BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 BAB 4 TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan yang telah dilakukan pada seluruh sampel yang telah disebarkan kepada para pengunjung yang datang ke Kota Bandung pada hari kerja (weekday) maupun pada akhir pekan (weekend) dan diolah dengan bantuan software pengolah data SPSS 13. Analisis yang dimaksudkan adalah analisis mengenai karakteristik pengunjung dan kunjungan yang datang ke Kota Bandung yang datang ke kawasan studi. 4.1 Karakteristik Pengunjung dan Kunjungan Wisatawan di Kota Bandung Sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam RTRW Kota Bandung Tahun , Kota Bandung memiliki delapan (8) fungsi kota yang saat ini sedang berkembang. Salah satu fungsi kota tersebut adalah sebagai fungsi wisata, dimana Kota Bandung menjadi salah satu kota tujuan wisata dengan skala lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Kegiatan wisata yang menjadi kegiatan utama bagi Kota Bandung adalah kegiatan wisata kota (urban tourism) yang berupa wisata belanja, rekreasi, bangunan bersejarah, dan lain-lain. Berdasarkan RIPPDA Kota Bandung tahun 2006, di Kota Bandung terdapat 15 kantong-kantong pengembangan kawasan wisata yang menunjukkan kawasan-kawasan yang menjadi titik lokasi wisata di Kota Bandung. Berdasarkan berbagai literatur yang terkait yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan pariwisata tidak dapat terlepas dari wisatawan. Wisatawan merupakan faktor yang menjadi penentu perkembangan kegiatan pariwisata di suatu daerah. Perkembangan kegiatan wisata yang terdapat di Kota Bandung dipengaruhi oleh kedatangan para wisatawan ke Kota Bandung. Berdasarkan Chadwick dalam Tourism Planning, wisatawan dapat berasal dari dua sumber, yaitu wistawan lokal dan wisatawan pendatang. Begitu pula dengan wisatawan yang datang ke Kota Bandung, wisatawan yang datang ke Kota Bandung dapat

2 berupa wisatawan yang datang dari dalam Kota Bandung itu sendiri yang kemudian dikategorikan sebagai wisatawan lokal dan termasuk penduduk Kota Bandung dan sekitarnya, serta wisatawan yang berasal dari daerah lain baik itu regional, nasional maupun internasional yang kemudian dapat dikategorikan sebagai wisatawan pendatang. Menurut WTO, wisatawan yang datang ke Kota Bandung terdiri dari dua golongan besar, yaitu pengunjung domestik yang berasal dari Indonesia dan pengunjung yang berasal dari mancanegara atau yang kemudian sering dikenal dengan istilah wisatawan mancanegara. Pengunjung domestik sendiri terdiri dari wisatawan yang merupakan para pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dan menginap di Kota Bandung, serta day trippers atau ekskursionis yang merupakan pengunjung yang datang ke Kota Bandung dalam waktu kurang dari 24 jam. Berikut ini dapat dilihat jumlah wisatawan yang menginap di Kota Bandung. TABEL IV-1 JUMLAH TAMU HOTEL YANG MENGINAP DI KOTA BANDUNG TAHUN Tahun Wisatawan Nusantara Jumlah (Jiwa) Wisatawan Mancanegara Pertumbuhan Jumlah Pertumbuhan (%) (Jiwa) (%) Total (Jiwa) Pertumbuhan (%) ,344-75,407-1,021, ,537, , ,618, ,750, , ,837, ,837, , ,928, ,241, , ,232, Sumber : Bandung Dalam Angka Dari tabel diatas dapat dilihat bagaimana perkembangan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung antara tahun Jumlah tamu hotel yang datang ke Kota Bandung cenderung meningkat antara tahun Namun pada tahun 2006 terjadi penurunan jumlah tamu hotel yang sangat signifikan, yaitu sebesar 56% dari total jumlah tamu hotel pada tahun Kenaikan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung dapat disebabkan oleh pesatnya perkembangan sarana pariwisata di Kota Bandung seperti pesatnya pembangunan

3 hotel dan pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Pada tahun 2006, penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung dapat disebabkan oleh meningkatnya kualitas aksesibilitas menuju Kota Bandung khsusnya bagi pengunjung yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Peningkatan kualitas aksesibilitas yang dimaksud adalah pembangunan Jalan Tol Purbaleunyi dan pesatnya perkembangan sarana transportasi yang berupa jasa transportasi travel. Selain karena peningkatan kualitas aksesibilitas yang dimiliki Kota Bandung, penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung juga dapat disebabkan oleh meningkatnya permasalahan di Kota Bandung seperti kemacetan lalu lintas yang terkait pada penurunan daya tahan atau toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Perkembangan jumlah tamu hotel seperti yang telah dijelaskan diatas juga terkait dengan perkembangan wisatawan atau pengunjung yang datang ke Kota Bandung. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pengunjung yang datang ke Kota Bandung, salah satu alasan bagi para wisatawan untuk memilih mengunjungi Kota Bandung adalah karena kemudahan akses yang menghubungkan Kota Bandung dengan daerah asal wisatawan. Berikut ini pada GAMBAR 4.1 dapat dilihat grafik mengenai jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung pada beberapa tahun terakhir. Penurunan jumlah tamu hotel tersebut apabila tidak diperhatikan maka ditakutkan akan terus terjadi penurunan. Penurunan jumlah tamu hotel yang datang ke Kota Bandung baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan kegiatan pariwisata di Kota Bandung.

4 (Jiwa Wisatawan) GAMBAR 4.1 JUMLAH TAMU HOTEL YANG MENGINAP DI KOTA BANDUNG 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 Jumlah Wisatawan Tahun Sumber : Bandung Dalam Angka Meningkatnya kualitas aksesibilitas ke Kota Bandung mendorong tingginya penggunaan kendaraan pribadi bagi pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung. Menurut dinas pariwisata kota bandung, setelah beroperasinya tol cipularang terjadi penambahan jumlah wisatawan yang terlihat dari jumlah kendaraan yang masuk ke kota bandung. Tingginya persentase mobil pribadi yang digunakan pengunjung diperkuat oleh tingginya jumlah kendaraan yang memasuki Kota Bandung, yaitu sebanyak 6,9 juta unit kendaraan pada tahun 2004 dan sebanyak 7,8 juta unit kendaraan yang masuk Kota Bandung pada tahun Tingginya jumlah kendaraan yang masuk ke Kota Bandung menyebabkan volume lalu lintas yang terdapat di Kota Bandung menjadi semakin padat, khususnya pada waktu weekends, sehingga seringkali menyebabkan kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Kemacetan lalu lintas yang biasa terjadi di Kota Bandung khususnya pada waktu weekends dapat mengindikasikan bahwa kapasitas sarana prasarana penunjang seperti jalan raya telah terlampaui. Baiknya kualitas aksesibilitas antara Kota Bandung dengan daerah lain di sekitarnya memicu wisatawan untuk datang ke Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan pribadi. Hal terebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pemilihan moda transportasi untuk mencapai Kota Bandung dari kereta api menjadi mobil pribadi maupun travel yang dapat mencapai Kota Bandung dengan waktu yang lebih singkat.

5 Pada penelitian kali ini, pengunjung yang datang ke Kota Bandung akan diwakilkan oleh pengunjung di beberapa kawasan wisata di Kota Bandung, yaitu kawasan wisata belanja Riau, Cihampelas, Alun-alun dan Kebon Binatang. Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa responden sebagian besar merupakan laki-laki, dan sebagian besar berasal dari luar Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan jenis kelamin responden dapat dilihat pada TABEL IV-2 berikut ini. TABEL IV-2 PERBANDINGAN JENIS KELAMIN RESPONDEN Jenis Asal Daerah Pengunjung Kelamin Kota Luar Kota Total Bandung Bandung Laki - laki 44.55% 66.83% 59.33% Perempuan 55.45% 33.17% 40.67% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 59% responden merupakan laki-laki dan sebanyak 40% responden adalah perempuan. Untuk perbandingan jenis kelamnin dari pengunjung, jumlah antara laki-laki dan perempuan tidak terlampau jauh, yaitu sebesar 55% untuk laki-laki dan 45% untuk perempuan. Untuk perbandingan jenis kelamin pengunjung, sebanayak 67% pengunjung merupakan laki-laki dan 33% perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh metode pengambilan sampel yang lebih memilih resonden yang tidak sedang berkegiatan, yang sebagian banyak adalah kaum bapak yang sedang menunggu keluarga mereka berkegiatan. Untuk karakteristik pengunjung dan kunjungan yang datang ke tempat-tempat tertentu di Kota Bandung, terdapat kemiripan dalam beberapa hal mengenai karakteristik pengunjung dan kunjungan ke Kota Bandung. Apabila dilihat dari segi asal daerahnya, sebagian besar responden berasal dari luar Kota Bandung, yaitu sebanyak 199 responden atau sebesar 66% dari keseluruhan responden. Sedangkan sebanyak 101 responden merupakan penduduk Kota Bandung yang sedang berwisata di lokasi survei. Untuk lebih jelasnya, berikut ini pada TABEL IV-3 dapat dilihat mengenai perbandingan jumlah pengunjung yang berasal dari Kota Bandung dan luar Kota Bandung.

6 TABEL IV-3 PERBANDINGAN ASAL DAERAH PENGUNJUNG BERDASARKAN WILAYAH STUDI Lokasi Kota Bandung Asal Daerah Luar Kota Bandung Riau 4.33% 20.67% Cihampelas 1.67% 23.33% Alun-alun 17.00% 8.00% Kebon binatang 10.67% 14.33% Total 33.67% 66.33% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa wisatawan yang melakukan kegiatan di Kota Bandung tidak hanya berasal dari luar Kota Bandung saja, melainkan ada juga wisatawan lokal. Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner, proporsi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung lebih banyak dibandingkan dengan wisatawan lokal. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan dan kapasitas berbagai sarana prasarana yang terdapat di Kota Bandung. Pada saat weekends dan hari libur, dengan tingginya tingkat kunjungan dari pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung, berbagai sarana prasarana perkotaan penunjang kegiatan pariwisata akan semakin terbebani. Hal tersebut disebabkan oleh sarana prsarana penunjang kegiatan pariwisata yang juga merupakan sarana prasarana perkotaan tidak hanya digunakan oleh penduduk Kota Bandung saja, namun juga digunakan oleh pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung. Karena lebih memfokuskan pada pengunjung yang datang ke Kota Bandung, maka penelitian ini akan lebih membahas mengenai karakterstik pengunjung dan kunjungan yang berasal dari luar Kota Bandung. Berikut ini pada GAMBAR 4.2 dapat dilihat mengenai perbandingan asal daerah pengunjung yang datang ke Kota Bandung.

7 Jumlah GAMBAR 4.2 PERBANDINGAN ASAL DAERAH PENGUNJUNG Asal Daerah Berdasarkan gambar diatas, pengunjung yang datang ke Kota Bandung didominasi oleh pengunjung yang berasal dari kota lain di Jawa Barat dan pengunjung yang berasal dari Jakarta. Untuk waktu kunjungan, pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih banyak memilih untuk datang ke Kota Bandung pada akhir pekan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada pengunjung, waktu akhir pekan dipilih untuk melepas kepenatan setelah seminggu bekerja dan memilih untuk berwisata ke Kota Bandung bersama keluarga. Tabel diatas juga dapat menjelaskan bahwa Kota Bandung memang telah menjadi salah satu kota tujuan wisata berskala nasional. Hal tersebut juga dapat menjelaskan posisi Kota Bandung sebagai salah satu PKN di Indonsesia. Berikut ini pada TABEL IV-4 dapat dilihat jumlah pengunjung yang datang ke Kota Bandung per lokasi studi.

8 TABEL IV-4 PERBANDINGAN WAKTU KUNJUNGAN PENGUNJUNG YANG DATANG KE KOTA BANDUNG Lokasi Waktu Kunjungan Weekdays Weekends Riau 12.56% 18.59% Cihampelas 14.07% 21.11% Alun-alun 3.52% 8.54% Kebon binatang 5.53% 16.08% Total 35.68% 64.32% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung yang datang ke Kota Bandung memilih untuk datang ke Kota Bandung pada waktu weekends. Untuk lama kunjungan, pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih banyak yang termasuk kedalam wisatawan, yaitu pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan lama kunjungan lebih dari 24 jam. Perbedaan antara jumlah pengunjung yang memiliki lama kunjungan lebih dari 24 jam (wisatawan) dan yang kurang dari 24 jam (day trippers) cukup signifikan. Berikut ini pada TABEL IV-5 dapat dilihat mengenai perbandingan jumlah wisatawan dan day trippers yang datang ke Kota Bandung. TABEL IV-5 PERBANDINGAN LAMA KUNJUNGAN PENGUNJUNG YANG DATANG KE KOTA BANDUNG Lama Kunjungan Lokasi <24 jam (Day trippers) >24 jam (Wisatawan) Riau 8.54% 22.61% Cihampelas 9.55% 25.63% Alun-alun 5.53% 6.53% Kebon Binatang 18.09% 3.52% Jumlah 41.71% 58.29% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase wisatawan adalah sebesar 58% sedangkan persentase para day trippers adalah sebesar 42%. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut dapat disebabkan oleh terdapatnya jalan Tol

9 Purbaleunyi, sehingga memudahkan pengunjung untuk mengunjugi Kota Bandung dan kembali ke daerah asalnya, khususnya pengunjung yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Namun pengunjung yang datang ke Kota Bandung juga banyak yang menginap di Kota Bandung, baik itu di hotel maupun di rumah kerabat. Kesempatan mengunjungi Kota Bandung untuk pengunjung yang berasal dari daerah yang cukup jauh dari Kota Bandung membuat para pengunjung memilih untuk menginap di Kota Bandung. Dengan menginap di Kota Bandung, pengunjung tersebut dapat menikmati lebih banyak daya tarik wisata yang dimiliki Kota Bandung. Untuk jumlah kunjungan pengunjung dalam 6 bulan terakhir, pengunjung yang datang ke Kota Bandung dapat dikategorikan menjadi para first timers dan repeaters. Yang dimaksud dengan para first timers adalah pengunjung yang baru pertama kali mengunjungi atau datang ke Kota Bandung dalam 6 bulan terakhir, sedangkan yang dimakasud dengan repeaters adalah pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih dari satu kali dalam 6 bulan terakhir. Berikut ini pada TABEL IV-6 dapat dilihat mengenai tipe kunjungan berdasarkan jumlah kedatangan mereka ke Kota Bandung. TABEL IV-6 PERBANDINGAN TIPE KUNJUNGAN BERDASARKAN JUMLAH KUNJUNGAN KE KOTA BANDUNG Tipe Kunjungan Lokasi First Timers Repeaters Riau 5.53% 25.63% Cihampelas 11.56% 23.62% Alun-alun 2.01% 10.05% Kebon Binatang 13.57% 8.04% Jumlah 32.66% 67.34% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung atau sekitar 67% pengunjung merupakan para repeaters yang mengunjungi Kota Bandung lebih dari 1 kali dalam 6 bulan terakhir. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa sebagian besar pengujung yang datang ke Kota Bandung akan melakukan perjalanan kembali ke Kota Badung. Pengunjung yang datang ke Kota Bandung

10 untuk berbagai keperluan lebih banyak yang berasal dari daerah yang memiliki jarak tempuh yang cukup dekat ke Kota Bandung dan dengan didukung oleh aksesibilitas yang cukup baik. Untuk pengunjung yang baru pertama kali mengunjungi Kota Badung atau baru satu kali mengunjungi Kota Bandung, pengunjung tersebut biasanya berasal dari daerah yang cukup jauh seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan daerah lainnya. Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi perbedaan komposisi pengunjung atau wisatawan yang datang ke Kota Bandung maupun pengunjung lokal yang berasal dari Kota Bandung yang berkegiatan di beberapa kawasan wisata di Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi pengunjung dapat dilihat pada TABEL IV-7 berikut ini. TABEL IV-7 KOMPOSISI WISATAWAN, DAY TRIPPERS DAN PENGUNJUNG LOKAL DI KOTA BANDUNG Karakteristik Pengunjung Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Wisatawan % % % % 116 Day trippers Pengunjung lokal % % % % 101 Jumlah % % % % 300 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengunjung yang datang ke Kota Bandung terdiri dari 2 kelompok besar, yaitu pengunjung dari luar dan pengunjung lokal yang merupakan penduduk Kota Bandung sendiri. Pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung kembali digolongkan kedalam 2 kelompok, yaitu para wisatawan yang berada di Kota Bandung lebih dari 24 jam, sedangkan para day tripperss adalah pengunjung dari luar Kota Bandung yang berada di Kota Bandung kurang dari 24 jam. Secara umum, komposisi wisatawan merupakan komposisi terbesar, kemudian pengunjung lokal lalu para day trippers. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pengelompokkan komposisi pengunjung pada masing-masing lokasi studi. Pengunjung yang datang

11 ke kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas didominasi oleh para wisatawan, pengunjung yang datang ke kawasan Alun-alun didominasi oleh para pengunjung lokal, sedangkan pengunjung yang datang ke kawasan Kebon Binatang lebih banyak terdiri dari pengunjung day trippers dan pengunjung lokal. Dari tabel persebaran komposisi yang telah dijabarkan diatas dapat dilihat pasar dari masingmasing lokasi studi berdasarkan daerah asal dan lama kunjungan pengunjung. Untuk lebih mudah melihat bagaimana persebaran persentase pengunjung berdasarkan karakteristik dan wilayah studi, berikut ini pada GAMBAR 4.3 akan digambarkan mengenai perbaran pengunjung di wilayah studi di Kota Bandung. GAMBAR 4.3 PERSEBARAN KOMPOSISI PENGUNJUNG PER WILAYAH STUDI DI KOTA BANDUNG 100% 90% 80% Cihampelas Riau Pengunjung 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% Kebon Binatang Alun-alun 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Pengunjung Lokal Dari gambar diatas dapat dilihat persebaran dua kelompok besar pengunjung yang datang ke Kota Bandung, yaitu antara pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung dengan pengunjung lokal atau penduduk Kota Bandung. Gambar diatas menjelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah persentase pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung dan kenaikan jumlah pengunjung lokal dari kawasan wisata belanja Cihampelas, Riau, Kebon Binatang kemudian Alun-alun. Hal tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan hasil

12 penyebaran kuesioner, Cihampelas merupakan daerah dengan jumlah persentase pengunjung luar Kota Bandung terbanyak, lalu disusul oleh Riau, Kebon Binatang dan Alun-alun. Alun-alun merupakan kawasan wisata dengan jumlah pengunjung lokal (penduduk Kota Bandung) terbanyak apabila dibandingkan dengan wilayah studi lainnya. Kunjungan atau kegiatan yang dilakukan di Kota Bandung memiliki alasan yang bermacam-macam. Alasan kegiatan pengunjung, wisatawan dan penduduk berkegiatan di beberapa lokasi wisata di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-8 berikut ini. TABEL IV-8 ALASAN PENGUNJUNG BERKEGIATAN DI KOTA BANDUNG Jenis Kegiatan Asal Daerah Pengunjung Kota Bandung Luar Kota Bandung Responden Sekedar jalan - jalan 57.43% 48.24% 51.33% Belanja 17.82% 17.09% 17.33% Mengunjungi Keluarga/Kerabat 0.99% 11.56% 8.00% Tugas Kantor 4.95% 9.05% 7.67% Lainnya 18.81% 14.07% 15.67% Dari tabel diatas dapat dkehui bahwa secara umum responden yang berasal dari Kota Bandung maupun yang berasal dari luar Kota Bandung memiliki alasan untuk sekedar berjalan-jalan. Alasan responden untuk berkegiatan di Kota Bandung berkaitan dengan lokai kunjungan yang dilakukan oleh responden, baik yang berasal dari Kota Bandung maupun yang berasal dari luar Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi yang biasa biasa menjadi tujuan pengunjung di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-9 berikut ini.

13 TABEL IV-9 LOKASI KUNJUNGAN RESPONDEN Lokasi Yang Biasa Dikunjungi di Kota Bandung Penduduk Kota Bandung Pengunjung Luar Kota Bandung Total Factory Outlet 28.71% 47.24% 41.00% Restoran/Rumah makan 31.68% 39.20% 36.67% Pusat Perbelanjaan 73.27% 57.29% 62.67% Taman Kota 27.72% 32.16% 30.67% Museum 14.85% 8.04% 10.33% Fasilitas Olahraga 15.84% 6.03% 9.33% Dari tabel diatas diketahui bahwa responden lebih banyak yang memilih untuk mengunjungi pusat perbelanjaan, factory outlet dan restoran/rumah makan. Hal tersebut sesuai dengan julukan Kota Bandung sebagai kota fashion dan cuisine, dimana memang ketersediaan berbagai pusat perbelanjaan dan maraknya kuliner menjadi daya tarik yang sangat besar untuk Kota Bandung. Responden yang memiliki alasan berkegiatan hanya sekedar jalan-jalan, lebih memilih untuk mengunjungi pusat perbelanjaan dan restoran/rumah makan. Pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung datang ke Kota Bandung menggunakan jenis moda transportasi yang berbeda-beda. Untuk jenis kendaraan yang digunakan oleh pengunjung untuk mengunjungi Kota Bandung, sebagian besar pengunjung menggunakan kendaraan pribadi. Untuk lebih jelasnya, jenis kendaraan yang digunakan oleh pengunjung saat mengunjungi Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-10 berikut ini.

14 TABEL IV-10 JENIS MODA TRANSPORTASI KE KOTA BANDUNG Lokasi Jenis Moda Transportasi Mobil Pribadi Sepeda Motor Angkot Bus Travel Kereta Api Lainnya Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Total Persentase 46.23% 8.54% 10.05% 15.58% 12.56% 4.02% 3.02% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengunjung memilih menggunakan mobil pribadi sebagai kendaraan untuk datang ke Kota Bandung. Selain mobil pribadi, penggunaan bus dan travel juga cukup tinggi. Hal tersebut juga dapat diperkuat dengan jalan tol Purbaleunyi yang merupakan akses utama bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi ataupun yang memilih untuk menggunakan jasa transportasi darat lainnya seperti travel dan bus. Untuk pengunjung yang menggunakan bus, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pengunjung tersebut datang secara berkelompok dengan menggunakan bus rombongan. Pengunjung yang menggunakan travel juga memiliki jumlah yang cukup banyak. Perkembangan jasa travel mengalami perkembangan yang pesat setelah dibangunnya jalan tol Purbaleunyi dan menjadi salah satu jenis moda trasportasi yang digemari oleh pengunjung untuk mengunjungi Kota Bandung. Selain itu, pengunjung yang menggunakan moda transportasi angkutan kota juga memiliki jumlah yang cukup tinggi. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengunjung tersebut berasal dari daerah yang dukup dekat dengan Kota Bandung yang dapat mencapai Kota Bandung dengan jasa angkutan kota. Selain berbagai moda transportasi yang telah disebutkan diatas, pengunjung yang datang ke Kota Bandung juga ada yang menggunakan jasa pesawat terbang. Hal tersebut menjelaskan bahwa jasa transportasi yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk mencapai Kota Bandung tidak hanya melalui jalan darat, namun dapat juga dicapai dengan pesawat terbang. Selain pemilihan moda transportasi untuk mengunjungi Kota Bandung, pengunjung juga diberikan pertanyaan mengenai

15 moda transportasi apa yang mereka gunakan selama berada di Kota Bandung. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat apakah terjadi perubahan dalam pemilihan moda transportasi untuk mengunjungi Kota Bandung dan selama pengunjung tersebut berada di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL IV-11 dapat dilihat mengenai jenis moda transportasi yang digunakan pengunjung selama berada di Kota Bandung. TABEL IV-11 JENIS MODA TRANSPORTASI PENGUNJUNG DI KOTA BANDUNG Lokasi Jenis Moda Transportasi Mobil Pribadi Sepeda Motor Angkot Bus Taksi Lainnya Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Total Persentase 36.67% 21.33% 33.33% 4.33% 3.33% 1.00% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan responden, sebagaian besar atau sekitar 36% responden tetap menggunakan mobil pribadi mereka selama berada di Kota Bandung. Pemilihan moda transportasi terbesar kedua setelah mobil pribadi adalah angkutan kota, yaitu sebesar 33%. Dari tabel diatas diketahui bahwa responden yang menggunakan mobil pribadi lebih banyak meruapakan responden yang berada di kawasan wisata belanja Riau dan Cihampelas, yang lebih banyak dikunjungi oleh pengunjung yang berasal dari Jakarta. Pengguna jasa angkutan kota lebih banyak merupakan responden yang berada di kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang, dimana responden di kawasan tersebut lebih banyak yang berasal dari Kota Bandung dan daerah lain di sekitar Kota Bandung. Apabila dibandingkan dengan pemilihan moda transportasi untuk mengunjungi Kota Bandung, maka jumlah penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor terbilang stabil, artinya tidak terjadi perubahan jumlah yang berarti. Perubahan yang jelas terjadi adalah penggunaan jasa trasportasi umum angkutan kota. Dibandingkan dengan pemilihan moda transportasi menuju Kota Bandung,

16 pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan travel, bus maupun kereta api banyak yang mengganti moda transportasi mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penggunaan moda transportasi angkutan kota. Peningakatan penggunaan angkutan kota secara signifikan menjelaskan bahwa dapat terjadi pergantian dari moda transportasi travel, bus umum maupun kereta api saat menuju Kota Bandung menjadi angkutan kota saat berada di Kota Bandung. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan pribadi walaupun tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan antara penggunaan moda transportasi ke Kota Bandung dan selama berada di Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-12 berikut ini. TABEL IV-12 PERBANDINGAN ANTARA PENGGUNAAN MODA TRANSPORTASI PENGUNJUNG LUAR KOTA BANDUNG KE KOTA BANDUNG DAN SELAMA BERADA DI KOTA BANDUNG Moda transport asi ke Kota Bandung Mobil Pribadi Sepeda Motor Mobil Pribadi Sepeda Motor Moda transportasi di Kota Bandung Angkot Bus Taksi Lainnya Total Angkot Bus Travel Kereta Api Lainnya Total Dari tabel diatas dapat dilihat mengenai perbandingan antara pemilihan moda transportasi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung dalam menuju Kota Bandung dan selama berada di Kota Bandung. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perubahan pemilihan moda transportasi yang cukup besar bagi pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan umum (bus, travel, kereta api). Pengunjung yang mengunjungi Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan umum, sebagian besar dari mereka

17 kembali menggunakan kendaraan umum selama berada di Kota Bandung. Untuk pengunjung yang datang ke Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan pribadi, tidak terjadi perubahan yang berarti dalam pemilihan moda transportasi. Hal diatas menunjukkan bahwa moda transportasi umum merupakan salah satu sarana yang penting dalam menunjang kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Penjelasan diatas dapat menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan moda transportasi antara saat menuju Kota Bandung dan saat berada di Kota Bandung, khususnya untuk pengguna moda transportasi umum. Walaupun tidak seluruhnya berpindah ke angkutan kota, namun dapat pula terjadi perubahan penggunaan moda transportasi dimana saat menuju Kota Bandung pengunjung menggunakan moda transportasi umum, namun saat berada di Kota Bandung pengunjung tersebut menggunakan kendaraan pribadi milik kerabat. Untuk jenis moda transportasi lainnya selama berada di Kota Bandung, beberapa responden memilih untuk tidak menggunakan kendaraan atau berjalan kaki karena pengunjung tersebut hanya mengunjungi satu kawasan tertentu saja dan tidak berpindah kawasan wisata lalu kembali lagi ke daerah asalnya. Untuk kesediaan berjalan kaki dalam melakukan kegiatan atau berwisata dalam satu kawasan wisata, sebagian besar responden bersedia untuk berjalan kaki. Hal tersebut dapat dilihat pada GAMBAR 4.4 berikut ini. GAMBAR 4.4 PERBANDINGAN KESEDIAAN UNTUK BERJALAN KAKI 16% 84% Bersedia Tidak Bersedia Gambar diatas dapat menjelaskan bagaimana perbandingan kesediaan responden yang terdiri dari wisatawan, day trippers dan pengunjung lokal untuk

18 berjalan kaki dalam berpindah objek wisata yang terletak pada satu kawasan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan responden, pengunjung yang tidak bersedia untuk berjalan kaki dalam berpindah objek wisata dalam satu kawasan disebabkan oleh terdapatnya perasaan kurang nyaman terhadap berbagai sarana penunjang seperti trotoar dan ketersediaan tanaman peneduh. Selain itu, pengunjung yang tidak bersedia berjalan kaki disebabkan oleh faktor usia, sehingga kurang memungkinkan pengunjung untuk berjalan kaki dalam berpindah objek wisata. Melihat persentase yang sangat besar dari pengunjung yang bersedia berjalan kaki, maka kebutuhan akan sarana penunjang seperti trotoar sangat diperlukan guna mempermudah pengunjung dan memberikan kenyamanan kepada pengunjung dalam berjalan kaki saat berkegiatan di Kota Bandung. Penggunaan moda transportasi juga berkaitan dengan ketersediaan lokasi parkir. Berikut ini pada TABEL IV-13 dapat dilihat lokasi parkir kendaraan pengunjung yang datang ke Kota Bandung. TABEL IV-13 LOKASI KENDARAAN DIPARKIR Lokasi Kendaraan Diparkir Wilayah Studi Jenis Moda Transportasi Pinggir Jalan (On Street Parking) Halaman Parkir Objek Wisata Gedung/Pelataran Parkir Lainnya Riau Mobil Pribadi Sepeda Motor Taksi Cihampelas Mobil Pribadi Sepeda Motor Bus Taksi Alun-alun Mobil Pribadi Sepeda Motor Bus Kebon Binatang Mobil Pribadi Sepeda Motor Bus Persentase 32.66% 48.24% 12.56% 1.01% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagaian besar pengunjung memarkirkan kendaraan mereka di halaman parkir objek wisata. Tingginya jumlah pengunjung yang memarkirkan kendaraan mereka di pinggir jalan (on

19 street parking) menunjukkan bahwa kapasitas parkir di beberapa lokasi wisata yang menjadi wilayah studi masih kurang. Kurangnya lahan parkir tersebut kemudian memberikan dampak lanjutan, yaitu antrian kendaraan pengunjung untuk mencari parkir yang menghambat laju lalu lintas dan berkurangnya kapasitas jalan akibat adanya on street parking. Hambatan yang telah disebutkan diatas merupakan salah satu penyebab kemacetan lalu lintas di berbagai lokasi wisata di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL IV-14 dapat dilihat waktu yang dibutuhkan pengunjung untuk mencari parkir di berbagai pusat perbelanjaan di Kota Bandung. TABEL IV-14 WAKTU YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENCARI PARKIR Lokasi Lama Mencari Parkir Survei 1-5 menit 5-10 menit menit > 15 menit Alun-alun 36.36% 18.18% 45.45% 0.00% Cihampelas 19.51% 24.39% 14.63% 41.46% Kebon Binatang 37.93% 55.17% 6.90% 0.00% Riau 47.92% 35.42% 14.58% 2.08% Jumlah 35.66% 34.88% 15.50% 13.95% Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengunjung yang menggunakan kendaraan paribadi lebih banyak yang membutuhkan waktu selama 1-5 menit dan 5-10 menit untuk mencari parkir di berbagai lokasi kawasan wisata di Kota Bandung. Banyaknya pengunjung yang hanya memerlukan waktu 1-5 menit dan 5-10 menit untuk mencari parkir menunjukkan bahwa sebenarnya cukup sulit untuk mencari parkir di kawasan wisata di Kota Bandung, khususnya pada akhir pekan, namun pengunjung tersebut tetap mendapatkan parkir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat pengunjung yang tidak sabar untuk mencari parkir, sehingga apabila dia menghabiskan waktu lebih dari 5 menit untuk mencari parkir, pengunjung tersebut akan meninggalkan objek wisata ini dan pindah ke objek atau kawasan wisata lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan prasarana parkir dapat menjadi sangat penting karena dapat

20 mempengaruhi pola kegietan atau tindakan pengunjung dalam beraktifitas di Kota Bandung. Rendahnya jumlah pengunjung yang memarkirkan kendaraan mereka di pelataran parkir khusus ataupun gedung parkir disebabkan oleh memang terbatasnya ketersediaan sarana atau fasilitas khusus parkir umum di Kota Bandung. Sebagai contoh, pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Cihampelas banyak memanfaatkan ketersediaan gedung parkir di Cihampelas Walk sebagai tempat untuk memarkirkan kendaraan mereka, lalu mereka berjalan kaki dalam berwisata di kawasan wisata belanja Cihampelas. Berbagai hal yang telah disebutkan diatas menjelaskan bahwa prasarana parkir merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam mendukung kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Pengunjung yang menggunakan bus rombongan, biasanya memarkirkan kendaraan mereka di halaman objek wisata atau di pinggi jalan. Namun yang menjadi masalah adalah prasarana parkir yang biasa digunakan untuk bus tidak dikhususkan untuk manampung bus. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti terhambatnya laju lalu lintas akibat bus yang mencari parkir dan rusaknya prasarana parkir dan jalan raya yang sering digunakan sebagai tempat parkir bus. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung khususnya pada akhir pekan dapat mempengaruhi waktu perjalanan pengunjung selama berada di Kota Bandung maupun mempengaruhi waktu kunjungan di berbagai lokasi kunjungn wisata. Untuk proporsi waktu yang dihabiskan responden dalam berkegiatan khususnya berwisata di Kota Bandung, proporsi waktu dibagi kedalam dua kelompok, yaitu proporsi waktu di perjalanan dan proporsi waktu selama berada di lokasi wisata atau daerah tujuan. Secara umum, perbandingan proporsi antara waktu perjalanan dengan waktu di lokasi tujuan dapat dilihat pada TABEL IV-15 berikut ini.

21 TABEL IV-15 PROPORSI WAKTU YANG DIHABISKAN RESPONDEN Proporsi Waktu di Perjalanan (%) Proporsi Waktu di Objek Wisata (%) Weekdays Waktu Survei Weekends Total Persentase % % % % % % % % % Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner, proporsi terbesar dari waktu yang dihabiskan dalam perjalanan dengan proporsi yang dihabiskan di objek wisata atau di lokasi tujuan adalah 30% untuk waktu perjalanan dan 70% untuk waktu di objek wisata/lokasi tujuan. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa persebaran proporsi waktu yang dihabiskan oleh responden lebih banyak pada objek wisata. Hal tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar pengunjung mengahabiskan lebih banyak waktu di lokasi wisata/lokasi tujuan daripada di perjalanan. Ketika responden diberi pertanyaan mengenai hambatan yang mereka hadapai selama berwisata atau berkegiatan di Kota Bandung, maka sebagai besar responden menganggap bahwa kemacetan lalu lintas merupakan hambatan utama. Sebesar 83% responden menganggap bahwa kemacetan lalu lintas merupakan hambatan utama. Kemacetan lalu lintas yang seringkali terjadi di Kota Bandung khususnya pada waktu akhir pekan dapat menghambat dan membuang waktu responden, sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi pengunjung maupun bagi penduduk lokal yang berkegiatan pada waktu weekends. Berdasarkan hasil pengolahan data hasil penyebaran kuesioner, pengunjung yang datang ke Kota Bandung lebih banyak yang mengunjungi pusat perbelanjaan dan Factory Outlet, khususnya untuk pengunjung yang mengunjungi kawasan wisata belanja Riau, Cihampelas dan kawasan Alun-alun. Hal tersebut memperkuat posisi Kota Bandung sebagai salah

22 satu kota tujuan wisata belanja. Untuk pengunjung yang datang ke kawasan Kebon Binatang, pengunjung lebih banyak yang hanya mengunjungi objek wisata Kebon Binatang saja dan tidak melakukan perjalanan ke kawasan wisata lain. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada para responden yang mengunjungi objek wisata Kebon Binatang, mereka memang sengaja meluangkan waktu hanya untuk mengunjungi Kebon Binatang bersama keluarga. 4.2 Toleransi Pengunjung Terhadap Kemacetan Lalu Lintas di Kota Bandung Berbagai permasalahan yang terdapat di Kota Bandung khususnya di berbagai kawasan baik pada waktu weekdays maupun pada waktu weekends dapat mempengaruhi daya tarik Kota Bandung sebagai salah satu destinasi wisata skala nasional maupun skala internasional. Berdasarkan RTRW Kota Bandung tahun , salah satu permasalahan yang selalu terjadi adalah kemacetan lalu lintas dan sulitnya mencari parkir di berbagai lokasi wisata pada waktu weekends. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tahun 2008, permasalahan kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung dalam keadaan yang semakin memburuk apabila dibandingkan dengan 5 tahun lalu. Walaupun jumlah pengunjung yang datang ke Kota Bandung tidak dapat dipastikan, namun berdasarkan Bandung Dalam Angka, terjadi penurunan dalam jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terjadi penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung. Walaupun penurunan jumlah tamu hotel yang menginap tersebut dapat disebabkan oleh semakin baiknya akses yang dimiliki Kota Bandung, yaitu dengan adanya jalan tol Purbaleunyi, sehingga pengunjung mendapatkan kemudahan untuk mengunjungi Kota Bandung dan kembali lagi ke asal daerahnya. Mengingat jumlah pengunjung yang berasal dari daerah Jakarta dan sekitarnya cukup besar, terdapatnya jalan tol Purbaluenyi yang menghubungkan antara Jakarta dengan Kota Bandung dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan pola perjalanan pengunjung yang berasal dari Jakarta dari yang harus menginap, menjadi hanya mengunjungi Kota

23 Bandung dengan lama kunjungan <24 jam dan termasuk ke dalam golongan pada day tripperss atau ekskursionis. Namun, penurunan jumlah pengunjung yang menginap di Kota Bandung juga dapat disebabkan oleh menurunnya daya tarik yang dimiliki Kota Bandung karena berbagai permasalahan yang ada seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada BAB 3. Penurunan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung juga dapat disebabkan oleh faktor psikologis dari wisatawan yang sudah tidak tahan akan berbagai permasalahan yang ada di Kota Bandung. Walaupun tidak dapat menggambarkan kondisi perkembangan jumlah wistawan secara pasti, namun penurunan jumlah tamu hotel yang menginap di Kota Bandung secara langsung maupun tidak langsung telah dipengaruhi oleh kondisi maupun berbagai paermasalahan yang terjadi di Kota Bandung. Berikut ini pada TABEL IV-16 akan dilihat mengenai rata-rata, nilai tengah dan nilai modus dari toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. TABEL IV-16 MEAN, MEDIAN DAN MODUS NILAI TOLERANSI RESPONDEN KOTA BANDUNG N Valid 300 Missing 0 Mean 5.98 Median 6 Mode 8 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 300 kuesioner yang dibagikan, seluruh data terkumpul, tidak terdapat data yang hilang ataupun tidak terpakai. Angka rata-rata untuk nilai toleransi pengunjung yang datang ke Kota Bandung adalah sebesar 5,98. Nilai tengah atau median dari toteransi pengunjung adalah sebesar 6. Hal tersebut menjelaskan bahwa apabila nilai toleransi pengunjung Kota Bandung kurang dari 6, maka dianggap masih memiliki rasa toleransi yang besar, sedangkan untuk nilai toleransi yang lebih besar dari 6, maka pengunjung tersebut diangap memiliki toleransi yang rendah atau sudah mulai merasa tidak tahan akan kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Nilai modus yang dihasilkan

24 dari hasil pengolahan data toleransi pengunjung adalah 8. Hal tersebut menjelaskan bahwa secara keseluruhan, pengunjung yang datang ke Kota Bandung memiliki nilai toleransi yang rendah terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Nilai toleransi rata-rata pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas dapat berbeda-beda. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh lokasi survei dan asal daerah pengunnjung. Berikut ini pada TABEL IV-17 akan dilihat mengenai ratarata dari toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. TABEL IV-17 NILAI RATA-RATA TOLERANSI RESPONDEN DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN LOKASI SURVEI DAN ASAL DAERAH Pengunjung Luar Kota Seluruh Responden Lokasi Bandung Penduduk Kota Bandung Mean N Mean N Mean N Riau Cihampelas Alun-alun Kebon Binatang Rata-rata Total Dari tabel diatas dapat dilihat berbagai rata-rata nilai rata-rata toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata terbesar adalah pengunjung yang mengunjungi kawasan Alun-alun, yaitu sebesar 7,08. Hal tersebut menjelaskan bahwa dibandingkan dengan lokasi lainnya, responden yang datang ke kawasan Alun-alun memiliki angka rata-rata toleransi yang paling besar. Angka toleransi yang menjelaskan bahwa secara rata-rata, tingkat toleransi responden di kawasan Alun-alun yang paling rendah. Angka rata-rata toleransi responden yang paling kecil adalah angka rata-rata responden yang dimiliki oleh responden di kawasan wisata belanja Riau, yaitu dengan nilai rata-rata 5,12. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh asal daerah responden yang sebagian besar berasal dari Jakarta, sehingga ketika mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung, mereka

25 merasa kemacetan di Kota Bandung belum apa-apa bila dibandingkan dengan kemacetan yang biasa mereka hadapi di Jakarta. Responden di kawasan Alun-alun yang didominasi oleh pengunjung lokal atau penduduk Kota Bandung sendiri mulai merasa tidak tahan terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung,khususnya pada waktu akhir pekan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa responden di kawasan Alun-alun, responden merasa sangat terganggu oleh kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung, khususnya pada waktu akhir pekan. Hal tersebut dikarenakan terganggunya responden dalam beraktivitas, sehingga seringkali merugikan responden. Kerugian yang diderita oleh responden antara lain responden merasa waktunya terbuang karena kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung. Untuk responden dikawasan wisata belanja Riau, responden lebih banyak berasal dari Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden yang berasal dari Jakarta, rata-rata nilai toleransi yang dibawah rata-rata seluruh responden disebabkan oleh faktor psikologis dan kesempatan untuk berkunjung kembali ke Kota Bandung. Responden yang berasal dari Jakarta banyak yang beranggapan bahwa kemacetan yang terjadi di Kota Bandung belum sebanding dengan kemacetan lalu lintas yang biasa mereka hadapi di Jakarta. Hal tersebut sedikit banyak dapat telah mempengaruhi angka rata-rata responden di kawasan wisata belanja Riau mengingat sebagaian besar responden berasal dari Jakarta. Nilai rata-rata toleransi responden di kawasan wisata belanja Cihampelas berada pada kisaran rata-rata, yaitu dengan nilai ratarata 5,95. Nilai rata-rata toleransi responden terhadap kemacetan lalu lintas di objek wisata Kebon Binatang juga berada dibawah nilai rata-rata seluruh responden, yaitu berada pada angka 5,77. Berikut ini dapat dilihat nilai toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung pada TABEL IV-18.

26 TABEL IV-18 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENGUNJUNG LUAR KOTA BANDUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Tingkat Kebon Riau Cihampelas Alun-alun Total Persentase Toleransi Binatang % % % % % % % % % % Tabel diatas merupakan nilai toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Nilai terbanyak atau modus dari nilai toleransi yang dimiliki oleh pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung adalah 8. Hal tersebut menjelaskan bahwa dari 199 pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung, sebesar 18% responden memiliki nilai toleransi yang cukup rendah. Namun, terdapat pengunjung yang memiliki nilai toleransi 10 yang menandakan bahwa pengunjung tersebut telah jera untuk datang ke Kota Bandung lagi setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung, khususnya pada waktu weekends. Tabel diatas merupakan tabel yang menggambarkan persebaran toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Nilai rata-rata toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung berdasarkan hasil pengolahan data adalah sebesar 5,79. Apabila dilihat pada tabel diatas, persebaran nilai toleransi pengunjung yang mengunjungi kawasan wisata belanja Riau berada pada kisaran nilai 4-7 dan 1-3. Hal tersebut sesuai dengan rata-rata nilai toleransi yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata toleransi di lokasi lainnya. Persebaran nilai toleransi pengunjung di kawasan wisata belanja Cihampelas

27 berada pada kisaran nilai 4-7. Hal tersebut juga sejalan dengan nilai rata-rata nilai toleransi yang berada pada nilai 5,95. Secara umum, persebaran tingkat toleransi pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandung berada pada kisaran nilai 4-7, yaitu sebesar 54%. Nilai tersebut masih dapat dikatakan memiliki tingkat toleransi sedang. Namun, melihat persebaran nilai toleransi yang cukup besar pada kisaran nilai 8-10 yang mencapai 29%, maka dapat dikatakan bahwa pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung mulai merasa terganggu dan ada kemungkingan untuk merasa jera untuk mengunjungi Kota Bandung lagi. Untuk persebaran nilai toleransi responden yang berasal dari Kota Bandung dapat dilihat pada TABEL IV-19 berikut ini. TABEL IV-19 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENDUDUK KOTA BANDUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG Tingkat Kebon Riau Cihampelas Alun-alun Total Persentase Toleransi Binatang % % % % % % % % % % Tabel diatas menjelaskan bagaimana persebaran tingkat toleransi penduduk Kota Bandung terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Rata-rata nilai toleransi penduduk Kota Bandung terhadap kemcetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung adalah sebesar 6,34. Nilai rata-rata toleransi terhadap kemacetan lalu lintas penduduk Kota Bandung lebih rendah dibandingkan dengan pengunjung yang berasal dari luar Kota Bandung. Hal tersebut menjelaskan bahwa secara umum, penduduk Kota Bandung lebih merasa tidak tahan terhadap kondisi kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Untuk nilai

28 modus, penduduk Kota Bandung memiliki nilai toleransi senilai 7 dan 8. Nilai yang sama dengan nilai modus dari pengunjung luar Kota Bandung menandakan bahwa daya dukung terhadap kepariwisataan di Kota Bandung cukup rendah apabila dilihat dari nilai toleransi responden terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Selain tingkat toleransi responden diatas, dilakukan juga penelitian mengenai tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas yang dibagi kedalam empat tipe, yaitu pengunjung day trippers, wisatawan, first timers dan repeaters. Tingkat toleransi pengunjung berdasarkan ke empat tipe diatas dapat dilihat pada TABEL IV-20 berikut ini. TABEL IV-20 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENGUNJUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS BERDASARKAN TIPE PENGUNJUNG DAN KUNJUNGAN Tingkat Toleransi Tipe Pengunjung dan Kunjungan Terhadap Kemacetan Day trippers Wisatawan First Timers Repeaters % 3.02% 1.51% 1.51% % 4.52% 2.01% 4.02% % 8.54% 3.02% 7.54% % 3.02% 1.01% 5.53% % 9.05% 4.02% 9.55% % 9.55% 6.53% 11.56% % 7.04% 6.53% 9.55% % 8.04% 4.02% 14.07% % 4.52% 2.51% 4.52% % 1.01% 1.01% 0.00% Rata-rata Dari tabel diatas dapat dilihat bagaimana persebaran tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas di beberapa lokasi wisata di Kota Bandung. Untuk para day trippers, tingkat toleransi lebih banyak berada di angka delapan, dengan tingkat toleransi yang dianggap cukup rendah. Nilai rata-rata tingkat toleransi day trippers sebesar 6,31. Untuk para wisatawan, tingkat toleransi lebih banyak berada pada angka enam, dengan tingkat toleransi di

29 kisaran angka rata-rata pengunjung. Rata-rata nilai toleransi yang dimiliki oleh para wisatawan adalah 5,43. Para first timers sebagian besar memiliki tingkat toleransi sebesar tujuh dengan rata-rata angka toleransi sebesar 5,86. Angka ratarata tersebut masih dapat dianggap memiliki tingkat toleransi yang sedang karena mendekati nilai tengah dari nilai toleransi responden dan berada pada kisaran ratarata responden, baik pengunjung maupun penduduk Kota Bandung. Selain toleransi berdasarkna tipe pengunjung dan kunjungan, dapat pula dilihat toleransi penduduk maupun pengunjung berdasarkan waktu survei. Nilai toleransi penduduk dan pengunjung berdasarkan waktu survei dapat dilihat pada TABEL IV-21 berikut ini. TABEL IV-21 PERSEBARAN NILAI TOLERANSI PENDUDUK DAN PENGUNJUNG TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS BERDASARKAN TIPE WAKTU SURVEI Tingkat Toleransi Penduduk Kota Bandung Pengunjung Terhadap Kemacetan Weekdays Weekends Weekdays Weekends 1 6% 0% 3% 3% 2 6% 4% 6% 6% 3 6% 6% 10% 11% 4 2% 8% 13% 3% 5 8% 10% 17% 12% 6 20% 12% 13% 21% 7 18% 27% 20% 14% 8 18% 27% 15% 20% 9 10% 4% 1% 10% 10 4% 4% 3% 0% Rata-rata Dari tabel diatas dapat dilihat perbedaan tingkat toleransi antara waktu hari kerja dan pada waktu akhir pekan. Untuk penduduk Kota Bandung, kemacetan pada waktu hari kerja masih bisa diterima, sedangkan kemacetan lalu lintas pada waktu akhir pekan dirasa sudah mulai mengganggu. Untuk pengunjung, kemacetan yang dialami pada waktu akhir pekan di Kota Bandung juga dirasa mulai mengganggu pengunjung. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

30 tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas dapat mempengaruhi pola perjalanan pengunjung. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini juga akan dilihat mengenai hubungan antara tingkat toleransi dengan tindakan yang dilakukan oleh pengunjung setelah menghadapi kemacetan lalu lintas. Berikut ini pada TABEL IV-22 dapat dilihat hubungan antara rata-rata toleransi pengunjung di tiap-tiap lokasi survei dengan tindakan yang dilakukan setelah mengalami kemacetan lalu lintas. TABEL IV-22 HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN YANG DILAKUKAN PENGUNJUNG DENGAN RATA-RATA NILAI TOLERANSI TIAP LOKASI Nilai Rata-Rata Toleransi Pengunjung Jenis Tindakan Yang Dilakukan Riau (4.96) Cihampelas (6.08) Alun-alun (7.16) Kebon Binatang (5.79) Jumlah Meneruskan Perjalan 35.48% 62.86% 50.00% 69.77% 54.27% Meneruskan Perjalanan dan Memperpanjang Lama Tinggal 8.06% 7.14% 0.00% 2.33% 5.53% Mengurangi Jumlah Lokasi Kunjungan WIsata 54.84% 25.71% 33.33% 23.26% 35.18% Tidak Mau Lagi Berwisata ke Kota Bandung 0.00% 2.86% 0.00% 0.00% 1.01% Lainnya 1.61% 1.43% 16.67% 4.65% 4.02% Tabel diatas merupakan tabel hubungan antara tindakan yang dilakukan pengunjung setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung dengan nilai rata-rata toleransi pengunjung di setiap lokasi studi. Untuk tindakan pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Riau, dengan nilai rata-rata yang berada dibawah rata-rata pengunjung, tindakan yang dilakukan oleh pengunjung lebih banyak yang memilih untuk mengurangi jumlah lokasi kunjungan. Untuk pengunjung yang datang ke kawasan wisata belanja Cihampelas, kawasan Alun-alun dan Kebon Binatang, dengan nilai rata-rata toleransi yang berada diatas rata-rata nilai toleransi pengunjung, tindakan yang paling banyak dilakukan setelah mengalami kemacetan lalu lintas di Kota Bandung adalah meneruskan perjalanan. Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa terdapat pengunjung yang jera dan tidak mau berwisata lagi ke Kota Bandung. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemacetan lalu lintas di Kota

GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG

GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan-temuan studi yang didapat dari penelitian kali ini yang akan menjurus kepada suatu kesimpulan dari penelitian ini. Selain dari

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bidang pembangunan yang semakin hari semakin besar kontribusinya dalam pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya penyerapan tenaga

Lebih terperinci

Bab III Gambaran Umum Kota Bandung

Bab III Gambaran Umum Kota Bandung Bab III Gambaran Umum Kota Bandung 3.1 Kondisi Umum Kota Bandung adalah ibu kota Provinsi Jawa Barat. Dalam RTRW Kota Bandung 2013 dijelaskan bahwa Kota Bandung memiliki visi sebagai kota Jasa yang Bersih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kota besar yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan banyaknya aset wisata yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari studi penelitian dan rekomendasi yang bisa di ambil dalam studi. Selain itu akan dibahas mengenai kelemahan studi dan

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Bab ini berisi analisis mengenai karakteristik dan preferensi pengguna mobil pribadi, taksi, maupun bus DAMRI yang menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis-analisis mengenai karakteristik responden, karakteristik pergerakan responden,

Lebih terperinci

PENGARUH KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN KOTA BANDUNG

PENGARUH KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN KOTA BANDUNG PENGARUH KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN KOTA BANDUNG (Studi Kasus: Kawasan Wisata Riau, Cihampelas, Alun-alun dan Kebon Binatang) TUGAS AKHIR Disusun Oleh Aditio Adi Nugroho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota pada umumnya disertai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini pada akhirnya akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB VI INFRASTRUKTUR

BAB VI INFRASTRUKTUR BAB VI INFRASTRUKTUR Sarana dan prasarana fisik dasar yang baik dapat menjadi bagian penting dalam pembangunan sektor lainnya. Ketersediaan dengan kualitas yang baik tentunya dapat mendorong dan memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Transportasi Massal di Kota Bandung Salah satu kriteria suatu kota dikatakan kota modern adalah tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai bagi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari berbagai macam uraian pada bab kelima dan keenam, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai penelitian ini. Kesimpulan tersebut diantaranya adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

Tahun 2012 Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara. Tahun 2009

Tahun 2012 Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara. Tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung selain dikenal sebagai Ibu kota Propinsi Jawa Barat, juga dikenal akan keindahan alamnya, dalam perkembangannya, Bandung telah menjadi kota jasa sekaligus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya sektor perekonomian akan menyebabkan makin tingginya aktivitas masyarakat. Peningkatan aktivitas masyarakat ini juga berdampak langsung pada tingginya

Lebih terperinci

LAMPIRAN A KUISIONER

LAMPIRAN A KUISIONER 0 LAMPIRAN A KUISIONER A-1 LAMPIRAN A KUISIONER Metode penentuan sampling yang digunakan dalam kajian ini adalah menggunakan non probability sampling, dimana metode ini lebih tepat digunakan dalam kajian

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG

BAB 3 GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG BAB 3 GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG Pariwisata telah menjadi salah satu sektor yang telah menjadi suatu industri dan memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota Bandung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi di Jl. Cihampelas yang

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi di Jl. Cihampelas yang BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi di Jl. Cihampelas yang terletak di Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong dan Kelurahan Taman Sari Kecamatan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, 130 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Cihampelas termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sementara itu fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bandung, ibukota Jawa Barat yang terletak sekitar 180 km ke arah timur dari Jakarta. Terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut, Bandung memiliki

Lebih terperinci

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet Parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Lebih terperinci

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) 1 Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) Deka Agrapradhana, Ir. Ervina Ahyudanari ME, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS Keputusan pengunjung untuk melakukan pembelian jasa dilakukan dengan mempertimbangkan terlebih dahulu kemudian memutuskan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tempat kerja, tempat belanja, dan tempat hiburan (Shatnawi, 2010:42).

BAB I PENDAHULUAN. ke tempat kerja, tempat belanja, dan tempat hiburan (Shatnawi, 2010:42). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi merupakan kegiatan yang penting bagi masyarakat. Dari banyak hal, kualitas hidup masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh transportasi dan akses ke tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalu Lintas Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas, prasarana lalu lintas, kendaraan,

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Dalam Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran. a. Parkir adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri pariwisata nasional. Indonesia merupakan negara yang memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. industri pariwisata nasional. Indonesia merupakan negara yang memiliki luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri penting bagi perekonomian Indonesia. Usaha jasa pariwisata terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya pengoptimalan sumber

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG

BAB 3 GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG BAB 3 GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG Pariwisata telah menjadi salah satu sektor yang telah menjadi suatu industri dan memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota Bandung.

Lebih terperinci

TERMINAL TIPE A KOTA BANDUNG

TERMINAL TIPE A KOTA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menjadi tujuan wisata perekonomian, perdagangan, pariwisata, pendidikan khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi Jawa Barat. Kota Bandung juga merupakan kota terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kota Bandung sudah menjadi kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kota Bandung sudah menjadi kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam beberapa tahun terakhir ini, kota Bandung sudah menjadi kota tujuan wisata belanja orang-orang dari luar daerah. Banyak pengunjung didominasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya populasi manusia dan peningkatan ekonomi suatu daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal ini juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata muncul sebagi salah satu sektor yang cukup menjanjikan dalam pembangunan Negara Indonesia saat ini. Menurut Djulianto Susatio (2003: 1) Pariwisata merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi yang semakin membuka peluang pengusaha untuk turut

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi yang semakin membuka peluang pengusaha untuk turut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pekembangan persaingan bisnis di Indonesia adalah salah satu fenomena yang sangat menarik untuk kita simak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang

Lebih terperinci

Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng

Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng Kuesioner Karakteristik Pejalan Kaki Di Koridor Jalan Pasar Ruteng Mohon untuk menjelaskan: 1. Berapa usia Anda? a. < 20 th b. 21-34 th c. 35-54 th d. > 55 th 2. [JANGAN DITANYAKAN] Pewawancara, menandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parkir merupakan salah satu unsur sarana yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Parkir merupakan salah satu unsur sarana yang tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN I. 1. Umum Parkir merupakan salah satu unsur sarana yang tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasi jalan raya secara keseluruhan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk suatu kota

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI BOROBUDUR TERHADAP BANGKITAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SYAILENDRA RAYA TUGAS AKHIR

PENGARUH PERKEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI BOROBUDUR TERHADAP BANGKITAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SYAILENDRA RAYA TUGAS AKHIR PENGARUH PERKEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI BOROBUDUR TERHADAP BANGKITAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SYAILENDRA RAYA TUGAS AKHIR Oleh: NUNUK KUSTANTI L2D 001 446 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM :

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM : HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. B. PENGERTIAN JUDUL v Terminal : Perhentian (bus, kereta api, dan sebagainya) penghabisan,

Lebih terperinci

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG Pada bab ini akan dipaparkan mengenai responden pelaku pergerakan Cimahi-Bandung yang berpotensial untuk menggunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parkir Parkir adalah lalu lintas berhenti yang ditinggal pengemudi saat mencapai suatu tempat tujuan dengan jangka waktu tertentu. Perilaku pengendara kendaraan bermotor memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, untuk sementara waktu dengan tujuan rekreasi dan bukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA 87 BAB IV DATA DAN ANALISA DATA 4.1 METODE PENGUMPULAN DATA Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Asal kata parkir dari park yang berarti taman, dan menurut Kamus Besar Indonesia sebagai tempat penyimpanan. Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Karakteristik Rumah Tangga Responden

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Karakteristik Rumah Tangga Responden BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Analisisis Deskriptif 4.1.1. Data Karakteristik Rumah Tangga Responden Dari hasil penyebaran kuisioner didapat data

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : FLAVIANA VANNI L2D 000 425 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas berjalan kaki merupakan suatu bagian integral dari aktivitas lainnya. Bagi masyarakat di daerah tropis, berjalan kaki mungkin kurang nyaman karena masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ) yang memiliki banyak obyek wisata. Kota Yogyakarta terkenal dengan kebudayaan yang sangat khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perdagangan adalah kawasan atau tempat yang kegiatannya diperuntukan untuk jual beli barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Di Kawasan perdagangan juga

Lebih terperinci

Bab VI Simulasi Model, Analisis dan Pembahasan

Bab VI Simulasi Model, Analisis dan Pembahasan Bab VI Simulasi Model, Analisis dan Pembahasan. Pendahuluan Simulasi model diperlukan untuk melihat kecenderungan perilaku dari model itu sendiri di masa depan. Bila akhirnya ditemui adanya perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Yogyakarta terletak di Propinsi D. I. Yogyakrta mempunyai lokasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Yogyakarta terletak di Propinsi D. I. Yogyakrta mempunyai lokasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta terletak di Propinsi D. I. Yogyakrta mempunyai lokasi yang sangat strategis terhadap lalu-lintas nasional, terutama yang melewati jalur selatan. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang turut berperan serta dalam membangun perekonomian negara melalui pemasukan devisa negara dari wisatawan. Selain itu, industri pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi. sebanyak 2% responden menyatakan masalah polusi suara di TWA Gunung Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat kebisingan disajikan pada Tabel 25 berikut ini. Persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan peningkatan ekonomi, sosial dan pendidikan biasanya terjadi begitu pesat di kota-kota besar. Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan yang terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah City walk adalah trotoar untuk pejalan kaki yang didesain unik dan menarik ditengah kota. Pada tahun 2012 ini beberapa kota besar di Indonesia sedang berlomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk perkembangan suatu daerah, yaitu untuk mempermudah memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi salah satu sektor pembangunan yang terus digalakkan dalam meningkatkan perekonomian bangsa. Di Indonesia sektor pariwisata telah menjadi komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Dengan semakin meningkatnya penyelenggaraan pariwisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan sektor pariwisata, hal ini dilihat dari pertumbuhan sektor pariwisata yang tumbuh pesat. Dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). menginginkan kendaraannya parkir ditempat, dimana tempat tersebut mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). menginginkan kendaraannya parkir ditempat, dimana tempat tersebut mudah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sedangkan defenisi berhenti adalah kendaraan tidak bergerak suatu kendaraan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan kebutuhan tiap orang di dalam beraktivitas setiap hari. Berbagai kemudahan untuk berpindah tempat dari tempat asal menuju tempat tujuan menjadi

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG I.1 LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Dalam kurun lima tahun terakhir pertumbuhan perekonomian kota Bandung terus terdongkrak naik. Penyebab kondisi yang tengah dialami kota Bandung tidak hanya karena saat ini

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN)

ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN) ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN) Oktaviani 1, Andre Yudi Saputra 2. 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA TUGAS AKHIR Oleh: FRIDA HANDAYANI HASIBUAN L2D 000 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Istimewa (DIY) dikenal akan kekayaan pesona alam dan budaya. Provinsi DIY merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal tidak hanya di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA Kevin Harrison 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata yang dapat diolah dan dikembangkan untuk dikenalkan kepada wisatawan mancanegara bahwa Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug berada di bagian Sukabumi Utara. Kecamatan Cicurug memiliki luas sebesar 4.637 hektar.

Lebih terperinci

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi kawasan pusat perbelanjaan Paris Van Java yang mencakup karakteristik pusat perbelanjaan Paris Van Java, karakteristik ruas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Transportasi Transportasi merupakan suatu proses pergerakan memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya pada suatu waktu. Pergerakan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseharian sampai saat ini masih menjadi andalan, khususnya pemenuhan. dalam peningkatan pelayanan angkutan publik.

BAB I PENDAHULUAN. keseharian sampai saat ini masih menjadi andalan, khususnya pemenuhan. dalam peningkatan pelayanan angkutan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Moda transportasi darat untuk memenuhi mobilitas masyarakat dalam keseharian sampai saat ini masih menjadi andalan, khususnya pemenuhan mobilitas dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang merupakan kajian ilmu geografi yang meliputi seluruh aspek darat, laut maupun udara. Alasan mengapa ruang menjadi kajian dari geografi, karena ruang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1-1 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1-1 Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Bandung merupakan ibukota provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Bandung berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkutan Umum merupakan bagian dari alat transportasi perkotaan yang diperlukan keberadaannya sebagai sarana yang memfasilitasi mobilitas orang dan barang. Termasuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan lalu lintas, khususnya di kawasan perkotaan Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan lalu lintas, khususnya di kawasan perkotaan Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan lalu lintas, khususnya di kawasan perkotaan Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah saat ini begitu pesat sehingga membawa konsekuensi perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan kendaraan (demand), belum tersedianya fasilitas transportasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan kendaraan (demand), belum tersedianya fasilitas transportasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemacetan lalu lintas seringkali menjadi masalah, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan kemacetan

Lebih terperinci