PROSEDUR JAGA MESIN PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSEDUR JAGA MESIN PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 PROSEDUR JAGA MESIN PENDAHULUAN D alam melaksanakan dinas jaga mesin terdapat hal-hal yang harus mendapatkan perhatian khusus, hal yang dimaksud adalah persyaratanpersyaratan yang khusus yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan dinas jaga mesin. Ini sangat diperlukan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain memperhatikan persyaratan juga hendaknya memperhatikan standar dinas jaga yang mengatur ketentuan yang dipersyaratkan sebagaimana yang terdapat didalam SCTW Peraturan ini mengatur ketentuan-ketentuan personil yang melaksanakan dinas jaga mesin. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaturan dinas jaga mesin.pengaturan ini memuat hal-hal mengenai waktu pembagian tugas jaga mesin baik pada saat kapal melaksanakan pelayarannya dilaut lepas, pada saat olah gerak maupun pada saat persiapan sandar dipelabuhan. Pengaturan ini juga mengatur jam jaga baik pada perwira maupun ABK mesin, dimana didalam jam jaga tersebut terdapat kegiatan-kegiatan yang wajib dilaksanakan selama berlangsungnya jam jaga. Pada modul ini membahas mengenai prosedur dinas jaga mesin. Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan dapat memahami tentang prosedur jaga mesin yang secara khusus dirinci dalam bentuk-bentuk perilaku sebagai berikut : 1. Menerapkan dinas jaga mesin. 2. Memahami standar jaga mesin. 3. Melaksanakan pengaturan jaga mesin. 4. Melaksanakan jaga laut di kamar mesin. Untuk memberikan kemudahan kepada anda mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini akan disajikan pembahasan materi sebagai berikut: 1. Dinas jaga mesin. 2. Standar jaga mesin. 3. Pengaturan jaga mesin. 4. Jaga laut di kamar mesin. Pada masing-masing butir anda akan selalu menjumpai uraian materi, bahan latihan, intisari dan tes formatif. Oleh karena itu sebaiknya anda mengikuti seluruh bahasan itu. Sedangkan untuk memperkaya pemahaman dan memperluas wawasan anda mengenai materi, disarankan agar anda membaca buku rujukan yang sesuai dan dicantumkan pada akhir Buku Materi Pokok ini. Hal-1

2 Kegiatan Belajar 1 LEMBAR INFORMASI Nama Program Diklat Materi Pembelajaran Jumlah Jam Latihan : Dinas Jaga : Dinas Jaga Laut : 3 jam A. DEFINISI Dinas jaga mesin adalah seseorang atau sekelompok personil dinas jaga l dalam suatu periode tanggung jawab seorang perwira atau awak kapal selama kehadirannya diruang mesin merupakan keharusan atau tidak. Sedangkan perwira jaga mesin adalah personil yang bertanggung jawab melaksanakan dinas jaga mesin terhadap cara pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan peralatan permesinan yang ada dibawah tanggung jawabnya saat dinas jaga. B. STANDAR DINAS JAGA MESIN Menjalankan dinas jaga mesin dapatperorangan atau sekelompok personil dinas jaga dalam periode tertentu, dan menurut bab VIII section A/SCTW 1995 yang menjalankan dinas jaga, personil harus dalam keadaan segar atau fitness dan sesuai dengan dinas jaga, diantaranya sebagai berikut : 1. Semua orang yang ditunjuk untuk mejalankan dinas sebagai perwira yang melaksanakan suatu dinas jaga atau sebagai bawahan yang ambil bagian dalam suatu dinas jaga, harus diberi waktu istirahat paling sedikit 10 jam setiap periode 24 jam. 2. Pada jam-jam istirahat hanya dapat dibagi paling banyak menjadi dua periode istirahat yang salah satunya tidak kurang dari enam jam. 3. Persyaratan untuk periode istirahat yang diuraikan dalam paragraph satu dan dua diatas, tidak berlaku jika berada pada situasi darurat, situasi latihan atau kondisi operasional yang mendesak. 4. Meskipun adanya ketentuan didalam paragraph satu dan dua diatas tetapi metoda minimum 10 jam tersebut dapat dikurangi menjadi paling sedikit 6 jam berturut-turut. Pengurangan ini tidak lebih dari dua hari dan paling sedikit diperlukan 70 jam istirahat selam periode 7 hari. Hal-2

3 5. Perintah yang bersangkutan ditetapkan dan dibuat jadwal dinas jaga dan ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat. C. PENGATURAN DINAS JAGA MESIN Adapun hal-hal yang hendaknya mendapat perhatian dalam pengaturan jaga mesin adalah : 1. Komposisi tugas jaga harus memadai untuk menjamin pengoperasian secara aman seluruh unit permesinan yang mempengaruhi pengoperasian kapal pada kemudi otomatis pada kemudi tangan. 2. Jika memutuskan komposisi jaga mesin, termasuk bawahan-bawahan yang memenuhi syarat criteria dibawah ini harus manjadi pertimbangan sebagai berikut : a. Jenis kapal dan kondisi permesinan. b. Pengawasan mesin-mesin yang mempengaruhi keamanan pengoperasian kapal, secar terus menerus. c. Setiap cara pengoperasian khusus yang dipengaruhi oleh kondisi seperti: cuaca, air beku, air tercemar, air dangkal, kondisi darurat, penanggulangan kerusakan atau pencegahan pencemaran. d. Kualifikasi dan pengalaman petugas jaga mesin. e. Keselamatn jiwa, kapal, muatan dan pelabuhan serta perlindungan lingkungan. f. Keputusan terhadap perturan-peraturan internasional, nasional dan lokal g. Menjaga pengoperasian kapal secara normal. D. JAGA LAUT DI RUANG MESIN Dalam satu hari periode jaga laut dibagi 3 kelompok dengan masing-masing kelompok bertugas selam 4 jam pada siang hari dan 4 jam pada malam hari. Sehingga tiap regu bertugas selama 8 jam perhari, bagian dek dan bagian mesin sama-sama menggunakan periode pembagian dinas tersebut diatas. Daftar jaga kapal pada umumnya seperti tabel sebagai berikut. Tabel : Daftar Jaga Laut KELOMPOK JAM JAGA PERIODE JAGA PETUGAS DEK PETUGAS MESIN I II III Jaga Subuh Jaga Sore Jaga Pagi Jaga Malam Jaga Tengah Malam Jaga Siang Mualim I dgn juru mudi dan panjarwala Mualim 3 dgn juru mudi dan panjarwala Mualim 2 dgn juru mudi dan panjarwala AMK 1 dgn juru minyak AMK 3 dgn juru minyak AMK 2 dgn juru minyak Hal-3

4 E. TUGAS JAGA AHLI MESIN KAPAL Petugas jaga mesin diruang mesin melaksanakan kegiatan sebagai berikut : 1. Mengatur kecepatan kapal dan melakukan pekerjaan-pekerjaan di ruang mesin sesuai yang diperintahkan. 2. Mengerjakan pembaraan di atas, persiapan uap, pengaturan pesawat/motor Bantu, pengaturan penggunaan listrik. 3. Menjaga kelancaran bekerja mesin-mesin dan kemudi. 4. Mengukur bahan bakar dan air ketel serta menghitung pemakaiannya. 5. Mengatur putaran mesin induk (main eugine) dan kontrol suhu dari mesin pendingin. 6. Mencegah terjadinya kebakaran dikamar mesin, ketel dan tanki bahan bakar dari membuang air saat bila perlu. 7. Bila ada kelainan pada keadaan dan bekerjanya mesin-mesin segera laporkan pada Kepala Kamar Mesin (cerief euginaer). Dalam keadaan darurat perwira jaga mesin mengambil tindakan untuk mengatasinya. Bila kerusakan mesin akan mempengaruhi olah gerak kapal memberitahukan melalui jaga dianjungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dinas jaga adalah, tiba diruang mesin 5 menit sebelum waktu penggantian dan menerima dinas jaga mesin dengan memeriksa dan memahami semua catatan yang dimuat didalam buku jurnal harian mesin. LEMBAR KERJA 1. Alat OHP LCD Proyektor 2. Bahan yang digunakan : Modul Buku STCW Langkah kerja : Siswa dapat menerapkan dinas jaga laut. Siswa dapat memahami standar jaga mesin. Siswa dapat melaksanakan pengaturan jaga mesin. Siswa dapat melaksanakan jaga laut di kamar mesin. Hal-4

5 LEMBAR LATIHAN Setelah anda membaca dan memahami prinsip-prinsip dan ketentuanketentuan yang berkenaan Dinas Jaga Mesin, cobalah anda kerjakan latihan di bawah ini. Dengan demikian anda akan dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ketentuan-ketentuan itu lebih jauh. 1. Apa yang dimaksud dengan dinas jaga mesin? 2. SCTW Section A/SCTW 1995 mengatur tentang apa? 3. Sebutkan hal-hal yang hatus diperhatikan dalam melaksanakan dinas jaga? 4. Dinas jaga mesin di kapal dalam satu malam dikelompokkan dalam berapa kelompok?sebutkan Untuk memeriksa hasil latihan anda bagian ini tidak disediakan kunci jawaban. Oleh karena itu hasil latihan anda sebaiknya anda bandingkan dengan hasil latihan siswa/kelompok lain. Diskusikanlah dalam kelompok untuk hal-hal yang berbeda dalam hasil latihan itu. Dalam mengkaji hasil latihan itu anda sebaiknya selalu melihat prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan Dinas Jaga Mesin yang diuraikan sebelumnya. Jika terdapat hal-hal yang tidak dapat di atasi dalam diskusi kelompok, bawalah persoalan tersebut ke dalam pertemuan tutorial. Yakinlah dalam pertemuan tersebut anda akan dapat memecahkan persoalan itu. Rangkuman 1. Dinas jaga mesin adalah seseorang atau sekelompok personil dinas jaga dalam suatu periode tanggung jawab perwira atau awak kapal selama kehadirannya di ruang mesin merupakan keharusan atau tidak. 2. Dinas jaga mesin diatur dalam bab VIII Section A/STCW 1995, dimana mengisyaratkan bahwa personil dinas jaga hrus dalam keadaan segar atau fitness. 3. Hal-hal yang hrus diperhatikan dalam pengaturan dinas jaga mesin adalah komposisi tugas jaga harus selalu memadai untuk menjaminpengoperasian seluruh unit permesinan secara aman. 4. Dinas jaga laut di kamar mesin dibagi atas masing-masing kelompok yaitu 4 jam pada siang hari dan 4 jam pada malam hari. Hal-5

6 Kegiatan Belajar 2 LEMBAR INFORMASI Nama Program Diklat Materi Pembelajaran Jumlah Jam Latihan : Dinas Jaga : Pelaksanaan Dinas Jaga Mesin : 3 jam A. KOMPOSISI DINAS JAGA MESIN Dalam komposisi dinas jaga mesin seorang perwira bertanggung jawab terhadap Kepala Kamar Mesin dan dibantu juru mesin dalam melaksanakan dinas jaga diruang mesin selama berlayar, sedangkan dalam pengaturan dinas jaga sebagai berikut : 1. Komposisi tugas jaga harus selalu memadai untuk menjmin pengoperasian secara aman seluruh permesinan yang mempengaruhi pengoperasian kapal pada kemudi otomatis atau pada kemudi tangan. Dan harus sesuai dengan kondisi serta situasi yang ada. 2. Jika memutuskan komposisi tugas jaga mesin, termasuk bawahan-bawahan yang memenuhi syarat, criteria di bawah ini harus menjadi pertimbangan : a. Jenis kapal dan kondisi permesinan. b. Pengawasan mesin-mesin yang mempengaruhi keamanan pengoperasian kapal, secara terus menerus. c. Setiap cara pengoperasian khusus yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi seperti cuaca, air beku, air yang tercemar, air dangkal. Kondisi darurat, penanggulangan kerusakan atau pencegahan pencemaran. d. Kualifikasi dan pengalaman petugas jaga mesin. e. Keselamatn jiwa, kapal, muatan dan pelabuhan serta perlindungan lingkungan. f. Kepatuhan terhadap peraturan-peraturan internasional, nasional dan lokal. g. Menjaga pengoperasian kapal secara normal. Hal-6

7 B. SERAH TERIMA DINAS JAGA MESIN Setelah menjalankan dinas jaga mesin sesuai periode yang telah ditentukan, maka petugas dinas jaga atau perwira jaga mengadakan serah terima dinas jaga mesin sebagai berikut : 1. Perwira tugas jaga mesin tidak boleh menyerahkan tugas jaganya kepada perwira pengganti jika ada alasan kuat bahwa perwira pengganti jelas tidak mampu melaksanakan tugas jaga secara efektif. Yang jika demikian maka Kepala Kamar Mesin harus diberi tahu. 2. Perwira pengganti tugas jaga mesin harus memastikan bahwa anggotaanggota pengganti tugas jaga mesin sepenuhnya mampu melaksanakan tugas jaga masing-masing secara efektif. 3. Sebelum mengambil alih tugas, perwira pengganti harus memperoleh kepastian paling tidak dalam hal-hal berikut : a. Perintah-perintah harian dan petunjuk-petunjuk khusus dari kepala kmar mesin, yang berkaitan dengan pengoperasian mesin dan sistem-sistem yang ada dikapal. b. Sifat pekerjaan yang sedang dilakukan pada mesin dan sistem-sistem di dalam kapal, personil yang terlibat dan kemungkinan adanya bahaya. c. Ketinggian dan kondisi air atau kotoran di dalam got, tangki ballast, tangki luapan (slop tank), tangki cadangan, tangki air tawar, tangki air buangan dan setiap persyaratan khusus untuk penggunaan atau pembuatan isinya. d. Ketinggian dan kondisi bahan bakar pada tangki cadangan, tangki endapan (settling tank), tangki harian dan fasilitas-fasilitas lain untuk penyimpanan bahan bakar. e. Persyaratan-persyaratan khusus yang berkaitan dengan sistem-sistem sanu\itasi air. f. Kondisi dan cara pengoperasian berbagai sistem utama dan sistem pembantu, termasuk sistem distribusi tenaga listrik. g. Jika dapat dilaksanakan kondisi peralatan pemantau dan papan tombol kendali, serta peralatan yang sedang dioperasikan secara manual. h. Jika mungkin, kondisis dan cara pengoperasian, sistem pengendalian api, sistem pengendalian. i. Setiap kondisi yang dapat berakibat buruk, air laut beku, air tercemar atau air dangkal. j. Setiap cara pengoperasian khusus yang disebabkan oleh tidak berfungsinya peralatan atau oleh kondisi kapal yang buruk. k. Laporan para bawahan yang bertugas di kamar mesin, yang berkaitan dengan tugas masing-masing. l. Tersedianya peralatan pemadam kebakaran. Hal-7

8 m. Mengisi buku harian kamar mesin. C. MELAKSANAKAN DINAS JAGA MESIN Perwira jaga mesin harus melaksanakan tugas-tugas jaga sebagai berikut : 1. Perwira tugas jaga mesin harus menjamin bahwa pengaturan tugas jaga yang telah ditetapkan tetap dipertahankan, dan bahwa para bawahan yang ambil bagian tugas jaga mesin ikut membantu pengoperasian mesin penggerak dan motor-motor Bantu secara aman dan efisien. 2. Perwira tugas jaga mesin harus terus bertanggung jawab atas pengoperasian kamar mesin meskipun ada Kepala Kamar Mesin. Kecuali jika diberi tahu secara khusus bahwa Kepala Kamar Mesin mengambil alih tanggung jawab yang bersangkutan, dan hal ini harus saling dimengerti oleh kedua belah pihak. 3. Semua anggota tugas jaga mesin harus mengenal tugas masing-masing. Selain itu setiap anggota tugas jaga mesin juga harus memiliki pengetahuan tentang : a) Penggunaan sistem komunikasi internal. b) Rute meloloskan diri dari kamar mesin. c) Sistem tanda bahaya kamar mesin, dan harus mampu membedakan antara berbagai sistem tanda bahaya yang ada, dengan referensi khusus tanda bahaya kebakaran. d) Jumlah, letak dan jenis-jenis alat pemadam kebakaran dan alat pengendalian kerusakan di dalam kamar mesin, bersama dengan penggunaannya, dan berbagai kecermatan untuk keselamatan yang harus diperhatikan. 4. Setiap mesin yang tidak berfungsi dengan baik, yang diperkirakan akan tidak berfungsi atau memerlukan service khusus, harus dicatat bersama dengan setiap tindakan yang telah diambil. Rencana-rencana harus dibuat untuk tindakan lebih lanjut jika diperlukan. 5. Jika kamar mesin dalam kondisi dijaga, perwira tugas jagaharus selalu siap untuk mengoperasikan peralatan di kamar mesin untuk dapat segera melaksanakan perubahan haluan dan kecepatan. 6. Jika kamar mesin dalam keadaan dijaga secara berkala maka perwira yang ditunjuk untuk melakukan tugas jaga harus secepatnya ada dan siap untuk menangani kamar mesin. 7. Semua perintah yang datang dari anjungan harus segera dilaksanakan, perubahan kecepatan penggerak utama harus dicatat, kecuali jika suatu perintah telah menentukan bahwa ukuran atau sifat suatu kapal tertentu mengakibatkan pencatatan semacam tersebut tidak dapat dilakukan. Perwira tugas jaga mesin harus memastikan bahwa alat-alat pengendali mesin penggerak utama, jika sedang dioperasikan secara manual, terus menerus dijaga dalam kondisi siap atau dalam kondisi olah gerak. Hal-8

9 8. Perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan pada pemeliharaan seluruh permesinan yang ada. 9. Kepala Kamar Mesin harus menjamin bahwa perwira tugas jaga mesin telah diberitahu tentang seluruh tugas pemeliharaan untuk mencegah kerusakan, pemeriksaan kerusakan atau operasi-operasi perbaikan yang harus dilakukan selama tugas jaga. Perwira tugas jaga mesin harus bertanggung jawab dalam memisahkan, memeriksa dan menyetel seluruh permesinan di bawah tanggung jawab tugas jaga mesin, yang harus dilaksanakan dan dicatat. 10. Jika kamar mesin dalam keadaan siap olah gerak, perwira tugas jaga mesin harus menjamin bahwa seluruh mesin dan peralalatan yang mungkin digunakan selama olah gerak, telah benar-benar dalam keadaan siap untuk digunakan setiap saat, dan bahwa cadangan tenaga yang cukup telah disiapkan untuk mesin kemudi dan kebutuhan-kebutuhan lain. 11. Perwira tugas jaga mesin tidak boleh merangkap atau menjalankan tugas lain yang akan mengganggu tugas-tugas pengawasan yang berkaitan dengan sistem tenaga penggerak dan peralatan pendukung lain. Perwira perwira tugas jaga mesin harus selalu mengawasi ruangan sistem penggerak utama dan sistem-sistem pendukung lain.perwira-perwira tugas jaga mesin harus selalu mengawasi sistem penggerak utama dan sistem-sistem pendukungnya sampai waktu diganti oleh perwira pengganti tugas jaga, dan harus selalu memeriksa secara berkala semua mesin yang ada dibawah tanggung jawabnya, perwira-perwira tugas jaga mesin juga harus menjamin bahwa giliran pemeriksaan pada kamar-kamar mesindan ruangan mesin kemudi telah dilakukan untuk mengamati dan melaporkan kerusakan atau tidak berfungsinya peralatan yang ada. Melaksanakan atau memimpin penyetelan-penyetelan rutin, pemeliharaan dan tugas-tugas lain yang perlu. 12. Perwira tuugas jaga mesin harus memimpin setiap anggota tugas jaga mesin yang ada, untuk memmberitahhukan kondisi-kondisi yang mungkin dapat mendatangkan bahaya yang dapat mempengaruhi permesinan atau membahayakan keselamatan kapal dan jiwa manusia. 13. Perwira-perwira tugas jaga mesin harus menjaga bahwa pelaksanakan tugas jaga mesin terus dii awasi. Dan harus mengatur personil pengganti jika ada personil tugas jaga mesin yang mengalami halangan. 14. Perwira tugas jaga mesin harus mengambil tindakan yang perlu utnuk menanggulangi kerusakan yang terjadi karena tidak berfungsinya peralatan, karena kebakaran, banjir, terlepasnya pengencangpengencang, tubrukan, kandas atau penyebab lain. 15. Sebelum menninggalkan tugas, perwira tugas jaga mesin harus memastikan bahwa seluruh kejadian yang berkaitan dengan mesin induk dan motor Bantu selama tugas jaga telah dicatat dengan baik. Hal-9

10 16. Perwira tugas jjaga mesin harus bekerja sama dengan setiap ahli mesin yang melaksanakan tugas pemmeliharan. Selama lanngkah-langkah pencegahan, selamaa pengendalian kerusakan atau perbaikan, pelaksanaan tugas-tugas ini termasuk : a) Mengisolasi mesin-mesin yang harus dipelihara atau diperbaiki. b) Menyetel sistem penggerak yang lain agar berfungsi secara baik dan aman selama periode pemeliharaan atau perbaikan. c) Mencatat di dalam buku harian mesin atau dokumen lain, tentang peraalatan yang diperbaiki dan personil yang melakukkannya, langkahlangkah apa yang telah dilakukan dan oleh siapa, untuk kepentingan perwira pengganti nantinya dan kepentingan administrasi. d) Jika perlu menguji dan mefungsikan mesin atau perlatan yang telah diperbaiki. 17. Perwira tugas jaga mesin harus menjamin bahwa bawahan-bawahan yang ambil bagian tugas dalam kamar mesin, dan melaksanakan tugas pemeliharaan selalu siap untuk membantu pengopperasian mesin secara manual, jika peralatan otomatis tidak berfungsi. 18. Perwira tugas jaga mesin harus selalu ingat bahwa perubahan kecepatan sebagai akibat dari tidak berfungsinya mesin atau kurang berfungsinya sistem kemudi, akan membahayakan keselamatan kapal dan penumpangnya. Bagian anjungan harus secepatnya diberitahu, ika terjadi kebakaran atau jika akan dilakukan tindakan tertentu pada kamar mesin yang dapat mengurangi kecepatan kappa, tidak berfungsinya sistem kemudi, terhentinya sistem tenaga penggerak, atau setiap perubahan pembangkit tenaga listrik atau kejadian-kejadian sejenis yang mempengaruhi keselamatan. Jika mungkin pemberitahuan-pemberitahuan tersebut harus diberikan sebelum dilakukan setiap perubahan dengan tujuan agar dapat memberi waktu yang cukup kepada begian anjungan untuk mengambil langkah-langkah yang perlu guna mencegah setiap bahaya yang terjadi. 19. Perwira tugas jaga mesin harus segera memberitahu petugas kamar mesin : a) Jika terjadi kerusakan atau tidak berfungsinya mesin yang dapat membahayakan keselamatan pengoperasian kapal. b) Jika terjadi tidak berfungsinya sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan sistem penggerak, motor Bantu atau sistem pemantau dan sistem pengatur. c) Jika terjadi situasi darurat atau jika ada keraguan tentang keputusan atau langkah-langkah apa yang harus diambil. 20. Meskipun ada keharusan untuk memberitahu Kepala Kamar Mesin dalam situasi tersebut di atas, tetapi perwira tugas jaga mesin tidak boleh ragu untuk mengambil langkah pengamanan yang perlu. Hal-10

11 21. Perwira tugas jaga mesin harus memberi petunjuk dan informasi yang perlu kepada personil tugas jaga, yang akan menjamin pelaksanaan tugas jaga yang aman. Pemeliharaan permesinan secara rutin yang dilaksanakan sebagi tugas-tugas mendadak untuk keselamatan tugas yang bersangkutan. Harus ditetapkan sebagai seuatu bagian yang tidak terpisahkan dari rutinitas dari tugas yyang ada, pemeliharaan secara rinci, termasuk perbaikan perlatan elektrik, elektronik, mekanik, hidrolik atau peneumatic diseluruh bagian kapal harus diselenggarakan dengan sepengetahuan perwira tugas jaga mesin dan Kepala Kamar Mesin. Perbaikan-perbaikan ini harus dicatat. LEMBAR KERJA 1. Alat OHP LCD Proyektor 2. Bahan yang digunakan : Modul Buku STCW Langkah kerja : Siswa dapat menerapkan dinas jaga mesin Siswa dapat memahami serah terima aga mesin Siswa dapat melaksanakan dinas jaga mesin Hal-11

12 LEMBAR LATIHAN Setelah anda membaca dan memahami prinsip-prinsip dan ketentuanketentuan yang berkenaan Dinas Jaga Mesin, cobalah anda kerjakan latihan di bawah ini. Dengan demikian anda akan dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ketentuan-ketentuan itu lebih jauh. 1. Dalam komposisi dinas jaga mesin seorang perwira, bertanggung jawab kepada siapa? 2. Serah terima dinas jaga mesin dilakukan pada saat kapan? 3. Pembagian dinas jaga mesin diatur oleh siapa? 4. Untuk mencatat segaa kegiatan selama jam dinas jaga, kegiatan tersebut dicatat dalam buku apa? Untuk memeriksa hasil latihan anda bagian ini tidak disediakan kunci jawaban. Oleh karena itu hasil latihan anda sebaiknya anda bandingkan dengan hasil latihan siswa/kelompok lain. Diskusikanlah dalam kelompok untuk hal-hal yang berbeda dalam hasil latihan itu. Dalam mengkaji hasil latihan itu anda sebaiknya selalu melihat prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang berkenaan Dinas Jaga Mesin yang diuraikan sebelumnya. Jika terdapat hal-hal yang tidak dapat di atasi dalam diskusi kelompok, bawalah persoalan tersebut ke dalam pertemuan tutorial. Yakinlah dalam pertemuan tersebut anda akan dapat memecahkan persoalan itu. RANGKUMAN 1. Dalam komposisi dinas jaga mesin, maka seorang perwira mesin bertanggung jawab kepada Kepala Kamar Mesin (KKM) 2. Serah terima dinas jaga mesin dilaksanakan dimana seluruh kegiatan menyerahkan seluruh kegiatan yang belum diselesaikan kepada jam jaga berikutnya 3. Pembagian tugas jaga mesin diatur dan ditentukan oleh perwira mesin pada tingkatan tertinggi Hal-12

13 Kegiatan Belajar 3 LEMBAR INFORMASI Nama Program Diklat Materi Pembelajaran Jumlah Jam Latihan : Dinas Jaga : Persyaratan Minimum Petugas Jaga Mesin : 3 jam A. PERSYARATAN PERWIRA Persyaratan minimum wajib untuk memperoleh sertifikat sebagai perwira, yang bertanggung jawab dalam tugas jaga dikamar mesin yang dijaga, atau untuk pemberian sertifikat sebagai perwiira mesin yang ditunjuk untuk tugas di kamar mesin yang dijaga secara berkala : 1. Setiap perwira yang bertanggungjawab tugas dalam tugas di kamar mesin yang dijaga, atau setiap perwira mesin yang ditunjuk untuk bertugas di kamar mesin yang dijaga, secara berkala disubuah kapal yang digerakan oleh mesin pendorong utama berkapasitas 750 KW atau lebih, harus memiliki sertifikat yang sesuai. 2. Setiap calon untuk memperoleh sertifikat harus : a) Berusia tidak kurang dari 18 tahun b) Telah menyelesaikan tidak kurang dari 6 bulan pengalaman berlayar dibagian mesin sesuai dengan Section A-III/I Kode STCW. c) Telah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan yang telah disetujui paling sedikit 30 bbulan, termasuk pelatihan di atas kapal yang dicatat kedalam buku catatan pelatihan (record book) dan memenuhi standar kopetensi yang telah ditetapkan dalam Section A-III/1 Kode STCW Hal-13

14 B. PERSYARATAN KEPALA KAMAR MESIN DAN MASINIS DUA (Second Engineer officer) Persyaratan minimum wajib untuk memperoleh sertifikat sebagai Kepala Kamar Mesin dan Masinis Dua (second engineer officer) di kapal-kapal yang digerakan dengan mesin pendorong utama berkapasitas 3000 KW atau lebih, adalah : 1. Setiap Kepala Kamar Mesin dan Masinis Dua disebuah kapal yang digerakan oleh mesin pendorong utama berkapasiitas 3000 KW atau lebih harus memiliki sertifikat yang sesuai. 2. Setiap caalon yang ingin memperoleh sertifikat ini harus : a) Memenuhi persyaratan-persyaratan untuk memperoleh sertifikat sebagai seorang perwira yang bertanggungjawab sebagai seorang perwira yang bertanggungjawab tugas jaga mesin, dan : Untuk memperoleh sertifikat sebagai Masinis Dua harus memiliki pengalaman berlayar tidak kuranng dari 12 bulan, sebagai Asisten Perwira Mesin atau sebagai Perwira Mesin. Untuk memperoleh sertifikat sebagai Kepala Kamar Mesin, harus memiliki pengalaman berlayar yang diakui selama tidak kurang 36 bulan, dimana tidak kurang dari 12 bulan pengalaman berlayar tersebut, sebagai seorang Perwira Mesin menduduki jabatan dengan bertanggungjawab sebagai Masinis Dua. b) Telah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan serta telah disetujui, dan memenuhi standdar kompetensi yang ditetapkan dalam Section A-III/2 Kode STCW Persyaratan minimun wajib untuk memperoleh seritifkat sebagai Kepala Kamar Mesin dan Masinis Dua (Second Engineer Officer) di kapal yang digerakan dengan mesin pendorong utama berkapasitas antara KW. 1. Setiap Kepala Kamar Mesin dan Masinis Dua di sebuah kapal, yang digerakan oleh mesin pendorong utama yang berkapasitas KW harus memiliki seritifikat yang sesuai. 2. Setiap calon untuk memperoleh sertifikat ini harus : a) Memenuhi persyaratan untuk memperoleh sertifikat sebagai seorang perwira yang bertanggungjawab pada suatu tugas jaga mesin dan : Untuk memperoleh sertifikat sebagai Masinis Dua harus memiliki pengalaman berlayar tidak kuranng dari 12 bulan, sebagai asisten perwira mesin atau sebagai perwira mesin. Untuk memperoleh sertifikat sebagai Kepala Kamar Mesin, harus memiliki tidak kurang dari 24 bulan pengalaman berlayar, dimana tidak kurang dari 12 bulan pengalaman, harus bertugas sebagai Masinis Dua. Hal-14

15 b) Telah menyelesaikan pendidikan dan pelatihan serta telah disetujui, dan memenuhi standdar kompetensi yang ditetapkan dalam Section A-III/3 Kode STCW c) Setiap perwira mesin yang memnuhi syarat untuk bertugas sebagai Masinis Dua di kapal-kapal yang mesin pendorong utamanya berkapasitas 3000 KW atau lebih, dappat bertugas sebagai Kepala Kamar Mesin dikapal-kapal dengan mesin pendorong utama kurang dari 3000 KW, asalkan tdak kurang dari 12 bulan pengalaman tugas berlayar telah dijalani, sebagai seorang perwira mesin yang mempunyai tanggungjawab dan seritikatnya telah dikukuhkkan. Persyaratan minimum wajib untuk memperolah sertifikat sebagai bawahan yang ambil bagian dalam tugas jaga di kamar mesin yang dijaga, atau ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas dikamar mesin yang dijaga secara berkala. 1. Setiap bawahan yang ambi again dalam seatu tugas jaga kamar mesin, atau yang ditunjuk untuk melaksanakan tgas-tugas dikamar mesin yang dijaga secara berkala, disebah kapal dengan penggerak utama 750 KW atau lebih tetapi bukan bawahan yang sedang menjalani pelatihan atau bawahan yang tugas-tugasnya bersifat non ahli, harus mempunyai sertifikat untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut semacam ini. 2. Setiap calon untuk memperoleh sertifikat ini harus : a) Berusia tidak kurang dari 16 tahun b) Telah menyelesaikan : Tugas berlayar yang disetujui, termasuk pelatihan dan pengalaman tidak kurang dari 6 bulan. Pelatihan khusus menjelang berlayar atau ketika di atas kapal, termasuk periode praktek berlayar yang tidak boleh kurang dari 2 bulan. c) Memenuhi stanar kopetensi yang ditetapkan dalam Section A-III/4 Kode STCW 3. Praktek berlayar pelatihan dan pengalaman yang diharuskan seperti yang telah diuaraikan di atas, harus berkaitan dengan fungsi-funngsi jaga kamar mesin, dan harus termasuk pelaksanaan tugas-tugas yang di lakukan dibawah pengawasan langsung perwira kamar mesin yang memenuhi syarat atau seorang bawahan yang memenuhi syarat. 4. Oleh pihak yang bersangkutan, para pelaut dapat dipertimbangkan sebagai telah memenuhi persyaratan-persyaratan peraturan ini. Jika pelaut yang bersangkutan telah bertugas dalam suatu jabatan yang relevan dibagian mesin selama tidak kurang dari 1 dalam 5 tahun terakhir berlakunya Konvensi pada pihak yang bersangkutan. Hal-15

16 LEMBAR KERJA 1. Alat OHP LCD Proyektor 2. Bahan yang digunakan : Modul Buku STCW Langkah kerja : Siswa dapat memahami persyaratan perwira jaga mesin Siswa dapat memahami persyaratan Kepala Kamar Mesin dan Masinis Dua, dinas jaga mesin. LEMBAR LATIHAN Setelah anda membaca dan memahami prinsip-prinsip dan ketentuanketentuan yang berkenaan dengan persyaratan minimum petugas Jaga Mesin, cobalah anda kerjakan latihan di bawah ini. Dengan demikian anda akan dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ketentuan-ketentuan itu lebih jauh. 1. Persyaratan untuk menjadi perwira mesin di atur dalam STCW bab berapa? 2. Sebutkan persyaratan untuk menjadi KKM dan masinis 1 Untuk memeriksa hasil latihan anda bagian ini tidak disediakan kunci jawaban. Oleh karena itu hasil latihan anda sebaiknya anda bandingkan dengan hasil latihan siswa/kelompok lain. Diskusikanlah dalam kelompok untuk hal-hal yang berbeda dalam hasil latihan itu. Dalam mengkaji hasil latihan itu anda sebaiknya selalu melihat ketentuan-ketentuan yang berkenaan Persyaratan Minimum Petugas Jaga Mesin yang diuraikan sebelumnya. Jika terdapat hal-hal yang tidak dapat di atasi dalam diskusi kelompok, bawalah persoalan tersebut ke dalam pertemuan tutorial. Yakinlah dalam pertemuan tersebut anda akan dapat memecahkan persoalan itu. Hal-16

17 RANGKUMAN 1. Persyaratan untuk menjadi perwira, dan untuk mendapatkan sebagai perwira di atur dalam Section A-III/1 Kode STCW 2. Persyaratan minimum untuk menjadi Kepala Kamar Mesin (KKM) dan Masinis Dua (Second engineer officer) harus berlayar pada kapal yang memiliki alat penggerak utama berkapsitas 3000 KW dan telah memiliki pengalaman berlayar tidak kurang 12 bulan 3. Persyaratan minimum untuk menjadi Masinis Dua (second engineer officer) harus berlayar pada kapal yang memiliki mesin penggerak utama berkappasitas 750 KW sampai 3000 KW, dan telah memiliki pengalaman berlayar tidak kurang 12 bulan, dan untuk menjadi KKM harus memiliki pengalaman berlayar selama 24 bulan. Hal-17

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UMUM Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia pelaut dimaksudkan untuk menciptakan

Lebih terperinci

SAFETY MANAGEMENT SYSTEM STRUKTUR SMS DOKUMENTASI SMS IMPLEMENTASI SMS MONITORING DAN PENGENDALIAN SMS 1 DEFINISI 1. Sistem Kumpulan elemen atau komponen yg saling berhubungan dan saling tergantung untuk

Lebih terperinci

Kode : PTK.NP MELAKUKAN DINAS JAGA DEPARTEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN BAB I PENDAHULUAN

Kode : PTK.NP MELAKUKAN DINAS JAGA DEPARTEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian tugas Dinas Jaga adalah suatu kegiatan pengawasan selama 24 (duapuluh empat) jam di atas kapal, yang dilakukan dengan tujuan mendukung operasi pelayaran supaya

Lebih terperinci

BAB II JAWABAN-JAWABAN TUGAS MANDIRI TPK V & IV

BAB II JAWABAN-JAWABAN TUGAS MANDIRI TPK V & IV BAB II JAWABAN-JAWABAN TUGAS MANDIRI TPK V & IV Jawaban jawaban dibawah ini tidak mutlak, tidak seperti matematika atau ilmu pasti, semua jawaban dapat berkembang dan dapat diperinci lagi per bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan

Lebih terperinci

BAB II KEBAKARAN. Untuk staf kamar mesin wajib :

BAB II KEBAKARAN. Untuk staf kamar mesin wajib : BAB II KEBAKARAN Kebakaran adalah merupakan bahaya yang sangat besar dalam sebuah kapal apalagi terjadiya kebakaran pada saat sedang dalam pelayaran atau sedang sandar disebuah pelabuhan dan itu pada sebuah

Lebih terperinci

BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya.

BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. a. Sesuai peraturan Internasional isyarat-isyarat bahaya

Lebih terperinci

BAB II PERSIAPAN UNTUK MENGOLAH GERAK

BAB II PERSIAPAN UNTUK MENGOLAH GERAK BAB II PERSIAPAN UNTUK MENGOLAH GERAK - Kapal datang dari laut 1 jam sebelumnya KKM harus diberitahu - Peta penjelas / peta pelabuhan disiapkan - Sarat kapal dan kedalaman perairan diperhatikan - Alat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat beberapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER.91/DJ-PSDKP/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER.91/DJ-PSDKP/2014 TENTANG KEMENTERIAN KELAUTAN 1 DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

Undang-undang Nomor I Tahun 1970 KESELAMATAN KERJA Undang-undang Nomor I Tahun 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BAB III DENAH KEADAAN DARURAT

BAB III DENAH KEADAAN DARURAT BAB III DENAH KEADAAN DARURAT a. Persiapan Pencemaran dan persiapan adalah syarat utama untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan keadaan darurat kapal. Nakhoda dan para perwira harus menyadari apa yang

Lebih terperinci

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver. STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN PROGRAM STUDI KEAHLIAN KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNOLOGI DAN REKAYASA : PELAYARAN : 1. NAUTIKA KAPAL PENANGKAP

Lebih terperinci

INSTALASI PERMESINAN

INSTALASI PERMESINAN INSTALASI PERMESINAN DIKLAT MARINE INSPECTOR TYPE-A TAHUN 2010 OLEH MUHAMAD SYAIFUL DITKAPEL DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT KEMENTRIAN PERHUBUNGAN KAMAR MESIN MACHINERY SPACE / ENGINE ROOM RUANG

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAWAKAN. Pasal 144. Pasal 145

BAB VIII PENGAWAKAN. Pasal 144. Pasal 145 Lampiran : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT Nomor : UM.008/9/20/DJPL - 12 Tanggal : 16 FEBRUARI 2012 BAB VIII PENGAWAKAN Pasal 144 (1) Pengawakan kapal Non-Convention terdiri dari : a. Seorang

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI 1.1 "Wajib" digunakan dalam Lampiran untuk menunjukkan suatu ketentuan, penerapan yang seragam

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Daftar Isi

Kata Pengantar. Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Oiltanking berkomitmen untuk menjalankan semua kegiatan usaha dengan cara yang aman dan efisien. Tujuan kami adalah untuk mencegah semua kecelakaan, cidera dan penyakit akibat

Lebih terperinci

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA. TERBITAN UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1970 tentang KESELAMATAN KERJA serta TERJEMAHAN dalam BAHASA INGGRIS, DISYAHKAN untuk DIEDARKAN dan DIPAKAI. Jakarta, 3 Mei 1972. DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran diatur ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL

BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL BAB V KELAIK LAUTAN KAPAL Menurut Undang-Undang No.17 thn 2008 kelaik lautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan: a. Keselamatan kapal. b. Pencegahan pencemaran perairan dari kapal c.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM I. UMUM Angkutan laut sebagai salah satu moda transportasi, selain memiliki peran sebagai

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut i DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar..... i Daftar Isi... ii Daftar Gambar.... iv Petunjuk Penggunaan Modul... v Peta Konsep... vi A. PENDAHULUAN A.1

Lebih terperinci

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BUKU PENILAIAN

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BUKU PENILAIAN MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PAM.MM01.001.01 BUKU PENILAIAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5448 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 156) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

ISYARAT BAHAYA DI KAPAL. TPL - Prod/C.01. Kompetensi : Prosedur Darurat dan Sar

ISYARAT BAHAYA DI KAPAL. TPL - Prod/C.01. Kompetensi : Prosedur Darurat dan Sar ISYARAT BAHAYA DI KAPAL TPL - Prod/C.01 Kompetensi : Prosedur Darurat dan Sar BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIKMENJUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL ABSTRAK

PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL ABSTRAK PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL Prasetya Sigit Santosa Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ( AMY ) ABSTRAK Keadaan darurat adalah keadaan dari suatu kejadian kecelakaan tiba-tiba yang memerlukan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN JADWAL KONSTRUKSI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN JADWAL KONSTRUKSI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN JADWAL KONSTRUKSI NO. KODE : INA.5230.223.23.02.07 BUKU PENILAIAN DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional 6 PEMBAHASAN 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta Unit pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana (Damkar-PB) Pos Jaga Muara Baru dan TB.Mina Antasena mempunyai hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN BUKU RANCANGAN PENGAJARAN Mata Ajaran Alat Bantu Kapal Disusun oleh : Gerry Liston Putra Mukti Wibowo Program Studi Teknik Perkapalan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2016

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1975 (13/1975) Tanggal : 16 APRIL 1975 (JAKARTA) Sumber : LN 1975/17; TLN

Lebih terperinci

LAMPIRAN VI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

LAMPIRAN VI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM 114 LAMPIRAN VI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Dinas Perhubungan Pemadam Kebakaran 1. KEPALA DINAS Kepala Dinas Perhubungan Pemadam

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Pengertian Pelayaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG PEDOMAN STANDARISASI PENYELENGGARAAN SIMULATOR UNTUK PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPELAUTAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan laut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL

BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL Pesawat bantu terdiri dari dan berbagai peralatan yang secara garis besar dapat dibagi menjadi mesin bantu di kamar mesin dan mesin bantu, di geladak (dek) atau di

Lebih terperinci

PT. PELANGI NIAGA MITRA INTERNASIONAL EMERGENCY RESPONSE TEAM AHT. PELANGI ESCORT - YD. 4523

PT. PELANGI NIAGA MITRA INTERNASIONAL EMERGENCY RESPONSE TEAM AHT. PELANGI ESCORT - YD. 4523 PT. PELANGI NIAGA MITRA INTERNASIONAL EMERGENCY RESPONSE TEAM AHT. PELANGI ESCORT - YD. 4523 NO PERAN KEBAKARAN MENINGGALKAN KAPAL ORANG JATUH KELAUT Lima Kali panjang Tujuh Kali Pendek dan Satu Kali Panjang

Lebih terperinci

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi

Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL. Peraturan 1. Definisi Lampiran IV MARPOL 73/78 PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH KOTORAN DARI KAPAL Bab 1 Umum Peraturan 1 Definisi Untuk maksud Lampiran ini: 1 Kapal baru adalah kapai:.1 yang kontrak pembangunan dibuat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar : Tiga Hal Penting Yang Diharapkan Dari Para Peserta Pelatihan Praktek Kerja Teknis 2

Daftar Isi. Kata Pengantar : Tiga Hal Penting Yang Diharapkan Dari Para Peserta Pelatihan Praktek Kerja Teknis 2 Daftar Isi Kata Pengantar : Tiga Hal Penting Yang Diharapkan Dari Para Peserta Pelatihan Praktek Kerja Teknis 2 1. Tiga Jenis Kecelakaan Yang Sering Terjadi di Tempat Kerja 3 2. Mengapa Kecelakaan Bisa

Lebih terperinci

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana 6508040502 ABSTRAK Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan bisa terjadi

Lebih terperinci

Dengan memanfaatkan prosedur maintenance yang baik, dimana terjadi koordinasi yang baik antara bagian produksi dan maintenance maka akan diperoleh:

Dengan memanfaatkan prosedur maintenance yang baik, dimana terjadi koordinasi yang baik antara bagian produksi dan maintenance maka akan diperoleh: Preventive maintenance adalah suatu pengamatan secara sistematik disertai analisis teknis-ekonomis untuk menjamin berfungsinya suatu peralatan produksi dan memperpanjang umur peralatan yang bersangkutan.

Lebih terperinci

PK.TPL.J.02.M PENGOPERASIAN INSTALASI LISTRIK PADA KAPAL PERIKANAN

PK.TPL.J.02.M PENGOPERASIAN INSTALASI LISTRIK PADA KAPAL PERIKANAN PK.TPL.J.02.M PENGOPERASIAN INSTALASI LISTRIK PADA KAPAL PERIKANAN Penyusun : DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN 2004

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN Halaman 1 dari 6

TEKNIK PENGECORAN Halaman 1 dari 6 KOMPETENSI : Operasi peleburan KODE : M4.1A DURASI PEMELAJARAN : 100 Jam @ 45 menit LEVEL KOMPETENSI KUNCI A B C D E F G 2 1 2 3 1 2 1 KONDISI KINERJA Meliputi tunggal atau ganda, kokas, minyak, gas atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

Nama : Bekerja di bagian : Bagian di tim tanggap darurat :

Nama : Bekerja di bagian : Bagian di tim tanggap darurat : Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA Tinjauan Pelaksanaan Program Tanggap Darurat Kebakaran di Kantor Sektor dan Pusat Listrik Paya Pasir PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Medan Tahun 2013 Nama : Bekerja di

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS PENERAPAN KONVENSI HAK ANAK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PETUNJUK PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS PENERAPAN KONVENSI HAK ANAK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 PETUNJUK PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS PENERAPAN KONVENSI HAK ANAK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 I. P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pendidikan. Pelatihan. Sertifikasi. Pelaut. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 70 TAHUN 2013

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan Kerja : MEKANIK KAPAL KERUK (DREDGER MECHANIC)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan Kerja : MEKANIK KAPAL KERUK (DREDGER MECHANIC) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan Kerja : MEKANIK KAPAL KERUK (DREDGER MECHANIC) Klasifikasi : Pelaksanaan Sub Bidang Pekerjaan Sumber Daya Air Kualifikasi : Sertifikat II

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.731, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pencemaran. Perairan. Pelabuhan. Penanggulangan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI TES TOEP DI PLTI

DESKRIPSI TES TOEP DI PLTI DESKRIPSI TES TOEP DI PLTI Test of English Proficiency, yang disingkat TOEP, adalah tes kemahiran berbahasa Inggris, yang diselenggarakan dengan sistem online. Tes ini mengukur tingkat kemampuan berbahasa

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE Lampiran XLI Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.88, 2012 METEOROLOGI. KLIMATOLOGI. GEOFISIKA. Penyelenggaraan. Pengamatan. Pengelolaan Data. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5304)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2

DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2 PROFIL KOMPETENSI LULUSAN...6 1. Umum...6 2. Kejuruan...7 RUANG LINGKUP PEKERJAAN...9 SUBSTANSI PEMELAJARAN...11 1.

Lebih terperinci

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan.

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan. G. PEMBAGIAN URUSAN BIDANG PERHUBUNGAN - 135-1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi

Lebih terperinci

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S. 1930-225, s.d.u. dg. S. 1931-168 terakhir s.d.u. dg. S. 1947-208. Pasal I Dengan mencabut Peraturan-peraturan uap yang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURAT UKUR KAPALSUNGAI DAN DANAU. Nomor :.

REPUBLIK INDONESIA SURAT UKUR KAPALSUNGAI DAN DANAU. Nomor :. LAMPIRAN II : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 73 Tahun 2004 TANGGAL : 1 Oktober 2004 Contoh : 1 REPUBLIK INDONESIA Logo Lambang garuda Indonesia SURAT UKUR KAPALSUNGAI DAN DANAU Nomor :. Dikeluarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2 PROFIL KOMPETENSI LULUSAN Kompetensi Umum...5

DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2 PROFIL KOMPETENSI LULUSAN Kompetensi Umum...5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...i TUJUAN PROGRAM KEAHLIAN...1 STANDAR KOMPETENSI KEAHLIAN...2 PROFIL KOMPETENSI LULUSAN...5 1. Kompetensi Umum...5 2. Kompetensi Kejuruan...6 RUANG LINGKUP PEKERJAAN...13 SUBSTANSI

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERAWATAN MESIN KAPAL PENGERTIAN MANAJEMEN

MANAJEMEN PERAWATAN MESIN KAPAL PENGERTIAN MANAJEMEN MANAJEMEN PERAWATAN MESIN KAPAL PENGERTIAN MANAJEMEN Manajemen adalah suatu proses atau kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL LAMPIRAN 8 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kompetensi Marine

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR HK.2010/25/VIII/MP.12 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN MAHKAMAH PELAYARAN TENTANG

PUTUSAN NOMOR HK.2010/25/VIII/MP.12 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN MAHKAMAH PELAYARAN TENTANG PUTUSAN NOMOR HK.2010/25/VIII/MP.12 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN MAHKAMAH PELAYARAN TENTANG KECELAKAAN KAPAL TERBAKARNYA KLM. BERKAT SEJATI DI DERMAGA PELRA PELABUHAN GRESIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG INVESTIGASI KECELAKAAN TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG INVESTIGASI KECELAKAAN TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG INVESTIGASI KECELAKAAN TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN STANDAR KOMPETENSI MANAJER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208, 2017 KEMENHUB. Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 4 TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB VI TINDAKAN DALAM KEADAAN DARURAT

BAB VI TINDAKAN DALAM KEADAAN DARURAT BAB VI TINDAKAN DALAM KEADAAN DARURAT a. Sijil bahaya atau darurat. Dalam keadaan darurat atau bahaya setiap awak kapal wajib bertindak sesuai ketentuan sijil darurat, oleh sebab itu sijil darurat senantiasa

Lebih terperinci

PROSEDUR DARURAT DAN SAR

PROSEDUR DARURAT DAN SAR PROSEDUR DARURAT DAN SAR PROSEDUR DARURAT DAN SAR Guru Pengampu: ADZWAR MUDZTAHID TEKNIKA KAPAL PENANGKAP IKAN SMK NEGERI 3 TEGAL Hal-1 PROSEDUR DARUAT DAN SAR JENIS-JENIS, DENAH DAN POLA PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL 1 K-69 Sertifikasi Bagi Juru Masak Di Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci