Tinjauan Sosial Tata Kelola Pemerintahan Kalimantan Selatan. Oleh: Alfisyah
|
|
- Budi Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tinjauan Sosial Tata Kelola Pemerintahan Kalimantan Selatan Oleh: Alfisyah Pendahuluan Sebagai negara yang sedang mengalami pertumbuhan cepat, Indonesia memerlukan suatu sistem pengelolaan yang ideal, agar proses pertumbuhannya bisa adil dan mensejahterakan. Sistem pengelolaan yang ideal tersebut bisa terwujud jika Indonesia mampu melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), mulai dari pusat sampai ke daerah. Bicara soal tata kelola pemerintahan yang baik bukan hanya membicarakan halhal yang terkait dengan pemerintah (government) saja, melainkan juga sektor-sektor lain yang mempengaruhinya. Sebab, tata kelola pemerintahan (governance) sejatinya adalah proses pembuatan dan implementasi kebijakan melalui interaksi antar empat arena governance, yaitu: pemerintah (government), birokrasi (bureaucracy), masyarakat sipil (civil society) dan masyarakat ekonomi (economic society). Oleh karena itu, kualitas dan kemajuan suatu tata kelola pemerintahan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, melainkan juga seberapa jauh masing-masing arena mampu menerapkan prinsipprinsip: partisipasi (participation), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), transparansi (transparency), efisiensi (efficiency) dan efektivitas (effectiveness). Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah masalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri (Hetifa, 2003). Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup
2 seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompokkelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka. Adapun Indonesia Governance Index (IGI) mendifinisikan tata kelola pemerintahan sebagai proses memformulasi dan melaksanakan kebijakan, peraturan serta prioritas-prioritas pembangunan melalui interaksi antara eksekutif, legislative dan birokrasi dengan partisipasi dari masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (bisnis). Definisi yang dikembangkan oleh Partnership pada tahun 2007 juga sejalan dengan konsep Berggruen dan Gardels (Gismar, 2013) yang mengatakan bahwa, tata kelola (governance) adalah bagaimana kebiasaan budaya, institusi politik dan sistem ekonomi dalam masyarakat dapat berjalan selaras dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang diinginkan. Tata kelola yang baik adalah ketika struktur-struktur ini bertautan secara seimbang sehingga mampu memproduksi hasil-hasil yang efektif dan berlanjut dalam bingkai kepentingan yang sama. UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan. Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu: (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4) (Krina P, 2003). Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance,yaitu: (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.
3 Dalam konteks tersebut beberapa waktu lalu dilakukan penelitian tentang tata kelola propinsi se Indonesia dengan melibatkan empat arena yang diukur yaitu pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi. Adapun komponen yang diukur dalam konteks kajian ini mengikuti prinsip yang digunakan oleh lembaga Partnership yang meliputi enam prinsip yaitu partisipasi (participation), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), transparansi (transparency), efisiensi (efficiency) dan efektivitas (effectiveness). Partisipasi (participation) difahami sebagai tingkat keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses pembuatan kebijakan dalam setiap arena dan sub-arena. Keadilan adalah kondisi dimana kebijakan dan program diberlakukan secara adil kepada seluruh siapapun (tanpa diskriminatif) terhadap status, ras, agama maupun jenis kelamin. Akuntabilitas (accountability) yaitu kondisi dimana pejabat, lembaga dan organisasi publik di setiap arena ber-tanggungjawab atas tindakan-tindakannya serta responsive terhadap publik. Transparansi (transparency) adalah kondisi dimana keputusan yang diambil oleh pejabat publik, lembaga non-pemerintah serta lembaga bisnis di setiap arena dan sub arena terbuka kepada public untuk memberi masukan, memonitor dan mengevaluasi serta kondisi dimana informasi publik tersebut tersedia maupun dapat diakses oleh publik. Efisiensi (efficiency) kondisi dimana kebijakan dan program yang dijalankan telah menggunakan sumberdaya -manusia, keuangan dan waktu- secara optimal. Efektifitas (effectiveness) kondisi dimana tujuan kebijakan dan hasil program telah dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan (yaitu merujuk pada mandat konstitusi masyarakat yang cerdas, makmur, adil dan beradab- menjadi parameter utama). Penelitian tersebut menghasilkan index tata kelola pemerintahan Indonesia atau Indonesia Governance Index (IGI) yang menempatkan Provinsi Kalimantan Selatan di urutan tujuh diantara 33 provinsi yang ada di Indonesia. Tata Kelola Pemerintahan (Governance) Kalimantan Selatan Secara umum Provinsi Kalimantan Selatan dalam pengelolaan pemerintahan mendapat nilai cukup baik. Provinsi Kalimantan Selatan berada di urutan tujuh dari tiga puluh tiga. Propinsi yang ada di Indonesia. Bahkan nilai indeks yang diperoleh propinsi
4 ini berada di atas rata-rata nasional. Dengan nilai sebesar ini maka provinsi ini berada pada urutan pertama di bumi Kalimantan dan urutan ke 9 dari seluruh provinsi di Indonesia. Adapun posisi Kalimantan Tengah berada di urutan ke 13 secara nasional dan urutan kedua di region Kalimantan yang diikuti oleh Kalimantan Timur di urutan 23 dan Kalimantan Barat di urutan ke 26. Nilai cukup baik ini didapat karena hampir semua arena atau unsur yang terlibat dalam tata pemerintahan, baik pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi mendapat nilai yang cukup baik dan semuanya berada diatas rata-rata nasional. Sementara skor ahir dari empat arena tersebut diperoleh berdasarkan kontribusi dari skor
5 enam prinsip tata kelola pemerintahan. Enam prinsip itu meliputi partisipasi, fairness (keadilan), akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas. Indeks yang ditunjukkan oleh Gambar 1. ini memperlihatkan bahwa indeks keseluruhan tata kelola pemerintahan di Kalimantan Selatan termasuk pada kategori cukup. Kesimpulan nilai ahir ini seperti diuraikan di atas merupakan kontribusi dari empat arena dan enam prinsip. Kontribusi terbesar diberikan oleh arena masyarakat sipil dengan nilai cenderung baik dan berada di atas rata-rata nasional. Kontribusi terendah diberikan oleh arena pemerintah yang hanya mendapat nilai cukup. Meskipun memberi kontribusi terkecil terhadap indeks keseluruhan Kalimantan Selatan namun nilai arena pemerintah di Kalimantan Selatan berada di atas rata-rata nasional di arena pemerintah. Adapun arena birokrasi menempati kategori cenderung baik dan arena masyarakat ekonomi mendapat nilai cukup. Berikut ini akan diuraikan lebih rinci tentang indeks tata kelola pemerintahan Kalsel berdasarkan arena dan prinsip-prinsip tersebut. Penjelasan lebih jauh dari uraian di atas dapat diartikan bahwa kinerja pemerintahan hanya mencapai kategori cukup, sedangkan arena masyarakat sipil merupakan arena tertinggi yang bahkan lebih tinggi dari nilai rata-rata nasional. Kinerja Pemerintah: Partisipatif tetapi Kurang Efektif Di Kalimantan Selatan prinsip partisipasi pada arena pemerintah menunjukkan nilai yang cenderung baik. Hal ini disebabkan karena hampir semua indikator yang ada pada prinsip ini memberikan nilai yan cukup baik dan bahkan hampir semua berada di atas rata-rata nasional. Adapun prinsip fairness memberi kontribusi nilai cukup. Nilai ini diantaranya disumbangkan dari beberapa indikator yang hampir semuanya di atas rata-rata nasional. Indikator yang paling banyak berkontribusi pada prinsip fairness adalah adanya pelembagaan terhadap upaya perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Hal ini disebabkan karena di wilayah Kalimantan Selatan telah terbentuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) Prov. Kalimantan Selatan sebagai salah satu SKPD sejak 7 Januari Sebelumnya badan ini merupakan bagian atau badan pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kalsel. Badan ini memiliki sekretarian di Jalan D.I. Panjaitan No.34 Lt.IV Banjarmasin Telp Badan
6 ini bekerja cukup optimal melalu berbagai kegiatan yang terprogram. Selain itu alokasi dana untuk pendidikan dan penanggulangan kemiskinan juga dinilai cukup baik. Alokasi dana untuk pendidikan di provinsi ini berada diangka Rp persiswa. Angka ini berada diposisi paling tinggi dibandingkan dengan anggaran pendidikan di wilayah atau di provinsi lainnya di Kalimantan. Kalimantan Timur yang dikenal sebagai wilayah yang kaya hanya memiliki anggaran pendidikan sebesar Rp persiswa dan Kalimantan Tengah Rp persiswa. Bahkan Kalimantan Tengah hanya mengalokasian dana pendidikan sebesar Rp persiswa. Pada prinsip akuntabilitas, indeks Kalimantan Selatan berada pada posisi cukup. Hal ini disebabkan karena dalam beberapa hal akuntabilitas pemerintahan Kalimantan Selatan dinilai sangat baik khususnya dalam hal ketepatan waktu pengesahan APBD Provinsi tahun Pengesahan Perda APBD Kalimantan Selatan dilaksanakan pada bulan November 2010 meskipun ada beberapa propinsi lain yang lebih cepat seperti Sumatra Utara pengesahan APBD dilakukan pada bulan Oktober. Demikian juga rasio belanja hibah dan bantuan sosial terhadap belanja barang/jasa dan modal juga mendapatkan nilai baik.. Namun salah satu hal yang membuat penilaian akuntabilitas pemerintahan Kalimantan Selatan kurang adalah kurang sesuainya target capaian prioritas RPJMD dengan capaian tahunan pemerintah provinsi dalam LKPJ. Hal ini salah satu penyebabnya adalah karena target capaian prioritas yang terdapat dalam RPJMD sifatnya masih sangat abstrak dan sulit diukur. Hal lain yang jadi ukuran penilaian prinsip akuntabilitas adalah rasio realisasi pengesahan perda dibandingkan dengan jumlah rencana legalisasi daerah. Persoalan transparansi di arena pemerintah tampaknya merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena pada prinsip ini nilainya cenderung buruk. Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan prinsip ini mendapat nilai terendah adalah persoalan aksesibilitas penggunaan dana aspirasi anggota DPRD propinsi yang dalam proses pengumpulan data tidak didapatkan karena ketiadaan akses untuk itu. Demikian juga dengan akses terhadap kegiatan pengawasan DPRD, risalah rapat dan kunjungan kerja relatif sulit diakses karena pendokumentasian yang kurang baik. Berbanding terbalik dengan aksesibilitas penggunaan dana aspirasi, akses terhadap dokumen Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) relatif cukup mudah, selain diberikan
7 akses yang luas untuk mendapatkan dokumen hard copy, data tentang itu juga dapat diakses melalui website meskipun tidak lengkap. Kualitas komunikasi gubernur dalam mengkordinasikan pembangunan juga cenderung baik. Sedangkan akses terhadap kelengkapan APBD dan pertanggungjawaban APBD mendapat nilai cukup. Komposisi nilai tinggi dan rendah ini menyebabkan nilai transparansi di arena ini berada relative di tengah atau cukup. Dalam hal efisiensi, arena pemerintah mendapatkan nilai cukup. Hal ini disebabkan karena rendahnya ketepatan waktu dalam pembuatan regulasi baik itu perda maupun pergub. Bahkan dalam data untuk mengukur ketepatan waktu ini pun sulit didapatkan karena tidak ada dokumen tentang kapan mulai raperda mulai dibahas. Namun satu hal yang membuat kinerja pemerintah dinilai efisien dapat dilihat dari indicator rasio total budget DPRD terhadap total APBD yang sangat baik. Pada sisi efektifitas, arena pemerintah di Kalimantan Selatan memiliki nilai yang cukup. Dengan nilai ini maka prinsip efektifitas merupakan nilai terendah dibanding prinsip lainnya di arena ini. Bahkan jika dibandingkan dengan rata-rata nasional maka nilai ini berada dibawah rata-rata nasional. Kinerja pemerintah dinilai kurang efektif karena banyak hal diantaranya dilihat dari jumlah perda inisiatif yang digagas pada tahun 2011 hanya sedikit. Selain itu tingkat kemiskinan dan tingkat pengurangan pengangguran terbuka juga cukup tinggi. Selain itu, prosentase perempuan di parlemen juga sangat sedikit yaitu hanya 0,13 persen dari keseluruhan anggota dewan. Bahkan khusus untuk tingkat kemiskinan mendapatkan nilai yang buruk. Nilai tertinggi pada prinsip efektifitas ini mendapat kontribusi terbesar dengan adanya regulasi tentang Perlindungan Lingkungan Hidup. Regulasi lingkungan hidup ini tercermin dari beberapa perda Pemerintah Kalimantan Selatan seperti perda tentang RT/RW dan perda tentang Pertambangan. Birokrasi: Transparan tetapi Tidak Partisipatif Seperti telah dituliskan di atas bahwa prinsip partisipasi di arena birokrasi memiliki nilai yang cenderung rendah. Salah satu yang memberi kontribusi terbesar untuk nilai prinsip ini dengan nilai sempurna adalah adanya forum regular antara pemerintah provinsi dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan
8 lapangan kerja dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Forum ini di antaranya difasilitasi melalui forum coffee morning yang dilaksanakan setiap bulan di hari rabu pada minggu pertama. Pada forum ini baik SKPD maupun steakholder yang terkait dengan pemerintah terutama yang terkait dengan persoalan yang akan dibahas akan dihadirkan dan dilibatkan oleh pemerintah. Demikian juga dengan keberadaan dewan kesehatan, dan dewan pendidikan member kontribusi yang cukup tinggi pada prinsip ini. Namun terlepas dari kedua hal tersebut, partisipasi di arena birokrasi menjadi tidak maksimal karena ketiadaan unit pelayanan pengaduan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan demikian juga unit pelayanan pengaduan masyarakat di Dispenda provinsi. Dalam hal keadilan (fairness) di arena birokrasi berada pada nilai cukup baik. Nilai ini sebagian besar terkait dengan keadilan gender dan kelompok-kelompok terpinggirkan. Di Kalimantan Selatan keterlibatan perempuan dalam birokrasi khususnya di tingkat eselon II sangat minim. Beberapa nilai yang cukup tinggi disebabkan adanya pelayanan publik yang tidak diskriminatif. Demikian juga dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah provinsi yang telah melalui mekanisme lelang langsung melalui website dapat meminimalisir terjadinya praktek diskriminatif. Bahkan nilai sempurna diberikan karena saat ini telah ada Peraturan Daerah tentang Pengarus Utamaan Gender yaitu Perda Prov. Kalsel No. 6 Th tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prov. Kalsel serta Perda No. 5 Th tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Namun terlepas dari hal itu semua, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam konteks keadilan gender ini adalah bahwa prosentase pejabat perempuan di provinsi ini khusunya yang menempati eselon 2 masih relative sedikit. Dari 296 eselon II di Pemprov Kalsel pada tahun 2010 hanya 15 orang atau 4,09 persen saja perempuan. Selanjutnya arena birokrasi pada prinsip akuntabilitas dapat dikatakan cenderung baik, karena birokrasi memiliki tingkat konsistensi yang cukup baik dalam hal kebijakan ekonomi birokrasi dengan kebijakan kelestarian lingkungan. Selain itu opini BPK terhadap APBD Provinsi juga telah berada pada wajar dengan pengecualian. Transparansi birokrasi juga cenderung baik karena akses terhadap dokumen keuangan daerah dan regulasi investasi cukup mudah. Demikian juga dengan prinsip efisiensi, birokrasi dianggap efisien karena rasio belanja aparatur baik atau berimbang. Khususnya
9 terhadap realisasi PAD dan juga terhadap total belanja public propinsi. Adapun prinsip efektifitas di arena birokrasi sangat tampak kurang baik karena kualiatas air, udara & tutupan hutan dianggap buruk meskipun pertumbuhan investasi dan jumlah proyek mendapat nilai sempurna Optimalisasi Kinerja Masyarakat Sipil Arena masyarakat sipil di provinsi yang beribukota Banjarmasin ini juga tergolong baik. Nilai ini memposisikan arena masyarakat sipil di posisi terbaik dibanding arena lainnya. Arena ini disumbang oleh semua prinsip partisipasi, keadilan, akuntabilitas transparansi, efisiensi dan efefektivitas- yang mendapat nilai cenderung baik. Indikator dari pencapaian ini diantaranya disebabkan oleh adanya wadah keterlibatan masyarakat yang disediakan OMS dan adanya pelibatan masyarakat oleh OMS dalam upaya pemberdayaan perempuan meskipun tidak maksimal. OMS juga cukup adil dalam mengangkat isu-isu advokasi mereka dan cukup berpihak pada kelompok-kelompok rentan & gender. Demikian juga dengan akuntabilitas dan transparansi OMS. OMS dianggap baik dalam hal akuntabilitas melalui pelaporan program dan keuangan mereka serta dalam hal prosedur monitoring dan evaluasi. Transparansi OMS juga dinilai baik melalui kemudahan akses terhadap informasi kelembagaan dan kegiatan mereka. Hal yang sama juga terjadi pada prinsip efisiensi dan efektifitas. Kinerja OMS dinilai cukup efisien dan juga cukup efektif melalui Kordinasi kegiatan mereka serta kontribusi mereka terhadap upaya pemberantasan korupsi, peningkatan kualitas pelayanan, dan pemberdayaan kelompok rentan. Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Masyarakat Ekonomi Tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat sipil, masyarakat ekonomi juga memiliki nilai cukup baik dalam beberapa aspek seperti partisipasi, fairness, akuntabilitas dan transparanasi. Nilai partisipasi dan keadilan yang baik diperoleh karena kualitas partisipasi masyarakat ekonomi dalam asosiasi dan dalam perumusan kebijakan daerah dinilai baik. Masyarakat ekonomi juga dinilai baik dan adil dalam persamaan kesempatan untuk mendapatkan informasi, fasilitas dan mengikuti tender serta dinilai baik dalam
10 masalah perlindungan hak-hak buruh. Demikian juga dalam hal akuntabilitas dan transparansi, masyarakat ekonomi dinilai baik dalam soal pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan asosiasi, serta dalam kepatuhan sector usaha dalam membayar pajak serta terhadap aturan dan prusedur pelaksanaan usaha. Masyarakat ekonomi hanya dinilai sedikit kurang dalam hal efisiensi dan efektifitas. Hal ini diantaranya disebabkan karena sektor usaha dianggap kurang dalam penggunaan energy dan sumberdaya alam yang ramah lingkungan dan kurang dalam penyerapan tenaga kerja serta penciptaan lapangan kerja. Penutup Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja masyarakat sipil di wilayah Kalimantan Selatan dinilai paling baik di atas kinerja arena lainnya, Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa masyarakat sipil memiliki nilai baik dalam semua prinsip. Mengikuti dibawah masyarakat sipil, diurutan selanjutnya adalah birokrasi. Meskipun dalam beberapa prinsip birokrasi dinilai kurang seperti dalam hal partisipasi namun arena ini dinilai baik dalam efisiensi. Selanjutnya diikuti oleh masyarakat ekonomi yang cenderung stabil dalam hampir setiap prinsip, kecuali pada prinsip efisiensi dan efektifitas arena ini dinilai masih sedikit kurang, Di urutan terahir ditempati arena pemerintah. Situasi ini terjadi karena dibeberapa prinsip pemerintah dinilai kurang maksimal khususnya dalam hal efektivitas dan transparansi. Dilihat dari sisi prinsip, Kalimantan Selatan tidak banyak memiliki kesenjangan nilai, yang terlalu tinggi. Prinsip yang cenderung rendah atau cukup ada pada prinsip efektifitas dan nilai cenderung baik berada pada prinsip akuntabilitas.
11 Daftar Pustaka Alfisyah, Merintih di Lumbung Energi dalam Abdul Malik Gismar dkk. (ed.). Indonesia Governance Index 2012: Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi. Jakarta: The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) BAPPENAS, Public Good Governance: Sebuah Paparan SingkatI. Jakarta: Sekretariat Pengembangan Public Good Governance Bappenas Gismar, Abdul Malik dkk. (ed.) Indonesia Governance Index 2012: Tantangan Tata Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi. Jakarta: The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Hetifa, Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Bandung: Yayasan Obor Indonesia, hal 1-2 Kurniawan, Teguh Mewujudkan Good Governance di Era Otonomi Daerah Perspektif UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun Available Online: (05 September 2013) Krina P, Loina Lalolo, Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Jakarta: Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU
INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU Nurhamlin, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau ABSTRAKS Indonesia Governance Index (IGI) merupakan pengukuran kinerja tatakelola
Lebih terperinciKalimantan Selatan: Merintih di Lumbung Energi. Oleh: Alfisyah
Kalimantan Selatan: Merintih di Lumbung Energi Oleh: Alfisyah 1. Strategi Pengumpulan Data Provinsi Proses pengumpulan data objektif dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan mendatangi beberapa instansi
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2
PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia yang masih berlangsung hingga sekarang telah menghasilkan berbagai perubahan khususnya dalam hal tata kelola pemerintahan. Salah satu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Good Corparate Governance Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam pengertian yang dikembangkan oleh UNDP. Berdasarkan dokumen kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh pemerintah, diperlukan suatu sistem tata kelola pemerintahan
Lebih terperinciBAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa
Lebih terperinciGood Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik
Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud
Lebih terperinciVisi Misi Gubernur DIY: Rancangan Cascade RPJMD DIY
Visi Misi Gubernur DIY: Rancangan Cascade RPJMD DIY 2017-2022 Visi dalam RPJMD DIY 2017-2022 Terwujudnya Peningkatan Kemuliaan Martabat Manusia Jogja Misi 1. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah menjadi salah satu paradigma dalam penyelenggaran untuk mengelola urusan-urusan publik. Menurut
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI RIAU
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI RIAU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini
Lebih terperinciPartnership Governance Index
Partnership Governance Index Mengukur Tata Pemerintahan yang Demokratis Merupakan suatu kesepakatan di kalangan dan di antara akademisi dan praktisi internasional bahwa kualitas tata pemerintahan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai
Lebih terperinciPendahuluan. Latar Belakang
Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan
Lebih terperinciBAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI BANTEN
PEMERINTAH PROVINSI BANTEN INFORMASI LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (ILPPD) PROVINSI BANTEN TAHUN 2013 I. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
Lebih terperinciKOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN
- 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan, guna pemanfaatan dan pengalokasian
Lebih terperinciLaporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Lebih terperinciDINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp
LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga sektor publik adalah lembaga yang aktivitasnya berhubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lembaga sektor publik adalah lembaga yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan jasa publik dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciWALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON
WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG MUSYAWARAH PEMBANGUNAN BERMITRA MASYARAKAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia mulai dilaksanakan sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi ini, pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar yang dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena yang terjadi dalam perkembangan otonomi daerah di Indonesia saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan tata kelola pemerintahan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena anggaran yang kurang terserap diawal tahun, namun dipaksakan serapannya pada akhir tahun kerap terjadi. Hal ini menjadi bahasan menarik karena
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive activity). Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil tertentu, dan hasil tersebut
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode
Lebih terperinciFORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah dalam UU No. 32 tahun 2004, menjelaskan bahwa definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola
Lebih terperinciAPBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018
APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 1. Tema pembangunan tahun 2018 : Meningkatnya Pelayanan Publik yang Berkualitas Menuju Kota Yogyakarta yang Mandiri dan Sejahtera Berlandaskan Semangat Segoro Amarto.
Lebih terperinciPAPARAN FORUM PERANGKAT DAERAH DAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORTEK) PEMBANGUNAN TINGKAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017
PAPARAN Palangka Raya, 20 Maret 2017 FORUM PERANGKAT DAERAH DAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORTEK) PEMBANGUNAN TINGKAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017 KEPALA BAPPEDALITBANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir pengelolaan belanja pemerintah pusat melalui mekanisme APBN mengalami peningkatan jumlah anggaran belanja yang signifikan (Tabel 1.1)
Lebih terperinciINDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 66/08/21/Th. XI, 15 September 2017 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2016 SEBESAR 72,84
Lebih terperinciBUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH
BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinci2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah
Lebih terperinciSOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Dalam upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, diperlukan
Lebih terperinciGood Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah
Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol.5, Desember 2012, 12-16 12 Good Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Desi Handayani Program Studi Akuntansi - Politeknik Caltex Riau desi@pcr.ac.id
Lebih terperinciGood Governance. Etika Bisnis
Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah
Lebih terperinciAIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM
AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS
Lebih terperinciKebijakan Pemerintah Daerah VII-2
Penyampaian LKPJ Walikota Bandung Tahun 2012, merupakan wujud akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan ketentuan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu
Lebih terperinciFORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)
7 BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori 2.1.1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD) adalah sebuah Lembaga Perwakilan Rakyat di daerah
Lebih terperinciAgenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur
IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu di Indonesia saat ini yang semakin mendapat perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir ini adalah akuntabilitas keuangan publik. Hal tersebut disebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian
15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Masalah Konsep good governance muncul karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Pemahaman
Lebih terperinciINDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014
No. 49/08/82/Th.XIV, 13 Agustus 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) MALUKU UTARA, 2014 TINGKAT DEMOKRASI DI MALUKU UTARA BERADA PADA KATEGORI SEDANG Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Maluku Utara
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja instansi pemerintah kini menjadi sorotan dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik. Masyarakat sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Good governance adalah tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini
Lebih terperinciKata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi
BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO
PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KUDUS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,
Lebih terperinciURGENSI MONITORING DAN EVALUASI dalam PELAKSANAAN DAN PENCAPAIAN SDGs. Djonet Santoso Universitas Bengkulu November 2017
URGENSI MONITORING DAN EVALUASI dalam PELAKSANAAN DAN PENCAPAIAN SDGs Djonet Santoso Universitas Bengkulu November 2017 Prolog 1 2 Komitmen Indonesia dalam pelaksanaan SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBab I Pendahuluan Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan yang berkeadilan dan demokratis
Lebih terperinciPENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN
PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1
BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pemahaman Good Governance Menutur pandangan United National Development Program (UNDP) karakteristik governance yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat
Lebih terperinciPERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan
Lebih terperinci