BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Ida Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah bersatunya dua entitas, laki-laki dan perempuan untuk menyatukan perbedaan diantara keduanya. Menurut Daradjat (1995:37) dalam ajaran Islam, pernikahan mengahalalkan apa yang sebelumnya haram. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula. Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Perhelatan yang seringkali diadakan dengan tradisi-tradisi khusus ini mempunyai keunikan sendiri-sendiri di setiap belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Beragam suku dan budaya yang berlaku di Indonesia melahirkan berbagai tradisi, termasuk tradisi dalam pernikahan. Suku Bugis, adalah salah satu suku yang ada di Indonesia, meskipun keturunan suku ini tersebar di seluruh Indonesia, bahkan luar negeri, tetapi pada dasarnya suku Bugis berasal dari Sulawesi Selatan atau biasa dikenal dengan nama Ujung Pandang Makassar. Pernikahan dalam suku Bugis dinamakan Mappabotting, berbeda dengan acara-acara pesta pernikahan yang berlangsung atau dilakukan di sebuah gedung. Mappabotting ini dilakukan apabila sudah ada persetujuan antara pihak laki-laki dan perempuan, dalam suku Bugis ini memiliiki cerita yang sangat unik mengenai acara pernikahan. Sebelum pernikahan ada syarat yang dinamakan maddutta, madduta ini adalah pihak keluarga laki-laki melamar perempuan dengan adanya uang pannai untuk acara yang nantinya juga berlangsung di rumah perempuan. Madduta ini merupakan proses tawar-menawar sama halnya yaitu seperti pembeli dengan penjual dalam sistem jual-beli. Bila mana sudah ditentukan waktu pernikahan, dua hari sebelum acara mappabotting ada juga yang dinamakan accado-cado. Yaitu semua keluarga berdatangan menyambut rasa kebahagiaan karena ada salah satu keluarganya akan melangsungkan 1
2 pernikahan, dan mereka dengan bergotong-royong bekerja untuk kesiapan acara pernikahan. Menurut M. Basri (1996:78) adapun syarat pernikahan lainnya dalam suku Bugis yaitu mabbarasanji dan wenni appacingeng. Mabbarasanji adalah membacakan ayat barsanji, sedangkan appacingeng merupakan malam suci yang dimana anak yang akan melaksanakan pernikahan dihias dengan beberapa kosmetik tradisional. Salah satu yang menarik untuk kita kaji dari suku Bugis ini adalah tingginya uang pannai perempuan Bugis ketika ingin dinikahi. Dalam adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu sompa dan uang panaik. Menurut Prof. Dr. Andi Ima Kesuma I. C., M. Pd., sompa atau mahar adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan menurut ajaran Islam. Mahar dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri, sedangkan uang pannai yang harus diserahkan oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan untuk membiayai prosesi pesta pernikahan. Jadi uang pannai dipegang oleh orang tua istri dan digunakan untuk membiayai semua kebutuhan jalannya resepsi pernikahan. Awalnya tradisi pernikahan dengan uang pannai yang begitu tinggi hanya berlaku di kalangan bangsawan Bugis waktu itu. Tetapi semakin kesini, karena kontrol adat yang tidak lagi ketat, masyarakat non bangsawan pun ikut melakukan tradisi tersebut sehingga menjamur di semua kalangan suku Bugis. Uang pannai bermakna pemberian uang dari pihak keluarga calon mempelai lakilaki kepada keluarga calon mempelai wanita dengan tujuan sebagai penghormatan. Penghormatan yang dimaksudkan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang pannai tersebut. Uang pannai yang diberikan oleh calon suami jumlahnya lebih banyak dari pada mahar. Adapun kisaran jumlah uang pannai dimulai dari 50 juta, 80, dan bahkan ratusan juta rupiah. Itu baru secara umum. Jika sudah ada embel-embel di nama calon istri anda seperti Andi, Hajjah, S1, S2, dan S3 maka itu semua akan bertambah sesuai jumlah embel-embel yang melengket pada namanya. Hal ini dapat dilihat ketika proses negosiasi yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dalam menentukan kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar sejumlah uang pannai yang telah 2
3 dipatok oleh pihak keluarga perempuan. Terkadang karena tingginya uang pannai yang dipatok oleh pihak keluarga calon istri, sehingga dalam kenyataannya banyak pemuda yang gagal menikah karena ketidakmampuannya memenuhi uang pannai yang dipatok. Tingginya jumlah uang pannai memang beberapa mendatangkan manfaat karena dapat memotivasi para pemuda untuk bekerja keras dalam mempersiapkan diri menghadapi pernikahan. Selain itu, ada pula anggapan bahwa tingginya uang pannai dapat mengurangi tingkat perceraian dalam rumah tangga karena tentu seorang suami akan berpikir sepuluh kali untuk menikah lagi dengan pertimbangan jumlah uang pannai yang sangat tinggi. Mungkin kedua alasan tersebut memang benar. Tapi mari kita lihat dari sisi negatifnya juga. Pada kenyataannya banyak kita temukan pemuda yang gagal menikah akibat ketidakmampuannya memenuhi jumlah uang pannai yang dipatok oleh keluarga perempuan. Sementara si pemuda dan si gadis telah menjalin hubungan yang serius. Persoalannya tidak hanya sampai disitu, pemuda yang lamarannya ditolak tentu akan merasa malu dan harga dirinya direndahkan. Dari sinilah terkadang terjadi kawin lari. Kedua orang tua si gadis pun akan merasa dipermalukan dan merasa harga dirinya direndahkan. Konsekuensi lain dari tingginya jumlah uang pannai adalah dapat menyebabkan terbukanya pintu-pintu kemaksiatan, misalnya si gadis hamil diluar nikah yang membuat orang tua si gadis mau atau tidak harus menyetujui pernikahan mereka, semakin banyaknya perawan tua yang berujung pada terjadinya fitnah yang tentunya dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Memang perihal mahalnya uang pannai perempuan Bugis ini sedikit kontroversial di kalangan keturunan Bugis itu sendiri. Salah satu media yang dianggap sesuai untuk mengangkat fenomena tersebut adalah Film. Film sebagai salah satu bentuk media massa mempunyai peran penting di dalam sosiokultural, artistik, politik dan dunia ilmiah. Pemanfaatan film dalam usaha pembelajaran masyarakat ini menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film mempunyai kemampuan mengantar pesan secara unik. Perkembangan film akan membawa dampak yang cukup besar dalam perubahan sosial masyarakat. Perubahan tersebut disebabkan oleh semakin bervariasinya proses penyampaian pesan tentang realitas obyektif dan representasi yang ada terhadap realitas tersebut secara simbolik serta sebuah kondisi yang memungkinkan khalayak untuk memahami dan menginterpretasikan 3
4 pesan secara berbeda. Film sebagai salah satu jenis media massa menjadi sebuah saluran bagi berbagai macam ide, gagasan, konsep serta dapat memunculkan efek yang beragam dari penayangannya yang akhirnya mengarah pada pengarahan pada masyarakat. Berdasarkan hal itulah penulis tertarik untuk menyajikan informasi tersebut melalui sebuah media film dokumenter. Menurut penulis, film dokumenter merupakan salah satu media yang ampuh dalam menyajikan sebuah informasi yang mudah diterima kepada khalayak banyak. Apa yang dipandang oleh mata dan didengar oleh telinga, lebih mudah diingat dan diserap daripada apa yang hanya dibaca atau didengar saja. Melalui media inilah informasi-informasi tersebut disampaikan secara real apa adanya berdasarkan fakta di lapangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan perancangan film dokumenter dengan judul Appa Sulapa Maccarita yaitu sebuah film dokumenter berdurasi kurang lebih 13 menit yang mengangkat cerita tentang paradigma uang pannai dikalangan masyarakat umum khususnya suku Bugis. 1.2 Permasalahan Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang disampaikan maka dapat di identifikasikan masalah, yaitu : 1. Paradigma masyarakat umum khususnya masyarakat Bugis terkait uang pannai. 2. Makna yang terkandung pada uang pannai bagi masyarakat umum khususnya masyarakat suku Bugis. 3. Besarnya uang pannai disesuaikan beberapa aspek. 4. Harapan masyarakat suku Bugis pada uang pannai kedepannya. 5. Penyutradaraan yang tepat dapat menjadikan film dokumenter menjadi media informasi yang baik dalam memberikan pesan kepada target audiens Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, identifikasi masalah yang akan dibahas yaitu: 4
5 1. Bagaimana menggambarkan dan meluruskan paradigma masyarakat suku Bugis tentang budaya uang pannai di mata masyarakat dalam sebuah film dokumenter? 2. Bagaimana penyutradaraan film dokumenter untuk masyarakat suku Bugis tentang budaya uang pannai? 1.3 Batasan/Ruang Lingkup Masalah Dari identifikasi masalah yang telah ada serta agar pembahasan lebih terarah, maka penulis memberikan ruang lingkup masalah pada perancangan ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah : a. Apa Media yang dirancang meliputi media utama berupa Film Dokumenter mengenai paradigma masyarakat suku Bugis tentang budaya uang pannai. b. Siapa Target audience yang akan dituju yaitu : - Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan - Usia : Diatas 16 tahun - Pendidikan : Umum - Demografis : Semua wilayah Indonesia khususnya Sulawesi-Selatan c. Bagaimana Dalam pengaplikasiannya perancang akan membuat film dokumenter berdasarkan topik yang sudah perancang jelaskan sebelumnya yang dimana perancang berperan sebagai sutradara. d. Kapan Film dokumenter ini akan diluncurkan tahun e. Mengapa Perancang memilih target audience seperti yang telah disebutkan sebelumnya memiliki alasan bahwa kisaran umur berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia menikah bagi perempuan ialah 16 tahun dan pria 19 tahun hingga orang tua adalah umur yang sudah cukup untuk membina hubungan dengan serius dan sanggup bertanggungjawab atas dirinya sendiri, serta alasan memilih seluruh wilayah di Indonesia karena adat seperti uang pannai bukan hanya milik orang Bugis- 5
6 Makassar, tapi ada juga yang serupa di suku Nias, Banjar dll, namanya Jujuran. Di tempat lain ada juga yang menyebutnya dengan seserahan. Adat ini sudah ada jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. 1.4 Tujuan Perancangan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk meluruskan paradigma masyarakat tentang budaya uang pannai dalam sebuah film dokumenter. 2. Untuk merancang media informasi berupa film dokumenter untuk masyarakat luas khususnya masyarakat suku Bugis. 1.5 Manfaat Ada dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu : a. Bagi Daerah Bagi derah, film dokumenter ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk menyampaikan kondisi tentang budaya uang pannai di suku Bugis sekaligus meluruskan paradigma masyarakat suku Bugis. b. Bagi Penulis Bagi penulis, dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam hal produksi sebuah film dan mengetahui lebih banyak tentang budaya uang pannai di suku Bugis. 1.6 Metodelogi Perancangan Agar dapat membuat sebuah perancangan dan penyutradaraan yang tepat maka dibutukan metode pengumpulan data dan analisis yang tepat juga. Maka dari itu metode dalam penyusunan konsep perancangan yang digunakan dalam perancangan ialah metode kualitatif dan model analisis etnografi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut : a. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan atau penelitian secara langsung ke lingkungan masyarakat suku Bugis. 6
7 Keuntungan cara ini adalah peneliti merupakan bagian yang integral dari situasi yang dipelajarinya sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi situasi penelitian. Kelemahannya, yaitu ada kecenderungan peneliti terlampau terlibat dalam situasi itu sehingga prosedur yang berikutnya tidak mudah dicek kebenarannya oleh peneliti lain. 2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Adapun wawancara pernah dilakukan kepada: Budayawan Bugis, Ustad, Orang tua, Mahasiswa/Remaja. 3. Kepustakaan Menurut Moh. Nazir (1998:111) studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaan terhadap buku-buku, literature-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Adapun penulis mempelajari buku buku, karya ilmiah, koleksi kepustakaan dan browsing via internet tentang budaya uang pannai ini, serta mengumpulkan data-data dari Alquran ataupun hadis yang berkaitan erat dengan mahar dalam Islam. b. Metode Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif dengan Pendekatan Etnografi Dalam perancangan film dokumenter ini digunakan metode analisis Etnografi. Dalam perancangan ini juga perancang menggunakan pendekatan etnografi, dimana menurut James P. Spradley (1997:12) pendekatan tersebut mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan tujuan memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Dalam pendekatan etnografi ini penulis menggunakan alur penelitian maju 7
8 bertahap yang mana menunjuk suatu aktifitas menetapkan informan, mewawancarai imforman, membuat catatan etnografis dan seterusnya. Tahapan ini dapat menghasilkan suatu deskripsi etnografi. 2. Teknik Analisis Etnografi (James P. Spradley) a. Analisis Domain Domain merupakan unit analisis pertama dan terpenting dalam penelitian etnografis. Analisis domain adalah prosedur yang mengarahkan pada penemuan jenis-jenis domain lain. b. Analisis Taksonomi (Taxonomy Analysis). Analisis Taksonomi adalah analisis yang tidak hanya penjelajahan secara umum, melainkan analisis yang memusatkan perhatian pada domain tertentu yang sangat berguna untuk menggambarkan fenomena atau masalah yang menjadi sasaran studi. c. Analisis Komponensial Dalam analisis taksonomi, yang di urai adalah domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Melalui taksonomi, setiap domain di cari elemen yang serupa atau serumpun. Ini diperoleh melalui observasi dan wawancara serta dokumentasi terfokus. d. Analisis Tema Kultural Analisis tema kultural sesungguhnya merupakan upaya mencari benang merah mengintegrasikan lintas domain yang ada. c. Metode Perancangan Menurut Annemiek Van Boeijien Dkk (2014) setelah mendapatkan hasil analisis yang akan dijadikan sebagai ide besar film, maka akan dilakukan pengembangan konsep film dengan metode kreatif. Metode ini meliputi beragam cara yaitu: inventarisasi, asosiatif, provokatif, konfrontasi, intuitif dan analisis-sistematis. Berikut ini merupakan tahapan penulis dalam memulai proses perancangan, pertama hasil analisis berupa keyword yang sudah didapatkan penulis menjadi acuan penulis dalam membuat konsep program film dokumenter yang terdiri dari ide besar, pendekatan, gaya bertutur dan konsep visual. Selanjutnya dalam perancangan film dokumenter ini penulis lebih dahulu melakukan tahap pra produksi selanjutnya produksi dan terakhir pasca produksi sebagai bagian dari peran sutradara film. 8
9 1. Pra Produksi Praproduksi adalah salah satu tahap dalam proses pembuatan film. Pada tahap ini dilakukan sejumlah persiapan, diantaranya meliputi : - Riset dan survey mengenai visual yang akan. - Membedah skenario kedalam sebuah Directors Treatment. - Membagi setiap scene kedalam Shotlist dan diterjemahkan kedalam storyboard. 2. Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Adapun yang dilakukan pada saat produksi meliputi : a. Management Lapangan Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu manajemen lokasi (perijinan, keamanan, keselamatan), narasumber (koordinasi materi, dll), manajemen waktu (koordinasi konsumsi, kecepatan kerja, penyediaan alat), serta crew (koordinasi para crew) b. Kegiatan Shooting Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan crew sangat menentukan. Kualitas gambar adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itu penguasaan kamera sangatlah penting. 3. Pasca Produksi Pasca produksi merupakan tahap akhir dari proses pembuatan film. Tahap ini dilakukan setelah tahap produksi film selesai dilakukan. Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas meliputi : a. Bila ada catatan khusus dari laboratorium (untuk produksi film) atau editor, sutradara melihat dan mengevaluasi hasil shooting/materi editing. b. Melihat dan mendiskusikan dengan editor hasil rought cut dan fine cut. c. Melakukan evaluasi tahap akhir dan diskusi dengan penata musik 9
10 tentang ilustrasi musik yang telah dikonsepkan terlebih dulu pada saat praproduksi. d. Melakukan evaluasi dan diskusi jalannya mixing berdasarkan konsep suara yang telah ditentukan pada saat praproduksi. e. Berdasarkan konsep warna yang telah ditentukan pada saat praproduksi, Sutradara melakukan koreksi warna di laboratorium/studio, setelah berdiskusi dengan produser dan penata fotografi. 10
11 1.7 Kerangka Perancangan LATAR BELAKANG Dahulu pada masa kerajaan budaya uang pannai bertujuan agar tentara kompeni Belanda tidak menikahi dan menceraikan dengan mudah wanita Bugis, namun seiring berjalannya waktu karena control adat yang tidak lagi ketat budaya uang pannai menjadi momok yang menakutkan bagi sebagaian kaum pria karena lamaran yang ditolak disebabkan oleh uang pannai demi sebuah gengsi, sedangkan makna yang terkandung pada budaya uang pannai merupakan praktik budaya siri. PERMASALAHAN Paradigma sebagian masyarakat Bugis yang menyalagunakan budaya uang pannai demi sebuah gengsi sehingga tidak banyak kasus yang terjadi yang disebabkan oleh uang pannai. METODE Studi Literatur Observasi Etnografi Wawancara IDE Perancangan film dokumenter sebagai sarana edukasi budaya TUJUAN Meluruskan paradigma masyarakat Bugis tentang makna dari budaya uang pannai. Gambar 1. 1 Kerangka Perancangan Sumber: (Data Penulis, 2016) 11
12 1.8 Pembabakan Pembabakan berikut ini berisi mengenai gambaran singkat mengenai pembahasan disetiap bab penulisan laporan: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini terdiri dari gambaran secara umum mengenai latar belakang, permasalahan dalam fenomena yang terpilih oleh penulis, serta mengidentifikasi masalah yang terjadi dan merumuskan masalah ke dalam beberapa poin yang dibatasi focus masalah, menjelaskan ruang lingkup, tujuan dan manfaat perancangan serta metode pengumpulan data, metode analisis dan metode perancangan yang digunakan, serta kerangka pemikiran. BAB II DASAR PEMIKIRAN Merupakan teori-teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran untuk konsep perancangan dari latar belakang fenomena dan masalah yang dibahas. BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH Penjelasan mengenai data-data yang telah di proses sebagai acuan dalam perancangan serta uraian mengenai hasil wawancara, observasi, serta analisis yang berkaitan terhadap masalah yang dibahas sebagai dasar perancangan. BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN Hasil yang didapat dari analisis dan data berdasarkan teori-teori yang digunakan dalam merancang secara keseluruhan. BAB IV PENUTUP Kesimpulan yang berupa jawaban terhadap permasalahan dan nilai baru yang ditemukan saran bagi proyek desain selanjutnya sebagai hasil pemikiran atas keterbatasan yang dilakukan pada waktu siding dan penelitian berlangsung. BAB IV PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran. 12
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Palembang merupakan kota metropolitan berskala international. Kota yang berusia 13 Abad lebih ini banyak meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palembang sebagai kota metropolitan berskala internasional, merupakan kota yang memiliki banyak potensi aset wisata budaya. Kota yang sudah berusia 13 abad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus
Lebih terperinciBAB III PEMBERIAN UANG PANAIK DALAM PERKAWINAN ADAT SUKU BUGIS MAKASSAR KELURAHAN UNTIA KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR
BAB III PEMBERIAN UANG PANAIK DALAM PERKAWINAN ADAT SUKU BUGIS MAKASSAR KELURAHAN UNTIA KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR A. Gambaran Keadaan Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya 1. Keadaan Geografis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Wisata Lebak Muncang merupakan kawasan wisata yang berlokasi di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2011
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam
85 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam adat kota Ende, mahar adalah pemberian wajib seorang suami kepada calon istrinya. Jumlah mahar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakses 28/9/ :38 AM 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta adalah pengalaman yang paling penting dalam kehidupan manusia. Cinta juga dapat diartikan sebagai sebuah aksi pengorbanan diri dan empati terhadap sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendakian gunung atau yang disebut mountaineering adalah olahraga, profesi, dan rekreasi. Ada banyak alasan mengapa orang ingin mendaki gunung, terutama di Indonesia.
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada hakikatnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan untuk dapat melanjutkan generasi manusia secara turun-temurun. Untuk itu, antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam pembuatan produksi sebuah film, pada dasarnya memiliki suatu rangkaian tahapan yang harus dilalui. Rangkaian tersebut akan membantu menentukan hasil proses produksi program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Jawa Barat atau dikenal dengan Pantura yang menghubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar kota besar yang ada di Indonesia saat ini semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk. Salah satu kota yang berkembang saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Cangkuang adalah sebuah desa yang terletak diantara kota Bandung dan kota Garut, di desa ini terdapat sebuah kampung yang bernama kampung Pulo, dan di kampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa daerah. Bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dipakai penuturnya dilindungi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan adalah seni yang merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat tua keberadaannya. Salah satu bentuk kesusastraan yang sudah lama ada di Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawin adalah perilaku mahluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar manusia berkembang biak. Oleh karena itu perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PENCIPTAAN KARYA
TUGAS AKHIR PENCIPTAAN KARYA Tugas Akhir Penciptaan Karya merupakan perwujudan konsep dan ide berdasarkan teori-teori yang telah diterima oleh Mahasiswa selama melaksanakan tugas Perkuliahan. Penciptaan
Lebih terperinciKetentuan Penulisan. Skripsi/Kajian Komunikasi
Skripsi / Kajian Komunikasi Skripsi/Kajian merupakan Tugas Akhir Mahasiswa yang berbentuk Karya Tulis Ilmiah dari hasil penelitian dan atau studi kepustakaan yang disusun menurut kaidah keilmuan Komunikasi
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN
BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter ini menceritakan mengenai kehidupan masyarakat suku Baduy yang dimana terdapat problematika sosial budaya dalam konteks kepercayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah. SWT, dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sangat menganjurkan perkawinan karena perkawinan mempunyai nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Pakpak merupakan salah satu suku di daerah Sumatera Utara. Suku ini adalah salah satu suku pribumi asli di kabupaten Pakpak Bharat dan kabupaten Dairi Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, negara kepulauan yang menghubungkan dari Sabang sampai Merauke. Hasil atau produk Indonesia pun sebenarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut merupakan representasi psikologis masing-masing orang yang dibangun dari latar belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Budaya memberikan identitas khusus yang membedakan antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Budaya menjadi hal yang penting dalam masyarakat, terlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kesenian. Salah satunya adalah angklung. Angklung adalah kesenian yang berupa alat musik tradisional. Angklung
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang termasuk dalam rencana pembangunan pariwisata Indonesia pada tahun 2015-2019 dengan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada keberhasilan khalayak dalam proses negosiasi makna dari pesan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film sebagai bagian dari media massa dalam kajian komunikasi masa modern dinilai memiliki pengaruh pada khalayaknya. Munculnya pengaruh itu sesungguhnya sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang diberikan kepadanya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan yang baik selalu ditanamkan sejak dini oleh setiap orang tua karena pada usia dini, anak lebih mudah menerima dan menyerap segala informasi dan pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Bengkulu dibentuk pada tahun 1968 yang sebelumnya merupakan wilayah Keresidenan Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi Bengkulu terletak di wilayah pantai barat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan aktivitas dan pendapatan penduduk, semakin mendorong permintaan makanan dan minuman yang praktis, mudah, dan cepat cara penyajiannya namun tetap bergizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerita rakyat adalah salah satu budaya Indonesia yang menambah keragaman budaya di negeri kita dan patut dilestarikan. Setiap daerah di Indonesia pada umumnya mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film telah melalui berbagai bentuk kemajuan dan inovasi. Revolusi dari bentuk film sesederhana potongan pendek gambar yang bergerak sampai menjelma menjadi sebuah bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut E.H Carr, Sejarah adalah sebuah dialog yang tak pernah selesai antara masa lampau dan sekarang, Suatu proses interaksi yang berkesinambungan antara sejarahwan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang mengatakan bahwa pakaian yang dipakai dapat mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja namun pakaian tradisional juga dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk diciptakan saling berpasangan, begitu juga manusia. Jika pada makhluk lain untuk berpasangan tidak memerlukan tata cara dan peraturan tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut. Di desa ini terdapat sebuah kampung yang bernama Kampung Pulo. Di kampung ini juga terdapat sebuah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mandailing adalah sekolompok masyarakat yang mendiami daerah pesisir barat daya daratan di Pulau Sumatera, tepatnya di Tapanuli Selatan. Pada masyarakat Mandailing
Lebih terperinciBAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.
42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi
Lebih terperinciKRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012
KRITERIA PENILAIAN Faslitasi Pembuatan Film Pendek dan Dokumenter 2012 A. Dasar Pemikiran Pada dasarnya film dapat dimaknai atau dilihat memiliki fungsi sebagai berikut: Sebagai media ekspresi seni Sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha melaksanakan program pemerintah tentang peraturan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah (Undang-Undang No. 22 & 32 Tahun 1999), setiap pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di Jawa Barat tepatnya di wilayah Ciamis terdapat legenda Ciung Wanara yang dalam legenda dikenal juga dengan nama Sang Manarah. Menurut bapak Agus Abdul Haris (2015)
Lebih terperinciPenjelasan lebih lanjut mengenai mahar dan prosesi pertunangan akan dibahas di bab selanjutnya.
Secara garis besar, aku mengurutkan persiapan pernikahan seperti ini: 1. Tentukan Besarnya Mahar dan Tanggal Pertunangan Mahar atau Mas Kawin adalah adalah harta atau barang yang diberikan oleh calon pengantin
Lebih terperinciBAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter,
BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seri atau drama yang banyak beredar di pasaran dan bisa ditonton oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korea, ketika mendengar kata ini, pasti pikiran dan fokus kita akan tertuju film seri atau drama yang banyak beredar di pasaran dan bisa ditonton oleh semua umur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut kamus besar bahasa Indonesia KBBI pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
Lebih terperinciPOLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun )
POLIGAMI DALAM FILM (Analisis Resepsi Audience Terhadap Alasan Poligami Dalam Film Indonesia Tahun 2006-2009) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar S-1 Ilmu Komunikasi Oleh :
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman juga telah membawa perubahan pada kebudayaan-kebudayaan yang ada disuatu daerah. Kebudayaankebudayaan yang dulu dipegang teguh oleh para leluhur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan deskritif kualitatif. Deskritif adalah memaparkan situasi, peristiwa, tidak mencari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,
Lebih terperincidan Pertunangan Pernikahan
Pertunangan dan Pernikahan Biasanya sebelum orang memulaikan suatu perkongsian di dunia bisnis banyak perencanaan dan persiapan terjadi Sebelum kontrak atau persetujuan terakhir ditandatangani, mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan keuangan pribadi (Manurung dan Rizky, 2009) adalah suatu proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan solusi pencerahan pemilihan pengelolaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian skripsi ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian
39 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Pada penelitian skripsi ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif. Penelitian deskriptif
Lebih terperinciBab III TAHAPAN PRA PRODUKSI
Bab III TAHAPAN PRA PRODUKSI 3.1 Lokasi Produksi Salatiga. Lokasi yang akan menjadi bahan untuk produksi tugas akhir ini adalah kota 3.2 Sumber Informasi Sumber informasi yang peneliti pilih dalam pembuatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan
I. PENDAHULUAN 1.1, Latar Belakang. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan Lampung Jurai Pepadun. Dapat dikatakan Jurai Saibatin dikarenakan orang yang tetap menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi mempunyai definisi yaitu sebuah transmisi sebuah pesan dari sumber kepada penerima, lebih dari 50 tahun konsep komunikasi dikemukakan olehn Harold Lasswell,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Samosir yang terletak di Sumatera Utara yang memiliki wilayah sebagian besar dikelilingi Danau Toba yang dikenal sebagai daerah yang pemukiman penduduknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,
Lebih terperincisatu alasannya adalah sebagai industri, Indonesia sudah kalah waktu. Industri game di Indonesia belum ada 15 tahun dibanding negara lain. Tentunya sei
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan sejarah di dalamnya. Kisah Ken Arok dan Ken Dedes adalah salah satunya. Kisah ini cukup populer dengan intrik-intrik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Prosopagnosia pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh Joachim Bodamer, dalam bahasa Inggris penyakit ini dinamakan face blindness atau buta wajah penyakit
Lebih terperinciBAB 4 METODE PERANCANGAN Masalah yang akan dikomunikasikan
BAB 4 METODE PERANCANGAN 4.1 Strategi Kreatif 4.1.1 Strategi komunikasi 4.1.1.1 Masalah yang akan dikomunikasikan Masalah yang akan dikomunikasikan yaitu mengenai media televisi. Pada masa sekarang media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB IV IMPLEMENTASI KARYA
BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Melihat zaman yang semakin modern dan berkembang banyak sekali
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Melihat zaman yang semakin modern dan berkembang banyak sekali perubahan yang dialami mulai dari berbagai segi kehidupan sosial hingga prilaku. Salah satunya pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualilatif yang bertujuan untuk mengembarkan status atau fenomena dalam suatu penelitian. Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling banyak adalah Skizofrenia, Skizofrenia adalah gangguan jiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hampir semua studi tantang manusia dan kehidupan, selalu berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi memang selalu ada pada setiap kegiatan manusia. Banyak ahli yang membahas
Lebih terperinciUPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB I
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setiap media, didalamnya mengandung sebuah pesan akan makna tertentu. Pesan tersebut digambarkan melalui isi dari media tersebut, bisa berupa lirik (lagu), alur cerita (film),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didalam animasi, environment memainkan peranan penting dalam menciptakan suasana dalam cerita, melalui penggambaran dan pewarnaan yang tepat, mampu mengomposisikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan Film Pendek Passing note merupakan salah satu media Audio Visual yang menceritakan tentang note cinta yang berlalu begitu saja tanpa sempat cinta itu
Lebih terperinciBerdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fashion, sepintas adalah mengenai pakaian atau busana. Jika kita berbicara tentang pakaian, hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan diri kita.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap provinsi di Indonesia memiliki cerita rakyat yang berbeda-beda. Sebagai salah satu dari keragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia, cerita rakyat tentu patut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan
HALAMAN JUDUL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan pengaruh di kalangan penduduk di Indonesia umumnya (hlm. 213). Tradisi sebagai salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya terdapat berbagai macam keragaman budaya, budaya merupakan satu cara hidup yang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara multikultural yang memiliki keberagaman budaya, termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun sebelum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Obyek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Komik menurut definisinya adalah seni sekuensial yang menceritakan sesuatu melalui kombinasi gambar dan teks, yang tersusun dalam bentuk panel-panel
Lebih terperinciBAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA
BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Paradigma Penelitian. Menurut Lexy J. Moleong, paradigma merupakan pola atau model tentang
BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Menurut Lexy J. Moleong, paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagianbagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. tentang tradisi doi menredalam proses peminangan adat masyarakat Bugis Bone
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari beberapa pemaparan yang telah dilakukan oleh peneliti di atas tentang tradisi doi menredalam proses peminangan adat masyarakat Bugis Bone perspektif fiqih, dapat diambil
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. sesuai dengan tujuannya program tersebut dibuat. Program news feature adalah
BAB IV PENUTUP Sebuah stasiun televisi membutuhkan karya karya kreatif setiap hari untuk mengisi slot jam tayangnya. Karya karya program televisi yang dibuat harusnya sebuah program yang berbeda, unik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu cara untuk membentengi seseorang supaya tidak terjerumus ke lembah kehinaan, di samping untuk menjaga dan memelihara
Lebih terperinci