Bab 6 Bidang Telekomunikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 6 Bidang Telekomunikasi"

Transkripsi

1 Bab 6 Bidang Telekomunikasi Pembangunan telekomunikasi di Indonesia telah memasuki babak baru dengan semakin berkembang pesatnya industri teknologi informasi. Jangkauan telepon seluler sudah mencapai seluruh propinsi di Indonesia dan sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia. Penyelenggara jasa telekomunikasi juga semakin banyak dengan semakin banyaknya jenis jasa telekomunikasi yang disediakan dari mulai telepon tetap, telepon bergerak, wireless telepon dan sebagainya. Komunikasi seluler juga hanya bukan komunikasi suara tapi juga sudah melusa kepad komunikasi data. Semakin sulit memisahkan antara kegiatan jasa telekomunikasi dengan aplikasi telekomunikasi. Pertumbuhan pengguna jasa telekomunikasi dan pelanggan telepon khususnya untuk telepon bergerak juga semakin tinggi dengan semakin banyaknya aplikasi yang melekat pda perangkat telekomunikasi. Peran industri telekomunikasi dalam kehidupan masyarakat maupun perekonomian nasional. Pertumbuhan sektor jasa telekomunikasi merupakan yang tertinggi dalam perekonomian nasional dibanding sektor-sektor lainnya. Kelompok transportasi dan komunikasi juga kini menjadi salah satu kelompok kebutuhan pokok yang digunakan dalam penghitungan inflasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat tidak dapat dipungkiri telah memberikan perubahan yang sangat mendasar dalam pengelolaan aktifitas bisnis. Jarak dan batas teritorial suatu negara tidak menjadi hambatan lagi dengan adanya teknologi telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi di Indonesia telah menyediakan produk berupa jasa jasa telekomunikasi, baik domestik maupun internasional. Jasa jasa telekomunikasi yang ditawarkan meliputi sambungan tetap dan bergerak, komunikasi data dan sewa sambungan, dan berbagai jasa bernilai tambah Ruang Lingkup Pembangunan pertelekomunikasian di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan jumlah telepon pengguna berbayar dan kualitas penyelenggaraan telekomunikasi. Peningkatan 1

2 kesejahteraan masyarakat seiring dengan perkembangan telekomunikasi itu, dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator yang dapat digunakan oleh para pengambil kebijakan untuk menentukan strategi pembangunan yang terkait dengan pertelekomunikasian secara nasional maupun regional. Untuk mendukung keinginan ini, penyajian data telekomunikasi tentu merupakan suatu kebutuhan. Ruang lingkup penyajian data telekomunikasi meliputi data dan statistik yang terkait dengan jasa penyelenggaraan telekomunikasi baik dari sisi operator, pelanggan, revenue dan pendapatan operator, satuan sambungan telekomunikasi sampai dengan program pengembangan telekomunikasi yang dilakukan oleh pemerintah Konsep dan Definisi Jasa-jasa penyelenggaran telekomunikasi di Indonesia meliputi berbagai bentuk. Jasa-jasa tersebut secara rinci sebagai berikut : Jaringan telepon umum/public switched telephone network o Jasa pelanggan telepon / telephone subscriber services o Jasa interkoneksi operator telekomunikasi / interconnection services to other telecommunication operators Interkoneksi jarak jauh internasional / international long distance interconnection Interkoneksi sambungan tetap dan bergerak / mobile and fixed cellular interconnection Jasa sambungan bergerak / mobile cellular services o Jasa sambungan analog / analog cellular services o Jasa sambungan GSM / GSM cellular services o Jasa sambungan PCN / PCN cellular services Jasa satelit / Satellite services Jasa lainnya o o o VSAT Kartu telepon /calling cards 2

3 Dalam perkembangan Jasa sambungan bergerak, terdapat beberapa nomor awal yang dimiliki oleh masing-masing operator yang ada. Di bawah ini daftar produk menurut nomor awal : Nomor awal Produk Penyedia 0811 KartuHALO Telkomsel 0812 SimPATI, KartuHALO Telkomsel 0813 SimPATI, KartuHALO Telkomsel 0814 Indosat 3,5G Broadband Indosat (IndosatM2) 0815 Mentari, Matrix Indosat 0816 Mentari, Matrix Indosat 0817 XL Prabayar, XL Pascabayar XL-Axiata 0818 XL Prabayar, XL Pascabayar XL-Axiata 0819 XL Prabayar, XL Pascabayar XL-Axiata 0828 Ceria Sampoerna Telekom 0831 Solusi Natrindo Telepon Seluler 0838 Axis Natrindo Telepon Seluler 0852 Kartu As Telkomsel 0853 Kartu As Fress Telkomsel 0855 Matrix Auto Indosat 0856 IM3 Indosat 0857 IM3 Indosat 0858 Mentari Indosat 0859 XL Prabayar XL-Axiata 0877 XL Prabayar XL-Axiata 0878 XL Prabayar XL-Axiata 0879 XL Prabayar XL-Axiata 0881 Smart Smart Telecom 0888 Fren Mobile Mobi Mobile Hutchison Charoen Pokphand Telecom Hutchison Charoen Pokphand Telecom Untuk menciptakan interpretasi yang sama dari setiap pemakai data terhadap terminologi yang digunakan dalam penyajian data telekomunikasi ini, diberikan pengertian atas penggunaan beberapa terminologi yang digunakan, yang meliputi : 3

4 1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya. 2. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi. 3. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka bertelekomunikasi. 4. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara. 5. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. 6. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. 7. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. 8. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus. 9. Kapasitas sentral telepon adalah banyaknya telepon yang tersedia yang telah terpasang dan siap untuk dipasarkan. 10. Telepon tersambung adalah banyaknya telepon yang telah tersambung dan siap untuk digunakan berkomunikasi. 11. Pelanggan atau pengguna adalah perseorangan, badan hukum, atau instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak. 12. Teledensitas adalah indikator yang menunjukkan jumlah satuan sambungan telepon per seratus penduduk. 12. Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation/USO) bidang Telekomunikasi adalah kewajiban pelayanan dari pemerintah di bidang 4

5 telekomunikasi dalam rangka mendukung peningkatan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap jaringan telekomunikasi khususnya telepon. 13. Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) adalah wilayah-wilayah yang menjadi sasaran dari program USO dibidang telekomunikasi di seluruh Indonesia. Propinsi-propinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta menjadi wilayah sasaran kebijakan dan program USO oleh pemerintah yang dibagi dalam 11 WPUT dengan pembagian : WPUT I WPUT II WPUT III WPUT IV WPUT V WPUT VI WPUT VII WPUT VIII WPUT IX WPUT X WPUT XI : Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat : Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung : Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung : Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah : Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan : Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah : Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara : Papua, Irian Jaya Barat : Maluku, Maluku Utara : Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur : Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur Statistik Telekomunikasi Indonesia Penyelenggara Telekomunikasi di Indonesia. Penyelenggara telekomunikasi Indonesia berkembang dengan sangat cepat merespon potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi indstri telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Namun berbeda dengan negara lain dimana pelaku usaha penyelenggara telekomunikasi tidak terlalu banyak, industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha penyelengara telekomunikasi yang banyak. Hal ini tidak lepas dari kebijakan persaingan bebas yang diterapkan serta keterbukaan dalam penanaman modal di Indonesia termasuk dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi seluler. Disisi lain, jumlah penduduk 5

6 yang besar dan wilayah yang luas dan berbentuk kepulauan merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri telekomunikasi. Jumlah penyelenggara telekomunikasi dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan baik untuk penyelenggara jaringan tetap, jaringan bergerak maupun penyelenggara jasatelekomunikasi. Jumlah penyelenggara jaringan tetap yang pada tahun 2009 meningkat 32,3% pada tahun 2010 sampai dengan semester I masih mengalami peningkatan sebesar 5,8%. Meskipun peningkatannya tidak sebesar peningkatan pada tahun 2009, tapi peningkatan pada semester I 2010 ini menunjukkan trend positif dari pertumbuhan penyelenggara jaringan tetap. Peningkatan terbesar pada tahun 2010 ini terjadi untuk penyelenggara jaringan tetap tertutup yang masih meningkat sebesar 6,9% setelah pada tahun sebelumnya meningkat sebesar 31,8%. Untuk penyelenggara jaringan bergerak tidak terdapat peningkatan jumlah penyelenggara pada semester I tahun 2010 setelah pada tahun sebelumnya meningkat cukup signifikan yaitu 13,3%. Tidak adanya penambahan ini karena untuk penyelenggaraan jaringan bergerak membutuhkan investasi yang cukup besar. Disamping itu,saat ini pemain dari jaringan bergerak ini khususnya untuk jasingan bergerak selule sudah cukup banyak dibandingkan kondisi serupa di negara lain. Dengan kompetisi yang semakin ketat, diduga untuk kelompok ini tidak banyak lagi penambahan penyelenggara. 6

7 Tabel 6.1. Jumlah Penyelenggara Telekomunikasi di Indonesia 2008 Semester I 2010 No Jenis-Jenis Penyelenggaraan * I Penyelenggara Jaringan Tetap Penyelenggara jaringan tetap lokal Circuit Switch + Jasa Teleponi dasar Packet Switch Penyelenggara jaringan tetap jarak jauh (SLJJ) Penyelenggara jaringan tetap Internasional (SLI) Penyelenggara jaringan tetap tertutup II Penyelenggara Jaringan Bergerak Penyelenggara jaringan bergerak terrestrial radio trunking Penyelenggara jaringan bergerak selular Penyelenggara jaringan bergerak satelit III Penyelenggara Jasa Penyelenggara jasa nilai tambah teleponi (Calling Card, Premium Call dan Call Center) Penyelenggara jasa ISP Penyelenggara jasa NAP Penyelenggara jasa ITKP Penyelenggara jasa Siskomdat IV Penyelenggara Telekomunikasi Khusus Sementara untuk penyelenggara jasa telekomunikasi, peningkatan justru terjadi di semester I tahun 2010 setelah menurun pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penyelenggara jasa telekomunikasi pada semester I 2010 ini mencapai 7,1%. Peningkatan ini berasal dari peningkatan pada jumlah penyelenggara jasa ISP, jasa NAP, jasa ITKP dan jasa siskomdat. Sehingga meskipun penyelenggara jasa nilai tambah teleponi menurun akibat aturan yang semakin ketat, namun secara total jumlah penyelenggara jasa telekomunikasi tetap meningkat. Proporsi peningkatan terbesar dari peningkatan pada penyelenggara jasa siskomdat yang meningkat 28,6% meskipun secara absolut peninkatan paling besar pada penyelenggara jasa ISP sebanyak 12 perusahaan. Untuk penyelenggara jasa telekomunikasi khusus, meskipun tidak sebesar peningkatan pada tahun sebelumnya, pada semester I 2010 jumlahnya masih meningkat sebesar 15%. Untuk penyelenggara telepon, sampai semester I tahun 2010 jumlah dan pelaku usahanya tidak mengalami perubahan dengan penyelenggara telepon pada tahun sebelumnya. 7

8 Penyelenggara telepon tetap kabel terdiri dari 3 perusahaan dengan PT. Telkom sebagai penyelenggara utama, sementara untuk telepon tetap nirkabel terdapat empat penyelenggara yaitu PT. Telkom, PT. Indosat, PT. Bacrie Telecom dan PT. Mobile-8. Untuk telepon bergerak dengan pasar yang paling dinamis dan tumbuh dengan cepat, di Indonesia terdapat 8 penyelenggara dengan pangsa pasar yang berbeda-beda. Tabel 6.2 Penyelenggara telepon di Indonesia Semester I No Jenis Penyelenggaraan Nama Operator Jumlah 1 Telepon Tetap Kabel 2 Telepon Tetap Nirkabel 3 Telepon Bergerak PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) PT. Indosat PT. Batam Bintan Telekomunikasi (BBT) PT. Telkom PT. Indosat PT. Bakrie Telecom PT. Mobile-8 PT. Telkomsel PT. Indosat PT. XL-Axiata PT. Mobile-8 PT. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) PT. Natrindo Telepon Seluler (NTS) PT. Hutchison CP Telecommunication Smart Telecom Kapasitas Penyelenggaraan Telekomunikasi. Perkembangan sektor telekomunikasi juga ditandai dengan peningkatan yang terjadi pada kapasitas yang dimiliki oleh penyelenggara jadingan telekomunikasi pada masing-masing kelompok. Dari sisi kapasitas, prospek pasar industri jasa telepon bergerak yang sangat besar dengan pertumbuhan pelanggan yang tinggi direspon oleh operator dengan meningkatkan kapasitas terpasang layanan yang disediakan. Namun kapasitas tersambung yang digunakan menunjukkan kondisi yang berbeda antar operator. Untuk kelompok telepon tetap kabel, dari tigas penyelenggara jaringan, hanya Telkom yang mengalami peningkatan kapastas tersambung pada semester I tahun 2010 namun hanya sebesar 0,1%. Sementara dua operator lain tidak menunjukkan peningkaan kapastas tersambung. Sehingga secara total hanya terjadi sedikit kenaikan kapasitas tersambung untuk telepon tetap kabel. Pada kelompok telepon tetap nirkabel (wireless), peningkatan 8

9 jumlah kapasitas tersambung pada semester I 2010 terjadi pada tiga operator yaotu Telkom, Indosat dan Bakrie. Persentasi kenaikan terbesar dialami oleh Indosat yang meningkat sekitar 17% dari tahun sebelumnya, sedangkan Telkom dan Bakrie sebagai pemain utama masing-masing meningkat 5,3% dan 0,2%. Sementara untuk Mobile 8 justru mengalami penuruna sebesar 0,4% sehingga secara total kapasitas tersambung telepon tetap nirkabel sampai semester I 2010 meningkat 3,5% dibanding tahun sebelumnya. Bagi telepon tetap kabel, peningkatan kapasitas tersambung ini merupakan kebangkitan setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Sementara untuk telepon tetap nirkabel, kenaikan ini melanjutkan trend kenaikan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Tabel 6.3. Kapasitas Telepon tetap kabel dan wireless Tahun 2008-Semester I Tahun 2010 Jenis Penyeleng garaan Tetap Kabel Tetap Wireless Jumlah * Operator Kapasitas Kapasitas Kapasitas Tersambung Tersambung Tersambung Terpasang Terpasang Terpasang Telkom Indosat** BBT Telkom Indosat N.A N.A Bakrie Mobile Jumlah *) Sampai semster I tahun 2010, untuk kapasitas terpasang menggunakan data tahun 2009 **) Untuk Indosat, data kapasitas terpasang 2009 dan 2010* menggunakan data tahun 2008 Gambar 6.1 menunjukkan kapasitas terpasang maupun tersambung untuk PT. Telkom pada kelompok telepon tetap kabel jauh lebih besar dibanding operatir lain. Namun dari gambar tersebut juga terlihat bahwa kapasitas tersambung tidak meningkat signifikan meskipun perusahaan meningkatkan kapasitas tersambungnya cukup besar. Operator lain juga tidak banyak mengalami peningkatan untuk kapasitas terpasang dan tersambung. Semakin banyaknya penggunaan telepon seluler oleh masyarakat dengan teknologi fixed wireless maupun celuler dengan biaya yang semakin murah menyebabkan telepon tetap tidak lagi menjadi pilihan, khususnya bagi masyarakat kelas ekonomi menengah bawah. Telepon tetap 9

10 lebih mengandalkan pasar pada kelompok bisnis (corporate) dan daerah-daerah yang belum terjangkau sinyal telepon seluler. Gambar 6.1. Kapasitas Terpasang dan Telepon tersambung telepon tetap kabel * * * Telkom Indosat BBT Terpasang Tersambung Gambar 6.2.Tingkat pemanfaatan kapasitas telepon tetap kabel 2007-Semester I % 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2008 Telkom 87,7% Indosat 46,2% BBT 42,6% ,4% 49,3% 40,8% 2010* 68,5% 49,3% 40,8% Dari sisi tingkat pemanfaatannya, meskipun memiliki kapasitas terpasang paling besar dan jauh lebih besar daripada operator lainnya, tingkat pemanfaatakan kapasitas terpasang oleh Telkom masih merpakan yang terbesar dibadnding oeprator lain. Namun tingkat 10

11 * * * * pemanfaatakan kapasitas di Telkom ini cenderung menurun dan pada semester I 2010, tingkat pemanfaatnnya hanya mencapai 68,5% atau sedikit lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Sementara untuk dua operator lain yait Indosat dan BBT, tinkat pemanfaatan kapasitas yang dimiliki masih dibawah 50%. Namun untuk Indosat, tingkat pemanfaatan kapasitasnya meningkat dari 46,2% menjadi hampir 50% pada 2009 dan semester I Sementara untuk BBT, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasangnya cenderung stagnan dari tahun ke tahun. Pada kelompok telepon tetap wirelss, gambar 6.3 menunjukkan Telokm dan Bakrie yang memiliki kapasitas terpasang yang lebih besar dibanding dua oeprator lainnya dengan Telkom yang sedikit lebih besar daripada Bakrie. Kedua operator ini juga menunjukkan trend peningkatan dalam kapasitas terpasang maupun kapasitas tersambungnya. Potensi pasar yang besar untuk telepon tetap wireless ini digarap secara serius oleh kedua operator dengan meningkatkan kapasitas terpasangnya dan direspon dengan peningkatan kapasitas tersambungnya. Gambar 6.3. Kapasitas terpasang dan tersambung telepon tetap wireless 2007-Semester I Telkom Indosat Bakrie Mobile 8 Terpasang Tersambung Sebagaimana kapasitas yang dimiliki, tingkat pemafaatan kapasitas pada dua operator tersebut (Telkom dan Bakrie) pada kelompok telepon tetap wireless juga jauh lebih besar daripada dua operatir lainnya (Indosat dan Mobile-8) dengan tingkat pemanfaatan kapasitas 11

12 sudah diatas 50%. Bahkan untuk kedua operator tersebut, tingkat pemanfaatan kapasitas menunjukkan kenaikan pada semester I 2010 dibanding tahun sebelumnya. Tigkat pemanfaataan kapasitas Telkom meningkat dari 56,7% menjadi 59,7% dan Bakrie meningkat sedikit dari 55,3% menjadi 55,4%. Peningkatan pemanfaatan kapasitas juga dialami oleh Indosat yang meningkat dari 15,8% menjadi 18,5% setelah menurun tahun sebelumnya. Sebaliknya untuk tingat pemanfaatan Mobil-8 yang tidak mengalami perubahan setelah menurun tajam dari tahun 2008 ke 2009 seperti ditunjukkan tabel Gambar 6.4.Tingkat pemanfaatan kapasitas telepon tetap wireless 2007 Semester I % 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2008 Telkom 67,0% Indosat 20,2% Bakrie 55,1% Mobile-8 22,2% ,7% 15,8% 55,3% 4,2% 2010* 59,7% 18,5% 55,4% 4,2% Pertumbuhan kapasitas telepon tetap kabel yang cenderung stagnan dibanding telepon tetap wireless disebabkan sebagian besar penduduk tidak lagi menjadikan telepon tetap kabel sebagai sarana utama komunikasi telepon karena teknologi nirkabel yang semakin murah dan terjangkau. Pasar telepon tetap kabel hanya mengandalkan kelompok bisnis dan daerah yang belum terjangkau telepon nirkabel Pada kelompok telepon bergerak seluler, penambahan operator penyelenggara juga diikuti dengan peningkatan kapasitas oleh masing-masing operator. Peningkatan kapasitas 12

13 tersambung sampai semester I 2010 dialami oleh tiga operator utama yaitu Telkomsel, Inodsat dan Exel-Axiata dengan peningkatan tertinggi dialami oleh Indosat sebesar 18%. Sementara Telkomsel dan Axel-Axiata masing-masing meningkat sebesar 8,9% dan 4,7%. Operator-operator lainnya dengan pangsa pasar lebih kecil belum menunjukkan peningkatan kapasitas terpasang. Sehingga secara total kapasitas terpasang untuk telepon bergerak seluler meningkat 9,0%. Tabel 6.4. Kapasitas Terpasang dan Tersambung telepon Bergerak Tahun 2008 Semester I 2010 Operator Kapasitas Terpasang * Tersambung Kapasitas Terpasang Tersambung Kapasitas Terpasang Tersambung Telkomsel Indosat XL-Axiata Mobile Natrindo Telepon Seluler STI Hutchison CP Telecommuni-cation N.A Smart Telecom Jumlah *) Sampai semster I tahun 2010, untuk kapasitas terpasang menggunakan data tahun 2009 Peningkatan kapasitas yang terjadi pada operaor utama di semester I 2010 ini sesungguhnya masih lebih kecil dibanding peningkatan kapasitas tersambung pada tahun sebelumnya. Bahkan ketika kapasitas terpasang dinaikan, kapasitas tersambung juga meningkat signifikan. Namun bagi Indosat, kondisi yang terjadi adalah sebaliknya dimana pada tahun 2009 mengalami penurunan kapasitas tersambung, namun pada semester 2010 I justru mengalami peningkatan kapasitas tersambung yang paling besar diantara operator lainnya. Gambar 6.5 menunjukkan Telkomsel memiliki kapasitas terpasang maupun tersambung yang paling besar diantara operator lainnya diikuti Indosat dan XL-Axiata. Kapasitas tersambung pada ketiga operator ini juga menunjukkan trend peningkatan, mengikuti peningkatan pada kapasitas terpasang yang terjadi pada tahun sebelumnya. Namun antara Indosat dan XL-Axiata menunjukkan kecenderungan berbeda dimana peningkatan kapasitas terpasang Indosat lebih rendah daripada peningkatan kapasitas terpasang Excel, namun 13

14 * * * * * * * * kapasitas tersambung Indosat menunjukkan peningkatan yang lebih besar daripada kapasitas tersambung Excel. Hal ini secara implisit menunjukkan Indosat cenderung mengoptimalkan kapasitas yang dimilikinya sementara Excel cenderung melakukan investasi pada peningkatan kapasitas. Gambar 6.5. Kapasitas Terpasang dan Tersambung telepon bergerak seluler 2007-Semester I Terpasang Tersambung Telkomsel Indosat Excel Asiata Mobile 8 NTS STI HCPT Smart Telecom Sementara operator lain terutama yang baru masih menunjukkan kapasitas terpasang dan tersambung yang relatif masih rendah. Namun diantara operatir tersebut, Hutchinson menunjukkan ekspansi yang palingtinggi dalam peningkatan kapasitas terpasang maupun kapasitas tersambung. Smart Telecom juga menunjukkan peningkatan yang lebih pesat dibanding Natrindo yang lebih dulu muncul. Dari sisi pemanfaatan kapasitas terpasang yang dimiliki, operator pada kelompok penyelenggara telepon bergerak seluler memiliki tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang yang lebih besar dibanding telepon tetap kabel dan telepon tetap bergerak. Lima operator yaitu Telkomsel, Indosat, XL-Axiata, NTS dan HTCP memiliki tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang yang sudah lebih dari 50%. Pada tahun 2007, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang paling tinggi adalah oleh Telkomsel an Insoat. Namun pada tahun 2009 dan 14

15 semester 2010, Telkomsel mengalami pengurunan tingkat pemanfaatan kapasitas karena dilakukannya penambahan kapasitas terpasang dalam jumlah besar (meningkat 99% dibanding tahun sebelumnya). Pada periode ini, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang yang tinggi justr dialami oleh HTCP, diikuti oleh Natrindo (NTS) yang notabene adalah operator relatif lebi kecil. Namun hal ini diduga lebih disebabkan karena kapasitas yang dimiliki masih tergolong kecil sehingga kuantitas pemanfaatannya sebenarnya juga tidak besar. Meskipun demikian ketiga operatir telepon seluler ini (Telkomsel, Indosat dan Exel-Axiata) tetap memiiki tingkat pemanfaatan kapasitas yang tinggi sampai semester I tahun 2010 dengan tertinggi dialami oleh Indosat (76,3%) Gambar 6.6.Tingkat pemanfaatan kapasitas telepon bergerak 2007 Semester I % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Telkom Indosat Excel Mobile- NTS STI HTCP Smart sel Asiata 8 Teleco m ,0% 80,0% 55,8% 34,9% 68,5% 52,5% 0,0% 46,4% ,7% 66,9% 60,5% 35,6% 83,7% 37,0% 93,1% 55,7% 2010* 66,1% 79,0% 63,3% 35,6% 83,7% 37,0% 93,1% 55,7% Perkembangan Pelanggan Jaringan Telekomunikasi. Salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan dan dinamika industri telekomunikasi adalah jumlah dan pertumbuhan pelanggan telekomunikasi. Pertumbuhan pelanggan juga menjadi salah satu indikator potensi pasar yang masih terbuka pada industri telekomunikasi. Demikian pula dengan pertumbuhan pelanggan jaringan telekomunikasi 15

16 Indonesia yang untuk jenis jaringan tertentu menunjukkan pertumbuhan yang masih tinggi dan pasar yang masih sangat prospektif seperti ditunjukan pada tabel 6.5. Tabel 6.5. Perkembangan Pelanggan Jaringan Tetap Lokal 2005 Semester I 2010 No Jenis Infrastruktur * A Kabel PT. Telkom PT Indosat I- Phone PT. BBT B 1 Nir Kabel (wireless) PT Telkom Flexi Prabayar Pasca bayar PT. Indosat StarOne Prabayar Pasca bayar PT. Bakrie Tel- Esia Prabayar Pasca bayar PT. Mobile-8** N.A N.A Prabayar N.A N.A N.A Pasca bayar N.A N.A N.A Jumlah 4 *) Sampai Kuartal I Tahun 2010 **) Mulai beroperasi tahun Untuk jenis telepon tetap kabel, perkembangan jumlah pelanggan tidak menunjukkan penambahan signifikan. Bahkan dalam lima tahun terakhir, total jumlah pelanggan untuk 16

17 jenis telepon tetap kabel ini berada dalam kisaran 8 juta pelanggan dengan kecenderungan jumlah yang semakin menurun. PT. Telkom masih menjadi pemain utama pada industri di jaringan telepon tetap kabel. Penyebab penurunan jumlah pelanggan ini antara lain beralihnya pelanggan telepon kabel ke layanan lainnya yang mempunyai fasilitas mobilitas, selain itu berkurangnya pelanggan rumah tangga akibat kawasan pemukiman yang tergusur untuk pembangunan sarana publik atau infrastruktur atau beberapa rumah yang dibangun menjadi satu bangunan sehingga penggunaan telepon kabel berkurang. Akibatnya jumlah pelanggan telepon tetap kabel hanya mengandalkan pelanggan dari kelompok bisnis atau daerah perumahan yang belum terjangkau sinyal telepon bergerak atau nirkabel. Sementara untuk jenis telepon tetap nirkabel, seperti sudah diduga memiliki pertumbuhan jumlah pelanggan yang sangat pesat. Pertumbuhan yang besar terutama terjadi pada tahun 2007 dan 2008 dimana jumlah pelanggan meningkat lebih dari 4 juta pada 2007 dan lebih dari 11 juta pada 2008 seperti ditunjukan gambar 6.7. Pada tahun 2010, sampai dengan semeter I, jumlah pelanggan telepon tetap nirkabel telah bertambah hampir 1 juta pelanggan dari tahun sebelumnya. PT Telkom melalui produk Telkom Flexy dan PT. Bakrie Telekom melalui produk Esia menjadi operator utama dengan jumlah pelanggan terbanyak. Peningkatan jumlah pelanggan yang besar pada kedua operator ini juga terjadi pada tahun 2008 Gambar 6.7 Perbandingan Jumlah Pelanggan Telepon Kabel dan Nirkabel 2005-Semester I

18 * Kabel Nir Kabel Jika dilihat dari pertumbuhan jumlah pelanggan, gambar 6.8 menunjukkan perbedaan yang sangat kontras antara pertumbuhan pelanggan telepon tetap kabel dan telepon tetap nirkabel. Pertumbuhan pelanggan telepon tetap kabel menunjukkan grafik yang sangat rendah, bahkan pada periode menunjukkan pertumbuhan yang negatif. Sementara pertumbuhan pelanggan telepon tetap nirkabel menunjukkan grafik yang tinggi terutama Bakrie (Esia). Meskipun sejak 2008 menunjukkan pertumbuhan yang menurun, namun jumlah pelanggan telepon tetap nirkabel masih menunjukkan pertumbuhan yang positif sampai dengan semester I tahun Penurunan ini lebih disebabkan oleh pertumbuhan yang sangat tinggi pada periode sebelumnya sehingga ketika mencapai puncaknya, pertumbuhan pelanggan mulai menurun. Hanya Indosat (Starone) yang menunjukkan pertumbuhan negatif pada tahun 2009 yang lebih disebabkan karena sulit bersaing dengan operator lain. Namun pada semester I 2010 pertumbuhan pelanggan Indosat (Starone) mulai kembali positif. Gambar 6.8. Pertumbuhan Jumlah Pelanggan Jaringan Tetap Lokal 2004-Semester I

19 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0% -50% -100% * Kabel 0,3% -0,2% -0,5% -2,9% 0,1% PT. Telkom 0,3% -0,3% -0,6% -2,9% 0,1% PT Indosat I-Phone 22,6% 14,4% 38,3% 6,7% 0,0% PT. BBT -1,2% -4,3% -3,9% -4,0% 0,0% Nirkabel 28,4% 79,8% 100,7% 21,6% 3,5% PT Telkom Flexi 2,8% 52,4% 109,1% 13,8% 5,3% PT. Indosat StarOne 43,9% 74,9% 21,3% -22,0% 17,4% PT. Bakrie Telecom Esia 297,5% 158,3% 91,2% 44,9% 0,2% PT. Mobile-8 0,0% 0,0% 0,0% -79,9% -0,4% Pangsa pasar untuk indutri telepon tetap nirkabel ini masih didominasi oleh dua operator utama yaitu Telkom (Flexy) dan Bakrie (Esia). Tabel 6.6 dan gambar 6.8 menunjukkan dalam tiga tahun terakhir kedua operator ini menguasai lebih dari 90% pangsa pasar pelanggan telepon tetap nirkabel. Bahkan sampai dengan kuartal I tahun 2010, kedua operator ini menguasai 97,2% dari total pelanggan telepon bergerak seluler. Sementara dua operator lain yaitu Indosat (StarOne) dan Mobile-8 (Hepi) masing-masing hanya memiliki pangsa 2,6% dan 0,2%. Pangsa pelanggan terbesar dikuasai oleh Telkom Flexy yang sampai kuartal I 2010 menguasai pangsa 58,4%, sementara Bakrie-Esia menguasai 38,8%. Jika dilihat perkembangan dari 2009-kuartal I 2010, terjadi sedikit pergeseran pada tahun 2009 dimana Telkom Flexy mengalami sedikit penurunan dan Esia mengalami sedikit peningkatan. Tabel 6.6. Profil Penyelenggara Jaringan Telepon tetap Wireless Operator Produk Tahun Mulai Operasi Jumlah Pelanggan * Pangsa Pasar Jumlah Pelanggan Pangsa Pasar Jumlah Pelanggan 19 Pangsa Pasar PT. Telkom Telkom Flexi ,9% ,4% ,4% PT. Indosat StarOne ,6% ,3% ,6% PT. Bakrie Telekom Esia ,0% ,1% ,8%

20 PT. Mobile 8 Hepi ,6% ,3% ,2% Total *) Sampai kuartal 1 Tahun 2010 Penguasaan pasar yang besaroleh Telkom-Flexy dan Bakrie Esia didorong oleh kelebihan yang dimiliki masing-masing operator. Telkom Flexy unggul dalam penguasaan jaringan yangf luas yang dimiliki oleh induk perusahaanya yaitu PT. Telkom sehingga mampu meyakinkan pelanggan untuk menggunakan operator ini. Sementara pangsa pasar Bakrie- Esia yang besar lebih didukung oleh strategi pemasaran dan promosi yang gencar terutama melalui strategi co-branding yang menyatukan penjualan pesawat telpon dengan layanan operatornya dengan harga yang murah dan produk yang sangat variatif. Strategi yang gencar dengan berbagai fasilitas dan bonus yang diberikan terhadap produk co-branding berharga murah ini mampu menarik minat pelanggan. Belakangan Telkom-Flexy juga mengggunakan startegi pemasaran yang hampir sama dengan Esia yaitu co-branding antara pesawat handset dengan layanan operatornya. Dukungan jarngan yang luas dan strategi pemasaran dengan m odel co-branding dan harga yang semakin terjangkau menjadi faktor pesatnya peningkatan pelanggan telenon tetap nirkabel Gambar 6.9. Komposisi Pangsa Pasar Penyelenggara Jaringan Telepon Tetap Wireless 20

21 100% 80% 60% 40% 20% 0% * PT. Mobile 8 1,6% 0,3% 0,2% PT. Bakrie Telekom 34,0% 40,1% 38,8% PT. Indosat 3,6% 2,3% 2,6% PT. Telkom 60,9% 57,4% 58,4% Seperti pelanggan telepon tetap nirkabel, kelebihan teknologi yang lebih mobile juga menyebabkan perkembangan jumlah pelanggan telepon bergerak seluler juga sangat pesat. Jumlah pelanggan telepon bergerak seluler yang pada 2006 baru mencapai sekitar 63 juta, sampai kuartal I tahun 2010 telah meningkat hampir 3 kali lipat menjadi sekitar 171,4 juta pelanggan. Peningkatan yang pesat terjadi setiap tahun sejak tahun 2006 dengan peningkaran rata-rata sekitar 37,6% per tahun pada periode Pada tahun 2010, sampai dengan kuartal I tahun 2010, jumlah pelanggan teepon bergerak seluler telah meningkat hampir 5% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan pasar pelanggan industri telepon bergerak seluler masih sangat potensial di Indonesia. Jika dilihat dari jenis pelanggannya, utuk masing-masing operator masih didominasi oleh jenis pelanggan prabayar. Proporsi pelanggan pasca bayar pada tiga operator utama dalam tiga tahun terakhir hanya berkisar 1% sampai 4% dari total pelanggan bahkan dengan proporsi yang cenderung semakin menurun. Kemudahan mengontrol penggunaan pulsa dan pengguna yang sebagian besar berpendapatan menengah ke bawah menjadi faktor yang menyebabkan lebih tingginya pelanggan jenis pra bayar, selain karena kemudahan untuk menjadi pelanggan pra bayar mampun mengakhiri proses langganan. Tabel 6.7. Perkembangan Jumlah Pelanggan Telepon Bergerak Seluler 2004-Semester I

22 No Operator * Telkomsel Prabayar Pasca bayar Indosat Prabayar Pasca bayar XL-Axiata Prabayar Pasca bayar Mobile Prabayar Pasca bayar STI Prabayar Pasca bayar Natrindo Prabayar Pasca bayar N.A N.A N.A - Hutchison N.A Prabayar N.A Pasca bayar N.A Smart N.A 8 Telecom Prabayar N.A N.A Pasca bayar N.A N.A Jumlah *) Sampai kuartal I tahun 2010 Gambar 6.10 menunjukkan tiga operator utama yang memiliki jumlah pelanggan terbesar adalah Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata. Jumlah pelanggan untuk ketiga operator ini juga menunjukkan peningkatan secara proporsional. Sementara jumlah pelanggan untuk operator yang relatif baru, masih jauh dibawa tiga operator utama tersebut. Promosi yang gencar dengan berbagai fasilitas yang diberikan belum mampu menarik pelanggan untuk dengan mudah beralih ke operator kecil. Namun untuk beberapa operator tertentu yaitu Hutchinson CTP dan Natrindo mulai menunjukkan peringkatan jumlah pelanggan yang cukup signifikan sejak tahun 2008 meskipun masih jauh lebih rendah dari tiga operator utama yang lebih dulu muncul. Gambar Perkembangan Jumlah Pelanggan Telepon Bergerak Seluler 2006-kuartal I

23 * Telkomsel Indosat Excelcomindo Mobile 8 STI Natrindo Hutchison Smart Telecom Jika dilihat dari pertumbuhan pelanggan antar operator, pelanggan pada operator kecil seperti STI, Hucthinson CTP dan Smart Telecom menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi dengan rata-rata pertumbuhan beskisar antara 80%-90% per tahun. Namun tingginya pertumbuhan ini diduga karena jumlah pelanggan yang relarif masih lebih sedikit. Meskipun demikian, tiga operator besar juga menunjukkan pertumbuhan pelanggan yang tinggi meskipun jumlah pelanggan juga sudah cukup banyak. Telkomsel yang memiliki jumlah pelanggan terbanyak, jumlah pelanggannya masih tumbuh 32% per tahun dalam periode meskipun pada 2010, sampai kuartal I pertumbuhannya baru mencapai 8,9%. Indosat dan XL-Axiata yang memiliki jumlah pelanggan terbanyak berikutnya juga menunjukkan pertumbuhan jumlah pelanggan yang cukup besar. Pada periode pertumbuhan pelanggan pada kedua operator ini masing masing adalah 28,8% (Indosat) dan 50,5% (Excel). Namun pada tahun 2010, sampai kuartal I pertumbuhan pelanggan Indosat justru lebih tinggi yaitu 18% sementara pelanggan Excel baru tumbuh sebesar 4,7%. Secara total, pelanggan telepon bergerak seluler tumbuh rata-rata 37,8% per tahun pada periode dan trend pertumbuhan positif ini berlanjut pada 2010 dimana sampai kuartal I jumlah pelanggan telah tumbuh 9% dari tahun sebelumnya. 23

24 Gambar 6.11 menunjukkan bahwa pertumbuhan pelanggan telepon bergerak seluler masih menunjukkan pertumbuhan yang positf pada sebagian besar periode terutama oleh operator besar. Pertumbuhan negatif hanya dialami Indosat dan STI pada tahun 2009 dan Mobile-8 pada tahun Namun pertumbuhan negatif oleh Indosat pada tahun 2009 lebih disebabkan kebijakan pembersihan nomor-nomor yang tidak aktif. Pertumbuhan tersebut kembali pada track positif pada tahun berikutnya (kuartal I 2010), bahkan menjadi yang tertinggi dibanding operator lainnya. Gambar Perkembangan Pertumbuhan Pelanggan Telepon Bergerak Seluler 180,0% 160,0% 140,0% 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% -20,0% -40,0% *) Sampai kuartal I tahun 2010 Trend pertumbuhan positif yang dialami oleh semua operator telepon bergerak seluler menyebabkan tidak banyak terjadi perubahan pangsa pasar dari masing-masing operator dalam tiga tahun terakhir. Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata merupakan tiga operator yang memiliki pangsa pelanggan terbesar. Sampai kuartal I tahun 2010, pangsa pasar ketiga operatir tersebut masing-masing adalah Telkomsel (47,8%), Indosat (22,8%) dam dan XL- Axiata (19,2%). Dengan demikian ketiga operator tersebut menguasai pangsa pasar hampir 90% dari total pelanggan telepon bergerak seluler. Sementara lima operator lainnya hanya memiliki pangsa pasar hampir 10% * Telkomsel 34,5% 36,4% 25,0% 8,9% Indosat 46,9% 48,7% -9,2% 18,0% Excelcomindo 62,4% 68,2% 20,8% 4,7% Mobile 8 65,0% -10,3% 3,8% 0,0% STI 130,5% 152,6% -18,8% 0,0% 24

25 Gambar Pergeseran pangsa pasar telepon bergerak seluler Kuartal I % 80% 60% 40% 20% 0% * Smart Telecom 1,1% 1,6% 1,5% Hutchison 3,2% 4,5% 4,1% Natrindo 2,3% 2,5% 2,3% STI 0,6% 0,4% 0,4% Mobile 8 1,9% 1,7% 1,6% Excelcomindo 18,5% 19,2% 18,5% Indosat 26,0% 20,2% 21,9% Telkomsel 46,5% 49,9% 49,9% Dalam tiga tahun terakhir hanya terjadi sedikit pergeseran pangsa pasar dimana pangsa pasar Indosat sedikit menurun pada tahun 2009 karenan penurunan jumlah pelanggan dan sebagian diambil Telkomsel. Namun memasuki kuartal I tahun 2010 pangsa pasar Indosat kembali meningkat. Trend pertumbuhan pelanggan yang positif pada semua operator menjadikan penguasaan pangsa pasar diantara operator telepon bergerak seluler cenderung stabil. Jumlah Pelanggan menurun Region Jumlah pelanggan telepon menurut region untuk jenis telepon tetap kabel dan telepon tetap wireless seperti disajikan pada tabel 6.8 menunjukkan bahwa pelanggan telepon masih terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya Jakarta-Banten. Penetapan region dilakukan berdasarkan pengelompokkan data yang dikeluarkan oleh operator yang membagi propinsi dalam region yang berbeda antar operator. Untuk dapat mengkonsolidasikan data untuk semua operator, maka tampilan data pelanggan telepon bergerak dilakukan dengan menggunakan pendekatan region yang bisa disamakan untuk semua operator. 25

26 Tabel 6.8 Jumlah pelanggan telepon tetap kabel dan wireless menurut regon/pulau Tahun 2009 Total pelanggan untuk telepon tetap kabel di wilayah Jawa plus Bali-Nusa Tenggara mencapai sekitar 7 juta pelanggan dengan Jakarta-Banten mencapai hampir 3,5 juta. Sementara di Sumatera hanya sekitar 1,2 juta pelanggan dan di Kalimantan hanya kurang dari 500 ribu pelanggan. Untuk telepon tetak nirkabel, jumlah pelanggan di Jawa plus Bali- Nusa Tenggara mencapai lebih dari 20 juta pelanggan dengan Jakarta-Banten mencapai lebih dari 10 juta pelanggan. Sementara di Sumatera jumlah pelanggan tetrap nirkabel hanya sekitar 2 juta pelanggan dan di kalimantan bahkan kurang dari 1 juta pelanggan. Total Fixed Regional PSTN Flexi Esia Total FWA No Telepone 1 Sumatera Jakarta-Banten Jabar-Jateng-DIY Jatim-Bali-NT Kalimantan Sulawesi- Maluku-Papua *) Total FWA adalah gabungan pelanggan Esia dan Flexy. Total Fixed telpon adalah gabungan antara Tital FA dengan PSTN Distribusi pelanggan telepon tetap antar region menunjukkan proporsi pelanggan telepon tetap kabel di Jakarta-Banten mencapai 35,7% dari total pelanggan, diikuti region Jawa Barat-Jawa Tengah dan DIY yang mencapai 21%. Total pelanggan di Jawa proporsinya mencapai 72,9% dari total penggan. Sementara untuk region Sulawesi-Maluku-Papua yang merupakan kawasan Timur indonesia, proporsi jumlah pelanggan telepon tetap-nya hanya 9,2% seperti ditunjukkan pada gambar Untuk telepon tetap nirkabel, proporsi pelanggan di wilayah utama yaitu Jakarta-Banten proporsi jumlah pelanggannya lebih besar lagi yaitu 41,7% diikuti region Jawa Timur-Bali dan Nusa Tenggara yang proporsinya mencapai 23,9%. Sehingga total proporsi pelanggan telepon tetap nirkabel untuk region Jawa-Bali-Nusa Tenggara mencapai sekitar 82,4%. Sementara proporsi pelanggan telepon tetap nirkabel di wilayah Sumatera hanya mencapai 8,1%. 26

27 Gambar Distribusi Pelanggan Telepon Tetap menurut Region Tahun % 80% 60% 40% 20% 0% PSTN Flexi Esia Total Total Sulawesi-Maluku-Papua 9,2% 9,3% 0,8% FWA 5,8% Fixed 6,8% Kalimantan 4,8% 5,4% 1,1% 3,6% 3,9% Jatim-Bali-NT 16,2% 36,2% 6,4% 23,9% 21,8% Jabar-Jateng-DIY 21,0% 15,3% 19,0% 16,8% 18,0% Jakarta-Banten 35,7% 23,2% 68,1% 41,7% 40,0% Sumatera 13,1% 10,6% 4,7% 8,1% 9,5% Untuk pelanggan telepon bergerak seluler, konsentrasi pelanggan juga terdapat di Pulau Jawa, diikuti Sumatera. Total jumlah pelanggan telepon bergerak seluler di Pulau Jawa pada tahun 2009 mecapai sekitar 85,4 juta pelanggan, dengan rincian Jakarta-Banten mencapai 32,6 juta pelanggan dan Jawa Barat-Jawa tengah-jawa Timur-DIY mencapai 42,8 juta pelanggan. Sementara untuk wilayah Sumatera yang memiliki wilayah lebih luas, jumlah pelanggan mencapai 35,7 jutadan di Kalimantan mencapai 11,1 juta pelanggan seperti ditunjukkan tabel 6.9. Tabel 6.9 Jumlah pelanggan telepon bergerak seluler menurut regon/pulau Tahun 2009 No Operator Sumatera Jakarta- Banten Bali-NT Kalimantan Jabar- Jateng- DIY-Jatim Sulawesi- Maluku- Papua 1 Excel-Asiata Telkomsel Indosat Axis Smart Ceria Fren

28 Total Seluler Jika dilihat dari proporsi pelanggannya, proporsi pelanggan telepon bergerak seluler yang terbesar terdapat di region Jabar-Jateng-Jatim dna DIY dengan proporsi mencapai 30,2% dari total pelanggan seluler di Indonesia. Namun jika digabungkan dengan wilayah Jakarta dan Banten, maka total proporsi pelanggan telepon bergerak seluler di Pulau Jawa mencapai 53,1% atau lebih dari separuh total pelanggan telepon bergerak seluler di Indonesia. Sementara proporsi pelanggan telepon bergerak seluler di wilayah Sumatera mecapai 25,1%. Pada tiga region lain, jumlah pelanggan telepon bergerak seluer proporsinya masingmasing masih kurang dari 10% dari total pelanggan telepon bergerak seluler di Indonesia. Jika dibandingkan dengan sebaran pelanggan telepon tetap (kabel dan nirkabel), terlihat bahwa pelanggan telepon bergerak seluler distribusinya relatif lebih tersebar merata dibandingkan telepon tetap kabel. Pelanggan telepon tetap kabel dan nirkabel lebih terkonsentrasi di wilayah Jawa-Bali dengan proporsi pada wilayah lain tidak terlalu signifikan. Sementara untuk telepon bergerak seluler, proporsi pelanggan di wilayah Sumatera cukup signifikan, demikian pula dengan wilayah Kalimantan dan kawasan Timur Indonesia. Hal ini diduga terkait dengan jaringan dan infrastruktur yang relatif tersebar lebuh baik untuk telepon bergerak seluler. Gambar Distribusi Pelanggan Telepon Bergerak Seluler menurut Region Tahun % 100% 80% 60% 40% 20% 0% XL Telko Indosa Axis Smart Ceria Fren Total Sulawesi-Maluku-Papua 3,6% msel 12,5% t 5,8% 0,0% 0,0% 0,0% 5,1% Seluler 8,9% Kalimantan 3,3% 10,0% 10,0% 0,0% 0,0% 0,0% 1,2% 7,8% Bali-NT 8,6% 4,2% 4,3% 2,1% 3,2% 6,6% 2,2% 5,1% Jabar-Jateng-DIY-Jatim 41,0% 28,4% 9,5% 43,7% 53,9% 39,9% 56,1% 30,2% Jakarta-Banten 24,8% 15,2% 48,6% 36,9% 35,2% 0,9% 25,7% 22,9% Sumatera 18,6% 29,7% 21,8% 17,3% 7,7% 52,6% 9,7% 25,1% 28

29 Lebih terdistribusinya pelanggan telepon bergerak seluler diantara wilayah di Indonesia dibanding telepon tetap (kabel dan nirkabel) diduga disebabkan oleh jaringan dan infarastruktur yang lebih baik dan tersebar untuk telepon bergerak seluler dibanding telepon tetap Teledensitas. Teledensitas adalah indikator yang lazim digunakan dalam bidang telekomunikasi untuk menunjukkan jumlah satuan sambungan telepon terpasang per seratus penduduk. Teledensitas juga menggambarkan tingkat perkembangan dan penetrasi telekomunikasi (telepon) disuatu wilayah/negara yang mencerminkan kemajuan telekomunikasi di wilayah/negara tersebut. Ukuran yang umum dipakai untuk teledensitas adalah dari penggunaan telepon tetap kabel. Sampai kuartal I tahun 2010, teledensitas Indonesia untuk sambungan telepon tetap baru mencapai 3,58. Ini artinya, setiap 100 orang baru terdapat 4 sambungan telepon tetap kabel yang terpasang. Angka ini tergolong rendah terutama jika dibandingkan dengan negara maju atau bahkan negara tetangga ASEAN. Teledensitas telepon tetap kabel ini juga menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya seperti ditunjukkan pada gambar 6.15, karena penambahan penduduk tidak diikuti dengan penambahan sambungan telepon tetap kabel. Gambar Perkembangan Teledensitas untuk tiap jenis Telepon di Indonesia * Tetap Kabel 3,94 3,88 3,81 3,69 3,58 Tetap Wireless 2,71 4,81 9,53 11,69 11,60 Telepon Bergerak Seluler 28,73 41,52 61,72 71,75 75,75 29

30 *) Sampai kuartal I tahun 2010 Penurunan ini juga terjadi karena penggunaan telepon tetap kabel beralih ke penggunaan telepon tetap nirkabel dan telepon bergerak seluler. Dengan demikian, terjadi peningkatan dalam teledensitas untuk telepon tetap nirkabel dan telepon bergerak seluler. Gambar 6.15 menunjukkan teledensitas untuk telepon tetap nirkabel meningkat dari 9,53 pada 2008 menjadi 11,69 pada tahun 2009 dan pada pada kuartal 1 tahun 2010 menjadi 11,60%. Sementara untuk telepon bergerak seluler, teledesnitasnya menunjukkan angka yang jauh lebih besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setelah mencapai angka 61,72 pada 2008, teledensitas telepon bergerak seluler meningkat menjadi 71,75 pada 2009 dan pada 75,75 kuartal I tahun Jika dilihat berdasarkan propinsi, teledensitas telepin kabel menunjukkan angka yang sangat bervariasi antar daerah. Meskipun teledensitas tertinggi terdapat di Jakarta dengan angka 22,88, namun teledensitas terbesar berikutnya justru terdapat diluar Jawa seperti ditunjukkan pada gambar teledenstas terbesar kedua samai ke empat pada kuartal I tahun 2010 terdapat di propinsi Kepulauan Riau (8,04), Kalimantan Timur (7,7) dan Bali (7,56). Teledensitas yang tinggi pada dearah-daerah tersebut dan melebihi propinsi lain di Jawa selain karena jumlah penduduknya yang relatif sedikit dibanding Jawa, juga karena berkembangnya kegiatan ekonomi dan bisnis yangcukup tinggi pda daerah tersebut. Disisi lain, pertumbuhan pelanggan untuk telepon tetap juga sangat mengandalkan dari pelanggan bisnis seiring dengan semakin meluasnya penggunaan telepon tetap nirkabel da telepon bergerak seluler. 30

31 Gambar Teledensitas Telepon Rumah menurut Propinsi, kuartal I tahun 2010 Gorontalo NTT NTB Sultra Maluku+Malut Bengkulu Lampung Jambi NAD Sulteng Sumsel/Babel Riau Kalbar Papua+Irjabar Kalteng Jateng Sumut Sumbar Banten Sulsel+Sulbar Jabar Kalsel Jatim Sulut DIY Bali Kaltim Kepri DKI Jakarta 0,78 1,13 1,41 1,48 1,59 2,04 2,09 2,14 2,22 2,30 2,32 2,45 2,85 2,90 2,93 2,98 3,31 3,38 3,67 3,81 4,05 4,13 5,02 5,23 5,81 7,56 7,87 8,04 22, Teledensitas telepon tetap yang masih sangat rendah juga tidak selalu terdapat di propinsipropinsi di Kawasan Timur. Teledensitas yang paling rendah justru terdapat di Gorontalo (0,78) diikuti NTT (1,13) dan NTB (1,41). Artinya, hanya terdapat sektar 1 sambungan telepon tetap kabel untuk setiap 100 penduduk pada daerah-daerah tersebut. Teledensitas di propinsi Papua justru menunjukkan angka yang relatif cukup besar yaitu 2,90 yang berarti untuk setiap 100 enduduk terdapat sekitar 3 sambungan telepon tetap kabel. 31

32 Gambar l 6.17 Pengguna telepon tetap kabel dan FWA per 100 penduduk menurut region/pulau Sulawesi-Maluku-Papua Kalimantan Jatim-Bali-NT Jabar-Jateng-DIY Jakarta-Banten Sumatera Sumatera Jakarta- Banten Jabar- Jateng- DIY Jatim- Bali-NT Kalimanta n Sulawesi- Maluku- Papua Fixed Telephone 6,68 73,72 8,10 15,37 10,53 10,77 FWA 4,16 55,69 5,50 12,23 6,98 6,74 Untuk telepon tetap nirkabel, sampai kuartal I tahun 2010 teledensitas yang tinggi terdapat pada wilayah Jakart-Banten yang mencapai 55,69 seperti ditunjukkan gambar Angka ini jauh lebih besar daripada region lain di Indonesia. Bahkan untuk wilayah Jawa-Barat-Jawa Tengah-DIY, teledensitasnya hanya 5,50 dan lebih rendah dari region Jawa Timur-Bali-Nusa Tenggara yang mencapai 12,23. Teledensitas telepon tetap nirkabel di wilayah tengah Jawa (Jawa Barat-Jawa Tengah-DIY) ini juga bahkan lebih kecil daripada wilayah Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang jauh lebih besar di wilayah tengah Pulau Jawa. Sehingga meskipun pengguna telepon tetap nirkabel cukup banyak, namun teledensitasnya tetap rendah. Pada kelompok telepon bergerak seluler, teledensitas tertinggi juga terdapat pada region Jakarta-Banten dengan teledensitas mencapai 169,3. Artinya untuk setiap 100 penduduk terdapat sekitar 170 pengguna telepon bergerak seluler atau setiap orang memiliki lebih dari satu telepon bergerak seluler. Posisi Jakarta sebagai pusat bisnis dan pemerintahan menyebabkan teledensitas telepon bergerak seuler ini cukup tinggi. Hal yang menarik adalah bahwa teldensitas terbesar kedua untuk telepon bergerak seluler justru terdapat di wilayah Kalimantan dengan angka 83,67. Artinya, terdapat sekitar 84 orang pengguna telepon bergerak seluler untuk setiap 100 penduduk atau hampir setiap penduduk di Kalimantan telah menggunakan telepon bergerak seluler. Angka ini bahkan jauh lebih besar 32

33 daripada di region Jawa diluar Jakarta-Banten dan Bali-Nusa Tenggara. Region Jawa (diluar Jakarta-Banten) justru memiliki angaka teledensitas telepon bergerak seluler paling kecil Tabel Pengguna telepon bergerak seluler per 100 penduduk menurut region kuartal I 2010 Jakarta-Banten 169,30 Kalimantan Sumatera Sulawesi-Maluku-Papua Bali-NT Jabar-Jateng-DIY-Jatim 83,67 70,85 56,75 56,50 36, Region Sumatera juga memliki angka teledensitas yang besar untuk telepon bergerak seluler dengan angka 70,85. Besaran teledensitas di Sumatera ini juga melebihi teledensitas telepon bergerak seluler di region Jawa (selain Jakarta-Banten) dan Bali-Nusa Tenggara. Hal ini menunjukkan penetrasi dari telepon bergerak selular sudah semakin luas dan penggunaannya oleh masyarakat semakin banyak. Hal ini tidak terlepas dari teknologi yang semakin baik dan murah serta akses yang semakin terjangkau. Teledensitas telepon bergerak selular di Kalimantan dan Sumatera lebih besar daripada teledensitas telepon bergerak di region Jawa (diluar Jakarta-Banten). Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang lebih sedikit, dan didukung oleh penetrasi telepon bergerak selular yang sudah semakin luas serta tarif layanan yang lebih kompetitif Pendapatan Operator Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi. Untuk menilai kinerja penerimaan dari operator telepon, digunakan tiga indikator yaitu penerimaan operasional, EBITDA (Earning Before Interest Tax Depreciation and Ammortization), dan ARPU (Average Revenue Per User). Ketiga indikator ini pada dasarnya 33

34 mencerminkan penerimaan yang didapat operator dari jasa pelayanan telepon yang diberikan Penerimaan Total Operasional (Operating Revenue) Salah satu indikator lain untuk melihat perkembangan industri telekomunikasi adalah pendapatan yang diperoleh perusahaan penyelenggara telekomunikasi, diantaranya penerimaan operasional. Penerimaan operasional operator adalah penerimaan yang diterimanya dari layanan yang disediakan seperti layanan telepon pasca bayar (postpaid), prabayar (prepaid), international roaming, interkoneksi dan layanan-layanan lainnya seperti penyewaan jaringan. Penerimaan operasional dari operator telepon seluler di Indonesia menunjukkan trend yang meningkat dalam empat tahun terakhir kecuali Mobile-8 yang mengalami penurunan. Memasuki tahun 2009 penerimaan operasional menunjukkan kondisi yang variatif dimana Mobile-8 mengalami penurunan signifikan dan Indosat juga menurun meski hanya 0,4%. Namun operator lain seperti Telkom Goroup, XL-Axiata dan Bakrie menunjukkan peningkatan cukup signifikan. Memasuki tahun 2010, penerimaan operator diperkirakan masih akan terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan. Sampai dengan kuartal I 2010, penerimaan operator menunjukkan trend positif dengan pencapaian penerimaan rata-rata sudah diatas 25% dari penerimaan tahun sebelumnya kecuali untuk Mobile-8. Mobile-8 masih menunjukkan kecenderungan penerimaan operasional yang menurun, sementara Indosat sudah meningkat cukup baik meski mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Tabel 6.10 yang menampilkan perkembangan penerimaan operasional dari operator telepon seluler menunjukkan bahwa semakin besar peneriman operasional dari operator, maka pertumbuhan penerimannya cenderung akan semakin kecil meskipun secara nominal nilainya besar. Telkom Group (mencakup Telkomsel dan Telkom-Flexi) yang pada tahun 2009 membukukan penerimaan Rp. 64,5 Triliun, pertumbuhan penerimaan pada 2009 justru hanya 6,4%. Sementara Bakrie Telecom yang memiliki penerimaan operasional pada 2009 baru mencapai Rp. 2.7 triliun menunjukkan pertumbuhan penerimaan yang cukup besar yaitu 24,6%. Demikian pula dengan XL-Axiata yang membukukan penerimaan 34

35 operasional sebesar Rp. 13,7 triliun pada tahun 2009, mampu tumbuh 13,6% dan penerimaan pada kuartal I 2010 sudah mencapai 30% dari penerimaan tahun sebelumnya. Tabel Penerimaan Operasional Operator Telepon (Rp. Milyar) No Operator * 1 Telkom Group** Indosat Group *** XL-Axiata Bakrie Mobile Smart Telecom N.A 7 Hutchinson CPT N.A *) Sampai kuartal I Tahun 2010 **) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Telkom ***) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Indosat Kecenderungan penurunan pertumbuhan penerimaan operasional terjadi pada hampir semua operator meskipun masih pada angka yang positif seperti ditunjukkan pada gambar Sampai tahun 2008, pertumbuhan penerimaan untuk XL-Axiata masih menunjukkan trend peningkatan, namun menurun memasuki tahun Hal ini disebabkan oleh jumlah pelanggan yang sudah sangat tinggi secara total sehingga pertumbuhan pelanggan juga tidak lagi tinggi dan berdampak pada pertumbuhan penerimaan. Untuk Mobile-8 bahkan sudah menunjukkan pertumbuhan yang negatif sejak Pada tahun 2010 diperkirakan pertumbuhan peneriman masih akan positif meskipun besaran pertumbuhannya semakin rendah. 35

36 Gambar 6.19 Pertumbuhan Penerimaan Operasional Operator % 120% 100% 80% 60% 40% 20% -20% 0% -40% -60% Telkom Group** 15,9% 2,1% 6,4% Indosat 34,7% 13,2% -1,4% XL-Axiata 38,0% 86,7% 13,6% Bakrie 112,2% 70,7% 24,6% Mobile-8 49,9% -17,1% -49,6% Laba (Rugi) Operasional (Operating Income/Loss) Jika penerimaan operasional masih menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan yang positif, tidak demikian dengan Laba operasional oleh masing-masing operator. Laba operasional operator menunjukkan penurunan meskipun nilainya masih postif yang berarti operator masih menikmati keuntungan meskipun semakin menurun. Namun untuk Mobile-8 menunjukkan terjadinya kerugian yang terjadi sejak tahun 2008 dan besarannya semakin meningkat pada tahun berikutnya. Laba operasional yang masih negatif (rugi) juga dialami oleh operator baru seperti Smart Telecom dan Hutchinson TCP. Hal ini diduga disebabkan oleh masih besarnya investasi yang dilakukan oleh operator tersebut untuk mengembangkan jaringan, sementara jumlah pelanggannya masih sedikit. Disisi lain, pendapatan yang negatif juga terjadi karena persaiangan yang semakin ketat diantara operator dalam industri penyelenggara jaringan telekomunikasi ini. Tabel Laba (rugi) Operasional Operator Telepon (Rp. Milyar) No Operator * 1 Telkom Group** Indosat Group *** XL-Axiata Bakrie Mobile (403) (676) (211) 6 Smart Telecom (167) (347) N.A N.A 7 HTCP (741) (1.686) (2.821) N.A *) Sampai kuartal I Tahun 2010 **) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Telkom ***) mencakup seluruh operator telekomunikasi yang berada dalam group PT. Indosat 36

37 Laba operasional yang semakin kecil meskipun masih positif berdampak pada pertumbuhan laba yang mulai memasuki trend negatif pada semua operator seperti ditunjukkan oleh gambar Namun memasuki tahun 2009, beberapa operator menunjukkan pertumbuhan laba yang positif seperti pada Telkom Group dan XL-Axiata. Khusus untuk Mobile-8, angka yang positif pada tahun 2009 justru menunjukkan kerugian yang semakin meningkat (peningkatan kerugian sebesar 67,7%). Namun Indosat justru mengalami hal yang sebaliknya yang mengalami penurunan pertumbuhan pendapatan pada tahun 2009 setelah meningkat pada tahun Gambar Pertumbuhan Pendapatan (Kerugian) Operasional Operator % 50% 0% -50% -100% -150% -200% -250% -300% -350% -400% Telkom Group** -16,5% -15,7% 1,3% Indosat -35,9% 4,7% -32,1% XL-Axiata -31,1% -0,4% 40,6% Bakrie 8,9% 19,2% -24,0% Mobile-8-57,2% -337,1% 67,7% EBITDA (Earning Before Interest, Tax, Depreciation and Ammortization) EBITDA adalah pendekatan penerimaan yang dihitung dari peneriman operator telepon sebelum dikurangi dengan bunga, pajak, penyusutan/depresiasi dan amortisasi. Tabel 6.12 menyajikan EBITDA dari lima operator utama telepon seluler di Indonesia yang secara umum menunjukkan trend peningkatan kecuali untuk Telkom Group dan Indosat Group. Dari tabel tersebut terlihat bahwa EBITDA dari Telkom Group yang mencakup Telkomsel dan Telkom-Flexi menunjukkan nilai yang jauh lebih besar daripada operator lainnya, namun mengalami penurunan pada tahun Bahkan EBITDA dari Indosat belum sampai Rp. 10 Triliun. Sementara dua operator yang relatif baru yaitu Bakrie dan Mobile-8 masih pada angka dibawah Rp. 1 triliun. 37

38 Setelah mengalami penurunan pada tahun 2008, tahun 2009, EBITDA Telkom Group kembali meningkat meskipun belum sebesar tahun Sebaliknya dengan Indosat Group yang mengalami peningkatan EBITDA pada 2008 justru menurun pada tahun Sementara EBITDA dari Mobile-8 justru mengalami posisi negatif sejak 2009 yang disebabkankan oleh penerimaan yang juga menurun. Memasuki tahun 2010, sampai kuartal I EBITDA dari operator menunjukkan tanda-tanda perbaikan dimana pencapaiannya rata-rata telah lebih dari 25% dari EBITDA tahun sebelumnya kecuali untuk Mobile-8 yang justru menunjukkan potensi semakin negatif. Bahkan untuk XL-Axiata telah mencapai 34% dari EBITDA tahun sebelumnya. Tabel 6.12 EBITDA Operator Utama Telepon di Indonesia (Rp. Milyar) No Operator * 1 Telkom Group Indosat Group XL-Axiata Bakrie Mobile (84) (357) (133) 6 Smart Telecom (135) (289) 7 HCPT (1.339) (561) *) Data sampai kuartal I 2010 Diihat dari pertumbuhannya, EBITDA menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan trend yang semakin meningkat setelah menurun pada tahun Fluktuasi dialami oleh Telkom Group yang pertumbuhan EBITDA-nya menurun pada 2008 namun kembali meningkat pada Sebaliknya Indosat mengaami penurunan EBITDA pada 2009 setelah meningkat pada tahun Trend yang positif ditunjukkan oleh EBITDA dari Bakrie dan XL-Axiata yang pertumbuhan EBITDA-nya mencapai rata-rata 64,1% dan 34,9% per tahun dalam periode Rata-rata pertumbuhan EBITDA dari Telkom Group dan Indosat Group juga masih menunjukkan angka yang positif pada periode tersebut dengan rata-rata 5,3% dan 8,2% per tahun. 38

39 Gambar 6.21 Pertumbuhan EBITDA Operator % 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0% -50% -100% -150% Telkom Group 16,9% -6,6% 5,6% Indosat Group 23,6% 6,6% -5,5% XL-Axiata 37,4% 46,3% 20,9% Bakrie 87,1% 50,9% 54,2% Mobile-8 0,7% -121,0% 325,0% ARPU (Average Revenue per User) ARPU menunjukkan penerimaan yang diraih oleh operator per satu pelanggan yang menggunakan produknya. Besaran nilai ARPU menunjukkan besarnya rata-rata penerimaan yang didapat oleh operator dari satu pelanggannnya. Artinya, meskipun jumlah pelanggan sedikit, namun bisa jadi ARPU dari operator tersebut besar jika pelanggan cukup intensif menggunakan layanan sambungan telepon dari operator tersebut. Tabel 6.13 menunjukkan bahwa secara umum terjadi penurunan ARPU pada semua operator dengan penurunan yang cukup tajam dalam lima tahun terakhir. Bakrie Telekom mengalami penurunan ARPU dari Rp. 116,913 pada 2005 menjadi hanya Rp pada tahun 2009 dan Rp pada kuartal I tahun Artinya, jika semula Bakrie Telecom memperoleh penerimaan Rp per pelanggannya pada 2005, menurun hanya menjadi Rp Rp per pelanggan pada kuartal I tahun Penurunan ini diduga terkait dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan Bakrie Telecom yang mengalami peningkatan pelanggan sangat besar. Secara umum, penurunan ARPU yang terjadi juga merupakan implikasi dari bertambahnya jumlah pelanggan yang cukup besar dalam lima tahun terakhir namun tidak diikuti dengan peningkatan penggunaan oleh pelanggan. Penurunan ARPU dari tahun 2005 sampai kuartal I 2010 berkisar antara yang 39

40 paling rendah yaitu sebesar 45% (XL-Axiata) sampai dengan yang paling tinggi yaitu sebesar 100% (Mobile-8) Tabel Perkembangan ARPU Operator Telepon Tahun Semester I 2010 Operator * Telkom FWA Telkomsel Indosat Indosat FWA N.A XL-Axiata Bakrie Mobile N.A Hutchinson N.A N.A N.A STI N.A N.A N.A *) Sampai Kwartal I Tahun 2010 Gambar Pertumbuhan ARPU Operator Semester I ,0% 20,0% 10,0% 0,0% -10,0% -20,0% -30,0% -40,0% -50,0% -60,0% * Telkom FWA 14,9% -1,9% -40,9% -28,8% -23,8% Telkomsel -3,4% -4,8% -26,3% -18,6% -10,4% Indosat -10,6% -12,0% -27,5% -2,5% -7,0% Indosat FWA 0,0% -24,5% -34,0% 24,3% -35,3% Excelcom -23,3% 2,2% -21,3% -2,7% -8,3% Bakrie -39,4% -31,8% -19,3% -14,4% -16,1% Mobile 8-23,0% -17,1% -55,7% -26,3% 0,0% Gambar 6.22 yang memperlihatkan perkembangan ARPU operator telepon di Indonesia semakin menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan ARPU operator dari tahun ke tahun. Hampir semua operator menunjukkan trend penurunan ARPU dengan rata-rata penurunan paling besar dialami oleh Bakrie dan Mobile-8 yaitu 24.2% per tahun dan 30,5% per tahun. Dari pola penurunan ini terlihat bahwa operator yang berbasis teknologi CDMA menunjukkan penurunan ARPU yang lebih tajam dibanding operator yang berbasis teknologi 40

41 GSM. Namun khusus untuk Bakrie Esia, ARPU perusahaan menunjukkan penurunan yang semakin rendah. ARPU yang semakin rendah ini pula yang membuat promosi yang dilakukan oleh operator mulai diarahkan pada loyalitas pelanggan dan meningkatkan penggunaan. Penurunan ARPU yang terus terjadi dan dialami oleh semua operator mendorong terjadinya pergeseran promosi tidak hanya menambah pelanggan baru, akan tetapi lebih mengarahkan pada membangun loyalitas pelanggan dan meningkatkan penggunaannya. Analisis secara khusus untuk ARPU telepon bergerak seluler seperti ditunjukkan oleh Tabel 6.14 menunjukkan bahwa penurunan ARPU sangat terlihat untuk jenis pelanggan prabayar. Penurunan ini terlihat jelas pada tiga operator utama yang menguasai pangsa pasar telepon bergerak seluler yaitu Telkomsel, Indosat dan XL-Axiata. Sementara untuk ARPU pasca bayar, sebagian justru mengalami peningkatan seperti pada XL-Axiata dan Hutchinson CPT. Penurunan ARPU prabayar dari XL-Axiata dari 2008 ke kuartal I 2010 mencapai 5,7% dengan rata-rata penurunan 8,1% per tahun. Sementara penurunan ARPU prabayar untuk Telkomsel dari 2008 ke kuartal I 2010 mencapai 28,3% dengan penurunan rata-rata 18,6% per tahunnya. Penurunan ini lebih rendah dari pada sebelumnya yang mencerminkan ARPU yang semakin baik dari kedua operator ini. Sementara untuk pelanggan pasca bayar, ARPU XL-Axiata dari 2008 ke kuartal I 2010 meningkat 17,8% dengan peningkatan rata-rata 5% per tahun. ARPU pasca bayar dari HTCP meningkat dari 2007 ke 2009 sebesar 70,1% dengan peningkatan rata-rata 31,8%. Jika dilihat bahwa penambahan pelanggan juga paling banyak terjadi untuk jenis pelanggan pra bayar, maka hal ini sejalan dengan thesis bahwa peningkatan pelanggan berimplikasi pada penurunan ARPU dari operator. Sehingga operator perlu mempertimbangkan strategi pemasarannya dengan lebih menekankan pada membangun loyalitas dan meningkatkan pengunaan daripada upaya menarik jumlah pelanggan baru. 41

42 Tabel Perkembangan ARPU Telepon Bergerak Seluler Tahun 2007 Kuartal I 2010 Gambar Pertumbuhan (Penurunan) ARPU Operator Seluler % 400% 300% 200% 100% 0% -100% -200% No * Nama Prabayar bayar ded bayar bayar ded bayar bayar ded Pasca Blen- Pra- Pasca Blen- Pra- Pasca Blen- Operator 1 STI N.A N.A N.A 2 XL-Axiata Natrindo 3 Telepon Selular N.A N.A N.A 4 Hutchison CPT N.A N.A N.A 5 Mobile 8 Tel N.A N.A N.A 6 Smart Telecom N.A N.A N.A 7 Telkomsel Indosat Tbk N.A N.A *) Sampai kuartal I Tahun 2010 Prabayar Pasca bayar Blende d Pra-bay ar Pasca bayar Blende d Pra-bay ar Pasca bayar Blende d PT. STI -25,7% 256,4% -27,9% -35,6% -4,9% 466,1% -6,7% -31,1% -89,4% PT. Excel Axiata -75,0% 269,0% 2,2% -18,6% -1,9% -21,3% -2,9% 9,9% -2,7% PT. NTS -61,2% 66,6% -25,8% -82,0% -100,0% -84,4% -3,1% 0,0% -3,1% PT. HCPT 0,0% 0,0% 0,0% -24,7% 13,0% -23,8% -1,4% 50,5% -3,6% PT. Mobile 8 Tel 20,8% 14,3% 21,2% -61,1% -35,9% -55,7% 0,0% 0,0% 0,0% PT. Smart Telecom 0,0% 0,0% 0,0% -4,0% -50,0% -42,2% 4,2% -5,5% 0,0% PT. Telkomsel -3,9% -3,6% -4,8% -25,4% -18,2% -26,3% -18,9% -0,9% -18,6% PT. Indosat Tbk -10,8% -6,2% -12,0% -26,3% -0,3% -27,5% -100,0% -100,0% -5,9% Gambar 6.23 yang menunjukkan pertumbuhan ARPU operator seluler semakin memperjelas bahwa ARPU operator cenderung mengalami penurunan yang ditandai dengan pertumbuhan ARPU yang sebagian besar menunjukkan nilai yang negatif. Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa pertumbuan ARPU yang positif lebih banyak terjadi pada kelompok pascabayar. Sementara untuk kelompok prabayar kebanyakan menunjukkan pertumbuhan ARPU yang negatif. 42

43 Pada operator telepon tetap kabel, nilai nominal ARPU masih cukup tinggi terutama untuk PT. Telkom dan BBT. ARPU telepon tetap kabel Telkom sampai tahun 2009 masih sebesar Rp , sementara ARPU telepon tetap kabel PT. BBT masih sebesar Rp Hal ini disebabkan bahwa untuk jenis telepon tetap kabel, sudah memiliki pelanggan tetap dengan peningkatan pelanggan yang tidak terlalu banyak. Akibatnya penggunaan oleh pelanggan tetap yang jumlahnya tidak sebanyak pelanggan telepon nirkabel atau bergerak menyebabkan ARPU-nya masih cukup tinggi. Belum didapatkan data untuk kuartal I tahun 2010 untuk ARPU telepon kabel ini. Tabel Perkembangan ARPU Telepon Tetap No Operator Tahun Kabel Nirkabel Nirkabel Nirkabel Prabayar Pascabayar Blended PT. Telkom * PT. Bakrie Telecom * PT. Batam Bintan Telekomunikasi 4 PT. Indosat *) Sampai Kuartal I Tahun * ARPU telepon nirkabel menunjukkan kondisi yang berbeda antara kelompok pra bayar dengan pasca bayar. Pada kelompok prabayar menunjukkan nilai ARPU yang kecil dan semakin menurun terutama pada dua operator utama yaitu telkom dan Bakrie. ARPU nirkabel prabayar untuk Telkom (Flexi) pada kuartal I 2010 misalnya hanya Rp dan untuk blended hanya Rp Sementara untuk Bakrie (Esia), ARPU prabayar pada kuartal I 2010 hanya sebesar Rp. Rp dan untuk Nirkabel Blended Rp Sementara untuk kelompok pasca bayar, nilai nominal ARPU-nya masih cukup tinggi. Pada kuartal I 2010, nilai ARPU pasca bayar untuk Telkom (Flexi) meskipun menurun tajam 43

44 dibanding dibanding tahun sebelumnya, masih mencapai Rp Sedangkan untuk Bakrie (Esia) nilai ARPU pasca bayarnya masih sebesar Rp Sama seperti telepon tetap kabel, pelanggan telepon nirkabel pascabayar juga merupakan pelanggan tetap dengan jumlah pelanggan yang tidak banyak. Sementara untuk pelanggan nirkabel prabayar, menunjukkan nilai nominal ARPU yang tidak besar meskipun trend penurunannya sebenarnya juga tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan jumlah pelanggan telepon nirkabel prabayar yang cukup banyak sehingga ARPU cenderung kecil. Jika dilihat dari trend penurunannya, tabel 6.16 menunjukkan bahwa penurunan ARPU pada telepon tetap nirkabel cenderung lebih besar daripada telepon tetap kabel dan pada telepon tetap nirkabel, penurunan pada kelompok prabayar cenderung lebih besar daripada kelompok pasca bayar. Pada operator utama telpon tetap kabel yaitu PT. Telkom, penurunan ARPU pada periode secara total hanya mencapai 16% dan rata-rata hanya 5,5% per tahun. Sementara untuk nirkabel pasca bayarnya, penurunan ARPU mencapai rata-rata 8,3% per tahun. Bahkan untuk nirkabel pra bayar, penurunan ARPU secara total mencapai 53,3% dengan penurunan rata-rata mencapai 14,3%. Sementara untuk Bakrie Telecom yang menjadi salah satu operator utama telepon tetap nirkabel, penurunan ARPU pra bayar secara total pada Maret 2010 mencapai 53% dengan penurunan rata-rata 17,1%. Sementara utntuk pasca bayarnya, penurunan total mencapai 44% dengan rata-rata penurunan 12,5% per tahun. Tabel Trend penurunan ARPU Operator Telepon Tetap kuartal I 2010 Nirkabel Nirkabel Nirkabel No. Operator Perubahan Kabel* Prabayar Pascabayar Blended Rata-Rata per tahun -5,4% -14,3% -8,3% -24,0% 1. PT. Telkom Total Maret ,0% -53,3% 2,8% -59,0% Rata-Rata per tahun -17,1% -12,5% -18,3% PT. Bakrie 2. Total 2006-Maret Telecom ,0% -44,0% -55,7% Rata-Rata per tahun -27,5% -11,4% -27,4% -14,5% 3. PT.Indosat Total 2006-Maret ,7% -42,0% -75,8% -54,2% *) Sampai Kuartal I

45 Biaya Operasional Penyelenggara Telekomunikasi Dari sisi biaya, penyelenggaraan telekomunikasi oleh operator salah satunya ditunjukkan dengan biaya operasional operator telepon tetap maupun bergerak. Tabel 6.17 yang menunjukkan perkembangan biaya operasional oleh masing-masing operator menunjukkan kecenderungan biaya operasional yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan investasi yang dilakukan oleh operator yang dicerminkan oleh peningkatan kapasitas terpasang yang dimiliki operator. Biaya operasional Telkom Group merupakan yang terbesar diantara operator lain karena mencakup penyelenggaraan layanan telepon tetap dan tetap bergerak, disamping juga karena besarnya kapasitas terpasang yang dimiliki dan jumlah pelanggan. Pada tahun 2009 biaya operasional Telkom Group mencapai hampir Rp. 42 triliun dan sampai kuartal I 2010 sudah mencapai Rp. 11,26 triliun atau 26,8% dari biaya operasional tahun sebelumnya. Pada kelompok operator telepon bergerak seluler, Telkomsel juga menunjukkan biaya operasional yang paling besar dibanding operator lainnya, diikuti Indosat. Pada tahun 2009 biaya operator Indosat mencapai Rp. 15,18 triliun sementara XL-Axiata mencapai Rp. 11,2 trilun serta operator lainnya masih dibawah Rp. 5 triliun. Pada tahun 2010, sampai dengan kuartal I, biaya operasional Indosat telah mencapai Rp. 3,9 triliun atau 26,3% dari biaya tahun sebelumnya dan XL-Axiata mencapai Rp. 2,9 triliun atau mencapai 26,1%. Tabel Perkembangan Biaya Operasional Operator Telepon 2005 kuartal I 2010 (Rp. Milyar) Operator * Telkom Group Telkomsel N.A N.A Indosat Excelcom Bakrie Mobile Hutchinson N.A N.A N.A N.A STI N.A N.A N.A N.A *) Sampai kuartal I tahun Jika dilihat dari pertumbuhannya, biaya operasional ini menunjukkan terjadinya peningkatan yang terus berlangsung dengan trend peningkatan yang fluktuatif dalam tiga tahun terakhir. Meskipun masih bernilai positif, pertumbuhan biaya operasional mengalami penurunan 45

46 pada tahun 2008 kecuali untuk Mobile-8 dan Telkom Group. Hal in berarti peningkatan biaya operasional operator lebih kecil dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2009, beberapa operator menunjukkan peningkatan biaya operasional yang semakin tinggi yang ditunjukkan oleh pertumbuhan biaya operasional yang semakin besar seperti yang dialami XL-Axiata dan Bakrie. Sementara operator lain justru menunjukkan pertumbuhan biaya operasional yang semakin rendah. Bahkan Mobile-8 menunjukkan biaya operasional yang menurun yang ditandai dengan pertumbuhan biaya operasional yang negatif. Gambar Pertumbuhan biaya operasional operator telekomunikasi 160,0% 140,0% 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% -20,0% Telkom Group 11,0% 18,1% 7,9% Indosat 35,4% 16,3% 0,0% Excelcom/XL Axiata 39,0% 2,7% 144,4% Bakrie 107,2% 30,7% 93,2% Mobile 8 27,8% 56,5% -6,7% Karyawan Operator Telekomunikasi Sejalan dengan pertumbuhan pelanggan, penerimaan operasional dan biaya operasional, jumlah pegawai operator juga menunjukkan peningkatan dalam empat tahun terakhir. Namun pada tahun 2009 terjadi variasi kondisi jumlah tenaga kerja antar operator dimana beberapa operator menunjukkan peningkatan jumlah pegawai seperti yang terjadi pada Telkomsel dan Bakrie, namun pada sebagian besar operator lain justru mengalami penurunan seperti yang terjadi pada Telkom Group, Indosat, XL-Axiata dan Mobile-8. Seperti ditunjukkan oleh Tabel Pada kelompok operator telepon seluler, Indosat memiliki jumlah pegawai paling banyak dibanding operator telepon seluler lainnya. Namun jumlah pegawai Indosat ini diduga adalah jumlah total pegawai Indosat yang mencakup bisnis lain diluar operator seluler. 46

47 Dari sisi perkembangannya, jumlah pegawai Telkom Group dan Indosat juga menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Dalam lima tahun terakhir penurinan jumlah pegawainya di Telkom Group 4,7% meskipun untuk Telkomsel meningkat rata-rata 4,3% per tahun. Sementara untuk Indosat juga mengalami penurunan rata-rata 13,9% per tahun dalam lima tahun terakhir. Peningkatan paling besar dialami oleh Bakrie Telecom yang dalam lima tahun terakhir peningkatan jumlah pegawainya rata-rata mencapai 38,21% per tahun. Dalam lima tahun, pegawai Bakrie Telecom telah meningkat sebanyak 295,4%. Peningkatan ini sejalan dengan ekspansi yang dilakukan oleh perusahaan dalam menjangkau pelanggan dan meningkatkan kapasitas yang dimilikinya. Tabel Perkembangan Jumlah karyawan Operator Telepon Operator Telkom* Telkomsel Indosat Excelcom Bakrie Mobile Hutchinson N.A 445 STI N.A 400 Peningkatan jumlah pegawai yang makin kecil menunjukkan persaingan yang semakin ketat antar operator telepon yang memaksa masing-masing perusahaan melakukan efisiensi untuk menekan biaya, 6.4. Pelayanan Internet Penyelenggara Jasa Multimedia Jasa multimedia adalah jasa telekomunikasi yang berbasis penyediaan layanan internet dan sejenisnya serta komunikasi data. Terdapat empat kelompok jasa multi media yaitu Internet Service Provider (ISP), Network Access Provider (NAP), Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP) dan Sistem Komunikasi Data (Siskomdat/SKD). Sebagaimana pada industri dan jasa penyelenggara telekomunikasi, perkembangan usaha jasa multimedia juga menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun. Meskipun penerbitan ijin 47

48 masih fluktuatif dari tahun ke tahun pada jenis jasa multimedia tertentu, namun secara total jumlah ijin multimedia yang dikeluarkan mengalami peningkatan. Dalam lima tahun terakhir, secara total penerbitan ijin jasa multimedia meniingkat rata-rata 2,8% per tahun dan total ijin aktif meningkat rata-rata 40,6% per tahun. Peningkatan paling besar terjadi untuk ijin NAP dimana untuk ijin baru yang diterbitkan meningkat rata-rata 184,7% per tahun dan total ijin aktif meningkat rata-rata mencapai 42,8% per tahun. Total ijin baru untuk ISP yang diterbitkan juga meningkat rata-rata 40,8% per tahun meskipun ijin baru yang diterbitkan hanya meningkat rata-rata 14,9% per tahun. Tabel Perkembangan Penerbitan Ijin Penyelenggara Jasa Multi Media ISP 2 NAP 3 ITKP 4 SKD Ijin Baru (termasuk penyesuaian) Pencabutan Total Ijin Aktif (ML dan non ML) Ijin Baru (termasuk penyesuaian) Pencabutan Total Ijin Aktif (ML dan non ML) Ijin Baru (termasuk penyesuaian) Pencabutan Total Ijin Aktif (ML dan non ML) Ijin Baru (termasuk penyesuaian) Pencabutan Total Ijin Aktif (ML dan non ML)

49 Gambar Perkembangan Penerbitan Ijin Penyelenggara Jasa Multi Media Ijin Baru Total Ijin Aktif Ijin Baru Total Ijin Aktif Ijin Baru Total Ijin Aktif Ijin Baru Total Ijin Aktif ISP NAP ITKP SKD Jika dilihat dari jenis ijin yang dimiliki, penyelenggara ISP murni masih merupakan yang paling banyak dari komposisi penyelenggara multimedia. Sekitar 65,4% dari total penyelenggara jasa multimedia yang ada di Indonesia pada tahun 2009 merupakan penyelenggara ISP murni. Hal ini karena pengguna internet masih merupakan yang terbesar daripada pengguna jasa multimedia lainnya. Proporsi ini juga hanya sedikit lebih kecil dari proporsi tahun sebelumnya. Namun sebagian penyelenggara ISP juga menyelenggarakan jasa lain secara bersamaan (bukan ISP murni). Penyelenggara ISP yang dikombinasikan dengan jasa lain juga cukup signifikan seperti penyelenggara ISP dan NAP yang proporsinya mencapai 4,8% dan ISP dengan jasa multimedia lain yang proporsinya mencapai 4,3% seperti ditunjukkan pada gambar Srmentara penyelenggara murni NAP, ITKP dan Siskomdat proporsinya masing-masing hanya 5,3%, 2,9% dan 1,4%. 49

50 Gambar Komposisi Penyelenggara Multimedia berdasarkan jenis ijin % 100% 80% 60% 40% 20% 0% ISP saja 64,8% 65,4% NAP saja 5,1% 5,3% ITKP saja 3,1% 2,9% Siskomdat saja 1,0% 1,4% ISP dan NAP 5,1% 4,8% ISP dan Jasmul lain 4,6% 4,3% Jasmul dan JarTap/JarBer 16,3% 15,9% Internet Service Provider A. Jumlah POP ISP Sampai dengan akhir tahun 2009, terdapat antara 1 sampai 567 POP ISP per propinsi yang telah dibangun oleh penyelenggara Internet Service Provider (ISP) dengan sebaran yang sangat bervariasi di seluruh Indonesia. Secara umum, jumlah POP ISP di masing-masing propinsi mengalami penurunan meskipun pada beberapa propinsi lain juga terdapat kenaikan. Penurunan ini terjadi terutama karena menurunnya jumlah POP ISP dalam presentasi yang besar terutama di kawasan Timur Indonesia. Penurunan jumlah POP ISP pada kawasan ini mencapai 50% sampai 90% dari jumlah ISP tahun sebelumnya. Sementara di Jawa, penurunan paling banyak terjadi di Jawa Tengah sebesar 59,2%. Berdasarkan kisaran POP yang dimiliki oleh penyelenggara ISP, sebagian besar penyelenggara ISP memiliki POP sebanyak 1-5 POP. Lebih dari separuh penyelenggara ISP memiliki 1-5 POP namun hanya sedikit penyelenggara ISP yang memiliki banyak POP. Proporsi ISP yang memiliki lebih dari 20 POP pada tahun 2009 hanya 8% meskipun proporsi ini sedikit lebih besar daripada kondisi 2008 yang hanya 7%. 50

51 Gambar Proporsi ISP berdasarkan kisaran POP yang dimiliki 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% % 0 56% % % > 2% % 51% 37% 7% 1% Dari sisi persebarannya, sebaran dari POP yang dibangun oleh penyelenggara ISP tersebut masih banyak terpusat di Pulau Jawa pada tahun 2008 maupun Pada tahun 2009, sekitar 75% dari POP yang telah dibangun berada di pulau Jawa dengan lokasi terbanyak di DKI Jakarta sebanyak 567 unit. Proporsi dan jumlah ini juga menurun dibanding tahun sebelumnya dimana pada 2008 proporsinya mencapai hampir 80% dan di Jakarta mencapai 661 POP. Lokasi terbanyak POP ISP berikutnya juga masih di pulau Jawa yaitu Jawa Barat (15,2%) dan Jawa Timur (10,2%). Penurunan jumlah POP ISP yang besar di Jawa Tengah menyebabkan jumlah POP ISP di Jawa Tengah hanya terbanyak keempat dari semula terbanyak kedua setelah Jawa Tengah. Propinsi di luar Jawa yang cukup banyak jumlah POP ISP-nya adalah Bali dengan 88 POP ISP. Jumlah ini juga menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 111 unit. Bahkan di Kawasan Timur Indonesia, paling banyak hanya tersisa 5 POP ISP tiap propinsi kecuali Papua yang masih tersisa 6 POP ISP. Dari POP ISP yang ada, tidak seluruh ISP memiliki pelanggan/membangunan POP. Gambar 6.29 menunjukkan peningkatan ISP yang memiliki pelanggan terjadi hampir pada seluruh daerah. Peningkatan terbesar terjadi di NTB, Sulawesi Utara dan NAD yang mencapai lebih dari 50%. Secara absolut, peningkatan ISP yang membangun POP terjadi di Jakarta sebanyak 10 buah, dikuti Jawa Timur 8 dan Jawa Barat 6. Namun beberapa daerah juga mengalami penurunan jumlah POP ISP yang memiliki pelanggan seperti di DI Yogyakarta, Sulawesi 51

52 Tengah dan Maluku. Secara absolut pengurangan ISP yang memiliki POP terjdi do Yogyakarta yaitu sebanyak 2 buah.. Menurunnya jumlah POP ISP yang diikuti dengan peningkatan jumlah ISP yang memiliki pelanggan, secara implisit menunjukkan persaingan yang ketat dalam jasa industri penyelenggara ISP dan efisiensi yang harus dilakukan ISP. 52

53 Gambar 6.28 Sebaran Jumlah POP ISP menurut propinsi NA Su Ben Jam Ria Lam Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jate Jati DIY Bali NTB NTT Kalb Kalt Kals Kalt Gor Sulu Suls Sult Sulb Sult Mal Mal Irja Pap D mut gkul bi u pun mb el mse ri ten ar ng m ar im el eng ont t el ra ar eng uku ut bar ua u g 30 ar 5 43 l alo Gambar 6.29 Sebaran Jumlah ISP yang Memiliki Pelanggan tahun NA Sum Ben Jam Riau Lam Sum Bab Sum Kep DKI Ban Jaba Jate Jati DIY Bali NTB NTT Kalb Kalti Kals Kalt Gor Sulu Suls Sult Sulb Sult Mal Mal Irja Pap D ut gkul bi pun bar el sel ri ten r ng m ar m el eng ont t el ra ar eng uku ut bar ua u 7 9 9g alo

54 Penurunan jumlah POP di satu sisi dan peningkatan jumlah ISP menyebabkan rasio POP terhadap ISP mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2008 rasio antara POP dengan ISP berkisar antara 1 sampai 11,7 maka pada tahun 2009 hanya berkisar antara 1 sampai 4,4 dengan paling banyak kurang dari 2. Artinya satu ISP banyak yang hanya memiliki kurang dari 2 atau 3 POP. Hal ini mencerminkan terjadinya persaingan yang ketat dalam bisnis ISP sehingga ISP dituntut semakin efisien dalam membangun POP. Pada tahun 2008, satu ISP memiliki antara 2 sampai 11 POP, bahkan untuk wilayah Barat Indonesia menunjukkan lebih dari 4 ISP. Namun pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah POP sedmentara ISP justri meningkat sehingga rasio POP terhadap ISP mengalami penurunan. Kecuali di pulau Jawa, rata-rata ISP hanya memiliki 1 POP yang menunjukkan ISP semakin efisien dalam membangun POP. 54

55 NAD Sumut Bengkulu Jambi Riau Lampung Sumbar Babel Sumsel Kepri DKI Banten Jabar Jateng Jatim DIY Bali NTB NTT Kalbar Kaltim Kalsel Kalteng Gorontalo Sulut Sulsel Sultra Sulbar Sulteng Maluku Malut Irjabar Papua Gambar 6.30 Tingkat rasio POP terhadap ISP menurut propinsi ,6 11, ,6 7,3 6,6 5,3 5,5 5,5 5,0 5,2 5,0 5,0 5,5 5,0 4,4 4,6 4,3 4,4 3,9 4,0 3,9 4,2 3,6 3,4 3,1 2,7 2,5 2,6 3,0 3,5 4,0 2,9 3,0 3,2 2,4 2,4 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 1,6 1,5 1,2 1,8 2,3 2,4 1,8 1,9 1,5 1,0 1,0 1,0 1,3 1,0 1,2 1,3 1,5 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,

56 B. Pelanggan Jumlah pelanggan internet melalui ISP juga menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Secara total jumlah pelanggan meningkat sebesar 12% dibanding tahun sebelumnya. Jika dilihat sebarannya, pelanggan ISP paling banyak juga terdapat di DKI Jakarta dengan jumlah pelanggan hampir 600 ribu pelangggan. Propinsi -propinsi di Jawa cenderung memiliki jumlah pelanggan ISP yang lebih banyak dibanding propinsi lain. Namun beberapa propinsi di luar Jawa juga memiliki jumlah pelanggan yang cukup besar seperti di Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Jumlah pelanggan di Jakarta ini justru menurun dibanding tahun sebelumnya dengan penurunan sebesar 3,7% meskipun secara nasional jumlah pelanggan justru meningkat. Penurunan jumlah pelanggan juga terjadi di Banten, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua dengan penurunan terbesar terjadi di Maluku Utara yaitu sebesar 84%. Sebaliknya peningkatan jumlah pelanggan ISP terbesar terjadi di propinsi Sulawesi Selatan yang lebih dari 160%. Tabel Jumlah Pelanggan ISP menurut propinsi Tahun No Propinsi No Propinsi NAD NTB Sumut NTT Bengkulu Kalbar Jambi Kaltim Riau Kalsel Lampung Kalteng Sumbar Gorontalo Babel Sulut Sumsel Sulsel Kep. Riau Sultra DKI Jakarta Sulbar Banten Sulteng Jabar Maluku Jateng Malut Jatim Irjabar DIY Papua Bali Total Sebaran jumlah pelanggan ISP menurut propinsi menunjukkan bahwa pelanggan ISP cenderung tinggi pada dearah-daerah yang memiliki kegiatan ekonomi yang relatif lebih tinggi daripada daerah lainnya. 56

57 Jumlah pelanggan untuk tiap ISP juga berbeda-beda antar daerah dan antar ISP. Gambar 6.30 yang memperlihatkan jumlah pelanggan ISP menurut propinsi menunjukkan bahwa rata-rata pelanggan per ISP paling tinggi justru terdapat di propinsi Maluku. Dengan jumlah Hal yang menarik adalah bahwa propinsi-propinsi di Kawasan Timur dan tengah Indonesia menunjukkan jumlah pelanggan per ISP yang tinggi seperti Papua, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah dan Irian Jaya Barat. Jumlah pelanggan per ISP di daerah-daerah tersebut bahkan lebih besar dari jumlah pelanggan per ISP di DKI Jakarta. Secara implisit hal ini menunjukkan cukup tingginya pengguna ISP di daerah-daerah tersebut dan masih terbukanya pendirian ISP di daerah tersebut untuk meraih pelanggan. Namun jika dilihat dari perkembangan ISP yang ada, besarnya rata-rata jumlah pelanggan per ISP ini juga disebabkan oleh berkurangnya ISP pada jumlah dearah-daerah tersebut. Gambar Rata-rata jumlah pelanggan ISP menurut propinsi tahun 2009 Maluku Papua Sulteng Kalteng Irjabar DKI Sultra Jatim Malut Sumbar Babel Sulsel Sumut Sulut Jabar Jateng Kaltim Bengkulu Kalsel NTB NAD Riau NTT Lampung Sumsel Kalbar Bali DIY Kepri Jambi Gorontalo Banten

58 Berdasarkan jenis teknologi akses yang digunakan oleh pelanggan internet, penggunaan teknologi DSL dan dial up menjadi yang paling banyak digunakan. Secara total, 65% pengguna internet di Indonesia menggunakan teknologi DSL dalam mengakses internet. Sementara penggunaan teknologi akses dial up dilakukan oleh 30,8% pelanggan. Penggunaan teknologi broadband lainnya hanya dilakukan oleh 3,8% responden. Namun terjadi perbedaan yang menarik dalam penggunaan teknologi akses internet jika dilihat menurut propinsi. Pada propinsi di kawasan Timur Indonesia, penggunaan teknologi dial up lebih dominan digunakan dibanding DSL. Daerah lain yang juga dominan menggunakan dial up adalah Gorontalo dan Banten. Namun pada proponsi lainnya, penggunaan teknologi DSL lebih dominan digunakan seperti diperlihatkan pada gambar Hal ini diduga terkait dengan ketersediaan teknologi dan infrastruktur pendukung pada daerah tersebut untuk teknologi DSL yang belum banyak tersedia sehingga lebih banyak menggunakan teknologi akses dial up. Penggunaan teknologi akses broad band lainnya hanya signifikan di propinsi Bangka Belitung. 58

59 Gambar Komposisi pelanggan ISP berdasarkan teknologi akses akses di tiap propinsi Papua Irjabar Malut Maluku Sulteng Sulbar Sultra Sulsel Sulut Gorontalo Kalteng Kalsel Kaltim Kalbar NTT NTB Bali DIY Jatim Jateng Jabar Banten DKI Kepri Sumsel Babel Sumbar Lampung Riau Jambi Bengkulu Sumut NAD 27% 21% 28% 15% 22% 24% 24% 27% 23% 23% 16% 38% 32% 34% 23% 19% 20% 22% 18% 40% 39% 40% 19% 23% 33% 37% 62% 65% 85% 99% 97% 91% 93% 60% 67% 63% 71% 65% 74% 71% 77% 73% 74% 72% 77% 76% 81% 61% 81% 78% 76% 81% 58% 60% 54% 76% 74% 65% 59% 35% 34% 17% 1% 2% 8% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Dual Up Leased line DSL Broadband lain Network Access Provider (NAP) A. Jumlah POP Penyelenggara jasa NAP lebih kecil dibandingkan dengan penyelenggara ISP yang memang lebih banyak digunakan. Namun sebagaimana ISP, penyelenggara NAP juga lebih banyak berada di Jawa. Hampir 80% penyelenggara NAP pada tahun 2009 terdapat di pulau Jawa. Gambar 6.33 menunjukkan jumlah NAP cukup signifikan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan lebih besar dibanding daerah lain. Di luar Jawa, jumlah penyelenggara 59

60 NAP yang signifikan terlihat di Bali dan Sumatera Utara. Penyelenggara NAP juga menunjukkan peningkatan dari tahun 2008 ke Penyelenggara NAP di tiap propinsi menunjukkan kecenderungan meningkat secara bervariasi dengan persentasi peningkatan tertinggi terdapat di Banten, Lampung, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah. Namun dari jumlah nominalnya, peningkatan paling besar terjadi di Jakarta yang meningkat sebanyak 124 penyelenggara, diikuti oleh Jawa Tengah (50), Jawa Timur (49) dan Jawa Barat (38). Hal ini menunjukkan Jawa Masih merupakan wilayah yang menarik untuk investasi NAP. Namun pada beberapa daerah juga terjadi penurunan jumlah penyelenggara NAP seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara yang menurun 25% sampai 100%. Secara absolut penurunan paling besar terjadi di Kalimantan Timur sebanyaj 2 unit. Meskipun penyelenggara NAP menunjukkan peningkatan jumlah yang cukup besar, namun NAP yang telah membangun POP sangat variatif antar propinsi, termasuk peningkatannya dari tahun 2008 ke 2009 yang cenderung rendah. Beberapa daerah mengalami peningkatan NAP yang telah membangun POP, namun pada beberapa daerah lain justru mengalami penurunan. Peningkatan penyelenggara NAP yang telah membangun POP terjadi pada penyelenggara NAP di Jawa yaitu di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Peningkatan jumlah penyelenggara NAP yang telah membangun POP paling besar terjadi di Banten (400%) diikuti oleh Kalimantan Selatan dan Jambi. Namun secara absolut peningkatan paling banyak terjadi di Banten, Sumatera Selatan dan Kepulauan Riau. Sebaliknya terjadi penurunan penyelenggara NAP yang telah membangun POP di DKI Jakarta seperti ditunjukkan pada gambar Penurunan juga terjadi di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan sebesar 25% dibanding tahun sebelumnya meskipun secara absolut penurunannya hanya 1 unit. Peningkatan yang rendah dalam penyelenggara NAP yang telah membangun POP ini berdampak pada rasio NAP yang telah memiliki NAP yang rendah. 60

61 Gambar Sebaran NAP menurut Propinsi NA D Su Ben mut gkul u Jam bi Ria u Lam pun g Su mb ar Bab el Su mse l Kep ri DKI Ban ten Jab ar Jate ng Jati m DIY Bali NTB NTT Kal bar Kalt im Kals el Kalt eng Gor ont alo Sul ut Suls el Sult ra Sul bar Sult eng Mal uku Mal ut Irja bar Pap ua Gambar Sebaran NAP yang telah membangun POP menurut Propinsi NA D Su Ben mut gkul u Jam bi Ria u Lam pun g Su mb ar Bab el Su mse l Kep ri DKI Ban ten Jab ar Jate ng Jati m DIY Bali NTB NTT Kal bar Kalt im Kals el Kalt Gor eng ont alo Sul ut Suls el Sult ra Sul bar Sult Mal Mal eng uku ut Irja bar Pap ua 61

62 NAD Sumut Jambi Riau Lampu Sumbar Sumsel Kepri DKI Banten Jabar Jateng Jatim DIY Bali NTT Kalbar Kaltim Kalsel Kalteng Sulut Sulsel Sultra Maluku Malut Papua Gambar 6.35 menunjukkan rasio POP terhadap NAP yang menunjukkan rasio yang semakin tinggi khususnya di Jawa. Sementara di di luar Jawa, tidak banya peningkatan jumlah NAP sehingga rasio POP terhadap NAP juga cenderung rendah. Di luar Jawa, di wilayah barat maupun timur, setiap NAP rata-rata hanya memiliki satu POP yang menunjukkan tingkat kompetisi dan tuntutan efisiensi yang tinggi. Sementara di Jawa, jumlah POP yang dibangun cenderung banyak sehingga satu NAP bisa memiliki 4 sampai 8 POP. Di Jakarta bahkan terjadi peningkatan signifikan dalam rasio POP terhadap NA dari 4 pada tahun 2008 menjadi 8 pada tahun Gambar Tingkat Rasio POP terhadap NAP menurut tiap Propinsi Tahun , ,8 4,0 4,1 3,6 3,7 3,0 2,6 2,4 2,1 1,8 1,9 1,6 1,6 1,3 1,5 1,1 1,0 1,0 1,0 1,1 1,1 1,3 1,0 1,0 1,0 1,0 1,1 1,0 1,0 1,2 1,5 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 0,0 0,0 0, Proporsi jumlah penyelenggara NAP yang telah membangun POP yang rendah di daerah-daerah di pulau Jawa diperkirakan karena terlalu banyaknya penyelenggara NAP di daerah-daerah tersebut yang tidak didukung dengan kemampuan membangun POP. B. Pelanggan NAP Jumlah pelanggan NAP menunjukkan peningkatan dari tahun 2008 ke 2009 secara signifikan. Secara total peningkatan jumlah pelanggan NAP pada periode tersebut mencapai 73,3% 62

63 dengan persentase peningkatan tertinggi terjadi di Kepulauan Riau sebesar 333% dan DKI Jakarta sebesar 142,7%. Namun pada beberapa daerah juga terjadi penurunan jumlah pelanggan NAP seperti di Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah yang mengalami penurunan paling tinggi (20%). Jika dilihat dari sebarannya, pelanggan NAP paling banyak masih terdapat di propinsipropinsi di Jawa terutama Jakarta. Jumlah pelanggan NAP di Jakarta yang pada tahun 2009 mencapai 1840 seperti ditunjukkan tabel 6.21 jauh lebih besar dibanding propinsi lain. Proporsi jumlah pelanggan NAP di Jakarta ini mencapai 65% dari total pelanggan. Sementara proporsi pelanggan NAP di Jawa mencapai 83% dari total pelanggan. Sebaliknya, jumlah pelanggan NAP masih sangat rendah untuk daerah-daerah di kawasan tengah dan Timur Indonesia seperti di Sulawesi dan Maluku-Papua. Jumlah pelangan NAP di Irian Jaya Barat dan Papua lebih banyak daripada pelanggan NAP di propinsi-propinsi di Sulawesi. Tabel Jumlah Pelanggan NAP menurut propinsi Tahun No Propinsi No Propinsi NAD NTB Sumut NTT Bengkulu Kalbar Jambi Kaltim Riau Kalsel Lampung Kalteng Sumbar Gorontalo Babel Sulut Sumsel Sulsel Kep. Riau Sultra DKI Jakarta Sulbar Banten Sulteng Jabar Maluku Jateng Malut Jatim Irjabar DIY Papua Bali Total Rata-rata jumlah pelanggan NAP per penyelenggara NAP di tiap propinsi menunjukkan bahwa jumlah pelanggan per penyelenggara NAP masih relatif rendah. Jumlah rata-rata pelanggan per NAP terbesar masih terdapat di Jakarta dengan jumlah 59 per penyelenggara 63

64 NAP, diikuti oleh NAD dan Nusa Tenggara Timur dengan jumlah 27 dan 22 pelanggan per penyelenggara NAP. Meskipun total jumlah pelanggan NAP maupun jumlah pelanggan per penyelenggara NAP paling besar masih terdapat di Jakarta, tidak terdapat pola khusus sebaran jumlah pelanggan NAP. Pada daeah-daerah dengan tingkat kemajuan pembangunan dan ekonomi yang relatif tertinggal, jumlah pelanggan NAP maupun pelanggan per penyelenggara NAP menunjukkan angka yang cukup besar dan lebih besar daripada jumlah pelanggan NAP dan jumlah pelanggan per penyelenggara NAP di daerah-daerah dengan tingkat kemajuan ekonomi lebih baik seperti di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Gambar Jumlah Pelanggan per NAP di tiap Propinsi Tahun 2009 DKI NAD NTT Banten Sumbar Jabar Papua Kalsel Jateng Jambi Lampung Kaltim Jatim Sumut Sulut DIY Maluku Riau Bali Sulsel Sultra Sumsel Malut Kepri Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (ITKP) A. Jumlah POP Penyelenggara ITKP belum menyebar merata di seluruh Indonesia. Dari sisi jumlah penyelenggara, hanya terjadi sedikit peningkatan jumlah penyelenggara ITKP dari tahun 2008 ke 2009 yaitu hanya sebesar 8,3%. Peningkatan paling besar dalam jumlah penyelenggara ITKP terjadi di propinsi Lampung, Jambi dan Aceh (NAD) dengan peningkatan 64

65 100%-150%. Secara absolut, peningkatan terbesar untuk jumlah penyelenggaran ITKP terdapat di Sumatera Utara (4unit) diikuti oleh Lampung dan Banten yang masing-masing sebanyak 3 unit. Namun pada sebagian propinsi lain, jumlah penyelenggara ITKP justru mengalami penurunan seperti di DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Bahkan Jawa Barat dan DI Jakarta yang memiliki jumlah penyelenggara ITKP paling banyak dibanding propinsi lain juga mengalami penurunan. Peburunan terbesar secara absolut terjadi di DKI Jakarta (6 unit) diikuti oleh DO Yogyakarta (3 unit). Dari sisi sebarannya, penyelenggara ITKP juga masih terpusat di Jawa dengan terbesar di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Proporsi jumlah penyelenggara ITKP di Jawa mencapai 65% dari total penyelenggara ITKP. Namun jumlah penyelenggara ITKP di Jawa ini yang justru mengalami penurunan di tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya. Secara total terdapat penurunan penyelenggara ITKP sebanyak 7 unit di wilayah Jawa ini atau 5,2% dari tahun sebelumnya. 65

66 Gambar Sebaran POP ITKP menurut Propinsi NA D Su mu t Be ngk ulu Ja Ria mbi u La mp ung Su mb ar Bab el Su ms el Kep ri DKI Ban ten Jab ar Jat Jati DIY Bali NT eng m B NT T Kal bar Kal tim Kal sel Kal ten g Gor ont alo Sul ut Sul Sult Sul Sult Ma sel ra bar eng luk u Ma lut Irja Pap bar ua Gambar Sebaran jumlah penyelenggara ITKP yang sudah membangun POP menurut Propinsi Tahun NA D Su mu t Be ngk ulu Ja Ria mbi u La mp ung Su mb ar Bab el Su ms el Kep ri DKI Ban ten Jab ar Jat Jati DIY Bali NT eng m B NT T Kal bar Kal tim Kal sel Kal ten g Gor ont alo Sul ut Sul Sult Sul Sult Ma sel ra bar eng luk u Ma lut Irja Pap bar ua

67 Sementara di propinsi-propinsi di kawasan tengah dan Timur Indonesia, jumlah penyelenggara ITKP masih sangat sedikit. Pada kawasan ini, jumlah penyelenggara ITKP yang cukup signifikan hanya terdapat di Kalimantan Tmur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan yang terdapat lebih dari 3 penyelenggara ITKP tiap propinsi. Sementara pada propinsi lainnya jumlah penyelnggara ITKP kurang dari 3 buah tiap propinsinya. Proporsi jumlah penyelenggara ITKP di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua secara total hanya 10,2% dari total penyelenggara ITKP di Indonesia. Dari total penyelenggara ITKP yang ada, proporsi jumlah ITKP yang telah membangun POP juga sangat bervariasi antar daerah ditunjukkan pada gambar Artinya pembangunan POP oleh penyelenggara ITKP masih belum maksimal meskipun pada beberapa daerah terjadi peningkatan jumlah penyelenggara ITKP yang telah membangun POP. Namun karena peningkatan jumlah penyelenggara ITKP lebih besar daripada peningkatan jumlah penyelenggara ITKP yang sudah membangun POP, maka rasio antara POP dengan penyelenggara ITKP menjadi semakin kecil. Dari sisi sebarannya, jumlah penyelenggara ITKP yang telah membangun POP paling banyak juga masih terdapat di Jawa, sebagaimana sebaran penyelenggara ITKP. Hal ini bearti rasio antar POP dengan ITKP di Jawa cenderung besar dan scara implit menunjukkan tingkat kompetisi yang belum begitu tinggi. Kondisi menarik yang terjadi adalah bahwa meskipun jumlah penyelengara ITKP di Jawa Barat lebih besar daripada DKI Jakarta dan Jawa Timur, namun jumlah rasio POP terhadap ITKP di Jawa Barat justru lebih kecil daripada di DKI Jakarta dan Jawa Timur yang menunjukkan tuntutan efiesiensi yang semakin besar. Berbeda dengan sebaran penyelenggara NAP yang tidak memiliki pola khusus, sebaran jumlah penyelenggara ITKP menunjukkan bahwa jumlah penyelenggara ITKP cenderung tinggi pada daerah dengan tingkat kemajuan sosial ekonomi yang lebih baik. Ha ini dimungkinkan karena faktor pasar berperan penting dalam penyelenggaraan ITKP oleh operator Jika dibandingkan proporsi ITKP yang telah membangun POP dengan total penyelenggara ITKP antar propinsi seperti ditunjukkan pada gambar 6.39, terlihat bahwa pada daerahdaerah di Jawa kecuali DKI Jakarta, rasio POS terhadap ITKP yang cenderung rendah. Di 67

68 NAD Jambi Sumsel DIY NTB Sulut Sulsel Maluku Papua Bali Kepri DKI Lampung Kalsel Sumut Riau Sumbar Kalbar Kaltim Jatim Jabar Banten Jateng propinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang memiliki jumlah penyelenggara ITKP besar, rasio POP terhadap ITKP lebih rendah daripadada Jawa Tengah. Bahkan di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta rasionya hanya 1,2 dan 1 yang menunjukkan persaingan yang semakin ketat dan menuntur penyelenggara ITKP lebih efiien dalam membangun POP. Sebaliknya pada daerahdaerah lain yang jumlah penyelenggara ITKP relatif lebih sedikit juga tidak menunjukkan rasio POP terhadap ITKP yang tinggi. Meskipun faktor jumlah penyelenggara ITKP sepertinya berperan terhadap proporsi pencapaian pembangunan POP, namun di Jakarta yang memiliki penyelenggara ITKP cukup besar, rasio antra POP dengan ITKO juga hanya 1,2. Gambar Rasio POP Terhadap ITKP Menurut Propinsi Tahun , ,0 2,4 1,7 1,9 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,1 1,2 1,2 1,3 1,3 1,4 1,5 1,5 1,5 B. Pelanggan Jumlah pelanggan ITKP menunjukkan distribusi yang bervariasi antar daerah dan tidak tergantung dengan jumlah penyelengara ITKP yang ada. Jumlah pelanggan ITKP yang terbesar masih terdapat di propinsi-propinsi di Jawa seperti di DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat seperti ditunjukkan tabel Pada daerah-daerah tersebut jumlah pelanggan ITKP mencapai lebih dari 1 juta pelanggan. Bahkan di DKI Jakarta jumlahnya lebih dari 2 juta pelanggan. Di daerah lain di luar Jawa yang memiliki jumlah pelanggan cukup besar adalah 68

69 di Sumatera Utara yang mencapai lebih dari 250 ribu pelanggan dan Kepulauan Riau ( ). Sementara pada beberapa daerah lain khususnya di luar Jawa dan Bali-Nusa Tenggara, jumlah pelanggan ITKP menunjukkan jumlah yang tidak besar. Di beberapa daerah misalnya jumlah pelanggan ITKP hanya kurang dari 3000 pelanggan seperti di Papua, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Bangka Belitung. Bahkan di Gorontalo jumlah pelanggan ITKP pada 2009 kurang dari 100 orang. Namun di Irian Jaya Barat jumlah pelanggan ITKP justru menunjukkan jumlah yang besar yaitu lebih dari pelanggan. Tabel Jumlah Pelanggan ITKP menurut propinsi Tahun 2009 No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah 1 NAD Jabar Sulut Sumut Jateng Sulsel Bengkulu Jatim Sultra Jambi DIY Sulbar 0 5 Riau Bali Sulteng Lampung NTB Maluku Sumbar NTT Malut Babel Kalbar Irjabar Sumsel Kaltim Papua Kepri Kalsel Total DKI Kalteng Banten Gorontalo 93 Jika dilihat rata-rata jumlah pelanggan per penyelenggara ITKP terlihat jumlah yang sangat bervariasi mulai lebih dari 100 ribun pelanggan per penyelenggara sampai dengan kurang dari 1000 pelanggan per penyelenggara ITKP. Penyelenggara ITKP di Jawa cenderung memiliki jumlah pelanggan yang banyak seperti ditunjukkan pada gambar Satu penyelenggara ITKP di Jawa memiliki rata-rata hampir atau lebih dari 100 ribu pelanggan seperti di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur. Bahkan di Jawa Tengah, satu penyelenggara ITKP rata-rata memiliki lebih dari 260 ribu pelanggan. Sementara penyelenggara ITKP di Sumatera memiliki pelanggan rata-rata antara 30 ribu sampai 53 ribu pelanggan kecuali di Jambi. Pada beberapa propinsi, jumlah rata-rata pelanggan per ITKP cenderung rendah seperti di Jambi dan NTB yang hanya memiliki pelanggan rata-rata sekitar 69

70 2300 pelanggan per penyelenggara ITKP. Dari pola persebaran ini terlihat bahwa pada daerah dengan tingkat kemajuan sosial-ekonomi tinggi dan penduduk yang padat, meskipun jumlah penyelenggara ITKP cukup banyak namun rata-rata pelanggan per ITKP juga cukup besar karena jumlah pelanggan ITKP-nya juga besar. Beberapa daerah di luar Jawa yang identik dengan adanya kegiatan bisnis tertentu seperti minyak dan gas, menunjukkan ratarata jumlah pelanggan per penyelenggara ITKP yang cukup besar seperti di Kalimantan Timur, Kepulauan Riau dan Riau. Gambar Rata-rata jumlah Pelanggan per ITKP di tiap Propinsi Tahun 2009 Jateng Jatim DKI Jabar DIY Kepri Banten NAD Sumsel Riau Kaltim Sulut Kalbar Lampung Sumut Sumbar Sulsel Kalsel Bali Maluku NTB Jambi Papua Sistem Komunikasi Data (Siskomdat/SKD) A. Jumlah POP Jumlah penyelenggara SKD meskipun tidak sebanyak penyelenggara NAP namun menunjukkan persebaran yang relatif merata. Sebaran jumlah penyelenggara SKD hanya mengalami sedikit peningkatan dari 2008 ke 2009 dengan peningkatan yang bervariasi antar 70

71 daerah. Kondisi yang menarik adalah bahwa peningkatan jumlah penyelenggara SKD justru banyak terjadi di luar Jawa seperti di Sumatera Utara, Bali, daerah-daerah di Kalimantan dan Sulawesi. Peningkatan jumlah penyelenggara SKD di Jawa hanya terjadi di Banten dan Jawa Tengah. Persentase kenaikan jumlah penyeenggara SKD terbesar terdapat di propinsi Lampung, Jambi, NAD, Kalimantan Timur dan kalimantan Selatan yang meningkat lebih dari 100%. Dari sisi persebarannya, penyelenggara SKD juga masih terpusat di Jawa dengan jumlah terbesar penyelenggara SKD pada tahun 2009 terbanyak di propinsi Jawa Barat, diikuti Jawa Timur, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Proporsi penyelenggara SKD di Jawa pada 2009 mencapai 65,3% dari total penyelenggara SKD di Indonesia. Proporsi jumlah SKD di Jawa Barat mencapai 17,3% dari total SKD yang ada pada 2009, sementara proporsi di SKD do Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing mencapai 14,8% dan 15,3% dari total penyelenggara SKD. 71

72 Gambar Sebaran POP SKD menurut Propinsi NA Su Ben Ja Ria La Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jat Jati DIY Bali NT NT Kal Kalt Kal Kalt Gor Sul Sul Sult Sul Sult Mal Mal Irja Pap D mu gku mbi u mp mb el ms ri ten ar eng m B T bar im sel eng ont ut sel ra bar eng uku ut bar ua t lu ung 2 ar 2 0 el alo Gambar Sebaran Penyelenggara SKD yang sudah membangun POP menurut Propinsi NA Su Ben Ja Ria La Su Bab Su Kep DKI Ban Jab Jat Jati DIY Bali NT NT Kal Kalt Kal Kalt Gor Sul Sul Sult Sul Sult Mal Mal Irja Pap D mu gku mbi u mp mb el ms ri ten ar eng m B T bar im sel eng ont ut sel ra bar eng uku ut bar ua t lu ung 0 ar 0 0 el alo

73 Meskpun jumlah penyelenggara SKD terkonsentrasi di Jawa, namun justru penyelenggara SKD di Jawa banyak mengalami penurunan jumlah pada Penurunan yang cukup besar dialami oleh DKI Jakarta yang berkurang sebanyak 6 penyelenggara atau 18,2%. Penurunan juga dialami oleh Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Dari sisi persentasi, penurunan paling besar dialami oleh DI Yogyakarta yang berkurang sebesar 42,9%. Sementara secara absolut penurunan paling banyak selain di DKI Jakarta terjadi di DI Yogyakarta dan Jawa Timur yaitu masing-masing 3 dan 2 unit Namun dari jumlah penyelenggara SKD yang ada, sebagian besar justru belum membangun POP. Sebaran penyelenggara SKD yang telah membangun POP juga masih terkonsentrasi di Jawa seperti ditunjukkan pada gambar 6.42 dengan terbanyak di DKI Jakarta diikuti Jawa Timur, Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Jumlah penyelenggara SKD yang sudah membangun POP juga meningkat dari tahun 2008 ke 2009 dengan peningkatan sebesar 20%. Peningkatan terbesar penyelenggara SKD yang telah membangun POP terjadi di Banten, Riau, dan Kalimantan Timur, diikuti oleh Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Meskipun jumlahnya relatif lebih banyak dan mengalami peningkatan, namun dibandingkan dengan penyelenggara SKD yang ada, jumlahnya masih jauh lebih sedikit. Rasio antara POP yangbterbangun dengan penyelenggara SKD diantara propinsi menunjukkan variasi yang juga tinggi seperti ditunjukkan gambar Pada sebagian besar propinsi bahkan terdapat kondisi dimana semua penyelenggara SKD yang ada di propinsi tersebut belum membangun POP. Rasio tertinggi terdapat di Jawa Tengah yang mencapai 14,5 diikuti oleh Jawa Barat dan DKI Jakarta yang mencapai 11,3 dan 7,5. Hal ini menunjukkan bahwa penyelengara SKD di tiga daerah tersebut belum dituntut melakukan efisiensi dimana satu penyelenggara SKD masih menggunakan beberapa POP. Sementara rasio POP terhdap SKD dibeberapa daerah lain banyak yang masih nol dimana POP terbangun tapi tidak da penyelenggara SKD yang tersedia di daerah tersebut. 73

74 NAD Bengkulu Jambi Lampung Sumbar Babel Sumsel Sulut Sulsel Sultra Sulbar Sulteng Maluku Malut Irjabar Papua DIY Riau Kalbar Bali Kepri DKI Banten Kaltim Sumut Jatim Jabar Jateng Gambar Rasio POP terhadap ITKP menurut propinsi Tahun ,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,3 5,0 5,5 3,0 3,0 3,3 3,5 3,9 4,0 7,5 11,3 14,5 B. Pelanggan Sebaran jumlah pelanggan SKD menunjukkan jumlah pelanggan yang jauh lebih sedikit dibandingkan jasa multimedia lain. Secara total jumlah pelanggan SKD diseluruh Indonesia hanya berjumlah dengan lebih dari separuhnya terdapat di Jakarta seperti ditunjukkan pada tabel Jakarta sebagai pusat bisnis, kegiatan perekonomian dan pemerintahan menjadikan kebutuhan penggunaan SKD ini menjadi begitu tinggi. Sehingga sebagian besar pelanggan SKD terdapat di Jakarta. Tabel Jumlah Pelanggan SKD menurut propinsi Tahun 2009 No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah No Propinsi Jumlah 1 NAD 9 13 Jabar Sulut 13 2 Sumut Jateng Sulsel 35 3 Bengkulu 4 15 Jatim Sultra 20 4 Jambi DIY 4 28 Sulbar 1 5 Riau Bali Sulteng 5 6 Lampung 4 18 NTB 2 30 Maluku 1 7 Sumbar NTT 2 31 Malut 5 74

Bab 6 Bidang Telekomunikasi

Bab 6 Bidang Telekomunikasi Bab 6 Bidang Telekomunikasi Pembangunan telekomunikasi di Indonesia telah memasuki babak baru dengan semakin berkembang pesatnya industri teknologi informasi. Jangkauan telepon seluler sudah mencapai seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era globalisasi menuntut semua sektor bisnis harus memiliki strategi agar dapat bersaing dengan para pesaing lainnya. Salah satunya dengan memperkenalkan

Lebih terperinci

tu a S n TELEKOMUNIKASI ia DAN INTERNET g a B

tu a S n TELEKOMUNIKASI ia DAN INTERNET g a B Bagian Satu TELEKOMUNIKASI DAN INTERNET 2 TIK 1.1 Teledensitas Dunia Gambar 1.1 : Teledensitas di 5 Belahan Dunia Tahun 2009. Sumber : International Telecommunication Union, 2009 Penetrasi telepon dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri telekomunikasi telah menjadi salah satu kontributor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri telekomunikasi telah menjadi salah satu kontributor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini industri telekomunikasi telah menjadi salah satu kontributor pendapatan ekonomi di suatu negara. Bahkan menjadi tolak ukur maju tidaknya ekonomi suatu wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri telekomunikasi seluler membuat persaingan dalam industri tersebut semakin meningkat. Persaingan yang terjadi tidak terlepas dari ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manfaat kompetisi yang semakin ketat di sektor telekomunikasi kini mulai dirasakan oleh masyarakat luas. Persaingan teknologi dan persaingan bisnis antar-operator telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkomunikasi. Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi menjadi sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. saling berkomunikasi. Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi menjadi sesuatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam dunia teknologi dan telekomunikasi menempatkan industri telekomunikasi seluler menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dalam era globalisasi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi komunikasi dalam era globalisasi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi komunikasi dalam era globalisasi yang sangat dirasakan pengaruhnya adalah semakin mudahnya pemenuhan kebutuhan manusia dalam hal berkomunikasi.

Lebih terperinci

Company LOGO. Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak. Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia

Company LOGO. Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak. Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia Company LOGO Pengantar (Inovasi) Aplikasi Bergerak Produk Aplikasi Bergerak di Indonesia Produk Telekomunikasi Seluler di Indonesia 3G / 3.5G (HSDPA) GSM Mobile CDMA Fixed Wireless CDMA Internet Mobile

Lebih terperinci

STATISTIK KOMUNIKASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI TAHUN Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya. Nomor Katalog : I S S N : Nomor Publikasi :

STATISTIK KOMUNIKASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI TAHUN Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya. Nomor Katalog : I S S N : Nomor Publikasi : STATISTIK KOMUNIKASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI TAHUN 2010 Nomor Katalog : I S S N : Nomor Publikasi : Naskah : Sub Direktorat Statistik Komunikasi dan Teknologi Informasi Diterbitkan oleh Dicetak oleh :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin rendahnya pertumbuhan pasar serta tingginya persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin rendahnya pertumbuhan pasar serta tingginya persaingan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin rendahnya pertumbuhan pasar serta tingginya persaingan khususnya di sektor telekomunikasi, membuat perusahaan lebih cenderung untuk berusaha mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Perkembangan bisnis kartu perdana seluler GSM akhir-akhir ini telah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Perkembangan bisnis kartu perdana seluler GSM akhir-akhir ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telekomunikasi saat ini memegang peranan penting pada setiap lini kehidupan. Perkembangan bisnis kartu perdana seluler GSM akhir-akhir ini telah menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh setiap orang. Komunikasi adalah alat bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi bisa

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Layanan jasa telekomunikasi di Indonesia telah disediakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Layanan jasa telekomunikasi di Indonesia telah disediakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Layanan jasa telekomunikasi di Indonesia telah disediakan oleh perusahaan milik negara mulai tahun 1961. Pengembangan dan modernisasi atas infrastruktur telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul industri-industri serta perusahaan-perusahaan baru, salah satunya bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul industri-industri serta perusahaan-perusahaan baru, salah satunya bidang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi di negara ini, banyak muncul industri-industri serta perusahaan-perusahaan baru, salah satunya bidang teknologi komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah perkembangan teknologi yang berbasis telekomunikasi. Ini menyebabkan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan telekomunikasi seluler di Indonesia sekarang ini sangatlah pesat. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi di mana saja dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang ini

I. PENDAHULUAN. Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang ini sangat pesat. Salah satunya pada perkembangan telekomunikasi seluler. Mobilitas serta meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak pada dunia usaha. Dengan adanya perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak pada dunia usaha. Dengan adanya perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang semakin mengglobal membawa dampak pada dunia usaha. Dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi, dunia usaha dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat hanya menggunakan surat, yang berkembang dengan telepon rumah,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat hanya menggunakan surat, yang berkembang dengan telepon rumah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan sarana komunikasi mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat. Semula komunikasi masyarakat hanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hingga saat ini, tercatat 10 operator telepon di Indonesia. Telkom (PT

BAB I PENDAHULUAN. Hingga saat ini, tercatat 10 operator telepon di Indonesia. Telkom (PT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hingga saat ini, tercatat 10 operator telepon di Indonesia. Telkom (PT Telkom), Telkomsel (PT Telekomunikasi Selular), Satelindo (PT Indosat Tbk.) dan XL (PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam beberapa tahun terakhir telah mendukung perkembangan kegiatan pemasaran dan mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelanggan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelanggan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan 1.1.1 Profil Umum PT.Indosat, Tbk. PT.Indosat, Tbk. (Indosat) adalah nama dari salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan jaringan telekomunikasi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghadapi masalah masalah dalam menjual produk khususnya. masa depan cerah dimasa mendatang sebagai zamannya komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. banyak menghadapi masalah masalah dalam menjual produk khususnya. masa depan cerah dimasa mendatang sebagai zamannya komunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin kompetitifnya persaingan dunia usaha dewasa ini, perusahaan banyak menghadapi masalah masalah dalam menjual produk khususnya dibidang telekomunikasi,

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat telah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat telah mendorong mobilitas masyarakat dan individu menjadi semakin dinamis. Teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah menuntut adanya perubahan paradigma lama dalam segala bidang, salah satunya adalah bidang pemasaran. Dengan tingginya persaingan dalam

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan berbagai strategi untuk keberlangsungan perusahaan. Ditengah

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan berbagai strategi untuk keberlangsungan perusahaan. Ditengah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis dewasa ini semakin cepat, banyak perusahaan menerapkan berbagai strategi untuk keberlangsungan perusahaan. Ditengah persaingan yang ketat, bisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi persaingan usaha yang semakin meningkat membuat perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi persaingan usaha yang semakin meningkat membuat perusahaan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi persaingan usaha yang semakin meningkat membuat perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dalam menetapkan strategi yang tepat bagi perusahaan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini telekomunikasi merupakan sarana yang sangat dibutuhkan dalam komunikasi oleh masyarakat luas baik itu antar daerah maupun antar negara. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum tetapi juga menjadi ladang bisnis yang prospektif. Bisnis operator selular

BAB I PENDAHULUAN. umum tetapi juga menjadi ladang bisnis yang prospektif. Bisnis operator selular BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi saat ini tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat umum tetapi juga menjadi ladang bisnis yang prospektif. Bisnis operator selular dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I. 1. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. I. 1. Latar Belakang 1 BAB I Pendahuluan I. 1. Latar Belakang Belanja iklan produk setiap tahunnya terus bergerak naik sebesar 20%. Produk telekomunikasi, perawatan tubuh (toiletries), kosmetik, rokok, makanan dan minuman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tantangan sektor telekomunikasi semakin bertambah. Karena kebutuhan

I. PENDAHULUAN. tantangan sektor telekomunikasi semakin bertambah. Karena kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia dan arus globalisasi yang cepat, menunjukkan bahwa tantangan sektor telekomunikasi semakin bertambah. Karena kebutuhan masyarakat yang semakin maju

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan telekomunikasi sebagai

PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan telekomunikasi sebagai 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan telekomunikasi sebagai media penghubung menjadi semakin penting bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan telekomunikasi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan terjadi bila terdapat produk yang sama dari beberapa produsen berbeda memperebutkan pasar sama. Persaingan dapat ditemukan di berbagai bentuk bisnis, termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan peluang-peluang baru bagi pemain industri telekomunikasi baik

I. PENDAHULUAN. memberikan peluang-peluang baru bagi pemain industri telekomunikasi baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telekomunikasi merupakan salah satu industri yang paling kompetitif di Indonesia. Industri telekomunikasi nasional mengalami pertumbuhan pesat seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya teknologi dari tahun ke tahun, membuat kehidupan dunia

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya teknologi dari tahun ke tahun, membuat kehidupan dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berkembangnya teknologi dari tahun ke tahun, membuat kehidupan dunia semakin modern dan mudah. Hal tersebut berlaku juga dalam bidang telekomunikasi, teknologi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

Dalam subbab ini penulis memberikan beberapa SIMCARD GSM yang dipakai oleh penulis.

Dalam subbab ini penulis memberikan beberapa SIMCARD GSM yang dipakai oleh penulis. SIMCARD (KARTU HP) SIMCard (Kartu HP) merupakan chip yang berbentuk seperti kartu diletakkan di dalam handphone. SIMCard ini sering juga disebut dengan RUIM (Removable User Identity Module). Dengan kartu

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk inovatif dan melakukan penyesuaian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk inovatif dan melakukan penyesuaian terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi, persaingan usaha semakin ketat dan terbuka menuntut perusahaan untuk inovatif dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini.

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan yang sangat signifikan telah terjadi dalam perjalanan industri telekomunikasi di Indonesia. Perkembangan itu dapat terlihat dari satu dekade ini. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik kebutuhan yang bersifat biogenetik seperti rasa lapar dan haus maupun kebutuhan yang bersifat

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sektor telekomunikasi, membuat perusahaan lebih cenderung untuk berusaha

BAB I PENDAHULUAN. di sektor telekomunikasi, membuat perusahaan lebih cenderung untuk berusaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin rendahnya pertumbuhan pasar serta tingginya persaingan khususnya di sektor telekomunikasi, membuat perusahaan lebih cenderung untuk berusaha mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telepon selular, para operator kartu GSMyang memfasilitasi telekomunikasi antar. telepon selular pun tumbuh pesat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. telepon selular, para operator kartu GSMyang memfasilitasi telekomunikasi antar. telepon selular pun tumbuh pesat di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi menggunakan telepon selular sekarang sudah merupakan kebutuhan yang tak tergantikan. Karena siapapun dan apapun pekerjaan atau kegiatanya pasti menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membuka suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membuka suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi membuka suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia, dan di sisi lain keadaan tersebut memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan banyak menghadapi masalah-masalah dalam menjual produk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan banyak menghadapi masalah-masalah dalam menjual produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin kompetitifnya persaingan dunia usaha dewasa ini, perusahaan banyak menghadapi masalah-masalah dalam menjual produk khususnya dibidang telekomunikasi,

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lanskap bisnis telekomunikasi mengalami perubahan yang sangat cepat, tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun persaingan. Dari sisi teknologi

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Pangsa pasar industri telekomunikasi seluler Indonesia 2011

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Pangsa pasar industri telekomunikasi seluler Indonesia 2011 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia (Adam 2011). Jumlahnya menurut catatan World Bank (2010) mencapai 239 870 937 jiwa. Nielsen

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kompetisi pada industri telekomunikasi selular di Indonesia saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kompetisi pada industri telekomunikasi selular di Indonesia saat ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetisi pada industri telekomunikasi selular di Indonesia saat ini telah memasuki tahap jenuh. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan pendapatan operator telekomunikasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia usaha telekomunikasi makin berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakannya. Telekomunikasi Indonesia yang pada awalnya berupa komunikasi menggunakan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap hari manusia melakukan komunikasi, baik untuk bisnis ataupun non bisnis. Kebutuhan akan alat komunikasi yang meningkat tidak lepas dari perkembangan teknologi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN Persaingan layanan fixed wireless access (FWA) berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) di Indonesia semakin ketat. Di Indonesia ada 3 operator FWA yaitu,

Lebih terperinci

Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan mahasiswa program studi pendidikan ekonomi UNS dalam membeli produk IM3

Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan mahasiswa program studi pendidikan ekonomi UNS dalam membeli produk IM3 1 Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan mahasiswa program studi pendidikan ekonomi UNS dalam membeli produk IM3 Oleh : Fitri Nurul Azizi NIM K 7402076 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia) tercatat 11 jenis jasa layanan telekomunikasi dari 10 operator yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia) tercatat 11 jenis jasa layanan telekomunikasi dari 10 operator yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan bisnis telekomunikasi di Indonesia saat ini semakin beraneka ragam seiring dengan semakin tingginya tingkat kompetisi antara operator telekomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Bakrie Telecom, Mobile-8, Natrindo, Sampoerna

BAB I PENDAHULUAN. Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Bakrie Telecom, Mobile-8, Natrindo, Sampoerna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri di bidang telepon seluler di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Menurut catatan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia), Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Pemerintah mengubah pola pengelolaan sektor telekomunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Pemerintah mengubah pola pengelolaan sektor telekomunikasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak Pemerintah mengubah pola pengelolaan sektor telekomunikasi di Indonesia dari monopoli menjadi kompetisi melalui UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,

Lebih terperinci

1.1.3 Logo Gambar 1.1 Logo Telkom Indonesia

1.1.3 Logo Gambar 1.1 Logo Telkom Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Terhadap Obyek Studi 1.1.1 PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) merupakan perusahaan penyelenggara bisnis T.I.M.E (Telecommunication,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan alat komunikasi sangat pesat sekali. Hal ini berbanding lurus dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan alat komunikasi sangat pesat sekali. Hal ini berbanding lurus dengan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam satu dekade terakhir ini, perkembangan teknologi yang berhubungan dengan alat komunikasi sangat pesat sekali. Hal ini berbanding lurus dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Seiring berkembangnya era globalisasi di Indonesia, banyak muncul industri-industri serta perusahaan baru, salah satu bidang tersebut adalah industri

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB III POTENSI PASAR INDUSTRI TELEKOMUNIKASI

BAB III POTENSI PASAR INDUSTRI TELEKOMUNIKASI BAB III POTENSI PASAR INDUSTRI TELEKOMUNIKASI 3.1 PERSPEKTIF GLOBAL 3.1.1 Total Pertumbuhan Pada akhir quarter ke-1 tahun 2009 jumlah pelanggan broadband diseluruh dunia telah mencapai 429.2 juta pelanggan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun terus meningkat seiring perkembangan jaman. Selain itu didukung

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun terus meningkat seiring perkembangan jaman. Selain itu didukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi komunikasi saat ini tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat umum tetapi juga menjadi ladang bisnis yang prospektif. Bisnis operator selular dari tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian penerapan model dss untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap produk telekomunikasi ini secara garis besar akan dijelaskan dalam dua bagian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan dan akan digunakan pada penelitian ini merupakan data statistik yang diperoleh dari a. Biro Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lingkungan bisnis akhir-akhir ini muncul suatu gejala dimana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lingkungan bisnis akhir-akhir ini muncul suatu gejala dimana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perkembangan lingkungan bisnis akhir-akhir ini muncul suatu gejala dimana semakin banyak dan beragamnya produk - produk yang ditawarkan oleh perusahaan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di

BAB I PENDAHULUAN. dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri telekomunikasi seluler adalah industri yang bergerak dibidang jasa dan saat ini menjadi industri yang paling berkembang dalam 10 tahun terakhir di Indonesia

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perusahaan Telekomunikasi Di Indonesia Tahun 2015 Jenis Operator Produk

1 BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perusahaan Telekomunikasi Di Indonesia Tahun 2015 Jenis Operator Produk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah komoditas dengan permintaan sangat tinggi di era ini. Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap komunikasi menjadikan perusahaan telekomunikasi gencar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) Kementerian Komunikasi dan Informatika sebelumnya bernama Departemen Penerangan (1945-1999),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingkat pertumbuhan negara tersebut. Namun beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingkat pertumbuhan negara tersebut. Namun beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Berlakang Negara Indonesia saat ini sedang mengalami pembangunan ekonomi di berbagai bidang. Keberhasilan dalam bidang perekonomian disuatu negara akan terlihat dari tingkat

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis di bidang jasa telekomunikasi saat ini telah menjamur di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis di bidang jasa telekomunikasi saat ini telah menjamur di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bisnis di bidang jasa telekomunikasi saat ini telah menjamur di Indonesia, dalam sepuluh tahun terakhir banyak bermunculan perusahaan yang bergerak dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan kemajuan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan kemajuan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat, perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang awalnya hanya

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telekomunikasi telepon seluler yang signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telekomunikasi telepon seluler yang signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi telekomunikasi telepon seluler yang signifikan dilihat dari pertumbuhan jumlah pelanggannya dewasa ini memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa arus..., Andrie Surya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa arus..., Andrie Surya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Industri layanan telekomunikasi nirkabel di Indonesia telah berkembang dengan sangat pesat seiring dengan pesatnya perkembangan jumlah pelanggan layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat dirasakan telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap. lingkunagan baik secara langsung maupun tidak langsung telah

BAB I PENDAHULUAN. cepat dirasakan telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap. lingkunagan baik secara langsung maupun tidak langsung telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dirasakan telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap lingkunagan baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi seluler. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi seluler. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat memberikan pengaruh yang besar terhadap perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia, yaitu melalui perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1. PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1. PENDAHULUAN BAB 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan bisnis di sektor telekomunikasi semakin ketat baik dari lingkungan bisnis jasa maupun industri telekomunikasi. Munculnya operatoroperator

Lebih terperinci