PEMANTAUAN KONDISI SOSIAL EKONOMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANTAUAN KONDISI SOSIAL EKONOMI"

Transkripsi

1 PEMERINTAH KABUPATEN SELAYAR DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROJECT MANAGEMENT UNIT CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM (COREMAP) TAHAP II KABUPATEN SELAYAR LAPORAN AKHIR PEMANTAUAN KONDISI SOSIAL EKONOMI CV. NATURE BESTARI Jl. TAMBASA 1 NO. 1 PERDOS UNHAS TAMALANREA MAKASSAR TAHUN 2006

2 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan bagian wilayah daerah yang memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial dan prospektif untuk menjadi akselerator pembangunan perekonomian daerah jika dikelola dengan optimum sesuai potensinya. Sebagai wilayah yang sangat strategis, wilayah pesisir merupakan suatu zona peruntukan berbagai aktivitas manusia baik sosial, kultur, ekonomi, industri maupun pemanfaatan sumberdaya alam secara langsung. Pembangunan sektor kelautan dan perikanan saat ini mendapat perhatian dengan skala prioritas yang tinggi, serta menjadi bagian dari orientasi kebijakan perencanaan pembangunan nasional. Pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang telah digulirkan selama ini masih sangat jauh dari yang diharapkan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; kondisi daerah pesisir yang sangat kompleks dalam hal aktifitas pemanfaatan, masih kurangnya data dasar yang detil tentang kondisi daerah pesisir, dan karakteristik wilayah pesisir yang sangat khas dan sangat dinamis. Kabupaten Selayar sebagai satu-satunya kabupaten yang terpisah dari daratan Sulawesi Selatan dan sebagian besar wilayahnya adalah lautan, memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup besar. Secara kualitatif hal ini dapat dilihat dari banyaknya nelayan pendatang (andon) yang merupakan pesaing nelayan lokal melakukan aktifitas penangkapan di perairan Kabupaten Selayar. Aktifitas penangkapan ikan yang dilakukan baik oleh nelayan lokal maupun nelayan pendatang sering menimbulkan konflik sosial dimana para andon umumnya memiliki peralatan penangkapan yang lebih modern, disamping hal tersebut penangkapan ikan yang dilakukan menggunakan metode efektif tapi tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom, potasium (destruktive fishing) yang dapat merusak ekosistem terumbu karang yang terdapat di wilayah ini.

3 Kabupaten Selayar sebagai salah satu lokasi program Coral Reef Management Project (Coremap) telah memasuki tahap II (tahun ). Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Selayar memiliki 10 kecamatan dan 72 desa/kelurahan. Sebagai Kabupaten Maritim, di daerah ini terdapat sekitar 123 pulau, 20 pulau diantaranya berpenduduk dan 103 pulau tidak berpenduduk. Dari 20 pulau yang berpenduduk terdapat 45 desa nelayan dan 42 desa diantaranya merupakan lokasi program Coremap Fase II ini. Pengelolaan sumberdaya alam di pulau-pulau kecil harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampungnya dengan tetap mengutamakan kesejahteraan masyarakat setempat, kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungannya. Sistem pengelolaan terumbu karang yang saat ini sedang dilaksanakan di berbagai tempat di Indonesia adalah Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) yaitu salah satu komponen strategis yang diterapkan oleh COREMAP dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang secara terpadu yang perumusan dan perencanaannya dilaksanakan dengan pendekatan dari bawah berdasarkan aspirasi masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat. Sistem perencanaan terpadu tersebut adalah perencanaan, penataan, pemanfaatan dan pengawasan terumbu karang yang mengacu pada prinsip hukum yang berlaku dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal ini sangat penting mengingat Indonesia terdiri atas ribuan pulau yang besar maupun kecil yang membutuhkan pengawasan keamanan sehingga dengan kondisi ini diperlukan petugas keamanan dalam jumlah besar. Pada kenyataannya petugas yang ada sangat terbatas dan dengan peralatan juga sangat minim. Sehingga dengan menganut sistem PBM kondisi tersebut dapat diatasi. Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat memiliki tujuan untuk memberi penyadaran agar masyarakat pesisir dan kepulauan dapat secara mandiri merumuskan dan melaksanakan pengelolaan bersama secara efektif dalam melakukan upaya rehabilitasi dan menjaga kelestarian terumbu karang dan ekosistem terkait.

4 Program Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi di Lokasi Program Coremap II Kabupaten Selayar diharapkan dapat menggali data dan informasi kondisi sosial, ekonomi, budaya dan sumberdaya (sumberdaya laut dan pesisir), sehingga setelahnya kegiatan ini diharap dapat menjadi bahan bagi pemerintah kabupaten dan stakeholders secara umum untuk lebih mengenali kondisi terkini yang terdapat di Kabupaten Selayar Tujuan Tujuan kegiatan Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi adalah Melakukan kegiatan survei untuk memperoleh informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta memetakan permasalahan/konflik yang dihadapi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan di lokasi program COREMAP Kabupaten Selayar Sasaran Sasaran kegiatan Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi ini adalah: Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi Coremap II Selayar Potensi sumberdaya alam potensial di lokasi Coremap 1.4. Keluaran (Out-Put) Keluaran atau hasil yang diharapkan dari kegiatan Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi ini adalah diperolehnya data dan informasi mengenai : 1. Data Umum yang mencakup kondisi geografi dan pemerintahan 2. Data Potensi Sumberdaya Manusia dan Sosial Ekonomi Budaya yang mencakup kondisi demografi, kesehatan, pendidikan, pendapatan dan kesejahteraan sosial 3. Data Kondisi sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan lingkungan hidup, yang mencakup hasil pertanian, perikanan dan peternakan

5 4. Data infrastruktur perekonomian desa, seperti jalan, transportasi, listrik, perumahan/pemukiman, dan pariwisata 5. Data kondisi perdagangan, usaha kecil, menengah dan koperasi Dampak (Outcome) Dampak dari hasil kegiatan ini adalah : Dapat dijadikan acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat lokasi program. Tersedianya arahan hasil kajian ilmiah yang berkaitan dengan usaha pelestarian kawasan konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kabupaten Selayar Data tersebut dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir pengembangan sarana dan prasarana di wilayah program serta pengembangan mata pencarian alternatif Lingkup Kegiatan Ruang Lingkup kegiatan ini adalah 1. Perencanaan kegiatan dan seminar awal (rencana kerja, metodologi dan analisa data) 2. Pengumpulan data sekunder atau informasi lainnya 3. Survey lapangan dan pengumpulan data 4. Pengolahan dan analisis data 5. Pembuatan laporan dan ekspose hasil kegaiatan 1.7. Sistematika Pelaporan Penyajian laporan Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi di Kabupaten Selayar ini berdasarkan TOR yang dikeluarkan oleh PMU Coremap II Kabupaten Selayar, dengan sistematika sebagai berikut :

6 Bab 1. Pendahuluan Akan membahas mengenai latar belakang, tujuan, sasaran, dampak, perencanaan, lingkup kegiatan, dan sistematika laporan. Bab 2. Tinjauan Pustaka Membahas mengenai konsep pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, kondisi sosial masyarakat secara umum, potensi sumberdaya perikanan dan kelautan, permasalahan pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan berbasis masyarakat. Bab 3. Metodelogi Pelaksanaan Membahas tentang waktu dan daerah penelitian pemantauan kondisi sosial ekonomi di desa program Coremap II Kabupaten Selayar, parameterparameter survey, metode survey dan diagram alur survey. Bab 4. Karakteristik, Potensi dan Kondisi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Selayar Membahas mengenai kondisi geografi, pemerintahan dan iklim secara umum di Kabupaten Selayar, kondisi demografi, aksesbilitas penduduk, infrastruktur publik masyarakat yang terdiri atas sarana sosial, ekonomi dan kesejahteraan, serta mengambarkan potensi kelautan non perikanan seperti wisata, industri perikanan, padang lamun dan terumbu karang serta potensi organisme darat dan laut. Bab 5. Profil Desa Lokasi Studi Membahas tentang profil desa di lokasi studi yang mencakup gambaran umum desa, demografi, infrastruktur, intensitas dan pengelolaan sumberdaya terumbu karang, serta kondisi dan potensi sumbedaya alam, buatan dan jasa lingkungan pesisir Bab 6. Kondisi dan Potensi Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Jaringan Pemasaran Membahas tentang potensi perikanan tangkap dari aspek sumberdaya perikanan, sarana dan prasarana perikanan tangkap, lokasi penangkapan, musim dan penggunaan waktu, dan pengaruh nelayan dari luar. Potensi perikanan budidaya dibahas meliputi potensi dan kondisi budidaya ditinjau dari aspek budidaya air payau, ikan kerapu, lobster, pembenihan udang dan

7 ikan serta budidaya rumput laut. Sedangkan jaringan pemaran akan membahas jaringan pemasaran, model pemasaran, dan luas jaringan pemasaran. Bab 7. Perspektif dan Karakteristik Stakeholders Membahas tentang persepsi masyarakat tentang sumberdaya terumbu karang, isu pengelolaan dan pendekatan penyelesaian masalah, intensitas dan kondisi sumberdaya terumbu karang dan analisis stakeholder. Bab 8. Kondisi Lingkungan Strategis dan Rencana Pengembangan Bab ini akan merumusan kondisi lingkungan strategis yang dimilki melalui pendekatan SWOT dan Kebijakana Pengelolaan, Strategi pengembangan melalui pendekatan SWOT dan Kebijakan Pengelolaan, Program Indikatif Pengembangan dan Rencana Aksi berupa program pemberdayaan. Bab 9. Penutup Berisikan kesimpulan dan rekomendasi hasil pemantauan kondisi sosial ekonomi di Kabupaten Selayar. Bab 10. Daftar Pustaka Berisikan daftar buku dan literatur yang digunakan selama proses pengerjaan laporan akhir ini.

8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Sumberdaya alam laut Indonesia merupakan aset bangsa yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Dari 7,7 juta km 2 total area Indonesia, hanya 1,9 juta km 2 saja berupa daratan; sedangkan sisanya 5,8 juta km 2 (atau ¾ dari total area) adalah wilayah laut teritorial. Ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km 2, dan dengan menyadari bahwa areal ini terletak di wilayah tropis yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati; maka sesungguhnya potensi sumberdaya alam laut Indonesia sangat besar. Meski demikian, saat ini telah terlihat kecenderungan peningkatan intensitas eksploitasi yang mulai mengancam kelestarian sumberdaya tersebut. Oleh karena itu, upaya reorientasi pola penyusunan kebijakan sumberdaya laut dan perikanan merupakan hal yang krusial dan selanjutnya membutuhkan perhatian yang serius. Pembangunan sumberdaya kelautan pada saat ini menjadi andalan bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis multi-dimensi yang masih terus mendera kehidupan berkebangsaan kita. Pada saat ini, basis perekonomian Indonesia masih dalam tahap factors-driven economi, yaitu kegiatan ekonomi yang didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya alam. Padahal ketersediaan sumberdaya alam, khususnya yang berada di daratan semakin menipis, sehingga satu-satunya alternatif yang tersedia untuk memelihara keberlangsungan pembangunan, sebelum beralih ketahap innovation-driven economy, adalah pemanfaatan sumberdaya di pesisir dan lautan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mengalami tantangan berat untuk dapat mengelola pulau-pulaunya terutama pulau-pulau kecilnya, secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pembangunan yang adil dan merata dengan melibatkan masyarakat secara aktif diperlukan dalam proses pembangunan, terutama bagi masyarakat pulau-pulau kecil yang bermukim di daerah terpencil atau jauh dari

9 pusat kota. Kondisi kehidupan masyarakat di pulau-pulau kecil secara ekonomis, umumnya, bergantung kepada alam, yaitu sebagai nelayan dengan alat tangkap yang sangat sederhana serta kondisi fasilitas sosial yang sangat jauh dari memadai sehingga terkesan sebagai masyarakat tertinggal. Karang memiliki nilai-nilai, terukur dan tidak terukur, yang harus dipertimbangkan oleh mereka yang menggantungkan sumber hidupnya pada karang (Wells dan Hanna dalam White et al., 1994). Dengan demikian, dituntut kehati-hatian dan ketepatan pendekatan manajemen dan metode yang dapat menjamin dipertahankannya keuntungan manusia tanpa menghancurkan sumberdaya dan tanpa melepaskan peluang bagi kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya dan spiritual. Karang juga mengandung moral dan nilai budaya, karena merupakan suatu sumber perbendaharaan dan inspirasi pribadi. Di kebanyakan daerah tropis, karang merupakan komponen-komponen dan sistem sosial yang kompleks dan penting serta menjadi sumber yang unik untuk identifikasi dan ekspresi budaya (White et al., 1994). Sumber: PSTK, 2002 Gambar 1. Jenis Terumbu Karang di Kabupaten Selayar Mata pencaharian utama, yang digeluti sebagian besar penduduk kawasan sejak dahulu, ialah sektor perikanan dengan jenis usaha sebagai pengusaha hasilhasil laut, pedagang ikan, penjual bahan-bahan kebutuhan pokok dan pengusaha pelayaran, yang dari waktu ke waktu semakin bertambah jumlahnya dan dapat mengembangkan usahanya.

10 2.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kondisi umum masyarakat pesisir dapat tergambar dari keadaan lingkungan berupa kebersihan lingkungan. Tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi lingkungan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat berupa pola dan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya mereka. Kegiatan sanitasi Lingkungan banyak dipengaruhi dengan berbagai faktor yakni: 1. Tingkat pendidikan masyarakat pesisir 2. Sarana dan prasarana pendukung kegiatan sanitasi lingkungan. 3. Pengembangan pengelolaan kesehatan lingkungan secara terpadu belum memiliki format yang baku sehingga belum dapat di implementasikan. 4. Keterbatasan aksesibilitas dari daratan utama. 5. Transformasi kebiasaan kebiasaan kesehatan lingklungan yang baik belum maksimal Penduduk pantai melengkapi konsumsi ikannya dengan alga dan hewan laut lainnya, seperti: gurita, remis besar, kepah, keong, udang, kepiting, lobster, uburubur, anemon, bulu babi dan teripang laut, yang semuanya secara ekologis bergantung pada karang. Penduduk kawasan Taka Bonerate terdiri/berasal dari dua etnis utama, yaitu Bajo dan Bugis. Orang Selayar yang jumlahnya lebih sedikit, pada umumnya mengaku sebagai orang Makassar; sedangkan pendatang dari pulau-pulau sekitar, seperti: Bonerate, Jampea dan Kayuadi, mengaku sebagai orang Bonerate atau sebagai orang Selayar. Sebetulnya orang Bajo, menurut keterangan informan dari kawasan, merupakan penduduk mayoritas pertama, dan kemudian Bugis. Bertemunya kedua etnis mayoritas tersebut menjadi potensi bagi proses dinamika usaha/kegiatan eksploitasi sumberdaya laut kawasan, sebab orang Bajo telah menguasai pengetahuan lokal dan tradisi eksploitasi wilayah karang, sementara orang Bugis memiliki etos usaha/dagang yang kuat. Sebaliknya, bertemunya dua etnis tersebut dapat juga menimbulkan gejala pertentangan/konflik, terselubung ataupun terbuka, karena adanya perbedaan-perbedaan tingkat kebutuhan dan prioritas pemenuhan kebutuhan. Salah satu contoh kasus, ialah konflik di antara kelompok masyarakat

11 dari kampung Bajo yang menolak kehadiran pagae (purse seiner) dari luar yang bermitra dengan orang Bugis dari kalangan ponggawa (pengusaha) hasil laut di Desa Rajuni. Data PSTK UH, 2002 menyatakan bahwa di Kawasan Kepulauan takaboenrate dan sekitarnya terdapat sebanyak 163 orang Bajo (43,58%), 202 orang Bugis (54,04%), dan selebihnya adalah dari etnis Selayar/Makassar dan Maumere (NTT) dari pulau Flores. Dalam pranata kepemilikan secara perorangan, setiap individu (atau rumah tangga) mempunyai hak-hak pribadi terhadap pemanfaatan sumberdaya. Dalam pranata kepemilikan negara, pengelolaan sumberdaya di bawah wewenang sektor publik yang mengatur peluang-peluang dan pemanfaatan sumberdaya. Pranata sasi yang berlaku, di banyak lokasi penangkapan ikan di Maluku (Zerner, dalam White et al., 1994) merupakan suatu model pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya dengan kepemilikan secara komunal. Sistem kepemilikan secara umum dapat dijelaskan dengan spesifikasi 4 kategori variabel utama: sumber, preferensi, teknologi dan institusi. Sumberdaya mengacu pada tanah, tenaga kerja dan kapital yang siap digunakan dalam produksi ekonomi. Preferensi mengacu pada tujuan-tujuan para pelaku/pengguna sumberdaya. Teknologi yang mencakup informasi bagaimana mengkombinasikan input-input untuk menghasilkan output, dan untuk memahami operasi ekonomi penting untuk menggambarkan struktur institusi masyarakat dan struktur ekonomi (Feeny, 1994). Di Indonesia, lokasi-lokasi penangkapan ikan (fishing grounds), umumnya, tidak ditandai dengan bentuk hak-hak kepemilikan yang tegas; sebaliknya suatu lokasi perikanan biasanya mempunyai dua atau lebih bentuk kepemilikan yang tumpang tindih. Bentuk kepemilikan yang tumpang tindih ini, misalnya didapatkan di perairan Pulau-Pulau Kecil dengan taka-taka (reefs) sebagian besar berstatus terbuka untuk semua; namun di sana-sini terdapat lokasi bagang dan rumpon yang dimiliki secara pribadi oleh nelayan setempat maupun pendatang. PSTK UH 2003, menyatakan gejala kependudukan yang menghambat peningkatan kemajuan masyarakat kawasan Taka Bonerate ialah rendahnya tingkat

12 pendidikan formal, bahkan sebagian besar warga masyarakat tidak pernah mengecap pendidikan tingkat SD. Ini menunjukkan minimnya pengetahuan dan keterampilan penduduk. Hasil survei menunjukkan bahwa 47,59% tidak tamat SD (TTSD), 21,65 % tamat SD, tamat SLTP 0,53% dan tamat SLTA 0,26%. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kategori masyarakat yang tidak tamat SD tertinggi di setiap desa. Tingkat pendapatan di kawasan takabonerate Tahun 2002 (Lopi Unhas, 2002) menunjukkan 64,5 % penduduk berpendapatan sekitar Rp Rp per bulan dengan tingkat pengeluaran sekitar Rp Rp per bulan. Hal ini mengambarkan penghasilan nelayan tergolong rendah. Hal ini terkait dengan produktifitas usaha penangkapan yang dipengaruhi oleh teknologi, tenaga kerja dan ketersediaan sumberdaya ikan. Masih tradisionalnya alat penangkapan ikan menyebabkan nelayan lokasi kalah bersaing dengan andon yang umumnya menggunakan peralatan yang lebih modern. Disamping itu, nelayan pendatang (andon) memiliki tenaga keja yang lebih banyak, sehingga semakin bertambah nelayan luar yang beroperasi dilokasi penangkapan nelayan lokal menyebabkan ketersediaan sumberdaya ikan semakin berkurang. Sedangkan pendapatan di masyarakat petani ikan tahun 2002 di peroleh data sekitar Rp per tahun Permasalahan Pengelolaan Terumbu Karang Fenomena alam dan kegiatan manusia mempengaruhi kondisi terumbu karang, baik pada skala global maupun lokal. Perubahan lingkungan skala besar, seperti variasi temperatur, sedimentasi akibat kerusakan hutan dan polusi perairan karena pembuangan agrokimiawi, menurunkan kualitas terumbu karang dan merupakan faktor perusak yang sangat serius. perusakan karang, secara lokal, diasosiasikan dengan metode-metode penangkapan ikan destruktif, ekploitasi karang yang berlebihan, polusi perairan pantai, sebagai akibat penambatan perahu, jangkar dan injakan (White et al., 1994; Pollnac, 1998).

13 Kerusakan terumbu karang mempunyai dampak sangat luas terhadap kerusakan ekosistem laut dan pantai lainnya, merosotnya jumlah populasi dan jenis biota, erosi pantai, dan menurunnya kesejahteraan sosial, ekonomi, budaya, makna seni dan spiritual penduduk pantai atau pulau sebagai pengguna sumber daya karang. Kompleksnya permasalahan pada ekosistem terumbu karang, menyebabkan pengelolaannya harus didasarkan pada pemahaman mendalam dan evaluasi pemanfaatannya bagi manusia harus dipertimbangkan dengan arif terhadap faktor-faktor ekologi yang menentukan hidup dan matinya terumbu karang (White et al.,1994). Feeny (1994) menyatakan bahwa aspek hak-hak kepemilikan (Property rights) merupakan salah satu elemen kunci dalam mendeskripsikan suatu situasi menyangkut sumber-sumber milik secara umum (Common property resource). Ada 4 (empat) kategori hak kepemilikan mendasar terhadap sumber-sumber yang dimiliki secara umum: (1) status sumber yang terbuka untuk semua open access, (2) komunal, (3) milik pribadi private, dan (4) milik negara state. Status sumber yang open access ditandai dengan suatu kebebasan penuh bagi siapa saja yang mau memanfaatkannya. Sifat open access dapat menjadi penyebab utama degradasi sumberdaya dimana-mana. Hak kepemilikan secara komunal akan membatasi orang-orang diluar kelompok dalam mengeksploitasi/memanfaatkan sumberdaya; sebaliknya kelompok-kelompok atau individu dari suatu masyarakat mempunyai hak ekslusif terhadap pemanfaatan sumberdaya tertentu Pengelolaan Berbasis Masyarakat Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan memiliki karakteristik spesifik yang sarat dengan nuansa ekologis dan teknologi. Aspek ekologis merupakan salah satu dimensi utama pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan disebabkan karena pola pengelolaan tersebut sangat mempengaruhi keberlanjutan ketersediaan sumberdaya alam, khususnya yang bersifat dapat pulih (renewable resources). Dimensi teknologi tidak dapat dinafikan karena pengelolaan dan pemanfaatan pesisir dan lautan berbasis pada pemanfaatan teknologi yang pada umumnya relatif tinggi. Hal ini menyebabkan akses masyarakat, khususnya

14 kelompok nelayan miskin dan komunitas marginal lokal, terhadap pemanfaatan sumberdaya iini menjadi sangat terbatas. Diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 yang memberikan otonomi pengelolaan sumberdaya kepada pemerintah daerah adalah angin segar bagi upaya demokratisasi dan pemerataan kemakmuran nasional. Momentum otonomi ini merupakan peluang bagi daerah Kabupaten Selayar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat lokal secara langsung melalui pemanfataan sumberdaya pesisir dan lautan secara proporsional dan terkendali tanpa mengabaikan aspek keberlanjutan serta hakikat keterkaitan dengan berbagai kepentingan antar wilayah. Status kontemporer sumberdaya manusia, lingkungan (sumberdaya alam dan ekosistem), dan pola formulasi kebijakan pembangunan di Kabupaten Selayar menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak untuk mewujudkan mekanisme pemanfaatan dan konservasi sumberdaya yang menyejahterakan masyarakat tanpa melupakan pemihakan pada kelestarian lingkungan. Tantangan utama kini bagi Pemerintah Kabupaten Selayar selaku penanggungjawab pengelolaan sumberdaya alam di kawasan ini adalah bagaimana memanfaatkan kekayaan alam yang ada sebaik-baiknya untuk kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hingga saat ini, berbagai pendekatan telah dilakukan melalui beberapa program seperti Coral Reef Rehabilitation and Management Project dan lainnya, namun tetap dirasakan masih belum mampu mengatasi masalah kerusakan terumbu karang secara signifikan akibat lemahnya penegakan hukum, khususnya di laut atau daerah terpencil lainnya seperti pulau-pulau kecil. Disamping akibat destructive fishing tersebut, juga telah terjadi gejala kelebihan tangkap (over fishing) di banyak wilayah ekosistem terumbu karang. Kelebihan tangkap ini pada umumnya terjadi pada daerah fringing reef, karang tepi, di sekitar pulau-pulau kecil dimana penduduknya yang pada umumnya nelayan telah melakukan penangkapan melebihi jumlah yang dapat memberi kesempatan bagi populasi ikan maupun biota laut lainnya untuk bisa berkembang secara berkelanjutan (Optimum Sustainable Yield). Kombinasi destructive fishing dan over fishing akan mengarah pada degradasi habitat yang berkepanjangan dan yang pada akhirnya bukan hanya akan

15 berdampak pada penurunan kualitas lingkungan secara umum, tapi juga pada hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat nelayan. Gejala ini telah sangat dirasakan sendiri oleh masyarakat pesisir dengan penurunan secara drastis hasil tangkapan yang diperoleh dari sekitar kawasan terumbu karang dibandingkan dengan pada masa lampau.

16 BAB III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Daerah Penelitian Lokasi kegiatan Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi Program Coremap II Kabupaten Selayar dilakukan di 17 (tujuh belas) Desa di Lokasi Program Coremap II Kabupaten Selayar. Metode yang digunakan dalam menentukan responden dengan Purposive Non Random Sampling. Metode ini dilakukan dengan sistem pemilihan responden berdasarkan keterwakilan dari komunitas dalam masyarakat dan faktor kesengajaan yang ditemukan selama dilapangan. Tabel 3.1. Lokasi Survey Pemantauan Kondisi Sosial Ekonomi di Kabupaten Selayar No Nama Desa Kecamatan Keterangan 1. Desa Tambolongan Bontosikuyu Pulau Tambolongan 2. Desa Polassi Bontosikuyu Pulau Polassi 3. Desa Maharaiyya Bontomatene Pulau Selayar 4. Desa Bontolebang Bontoharu Pulau Pasi 5. Desa Kalaotoa Pasilambena Pulau Kalaotoa 6. Desa Pulo Madu Pasilambena Pulau Madu 7. Desa Masungke Pasimasunggu Pulau Jampea 8. Desa Kembangragi Pasimasunggu Pulau Jampea 9. Desa Tanamalala Pasimasunggu Pulau Bembe 10. Desa Bontomaling Pasimasunggu Pulau Jampea Timur 11. Desa Bontobulaeng Pasimasunggu Pulau Jampea Timur 12. Desa Bontobaru Pasimasunggu Pulau Jampea Timur 13. Desa Komba-Komba Pasimarannu Pulau Lambego 14. Desa Lambego Pasimarannu Pulau Lambego 15. Desa Nyiur Indah Takabonerate Pulau Kayuadi 16. Desa Batang Takabonerate Pulau Kayuadi 17. Desa Kayuadi Takabonerate Pulau Kayuadi Peta Desa Survey Terlampir Waktu Penelitian Kegiatan ini berlangsung selama 3 bulan, yaitu pada Bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2006.

17 3.3. Parameter Parameter-perameter yang digunakan dalam penilaian kondisi sosial, ekonomi dan budaya meyarakat seusai dengan Bunce at al. (2000) adalah: Tabel 3.2. Parameter Kondisi Sosial Ekonomi No Parameter Sosek 1 Stakeholder Characteristics 2. Stakeholder Perception SubParameter Inhibitants and households Residency status Ethnicity, caste and religious background Age & gender Education Social status Household economic status Community levelihoods Stakeholder livelihood Reef conditions Threats to the reef Reef Management Stakeholders Culture and beliefs 3. Organisation & resource governance 4. Traditional Knowledge 5. Reef use patterns Government Administrative structure Political context Non governmental organisation Use & properti rights Management efforts Local knowledge of resources Folk taxonomy Variation in knowledge Reef related activities Reef stakeholders Techniques for reef related activities Use rights Location of reef related activities and stakeholders Timing and seasoning 6. Gender Issues Practical gender issues Strategical gender issues 7. Community services and Facilities Educational and religious facilities Medical services Communication facilities Transportation Other facilities

18 8. Market Attributes for Extractive Uses 9. Market Attributes for Non-Extractive Uses Supply Demand Market price Market structure Market inrastructure and operation Demand for tourism activities Vulnerability of tourism market Caracteristics of tourism stakehoders Supply of aquaculture Characteristic of aquaculture stakeholders Aquaculture market structure 3.4. Koleksi Data Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data sosial, ekonomi masyarakat Kabupaten Selayar dan Kepulauannya adalah : 1. Pendekatan Kualitatif Untuk melihat aspek kualitatif suatu kajian dengan pertanyaan apa, siapa, bagaimana, kenapa. Dalam studi ini pendekatan kualitatif yang digunakan antara lain dengan mendokumentasi dan mengidentifikasi apa/dimana stake, siapa/daimana stakeholders, bagaimana karakteristik perilaku penggunaan sumberdaya laut (stakeholding), bagaimana pengetahuan, pandangan, kepercayaan dan moral pemanfaatan stake, bagaimana pemilihan-pemilihan dan pengambilan keputusan dilakukan dan mengapa dilakukan. (Koentjaraningrat and Selo Sumardjan dalam Koentjaraningrat, 1980). 2. Pencatatan/perekaman suara Dengan bantuan sebuah tape recorder direkam dicatat cerita rakyat tentang sejarah keberadaan benda-benda kuno yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya dimasa lampau. 3. Pengamatan

19 Merupakan metoda utama dalam membuktikan ada tidaknya objekobjek material, fisik alam, biota, benda-benda buatan manusia/peralatan, perilaku dan situasi yang berlangsung, dan lain-lain (Bachtiar dalam Koentjaraningrat, 1980 dan Spradley, 1980). Hasil pengamatan dibandingkan dengan data sekunder untuk mengetahui perkembangan/sejarah pemanfaatan SDL (stake) sejarah pelaku/ stakeholders. 4. Participatory Rural Appraisal (PRA) PRA (Anonim, 1994) dan Mikkelsen (1999) adalah suatu pendekatan dengan melibatkan masyarakat (stakeholders) untuk mengutarakan pendapat, gagasan, keinginan dalam menanggulangi suatu masalah. Pedekatan PRA mendorong masyarakat berfikir sistematis mengenai terumbu karang, persoalan pengelolaan yang mereka ketahui, penggunaan dan permasalahannya, serta kemungkinan pemecahannya. Dengan PRA tim peneliti terbantu dalam memahami persoalan dari sudut pandang stakeholders, memahami presepsi masyarkat dalam penentuan lokasi-lokasi perikanan utama, lokasi karang dan sumberdaya lainnya. 5. Dokumentasi/Visual Decomentation Mengambil gambar dilokasi dengan menggunakan kamera. Data tersebut meliputi data visual (keadaan pantai) dan data yang dapat dimasuki pada analisa kuantitatif/kualitatif. Dapat digunakan khusus data lingkungan, sarana/prasarana dan lainnya.

20 Perencanaan dan Persiapan Pengumpula Data Sekunder: - Desk Study - Pemerintah - BPS - Kantor Kecamatan / Desa Data Primer: - Penduduk Lokal - PRA Analisis Pembahasa Kesimpulan Rekomendasi Gambar 2. Diagram Alur Penelitian

21 BAB IV. KARAKTERISTIK DAN KONDISI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KABUPATEN SELAYAR 4.1. Kondisi Geografi, Pemeritahan dan Iklim Keadaan geografis dan batas administrasi wilayah Kabupaten Selayar berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba di sebelah Utara, Laut Flores di Timur, Laut Flores serta Selat Makassar di sebelah Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Selatan. Luas Wilayah tercatat 903,35 km 2 yang terbagi menjadi 10 kecamatan dan semuanya memiliki wilayah pesisir, Yaitu Kecamatan Pasimarannu, Pasilambena, Pasimasunggu, Pasimasunggu Timur, Takabonerate, Bontosikuyu, Bontoharu, Benteng, Bontomanai dan Kecamatan Bontomatene, dengan masing-masing 5 kecamatan kepulauan dan 5 kecamatan daratan. Tabel 4.1. Kedaan Geografis dan Batas Administrasi Wilayah Kabupaten Selayar Keadaan Geografis Kabupaten Selayar Secara Geografis Terletak Antara: : Lintang Selatan : Bujur Timur Kabupaten Selayar Dibatasi: Kabupaten Bulukumba : Sebelah Utara Laut Flores : Sebelah Timur Laut Flores dan Selat Makassar : Sebelah Barat Propinsi Nusa Tenggara Timur : Sebelah Selatan Luas Wilayah Kabupaten Selayar sekitar 903,35 Km 2 Secara Administrasi Pemerintahan terbagi atas: 10 Kecamatan dan 66 Desa serta 7 kelurahan Sumber: Selayar dalam Angka, 2005

22 Gambar 3. Peta Administrasi.

23 Kecamatan Bontosikuyu merupakan wilayah kecamatan terluas, yakni 183,26km 2, kemudian Kecamatan Bontomatene dengan luas 173,06 km 2, dan kecamatan dengan wilayah yang terkecil adalah kecamatan Benteng yang merupakan ibukota kabupaten Selayar dengan luas 4.05 km 2. Tabel 4.2. Luas Wilayah Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut dan Kecamatan di Kabupaten Selayar. No Kecamatan Luas (km 2 ) Ketinggian dari Permukaan Laut (m dpl) >500 1 Pasimarannu 137,48 64,64 35,65 37,19-2 Pasilambena 80,30 17,57 25,5 37,23-3 Pasimasunggu 82,23 25,25 33,62 23,29 0,07 4 Taka Bonerate 16,36 11,55 4,52 0,29-5 Pasimasunggu 44,41 19,82 11,71 12,88 - Timur 6 Bontosikuyu 154,96 34,64 46,76 70,95 2,61 7 Bontoharu 101,15 22,17 41,41 37,48 0,09 8 Benteng 5,55 3,48 2, Bontomanai 122,83 19,06 41,13 60,84 1,78 10 Bontomatene 158,06 28,03 59,99 70,06 - Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005 Topografi daratan umumnya berada pada ketinggian m dari permukaan laut. Karakteristik pulau berbeda-beda, umumnya berupa pulaupulau besar berbukit dan memilki vegetasi daratan yang beragam, karakteristik dasar lautnya memiliki rataan terumbu (reef flat) relatif sempit dan kemiringan lereng dasar (reef slope) yang langsung curam dekat garis pantai. Pulau-pulau besar ini terbentuk pada periode tersier, kala Miosen Tengah berupa batuan gunung api tua, tanahnya termasuk kedalam satu jenis, yakni regosol (entisol). Tanah ini terbentuk dari aluvium berupa endapan pasir pecahan terumbu karang dan batu pasir gamping. Tekstur tanah umumnya pasir sampai pasir berlempung.

24 Sedangkan pulau-pulau kecil umumnya merupakan tipe karang atol, yang merupakan terbesar ketiga didunia (sekitar Ha). Karakteristik pulaupulau ini umumnya berpasir putih serta didominasi oleh vegetasi kelapa, sehingga tepi pantai langsung berhubungan dengan pesisir laut. Berdasarkan pencatatan Stasiun Metereologi Benteng rata-rata jumlah hujan sekitar 8 hari dengan jumlah curah hujan 122, dari stasiun meteorologi Bontomatene sekitar 7 hari dengan jumlah curah hujan 114, dan sekitar 5 hari dengan jumlah curah hujan 71 berdasarkan stasiun meteorologi Bontosikuyu. Tabel 4.3. Jumlah Hari / Curah Hujan di Kabupaten Selayar Tahun Bulan Benteng Bontomatene Bontosikuyu Hari Curah Hari Curah Hari Curah Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agusutus September Oktober Nopember Desember Rata-Rata Sumber: Selayar dalam Angka, Kabupaten Selayar, pada umumnya beriklim basah tropik khatulistiwa. Daerah ini memiliki 4 bulan basah (curah hujan > 200 mm) secara berturutturut dan 5 bulan kering (curah hujan < 100 mm), serta dipengaruhi oleh musim angin barat, musin angin timur, dan musim pancaroba (peralihan). Pada musim timur, angin bertiup dari timur dan relatif tidak kencang. Musim timur ini umumnya pada bulan Agustus sampai Nopember. Pada musim barat yang terjadi pada bulan Januari April di tandai dengan hembusan angin kencang, bertiup dari barat dan barat laut yang biasanya disertai dengan hujan lebat yang berkepanjangan, kondisi perairan sedikit tenang hanya dalam bulan April. Sedang musim peralihan yang terjadi pada bulan Desember dan Mei Juli, angin rata-rata relatif tenang. Peralihan ke musim timur (Mei Juli) ditandai dengan adanya angin kencang terus

25 menerus dari arah timur terutama pada bulan Juni Juli, menyebabkan permukaan laut seluruhnya menjadi putih akibat dari buih ombak (Laboratorium Oseanografi Fisika Unhas, 2002) Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Selayar di Tahun 2005 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.4. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan Di Kabupaten Selayar Tahun 2005 No. K e c a m a t a n Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Pasimarannu Pasilambena Pasimasunggu Takabonerate Pasimasunggu Timur Bontosikuyu Bontoharu Benteng Bontomamai Bontomatene Jumlah/Total Sumber : Selayar dalam Kependudukan, 2005 Penduduk Kabupaten Selayar tahun 2005 berjumlah sekitar jiwa yang terdiri dari penduduk Laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk Perempuan sebanyak jiwa. Dengan demikian angka Sex Rationya tercatat sebesar 92 yang berarti bahwa diantara 100 orang penduduk Perempuan terdapat sekitar 92 orang penduduk Laki-laki. Angka tersebut memberikan indikator pesatnya kegiatan pembangunan yang perlu dipersiapkan dimasa yang akan datang.

26 Penduduk di Kabupaten selayar umumnya didominasi oleh 5 etnis, yaitu Selayar/Makassar, Bajo, Bugis, Bonerate dan Buton. Pada setiap kecamatan memperlihatkan penyebaran etnis yang tidak merata. Seperti pada Kecamatan Takabonerate dan Kecamatan Pasimasunggu umumnya di dominasi oleh orang selayar, kecuali di pulau-pulau dalam kawasan Taka Bonerate di dominasi oleh masyarakat dari etnis suku Bajo dan Bugis, dan di Kecamatan Pasilambena di dominasi oleh masyarakat dari suku Buton dan Bugis. Berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Selayar di tahun 2004, tergolong pada tingkat sejahtera III (indikator kesejateraan BKKBN). Lampiran Aksesbility Kabupaten Selayar adalah salah satu kabupaten dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dengan waktu tempuh dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar adalah 5 jam melalui transportasi darat (Makassar-Bulukumba) yang dilanjutkan dengan transportasi laut melalui Pelabuhan Fery Bira (Bulukumba) - Pamatata (Selayar) 3,5 jam atau Pelabuhan Leppe e (Bulukumba) - Benteng (Selayar) 1,5 jam. Selain itu saat ini telah tersedia transportasi melalui udara yaitu dari Bandara Udara Hasanuddin Makassar ke bandara Aroeppala Selayar selama 45 menit. Jarak ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten dapat dilihat pada Tabel 4.5., berikut ini. Tabel 4.5. Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten Selayar No Kecamatan Ibukota Kab. Ibukota Kec. Jarak ( ) 1 Pasimarannu Benteng Bonerate 87 Mil 2 Pasilambena Benteng Kalotoa 120 Mil 3 Pasimasunggu Benteng Benteng Jampea 53 Mil 4 Taka Bonerate Benteng Batang 47 mil 5 Pasimasunggu Timur Benteng Ujung Jampea 60 Mil 6 Bontosikuyu Benteng Pariangan 18 Km

27 7 Bontoharu Benteng Bontobangun 3 Km 8 Benteng Benteng Benteng 0 Km 9 Bontomanai Benteng Polebungin 18 Km 10 Bontomatene Benteng Batangmata 27 Km Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005 Aksesbility antar ibukota kabupaten dengan pulau-pulau disekitarnya dijangkau dengan menggunakan kapal reguler yang telah tersedia. Berdasarkan informasi dilapangan ditemukan bahwa lama tempuh dari ibukota (benteng) dengan pulau-pulau kecil disekitar yaitu: Tabel 4.6. Waktu Tempuh Kapal Reguler dari Benteng Ke Pulau. Tempat Asal Tujuan Lama Tempuh (jam) Frekuensi (kali / Minggu) Benteng Pulau Kayuadi 4 2 Benteng Benteng Jampea Benteng Ujung Jampea Benteng Pulau Bonerate Benteng Pulau Kalaotoa 20 1 Sumber: Survey, Selain kapal reguler, juga terdapat kapal perintis yang berangkat dari Makassar/Bulukumba ke Nusa Tenggara Timur atau sebaliknya, melakukan transit di Pulau Jampea, Bonerate dan Kalatoa. Jadwal transit kapal tersebut sekitar 2 kali dalam sebulan 4.4. Infrastruktur Publik A. Sarana Sosial Pembangunan bidang pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan Sumberdaya Manusia suatu negara akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial, karena

28 merupakan pelaku utama dari keseluruhan kegiatan pembangunan nasional. Tabel 4.7. Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan di Kabupaten Selayar Tahun No Kecamatan SD SMP SMA 1 Pasimarannu Pasilambena Pasimasunggu Taka Bonerate Pasimasunggu Timur Bontosikuyu Bontoharu Benteng Bontomanai Bontomatene Jumlah Sumber; Selayar dalam Angka, 2004/2005 Kerberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dapat dilihat dari dua aspek yaitu sarana kesehatan dan sumberdaya manusia. Rumah sakit di Kabupaten Selayar sebanyak 1 buah sedangkan puskesmas dan posyandu dapat dilihat pada Tabel 4.8. Sedangkan sumberdaya manusia kesehatan Kabupaten Selayar di Tahun 2004 terdiri atas Dokter Umum sebanyak 8 orang, Dokter Gigi sebanyak 1 orang, Apoteker sebanyak 1 orang dibantu Asisten Apoteker sebanyak 2 orang, Bidan sebanyak 24 orang, Sarjana Kesehatan Masyarakar sebanyak 10 orang, Sarjana non Kesehatan 1 orang dan Laborant sebanyak 5 orang. Tabel 4.8. Puskesmas dan Posyandu per Kecamatan di Kabupaten Selayar Tahun No Kecamatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Posyandu 1 Pasimarannu Pasilambena Pasimasunggu Taka Bonerate Pasimasunggu Timur 6 Bontosikuyu Bontoharu

29 8 Benteng Bontomanai Bontomatene Jumlah Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005 Dibidang peribadatan, Kabupaten Selayar memiliki masjid sebanyak 300 buah dan mushallah sebanyak 32 buah. Tempat peribadatan non muslim sebanyak 1 buah yaitu berupa gereja. Tabel 4.9. Jumlah Tempat Peribadatan Menurut Agama di Kabupaten Selayar Tahun No Kecamatan Masjid Mushallah Gereja 1 Pasimarannu Pasilambena Pasimasunggu Taka Bonerate Pasimasunggu Timur Bontosikuyu Bontoharu Benteng Bontomanai Bontomatene Jumlah Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005

30 Gambar 4. Sarana dan Prasarana di Kabupaten Selayar

31 Sumber air bersih untuk daerah daratan selayar umumya tidak mengalami kendala karena disuplai dari PDAM Kabupaten Selayar dan sumur-sumur swadaya masyarakat. Sedangkan untuk wilayah kepulauan hanya beberapa pulau yang memiliki sumber air tawar. Pulau Kayuadi, Jampea, Kalaotoa, Bonerate, Pulo Madu, dan Pulau Kalao memiliki sumber air tanah yang cukup dan hampir di setiap rumah penduduk. Namun dimusim kemarau panjang, beberapa sumur mengalami intrusi air laut, terutama yang dekat dengan pesisir pantai. Pada kondisi seperti ini umumnya mereka membeli air dari pulau lain, sepeti masyarakat pulau Pulau Rajuni, Latondu, Tarupa, dan Pulau Jinato mengambil air di Pulau Kayuadi. Sedangkan masyarakat pulau Pasitallu mengambil air di Pulau Bonerate. Penduduk Karumba mengambil air di Pulau Kalaotoa. B. Sarana Ekonomi Kondisi perekonomian Kabupaten selayar bertumpu pada beberapa sektor diantaranya perikanan, peternakan, tanaman pangan dan perindustrian. Secara umum tingkat perekonomian tergolong lambat dibandingkan dengan kabupaten lain dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, dimana salah satu penyebabnya masih kurangnya akses transportasi yang menghubungkan dengan daerah lain, sehingga arus perekonomian ikut terhambat. Namun selain itu, sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Selayar belum dikembangkan secara intensif dan belum beragam.

32 Tabel Jumlah Koperasi Menurut Jenisnya di Kabupaten Selayar Tahun No Jenis Koperasi Banyaknya Koperasi Primer Pusat Jumlah 1 Koperasi Unit Desa Koperasi Pegawai Negeri 3 Koperasi Tani Koperasi Serba Usaha Koperasi Simpan 3-3 Pinjam 6 Kopontren Koperasi Polri/TNI Koperasi Simpan 3-3 Pinjam Cabang 9 Koperasi Lainnya Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005. Sarana ekonomi baik berupa pasar, koperasi, toko barang kelontong dan sembako umumnya sudah mudah ditemui sampai pada tingkat kecamatan. Namun untuk koperasi, beberapa koperasi memerpelihatkan kondisi yang memperihatinkan karena belum dikelola secara profesional serta dukungan sumberdaya manusia yang belum memadai. Sarana berupa pasar hampir dijumpai pada setiap desa. Pada ibukota kecamatan memperlihatkan kondisi pasar yang sudah baik dengan bangunan permanen dan tersedia tempat bagi penjual untuk melakukan aktifitas jual beli. Pada beberapa pulau yang tidak memiliki pasar tetap, biasanya terdapat pasar insedentil, yakni sejumlah pedagang dari luar membawa sejumlah hasil pertanian, pakaian dan sebagainya. Pasar ini umumnya terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Takabonerate. C. Sarana Kesejahteraan Sarana jalan di Kabupaten Selayar umumnya telah didapat dilalui dengan menggunakan sarana kendaraan baik roda dua maupun lebih. Wilayah daratan Kabupaten Selayar, sarana jalan yang beraspal telah menjangkau sampai ke tingkat desa-desa. Sedangkan di wilayah kepulauan Kabupaten Selayar, sarana jalan yang memadai umumnya hanya terdapat di ibukota kecamatan.

33 Sarana telekomunikasi untuk wilayah daratan telah terlayani baik telepon seluler, PTSN, dan radio. Jaringan televisi umumnya menggunakan Parabola dan jaringan televisi kabel. Sedangkan untuk wilayah kepulauan juga telah menjangkau warung telekomunikasi seperti yang terdapat di ibukota kecamatan pasimasunggu, sedangkan jaringan televisi masih terbatas. Fasilitas penerangan telah menjangkau hampir seluruh wilayah daratan yang disuplai oleh PLN. Wilayah kepulauan Kabupaten Selayar juga telah merasakan fasilitas penerangan baik yang disupali oleh pihak PLN maupun oleh Koperasi PLN dan Swadaya masyarakat dengan menggunakan generator. Besaran tarif listrik berbeda-beda tiap desa, umumnya berkisar antara Rp Rp per mata lampu. Harga tersebut masih tergolong mahal oleh sebagian masyarakat nelayan, sehingga untuk penerangan tidak sedikit masyarakat nelayan masih mengandalkan lampu minyak. Tabel Jumlah Pelanggan PLN di Kabupaten Selayar Tahun No Kecamatan Pelanggan 1 Pasimarannu - 2 Pasilambena - 3 Pasimasunggu Taka Bonerate - 5 Pasimasunggu Timur - 6 Bontosikuyu Bontoharu Benteng Bontomanai Bontomatene Jumlah Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005.

34 4.5. Potensi Kelautan Non Perikanan A. Wisata Bahari Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomis penting yang sangat menjanjikan untuk memicu pertumbuhan ekonomi kabupaten Selayar dimasa yang akan datang. Potensi obyek wisata Kabupaten Selayar hampir terdapat di semua kecamatan sehingga pariwisata akan memegang peranan penting dalam upaya mempercepat pembangunan daerah dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah selain akan menjadi solusi dalam mengatasi masalah tenaga kerja. Kabupaten Selayar memiliki panjang Pantai lebih dari panjang daratannya, bahkan tidak berlebihan jika Kabupaten yang dijuluki nama Kabupaten Maritim ini memiliki batas wilayah administratif adalah laut. Sebagai Kabupaten Maritim, potensi wisata Bahari Kabupaten Selayar, terutama Terumbu Karang dan Pantai pasir putih berjejer sepanjang garis pantai dan sebanyak pulau yang ada. Artinya potensi wisata Bahari Kabupaten Selayar dapat dikatakan sebagai jalur wisata kedua di Indoensia setelah Bali. Makanya potensi wisata Selayar itu biasa disebut dengan jalur segitiga emas (Bali dengan keindahan pantainya, NTB dengan Komodo dan Danau tiga warnaya dan Selayar dengan terumbu karangnya). Potensi wisata di Kabupaten Selayar cukup banyak. Salah satuny Taman nasional Takabonerate yang juga merupakan objek wisata bahari. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Taman Laut Taka Bonerate ini mencapai orang. Untuk itu diperlukan pola dan paradigma pembangunan sektor ini yang berdasarkan kepada konsep pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya alam yang memiliki potensi wisata yang sangat besar diharapkan tidak memberikan dampak kerusakan lingkungan yang pada akhirnya merugikan daerah sendiri.

35 Tabel Daftar Hotel, Lokasi dan Jarak Akomodasi dari/ke Kabupaten Selayar Jarak Akomodasi dari/ke (km) No Nama Hotel Lokasi Terminal Pel. Laut Bus Pamatata Benteng 1 Selayar Beach Benteng Berlian Benteng Matalalang Poros Bandara 53 5 Aroeppala 4 Wisma Tana Benteng 50 0 Doang 5 Bonetappalang Appatana Wisma PKK Benteng Al Mahzan Benteng Baloiya Cottage Baloiya 55 3 Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005. Berdasarkan lokasinya, potensi wisata bahari Kabupaten Selayar dapat dibagi menjadi dua, yaitu potensi Kawasan Takabonerate dan Sekitarnya serta potensi di luar kawasan Takabonerate. a. Kawasan Taman Nasional Takabonerate dan Sekitarnya Kawasan Takabonerate telah ditetapkan sebagai Taman Nasional, mempunyai potensi yang cukup besar untuk dkembangkan sebagai obyek wisata alam (ecoturism) khususnya wisata bahari. Potensi wisata dapat diidentifikasi dari keadaan alam yang sangat mendukung untuk dikembangkan, yaitu terdapat karang laut seluas Ha, kondisi topografi dengan pulau-pulau yang mempunyai terumbu karang dengan jumlah besar dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumber potensi wisata di dalam kawasan Takabonerate selain terumbu karang, juga keanekaragaman jenis ikan, baik ikan hias maupun ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi. Adapun flora berupa rumput laut dan padang lamun dengan keragaman dan keindahan

36 yang sangat menarik membentuk panorama yang sangat memikat untuk dinikmati. Potensi alam lainnya adalah pantai dengan pasir putih yang tersebar di pulau-pulau kawasan Takabonerate dengan hamparan yang sangat luas. Potensi lain yang tak kalah menariknya adalah pulau dengan potensi sumberdaya alam berupa granit yang kualitasnya sangat baik. Pulau-pulau yang berpenghuni, memiliki daya tarik tersendiri berupa kehidupan masyarakatnya sebagai nelayan, bahkan di pulau Bonerate dapat disaksikan kegiatan penduduk yang membuat kapal-kapal kayu berbagai jenis ukuran disepanjang pantai. Tabel Potensi Pariwisata Alam di Taman Nasional Taka Bonerate. No Keadaan Keterangan 1. Luas Wilayah Ha 2. Lokasi Laut Flores, meliputi 21 buah pulau termasuk 2 kelompok Kepulauan Macan dan Kepulauan Pasitallu 3. Karakteristik Karang Atol seluas Ha, merupakan karang atol terbesar Kawasan 4. Pos Polisi Hutan (Jaga Wana) ketiga di dunia 8 pos yang terletak di Pulau Latondu Besar, Rajuni Kecil, Rajuni Besar, Tarupa, Jinato, Tinabo, Pasitallu Tengah dan Pulau Pasitallu Timur 5. Dermaga 4 buah yang terletak pada Pulau Rajuni, Tinabo, Tarupa, dan Pulau Latondu 6. Wisma Tamu Seluar 100 m 2 yang terdapat di Pulau Tinabo 7. Perahu Katamar 1 buah terdapat di Pulau Tinabo (boat) 8. Kapal Cepat (speed 1 buah terdapat di Pulau Tinabo boat) 9. Kano (canoe) 4 buah terdapat di Pulau Tinabo 10. Lampu Suar 4 buah di kawasan Takabonerate Sumber: Selayar dalam Angka, 2004/2005

37 b. Potensi Wisata Bahari di Luar Kawasan Taman Nasional Takabonerate Di luar kawasan Taman Nasonal Takabonerate, di Selayar masih terdapat banyak sekali potensi wisata bahari yang tak kalah menariknya yang dapat dikembangkan menjadi suatu rangkaian kegiatan perjalanan wisata. Berdasarkan tingkat pengelolaannya, potensi wisata bahari Kabupaten selayar dapat dibagi menjajdi dua yaitu potensi yang sudah terkelola dan yang belum terkelola. Potensi yang sudah terkelola dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Obyek Wisata Kabupaten Selayar yang Terkelola LOKASI Kec. Pasimarannu Desa Bonerate Desa batu Bingkung Desa Lambego Desa Komba- Komba NAMA OBYEK WISATA Pasir putih Pasir putih Pasir putih Pasir putih JARAK DARI KOTA BENTENG (km) Kec. Pasimasunggu Desa Tanamalala Pulau Tanamalala 112 Kec. Takabonerate Zona Inti Desa Kayuadi Desa Garaupa Desa Karumpa Pulau Batu Kec. Bontosikuyu Desa Laiyolo Baru Desa Appatana Kec. Bontoharu Desa Bontoborusu Kec. Bontomanai Taman Nasional Takabonerate Pantai Appa Pantai Madu Pulau Pantai Karumpa P. Pasilambena Pulau batu Pulau Batu Etang Pantai Ngapaloka Pantai Appatana Pantai Dongkalan Pantai Jeneiya Pantai Liang Tamusu

BAB I PENDAHULUAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DINAS TATA RUANG, PERUMAHAN, KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

BAB I PENDAHULUAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DINAS TATA RUANG, PERUMAHAN, KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN BAB I PENDAHULUAN 1.I. LATAR BELAKANG Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencanan tata ruang. Penyusunan dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DESA KHUSUS BAHULUANG KECAMATAN BONTOSIKUYU DAN DESA KHUSUS PASITALLU KECAMATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengembangkan ekonomi masyarakat pesisir memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan kawasan pedalaman. Hal ini disebabkan karena kawasan pesisir

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR

KELURAHAN BAROMBONG KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya hingga Laporan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coatal Managemen-ICM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SALAYAR

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SALAYAR ANALISIS PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SALAYAR Murshal Manaf Staf Pengajar Jurusan Teknik PWK, Universitas 45 Makassar Murshal_manaf@yahoo.com ABSTRAK Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beribu pulau dengan area pesisir yang indah, sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kelurahan Nunhila memiliki 4 wilayah RW dan 17 wilayah RT, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci