LAPORAN HASIL KAJIAN SISTEM INFORMASI DISEMINASI UNTUK PERCEPATAN TRANSFER INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DI PROPINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN HASIL KAJIAN SISTEM INFORMASI DISEMINASI UNTUK PERCEPATAN TRANSFER INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DI PROPINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 LAPORAN HASIL KAJIAN SISTEM INFORMASI DISEMINASI UNTUK PERCEPATAN TRANSFER INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Hatta Muhammad, dkk ABSTRAK Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) telah berperan penting dalam pembangunan pertanian di Sulawesi Selatan melalui penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi melalui kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Namun demikian, penerapan teknologi di tingkat petani masih terbatas dan adopsinya cenderung melambat. Salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya adopsi dan adaptasi teknologi di tingkat petani dari hasil-hasil kajian BPTP karena (1) lemahnya jaringan komunikasi dengan mitra diseminasi; (2) kecenderungan hanya alih teknologi teknologi, tanpa ada monitoring ; (3) Kurangnya paket-paket informasi yang dapat digunakan dalam workshop dan pelatihan bagi penyuluh dan petani; (4) penggunaan media diseminasi dibatasi oleh ketrampilan, ketersediaan peralatan dan sumber daya. Kajian ini akan mendeskripsikan alur penyebarluasan teknologi pertanian mulai dari regulasi kebijakan pemerintah tentang pelaksanaannya, sistim penyaluran informasi teknologi serta respond an perilaku sasaran antara (penyuluh pertanian) dan sasaran akhir (petani). Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah : (1) memperoleh 1 set basis data sistem informasi inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi di Sulawesi Selatan, (2) mendapatkan konsep model akselerasi transfer inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi, serta (3) menentukan metode transfer teknologi pertanian spesifik lokasi yang efektif. Kajian ini dilaksanakan di 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten Bone dan Kabupaten Bulukumba. Pemilihan Kabupaten Bone sebagai salah satu lokasi pengkajian dengan pertimbangan : (1) pelaksana program kementerian pertanian (Prima Tani, P2BN, FEATI, PUAP, SL-PTT, MP3MI, PSDSK dll), (2) merupakan kawasan BOSOWA SIPILU sebagai sentra produksi tanaman pangan di Sulawesi Selatan (3) memiliki kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan yang (BPP Model). Sedangkan Kabupaten Bulukumba merupakan : (1) pelaksana program kementerian pertanian (PUAP, SL-PTT dan SL-Iklim), (2) merupakan kawasan SIKUMBANG sebagai sentra produksi tanaman hortikultura, (3) memiliki kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan yang (BPP Model). Penentuan sampel dilakukan secara stratify purposive sampling yang diawali dengan Focus discussion group (FGD) terhadap penyuluh pertanian lapangan dan kelompok tani. Jumlah responden sasaran antara (penyuluh) sebanyak 5 orang per Kabupaten, sasaran akhir (petani sebanyak 30 orang per kabupaten. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang difokuskan untuk mengetahui kebutuhan inovasi teknologi serta cara/mekanisme yang mereka gunakan untuk memperoleh informasi tersebut. Penentuan responden berbasis pada BPP Model dan BPP Non Model. Berdasarkan itu maka ditentukan lokasi BPP Bulo-Bulo Kecamatan Bulukumpa dan BPP Gantarang Kecamatan Gantarang dengan mengambil sampel 15 responden masing-masing Kecamatan sehingga total jumlah responden sebanyak 30 responden. Focus Group Discussion yang telah dilakukan memperoleh data tentang perkembangan penggunaan teknologi di tingkat petani khususnya petani padi antara lain : penggunaan varietas yang masih di dominasi varietas ciliwung Laporan Hasil Page 1

2 dan cigeulis, penggunaan pupuk NPK lengkap berdasarkan rekomendasi dalam pemupukan, penggunaan pupuk organic yang dikembangkan melalui program rumah kompos. Data yang dikumpulkan dari Kantor Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bulukumba adalah data sekunder berupa programa penyuluhan pertanian Kabupaten Bulukumba, dan informasi teknologi yang diperoleh penyuluh melalui pendidikan dan pelatihan antara lain : teknologi SL-PTT padi, SL-PTT jagung, SL-PTT Kacang, PHT Wereng Coklat, Integrated Farming Syatem, Agribisnis peternakan sapi potong, pupuk organic, keamanan pangan. Survey di BPP Bulo-Bulo Kecamatan Bulukumpa yang merupakan BPP model, data yang diperoleh bahwa terdapat beberapa sub sektor yaitu tanaman pangan (padi dan jagung), hortikultura (durian, rambutan dan manggis), perkebunan (cengkeh dan kakao) dan peternakan (sapi) yang dikembangkan dengan menggunakan teknologi hasil penelitian. Usahatani tersebut tersebar pada beberapa desa. Untuk tanaman pangan dilakukan survey pada 5 desa, tanaman hortikultura 3 desa, tanaman perkebunan 2 desa, dan untuk peternakan 5 desa. Survey di BPP Gantarang Kecamatan Gantarang yang merupakan BPP non model, data yang diperoleh bahwa terdapat beberapa sub sektor yaitu tanaman pangan (padi dan jagung), hortikultura (rambutan), dan peternakan (sapi) yang dikembangkan dengan menggunakan teknologi hasil penelitian. Usahatani tersebut tersebar pada beberapa desa. Untuk tanaman pangan dilakukan survey 5 desa, tanaman perkebunan 3 desa, dan untuk peternakan 5 desa. Berdasarkan uraian dan pembahasan hasil survey kajian sistem informasi diseminasi untuk percepatan inovasi pertanian spesifik lokasi maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : (1) Sistem informasi diseminasi ditingkat lapang belum merata antar petani, antar desa/kecamatan/kabupaten, sehingga inovasi teknologi belum memberikan peningkatan hasil dan pendapatan secara signifikan; (2) Sistem informasi inovasi yang berkembang cenderung mengarah pada Model Farmer Back To Farmer (Tri-Angulasi) model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani dan inovasi teknologi belum seutuhnya dapat menggerakkan usahatani yang berwawasan agribisnis; (3) Perguliran suatu informasi teknologi melalui model difusi inovasi yang masih bersifat top-down (linier) merupakan model penyuluhan pertanian konvensional yaitu dari sumber melalui beberapa rangkaian birokrasi sebelum sampai pada sasaran antara (penyuluh) kemudian akhirnya tiba pada sasaran akhir (petani); (4) Paket teknologi maupun komponen teknologi yang didiseminasikan belum berkelanjutan (sustainable) karena belum terarah dan terprogram dengan baik, (5) Sumber daya dan jejaring informasi yang ada di tingkat kabupaten sampai di tingkat desa belum sepenuhnya dimanfaatkan baik oleh penyuluh lapangan maupun petani sehingga proses diseminasi masih berjalan lambat; (6) Model yang harus dibangun adalah model bottom up planning dengan melibatkan petani dalam penyusunan inovasi sehingga inovasi teknologi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan petani dan sesuai dengan agroekosistem spesifik lokasi dan Proses pembelajaran yang berlangsung mengharuskan terjadinya komunikasi yang efektif antara ketiganya. Laporan Hasil Page 2

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah lumbung pangan di Indonesia, khususnya beras. Untuk lebih meningkatkan peran tersebut, Pemerintah Sulawesi Selatan juga telah mencanangkan program surplus beras dua juta ton pada Tahun 2009 dan 1,5 juta ton untuk jagung. Luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan pertanian di Sulawesi Selatan mencapai 4,2 juta ha atau 68 % dari total luas wilayah, di antaranya untuk pengembangan lahan sawah mencapai ha, sedangkan untuk lahan kering mencapai ha (Dinas Pertanian Sulsel, 2007). Sementara itu, produktivitas tanaman padi baru mencapai rata-rata 4,6 t/ha, jagung 3,4 t/ha, dan kedelai 1,1 t/ha (Disnas Pertanian Sulsel, 2007), meskipun terdapat trend peningkatan produksi setiap tahunnya, akan tetapi trend tersebut masih sangat kecil sehingga belum mendekati angka potensi produktivitas tanaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) telah berperan penting dalam pembangunan pertanian di Sulawesi Selatan melalui penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani serta alih teknologi melalui kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Namun demikian, penerapan teknologi di tingkat petani masih terbatas dan adopsinya cenderung melambat, seperti terlihat dari gejala stagnasi atau pelandaian produktivitas berbagai komoditas pertanian dan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Kelambatan tersebut terjadi antara lain karena deseminasi inovasi teknologi belum efektif dilaksanakan. Menurut hasil penelitian diperlukan sekitar 2 tahun sebelum suatu teknologi dari Badan Litbang Pertanian diketahui 50 % dari Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS), dan 6 tahun sebelum 80 % dari PPS mendengar teknologi tersebut. Sampainya teknologi ke petani tentu lebih lama lagi (Badan Litbang Pertanian, 2004). Menurut van de Fliert dan Budi (2009), salah satu faktor yang menyebabkan lambatnya adopsi dan adaptasi teknologi Laporan Hasil Page 3

4 di tingkat petani dari hasil-hasil kajian BPTP adalah lemahnya jaringan dengan mitra diseminasi dengan kecenderungan untuk serah terima teknologi, tapi sangat sedikit atau tidak ada monitoring pelaksanaan; Kurangnya paket-paket informasi yang dapat digunakan dalam workshop dan pelatihan baik bagi staf penyuluh maupun untuk digunakan bersama petani, Output media dibatasi oleh ketrampilan, peralatan dan sumber daya. Menurut Syam dkk. (1993), lambannya proses alih teknologi dari lembaga penelitian ke pengguna akhir disebabkan oleh terbatasnya sosialisasi kepada pengguna dan informasi hasil penelitian masih sangat ilmiah sehingga sulit diterjemahkan kedalam bahasa penyuluhan yang dapat dipahami dan diadopsi oleh pengguna, petani dan swasta. Agar penyaluran teknologi spesifik lokasi dapat dipercepat dan mengenai sasaran, diperlukan suatu sistem informasi diseminasi inovasi teknologi, yang semua komponen-komponennya dapat bekerja secara optimal dan simultan. Dengan demikian transfer teknologi dapat dipercepat sampai ke pengguna akhir. Penyampaian inovasi baru selalu melibatkan proses-proses komunikasi dan pendekatan penyuluhan. Pendekatan penyuluhan meliputi subsistem penyampaian inovasi (delivery subsistem) dan subsistem penerimaan (receiving subsistem). Kedua subsistem tersebut merupakan lalulintas yang menyebabkan proses adopsi dan difusi inovasi. Penyampaian inovasi baru melalui berbagai pendekatan penyuluhan dan komunikasi kurang memperhatikan kondisi psikologis penerima, sehingga menyebabkan adopsi teknologi menjadi relatif lambat. Salah satu kunci sukses untuk percepatan pembangunan pertanian di suatu wilayah adalah percepatan transfer inovasi pertanian spesifik lokasi. Transfer inovasi adalah salah satu cara untuk berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan hasil riset dan temuan ilmiahnya melalui kemitraan dengan lembaga pemerintah dan swasta. Percepatan transfer inovasi yang efektif adalah melalui pengembangan penelitian yang kontekstual, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, dan Laporan Hasil Page 4

5 teknologi serta mengupayakan penggunaan teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat petani 1.2. Perumusan Masalah Sulawesi Selatan merupakan salah satu lumbung pangan nasional. Disisi lain produktivitas komoditas-komoditas tersebut masih rendah, Hal tersebut merupakan indikasi bahwa teknologi yang ada belum sepenuhnya diterapkannya oleh pengguna. Hal ini terjadi karena belum terbangunnya suatu sistem informasi diseminasi inovasi teknologi yang memungkinkan semua lembaga yang terlibat di dalamnya dapat bekerja secara optimal sehingga setiap informasi atau inovasi teknologi dapat segera diakses oleh petani dan pengguna lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapang. Arah kebijakan pembangunan pertanian di Sulawesi Selatan yang menitik beratkan pada peningkatan produksi dan ekspor komoditas unggulan, mensyaratkan adanya penerapan inovasi teknologi unggul. Sebagai salah satu unit kerja penelitian di wilayah, maka BPTP Sulawesi Selatan mempunyai tanggungjawab menyediakan teknologi spesifik lokasi sesuai kebutuhan para petani dilapangan. Permintaan/kebutuhan teknologi spesifik lokasi dari pengguna cukup besar, khususnya teknologi komoditas unggulan di Sulawesi Selatan. Produktivitas usahatani para petani masih rendah karena teknologi yang ada pada mereka masih bersifat umum. Sementara itu teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan baik oleh BPTP Sulawesi Selatan maupun Lembaga Penelitian lain sampai dengan tahun 2007 sudah cukup banyak dan perlu segera diseminasikan. Dari data hasil pengkajian di BPTP Sulawesi Selatan, kesenjangan produktivitas yang diperoleh melalui penerapan teknologi pada saat penelitian dan pengkajian masih jauh lebih tinggi dibanding yang diperoleh petani-nelayan di lapangan. Karena itu teknologi hasil kajian tersebut perlu segera di salurkan ke pengguna di lapangan melalui sistem informasi diseminasi inovasi teknologi yang melibatkan pemangku kepentingan secara optimal. Untuk mengatasi hal itu, perlu diupayakan terbangunnya Laporan Hasil Page 5

6 suatu sistem informasi diseminasi inovasi teknologi yang dapat mempercepat penyaluran teknologi hasil litkaji ke pada pengguna di lapangan. Kegiatan tersebut termasuk penjabaran dari Sub Program Pengembangan informasi dan komunikasi IPTEK, diseminasi dan jaringan umpan balik. Petani merupakan subyek dan pengambil keputusan untuk menerapkan atau tidak menerapkan suatu inovasi baru. Karena itu, petani atau pengguna lainnya harus diberi ruang untuk menilai, mengkritisi dan memberi masukan kepada lembaga penghasil teknologi sehingga inovasi yang ada betul-betul sesuai dengan kebutuhan mereka. Demikian pula para penyuluh sebagai agen pembawa inovasi untuk harus ditingkatkan kapasitasnya Tujuan, Keluaran, dan Sasaran a. Tujuan 1. Mendapatkan 1 (satu) set basis data dan informasi inovasi pertanian spesifik lokasi di Sulawesi Selatan 2. Mendapatkan sistem informasi diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi di Sulawesi Selatan 3. Mendapatkan konsep model akselerasi transfer inovasi pertanian spesifik lokasi a. Keluaran 1. Basis data dan informasi inovasi pertanian spesifik lokasi 2. Sistem informasi diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi di Sulawesi Selatan 3. Konsep model akselerasi transfer inovasi pertanian spesifik lokasi b. Sasaran Sampainya inovasi teknologi di lahan petani atau pengguna lainnya secara cepat dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Laporan Hasil Page 6

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Inovasi Pertanian Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai: ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Sedang Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekadar baru diketahui oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Sesuatu ide, produk, informasi teknologi,kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang ber-sangkutan (Mardikanto, 1988). Pengertian baru yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah lama dikenal, diterima, atau digunakan/diterapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang masih baru. Pengertian baru juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa teknologi setempat (indigeneous technology) atau kebiasaan setempat (kearifan Laporan Hasil Page 7

8 tradisional) yang sudah lama ditinggalkan. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial, dalam tulisan yang sama dikemukakan bahwa difusi adalah proses tersebarnya suatu inovasi ke dalam sistem sosial melalui saluran komunikasi selama periode waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan sistem sosial, difusi juga merupakan suatu jenis perubahan sosial, yaitu proses terjadinya perubahan struktur dan fungsi dalam suatu sistem sosial. Ketika inovasi baru diciptakan, disebarkan, dan diadopsi atau ditolak anggota sistem perubaha sosial, maka konsekuensinya yang uatam adalah terjadinya perubahan sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Berdasarkan itu sehingga Rogers dan Shoemaker (1987) menyatakan bahwa penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi. Menurut Nasution, Z (2004) bahwa difusi inovasi termasuk ke dalam pengertian peran komunikasi secara luas dalam mengubah masyarakat melalui penyebarserapan ide-ide dan hal-hal yang baru. Berlangsungnya suatu perubahan sosial, di antaranya disebabkan diperkenalkannya ataupun dimasukkannya hal-hal, gagasangagasan, dan ide-ide yang baru. Hal-hal baru tersebut dikenal sebagai inovasi. Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), adalah output dari kegiatan transfer inovasi yang pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), Laporan Hasil Page 8

9 maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar tahu, tetapi memahami sampai benar-benar melaksanakan dan menerapkan dengan benar, biasanya dapat diamati secara langsung oleh orang lain, sebagai cerminan adanya perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan (Mardikanto, 1988). Informasi inovasi pertanian diperoleh atau diterima oleh individu petani dan kelompok, baik melalui komunikasi, interaksi sosial dan belajar maupun melalui terpaan media massa didasarkan atas dorongan (motivasi) dan sikap untuk menentukan pilihan inovasi yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: (1) keunggulan relatif (relative advantage); (2) kompatibilitas (compatibility); (3) kerumitan (complexity); (4) kemampuan diuji cobakan (trialability) dan (5) kemampuan diamati (observability). Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible). Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Laporan Hasil Page 9

10 Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi Diseminasi Inovasi Pertanian Penyuluhan pertanian adalah proses penyebarluasan informasi sebagai upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani yang dikembangkan melalui penelitian untuk mencapai peningkatan produtivitas dan pendapatan sebagai tujuan utama kebijakan pertanian (Van den Ban dan Hawkins, 1996). Abbas (1986) menyatakan bahwa informasi pertanian adalah data yang telah diproses menjadi suatu bentuk penyajian yang berguna bagi penerima informasi dalam pengambilan keputusan untuk kemajuan usahataninya. Nilai dari sesuatu informasi berkaitan dengan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh setiap komponen dari sistem pertanian. Fungsi utama dari penyuluhan adalah mempengaruhi penerima informasi dalam upayanya mengadakan pilihan-pilihan atas berbagai kemungkinan usaha yang akan dilaksanakan oleh penerima informasi sehingga dapat mengurangi resiko atas ketidakpastian. Untuk mempercepat penyaluran teknologi, kegiatan diseminasi yang dilakukan lembaga penelitian sebagai sumber teknologi yaitu melalui perpaduan antara metode peragaan/demonstrasi teknologi, metode komunikasi tatap muka Laporan Hasil Page 10

11 dan pengembangan informasi teknologi pertanian (penyaluran media cetak dan audiovisual) dan unit komersialisasi teknologi. Perpaduan atau kombinasi dari metode tersebut akan mempercepat proses adopsi teknologi oleh pengguna (Litbang Pertanian, 2004). Diseminasi teknologi pertanian diartikan sebagai upaya mengkomunikasikan dan menyebarluaskan hasil pengkajian teknologi pertanian kepada pengguna. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana BPTP Sulawesi Selatan sebagai sumber teknologi telah mengkomunikasikan teknologi hasil kajiannya melalui pendekatan media tidak langsung (tercetak, terekam dan terproyeksi). Hasil pengkajian Aidar, et al (2002) mengungkapkan bahwa jenis dan macam media yang dijadikan sumber teknologi oleh petani adalah brosur (19,2%), liptan (43,3%), dan dari PPL (37,5%), hal ini menunjukkan bahwa peran serta penyuluh pertanian sebagai sasaran antara dalam proses transfer teknologi masih sangat tinggi Transfer Inovasi Pertanian Dalam proses transfer inovasi pertanian, adopsi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekadar tahu, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerap-kannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya (Mardikanto, 1988). Pengertian adopsi sering rancu dengan adaptasi yang berarti penyesuaian. Di dalam proses adopsi, dapat juga berlangsung proses penyesuaian, tetapi adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara alami untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi Laporan Hasil Page 11

12 lingkungan. Sedang adopsi, benar-benar merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru (inovasi), yaitu menerima sesuatu yang baru yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain (penyuluh). Menurut Azis, M (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa komunikasi yang berlangsung dalam transfer teknologi sistem usahatani terpadu di Kawasan Danau Tempe memerlukan cara kerja yang memungkinkan terjadinya informasi timbal balik antara setiap pelaku melalui mekanisme kerja from farmers back to farmers. Mekanisme kerja lainnya yang lebih efektif adalah sistem transfer teknologi dengan menggunakan model triangulasi Percepatan Transfer Inovasi Pertanian Salah satu faktor yang memepengaruhi percepatan adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang akan di introduksikan harus mempunyai kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya yang ada dalam masyarakat penerima (adopter) tersebut. Jadi inovasi yang ditawarkan tersebut hendakny a inovasi yang tepat guna. Faktor- Faktor yang mempengaruhi adopsi, dipengaruhi oleh banyak faktor Sifat-sifat atau karakteristik inovasi, Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna, Pengambilan keputusan adopsi,saluran atau media yang digunakan. Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu: 1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi 2. Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi Laporan Hasil Page 12

13 kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. 3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. 4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents). Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota suatu sistem sosial, maka terdapat tiga model difusi inovasi yaitu (1) Model Top Down (linier), model ini merupakan model penyuluhan konvensional yang menganut sistem komunikasi yang linier, Laporan Hasil Page 13

14 model ini berkembang melalui program BIMAS (Bimbingan Massal) pada era revolusi hijau (2) Model Feed Back (Sistem La-Ku) yaitu model yang dianggap sebagai perbaikan model top-down yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik diantara peneliti dan penyuluh pertanian. Model feedback ini menjadi popular seiring dengan berkembangnya Farming System Research yang mengaitkan penelitian ditingkat usahatani dan (3) Model Farmer Back To Farmer (Tri-Angulasi) model ini mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani. Hal ini berarti bahwa petani harus dilibatkan secara aktif sebagai anggota tim pemecahan masalah di lapangan. Petani dengan pengalaman jangka panjangnya mengetahui kondisi usaha taninya, tipe tanah, kualitas sosial, ekonomi, tanaman yang sesuai dan perilaku pasar dari waktu ke waktu. Model difusi farmer back to farmer ini dapat diawali dengan eksperimen sederhana dan diakhiri survey di tingkat petani. Kunci perbedaannya dengan model difusi yang lain adalah fleksibilitas dan penelitian di tingkat petani untuk mengindentifikasikan sumber daya yang ada di tingkat usaha tani. Model ini popular dan berkembang pada program Primatani dan SL-PTT. Laporan Hasil Page 14

15 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengkajian sistem informasi diseminasi ini dilaksanakan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Bulukumba sejak bulan Maret September Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling), dengan pertimbangan bahwa daerah ini memiliki keragaman. Kabupaten Bone termasuk dalam kawasan BOSOWASIPILU yang telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi tanaman pangan khususnya padi, relatif lebih sering dijadikan lokasi pelaksanaan programprogram pemerintah badan penelitian dan pengembangan teknologi pertanian. Sedangkan Kabupaten Bulukumba merupakan kawasan SIKUMBANG yang telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi tanaman Hortikultura (Buah-buahan), dan merupakan daerah yang relatif kurang disentuh dalam pelaksanaan program-program badan penelitian dan pengembangan teknologi pertanian Tahapan Pelaksanaan Kajian Kegiatan kajian sistem informasi diseminasi inovasi teknologi akan ditempuh melalui tahapan berikut : 1. Persiapan 2. Koordinasi dan apresiasi dengan pemangku kepentingan 3. Pengumpulan data eksisting sistem informasi diseminasi inovasi teknologi. 4. Focus group discussion (FGD) dengan penyuluh dan kelompok tani 5. Workshop penyusunan model sistem informasi diseminasi inovasi teknologi 6. Implemenetasi model 3.3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratify purposive sampling dengan mengelompokkan unit-unit analisis dalam populasi ke dalam gugusgugus yang disebut clusters. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan berikut ini : Laporan Hasil Page 15

16 Tabel 1. Jumlah Sampel Sampel Kab. Bone Kab. Bulukumba BPP Model BPP Non Model BPP Model Responden Stake Holder Dinas Tan.Pangan & Hortikultura 1 orang 1 orang BPP Non Model Dinas Peternakan 1 orang 1 orang BAPEL 1 orang 1 orang BPP 1 orang 1 orang Responden PPL 5 orang 5 orang 5 orang 5 orang Petani 15 orang 15 orang 15 orang 15 orang Tim pengkaji bersama-sama dengan kelompok tani/penyuluh yang terlibat dalam kegiatan ini akan mencoba beberapa opsi penyebarluasan inovasi kepada kelompok sasaran. Mekanisme difusi ini dirancang bersama penyuluh dan pemangku kepentingan lainnya. Waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan kegiatan di lapangan (on farm activities). Sementara itu untuk mempercepat difusi, kelompok yang dibina/didampingi diharapkan dapat membina/mendampingi kelompok yang lain. Perbedaan BPP model dan non model cukup signifikan dalam ketersediaan sarana dan prasarana, demikian juga dengan kemampuan sumberdaya manusia, dimana BPP model memiliki sarana perpustakaan, dan jaringan internet. Dukungan sumberdaya manusia yang mengerti dan paham tentang pengoperasian internet dan penggunaan multimedia lainnya Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi data primer dan data sekunder, yang terdiri atas: Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan alat bantu daftar pertanyaan atau kuesioner di samping itu dilakukan juga pengamatan langsung. Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi : Laporan Hasil Page 16

17 Karakteristik Responden Informasi inovasi pertanian diperoleh atau diterima oleh individu petani dan kelompok, baik melalui komunikasi, interaksi sosial dan belajar maupun melalui terpaan media massa didasarkan atas dorongan (motivasi) dan sikap untuk menentukan pilihan inovasi yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu sangat perlu untuk melakukan karakterisasi responden secara internal untuk penggambaran sikap, perilaku dan keterampilannya terhdap suatu inovasi pertanian yang diintroduksi maupun yang diterapkan dalam usahataninya selama ini. Karakteristik Teknologi Usahatani Untuk menjamin keberlanjutan adopsi inovasi di tingkat lapang maka sangat dibutuhkan sistem informasi desimasi inovasi teknologi memegang peranan penting dalam penyebarluasan dan pemanfaatan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga riset. Melalui sistem informasi diseminasi yang baik akan diperoleh umpan balik tentang teknologi yang dibutuhkan oleh pengguna. Informasi kebutuhan teknologi tersebut menjadi bahan pertimbangan utama bagi lembaga-lembaga riset dalam melakukan pengkajian. Penyuluh sebagai agen utama dalam transfer inovasi teknologi juga harus ditingkatkan kapasitasnya. Beberapa keuntungan dari sistem informasi diseminasi inovasi teknologi yang baik, antara lain : a) teknologi yang dihasilkan oleh lembaga riset sesuai dengan kebutuhan pengguna dengan tepat waktu; b) mekanisme penyampian inovasi teknologi langsung terhadap sasaran yang telah ditentukan; c) meningkatnya kapasitas agen-agen transfer teknologi. Ketersediaan informasi teknologi sesuai kebutuhan dan tepat waktu akan dilakukan melalui suatu sistem informasi diseminasi yang ditemukan. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih optimal, juga akan dirintis sistem kemitraan dengan lemabaga pemerhati masalah-masalah pertanian dalam mengembangkan dan menerapkan inovasi teknologi. Adapun Data Sekunder yang dikumpulkan adalah data yang menjadi Laporan Hasil Page 17

18 penunjang dalam kajian ini diperoleh dari hasil kajian pustaka, laporan-laporan yang ada pada berbagai instansi yang relevan dengan materi pengkajian Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) untuk memperoleh pemahaman mendalam (verstehen) yang menyangkut perilaku dan sikap responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman di lapangan. Selain itu juga dilakukan diskusi melalui Focus discussion group terhadap penyuluh lapangan dan kelompok tani. Pengamatan dilakukan terhadap obyek yang diteliti. Pendekatan dilakukan mulai dari tingkat pemerintah, peneliti, penyuluh, petani, dan swasta. Sebelum dilakukan pengamatan berperan terlebih dahulu menciptakan situasi saling percaya dan menganggap diri sebagai bagian dari mereka. Hasil pengamatan dan aktivitas akan dicatat secara ringkas dalam bentuk catatan harian dan kemudian ditulis lengkap dengan cara merangkum semua hasil pengamatan dan wawancara mendalam guna ditarik sebuah kesimpulan. Model sistem informasi diseminasi yang akan dihasilkan dari kegiatan ini diharapkan dimanfaatkan oleh Badan Koordinasi dan Pelaksana Penyuluhan, Balai penyuluhan pertanian dan institusi terkait lainnya di daerah khususnya di Kabupaten Bone dan Kabupaten Bulukumba melalui beberapa pendekatan berikut : a. Sosialisasi hasil kepada penyuluh dan kelompok tani. b. Membuat kelompok kerja akan bertugas mengimplementasikan model dalam satu wilayah. c. Membina beberapa petani pemandu 3.6. Teknik Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif dilakukan untuk menganalisis data tentang pengaruh penggunaan inovasi pertanian terhadap jumlah produksi, harga produksi serta Laporan Hasil Page 18

19 tingkat pengeluaran dan pendapatan petani. Kualitatif mencirikan makna kualitas yang menunjuk pada segi alamiah dan tidak menggambarkan perhitungan (Maleong, 2000). Dalam penelitian ini, data hasil wawancara dan pengamatan ditulis dalam bentuk catatan lapangan untuk dianalisis secara kualitatif. Adapun tahapan analisis dimulai dari : a. Menginterpretasi sikap, perilaku dan keterampilan petani dalam memaknai penggunaan inovasi pertanian dan dampaknya terhadap usahatani yang dikelola dari setiap pelaku yang terlibat. Hal tersebut melalui karakterisasi kondisi internal responden petani. b. Menginterpretasi latar atau konteks perilaku komunikasi dan perilkau produksi masing-masing pelaku untuk merumuskan bentuk-bentuk interaksi dan komunikasi yang berlangsung c. Menginterpretasi dan menganalisis kelebihan dan kekurangan inovasi pertanian yang diterapkan dalam usahatani responden d. Merumuskan sistem informasi diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi di Sulawesi Selatan e. Merancang konsep model akselerasi transfer inovasi pertanian spesifik lokasi. Laporan Hasil Page 19

20 4.1. Karakteristik Responden BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan akses responden dalam hal ini petani, terhadap suatu inovasi sangat dipengaruhi oleh kondisi internalnya yang meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan usahatani, luas usahatani, status pemilikan lahan, gengsi masyarakat, sumber informasi yang digunakan, dan tingkat hidup seseorang (Lionberger, 1960). Secara lengkap akan diuraikan dalam tabel berikut : Tabel. 2. Karakteristik Responden Petani No. Uraian Kab. Bone Kab. Bulukumba BPP Model BPP Non Model BPP Model BPP Non Model 1. Umur (th) Pendidikan (th) Tanggungan (org) Pengalaman (th) Status Sawah Milik Milik Milik Milik 6. Kepemilikan Sapi Sapi Sapi Sapi Ternak 7. Mata Pencaharian Utama Usahatani Padi Usahatani Padi Usahatani Padi Usahatani Padi - - Usahatani - Hortikultura - - Usahatani Ternak Usahatani Ternak Sampingan Usahatani Usahatani Usahatani - Ternak Ternak Ternak - - Usahatani - Ternak - - Usaha Kompos 8. Pendapatan (Rp/th) Utama Usahatani Padi Laporan Hasil Page 20

21 Sampingan Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Gambaran data di atas menunjukkan bahwa responden masih sangat produktif, dan didukung oleh pengalaman yang diatas berpeluang sebagai sumberdaya manusia yang dapat 10 tahun sehingga menunjang ketrampilan pengelolaan usahataninya. Secara teknis maupun ekonomis perlu diinput dengan berbagai teknologi produksi sesuai yang mereka butuhkan, manajemen usaha yang lebih profesional untuk mengembangkannya sebagai usaha agribisnis ke depan, karena status kepemilikan lahan mereka adalah hak milik. Kemampuan akses responden, sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang mereka miliki, karena dengan tingkat pendidikan menengah sudah dapat mengolah hasil kerja pikir untuk melakukan suatu terobosan. Namun demikian dengan kemampuan tersebut masih dibutuhkan upaya memberi pemahaman dan pembelajaran sehingga teknologi yang mereka terapkan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. Tingkat pendidikan responden pada umumnya sudah relatif lebih baik karena berada pada tingkat menengah. Perbedaan ini disebabkan oleh keterjangkauan masyarakat terhadap dunia pendidikan yang pada era 20 tahun terakhir masih rendah karena lembaga pendidikan masih berpusat di ibukota Kabupaten. Namun dengan pesatnya pembangunan selama ini jarak yang relatif jauh tersebut sudah dapat dijangkau dengan mudah dan cepat. Kemampuan yang dimiliki karena berlatar belakang pendidikan yang cukup maka akses petani ke pasar output tidak begitu sulit demikian juga akses ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) model saat ini sudah relative mudah karena dukungan infrastruktur jalan, hal tersebut menunjukkan bahwa akses petani terhadap teknologi cukup baik karena berada dekat dengan sumber teknologi Laporan Hasil Page 21

22 dalam hal ini BPP yang menyediakan berbagai materi teknologi dalam berbagai jenis media. Meskipun demikian akses petani ke BPP non model juga sudah lebih baik dari sebelumnya, tetapi kondisi BPP non model yang belum dilengkapi dengan sarana perpustakaan dan jaringan internet sehingga belum banyak dimanfaatkan oleh petani sebagai pengguna informasi inovasi pertanian. Mata pencaharian utama petani pada BPP model maupun BPP non model di Kabupaten Bone adalah usahatani padi, sementara mata pencaharian utama petani pada BPP Model di Kabupaten Bulukumba terdiri dari usahatani padi, usahatani hortikultura (buah-buahan) dan usahatani ternak sapi, dengan usaha pembuatan kompos dengan memanfaatkan kotoran sapi. Tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam mata pencaharian utama pada usahatani padi pada BPP model di Kabupaten Bone sebesar Rp ,- per bulan dan mata pencaharian sampingan sebesar Rp ,- sementara pada BPP non model pendapatan dari mata pencaharian utama sebesar Rp ,- per bulan dengan pendapatan mata pencaharian sampingan sebesar Rp ,- per bulan. Tingkat pendapatan petani di Kabupaten Bulukumba dengan mata pencaharian utama usahatani padi sebesar Rp ,- per bulan pada BPP Model sementara pada BPP non model sebesar Rp ,- per bulan. Petani dengan mata pencaharian utama usahatani ternak sapi memiliki pendapatan sebesar Rp ,- per bulan sementara pada BPP non model hanya sebesar Rp ,- per bulan. Untuk mata pencaharian utama petani pada BPP model yang meliputi usahatani hortikultura (buah-buahan) sebesar Rp ,- per bulan. Data tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, fenomena yang ditunjukkan adalah bahwa suatu teknologi akan membawa perubahan secara perlahan maupun secara ekstrim. Ekstrim atau lambannya suatu teknologi yang diterapkan oleh petani sangat ditentukan oleh ketidakberhasilan dalam membangun kesesuaian karakteristik dan kebutuhan petani. Laporan Hasil Page 22

23 Selanjutnya akan diuraikan dalam tabel 3 karakteristik penyuluh pertanian sebagai sasaran antara dalam proses transfer teknologi, kondisi internal penyuluh pertanian merupakan indikator yang dapat menjamin terjadinya interaksi dan komunikasi yang baik antara sumber teknologi, sasaran antara (penyuluh pertanian lapangan) dan sasaran akhir (petani). Berdasarkan itu pula dapat digambarkan sistem komunikasi yang berlangsung sehingga dapat dijadikan acuan perumusan konsep model akselerasi transfer inovasi pertanian. Tabel. 3. Karakteristik Responden Penyuluh Pertanian No. Uraian Kab. Bone Kab. Bulukumba BPP Model BPP Non Model BPP Model BPP Non Model 1. Umur (th) Pendidikan (th) Pengalaman (th) Status Kepegawaian PNS PNS PNS PNS 5. Pengalaman Latihan 3 kali 3 kali 3 kali 3 kali 6. Saluran Komunikasi Demplot Studi Demplot Demplot yang digunakan Banding 7. Sumber informasi yang dimanfaatkan Media Cetak Media Cetak Media Cetak Media Cetak 8. Sistem Transfer Teknologi Triangulasi Triangulasi Linier Linier Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang berada di BPP model pada dua kabupaten relatif lebih muda dari PPL yang berada di BPP non model. usia dan tingkat pendidikan seseorang merupakan indikator kemampuan mengolah hasil kerja pikir untuk melakukan suatu terobosan dalam berkreativitas, tetapi perlu pemahaman yang memadai terhadap filosofi teknologi agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. Kompetensi seorang PPL dapat diperoleh melalui pengalaman mengikuti pelatihan-pelatihan baik teknis maupun pelatihan manajerial, dengan frekuensi 3 (tiga) kali pada masing-masing BPP. Demikian juga dengan status kepegawaiannya. Kesempatan mengikuti pelatihan bagi PPL merupakan Laporan Hasil Page 23

24 peluang untuk meningkatkan kompetensi selain dapat ditunjang oleh pendidikan formal dan pada umumnya penyuluh yang berada di BPP model maupun non model sudah memiliki kualifikasi starata 1 (S1) pada jurusan yang sesuai dengan bidang yang mereka geluti. Saluran komunikasi yang digunakan dan dianggap efektif bagi PPL di BPP model yaitu demplot dengan pertimbangan bahwa, petani dapat digugah dalam mengenal, mengetahui dan memahami suatu inovasi melalui pengalaman melihat dan melakukan yang dapat menumbuhkan kepercayaannya terhadap suatu inovasi baru. Selain itu juga kegiatan studi banding merupakan salah satu cara tranfer inovasi yang efektif karena dengan melihat dan mendengar pengalaman orang lain dapat menumbuhkan persepsi melalui proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan karena proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar, tetapi juga datang dari dalam individu, sekalipun persepsi dapat melalui macam-macam indera tetapi sebagian besar melalui indera penglihatan. Alat indera tersebut merupakan alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Proses transfer inovasi yang efektif juga sangat dipengaruhi oleh kualitas penyuluh, terdapat empat tolok ukur yang perlu mendapat perhatian, yaitu : (1) kemampuan dan ketrampilan penyuluh untuk berkomunikasi; (2) pengetahuan penyuluh tentang inovasi yang (akan) disuluhkan; (3) sikap penyuluh, baik terhadap inovasi, sasaran, dan profesinya; dan (4) kesesuaian latar belakang sosial-budaya penyuluh dan sasaran Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas, percepatan transfer inovasi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penyuluh, khususnya tentang upaya yang dilakukan penyuluh untuk mempro-mosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluhnya menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Demikian juga, jika penyuluh mampu berkomunikasi secara efektif dan terampil menggunakan saluran komunikasi yang paling Laporan Hasil Page 24

25 efektif, proses adopsi pasti akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan yang lainnya. Berkaitan dengan kemampuan penyuluh untuk berko-munikasi, perlu juga diperhatikan kemampuannya ber-emphaty, atau kemampuan untuk merasakan keadaan yang sedang dialami atau perasaan orang lain. Kegagalan penyuluhan, seringkali disebabkan karena penyuluh tidak mampu memahami apa yang sedang dirasakan dan dibutuhkan oleh sasaran akhir dalam hal ini petani. Sumber informasi yang dimanfaatkan oleh PPL dalam memperoleh suatu inovasi pada umumnya melalui media cetak berupa leaflet, brosur yang diterbitkan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun pengusaha bidang pertanian, selain itu juga PPL sangat terbantu oleh media cetak tabloid sinar tani yang beredar di seluruh BPP yang ada di Indonesia. BPTP Sulawesi Selatan sebagai sumber teknologi telah mengkomunikasikan teknologi hasil kajiannya melalui pendekatan media tidak langsung (tercetak, terekam dan terproyeksi). Hasil pengkajian Aidar, et al (2002) mengungkapkan bahwa jenis dan macam media yang dijadikan sumber teknologi oleh petani adalah brosur (19,2%), liptan (43,3%), dan dari PPL (37,5%), hal ini menunjukkan bahwa peran serta penyuluh pertanian sebagai sasaran antara dalam proses transfer teknologi masih sangat tinggi. Sistem tranfer inovasi yang berlangsung pada BPP model maupun BPP non model di Kabupaten Bone yaitu sistim tri-angulasi atau pola komunikasi partisipatif yang menurut Sands, et.al, 1989 dalam Azis, (2004), mengemukakan bahwa diperlukan tata hubungan kerja dimana masing-masing pelaku memiliki kedudukan yang sama dan sejajar dalam kegiatan komunikasi karena penyuluhan pertanian sebagai proses komunikasi sesuai dengan pendapat Rogers (1971) di mana penyuluh memberikan informasi yang berguna kepada petani dan kemudian para penyuluh membantu petani untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya agar efektif menggunakan informasi atau teknologi yang telah diberikan. Materi penyuluhan pada hakekatnya merupakan semua pesan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kepada sasarannya. Pesan yang Laporan Hasil Page 25

26 disampaikan dalam setiap proses komunikasi dapat dibedakan dalam bentukbentuk pesan yang bersifat informatif, persuasif, inovatif, dan entertainment yang mampu mendorong terjadinya perubahan dan perbaikan mutu hidup. Materi penyuluhan antara lain dapat berbentuk pengalaman, misalnya pengalaman petani yang sukses mengembangkan komoditas tertentu, hasil pengujian/hasil penelitian, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Metode penyuluhannya maupun media komunikasi yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan agar lebih beragam, inovatif dan kreatif sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan sistem agribisnis juga memerlukan perubahan perilaku penyuluh, menjadi penyuluh sistem agribisnis yang professional. Penyuluh akan semakin efektif apabila secara sungguh-sungguh mampu menghayati materi penyuluhan sistem agribisnis, dan makin berkemampuan tinggi dalam menerapkan keanekaragaman metode penyuluhan dan media komunikasi kepada sasaran penyuluhan secara tepat dan bijak. Strategi pendekatan penyuluhan sistem agribisnis juga memerlukan beberapa prakondisi, yakni: syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan didefinisikan bahwa materi penyuluhan pertanian adalah bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Untuk mencapai efektifitas penyelenggaraan penyuluhan pertanian maka pemilihan metode penyuluhan pertanian merupakan sesuatu hal yang penting. Model Analisis Dasar Komunikasi dinilai sebagai model klasik atau pemula. Dalam pola ini belum menempatkan unsur media dalam proses komunikasi. Pola/model komunikasi ini memiliki sifat satu arah (linier), serta terlalu menekankan peranan sumber dan media. Pola/Model Proses Komunikasi menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditransmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah translasi Laporan Hasil Page 26

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

TEMANGGUNG (25/11/2015)

TEMANGGUNG (25/11/2015) 2015/11/25 13:42 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PENYEBARLUASAN INOVASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN MELALUI METODE DEMONSTRASI CARA/HASIL TEMANGGUNG (25/11/2015) www.pusluh.kkp.go.id Salah satu

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP PENDIDIKAN Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP DEFINISI Difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial Komunikasi adalah sebuah proses

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri DIFUSI INOVASI M ETODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi 1. Sifat inovasi (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Penciptaan inovasi pertanian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian serta aplikasinya terus dilakukan melalui berbagai program penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYEBARAN INOVASI T PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU JAGUNG MELALUI DEMONSTRASI TEKNOLOGI DI KABUPATEN LUWU

EFEKTIVITAS PENYEBARAN INOVASI T PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU JAGUNG MELALUI DEMONSTRASI TEKNOLOGI DI KABUPATEN LUWU Seminar Nasional Serealia, 2013 EFEKTIVITAS PENYEBARAN INOVASI T PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU JAGUNG MELALUI DEMONSTRASI TEKNOLOGI DI KABUPATEN LUWU Hasnah Juddawi dan Novia Qomariyah Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA Andi Ella, dkk PENDAHULUAN Program strategis Kementerian Pertanian telah mendorong Badan Litbang Pertanian untuk memberikan dukungan

Lebih terperinci

Peran Penyuluh Dalam Upaya Meningkatkan Produktifitas Padi Mendukung Swasembada Pangan

Peran Penyuluh Dalam Upaya Meningkatkan Produktifitas Padi Mendukung Swasembada Pangan Dalam upaya swasembada pangan, Kementerian Pertanian menerapkan 4 startegi dalam meraih surplus beras 10 juta ton yaitu perbaikan manajemen, peningkatan produktifitas, perluasan areal, pengelolaan lahan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sasaran utama dari pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya, karena tanpa adanya perubahan yang terjadi didalam diri manusia yang dibangun, maka akan

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG Oleh : Ir. Ruswendi, MP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berubahnya orientasi usahatani dapat dimaklumi karena tujuan untuk meningkatkan pendapatan merupakan konsekuensi dari semakin meningkatnya kebutuhan usahatani dan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang Ringkasan Pengembangan unit desa binaan di Desa Sumari diawali pada tahun 2001 dengan kegiatan demonstrasi cara dan hasil pemupukan pada sawah dengan varietas

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG

LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI TENGAH 2003 1 LAPORAN PELAKSANAAN DISEMINASI GELAR

Lebih terperinci

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN USAHA PENANGKARAN BENIH PADI SPESIFIK LOKASI DI SULAWESI UTARA Jantje G. Kindangen, Janne H.W. Rembang, Derek.J. Polakitan, Olvie G. Tandi, dan Frederik F. Rumondor

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam

Lebih terperinci

LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU ABSTRAK

LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU ABSTRAK LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU Kartika Fauziah, dkk ABSTRAK Penyuluhan yang dikelola oleh petani atau Farmer Managed Extension Activities (FMA) merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA. OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk

LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA. OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk LAPORAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PERTANIAN LAHAN KERING KABUPATEN DONGGALA OLEH : SYAMSYIAH GAFUR, dkk BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN BULUKUMBA PENDAMPINGAN SLPTT JAGUNG DI KABUPATEN BULUKUMBA Ir. Andi Darmawida A., dkk I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

[ nama lembaga ] 2012

[ nama lembaga ] 2012 logo lembaga 1.04.02 KAJIAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI MENDUKUNG SISTEM DAN MODEL PENGEMBANGAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES DI WILAYAH GERNAS KAKAO Prof. Dr. Ir. Azmi Dhalimi, SU Balai Besar Pengkajian

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian Tahun 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN TAHUN 2013 No. A SASARAN INDIKATOR

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR

PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR PERUBAHAN NILAI PENDAPATAN RUMAH TANGGA TANI DI KAWASAN PRIMA TANI LAHAN KERING DATARAN TINGGI IKLIM BASAH KABUPATEN GIANYAR Jemmy Rinaldi dan I Ketut Kariada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Istilah penyuluhan telah dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR. KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR Diarsi Eka Yani 1 Pepi Rospina Pertiwi 2 Program Studi Agribisnis, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK PERSEPSI PETANI TENTANG DETERMINAN SELEKSI SALURAN KOMUNIKASI DALAM PENERIMAAN INFORMASI USAHATANI PADI (KASUS PETANI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN) Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pendekatan pembangunan yang saat ini diterapkan di Indonesia bersifat bottom up yang menggantikan pendekatan lama yang bersifat top down. Dalam konteks pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Sawah Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU

PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU 15 PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU Kausar \ Cepriadi ^, Taufik Riaunika ^, Lena Marjelita^ Laboratorium Komunikasi dan Sosiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus-menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap warga masyarakatnya atau dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya.

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. Kemampuan sektor pertanian dapat ditunjukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA Nomor : 85 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN MATERI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sumber penghidupan jutaan rakyat Indonesia sebagai mata pencaharian pokok, sumber pendapatan, penyedia bahan makanan, penyedia bahan baku industri,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh: Tri Ratna Saridewi 1 dan Amelia Nani Siregar 2 1 Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

KERJASAMA KEMITRAAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI (KKP3SL) (PENYULUH- Kemitraan Diseminasi)

KERJASAMA KEMITRAAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI (KKP3SL) (PENYULUH- Kemitraan Diseminasi) KERJASAMA KEMITRAAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN SPESIFIK LOKASI (KKP3SL) (PENYULUH- Kemitraan Diseminasi) PENDAHULUAN Era pembangunan yang semakin kompetitif menuntut Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Alur Pikir Proses Penelitian Kerangka berpikir dan proses penelitian ini, dimulai dengan tinjauan terhadap kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan termasuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa pakar percaya penyuluhan merupakan ujung tombak pembangunan pertanian dengan membantu petani dan masyarakat disekitarnya dalam meningkatkan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN USAHATANI CABAI SEBAGAI DAMPAK DARI PEMBELAJARAN FMA (STUDI KASUS DI DESA SUNJU KECAMATAN MARAWOLA PROVINSI SULAWESI TENGAH) Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Selatan (Sul-Sel). Potensi komoditas padi tersebut tergolong

Lebih terperinci

TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI

TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI Abstrak Kebijaksanaan pembangunan pertanian di Sulawesi Tengah diarahkan untuk meningkatkan produksi hasil pertanian,

Lebih terperinci

Model-Model Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

Model-Model Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc Model-Model Usaha Agribisnis Rikky Herdiyansyah SP., MSc Model-Model Usaha Agribisnis Menurut Soemarmo (2003) dalam Bahua (2009), model merupakan suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu objek atau situasi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah, daya saing, dan ekspor serta (4) meningkatkan kesejahteraan petani (RKT

BAB I PENDAHULUAN. tambah, daya saing, dan ekspor serta (4) meningkatkan kesejahteraan petani (RKT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia memanfaatkan sumberdaya yang ada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk menjaga konsistensi produksi beras dan oleh karena urgensi dari pangan itu sendiri maka dibutuhkan sebuah program yang bisa lebih mengarahkan petani dalam pencapaiannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian khususnya sub sektor peternakan terus digalakan melalui usaha intensifikasi, ektensifikasi dan diversifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tugas Pokok Penyuluh Pertanian Tugas pokok penyuluhan pertanian adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa :

Deskripsikan Maksud dan Tujuan Kegiatan Litbangyasa : ISI FORM D *Semua Informasi Wajib Diisi *Mengingat keterbatasan memory database, harap mengisi setiap isian dengan informasi secara general, singkat dan jelas. A. Uraian Kegiatan Deskripsikan Latar Belakang

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN KABUPATEN

Lebih terperinci