Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu"

Transkripsi

1 Evaluasi ata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu Syamsuri Satria, Bambang Soemardiono, Haryo Sulistiarso Program Magister Bidang Keahlian Perancangan Kota FSP IS Abstrak Bangunan merupakan salah satu unsur pembentuk kota. Kota layak huni (livable) adalah kota yang memperhatikan kenyamanan penduduk, salah satunya melalui pertimbangan iklim makro kota tersebut. Cahaya matahari sebagai unsur iklim, dapat memberikan kenyamanan terhadap penduduk, namun sebaliknya juga dapat mengurangi kenyamanan. Semua tergantung pada karakter iklim setempat dan bagaimana tata letak (layout) bangunan tersebut dalam membentuk suatu kawasan perkotaan. De Wall (1993) membagi iklim tropis menjadi 10 klasifikasi berdasarkan suhu harian rata-rata dan perbedaan antara suhu siang dan malam. Dalam pengelompokan ini, Malang termasuk Kota Batu, tidak dikategorikan dalam iklim tropis yang dirumuskan oleh De Wall karena memiliki suhu udara harian rata-rata lebih rendah dari 28 o C. Selain itu, kelembaban udara Dusun Sumbersari Kota Batu dapat mencapai 99%, dimana hal ini tergolong tinggi dari standar kelembaban udara iklim tropis lembab rata-rata adalah sekitar 80%. Dengan demikian unsur pencahayaan bangunan di Dusun Sumbersari Kota Batu sangat diperlukan dan penerapannya seharusnya lebih mudah karena mempunyai karakter dominan berlereng curam (>8%), namun pada kenyataannya terdapat beberapa bangunan terhalangi oleh bangunan disampingnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tata bangunan berdasarkan overshadowing pada lahan berkontur di Dusun Sumbersari Kota Batu menggunakan metode simulasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa orientasi bangunan yang mengikuti garis kontur (utara-selatan) lebih mudah mendapatkan pencahayaan, dan tinggi bangunan hingga 2 lantai tidak membayangi bangunan disamping timur/barat. Sebaliknya orientasi bangunan yang berlawanan garis kontur (timurbarat), dengan bentuk memanjang utara-selatan, dinding sejajar dari depan sampai belakang, jika pada lereng 0-15% tidak mendapatkan pencahayaan dengan baik, namun pada lereng 15-25% cukup mudah mendapatkan pencahayaan. Kata kunci: Bangunan, Kota, Pencahayaan, Dusun Sumbersari. 1. Pendahuluan Dusun Sumbersari, Kota Batu terletak di Negara Indonesia, dimana Indoensia dikenal dengan karakter iklim tropis lembab yang ditandai dengan kelembaban udara yang tinggi mencapai 80% dan temperatur udara yang relatif tinggi dapat mencapai 35 o C sepanjang tahun. De Wall (1993) membagi iklim tropis menjadi 10 klasifikasi berdasarkan suhu harian rata-rata dan perbedaan antara suhu siang dan malam. Dalam pengelompokan ini, hanya kota atau wilayah yang memiliki suhu udara Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 9

2 harian rata-rata 28 o C atau lebih yang dimasukan dalam katagori iklim tropis. Namun kota-kota sejuk seperti Bandung, Malang, Bukit inggi, Prapat, dan lainnya tidak masuk dalam klasifikasi tropis yang dirumuskan oleh de Wall karena memiliki suhu rata-rata harian yang lebih rendah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Dusun Sumbersari yang terletak di Kota Batu berada pada dataran yang lebih tinggi dari Kota Malang, mempunyai suhu rata-rata kurang/ jauh dari 28 o C, berdasarkan data Kecamatan Batu Dalam Angka tahun 2011 mempunyai suhu rata-rata 23 o C. Selain itu, kelembaban udara Dusun Sumbersari 86% ini tergolong tinggi, karena kelembaban udara iklim tropis lembab rata-rata adalah sekitar 80%. Dengan melihat karakter ini perlu untuk diperhatikan bahwa tidak boleh ada bidang yang tertutup bayangan terus menerus sepanjang tahun. Kelembaban yang tinggi pada iklim Dusun Sumbersari maka bidang yang tertutup terus menerus bayangan sepanjang tahun akan menjadi lembab dan bahkan akan merusak bahan (material) bangunan. Dusun Sumbersari terletak pada dataran tinggi (kawasan pegunungan) tepatnya pada bagian imur Gunung Kitiran yang memiliki karakter topografi lereng/ berbukit. Berdasarkan data dari peta Bakosurtanal tahun 2001 diketahui bahwa kemiringan lereng datar sampai landai (0-8%) seluas 1.46 ha atau 20.34% dan agak miring sampai sangat curam (>8%) seluas 5.73 ha atau 79.66%. Dengan arah pengembangan permukiman tepat di bawah kaki Gunung Kitiran dengan presentase 71.93% permukiman berada di lereng agak miring sampai curam (8-25%) dan 28.07% berada di lereng datar sampai landai (0-8%). Kondisi topografi dengan kemiringan lereng yang didominasi 8-25% (agak miring-curam) seharusnya akan lebih mudah mendapat pencahayaan alami. Namun pada kenyataanya penataan bangunan permukiman seperti jarak antar bangunan rapat (0 m), pengaturan tinggi bangunan belum sesuai karena beberapa diantaranya telah membayangi bangunan lain, apalagi letak bukaan yang tidak memperhatikan aspek pencahayaan (Lihat gambar 1). Gambar 1. Rumah 2 lantai pada bagian imur Membayangi Rumah 1 lantai di bagian Barat (Sumber: Hasil Observasi, 2014) 2. Metodologi Jenis penelitian ini adalah penlitian simulasi. Simulasi dapat diartikan sebagai "representasi dari perilaku atau karakteristik dari satu sistem melalui penggunaan sistem lain, terutama program komputer yang dirancang untuk tujuan tersebut," (Groat, et al, 2002: 350). Dalam penelitian simulasi sering ada istilah modeling, sebenarnya ini adalah kata lain yang sering digunakan dalam penelitian simulasi. Jadi dalam penelitian simulasi, model adalah sistem Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 10

3 Gambar 2. Letak Kawasan Permukiman di Bawah Kaki Gunung Kitiran, dengan Perkembangan Bangunan sampai pada Lereng Gunung yang Curam (Sumber: Google Earth yang digambar kembali di ArcGIS 10, 2014) abel 1. Analisa Orientasi Bangunan Berdasarkan Garis Kontur (Sumber: Hasil Analisis, 2014) No. Jenis Sebaran Luas Persentasi Persentasi Bangunan (m2) (%) (%) (unit) A Kelerengan Orientasi (unit) Mengikuti Garis Kontur idak Mengikuti 1 0-5% 6, % 8, % 18, % 38, % Jumlah 71, B opografi , , , , , , Jumlah 71, keseluruhan yang mensimulasikan realitas yang sedang dipelajari, (Groat, et al, 2002: ). Kaitan peneilitian simulasi dalam penelitian ini adalah dalam menganalisa tata bangunan menggunakan data 3D bangunan sebagai representasi dari karakteristik bangunan dalam kawasan permukiman Dusun Sumbersari, yang selanjutnya akan dianalisa menggunakan teknik analisa sun shadow volume. eknik ini merupakan tools dalam progam ArcGIS Beberapa ketentuan dalam menggunakan teknik ini adalah menetapkan waktu (time) simulasi khususnya jam dan bulan. a. Jam ditentukan berdasarkan ketentuan sudut penghalang cahaya maksimum. Menurut Littlefair, P. J., et al (2000:63) sudut penghalang cahaya maksimun adalah 40 o. Dimana posisi ini kurang lebih diantara pukul Sedangkan berdasarkan SNI maksimum 60 o. Maka dalam penelitian ini akan mengambil sampel pada pukul b. Penetapan bulan ditentukan berdasarkan kondisi iklim setempat. Dusun Sumbersari terletak di Keca- Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 11

4 matan Batu, Kota Batu, tepatnya pada koordinat '10,90" '11" Bujur imur dan 7 44'55,11"-8 26'35,45 Lintang Selatan, ini masuk dalam kategori iklim tropis basah secara spesifik daerah hutan hujan tropis, berada dibelahan bumi selatan dimana bulan terpanas terjadi pada bulan oktober-februari (Lippsmeier, 1994:12). Maka dalam penelitian ini akan mengambil sampel pada bulan februari. Adapun langkah kerja menjalankan tool sun shadow volume adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan data tiga dimensi (3D) bangunan dalam tipe file feature class (multipatch). Data tersebut harus mempunyai coordinate system. 2. Menjalankan tool dapat masuk ke Arcoolbox-Visibility-Sun Shadow Volume. 3. Memasukkan star date and time dan end date and time, serta zone time. 3. Hasil dan Pembahasan Analisa Orientasi Bangunan Berdasarkan opografi Luas total Kawasan Permukiman Dusun Sumbersari 71,900 m2 dan jumlah bangunan rumah maupun gedung 171 unit. Diketahui bahwa Kawasan Permukiman didominasi lereng 15-25% (curam) seluas 38, (53.42%). Sedangkan lahan lereng 0-5% (datar) hanya sebesar 6, m2 (8.37%). Dari keadaan ini diketahui bahwa sebaran permukiman tertinggi terdapat pada lereng 8-15% (agak curam) berjumlah 66 unit (38.60%) dengan orientasi bangunan 4 unit mengikuti garis kontur, dan 62 unit tidak mengikuti garis kontur. ertinggi kedua adalah sebaran permukiman yang terdapat pada lereng 15-25% (curam) sebesar 56 unit (32.75%) dengan orientasi bangunan 18 unit mengikuti garis kontur dan 38 unit tidak mengikuti garis kontur. Sedangkan sisanya berada pada lereng landai dan datar yang masing berjumlah 24 unit (14. 04%). Lebih jelas lihat abel 1 dan Gambar 3. Analisa inggi dan Jarak Antar Bangunan Berdasarkan Overshadowing di Lereng Berdasarkan hasil analisis data 3D bangunan dengan menggunakan teknik sun shadow volume pada tanggal 23 februari 2015 pukul pada posisi matahari (azimuth) o dengan sudut bayangan (vertical angle) o telah diketahui bahwa 41 unit terhalangi/ terbayangi oleh bangunan lain, 18 unit cukup terhalangi/terbayangi oleh bangunan lain dan 106 unit tidak terhalangi/ terbayangi oleh bangunan lain. Lebih jelasnya lihat abel 2 dan Gambar 4 sampai dengan 6. Evaluasi ata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Disetiap Lereng Setelah mengetahui hasil analisa orientasi bangunan berdasarkan topografi dan analisa tinggi dan jarak antar bangunan berdasarkan overshawing disetiap lereng, dapat dibuat suatu kesimpulan atau penelusuran lebih lanjut mengenai tipologi penataan dan bentuk bangunan sebagai salah satu faktor pembayangan/ terhalanginya bangunan lain pada setiap lereng. Berdasarkan hasil analisa tipologi penataan dan bentuk Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 12

5 a b Ketinggian Bangunan Gambar 3. a) Sebaran Bangunan Berdasarkan Kelerengan, b) Orientasi Bangunan Berdasarkan Garis Kontur/ opografi (Sumber: Hasil Analisis, 2015) abel 2. Analisa inggi dan Jarak antar Bangunan berdasarkan Overshadowing (Sumber: Hasil Analisis, 2015) Vertikal inggi Azimuth Data ime Bangunan ( o Angle Kesimpulan ) ( o ) 1-2 lantai unit terhalangi 18 cukup terhalangi 106 tidak terhalangi Gambar 4. a) Peta Bangunan yang Menghalangi/Membayangi Bangunan Lain dan b) Peta Bangunan yang erhalangi (Sumber: Hasil Analisis, 2015) Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 13

6 Lereng 15-25% ampak Selatan 1 ampak Selatan 5 ampak tara 3 ampak Selatan 2 ampak tara 4 ampak Selatan 4 Gambar 5. Visualisasi Shadowing berdasarkan inggi dan Jarak antar Bangunan pada Lereng 15-25% (Sumber: Hasil Analisis, 2015) bangunan diketahui bahwa Kawasan Permukiman Dusun Sumbersari terdapat 4 tipe. Lebih jelasnya dapat dilihat pada abel Kesimpulan Lereng 0-15% 1. Orientasi bangunan utara - selatan (berlawanan garis kontur), bentuk bangunan I yaitu dinding yang sejajar dari bagian depan hingga belakang, baik bangunan 1 lantai maupun 2 lantai yang saling berdampingan dalam keadaan jarak yang rapat. Hasilnya adalah setiap bangunan pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan yang sama tinggi jumlah lantainya atau lebih pada bangunan samping timur, dengan kata lain bangunan pada bagian barat akan sulit memperoleh pencahayaan. 2. Orientasi bangunan utara-selatan (berlawanan garis kontur), bentuk bangunan L yaitu bagian belakang Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 14

7 dilebarkan kearah timur atau barat. Jika bentuk yang sama saling berdampingan baik bangunan 1 lantai atau 2 lantai dalam keadaan jarak antar bangunan bagian belakang rapat sehingga bagian tengah/ depan membentuk ruang halaman. Hasilnya adalah setiap bangunan bagian barat tidak terhalangi bangunan samping timur, dengan kata lain tipe dan bentuk ini mudah mendapatkan pencahayaan, ketimbang point Orientasi bangunan timur-barat (searah garis kontur), bentuk dan tinggi bangunan hingga 2 lantai, dengan deret bangunan dari utara ke selatan, dalam keadaan jarak samping (utaraselatan) antar bangunan rapat. Hasilnya adalah bentuk dan tinggi bangunan tidak mempengaruhi bangunan disampingnya, dalam artian setiap bangunan memperoleh pencahayaan dengan baik. Demikian juga, jarak antar bangunan ke depan/belakang bangunan (timur-barat) dibatasi jalan sebagai pembentuk massa, hasilnya adalah bangunan bagian barat tidak terhalangi oleh bangunan bagian timur, dengan kata lain bahwa bangunan bagian barat mudah memperoleh pencahayaan. ipe penataan dan bentuk bangunan ini lebih mudah mendapatkan pencahayaan ketimbang point 1 dan 2. Lereng 15-25% 1. ipologi penataan dan bentuk bangunan sebagaimana yang berlaku dalam lereng 0-15% dapat diterapkan pada lereng 15-25%, dan bahkan lebih mudah, seperti tipe penataan dan bentuk bangunan pada poin 1 dilereng 0-15% yang sulit mendapatkan pencahayaan, namun pada lereng 15-25% lebih mudah didapatkan. 2. Bangunan yang sama tinggi dengan orientasi utara-selatan (berlawanan garis kontur), hanya sedikit terhalangi oleh bangunan pada bagian timur. Namun bentuk bangunan I dengan dinding yang sejajar dari bagian depan (barat) hingga belakang/ dapur (timur), sedangkan arah sinari matahari pagi dari arah timur, maka bentuk yang demikian tidak optimal dalam memanfaatkan pencahayaan matahari. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah dapat dilanjutkan pada aspek yang lebih arsitektural yaitu dengan menguji tingkat kenyamanan thermal dalam bangunan, yang dapat dilihat dari jenis dan letak bukaan, tata letak ruang/ aktivitas dalam bangunan yang dihubungkan dengan karakter iklim dalam bangunan seperti temperatur, kelembaban udara intensitas dan arah angin dan unsur-unsur lainnya. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kota Batu, (2011), Kecamatan Batu Dalam Angka, Batu. de Wall, H.B., (1993), New Recommendations for Building in ropical Climates. Building and Environment, K, Vol. 28, hal Frick, Heinz, (2006), Membangun dan Menghuni Rumah di Lerengan, Kanisius, Yogyakarta. Groat, L. and Wang, D., (2002), Architectural Research Methods, John Wiley & Sons, inc, Canada. Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 15

8 Lippsmeier, George., (1994), Bangunan ropis, erjemahan, Erlangga, Jakarta Littlefair, P.J., Santamouris, M., Alvarez, S., Dupagne, A., Hall, D., eller, J., Coronel, J.F. dan Papanikolaou, N., (2000), Environmental Site Layout Planning: Solar Access, Microclimate and Passive Cooling in rban Areas. Construction Research Communications Ltd, London. Manurung, P., (2012), Pencahayaan Alami dalam Arsitektur, Andi Offset, Yogyakarta. SNI , ata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada Bangunan Gedung. Badan Standar Nasional (BSN). ampak Selatan 6 ampak tara 7 ampak Selatan 7 ampak tara 8 ampak Selatan 8 ampak tara 9 ampak Selatan 9 ampak tara 10 ampak Selatan 10 Gambar 6. Visualisasi Shadowing berdasarkan inggi dan Jarak antar Bangunan pada Lereng 0-15% (Sumber: Hasil Analisis, 2015) Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 16

9 abel 3. Analisa ipologi Penataan dan Bentuk Bangunan berdasarkan Overshadowing disetiap Lereng (Sumber: Hasil Analisis, 2015) Data (ipologi) Analisa Simulasi ipe 1a - Berada pada lereng 15-25% dengan garis kontur. - Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan - Bagian belakang bangunan dilebarkan kerah timur sehingga bagian tengah/depan bangunan mempunyai jarak dengan rumah disampingnya. - Sedangkan bagian belakang mempunyai jarak 2.5 m/ rapat 0 m. Bentuk bangunan 2 lantai yang menyediakan ruang/ halaman pada bagian timur telah membentuk massa dengan bangunan disampingnya, walaupun orientasi berlawanan dengan garis kontur. Namun bentuk bangunan yang demikian mudah mendapatkan cahaya matahari pagi terutama pada ruang tengah dan depan. 2.5 m 8 m ipe 1b - Berada pada lereng 8-15% dan lereng 15-25% dengan garis kontur - Bangunan 1 lantai yang berdampingan - Bagian belakang (dapur) dilebarkan kerah timur sehingga ada jarak dengan rumah disampingnya. - Sedangkan bagian belakang (dapur) mempunyai jarak rapat 0 m. Bentuk bangunan 1 lantai yang menyediakan ruang/halaman pada bagian timur telah membentuk massa dengan bangunan disampingnya, walaupun orientasi berlawanan dengan garis kontur. Namun bentuk bangunan yang dimikian mudah mendapatkan cahaya matahari pagi terutama pada ruang tengah dan depan. Kondisi ini berada pada lereng 8-15%, apalagi pada kondisi lereng yang curam yaitu 15-25% akan tambah lebih mudah mendapatkan cahaya matahari. Lereng 8-15% 3.3 m Lereng 15-25% Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 17

10 abel 3. Lanjutan Data (ipologi) Analisa Simulasi ipe 2 - Berada pada lereng 8-15% dengan garis kontur - Bangunan 1 dan 1 lantai yang berdampingan - Bagian belakang (dapur) dilebarkan kerah barat sedangkan Bentuk bangunan 1 lantai yang menyediakan ruang/ halaman pada bagian timur, sedangkan bangunan disampingnya menyediakan ruang/ halaman pada bagian barat dalam keadaan jarak bangunan yang rapat. Maka bangunan yang berada pada barah yang satu dilebarkan kegian barat terhalangi oleh timur. bangunan samping timur. - Jarak bangunan 1 m. Karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat. 1 m ipe 3a - Berada pada lereng 8-15% dengan garis kontur - Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang. - Jarak bangunan rapat 0 m. Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang dalam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan 1 lantai dan 2 lantai dengan orientasi bangunan berlawanan garis kontur, maka pada bangunan 1 lantai yang terletak pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan 2 lantai yang berada dibagian timur, karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat. 0 m ipe 3b - Berada pada lereng 8-15% dengan garis kontur - Bangunan 2 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang. - Jarak bangunan rapat 0 m. Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang dalam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan dengan orientasi bangunan berlawanan garis kontur, maka bangunan yang terletak pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan bagian timur, karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat. 0 m Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 18

11 abel 3. Lanjutan Data (ipologi) Analisa Simulasi ipe 3c - Berada pada lereng 15-25% dengan garis kontur Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang dalam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan - Bangunan 1 lantai yang berdampingan dengan orientasi bangunan - Dinding bangunan sejajar berlawanan garis kontur, maka bangunan yang terletak pada dari bagian depan (utara) bagian barat sebagian akan sampai belakang (selatan). terhalangi. Artinya masih dapat Dan yang satu dinding dioptimalkan pencahayaan yang sejajar dan memanjang dari bagian depan (barat) sampai belakang (timur) - Jarak bangunan rapat 0 m. masuk. Namun kondisi ini tidak dapat terealisasi dengan baik, jika bangunan pada bagian barat yang memanjang kearah timurbarat dengan letak belakang (dapur) pada bagian timur sedangkan arah sinar matahari pagi dari arah timur maka bentuk bangunan yang demikian tidak tepat. 0 m ipe 4 - Berada pada lereng 15-25% - Orientasi timur searah dengan garis kontur. iap cluster hanya ada 1 deret bangunan. - Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang. - Jarak bangunan rapat 0 m. Orientasi bangunan yang searah garis kontur, dengan susunan bangunan dari utara-selatan. Dengan kondisi bentuk dan tinggi bangunan hingga 2 lantai tidak saling mempengaruhi, pencahayaan tetap mudah masuk. amapak Depan ampak Samping 0 m 9 m Rekayasa ata Ruang dan Wilayah Kota H - 19

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar-mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan yang berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di kota Jakarta mendorong perkembangan dari berbagai sektor, yaitu: hunian, perkantoran dan pusat perbelanjaan/ bisnis. Tanah Abang terletak di

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal Studi Kasus: Campus Center Barat ITB Rizki Fitria Madina (1), Annisa Nurrizka (2), Dea Ratna

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

SOLAR ENVELOPE Lingkungan Penerangan Ernaning Setiyowati

SOLAR ENVELOPE Lingkungan Penerangan Ernaning Setiyowati Kompleks bangunan ini adalah kompleks perumahan modern yang menawarkan konsep desain minimalis. Antar unit bangunannya tidak memiliki jarak sama sekali. Open space yang ada hanyalah pada halaman depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Judul Proyek Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas orang di desa maupun orang yang telah lama tinggal di Jakarta. Kian hari kian berkembang,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh Nova Purnama Lisa (1), Nurhaiza (2) novapurnamalisa@gmail.com (1) Perencanaan dan

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR) 158 OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR) Maya Puspitasari, Nur Rahmawati Syamsiyah Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Didasari keinginan yang kuat bagi terciptanya kemakmuran masyarakat luas, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Didasari keinginan yang kuat bagi terciptanya kemakmuran masyarakat luas, maka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1.1.1. Kondisi Pariwisata Di Indonesia. Didasari keinginan yang kuat bagi terciptanya kemakmuran masyarakat luas, maka pembangunan pariwisata di Indonesia sangat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii v vi viii xi xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta mengingat jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah, sehingga saat ini di Jakarta banyak

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di BAB V KAJIAN TEORI 5.1. Kajian Teori Penekanan Desain Arsitektur Tropis Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di Kabupaten Magelang ini karena, kondisi alam di Kab. Magelang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan di paparkan mengenai kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan mengenai kualitas dalam ruang pada kantor PT. RTC dari aspek termal dan pencahayan

Lebih terperinci

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan.

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan. KONDISI VENTILASI ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG Djumiko Abstrak Salah satu faktor pertimbangan perancangan bangunan dalam konteks hemat energi adalah pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BAB IV PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN

BAB IV PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN BAB IV PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN (Analisis Contur)... 15 4.1 PENDAHULUAN... 15 4.1.1 Deskripsi Singkat... 15 4.1.2 Manfaat... 15 4.1.3 Learning Outcomes... 15 4.2 URAIAN MATERI... 15 4.2.1 Peta Kontur...

Lebih terperinci

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. KONSEP DASAR PENINGKATAN DENGAN GREEN ARCHITECTURE Dari penjabaran prinsi prinsip green architecture beserta langkahlangkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sejalan dengan lajunya pembangunan di Kalimantan Barat khususnya di Kabupaten Melawi, maka sektor transportasi merupakan salah satu salah satu unsur penunjang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengembangan perkotaan dalam sektor pusat bisnis dan hunian makin pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengembangan perkotaan dalam sektor pusat bisnis dan hunian makin pesat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perkotaan dalam sektor pusat bisnis dan hunian makin pesat, semua developer berlomba-lomba untuk mengembangkan kawasan tertentu menjadi kawasan superblok

Lebih terperinci

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI JURNAL TEODOLITA VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN 1411-1586 DAFTAR ISI Perpaduan Arsitektur Jawa dan Sunda Pada Permukiman Bonokeling Di Banyumas, Jawa Tengah...1-15 Wita Widyandini, Atik Suprapti, R. Siti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL

ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL ANALISA ECOTECT ANALYSIS DAN WORKBENCH ANSYS PADA DESAIN DOUBLE SKIN FACADE SPORT HALL Fadhil Muhammad Kashira¹, Beta Suryokusumo Sudarmo², Herry Santosa 2 ¹ Mahasiswa Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI Muhammad Faisal Jurusan Teknil Planologi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Malang Jl. Bendungan Sigura-Gura Nomor 2 Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, energi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan terhadap

Lebih terperinci

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Damalia Enesty Purnama 1, Agung Murti Nugroho 2, Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang

Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Kota Palembang Wienty Triyuly, Fuji Amalia Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI.

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... CATATAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN PRAKATA. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. ABSTRAK. i ii iii iv v vii x xiii xv BAB I PENDAHULUAN..

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Simulasi 3.1.1. Lokasi Ke-1 Lokasi Ke-1 merupakan ruang semi tertutup yang terletak di Jalan Tambak Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

Pengaruh Orientasi Bangunan pada Temperatur Udara Kawasan Studi kasus : Kota Bandung

Pengaruh Orientasi Bangunan pada Temperatur Udara Kawasan Studi kasus : Kota Bandung Pengaruh Orientasi Bangunan pada Temperatur Udara Kawasan Studi kasus : Kota Bandung Surjamanto Wonorahardjo KK Teknologi Bangunan Prodi Arsitektur SAPPK Institut Teknologi Bandung E-mail : titus@ar.itb.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG MIKRO, MESO, DAN MAKRO 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG MIKRO, MESO, DAN MAKRO 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN x 1.1 LATAR BELAKANG 1 1.1.1 LATAR BELAKANG MIKRO, MESO, DAN MAKRO 1 1.1.2 Potensi Kebudayaan Arsitektural dan Natural Sumbawa 4 1.1.2.1 Perbedaan Istana Dalam Loka - Balla

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

Konfigurasi Massa Bangunan Rusun Dengan Pencahayaan Alami dan Sirkulasi Udara Pada Rusun Cingised Bandung

Konfigurasi Massa Bangunan Rusun Dengan Pencahayaan Alami dan Sirkulasi Udara Pada Rusun Cingised Bandung Jurnal Reka Karsa Jurusan Teknik Arsitektur Itenas No.1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional [Februari 2015] Konfigurasi Massa Bangunan Rusun Dengan Pencahayaan Alami dan Sirkulasi Udara Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi ABSTRAK Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa ini adalah hasil analisis pada bab sebelumnya yang kemudian disimpulkan. Konsep ini merupakan konsep turunan dari

Lebih terperinci

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS 209 PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS Sahabuddin 1, Baharuddin Hamzah 2, Ihsan 2 1 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney Moch Fathoni Setiawan (1), Eko Budi Santoso (1), Husni Dermawan (1)

Lebih terperinci

PENGARUH ELEMEN PENEDUH TERHADAP PENERIMAAN KALOR PADA RUMAH SUSUN DI KOTA MALANG

PENGARUH ELEMEN PENEDUH TERHADAP PENERIMAAN KALOR PADA RUMAH SUSUN DI KOTA MALANG Pengaruh Elemen Peneduh pada Rumah Susun Putri Herlia Pramitasari Suryo Tri Harjanto PENGARUH ELEMEN PENEDUH TERHADAP PENERIMAAN KALOR PADA RUMAH SUSUN DI KOTA MALANG Putri Herlia Pramitasari Dosen Arsitektur

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

5.1.1 Perubahan pada denah Perubahan pada struktur dan penutup atap D Interior dan exterior ruangan

5.1.1 Perubahan pada denah Perubahan pada struktur dan penutup atap D Interior dan exterior ruangan DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii ABSTRAKSI...v DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR TABEL...xi BAB I 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 LATAR BELAKANG... 1 1.1.1 Isu Gempa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan running modifikasi, didapatkan beberapa temuan, diantaranya sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN Stefani Gillian Tania A. Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Indonesia Abstrak Wisma atlet sekarang ini sudah tidak digunakan lagi karena kondisi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

Kecepatan angin meningkat pada rasio H/W kecil dan sebaliknya Jarak >, rasio H/W < Kecepatan angin tinggi pada rongga yang dipengaruhi elevasi

Kecepatan angin meningkat pada rasio H/W kecil dan sebaliknya Jarak >, rasio H/W < Kecepatan angin tinggi pada rongga yang dipengaruhi elevasi Kecepatan angin meningkat pada rasio H/W kecil dan sebaliknya Jarak >, rasio H/W < Kecepatan angin tinggi pada rongga yang dipengaruhi elevasi Kecepatan angin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

PENEMPATAN POHON PADA JALUR PEJALAN KAKI BERBASIS PANAS MATAHARI DI KOTA SEMARANG

PENEMPATAN POHON PADA JALUR PEJALAN KAKI BERBASIS PANAS MATAHARI DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.3, No.2, Tahun 2009, Hal.: 1-10 PENEMPATAN POHON PADA JALUR PEJALAN KAKI BERBASIS PANAS MATAHARI DI KOTA SEMARANG Wardianto,G *, Budihardjo,E **, Soetomo, S**, Prianto, E **) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BAB V DATA DAN ANALISIS

BAB V DATA DAN ANALISIS 37 BAB V DATA DAN ANALISIS 5.1 Kondisi Umum Pine Forest Pine Forest merupakan salah satu kluster di Sentul City yang lokasinya di bagian barat Sentul City. Salah satu konsep pembangunan kluster ini adalah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang diperuntukan sebagai lahan untuk tempat tinggal yaitu seluas 45964,88 Ha, dengan keterbatasan lahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting Terdapat beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam analisis obyek perancangan terhadap kondisi eksisting

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

Perumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis)

Perumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Perumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakartaa memiliki empat kelompok kawasan permukiman yaitu lingkungan permukiman di kawasan cagar budaya, permukiman di kawasan kolonial, permukiman di kawasan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti 1. PENDAHULUAN Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti itu, maka kehidupan sosialnya pun berbeda dengan

Lebih terperinci

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak Perencanaan serta tata letak suatu bangunan harus disesuaikan dengan keadaan iklim sesuai

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. Konsep Makro Indonesia merupakan Negara yang kaya keberagaman tradisi dan budaya. Salah satu daerah di Indonesia yang masih kental dengan budaya, kerajinan dan kesenian adalah

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran

Rencana Pembelajaran Rencana Pembelajaran A. Identitas Matakuliah Matakuliah : FISIKA BANGUNAN Kode : DI2282 SKS : 2 (dua) Semester : 4 (empat) Program Studi : S1 Desain Interior, STISI TELKOM Matakuliah Prasyarat : Dosen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam proses perancangan Hotel Resort Batu ini secara umum, diuraikan dalam beberapa tahap antara lain: 3.1 Pencarian Ide/Gagasan Tahapan kajian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS III.1 TROPIS Iklim tropis merupakan iklim yang terjadi pada daerah yang berada pada 23,5 lintang utara hingga 23,5 lintang selatan.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN Pengaruh Pola Tata Letak

BAB 5 KESIMPULAN Pengaruh Pola Tata Letak BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Keterbatasan lahan di perkotaan mendorong pengembangan bangunan permukiman yang menyisakan sedikit ruang antar bangunan. Minimnya jarak antar bangunan menyebabkan luas

Lebih terperinci

RADIO SHOW DI MANOKWARI PAPUA BARAT Kualitas Kenyamanan Termal, Akustik dan Pencahayaan Dengan Aplikasi Arsitektur Rumah Kaki Seribu DAFTAR ISI

RADIO SHOW DI MANOKWARI PAPUA BARAT Kualitas Kenyamanan Termal, Akustik dan Pencahayaan Dengan Aplikasi Arsitektur Rumah Kaki Seribu DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xix ABSTRAK... xxiii BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN PRINSIP TEMA Keindahan Keselarasan Hablumminal alam QS. Al-Hijr [15]: 19-20 ISLAM BLEND WITH NATURE RESORT HOTEL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP DASAR KONSEP TAPAK KONSEP RUANG KONSEP BENTUK KONSEP STRUKTUR

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan yang terjadi di perkotaan diiringi dengan tingginya kebutuhan penduduk akan hunian menjadikan kawasan kota berkembang menjadi kawasan yang padat

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan iklim tropis, ada beberapa kriteria yang diterapkan yaitu : 1. Sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH Parmonangan Manurung Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Lebih terperinci

KAJIAN OBJEK ARSITEKTUR JAWA TIMUR

KAJIAN OBJEK ARSITEKTUR JAWA TIMUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UPN VETERAN JAWA TIMUR KAJIAN OBJEK ARSITEKTUR JAWA TIMUR RUMAH JOGLO PONOROGO RACHMAT RAMADHAN 0851010011 11 BAB 1 PEMBAHASAN UMUM Ponorogo

Lebih terperinci

Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang)

Optimalisasi Kinerja Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang) Optimalisasi Pencahayaan Alami pada Kantor (Studi Kasus: Plasa Telkom Blimbing Malang) Fitri Rahmadiina 1, M. Satya Adhitama 2, Jusuf Thojib 2 1 Jurusan Arsitektur/Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Dampak Lingkungan Studi kasus: Lingkungan thermal kota Bandung

Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Dampak Lingkungan Studi kasus: Lingkungan thermal kota Bandung Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Dampak Lingkungan Studi kasus: Lingkungan thermal kota Bandung Surjamanto Wonorahardjo, Suwardi Tedja, Dina Olivia, B. Edward KK Teknologi Bangunan Prodi Arsitektur

Lebih terperinci

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar.  Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir BAB IV : KONSEP 4.1 Konsep Dasar Table 5. Konsep Dasar Perancangan Permasalahan & Kebutuhan Konsep Selama ini banyak bangunan atau gedung kantor pemerintah dibangun dengan hanya mempertimbangkan fungsi

Lebih terperinci

BAB III ELABORASI TEMA

BAB III ELABORASI TEMA BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang dipilih pada proyek adalah Efisiensi Energi karena tipologi dalam sumber dari daftar pustaka sebelumnya buku Metric Planing and Design Data (David Atler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup signifikan di sektor ekonomi dan sosial. Kekuatan di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup signifikan di sektor ekonomi dan sosial. Kekuatan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta dalam sepuluh tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan di sektor ekonomi dan sosial. Kekuatan di bidang pendidikan dan pariwisata

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN III.1 Latar Belakang Pemilihan Kawasan Day care dan Pre-school merupakan sebuah lembaga pendidikan bagi anak usia dini yang membutuhkan bimbingan dalam perkembangannya karena orang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Matahari selain sebagai sumber cahaya pada bumi, matahari juga merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Matahari selain sebagai sumber cahaya pada bumi, matahari juga merupakan BAB 2 2.1 Teori tentang Matahari LANDASAN TEORI Matahari selain sebagai sumber cahaya pada bumi, matahari juga merupakan titik pusat dari orbit bumi. Menurut Lechner (2001) orbit bumi berbentuk elips dan

Lebih terperinci

Pasar Seni Parangtritis Dengan Pendekatan Fungsi Ruang dan Hemat Energi untuk Mencapai Kenyamanan Termal Melalui Pendinginan Pasif

Pasar Seni Parangtritis Dengan Pendekatan Fungsi Ruang dan Hemat Energi untuk Mencapai Kenyamanan Termal Melalui Pendinginan Pasif DAFTAR ISI Judul i Halaman Pengesahan ii Catatan Dosen Pembimbing iii Pernyataan Keaslian iv Prakata v Daftar Isi vii Daftar Gambar x Daftar Tabel xi Abstrak xvi BAB I PENDAHULUAN 11 Judul 1 12 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci