Pengantar Umum Metode Penelitian dalam Akuntansi 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengantar Umum Metode Penelitian dalam Akuntansi 1"

Transkripsi

1 Pengantar Umum Metode Penelitian dalam Akuntansi 1 Oleh: Dr. Aji Dedi Mulawarman 1. PENDAHULUAN Manusia hampir setiap hari bertanya tentang segala sesuatu, baik itu yang dilihatnya, dibacanya, dirasakannya, dikerjakannya, dan aktivitas-aktivitas lainnya. Manusia bertanya karena manusia berpikir (thinking). Pentingnya proses berpikir tersebut sampai kemudian manusia menjuluki dirinya sendiri sebagai Homo Sapiens (Makhluk yang Berpikir) 2. Bahkan dalam Islam, tradisi manusia yang berpikir - sebelum istilah Homo Sapiens muncul - telah dikemukakan Al-Qur an dengan istilah Ulil Albab (Manusia yang Berpikir) 3. Hasil dari pertanyaan (question) sebenarnya dapat disebut dengan jawaban (answer) atau dapat pula disebut dengan pengetahuan (knowledge). Manusia bertanya untuk mendapatkan jawaban atau pengetahuan disamping memang naluri dan sifat dasar kemanusiaannya, juga didasarkan pada kebutuhan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pertanyaan muncul dari hal-hal sepele yang tidak perlu pemecahan masalah sampai dengan masalah krusial dan rumit yang membutuhkan pemecahan masalah (problem solving). Pertanyaan paling mudah ketika kita bangun tidur, misalnya: Jam berapa ini? ; Sudah pagi atau masih malam ya? ; Lo kok sudah jam segini, tementemen kos kok pada diem ya, apa aku yang gak denger atau mereka pada belum bangun? ; Waduh, kesiangan aku, bisa gak aku menyelesaikan tugas yang semalam belum aku selesaikan?; dan lainnya. Atau pertanyaan seputar mahasiswa ketika pertama kali masuk kelas Metodologi Penelitian: Dosennya serem gak ya? ; Enak gak dosen ini ngasih kuliah? ; Mbulet and ruwet gak ya mata kuliah ini? dan lainlain. Pertanyaan yang lebih kritis, misalnya, ketika kita baru saja membaca koran pagi atau menonton berita televisi (apalagi sambil ditemani teh atau kopi, pasti enak :p): Mengapa pemerintah kok seperti lemah ketika kita diobok-obok Malaysia ya? Apa pemimpin kita tidak bisa mencontoh Bung Karno dengan teriakannya - Ganyang Malaysia - ya?, Apakah tidak ada cara untuk menghentikan kerusuhan-kerusuhan yang tiap hari disiarkan di tv ya? ; Bagaimana cara meredam korupsi di kalangan elit-elit negeri kita ya?, dan lain sebagainya. Banyak pertanyaan-pertanyaan muncul di benak kita. 2. APA ITU PENELITIAN, PENGETAHUAN DAN ILMU? Pertanyaannya sekarang adalah, apakah beda antara pertanyaan biasa dengan pertanyaan penelitian atau riset (research) yang memiliki substansi keilmuan? Apa 1 Materi Minggu Pertama Mata Kuliah Metodologi Penelitian - Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 12 September Auguste Rodin ( ) seorang seniman pemahat bahkan membuat sebuah patung termasyhur, Homo Sapiens, Manusia yang Berpikir sebagai monumen pentingnya tradisi berpikir atau bertanya dari manusia. Dengan berpikir itu pula ciri kemanusiaan itu hadir. Hakikat kemanusiaan paling substansial bagi masyarakat Barat adalah ketika manusia berpikir (lihat Suriasumantri 1985, hal 1) 3 Lihat misalnya QS Ali Imron 190:191. Dalam konteks Qur an, hakikat Manusia sebagai Ulil Albab adalah manusia yang memiliki keseimbangan diri sebagai manusia yang selalu berpikir sekaligus berzikir kepada Allah. 1

2 yang dicontohkan di atas adalah contoh dari pertanyaan-pertanyaan biasa dan sudah menjadi sifat dasar manusia. Sebenarnya pula yang disebut dengan pertanyaan ilmiah merupakan bentuk lanjut dari pertanyaan-pertanyaan biasa di sekitar kehidupan kita. Dengan semakin bertumpuknya pertanyaan-pertanyaan manusia, makin banyak pula jawaban yang muncul. Dari banyaknya jawaban-jawaban yang muncul kemudian menjadi pola atau kebiasaan. Hanya saja pola atau kebiasaan hasil dari pertanyaan dan jawaban tersebut belum membentuk ilmu, tetapi baru masuk pada tataran yang disebut dengan tradisi. Tradisi muncul dari jawaban atas pertanyaan yang terselesaikan tanpa harus dipertanyakan lebih mendalam dan di uji pola serta pemodelan maupun kemungkinan perekayasaan yang kemudian membentuk teori (theory). Pengetahuan dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu, pertama, pengetahuan yang berasal dari manusia sendiri. Kedua, pengetahuan dari luar manusia yang terjangkau indera dan akal manusia, yaitu alam semesta. Ketiga, pengetahuan dari luar manusia yang tidak terjangkau indera dan akal manusia, yaitu Tuhan. Pengetahuan diri dan alam semesta biasa disebut dengan pengetahuan empiris yang didapatkan melalui panca indera, akal dan batin. Sedangkan pengetahuan di luar itu biasanya disebut dengan agama dan didapatkan melalui wahyu dengan pendekatan intuisi dan spiritual. Meskipun saat ini banyak manusia dan hasil pengetahuan berupa ilmu yang tidak mempercayai bahwa pengetahuan mengenai Tuhan itu ada. Aliran seperti ini biasanya disebut dengan Materialisme. Materialisme percaya bahwa segala sesuatu hanya dapat disebut pengetahuan dan dengan demikian dapat menjadi ilmu apabila pengetahuan tersebut didapatkan bila terbukti secara material melalui panca indera dengan mengunggulkan akal sebagai sumber pencarian. Materialisme tidak mengakui adanya pengetahuan adanya Tuhan. Berdasarkan pembagian pengetahuan tersebut, maka pengetahuan dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Pengetahuan pertama yaitu pengetahuan biasa yang didapatkan melalui pengalaman panca indera. Pengetahuan kedua, yaitu tradisi, pengetahuan yang didapatkan dari kebiasaan dan pola yang teratur tetapi tidak terstruktur. Pengetahuan ketiga, yaitu ilmu, hasil dari pengalaman panca indera dan tradisi yang kemudian dilalukan secara sistematis, terorganisir serta radikal (sampai ke akar-akarnya) berdasarkan riset dan atau eksperimen yang sesuai tahapan/metode keilmuan. Pengetahuan keempat, yaitu filsafat, hasil dari pemikiran menemukan kebenaran yang sistematis, radikal dan universal. Filsafat sendiri menurut Gazalba (1990, 24) sebenarnya lebih menekankan pada sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan sebagai hasil berpikir secara radikla, sistematis dan universal. Pertanyaan dan jawaban menjadi sebuah penelitian atau memiliki substansi keilmuan bahkan membentuk teori, ketika subyek atau obyek yang dipertanyakan tersebut diamati dan diteliti secara mendalam, diidentifikasi secara sistematis, melalui kerangka berfikir yang terorganisir. Teori sendiri seperti dijelaskan oleh Indriantoro dan Supomo (1999, 7) bila dilihat dari definisinya merupakan penjelasan atau keterangan mengenai fenomena alam. Sedangkan penelitian menurut Indriantoro dan Supomo (1999, 4-5) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang memiliki kriteria tertentu. Penelitian dengan demikian mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu. Tujuan penelitian sebenarnya adalah untuk memperoleh pengetahuan yang dapat menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah serta bila memungkinkan 2

3 membentuk teori dan berakhir pada ilmu (science) 4. Ilmu atau science dengan demikian secara literer dapat didefinisikan secara mudah sebagai akumulasi dari pengetahuan yang sistematik (Goode dan Hatt 1952, 7). Akuntansi sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan (accounting as a part of science) tidak pernah lepas dari pertanyaan-pertanyaan. Baik mempertanyakan dirinya sendiri, seperti banyak dipertanyakan oleh kalangan akuntan maupun di luar akuntan. Seperti misalnya, apakah akuntansi itu ada, eksis? Atau, apakah akuntansi itu ilmu, teknologi, teknik, seni atau sekedar alat bagi organisasi? Juga dapat terjadi misalnya mempertanyakan kegunaan akuntansi bagi organisasi atau lingkungan di luar dirinya, maupun pertanyaan di seputar proses, prosedur, hubungannya dengan ilmu lainnya, dan lain sebagainya, dan lain sebagainya. Banyak pertanyaan yang dapat dijawab dengan memuaskan, banyak pula yang sampai sekarang tidak memiliki jawaban utuh, atau bahkan tak terjawab sama sekali. Sebagaimana diketahui secara umum, yang disebut dengan ilmu pengetahuan atau sains merupakan akumulasi sistematis dari pengetahuan. Akumulasi sistematis pengetahuan didapatkan dari proses yang disebut dengan kerangka berpikir sistematis atas ilmu itu sendiri. Sehingga jelas, di dalam kerangka keilmuan, salah satu hal paling pentingnya adalah tidak habis-habisnya pertanyaan yang selalu muncul atas suatu bidang ilmu. Demikian pula dengan akuntansi, apabila memang akuntansi dianggap sebagai ilmu. Akuntansi harus penuh dengan pertanyaan yang harus dipecahkan secara sistematis dalam kerangka keilmuan, baik menggunakan metode riset (research methods) berbasis pada model scientific methods maupun melalui cara naturalistic approach. Scientific methods biasanya digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan keilmuan berdasarkan pada metode ilmu-ilmu alam (natural science). Naturalistic approach biasanya digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan keilmuan berdasarkan pada metode ilmu-ilmu sosial (social science). Berdasarkan dinamika pertanyaan sekaligus jawaban atas akuntansi itu pulalah maka akuntansi dapat dikatakan sebagai ilmu PARADIGMA DAN METODOLOGI PENELITIAN Terdapat perbedaan mendasar mengenai apa itu metode penelitian (research methods) dan metodologi penelitian (research methodology). Metode penelitian menekankan pada teknis (technical) yang berhubungan dengan conduct of research. Artinya, metode penelitian merupakan teknis bagaimana penelitian dilakukan secara sistematis untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sedangkan metodologi penelitian lebih menekankan pada filosofi yang mendasari pilihan penggunaan metode riset. Artinya, metodologi penelitian merupakan pembahasan mengenai substansisubstansi dan nilai-nilai (values) yang mendasari dari penggunaan metode riset yang dipilih untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metodologi penelitian misalnya membahas mengenai values dan substansi scientific methods yang berasal dari sistematika dan tata aturan ilmu-ilmu alam. Bagi scientific methods penelitian harus bebas nilai (value free) dan bersifat obyektif. Sedangkan values dan substansi metode 4 Silakan lihat juga Suriasumantri (1985, 2-3) 5 Bila ingin dilihat lebih jauh, seperti dijelaskan oleh Muslih (2004) bahwa di ranah social science muncul apa yang dinamakan dengan sosiologi ilmu atau sociology of knowledge (bukannya ilmu sosiologi). Sosiologi ilmu adalah disiplin yang secara teoritis berusaha menganalisis kaitan antara pengetahuan dengan kehidupan. Disiplin ini dirintis oleh Marx Scheler dan kemudian diperkokoh oleh Karl Mannheim. Sosiologi ilmu membentuk sebuah kesepakatan tentang perbedaan pendekatan antara ilmu alam dan ilmu sosial. Bagi ilmu sosial dikenal dengan pendekatan verstehen (pemaknaan), sedangkan ilmu alam dikenal dengan pendekatan erklaren (penjelasan berdasarkan hukum alam; kasualitas) 3

4 penelitian dari naturalistic methods haruslah sarat nilai (value laden) dan bersifat subyektif. Perbedaan antara kedua metode di atas kemudian memunculkan apa yang kemudian disebut dengan Paradigma (Paradigm) 6 atau Worldview 7. Paradigma keilmuan Barat oleh Burell dan Morgan (1979) disusun berdasar empat paradigma utama, yaitu fungsionalisme, interpretif, radikal humanis dan radikal struktural. Sedangkan dalam akuntansi misalnya dibagi dalam paradigma positif, interpretif dan kritis (Chua 1986; untuk pembagian berbeda lihat Belkaoui 2000). Muhadjir (2000) melakukan pembagian yang berbeda, yaitu positivis, postpositivis (di dalamnya termasuk interpretif dan kritis) dan postmodernisme. Sedangkan turunan metodologinya, biasanya paradigma positivis menggunakan metodologi kuantitatif, sedangkan di luar itu menggunakan metodologi kualitatif atau lainnya. Metodologi di luar positivisme atau biasa disebut dengan non-positivism, baik yang interpretif, kritis, posmo atau lainnya bisanya berupaya untuk mengembangkan apa yang disebut Fakih (2002b:49) penolakan terhadap dominasi representasi penelitian ilmiah (scientific methods) positivisme. Dominasi positivisme atas penelitian ilmiah lanjut beliau adalah bentuk penguasaan pengetahuan untuk menerapkan pengetahuan sampai bentuk teknologinya tidak hanya didasarkan ideologi Barat tetapi juga didasarkan hasrat untuk mengendalikan (51-52) berdasar dua asumsi utama scientific methods, yaitu obyektivisme dan regulatori. Obyektivisme mensyaratkan ilmuwan maupun praktisi sedapat mungkin bertindak netral, berjarak dan tidak melibatkan aspek emosional dan pemihakan (47). Regulatori menempatkan ilmu pada posisi sentral dalam analisis sosial maupun proses perubahan sosial. Masyarakat dalam asumsi ini ditempatkan sebagai obyek ilmu. Sebagai subyek, ilmuwan mendapat legitimasi untuk membangun sendiri agenda maupun tujuan dari perubahan sosial. Oleh karena itu masyarakat yang diletakkan sebagai obyek harus menyerahkan diri untuk diarahkan dan dikembangkan menuju tujuan yang telah ditetapkan (48-49) Paradigma positif Paradigma positif atau the functionalist paradigm (Burell & Morgan 1979), atau disebut juga mainstream accounting thought, menurut Chua (1986), didasarkan common set asumsi filosofis tentang pengetahuan, dunia empiris dan hubungan 6 Istilah paradigma menurut Mulawarman (2010) dipakai pertama kali oleh Thomas Kuhn dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution (1962). Paradigma merupakan terminologi kunci dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang diperkenalkan Kuhn, meskipun ia tidak merumuskan dengan jelas tentang apa yang dimaksudkan dengan paradigma itu sendiri. Bahkan istilah paradigma dipergunakan tak kurang dari dua puluh satu cara yang berbeda. Memang setelah Kuhn, banyak pendefinisian yang berkaitan dengan paradigma, baik yang mencoba mereduksi dua puluh satu definisi Kuhn menjadi tiga konsep utama paradigma, seperti yang dilakukan oleh Masterman yang mencoba membagi paradigma dalam apa yang diistilahkan sebagai paradigma metafisis, paradigma sosiologis dan paradigma konstruk. Metaphysical paradigm adalah tipe paradigma mengenai (1) sesuatu yang ada dan tidak ada; (2) mengenai hanya sesuatu yang ada saja; atau (3) hanya sesutu yang sungguh-sungguh ada; yang menjadi pusat perhatian dari komunitas ilmuwan tertentu. Dari metaphysical paradigm Kuhn mengajukan satu konsep yang disebutnya exemplar, yaitu hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum. Exemplar ini disebut pula tipe sociological paradigm. Sedangkan construct paradigm merupakan konsep yang paling sempit di antara ketiga tipe paradigma di atas 7 Paradigma lanjut Mulawarman (2010) dapat pula diartikan sebagai worldview. Worldview dalam khasanah etimologi Barat tersusun dari dua kata world (dunia) dan view (pandangan) yang berarti pandangan dunia. Worldview dalam bahasa Jerman disebut Weltansicht atau Weltanschauung (welt=dunia; anschauung=persepsi) yang berarti persepsi tentang dunia. Di Italia, Weltanschauung diartikan sebagai konsepsi tentang dunia. Sedangkan di Perancis maknanya diperluas menjadi pandangan metafisis tentang dunia dan konsepsi tentang kehidupan. Worldview di Rusia disebut dengan Mirovozzrenie yang juga memiliki arti yang sama dengan Weltanschauung. 4

5 antara teori dan praktek. Pandangan dunia terutama, menekankan pada hypotheticodeductivism dan technical control. Secara ontologis, ditegaskan Chua (1986) dipengaruhi realitas fisik yang menganggap dunia sebagai realitas obyektif yang berada di luar (independent) manusia, dan alam yang penuh kepastian (determinate nature) atau secara esensi dapat diketahui (knowable). Dengan demikian terdapat garis pembatas tegas antara obyek dan subyek, pengetahuan dapat diperoleh ketika subyek dapat menemukan dengan benar dan mendiscovers realitas obyektif tersebut. Karena itu, penelitian-penelitian dalam paradigma ini selalu menekankan obyektivitas yang tinggi. Ini tidak lain obyek yang diketahui terpisah dengan subyek yang mengetahui. Peneliti dalam paradigma ini selalu mencoba melakukan pengukuranpengukuran yang akurat melalui suatu instrumen yang dinamakan questionaire terhadap realitas sosial yang ditelitinya. Melihat realitas sebagai materi yang dapat diukur dan diinterpretasikan secara rasional, atau satu-satunya untuk membangun ilmu memakai Metode Ilmiah. Bentuk metodologi yang sesuai dan banyak dipakai pada paradigma ini adalah metodologi kuantitatif dengan teknik statistiknya yang berakar pada ilmu-ilmu alam Paradigma Interpretif Paradigma Interpretif diturunkan dari Germanic Philosofical Interests yang menekankan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman. Ilmu pengetahuan, bagi paradigma ini tidak digunakan untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict), tetapi untuk memahami (to understand). Paradigma Interpretif dibentuk berdasarkan asumsi bahwa realitas sosial itu keberadaannya tidak konkret, melainkan keberadaannya dibentuk dari pengalaman subyektif-obyektif masingmasing individu. Jadi realitas sosial itu diciptakan dari hasil interpretasi dan konsepkonsep individu serta bagaimana ia membentuk makna (meaning) atas interpretasi tersebut. Sehingga realita sosial itu majemuk, bisa bertahan atau berubah tergantung pada pemaknaan individu. Paradigma Interpretif, menganut pendirian sosiologi keteraturan seperti halnya functionalism paradigm, tetapi mereka menggunakan pendekatan subyektifisme dalam analisis sosialnya, sehingga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Mereka ingin memahami kenyataan sosial menurut apa adanya, yakni mencari sifat yang paling mendasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subyektif dan kesadaran seseorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut orang lain yang mengamatinya (Fakih 2002). Hal ini juga ditegaskan oleh Hardiman (1994), bahwa kalau diikuti jalur perkembangan ilmu-ilmu sosial pasca positivisme, kita akan menemukan suatu upaya yang sangat gigih untuk mempertahankan rasionalitas dalam sebuah perspektif yang kritis terhadap saintisme dan positivisme. Tanpa meninggalkan cita-cita pencerahan dan proyek modernitas, sikap kritis tersebut diperlihatkan dengan usaha untuk memandirikan ilmu-ilmu sosial secara epistemologis dan metodologis. Lebih jauh tentang Interpretive Paradigm, Hardiman (1994), mengatakan bahwa, disini obyektivism dilampaui, namun phenomenology, khususnya Husserl, tidak beranjak dari saintism, karena ingin menjadi rigorous science tentang fenomen apa adanya dari sudut pandang suatu subyek intensional (kesadaran). Bahkan fenomenologi sosial, seperti sudah ditunjukkan Susan Hekman, meskipun sudah menampilkan aspek intersubyektif, masih memahami makna dari sudut intensionalitas individual. Disini, bersama Teori Tindakan, fenomenologi masih terperangkap dalam konsep pengetahuan ala Pencerahan, yaitu paradigma individualistis dan dikotomi subyek-obyek. Bentuk metodologi yang dijalankan pada 5

6 paradigma ini adalah antitesis dari positivisme, sebagai upaya mencari dasar metodologis bagi ilmu-ilmu social yang lebih luas sampai pada konteks kehidupan manusia yang tidak tereduksi dalam bentuk sainitifikasi, konsep yang penting untuk menyelamatkan subyek pengetahuan yang tidak pernah tertangkap oleh positivisme, konsep yang dinamakan Edmund Husserl sebagai Lebenswelt (dunia kehidupan) (Hardiman 2003:59). Dijelaskan Muhadjir (2000:14) pendekatan seperti ini merupakan penegasan mengenai pembangunan ilmu pengetahuan yang tidak hanya terjebak pada konteks empirisme saja, tetapi mengakomodasi kepentingan rasionalisme ilmu yang valid Paradigma Kritis Paradigma kritis, berlawanan dengan positivism, dalam melihat realitas. Bila dalam paradigma positif, Fakih (2002) yang mensitir pemikiran Jurgen Habermas, bahwa realitas tertinggi bukan kenyataan lahir yang dapat dilihat indera, tetapi justru pada ruh atau gagasan, ilmu sosial lebih dipahami sebagai proses katalisasi untuk membebaskan manusia dari segenap ketidakadilan, tidak boleh dan tidak mungkin bersifat netral. Paradigma kritis, di sisi lain memperjuangkan pendekatan yang bersifat holistik, serta menghindari cara berpikir deterministik dan reduksionistik. Oleh sebab itu, mereka selalu melihat realitas sosial dalam perspektif kesejarahan. Paradigma kritis memakai baik pendekatan obyektif maupun subyektif untuk menjelaskan tentang perubahan yang selalu terjadi dalam setiap hubungan sosial. Menurut Sarantakos (1993) makna-makna subyektif adalah relevan dan penting, namun hubungan-hubungan obyektif juga tidak bisa ditolak. Perhatian utama dari paradigma ini adalah membuka mitos dan ilusi, mengekspos struktur yang nyata dan mempresentasikan realitas sebagaimana adanya. Burell & Morgan (1979) memisahkan paradigma ini dalam dua paradigma, yaitu Radical Humanism dan Radical Structuralism. Radical Humanism memandang perubahan dilakukan lewat consciousness/kesadaran, sedangkan Radical Structuralism memandang bahwa perubahan bisa dilakukan lewat perubahan structure atau sistem. Radical Structuralism berdasar dari hasil kritik radikal Karl Marx dan Frederick Engels dari German Idealism dalam bukunya The German Ideology (1846), setelah melakukan reinterpretasi Sistem Filsafat Hegelian. Fokus analisis dari Marx adalah political economy dari capitalism. Menggantikan konsep consciousness, alienation dan critique menjadi structures, contradictions dan crisis Paradigma Postmodernisme Postmodernisme menurut Rosenau (1992) merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Karena peristiwa yang mengerikan selama abad ke dua puluh, postmodernisme menanyakan bagaimana setiap orang dapat percaya bahwa modernitas telah membawa kemajuan dan harapan bagi masa depan yang lebih cemerlang. Menurut Agger (2003), penulis postmodernisme tidak percaya pada puncak perkembangan evolusioner modernitas yang ditandai dengan rasionalitas, sains dan obyektifitas. Secara gamblang, diungkapkan oleh Hadiwinata (1994), bahwa postmodernisme meletakkan dirinya di luar paradigma modern dalam arti bahwa ia menilai modernisme bukan dari kriteria modernitas, tetapi melihatnya dengan cara kontemplasi dan dekonstruksi. Postmodernisme muncul akibat kekecewaan terhadap segala atribut yang melekat pada modernitas. Di satu pihak, postmodernisme melihat modernisme selalu diikuti dengan hal-hal seperti penyebaran (jika bukan hegemoni) peradaban Barat, industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, konsumerisme, dan lain-lain. Namun di pihak lain, postmodernisme juga melihat rasisme, perbedaan kaya-miskin, diskriminasi, pengangguran, dan stagflasi tumbuh bersama-sama dengan 6

7 modernisme. Karakter utama postmodernisme, menurut Triyuwono (2000), terletak pada usaha dekonstruksi yang dilakukan terhadap semua bentuk logosentrisme yang dibuat oleh modernisme. Logosentrisme, adalah system pola berpikir yang mengklaim adanya legitimasi dengan referensi kebenaran universal dan eksternal (Rosenau 1992:xii). Dengan dekonstruksi, dijelaskan oleh Triyuwono (2000), postmodernisme memasukkan sang lain (the others) yang dimarginalkan, disepelekan, ditindas, dieksploitasi dan di bunuh ke dalam kedudukan yang sama dengan apa yang ditunggalkan oleh modernisme. Meskipun demikian, keragaman pemikiran postmodernisme dalam ilmu-ilmu sosial, menurut Rosenau (1992:15) dapat dibagi menjadi dua orientasi utama, yaitu postmodernisme skeptis dan afirmatif. Postmodernisme skeptis, dicirikan atas pesimistik, negatif, gloomy assessment, melihat abad postmodern telah terfragmentasi, terjadi disintegrasi, malaise, tak memiliki makna, hilangnya parameter moral dan masyarakat chaos serta tidak ada kebenaran. Bahkan lebih tegas lagi dapat dikatakan hilangnya Tuhan, Zat yang Maha Kuasa, kecuali Tuhan yang telah masuk dalam akal rasional, Tuhan yang empiris (penjelasan detil lihat Griffin 2003). Aliran skeptis disebut Rosenau (1992:15) sebagai sisi gelap postmodernisme. Postmodernisme afirmatif dicirikan dengan persetujuannya dengan kalangan skeptis dalam kritik terhadap modernitas, meskipun aliran ini masih lebih mementingkan harapan, pandangan optimis, terbuka pada aksi politik atau konten (isi) dengan rekognisi visioner, merayakan proyek non-dogmatik (termasuk tentatif dan nonideologis) personal yang berada pada ring Agama New Age dan Gaya Gidup Aliran Baru dan termasuk seluruh spektrum gerakan sosial postmodern (16). Sebagaimana dijelaskan di atas, postmodernisme merupakan antitesis dari modernisme yang cenderung menolak disposisi subyek dan obyek. Postmodernisme melihat realitas tidak hanya obyektif, realitas juga memiliki padanannya yaitu realitas subyektif. Berbeda dengan interpretivism yang hanya memandang realitas itu subyektif, berbeda pula dengan aliran kritis awal yang membedakan perubahan sosial bisa dilakukan terpisah melalui subyektifitas (radical humanist) atau melalui obyektifitas (radical structuralist). Postmodernisme melihat realitas itu majemuk, baik itu subyektif maupun obyektif, bahkan melampaui keduanya. Realitas adalah hasil dari pengalaman obyektif, subyektif, intuitif, bahkan spiritual, semuanya terjadi dalam satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dan ditera mana yang berpengaruh dan mana yang dipengaruhi. Mudahnya, tidak ada pemisahan antara realitas (object) dan pencipta realitas (subject). Perkembangan terbaru saat ini muncul apa yang disebut dengan paradigma spiritual. Paradigma ini sebenarnya merupakan rentetan yang dihasilkan dari perkembangan paradigmatik Barat, terutama sebagai hasil turunan paradigma postmodernisme afirmatif Pemahaman atas realitas majemuk seperti itu berdampak pada pemahaman atas manusia dalam postmodernisme sebagai makhluk yang bebas, dinamis dan berpikir holistik. Pemahaman tersebut menyebabkan aliran postmodernis melihat realitas sosial dan ilmu pengetahuan tidak memiliki sekat serta terpisah-pisah. Metodologi yang dikembangkan kemudian juga secara epistemologis dikonstruksikan secara bebas, tidak terstruktur, bahkan dapat dikatakan tidak memiliki metode dan prosedur formal. Metodologi yang muncul kemudian dapat dikatakan sebagai the anti-rule atau anything goes (Rosenau 1992:117). Dengan demikian, ilmu pengetahuan tidak bersifat sistematik (unsystematic), memiliki logika majemuk (heterological), tidak terpusat (de-centered), selalu berubah (ever changing) dan bersifat lokal (Rosenau 1992:83). 7

8 3.5. Paradigma Religius Pertanyaannya kemudian, bila pendekatan paradigmatik Barat berbeda dengan pandangan religius seperti Islam di atas misalnya, maka apakah dimungkinkan adanya perbedaan yang signifikan pula akan pendekatan paradigmatik dari agama lain? Saya kira hal itu sah-sah saja. Artinya ketika pendekatan paradigmatik Barat dirasa sesak karena adanya ideologisasi yang melekat pada dirinya, atau dirasa terlalu longgar karena adanya deideologisasi paradigmatik, maka dapat dipastikan serta perlunya ruang lain yang memberikan kebebasan atas kreativitas atas nama ilmu untuk mengkreasi, katakanlah, Paradigma Religius. Contohnya, yaitu Paradigma Islam. Berbeda dengan pembagian paradigmatik Barat, tradisi Islam kontemporer memiliki perbedaan definisi yang berbeda. Beberapa definisi paradigma atau worldview yang menonjol seperti dijelaskan Zarkasyi (2005) setidaknya terdapat empat definisi paradigma atau worldview dalam khasanah Islam kontemporer, yaitu definisi dari Maulana Al-Maududi, Syaikh Atif al-zain, Sayyid Qutb, dan Seyyed Naquib Al-Attas. Berikut akan dijelaskan masing-masing. Pertama, definisi dari Maulana Al-Maududi. Beliau mengistilahkan paradigma Islam sebagai Islami Nazariyat (Islamic Vision), yang berarti pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab shahadah adalah pernyataan moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh. Kedua, definisi dari Syaikh Atif al-zain. Paradigma dalam istilah Syaikh Atif al-zain disebut al-mabda al-islami (Islamic Principle) yang cenderung merupakan kesatuan iman dan akal dan karena itu ai mengartikan mabda sebagai aqidah fikriyyah yaitu kepercayaan berdasarkan pada akal. Sebab baginya iman didahului dengan akal. Ketiga, paradigma menurut Sayyid Qutb. Menurutnya paradigma disebut sebagai al-tasawwur al-islami (Islamic Vision), yang berarti akumulasi keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat di balik itu. Keempat, definisi paradigma menurut Seyyed Naquib Al-Attas. Al-Attas mengartikan paradigma sebagai Ru yatul Islam lil Wujud (Islamic Worldview), yaitu pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan tentang hakikat wujud. Point penting yang dapat ditangkap dari definisi keempat tokoh Muslim di atas adalah bahwa paradigma berkenaan dengan pandangan hidup Muslim tentang realitas dan kebenaran serta hakikat wujud yang berakumulasi dalam alam pikiran dan memancar dalam seluruh aktfitas kehidupan umat Islam. Bila kita lihat penjelasan-penjelasan mengenai makna paradigma di atas, dapat kita lihat terdapat perbedaan pemahaman mengenai paradigma. Dalam tradisi Barat, paradigma lebih dilihat dalam konteks filsafat dan pandangan hidup yang memiliki tiga penekanan, yaitu motor bagi perubahan sosial, dasar bagi pemahaman realitas, dan dasar bagi aktifitas ilmiah. Namun dalam Islam makna paradigma menjangkau makna pandangan Islam terhadap hakikat dan kebenaran tentang alam semesta dan selalu berujung pada Kebenaran Mutlak (Al-Haqq) yaitu Allah. Paradigma Islam tidak terbatas pandangan akal manusia terhadap dunia fisik atau keterlibatan manusia di dalamnya dari segi historis, sosial, politik dan kultural, tetapi mencakup aspek dunia dan hari akhir, dimana aspek dunia harus terikat dan mendalam dengan aspek akhirat, sedangkan aspek akhirat harus diletakkan sebagai aspek final. Mudahnya, paradigma dalam bahasa Al-Faruqi disebut dengan Tawhid. 8

9 Esensi Islam adalah Tawhid atau pengesaan Tuhan, tindakan menegaskan Allah sebagai yang Esa, Pencipta mutlak dan transenden. (Al-Faruqi 1995:16). Tauhid digambarkan Iqbal (1966:3) seperti burung tak berjejak dan tidak dituntun oleh pikiran (intelek), dan juga bukan hanya perasaan. Tauhid adalah konsep kunci dalam Islam. Tauhid memberikan identitas pada peradaban Islam yang mengikat semua unsur-unsurnya bersama-sama dan menjadikannya kesatuan integral dan organis (Al-Faruqi 1995:16). Nilai-nilai Islam yang berpedoman pada Vestigia Dei (jejak-jejak Ilahi) di atas mengarah pada koeksistensi tujuan utama manusia. Koeksistensi tujuan utama manusia tersebut terletak pada keseimbangan sebagai abd Allah dan sekaligus Khalifatullah fil ardh. Abd Allah adalah realisasi tujuan manusia untuk selalu menjalankan ibadah kepada Allah. Manusia memiliki tujuan hidup asali dan akhir untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Pengabdian tersebut terkait langsung, integratif dan organis dengan fungsinya sebagai Khalifatullah fil Ardh. Khalifatullah fil Ardh adalah realisasi tujuan kealaman manusia untuk memelihara dan mengelola alam semesta milik Tuhan. Manusia diberi amanah memberdayakan seisi alam raya sebaik-baiknya demi kesejahteraan seluruh makhluk. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi mempunyai kewajiban menciptakan masyarakat Ilahiah dan harmonis. Manusia sebagai khalifah Allah harus dapat memelihara agama, akal dan budayanya (Shihab 2000, 166). Implementasi koeksistensi tujuan utama manusia kemudian harus dilaksanakan dalam bentuk harmoni, keseimbangan dan kebaikan. Inilah yang disebut dengan cinta sejati menurut Islam. Cinta dalam Islam bukan hanya bersifat materi tetapi juga batin dan spiritual. Itulah truly love atau hyperlove (cinta melampaui). Cinta dengan demikian dijalankan untuk menumbuhkan dan membangun kesadaran insaniah, kesadaran menuju fitrah Ketuhanan, didasari rasa saling percaya dan kejujuran serta menghilangkan kecurigaan dan penghianatan. 4. METODE PENELITIAN Seperti dijelaskan di atas, metode penelitian adalah teknis yang berhubungan dengan conduct of research, bagaimana penelitian dilakukan secara sistematis berdasarkan prosedur yang ditentukan. Berdasarkan pada peta paradigmatik atas ilmu dan riset di atas, kita dapat menyimpulkan secara sederhana, beberapa cara pandang bagaimana kita melakukan penelitian atau riset. Apabila kita memiliki pertanyaan apa hubungan atau pengaruh fenomena akuntansi yang terjadi, maka kita perlu melakukan penjelasan (to explain) dan memprediksikannya (to predict) melalui pendekatan (metode riset) statistik (kuantitatif). Penelitian model ini disebut dengan pendekatan positivistik. Apabila kita memiliki pertanyaan mengapa (why) sebuah fenomena akuntansi terjadi dan apa yang terjadi di dalamnya serta kita ingin melakukan interpretasi praktik akuntansi secara langsung, maka kita perlu pendekatan (metode riset) verstehen (pemaknaan realitas secara kualitatif). Penelitian model ini disebut dengan pendekatan interpretif. Apabila kita resah dengan kenyataan akuntansi yang tidak sesuai dengan pemikiran kita dan ingin melakukan perubahan akuntansi, kita dapat melakukan pendekatan perubahan pada tataran kesadaran akuntan (kritis humanis) atau dapat juga melakukan pendekatan perubahan pada tataran organisasi, kelembagaan atau model akuntansinya (kritis struktural). Penelitian model ini disebut dengan pendekatan kritis. Apabila kita ingin membuat bentuk-bentuk akuntansi baru baik itu menggunakan akuntansi yang ada dengan penambahan nilai-nilai dari luar akuntansi, atau membuat akuntansi yang benar-benar baru sesuai dengan nilai yang kita pahami sebagai kebenaran untuk kemajuan akuntansi, maka kita perlu 9

10 pendekatan (metode riset) akuntansi baru. Penelitian model ini disebut pendekatan postmodernis. Apabila kita ingin membangun akuntansi dari basis agama maka kita perlu pendekatan riset religius. Secara umum tahapan yang perlu dilakukan dalam riset akuntansi seperti dirumuskan Howard dan Sharp (1983) dalam Smith (2007, 16-18) sebagai berikut: Pemilihan Topik Formulasi Rencana Riset Presentasi Temuan Berikut penjelasan masing-masing tahapan riset di atas secara ringkas: 1. Identifikasi Masalah Secara Umum. Persempit fokus masalah dari akuntansi secara umum menjadi konteks akuntansi yang mengarah pada akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, auditing, pendidikan akuntansi, sistem informasi akuntansi, etika bisnis dan profesi, akuntansi syariah, akuntansi sektor publik, akuntani perpajakan atau lainnya. 2. Pemilihan Topik. Spesifikasi sub konteks akuntansi yang dipilih pada point 1 dengan memilih topik yang relevan. 3. Penentuan Pendekatan Riset. Tentukan pendekatan metode penelitian sesuai paradigma. Penentuan metode penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pendekatan penelitian nantinya akan menentukan bagaimana penelitian dilangsungkan, apakah dilakukan secara statistik, interpretif, kritis, posmo, atau religius. 4. Formulasi Rencana Riset. Susun rencana penelitian sesuai tujuan dan target, tentukan cara dan alat, timeline, serta tempat penelitian. 5. Pengumpulan Informasi. Koleksi data dapat dilakukan dengan baik apabila kita telah mengetahui apa yang kita ingin tahu dan tujuan dari penelitian 10

11 6. Analisa Data. Metode analisa data dilakukan sesuai dengan metode penelitian yang dipilih, baik dilakukan secara manual maupun dengan alat bantu komputerisasi seperti software pendukung. 7. Presentasi Temuan. Membuat laporan penelitian dan presentasi hasil dalam forum seminar atau ujian di lingkungan kampus. 5. PENDALAMAN PEMAHAMAN MATERI 5.1. Jelaskan perbedaan antara pertanyaan biasa dan pertanyaan yang mengandung substansi ilmu Jelaskan makna pengetahuan, tradisi, ilmu dan filsafat. Apa yang membedakan masing-masing Manusia memiliki beberapa sarana untuk mendapatkan ilmu. Sebutkan dan jelaskan masing-masing Terdapat perbedaan mendasar antara metode dan metodolologi penelitian. Jelaskan Jelaskan pengertian paradigma. Terdapat beberapa paradigma dalam penelitian. Sebutkan dan jelaskan Berdasarkan sarana untuk mendapatkan ilmu yang saudara miliki, cobalah lakukan integrasi ketiganya. Setelah itu lakukan beberapa tahapan berikut: - Carilah masalah penelitian yang saudara sukai dalam konteks akuntansi. - Spesifikasikan masalah penelitian akuntansi yang telah saudara pilih di atas sesuai dengan topik yang relevan. - Pilihlah pendekatan penelitian yang sesuai dengan keinginan saudara. 11

Metode Penelitian dalam Akuntansi: Sebuah Pengantar 1

Metode Penelitian dalam Akuntansi: Sebuah Pengantar 1 Metode Penelitian dalam Akuntansi: Sebuah Pengantar 1 Oleh: Dr. Aji Dedi Mulawarman, MSA. 1. PENDAHULUAN Manusia hampir setiap hari bertanya tentang segala sesuatu, baik itu yang dilihatnya, dibacanya,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH

METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH INFORMASI DOSEN Nama: Dr. Aji Dedi Mulawarman, MSA. Alamat rumah: Perum Persada Bhayangkara Singhasari Blok G-6, Pagentan, Singosari, Malang, 65153.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH

METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH METODE PENELITIAN DALAM AKUNTANSI: PENGANTAR KULIAH Aji Dedi Mulawarman Minggu Pertama 12 September 2011 Submission to Allah's Will is the best companion; Wisdom is the noblest heritage; Theoretical and

Lebih terperinci

PARADIGMA INTERPRETIVISME

PARADIGMA INTERPRETIVISME PARADIGMA INTERPRETIVISME Salah satu paradigma non positivisme adalah paradigma interpretif. Paradigma ini dikenal juga dengan sebutan interaksionis subyektif (subjective interactionist). Pendekatan alternatif

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

Rekonstruksi Ilmu Pengetahuan Kontemporer

Rekonstruksi Ilmu Pengetahuan Kontemporer U á Å ÄÄt{ ÜÜt{ÅtÇ ÜÜt{ Å Rekonstruksi Ilmu Pengetahuan Kontemporer Oleh: Sarjuni, S.Ag., M.Hum. 1 Sain Tidak Bebas Nilai (Not Values-Free) 1. Ilmu yang di dalam peradaban Barat diklaim sebagai bebas nilai,

Lebih terperinci

A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian

A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang banyak digunakan sebagai batu pijakan dalam mengembangkan ilmu. Filsafat ilmu menurut Sumantri (1998)

Lebih terperinci

Dimensi Subjektif - Objektif

Dimensi Subjektif - Objektif Sociological Paradigms and Organisational Analysis [chapter 1-3] Gibson Burrell & Gareth Morgan Heinemann, London 1979 Empat Asumsi Tentang Sifat Ilmu Sosial (1) Ontology Asumsi yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

$ [8] [176] Lusiana Darmawan Suryamita Harindrari

$ [8] [176] Lusiana Darmawan Suryamita Harindrari Thesis: Sociological Paradigms and Organisational Analysis. Elements of the Sociology Corporate Life oleh Gibson Burrell and Gareth Morgan Diterbitkan oleh Heinemann, London, 1979, chapter 1-3. Hak Cipta:

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan dan Kompetensi Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Islam yang terdiri dari berbagai dimensi ajaran

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jawa Timur Pengantar Epistemologi merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL

METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL METODE-METODE DALAM PENELITIAN ILMU SOSIAL 1. Metode Penelitian Sosial (Social Research Method) Mahasiswa selalu dihadapkan pada permasalahan teoritis dan metodologis dalam proses penulisan tugas akhir

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm. Modul ke: 01 Ponco Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul Perkuliahan I Metode Penelitian Kualitatif Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Namun,

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul IPTEK

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN RASIONAL Dilakukan dg dg cara yg yg masuk akal shg Terjangkau terjangkau penalaran manusia CARA ILMIAH KEGIATAN PENELITIAN DIDASARKAN CIRI-CIRI

Lebih terperinci

KRISIS ILMU BARAT SEKULER DAN ILMU TAUHIDILLAH

KRISIS ILMU BARAT SEKULER DAN ILMU TAUHIDILLAH 1 KRISIS ILMU BARAT SEKULER DAN ILMU TAUHIDILLAH Dr. Ir. Harry Hikmat, MSi Staf Ahli Bidang Dampak Sosial KRISIS ILMU BARAT SEKULER Konsep sentral Kuhn ialah paradigma. Menurutnya, Ilmu yang sudah matang

Lebih terperinci

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika

Lebih terperinci

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI PERTEMUAN 1 DOSEN VED,SE.,MSI.,AK.,CA MATERI ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH 1.1 Pengertian dan Komponen Ilmu 1.2 Metode Ilmiah 1.3 Penelitian

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd FILSAFAT ILMU Irnin Agustina D.A.,M.Pd am_nien@yahoo.co.id Definisi Filsafat Ilmu Lewis White Beck Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Komunikasi sebagai Ilmu (Lanjutan) Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Matriks Perbedaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut: 254 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penulis menganggap bahwa, makna tidak selalu merujuk pada kesimpulan-kesimpulan yang dibuat. Namun demikian, kesimpulan menjadi sebuah prasyarat penting dari sebuah penulisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

Ringkasan Paper : Sociological Paradigms and Organizational Analysis

Ringkasan Paper : Sociological Paradigms and Organizational Analysis Ringkasan Paper : Sociological Paradigms and Organizational Analysis Oleh: Kelompok 7 120400022X Daniel Albert Y. A. 120400061Y Michael Budiman Assumptions about the Nature of Social Science Semua teori

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

MANUSIA, NILAI DAN MORAL

MANUSIA, NILAI DAN MORAL MANUSIA, NILAI DAN MORAL HAKIKAT NILAI-MORAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Nilai dan Moral Sebagai Materi Pendidikan Ada beberapa bidang filsafat yang berhubungan dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu,

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

Sociological Paradigms and Organizational Analysis

Sociological Paradigms and Organizational Analysis 1 Sociological Paradigms and Organizational Analysis Elements of the Sociology of Corporate Life Gibson Burrell and Gareth Morgan Heinemann, London, 1979, ch. 1-3. Keywords: nature of social science, nature

Lebih terperinci

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami

Lebih terperinci

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah 174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS

ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS ILMU KOMUNIKASI : KARAKTERISTIK DAN TRADISI PENDEKATAN TEORITIS Disarikan dari buku Griffin (2006) dan Littlejohn & Foss (2008) Oleh : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D Departemen Ilmu Komunikasi FISIP-UI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo repository.uin-malang.ac.id/2412 Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo Setelah sebelumnya dipaparkan sejarah ringkas penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3

Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3 Ringkasan Artikel Social Paradigm and Organizational Analysis Chapter 1-3 Penulis : Gibson Burrel & Gareth Morgan Heinemann, London, 1979. Peringkas : M. Eka Suryana - 1203000641 Keyword : Assumptions,

Lebih terperinci

Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Universitas Brawijaya

Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Universitas Brawijaya Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Universitas Brawijaya untiludigdo@ub.ac.id; masunti@gmail.com Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi di Universitas Lampung, 24-26 Agustus 2016 Seperangkat

Lebih terperinci

Misiologi David Bosch

Misiologi David Bosch Misiologi David Bosch Definisi Sementara Misi. 1. Iman Kristen bersifat misioner, atau menyangkali dirinya sendiri. Berpegang pada suatu penyingkapan yang besar dari kebenaran puncak yang dipercayai penting

Lebih terperinci

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN Oleh Agus Hasbi Noor Ilmu dan Proses Berpikir Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial yang berlaku umum dan sistematik.

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO PENELITIAN DAN METODE ILMIAH BY: EKO BUDI SULISTIO Email: eko.budi@fisip.unila.ac.id PENELITIAN Bhs Inggris : Research re kembali ; search mencari. Secara bahasa berarti mencari kembali Penelitian dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, BAB IV KESIMPULAN Masyarakat yang plural atau majemuk merupakan masyarakat yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila dan Implementasinya (Bag. 1) Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke:

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila dan Implementasinya (Bag. 1) Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Modul ke: Pendidikan Pancasila Berisi tentang Pancasila dan Implementasinya (Bag. 1) Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id Pancasila

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Pusdiklat Spimnas 2011

Pusdiklat Spimnas 2011 1 PANCASILA DALAM HIDUP MENEGARA MASYARAKAT SEJAHTERA BERKEADILAN KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA PEMBANGUNAN NASIONAL UUD 1945 KEBANG SAAN MORAL DAN ETIKA BHIN NEKA TUNGGAL IKA IDEOLOGI BANGSA PANDANGAN

Lebih terperinci

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.

Lebih terperinci

Disusun oleh : Tedi Sudrajat, S.H. M.H. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Tahun 2011

Disusun oleh : Tedi Sudrajat, S.H. M.H. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Tahun 2011 Disusun oleh : Tedi Sudrajat, S.H. M.H. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Tahun 2011 1 Keberadaan Sosiologi Hukum Dalam Konteks Ilmu Hukum Kecenderungan Ilmu hukum dititik beratkan pada sifat

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si.

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si. FILSAFAT ILMU Drs. Dede Kosasih, M.Si. DEFINISI Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta. Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan

Lebih terperinci

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2012/ 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2012/ 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2012/ 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA MATA UJI : METODOLOGI ILMU PEMERINTAHAN JURUSAN/ SEMESTER : ILMU PEMERINTAHAN/ VI HARI/ TANGGAL

Lebih terperinci

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU Dosen Pembimbing: Dr. Hasaruddin Hafid, M.Ed Oleh: A. Syarif Hidayatullah PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN SENI RUPA

Lebih terperinci

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme NATURALISME (1) Naturalisme adalah teori yang menerima 'natura' (alam) sebagai keseluruhan realitas. Naturalisme adalah kebalikan dari dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

Kelompok 3 : 1. Anggraini Widjanarti ( ) 2. Annisa Utami ( ) 3. Maria Gracia Deita ( Y)

Kelompok 3 : 1. Anggraini Widjanarti ( ) 2. Annisa Utami ( ) 3. Maria Gracia Deita ( Y) Kelompok 3 : 1. Anggraini Widjanarti (1201000148) 2. Annisa Utami (1201000156) 3. Maria Gracia Deita (120100066Y) Judul Buku : Sociological Paradigms and Organisational Analysis Bab : 1. Assumptions about

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut 438 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan. Penelitian tentang etika politik legislator muslim era demokrasi lokal ini menitikberatkan pada pemikiran dan aksi yang dijalankan legislator dalam arena sosio-kultural

Lebih terperinci

Landasan Penelaahan Ilmu

Landasan Penelaahan Ilmu Landasan Penelaahan Ilmu (Dasar dasar Ilmu) Objek Kajian Filsafat (Jujun S. Suriasumantri) Logika (benar salah) Etika (baik buruk) Estetika (indah jelek) http://afidburhanuddin.wordpress.com 1 Aksiol ogis

Lebih terperinci

THOMAS KUHN. Ajat Sudrajat FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAKWA, MANDIRI, CENDEKIA.

THOMAS KUHN. Ajat Sudrajat FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAKWA, MANDIRI, CENDEKIA. THOMAS KUHN Ajat Sudrajat ajat@uny.ac.id FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SCIENTIFIC REVOLUTIONS Scientific revoloutions, bentuk plural, artinya meliputi kurun waktu yang luas, peralihan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum 50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum Cara kerja keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta

Lebih terperinci

PENGANTAR METODE PENELITIAN. Pertemuan Kesatu

PENGANTAR METODE PENELITIAN. Pertemuan Kesatu PENGANTAR METODE PENELITIAN Pertemuan Kesatu Perkembangan ilmu sosial Logos Mitos MITOS 500 SM di daerah Miletos, Asia Minor, seorang bernama Thales berpendapat bahwa alam semesta ini terbuat dari

Lebih terperinci

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20% MATA KULIAH JUMLAH SKS DOSEN : SOSIOLOGI KRITIS : 2 SKS : TIM DESKRIPSI SINGKAT Sosiologi Kritis adalah sosiologi dari perspektif Kritis di mana materi yang terkandung di dalamnya dimaksudkan untuk membangkitkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu 37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian Kuantitatif

Metodologi Penelitian Kuantitatif Modul ke: Metodologi Penelitian Kuantitatif Proses dan Unsur-unsur Penelitian 1 Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id Proses dan Unsur-unsur Penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT MAKALAH TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Oleh : FEBI GELAR RAMADHAN UNIVERSITAS WIDYATAMA FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya. ILMU TAUHID / ILMU KALAM Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan istilah Ilmu Kalam, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan Teologi Islam. Menurut bahasa (etimologis) kata "tauhid" merupakan bentuk masdar yang

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA Novia Kencana, S.IP, MPA novia.kencana@gmail.com Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional ini menjiwai dan dijabarkan dalam semua aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional ini menjiwai dan dijabarkan dalam semua aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Pernyatan ini secara eksplisit (tersurat) dalam Pembukaan dan pasal 29 ayat 1 UUD 1945. Dasar konstitusional ini

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan

BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER. yang menonjol, dan setiap gagasan yang mengancamnya akan disingkirkan BAB II TINDAKAN SOSIAL - MAX WEBER A. Paradigma Definisi Sosial Sejarah suatu ilmu pengetahuan adalah sejarah bangun dan jatuhnya paradigma-paradigma. Untuk suatu masa mungkin hanya satu paradigma yang

Lebih terperinci

MAKNA DAN PEMAKNAAN APLIKASI DALAM PENELITIAN

MAKNA DAN PEMAKNAAN APLIKASI DALAM PENELITIAN MAKNA DAN PEMAKNAAN APLIKASI DALAM PENELITIAN Oleh Mien Hidayat Disampaikan pada: Seminar Jurusan Hubungan Masyarakat FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI 16 April 2008 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

Lebih terperinci

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1 UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO HAKIKAT IPA. By Nurratri Kurnia Sari, M. Pd

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1 UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO HAKIKAT IPA. By Nurratri Kurnia Sari, M. Pd PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1 UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO HAKIKAT IPA By Nurratri Kurnia Sari, M. Pd HAKEKAT SAINS SCIENCE (SAINS) ILMU PENGETAHUAN ALAM ILMU ALAMIAH INTEGRASI

Lebih terperinci

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK A. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma 1. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang

Lebih terperinci

Penelitian di Bidang Manajemen

Penelitian di Bidang Manajemen Penelitian di Bidang Manajemen Frans Mardi Hartanto Fmhartanto@gmail.com Bandung Manajemen - Ilmu Hibrida yang Multidisipliner 1 Ilmu manajemen adalah hasil perpaduan dari berbagai ilmu yang berbeda namun

Lebih terperinci

MEMBANGUN BUDAYA BELAJAR

MEMBANGUN BUDAYA BELAJAR MEMBANGUN BUDAYA BELAJAR DI KALANGAN PENELITI fmhartanto@gmail.com Bandung Meneliti Sebagai Vokasi 1 Penelitian hanya dapat diharapkan memberi hasil yang bernilai tinggi, bila penelitian itu dijalankan

Lebih terperinci

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012 satu cara yang perlu ditempuh adalah mengembangkan model home schooling (yang antara lain berbentuk pembelajaran personal ) seperti yang pernah diterapkan pada masa kejayaan Islam abad pertengahan. - Membangun

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci