAR BELAKANG Terjadi kerusakan munculnya

Lebih terperinci

MIX DESIGN Agregat Halus

MIX DESIGN Agregat Halus MIX DESIGN Soal : Rencanakan campuran beton untuk f c 30MPa pada umur 28 hari dengan data : 1. Agregat kasar yang dipakai : batu pecah (alami) 2. Agregat halus yang dipakai : pasir 3. Diameter agregat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci