BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kimia Berdasarkan UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Kunandar (2009: 287) pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran dalam KTSP merupakan pembelajaran dimana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai. Menurut Gagne dan Briggs (1974) pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi belajar peserta didik. Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Dalam pembelajaran guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran serta menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik untuk mempelajarinya sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berpusat pada peserta didik karena pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif yang berupa dialog interaktif (Suprijono, 2009: 13). Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika, dan energitika zat. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Sebagian aspek kimia bersifat kasat mata (visible), artinya dapat dibuat fakta konkretnya dan sebagian aspek lain bersifat abstrak atau tidak 8

2 9 kasat mata (invisible), artinya tidak dapat dibuat fakta konkritnya. Aspek kimia yang tidak dapat dibuat fakta konkretnya harus bersifat kasat logika, artinya kebenaran dapat dibuktikan dengan logika matematika sehingga rasionalitasnya dapat dirumuskan/ diformulasikan (Depdiknas, 2003: 2). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia merupakan suatu proses interaksi antara unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang memungkinkan proses belajar dapat berlangsung dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan belajar yang berupa produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Usaha yang dilakukan guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa belajar. 2. Belajar Banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang pada hakekatnya mengandung arti atau pengertian yang sama. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 16) Belajar merupakan proses internal yang kompleks, hal ini karena melibatkan seluruh mental, seperti ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Aunurrahman (2009 : 36) belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau obyek obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinnya interaksi. Belajar adalah proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin

3 10 disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan, atau sikapnya. (Situmorang, 2005:173) Keberhasilan dalam belajar tidak hanya ditentukan kemampuan individu. Slameto (2010: 54-71) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua golongan yakni faktor intern dan faktor ekstern. a. Faktor Intern, meliputi: 1) Faktor Jasmaniah : Faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor Psikologis : Inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan serta kemampuan memori. 3) Faktor Kelelahan. b. Faktor Ekstern, meliputi: 1) Faktor Keluarga : Cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. 2) Faktor Sekolah : Metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standard pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. 3) Faktor Masyarakat : Kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku baik pengetahuan maupun sikap yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. 3. Kemampuan Numerik Pengertian kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 623) disebutkan bahwa kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan atau kebolehan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian numerik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 695) numerik

4 11 berarti berwujud angka, sifat angka, atau sistem angka. Dari kedua pengertian tersebut, kemampuan numerik adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan hitung menghitung dengan menggunakan angka atau kemampuan untuk mengungkapkan relasi dan mengenai konsep-konsep menurut angkaangka. Kemampuan numerik merupakan kemampuan standar tentang angka dan kemampuan melakukan perhitungan-perhitungan yang juga merupakan bagian dari aktivitas matematika. Kemampuan ini penting, baik untuk dapat melakukan perhitungan dengan cepat maupun untuk pemecahan masalahmasalah aritmatika. Untuk mengetahui kemampuan numerik atau angka-angka digunakan tes kemampuan numerik. Dewa Ketut Sukardi (2004: 122) mengemukakan bahwa tes kemampuan numerik adalah tes yang dipergunakan untuk mengungkap bagaimana baiknya seseorang memahami ide-ide yang diekspresikan dalam bentuk angka-angka, dan bagaimana jelasnya seseorang dapat berfikir dengan angka-angka. Tes kemampuan numerik ini dirancang untuk mengungkap pemahaman relasi dengan angka-angka dan mempermudah dalam menangani konsep menurut angka-angka. Tipe soal kemampuan numerik disusun berupa perhitungan aritmatika. Hal ini untuk menghindari unsur-unsur bahasa dimana kemampuan membaca memiliki peranan yang berarti. Kemampuan numerik penting artinya dalam mata pelajaran menengah seperti matematika, fisika dan kimia. Dalam mata pelajaran kimia ada beberapa materi pokok bahasan yang memerlukan pemahaman konsep dan perhitungan. Salah satu di antaranya adalah materi pokok hidrolisis. Salah satu cakupan kemampuan numerik dalam materi hidrolisis adalah pada perhitungan akar kuadrat dan logaritma. 4. Kreativitas Kreativitas adalah salah satu kemampuan utama yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia. Banyak definisi kreativitas yang dikemukakan oleh para ahli. Definisi konseptual

5 12 kreativitas dari beberapa ahli antara lain: a) Menurut Utami Munandar (2004:13), kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu: (1) kemampuan membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada; (2) kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban; (3) kemampuan yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisionalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan, b) Guilford dengan analisis faktornya menemukan ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, dan ciriciri ini dioperasionalisasikan dalam tes berpikir divergen (Munandar, 2004: 10), c) Menurut Rhode kreativitas didefinisikan ke dalam empat jenis dimensi yaitu Person (potensi daya kreatif yang ada pada setiap pribadi), Process (mendapatkan jawaban, metode, atau cara-cara baru dalam menghadapi suatu masalah), Press (hasrat dan motivasi yang kuat untuk berkreasi), Product (hasil dari keunikan pribadinya dalam interaksi dengan lingkungannya) (Hawadi, Wihardjo & Wiyono, 2001: 3), d) Menurut Seidel, kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan mengaitkan, kadang-kadang dengan cara yang ganjil, namun mengesankan, dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari daya rohani manusia dalam bidang atau lapangan manapun (Chandra,2000:15). Adapun definisi operasional dari kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Kreativitas merupakan hasil interaksi dengan lingkungan dan dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Menurut Utami Munandar (2004: 10-11), ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif antara lain: a. Keterampilan berpikir lancar, yaitu kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. Perilaku siswa

6 13 yang menunjukkan keterampilan berpikir lancar adalah 1) mengajukan banyak pertanyaan, 2) menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan, 3) mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah, 4) lancer mengemukakan gagasan. b. Keterampilan berpikir luwes, yaitu kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi serta dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. Perilaku siswa yang menunjukkan keterampilan berpikir luwes adalah 1) memberikan macammacam penafsiran terhadap suatu objek, 2) jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara untuk memecahkannya, 3) memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain, 4) menerapkan konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. c. Keterampilan berpikir rasional, yaitu mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik dan mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsure-unsur. Perilaku siswa yang menunjukkan keterampilan berpikir rasional adalah 1) memikirkan masalah yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain, 2) mempertanyakan cara yang lama dan berusaha untuk memikirkan cara yang baru, 3) setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru. d. Keterampilan memperinci atau mengelaborasi, yaitu mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. Perilaku siswa yang menunjukkan keterampilan mengelaborasi adalah 1) mencari arti yang lebihh mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci, 2) mencoba atau menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh. e. Keterampilan menilai atau mengevaluasi, yaitu kemampuan memnentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana serta mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka. Perilaku

7 14 siswa yang menunjukkan keterampilan menilai adalah 1) member pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri, 2) merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus, 3) menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya, 4) mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan. Hawadi dkk (2001:13-15), melihat pentingnya kreativitas dalam kehidupan secara nyata :1) Dengan kreatifnya seseorang dapat melakukan pendekatann secara bervariasi dan memilih bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu persoalan, 2) Suatu karya kreatif sebagai hasil kreativitas seseorang dapat menimbulkan kepuasan pribadi yang tak terhingga, 3) Kreativitas penting dipahami untuk para pendidik (guru) terutama dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik dan pengajar dalam membimbing dan mengantarkan anak didik kepada pertumbuhan dan perkembangan pretasinya secara optimal. Tes kreativitas memiliki bentuk verbal dan figural. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia telah menyusun tes kreativitas verbal yang telah distansdarisasi untuk digunakan di Indonesia. Tes ini disusun berdasarkan model struktur intelek Guilford. Di dalam tes ini terdapat 5 operasi mental yaitu kognisi, ingatan, produksi, divergen, produksi konvergen dan evaluasi. Tes kreativitas yang dimaksud memiliki enam subtes yang harus diujikan. Keenam subtes dari tes kreativitas verbal adalah sebagai berikut : a. Permulaan kata Pada subtes ini subjek harus memikirkan sebanyak mungkin kata yang mulai dengan susunan huruf tertentu sebagai rangsang. Tes ini mengukur kelancaran dalam kata, yaitu kemampuan untuk menemukan kata yang memenuhi persyaratan struktural tertentu. Misalnya kepada anak diberikan huruf "k" dan "a". Kemudian ia diminta untuk membentuk sebanyak mungkin kata yang bisa dibentuk dari kedua huruf tadi. Umpamanya anak menjawab "kami", "kapal", "karung" dan sebagainya.

8 15 b. Menyusun Kata Pada subtes ini subjek harus menyusun sebanyak mungkin kata dengan menggunakan huruf-huruf dari satu kata yang diberikan sebagai stimulus. Seperti tes Permulaan Kata, tes ini mengukur kelancaran kata, tetapi tes ini juga menuntut kemampuan dalam reorganisasi persepsi. Kepada anak diberikan kata tertentu, semisal "proklamasi". Nah, berdasarkan kata tersebut anak diminta membentuk kata-kata lain sebanyak mungkin. Misalnya anak akan menjawab "kolam", "lama", "silam" dan lain-lain. c. Membentuk Kalimat Tiga Kata Pada subtes ini, subjek harus menyusun kalimat yang terdiri dari tiga kata, huruf pertama untuk setiap kata diberikan sebagai rangsang, akan tetapi urutan dalam penggunaan ketiga huruf tersebut boleh berbedabeda, menurut kehendak subjek. Misalnya kepada anak diberi tiga huruf, yakni "a", "m", dan "p". Lalu mintalah ia menyusun sebanyak mungkin kalimat-kalimat yang diawali dari huruf-huruf yang diberikan tadi, dengan urutan yang boleh diubah-ubah. Umpamanya, jawabanya adalah "Ani makan pisang" atau "Mana payung Anton". d. Sifat-sifat yang sama Pada subtes ini, subjek harus menemukan sebanyak mungkin objek yang semuanya memiliki dua sifat yang ditentukan. Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan gagasan, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang memenuhi persyaratan. Misalnya anak mendapat soal mengenai sifat bulat dan keras. Anak dimita untuk memikirkan dan menyebutkan sebanyak mungkin benda-benda yang memiliki sifat/ciri-ciri tersebut. Jawabannya mungkin adalah bola tenis, kelereng, roda kursi, dan sebagainya. e. Macam-macam penggunaan Pada subtes ini, subjek harus memikirkan sebanyak mungkin penggunaan yang tidak lazim (tidak biasa) dari benda sehari-hari. Tes ini merupakan ukuran dari kelenturan dalam berfikir, karena dalam tes ini subjek harus dapat melepaskan diri dari kebiasaan melihat benda sebagai alat

9 16 untuk melakukan hal tertentu saja. Selain mengukur kelenturan berpikir, tes ini juga mengukur orisinalitas dalam berpikir. Orisinalitas ditentukan secara statistis, dengan melihat kelangkaan jawaban itu diberikan. Contohnya, anak akan diberi benda yang ditemuinya sehari-hari. Akan tetapi, ia justru diminta untuk membuat sesuatu yang tak biasa dengan benda tersebut. Umpamanya, ketika anak diberi surat kabar, ia menggunakannya untuk membuat kapal-kapalan, topi, bola, dan sebagainya, bukan sebagai bahan bacaan. f. Apa Akibatnya Pada subtes ini, subjek harus memikirkan segala sesuatu yang mungkin terjadi dari suatu kejadian hipotesis yang telah ditentukan sebagai stimulus. Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan gagasan digabung dengan elaborasi, diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengembangkan suatu gagasan, memperincinya, dengan mempertimbangkan macam-macam implikasi. Anak mendapat pertanyaan mengenai situasi tertentu yang dalam keadaan nyata tak pernah terjadi. Nah, mintalah anak untuk menjawab apa kira-kira akibatnya bila situasi tersebut betul-betul terjadi. Dalam hal ini, anak dituntut untuk bebas berimajinasi. Contohnya adalah pertanyaan, "Apa jadinya bila semua orang di dunia ini pandai?" atau, "Apa akibatnya jika setiap orang bisa mengetahui pikiranmu?" 5. Prestasi Belajar Penilaian prestasi belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris (Sudjana. 2005: 3). Dalam sistem pendidikan nasional rumusan kompetensi didasarkan pada klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu:

10 17 a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan membuat. b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. c. Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang meliputi gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perspektual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. (Sudjana. 2005: 22-23) Prestasi belajar yang didapatkan dapat memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasi belajarnya dan sebagai refleksi bagi guru untuk terus berusaha memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan. Dalam penelitian ini prestasi belajar yang diukur adalah aspek kognitif dan aspek sikap. a. Aspek kognitif Aspek kognitif adalah aspek yang mencakup kemampuan intelektual. Penguasaan kognitif dapat diukur melalui tes, baik tes tulis maupun tes lisan, portofolio atau kumpulan tugas.dalam aspek kognitif, dikenal adanya taksonomi Bloom. Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan informasi serta mengembangkan keterampilan intelektual. Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom mengemukakan adanya enam tingkat (Sudijono, 2008: 50)yaitu: 1) Pengetahuan (knowledge), yaitu yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. 2) Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik

11 18 dikatakan memahami tentang materi pelajaran apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberikan uraian dengan lebih terperinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. 3) Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. 4) Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor lainnya. 5) Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih salah satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada. 6) Membuat (create) merupakan tingkatan tertinggi yaitu menggabungkan atau memadukan beberapa bagian-bagian atau unsurunsur secara logis sehingga menjadi suatu bentuk kesatuan pola yang baru. b. Aspek sikap Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian Autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya.

12 19 Ketuntasan Belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan meliputi ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/ Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/MTs/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah /Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA/MA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan/Sekolah Menengah Kejuruan Luar Biasa (SMK/MAK/SMKLB). Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian Autentik dan non-autentik. 1) Bentuk penilaian Autentik mencakup penilaian berdasarkan pengamatan, tugas ke lapangan, portofolio, projek, produk, jurnal, kerja laboratorium, dan unjuk kerja, serta penilaian diri. 2) Bentuk penilaian non-autentik mencakup tes, ulangan, dan ujian. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan untuk memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik memiliki tujuan untuk: a) mengetahui tingkat penguasaan kompetensi; b) menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi; c) menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi; dan d) memperbaiki proses pembelajaran.

13 20 Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik diterapkan berdasarkan prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum berlaku untuk semua bentuk penilaian. Prinsip umum meliputi sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel, dan edukatif. Prinsip khusus berlaku untuk masing-masing bentuk penilaian. Prinsip khusus mengacu kepada karakteristik pendekatan, model, dan instrumen yang digunakan. Prinsip khusus untuk Penilaian Autentik meliputi: a) materi penilaian dikembangkan dari kurikulum; b) bersifat lintas muatan atau mata pelajaran; c) berkaitan dengan kemampuan peserta didik; d) berbasis kinerja peserta didik; e) memotivasi belajar peserta didik; f) menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik; g) memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya; h) menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan; i) mengembangkan kemampuan berpikir divergen; j) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran; k) menghendaki balikan yang segera dan terus menerus; l) menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata; m) terkait dengan dunia kerja; n) menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata; dan o) menggunakan berbagai cara dan instrumen; Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik menggunakan acuan kriteria. Merupakan penilaian kemajuan peserta didik dibandingkan dengan kriteria capaian kompetensi yang ditetapkan. Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh

14 21 Pendidik mencakup kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. 1) Sasaran penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi sikap spiritual dan kompetensi sikap sosial meliputi tingkatan sikap: menerima, menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan nilai spiritual dan nilai sosial. 2) Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi pengetahuan meliputi tingkatan kemampuan mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. 3) Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi keterampilan mencakup keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit. a) Keterampilan abstrak merupakan kemampuan belajar yang meliputi: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, menalar/ mengasosiasi, dan mengomunikasikan. b) Keterampilan konkrit merupakan kemampuan belajar yang meliputi: meniru, melakukan, menguraikan, merangkai, memodifikasi, dan mencipta. Sasaran penilaian digunakan sesuai dengan karakteristik muatan pembelajaran. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilakukan terhadap penguasaan tingkat kompetensi sebagai capaian pembelajaran. Tingkat kompetensi merupakan batas minimal pencapaian kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi sikap dinyatakan dalam deskripsi kualitas berdasarkan modus. Kompetensi pengetahuan untuk kemampuan berpikir pada berbagai tingkat pengetahuan dinyatakan dalam predikat berdasarkan skor rerata. Kompetensi keterampilan dinyatakan dalam deskripsi kemahiran berdasarkan rerata dari capaian optimum. Penguasaan tingkat kompetensi

15 22 dinyatakan dalam bentuk deskripsi kemampuan dan/atau skor yang dipersyaratkan pada tingkat tertentu. Khusus untuk SD/MI Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan dinyatakan dalam bentuk deskripsi. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian. Skala penilaian untuk kompetensi sikap menggunakan rentang predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). Skala penilaian untuk kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan rentang angka dan huruf 4,00 (A) - 1,00 (D) dengan rincian sebagai berikut: a) 3,85-4,00 dengan huruf A; b) 3,51-3,84 dengan huruf A-; c) 3,18-3,50 dengan huruf B+; d) 2,85-3,17 dengan huruf B; e) 2,51-2,84 dengan huruf B-; f) 2,18-2,50 dengan huruf C+; g) 1,85-2,17 dengan huruf C; h) 1,51-1,84 dengan huruf C-; i) 1,18-1,50 dengan huruf D+; dan j) 1,00-1,17 dengan huruf D. Ketuntasan belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan meliputi: a) ketuntasan penguasaan substansi Ketuntasan penguasaan substansi merupakan ketuntasan belajar peserta didik untuk setiap kompetensi dasar yang ditetapkan. b) ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar.

16 23 Ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar terdiri atas ketuntasan belajar dalam: setiap semester; dan setiap tahun pelajaran. i) Ketuntasan belajar dalam setiap semester merupakan keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi dari setiap muatan pembelajaran dalam satu semester. ii) Ketuntasan belajar dalam setiap tahun pelajaran merupakan keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi dari setiap muatan pembelajaran pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun pelajaran untuk menentukan kenaikan kelas. Modus untuk ketuntasan kompetensi sikap ditetapkan dengan predikat Baik. Skor rerata untuk ketuntasan kompetensi pengetahuan paling kecil 2,67. Capaian optimum untuk ketuntasan kompetensi keterampilan ditetapkan paling kecil 2,67. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan dengan menggunakan instrumen penilaian. Instrumen penilaian untuk kompetensi pengetahuan paling sedikit memuat komponen materi, konstruksi, dan bahasa. Instrumen penilaian untuk kompetensi keterampilan paling sedikit memuat komponen materi dan konstruksi. Instrumen penilaian untuk kompetensi sikap paling sedikit memuat materi. (Permendikbud 104, 2014) 6. Materi Pokok Hidrolisis a. Jenis Garam dan Reaksi Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi kimia memecah molekul air (H 2 O) menjadi kation hidrogen (H + ) dan anion hidroksida (OH ) melalui suatu proses kimia. Hidrolisis garam adalah penguraian air oleh garam atau reaksi air dengan ion-ion garam. Pada penguraian air dengan garam tersebut dapat terjadi beberapa kemungkinan, yaitu:

17 24 1) Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H +, sehingga menyebabkan [H + ] dalam air bertambah dan akibatnya [H + ] > [OH - ], maka larutan bersifat asam. 2) Ion garam bereaksi dengan air dan menghasilkan ion OH -, sehingga di dalam sistem [H + ], [OH - ], akibatnya larutan bersifat basa. 3) Ion garam tersebut tidak bereaksi dengan air, sehingga [H + ] dalam air akan tetap sama dengan [OH - ], maka air akan tetap netral (ph = 7) Ion dianggap bereaksi dengan air, bila ion tersebut dalam reaksinya menghasilkan asam lemah atau basa lemah, sebab bila menghasilkan asam atau basa kuat maka hasil reaksinya akan segera terionisasi sempurna dan kembali menjadi ion-ionnya. Jika suatu garam dianggap merupakan hasil reaksi dari suatu asam dengan basa, maka ditinjau dari asam dan basa pembentuknya ada 4 jenis garam yang dikenal sebagai berikut: 1) Garam yang Terbentuk dari Asam Lemah dan Basa Kuat Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat bila dilarutkan ke dalam air akan menghasilkan anion yang berasal dari asam lemah. Ion tersebut bila bereaksi dengan air menghasilkan ion OH - yang menyebabkan larutan bersifat basa. Contoh: CH 3 COONa (aq) CH 3 COO - (aq) + Na + (aq) Ion CH3COO- bereaksi dengan air membentuk reaksi kesetimbangan: CH 3 COO - (aq) + H 2 O (l) CH 3 COOH (aq) + OH - (aq) Adanya ion OH - yang dihasilkan dari reaksi kesetimbangan tersebut mengakibatkan konsentrasi ion H+ di dalam air lebih sedikit daripada konsentrasi ion OH -, sehingga larutan bersifat basa. Dari 2 ion yang dihasilkan oleh garam pada contoh tersebut, hanya ion CH 3 COO - yang mengalami hidrolisis, sedangkan ion Na + tidak bereaksi dengan air sebab NaOH yang terjadi akan segera terionisasi menghasilkan ion Na + kembali. Hidrolisisi ini disebut hidrolisis sebagaian (hidrolisis parsial),

18 25 sebab hanya sebagian ion (ion CH 3 COO - ) yang mengalami reaksi hidrolisis. Jadi, garam yang berasal dai asam lemah dan basa kuat aan terhidrolisis sebagian (parsial) dan bersifat basa. 2) Garam yang Terbentuk dari Asam Kuat dan Basa Lemah Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah bila dilarutkan ke dalam air akan menghasilkan kation yang berasal dari basa lemah. Ion tersebut bila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion H + yang menyebabkan larutan bersifat asam. Contoh: NH 4 Cl (aq) NH4 + (aq) + Cl - (aq) + Ion NH 4 bereaksi dengan air membentuk reaksi kesetimbangan. + NH 4 (aq) + H 2 O (l) NH 4 OH (aq) + H + (aq) Adanya ion H + yang dihasilkan dari reaksi kesetimbangan tersebut mengakibatkan konsentrasi ion H + di dalam air lebih banyak daripada konsentrasi ion OH -, sehingga larutan bersifar asam. Dari dua ion yang dihasilkan oleh garam pada contoh tersebut, hanya ion NH + 4 yang mengalami hidrolisis, sedangkan ion Cl - tidak bereaksi dengan air sebab HCl yang terjadi akan segera terionisasi menghasilkan ion Cl - kembali. Hidrolisisi ini juga disebut hidrolisis sebagian (hidrolisis parsial), sebab hanya sebagian ion yang mengalami reaksi hidrolisis. Jadi, garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah akan terhidrolisis sebagian (parsial) dan bersifat asam. 3) Garam yang Terbentuk dari Asam Lemah dan Basa Lemah Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah di dalam air terionisasi, dan kedua ion garam tersebut bereaksi dengan air. Contoh: + NH 4 CN (aq) NH 4 (aq) + CN - (aq) Ion NH + 4 bereaksi dengan air membetuk reaksi kesetimbangan, + NH 4 (aq) + H 2 O (l) NH 4 OH (aq) + H + (aq) Ion CN - bereaksi dengan air membentuk reaksi kesetimbangan,

19 26 CN - (aq) + H 2 O (l) HCN (aq) + OH - (aq) Oleh karena reaksi kedua ion garam tersebut masing-masing menghasilkan ion H + dan ion OH -, maka sifat larutan garam ini ditentukan oleh harga tetapan kesetimbangan dari asam lemah dan basa lemah yang terbentuk. Hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah merupakan hidrolisis total, sebab kedua ion garam mengalami reaksi hidrolisisi dengan air. Sifat larutan ditentukan oleh harga tetapan kesetimbangan asam (K a ) dan tetapan kesetimbangan basa (K b ) dari kedua reaksi tersebut. 4) Garam yang Terbentuk dari Asam Kuat dan Basa Kuat Ion-ion yang dihasilkan dari ionisasi garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak ada yang bereaksi dengan air, sebab ion-ion yang bereaksi akan segera terionisasi kembali secara sempurna. Contoh: NaCl (aq) Na + (aq) + Cl - (aq) Ion Na + dan ion Cl - di dalam larutan tidak mengalami reaksi dengan air, sebab reaksi air dengan ion Na + yang menghasilkan NaOH akan segera terionisasi kembali menjadi ion Na +. Hal ini disebabkan NaOH merupakan basa kuat yang terionisasi sempurna. Demikian pula bila ion Cl - bereaksi dengan air maka HCl yang terjadi akan segera terionisasi sempurna menjadi ion Cl - kembali, sebab HCl merupakan asam kuat yang terionisasi sempurna. Kesimpulannya, garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak mengalami hidrolisis. Oleh karena itu, [H + ] dan [OH - ] dalam air tidak terganggu, sehingga larutan bersifat netral. b. Nilai ph Larutan Garam Perubahan nilai ph air di dalam larutan garam diakibatkan adanya reaksi hidrolisis ion garam oleh air tersebut. Oleh karena itu, dalam menentukan nilai ph suatu larutan garam perlu dilakukan tinjauan reaksi kesetimbangan hidrolisis yang terjadi.

20 27 1) Garam yang Berasal dari Asam Lemah dan Basa Kuat Jika asam lemah yang digunakan diberi simbol HA, maka basa konjugasinya punya simbol A -, sehingga reaksi hidrolisis dapat ditulis: A - (aq) + H 2 O (l) kesetimbangannya adalah: = [ ][ ] [ ] Berdasarkan reaksi di atas, [HA] = [OH - ], maka = [ ][ ] [ ] = [ ] [ ] Dimana =, jadi [ ] = [ ] [ ] = [ ] HA (aq) + OH - (aq), dan tetapan [ ] = [ ] dengan: K w = tetapan ionisasi air (10-14 ) K a = tetapan ionisasi asam HA [A - ] = konsentrasi ion garam yang terhidrolisis 2) Garam yang berasal dari Asam Kuat dan Basa Lemah Jika basa lemah yang digunakan diberi simbol BOH, maka basa konjugasinya punya simbol B +, sehingga reaksi hidrolisis dapat ditulis: B + (aq) + H 2 O (l) BOH (aq) + H + (aq) Dengan cara yang sama diperoleh nilai konsentrasi ion H + : [ ] = [ ] dengan: K w = tetapan ionisasi air (10-14 ) K b = tetapan ionisasi asam BOH [B + ] = konsentrasi ion garam yang terhidrolisis 3) Garam yang Berasal dari Asam Lemah dan Basa Lemah

21 28 Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah terhidrolisis total. Misalnya garam MZ yang berasal dari basa lemah MOH dan asam lemah HZ. Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah: M + (aq) + Z - (aq) + H 2 O (l) MOH (aq) + HZ (aq) = [ ][ ] [ ][ ] Jika dikalikan dengan [ ][ ] akan diperoleh: [ ][ ] = = [ ] [ ][ ] [ ] [ ][ ] [ ][ ] Dan jika disubstitusikan, maka diperoleh persamaan untuk menentukan konsentrasi ion H + dalam larutan: [ ] = Dari rumus di atas, maka nilai ph larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah tidak tergantung pada konsentrasi ion-ion garam dalam larutan tetapi tergantung pada nilai K a dan K b dari asam dan basa pembentuknya. Jika K a = K b maka larutan akan bersifat netral (ph = 7) Jika K a > K b maka larutan akan bersifat asam (ph < 7) Jika K a < K b maka larutan akan bersifat basa (ph > 7) (Purba, 2007:) B. Kerangka Berpikir

22 29 Keberhasilan proses belajar mengajar merupakan hal utama dalam melaksanakan pendidikan di sekolah yang ditentukan oleh tercapainya tujuan pembelajaran, hal itu harus didukung oleh pemilihan metode yang sesuai serta alat penilaian yang dapat mengukur keberhasilan dari proses belajar mengajar. Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan efektif. Sedangkan faktor internal yang berpengaruh adalah kemampuan numerik dan kreativitas. Dalam hal mempelajari ilmu kimia, kemampuan numerik dan kreativitas dalam diri siswa dapat menjadi faktor internal yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Sebagian besar pembelajaran yang dilakukan di SMA Negeri 2 Karanganyar masih dilakukan secara konvensional (teacher centered), dan belum dilakukan pembelajaran secara student centered. Metode yang digunakan yakni ceramah, meskipun terkadang guru menggunakan metode diskusi. Keikutsertaan siswa untuk terlibat secara aktif belum terlihat, siswa hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru tanpa adanya interaksi apakah siswa ingin bertanya atau sekedar mencatat pelajaran. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang kreatif dalam memecahkan masalah, partisipasi rendah, kerja sama dalam kelompok tidak optimal, kegiatan belajar mengajar kurang efisien dan pada akhirnya hasil belajar menjadi rendah. Siswa di SMA Negeri 2 Karanganyar menganggap pelajaran kimia adalah pelajaran yang sulit dipahami dan abstrak, sehingga konsep yang tertanam tidak kuat dan hasil yang dicapai kurang maksimal, keaktifan dan potensi yang ada pada diri siswa kurang terlatih. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang masih sulit memahami dan menguasai materi kimia sehingga prestasi belajar siswa rendah. Terutama pada materi hidrolisis yang membutuhkan ketekunan siswa membaca, pemahaman konsep, daya hafalan, dan latihan soal. Dalam mempelajari materi hidrolisis yang perhitungan dan pemahaman konsep, berkaitannya dengan kemampuan numerik yang dimiliki siswa. Semakin tinggi kemampuan numerik yang dimiliki oleh siswa, semakin mudah pula siswa

23 30 dalam mempelajari suatu konsep perhitungan. Dari pemikiran tersebut, dimungkinkan ada pengaruh kemampuan numerik terhadap prestasi belajar siswa, sehingga bahwa kemampuan numerik berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dimana siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi memiliki prestasi belajar kognitif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah. Begitu pula dengan kreativitas yang dimiliki siswa. Semakin tinggi kreativitas seorang siswa dalam pembelajaran, semakin mudah pula siswa dalam mempelajari suatu informasi. Sehingga dimungkinkan pula bahwa kreativitas berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dimana siswa yang memiliki kreativitas tinggi memiliki prestasi belajar kognitif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas rendah. Untuk memperjelas kerangka berpikir di atas, maka dapat digambarkan seperti Gambar 1. dibawah ini: Kemampuan matematis Prestasi Belajar Siswa Kreativitas Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir C. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

24 31 1. Terdapat hubungan kemampuan numerik dengan prestasi belajar siswa pada materi pokok Hidrolisis. 2. Terdapat hubungan kreativitas dengan prestasi siswa pada materi pokok Hidrolisis. 3. Terdapat hubungan kemampuan numerik dan kreativitas dengan prestasi belajar siswa pada materi pokok Hidrolisis.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tah

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2014 KEMENDIKBUD. Hasil Belajar. Pendidik. Pendidikan Dasar. Pendidikan Menengah. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VIII PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

KURIKULUM 2013 PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK 2015 1 PPT-1.3C

Lebih terperinci

Panduan e-rapor SMK DAFTAR ISI

Panduan e-rapor SMK DAFTAR ISI Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 3 A. PENILAIAN KURIKULUM

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Belajar dan Pembelajaran Belajarmerupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dewasa ini pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. PENILAIAN KURIKULUM B. PRINSIP PENILAIAN... 2 C. LINGKUP PENILAIAN...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. PENILAIAN KURIKULUM B. PRINSIP PENILAIAN... 2 C. LINGKUP PENILAIAN... Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. PENILAIAN KURIKULUM

Lebih terperinci

MATERI HIDROLISIS GARAM KIMIA KELAS XI SEMESTER GENAP

MATERI HIDROLISIS GARAM KIMIA KELAS XI SEMESTER GENAP MATERI HIDROLISIS GARAM KIMIA KELAS XI SEMESTER GENAP PENDAHULUAN Kalian pasti mendengar penyedap makanan. Penyedap makanan yang sering digunakan adalah vitsin. Penyedap ini mengandung monosodium glutamat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan berpikir seseorang dapat mengolah berbagai informasi yang diterimanya dan mengembangkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

Instructional Design

Instructional Design TUGAS INDIVIDU Instructional Design Dosen Pembimbing: Drs. SUHANTO KASTAREDJA, M.Pd. Oleh : Dicky Putri Diharja (12-530-0009) E class/ 2012 FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION ENGLISH DEPARTMENT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA.

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai proses belajar mengajar bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa secara optimal. Pendidikan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak ditunjang dengan praktikum yang dilaksanakan dilaboratorium. Laboratorium disini dapat berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Kontekstual Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan dengan strategi. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2014

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2014 Nama : Siti Nur Aeni M. NIM : 1302123 Kelas : Pendidikan Biologi A Mata Kuliah : Kurikulum Pembelajaran Tugas : Analisis Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 103 tahun 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

CH 3 COONa 0,1 M K a CH 3 COOH = 10 5

CH 3 COONa 0,1 M K a CH 3 COOH = 10 5 Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak mengalami hidrolisis adalah... A. NH 4 Cl C. K 2 SO 4 D. CH 3 COONa E. CH 3 COOK Yang tidak mengalami peristiwa hidrolisis adalah garam yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam diri seseorang, dengan pendidikan seseorang dapat mengeluarkan kemampuan yang tersimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam. Pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Slameto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Untuk mendapat pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Untuk mendapat pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar 6 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Belajar dan Hasil Belajar Untuk mendapat pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Lebih terperinci

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI KELAS VIII-B DI SMP NEGERI 1 BOLAANG Tjitriyanti Potabuga 1, Meyko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pembelajaran dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pondasi yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Jalur pendidikan dapat diproleh melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah membosankan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka diharapkan di masa yang

pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah membosankan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka diharapkan di masa yang A. Kondisi Kelas dan Proses Pembelajaran Matematika sebagai salah satu ilmu dasar dewasa ini telah berkembang amat pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah menciptakan strategi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hakekat Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DILENGKAPI MACROMEDIA FLASH

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DILENGKAPI MACROMEDIA FLASH Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 1 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DILENGKAPI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

ainamulyana.blogspot.co.id ainamulyana.blogspot.co.id

ainamulyana.blogspot.co.id ainamulyana.blogspot.co.id SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK DAN SATUAN PENDIDIKAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai manakala ditunjang oleh usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Pendidikan bertujuan antara lain mengembangkan dan meningkatkan kepribadian individu yang sedang melakukan proses pendidikan. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika 4 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hakekat Pembelajaran Matematika 2.1.1. Pengertian Belajar Belajar adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK LAMPIRAN IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK 1. Pengertian Penilaian Hasil Belajar (PHB) adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Subjek penelitian ini adalah enam orang siswa SMA kelas XI IPA yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Metode Pembelajaran Drill And Practice Pengertian Metode Pembelajaran Drill And Practice

BAB II KAJIAN TEORI Metode Pembelajaran Drill And Practice Pengertian Metode Pembelajaran Drill And Practice BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Metode Pembelajaran Drill And Practice 2.1.1. Pengertian Metode Pembelajaran Drill And Practice Sebelum mendefinisikan tentang metode drill, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah Mata Pelajaran Pokok Bahasan Kelas/semester : Madrasah Darul Ihksan Samarinda : Kimia : Larutan Penyangga : XI /Genap Tahun Ajaran : 2012/2013 Alokasi waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas, yaitu manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching, Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Problem Based Learning, dan Teori Sikap 1. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasiinformasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pengaruh Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005, h. 849) Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kimia dan Pembelajaran Kimia Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa definisi belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013 Kurikulum 2006/2013 KIMIa K e l a s XI ASAM-BASA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kesetimbangan air. 2. Memahami pengaruh asam

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI. 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi

BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI. 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi BAB II HASIL BELAJAR SISWA DAN METODE PEMBELAJARAN RESITASI A. Metode Resitasi 1. Pengertian Metode Pembelajaran Resitasi Metode resitasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Belajar Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengalaman. Definisi lain mengenai belajar adalah proses aktif siswa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray a) Pengertian model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray Menurut Isjoni (2010, h.15 ) model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang mengisyaratkan adanya orang yang mengajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada beberapa dekade sekarang ini, kegiatan pembelajaran tradisional yang didominasi pada guru (pembelajaran yang berpusat pada guru) cenderung menjadi kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam situasi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam situasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diera globalisasi seperti saat ini, memberikan tuntutan yang sangat besar di dalam dunia pendidikan untuk menciptakan Sumber

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 1 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR Murhima A. Kau Universitas Negeri Gorontalo Email : murhimakau@ymail.com ABSTRAK Permasalahan kreativitas menjadi sangat penting untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, setiap perusahaan bersaing dengan sangat ketat untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dapat menyesuaikan secara aktif dalam kehidupannya. melalui pendidikan yang baik akan dihasilkan sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. dan dapat menyesuaikan secara aktif dalam kehidupannya. melalui pendidikan yang baik akan dihasilkan sumber daya manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi suatu bangsa merupakan salah satu usaha yang strategis dalam rangka mempersiapkan warga negara dalam menghadapi masa depan diri sendiri dan bangsanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sesuai kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Disamping itu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Disamping itu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Menurut Djamarah (2008:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi kemanusiaannya. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Dengan pendidikan diharapkan mampu melahirkan suatu generasi masa depan yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci