Agustin Wijayanti, Yunanto Wahyu Saputro INTISARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Agustin Wijayanti, Yunanto Wahyu Saputro INTISARI"

Transkripsi

1 POLA PERESEPAN OBAT DISPEPSIA DAN KOMBINASINYA PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PERSAUDARAAN DJAMAAH HAJI INDONESIA (PDHI) 2012 Agustin Wijayanti, Yunanto Wahyu Saputro INTISARI Penyakit yang menyerang pada saluran pencernaan merupakan penyakit yang tingkat kejadiannya cukup tinggi, dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia maupun suku bangsa. Gangguan pencernaan yang sering terjadi salah satunya adalah dispepsia, atau biasa disebut dengan sakit maag. Dispepsia merupakan keadaan dimana terjadi gangguan pada saluran pencernaan, dengan ciri khas rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di sekitar ulu hati, diikuti dengan keluhan-keluhan seperti mual, kembung, cepat kenyang, nafsu makan berkurang, dan sering sendawa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola peresepan obat dispepsia dan kombinasinya pada pasien dewasa rawat inap di RSI Yogyakarta PDHI tahun 2012 yang meliputi golongan obat, jenis obat, dosis obat, frekuensi pemberian obat, cara pemberian obat, kombinasi obat dan mengetahui kesesuaian pola peresepan dengan standar acuan dan ISO. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat non analitik menggunakan teknik pengumpulan data secara retrospektif. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif non analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan obat yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dispesia adalah golongan antagonis H2. Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah ranitidin. Dosis obat yang digunakan dalam pengobatan dispepsia sebagian besar telah sesuai, meskipun ada beberapa yang tdak sesuai. Kata Kunci : pola peresepan, dispepsia, pasien dewasa, Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Agustin Wijayanti, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten

2 18 CERATA Journal Of Pharmacy Science I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pada akhir-akhir ini, sudah banyak penyakit yang secara langsung dapat berpengaruh pada menurunnya derajat kesehatan masyarakat, salah satunya gengguan pada saluran pencernaan. Penyakit yang menyerang pada saluran pencernaan merupakan penyakit yang tingkat kejadiannya cukup tinggi, dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia maupun suku bangsa. Pada umumnya, ada berbagai hal yang dapat menjadi penyebab penyakit saluran pencernaan, misalnya tingkat stress yang tinggi, makan tidak teratur, minuman beralkohol, dan lain sebagainya (Nurheti, 2009). Banyak orang mengira penyakit saluran pencernaan hanya disebabkan telat makan dan stress, yang akan sembuh bila makan teratur serta menghindari stress. Mengkonsumsi obat-obatan bebas juga sering dilakukan, padahal pengobatan penyakit saluran pencernaan tidaklah sesederhana itu (Nurheti, 2009). Gangguan pencernaan yang sering terjadi salah satunya adalah dispepsia, atau biasa disebut dengan sakit maag. Bila menyebut sakit maag, organ dalam tubuh yang tertuju adalah lambung. Lambung adalah reservoir pertama makanan dalam tubuh. Sehingga resiko terjadinya gangguan pada lambung lebih besar dibandingkan dengan organ-organ lain di dalam tubuh. Lambung merupakan organ dengan banyak penyakit, namun banyak kesulitan mendiagnosa karena gejala-gejala yang timbul kurang lebih sama (Hadi, S 2013). Dispepsia merupakan istilah yang umum dipakai untuk suatu sindroma atau kumpulan gejala atau keluhan, berupa nyeri atau perasaan tidak nyaman pada ulu hati, mual, kembung, muntah,sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut merasa penuh atau begah. Keluhan tersebut dapat secara bergantian dirasakan oleh si penderita. Biasanya, dispepsia dialami oleh orang yang tidak teratur dalam pola makannya (Nurheti, 2009). Menurut data dari Rekam Medis di Rumah Sakit Islam Yogyakarta Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia (PDHI), pada tahun 2012, kasus dispepsia masuk dalam 10 penyakit terbesar yang terjadi. Baik rawat inap maupun rawat jalan, kasus dispepsia tidak pernah absen dari daftar tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka peneliti ingin meneliti pola peresepan obat dispepsia pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit Islam Yogyakarta Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia (PDHI) tahun 2012.

3 B. Rumusan Masalah Bagaimana pola peresepan obat dispepsia pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI yang meliputi golongan obat, jenis obat, dosis obat, cara penggunaan obat, frekuensi, dan kombinasi dengan obat lain serta kesesuaiannya dengan dan ISO? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran umum pola peresepan obat pada penderita dispepsia di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI tahun Mengetahui golongan obat, jenis obat, dosis dan frekuensi penggunaan obat, cara penggunaan obat, kombinasi obat, dan kesesuaian dengan dan ISO. II. METODE PENELITIAN CERATA Journal Of Pharmacy Science 19 A. Subyek Penelitian Subyek penelitian yang diambil adalah pasien dispepsia dewasa yang datanya tercatat dalam data rekam medis pasien rawat inap yang didiagnosis sebagai pasien dispepsia selama tahun 2012 di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. B. Jenis Penelitian Penelitian bersifat deskriptif non analitik menggunakan metode pengumpulan data secara retrospektif dengan melihat sumber data tertulis yaitu rekam medis pasien dispepsia di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah semua data rekam medis pasien dewasa rawat inap yang terdiagnosa penyakit dispepsia tahun Sampel Sampel dalam penelitian adalah sebagian dari pasien dewasa penderita dispepsia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI yang terpilih menjadi subyek penelitian. 3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil data pasien dewasa penderita dispepsia dari rekam medis dengan metode acak sederhana (simple random sampling), yaitu pengambilan sampel yang memungkinkan semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. 4. Besaran Sampel Besaran sampel merupakan sebagian dari populasi yang terpilih sebagai sampel di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Jumlah populasi penderita dispepsia tahun 2012 sebesar 163 orang. Dari populasi dapat ditentukan jumlah sampel menggunakan rumus :

4 20 CERATA Journal Of Pharmacy Science Keterangan : S = besaran sampel minimal N = besaran populasi λ = tingkat kepercayaan 95% = 1,96 P = Q = proporsi kejadian = 0.5 d = tingkat kesalahan 5% = 0,05 (Sugiyono, 2012) D. Definisi Operasional 1. Pola peresepan adalah gambaran obat yang diresepkan dan digunakan untuk pasien dispepsia dewasa rawat inap di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Gambaran tersebut meliputi nama obat, golongan, dosis, frekuensi, lama penggunaan, cara pemberian obat, dan kombinasi obat. 2. Dispepsia adalah suatu gangguan lambung yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas dengan ICD K Pasien dewasa adalah pasien dengan usia tahun. (Kaplan, 2010) 4. Rawat inap adalah perawatan yang diberikan kepada penderita/pasien yang menginap di bangsal-bangsal keperawatan dan mendapatkan perawatan langsung dari paramedis. 5. Rekam medis adalah sejarah ringkas, jelas, dan akurat dari kehidupan dan kesakitan pasien, ditulis berdasarkan pandangan medis. 6. Golongan obat adalah kelompok obat yang diberikan, misalnya : golongan antasida, golongan anti emetika, golongan antispasmodik, dan golongan antibiotika. 7. Jenis obat adalah macam obat yang diberikan Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI untuk pengobatan dispepsia pasien dewasa rawat inap. 8. Dosis obat adalah takaran obat untuk setiap pemberian pada pasien dewasa rawat inap penderita dispepsia di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. 9. Cara penggunaan obat adalah cara obat digunakan sesuai dengan sifat-sifat fisika dan kimianya. 10. Frekuensi pemberian obat adalah jumlah pemberian obat dalam sehari kepada pasien. 11. Kombinasi obat adalah perpaduan antara berbagai macam jenis dan golongan obat untuk menunjang efek terapi dari obat maupun menanggulangi efek samping dari obat lain.

5 CERATA Journal Of Pharmacy Science 21 E. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian berupa data rekam medis yang membantu dalam pengumpulan data yang meliputi : nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, anamnese, terapi obat yang diberikan, dosis, frekuensi, dan cara penggunaan obat. F. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu membuat gambaran mengenai suatu keadaan secara obyektif yang meliputi : 1. Golongan obat 2. Jenis obat 3. Dosis obat 4. Frekuensi pemberian obat 5. Cara pemberian obat 6. Kombinasi obat Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif non analitik dengan mengambil data secara retrospektif dari data rekam medis di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola peresepan obat penyakit dispepsia pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI pada tahun Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelurusan data rekam medis Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI pada tahun Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, anamnesa, diagnosa, usia, jenis kelamin, nama obat, zat berkhasiat, golongan obat, jumlah obat, cara pemberian, dosis dan frekuensi pemberian, dan lama pemberian. A. Gambaran Karakteristik Pasien 1. Distribusi Pasien Dispepsia Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien yang terdiagnosis dispepsia yang terdiri dari pasien lama dan pasien baru selama tahun 2012 telah terpilih dari 163 populasi sebanyak 115 sampel. Daftar distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Distribusi Pasien Dispepsia Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%) 1 Perempuan 86 74,78 2 Laki-Laki 29 25,22 Jumlah Dari data pada tabel 1 menunjukkan jumlah penderita dispepsia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Pasien perempuan sebanyak 86 orang dengan prosentase 74,78 %, sedangkan pasien laki-laki sebanyak 29

6 22 CERATA Journal Of Pharmacy Science orang dengan prosentase 25,22 %. Hal tersebut terkait keadaan psikis orang dimana perempuan lebih sensitif terhadap perasaan. Seseorang yang keadaan psikisnya terganggu, cemas, tegang, stress, perasaan takut yang berlebihan akan dapat menaikkan sekresi asam lambung yang berujung pada penyakit dispepsia (Hadi, 2013). 2. Distribusi Pasien Dispepsia Berdasarkan Usia Pasien dewasa yang terdiagnosis dispepsia di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI selama tahun 2012 terbagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Pasien Dispepsia Berdasarkan Usia ( Dewasa ) Jenjang Usia Dewasa ( Tahun ) Jumlah Pasien Prosentase ( % ) , , ,52 Berdasarkan data pada tabel 2 dapat diketahui bahwa pasien penderita dispepsia paling banyak pada rentan usia tahun. Akan tetapi perbedaan jumlah pasien dispepsia tidak begitu signifikan, karena selisihnya tidak terlalu besar. Seiring bertambahnya usia resiko terkena dispepsia semakin tinggi, dikarenakan kebiasaan yang berhubungan dengan gaya hidup, pola makan, dan stres ( Nurheti, 2009 ). B. Pola Peresepan Obat 1. Golongan Obat yang Digunakan pada Pengobatan Dispepsia Golongan Obat Jumlah Pasien Prosentase ( % ) Antagonis H ,39 Antiemetika 96 83,48 Proton Inhibitor 76 66,09 Antasida 65 56,52 Sukralfat 56 48,70 Antispasmodik 37 32,17 Antibiotika 34 29,56 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan antagonis H2 sebanyak 112 pasien dengan prosentase mencapai 97,39 %. Penggunaan obat golongan antagonis H2 bertujuan untuk mengurangi produksi asam lambung, karena produksi asam lambung pada penderita dispepsia yang berlebih. Produksi asam lambung yang berlebih akan mengakibatkan perut terasa perih ataupun mual, dengan adanya antagonis H2 akan mengurangi produksi asam lambung yang berlebih (Hadi, 2013).

7 Peringkat kedua ditempati oleh golongan antiemetika sebanyak 96 pasien dengan prosentase 83,48 %. Penggunaan obat antiemetika dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa mual yang timbul akibat dari penyakit dispepsia. Rasa mual atau ingin muntah merupakan hal yang paling sering terjadi pada sebagian besar pasien dispepsia. Rasa mual dapat disebabkan karena berbagai hal, misalnya infeksi bakteri, stres, pengosongan lambung yang lambat ( Bertram, 2010 ). Proton inhibitor merupakan golongan obat yang menempati peringkat ketiga sebanyak 76 pasien dengan prosentase 66,09 %. Obat golongan ini dapat menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat sistem enzim adenosin trifosfatase hidrogen-kalium dari sel parietal. Peringkat selanjutnya adalah golongan antasida sebanyak 65 pasien dengan prosentase 56,52 %. Golongan obat antasida ditujukan untuk menetralisir asam lambung yang berlebih di dalam lambung. Bila lambung sudah teriritasi oleh asam lambung biasanya muncul rasa sakit atau perih di perut. Asam lambung yang berlebih bersifat asam, maka perlu dinetralkan agar tidak mengiritasi lambung. Dengan demikian diharapkan rasa perih di lambung dapat teratasi oleh pemakaian antasida. Peringkat kelima ditempati oleh golongan sukralfat sebanyak 56 pasien dengan prosentase 48,70 %. Sukralfat merupakan kompleks aluminium hidroksida dan sukrosa sulfat yang berfungsi melindungi mukosa lambung agar tidak teriritasi oleh asam lambung dan infeksi dari bakteri. Peringkat keenam ditempati golongan antispasmodik sebanyak 37 pasien dengan prosentase 32,17 %. Obat golongan antispasmodik berguna dalam mengurangi rasa sakit atau nyeri yang timbul dari gejala penyakit dispepsia. Peringkat terakhir ditempati oleh golongan antibiotik sebanyak 34 pasien dengan prosentase 29,56 %. Penggunaan antibiotik ditujukan untuk mengatasi kemungkinan infeksi yang terjadi. Infeksi yang sering terjadi pada penderita dispepsia disebabkan bakteri H.Pylori. 2. Frekuensi Pemberian Obat Dispepsia Frekuensi Pemberian Obat Dispepsia No Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Prosentase (%) 1 Antagonis H2 Ranitidin ,39 2 Antiemetika Metoclopramid Domperidon Ondansetron 3 Proton Inhibitor Lansoprazole Omeprazole Pantoprazole 4 Antasida Farmacrol Forte Dexanta Antasida Lambucid CERATA Journal Of Pharmacy Science ,91 28,70 19,13 36,52 19,13 12,17 36,52 9,57 8,70 1,74

8 24 CERATA Journal Of Pharmacy Science 5 Sukralfat Sukralfat 56 49,12 6 Antispasmodik Klidinium Br + Klordiazepoksid Hyosin N-Butil Bromid (Scopamin ) ,04 1,74 7 Antibiotik Ceftriaxone Cefotaxime Sulbactam + Cefoperazone (Stabactam ) Levofloxacin Perhitungan prosentase : Jumlah pasien yang memakai x 100% Jumlah pasien keseluruhan ,22 3,51 2,63 2,63 Berdasarkan tabel diatas, jenis obat golongan antagonis H2 yang paling banyak digunakan adalah ranitidin sebanyak 112 pasien dengan prosentase 97,39 %. Ranitidin merupakan salah satu obat golongan antagonis reseptor H2. Berdasarkan penelitian farmakologis klinis terbukti bahwa ranitidin secara bermakna menghambat sekresi asam lambung. Sifat inhibitor terhadap sekresi asam lambung tergolong sangat kuat dengan masa kerja yang lama, sehingga cukup dapat diberikan dua kali dalam sehari. Selain itu, efek samping yang mungkin timbul dari pemakaian ranitidin tergolong rendah (BPOM, 2008). Golongan antiemetika yang paling banyak digunakan adalah metoclopramid sebanyak 62 pasien dengan prosentase 53,91 %. Metoclopramid berefek mengurangi sampai menghilangkan rasa mual atau rasa ingin muntah. Golongan proton inhibitor yang paling banyak digunakan adalah lansoprazole sebanyak 42 pasien dengan prosentase 36,52 %. Golongan obat ini berguna dalam mengurangi produksi asam lambung. Lansoprazole bekerja di lambung menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat sistem enzim adenosin trifosfatase hidrogen-kalium dari sel parietal (BPOM, 2008). Golongan antasida yang paling sering digunakan adalah Farmacrol Forte sebanyak 42 pasien dengan prosentase 36,52 %. Farmacrol Forte merupakan obat golongan antasida yang dapat menetralkan asam lambung. Kandungan metilpolisiloksan yang membedakan obat ini dengan obat golongan antasida yang lain. Metilpolisiloksan berguna dalam mengurangi gelembung-gelembung gas yang dapat menyebabkan rasa kembung. Golongan sukralfat yang paling banyak digunakan adalah sukralfat sebanyak 56 pasien dengan prosentase 49,12 %. Sukralfat adalah garam aluminium dan sukrose oktosulfat, merupakan zat yang tidak dapat diserap. Sukralfat akan meningkatkan produksi Prostaglandin E2 (PGE2),

9 meningkatkan sekresi mukus, dan bikarbonat sehingga dengan demikian dapat meningkatkan daya sitoprotektif mukosa (Hadi, 2013). Golongan antispasmodik yang paling banyak dipakai adalah kombinasi dari Klidinium Bromid dan Klordiazepoksid sebanyak 38 pasien dengan prosentase 33,04. Obat golongan ini digunakan sebagai terapi tambahan yang berkhasiat mengurangi nyeri pada perut yang sering muncul pada kasus dispepsia. Untuk golongan antibiotik yang paling sering digunakan adalah ceftriaxone sebanyak 29 pasien dengan prosentase 25,44 %. Ceftriaxone merupakan senyawa sefalosporin yang bersifat bakterisid terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Bakteri yang menyebabkan dispepsia adalah H.Pylori, bakteri tersebut merupakan bakteri gram negatif. Sehingga penggunaan Cefttriaxone sudah tepat untuk mematikan bakteri tersebut. 3. Dosis Pemberian Obat Dispepsia Tabel Dosis Pemberian Obat Dispepsia dan Kesesuaiannya dengan dan ISO Golongan & Jenis Dosis & Kesesuaian Dosis Dosis Ket. Obat Frekuensi Standar Antagonis H2 : Ranitidin tab Ranitidin inj Ranitidin tab Ranitidin inj Tiap 8 jam 2 x 1 tab Tiap 12 jam 2 x 1 tab Tiap 6-8 jam 2 x 1 tab Tiap 6-8 jam Tidak Tidak Antiemetika : Metoclopramid inj Metoclopramid tab Domperidon tab Ondansetron inj Ondansetron inj Ondansetron tab Proton Inhibitor : Lansoprazole caps Lansoprazole caps Lansoprazole caps Omeprazole caps Omeprazole inj Pantoprazole inj Antasida : Farmacrol F syr Farmacrol F tab Dexanta Antasida syr Antasida tab Lambucid syr Tiap 8 jam Tiap 8 jam Tiap 12 jam 3 x 1 caps 30mg 2 x 1 caps 30mg 1 x 1 caps 30mg 1 x 1 caps 20mg Tiap 12 jam 2 x 40mg 4 x 1 cth 4 x 1 tab 4 x 1 cth 4 x 1 cth 4 x 1 tab 3 x 1 cth CERATA Journal Of Pharmacy Science 25 Tiap 8 jam 3 x 1 Tiap 8 jam Tiap 8 jam Tiap 8 jam Sehari 15-30mg Sehari 15-30mg Sehari 15-30mg 1 x 1 caps 20mg 1 x 40mg sehari 40-80mg sehari 3-4 x 5 ml 4 x 1-2 tab 3-4 x 5 ml 3-4 x 5 ml 4 x 1-2 tab 3-4 x 5 ml ISO ISO ISO Tidak Tidak Tidak Tidak

10 26 CERATA Journal Of Pharmacy Science Sukralfat : Sukralfat syr Sukralfat tab Antispasmodik : Klidinium Br + Klordiazepoksid Klidinium Br + Klordiazepoksid Hyosin N-Butil Bromid + Paracetamol (Gitas Plus ) Antibiotik : Ceftriaxone inj Cefotaxime inj Sulbactam + Cefoperazone inj (Stabactam ) Levofloxacin tab Ceftazidim inj 3 x 1 C 2 x 1 tab 2 x 1 tab Tiap 12 jam 1g Tiap 12 jam 1g Tiap 12 jam 1 x 1 tab 500mg Tiap 8 jam 1g 4 x 2 cth 3-4 x 2 tab 3-4 x 1-2 tab 3-4 x 1-2 tab 1-2 g sehari 1g tiap 12 jam Tiap 12 jam 1 x mg Tiap 8 jam 1g ISO Tidak Tidak Tidak Tidak Berdasarkan tabel diatas, untuk dosis pemakaian obat dalam pengobatan dispepsia ada yang sesuai dan ada yang tidak sesuai dengan dan ISO. Ketidaksesuaian dosis pemakaian obat dipengaruhi pada kondisi pasein dan tingkat keparahan penyakit dispepsia yang diderita. Golongan antagonis H2 yang paling sering diresepkan adalah ranitidin. Dosis yang diberikan ada yang sesuai dengan, namun juga ada yang melebihi dari dosis dalam. Hal tersebut dipengaruhi oleh kombinasi obat yang diberikan secara bersamaan, sehingga perlu adanya penambahan dosis. Misalnya pada pemberian allopurinol yang mempunyai efek samping gastrointestinal. Golongan antiemetika semuanya sudah sesuai dengan, hanya pemakaian ondansetron yang kurang tepat untuk pasien dispepsia. Ondansetron biasanya diresepkan untuk pasien yang menjalani kemoterapi dan operasi. Akan tetapi menurut hasil evaluasi para dokter di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI pada tahun 2011, pemakaian metoklopramid sering menimbulkan efek samping ekstrapiramidal pada pasien rawat inap, maka dipilih ondansetron dengan efek terapinya lebih cepat dan tidak menimbulkan efek piramidal bagi pasien. Golongan proton inhibitor yang diresepkan pada pengobatan dispepsia adalah lansoprazole, omeprazole, dan pantoprazole. Penggunaan lansoprazole dalam hanya sehari sekali 15 mg sampai 30 mg, namun pada peresepan pemakaian lansoprazole dua kali dalam sehari, bahkan ada yang tiga kali

11 CERATA Journal Of Pharmacy Science 27 dalam sehari. Walaupun demikian, ada pemakaian lansoprazole yang sudah sesuai yaitu sehari sekali saja. Omeprazole per oral juga sudah sesuai standar yaitu sehari sekali 20 mg, namun untuk omeprazole injeksi pemakaiannya melebihi dosis dalam yang seharusnya sekali sehari dalam resep setiap 12 jam atau dua kali sehari. Proton inhibitor terakhir adalah pantoprazole, pemakaiannya sudah sesuai dengan standar. Golongan sukralfat yang dipakai dalam pengobatan dispepsia dalam sediaan sirup dan tablet. Peresepan obat sukralfat baik tablet maupun sirup tidak sesuai dengan standar, untuk sirup pemakainnya dalam sehari melebihi dosis dalam sedangkan sukralfat tablet dosis yang diberikan masih kurang. Golongan antispasmodik yang sering diresepkan adalah kombinasi klinidium bromid dan klordiazepoksid (Cliad, Renagas ) dalam sediaan tablet. Peresepan obat golongan ini sudah sesuai dengan standar, namun pada beberapa pasien dosis yang diberikan melebihi dosis dalam. Golongan antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah ceftriaxone sediaan injeksi sudah sesuai standar. Pemakaian antibiotik lainnya dalam pengobatan dispepsia dalam resep sudah sesuai dengan standar. Antibiotik digunakan dalam pengobatan dispepsia untuk menangani infeksi oleh bakteri H.Pylori. Golongan antasida yang terbanyak diresepkan adalah Farmacrol Forte dan obat-obat antasida yang lain dalam peresepan sudah sesuai dengan standar. 4. Kombinasi Obat yang Digunakan pada Pengobatan Dispepsia Tabel Kombinasi Obat Dispepsia Kombinasi Obat Dispepsia Jumlah Prosentase (%) Antibiotik +Sukralfat + Proton Inhibitor + Antagonis H ,39 + Antiemetika + Antasida Antagonis H2 + Antiemetika + Antasida ,43 Antispasmodik + Proton Inhibitor + Sukralfat Antagonis H2 + Antiemetika + Antibiotik + Sukralfat 7 5,34 Proton Inhibitor + Antagonis H2 + Antiemetika + 7 5,34 Antasida Antagonis H2 + Antiemetika + Antasida + Antibiotik 6 5,22 Sukralfat + Antiemetika + Proton Inhibitor + antagonis 6 5,22 H2 Sukralfat + Antiemetika + Antagonis H2 5 4,35 Antiemetika + Sukralfat + Antibiotik + Antispasmodik + Proton Inhibitor + Antagonis H2 3 2,61

12 28 CERATA Journal Of Pharmacy Science Antiemetika + Antagonis H2 + Antibiotik 3 2,61 Proton Inhibitor + Sukralfat 3 2,61 Tanpa kombinasi 3 2,61 Antibiotik + Antispasmodik + Proton Inhibitor + 2 1,74 Antasida + Antiemetika + Antagonis H2 Antispasmodik + Antiemetika + Antagonis H ,74 Antibiotik Antagonis H2 + Antiemetika + Antasida + 2 1,74 Antispasmodik + Proton Inhibitor + Antibiotik + Sukralfat Antagonis H2 + Antibiotik + Antasida 2 1,74 Antagonis H2 + Antibiotik + Antispasmodik 2 1,74 Sukralfat + Antagonis H2 2 1,74 Antagonis H2 + Proton Inhibitor + Sukralfat + 2 1,74 Antibiotik Antagonis H2 + Antiemetika 2 1,74 Antagonis H2 + Sukralfat + Antibiotik 1 0,87 Antagonis H2 + Antispasmodik 1 0,87 Proton Inhibitor + Antiemetika + Antibiotik + Antagonis H2 1 0,87 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa kombinasi obat dispepsia paling banyak digunakan adalah Antibiotik + Sukralfat + Proton Inhibitor + Antagonis H2 + Antiemetika + Antasida dengan prosentase 17,39 %. Kombinasi obat ini sangat efektif untuk mengatasi dispepsia, sukralfat melindungi mukosa lambung, proton inhibitor mencegah terbentuknya asam lambung, antagonis H2 mengurangi produksi asam lambung, antiemetika menghilangkan rasa mual yang muncul, antasida menetralkan asam lambung, dan antibiotik menangani terjadinya infeksi oleh bakteri H.Pylori. Bakteri H.Pylori merupakan bakteri gram negatif yang merupakan salah satu penyebab dispepsia. Antibiotik yang digunakan merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan sensitif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Urutan kedua adalah kombinasi Antagonis H2 + Antiemetika + Antasida + Antispasmodik + Proton Inhibitor + Sukralfat dengan prosentase 10,43 %. Perbedaan dengan kombinasi yang pertama adalah pada kombinasi yang kedua ini tanpa antibiotik dan adanya antispasmodik yang tidak ada pada kombinasi yang pertama. Kombinasi ketiga dengan prosentase 6,96 % adalah Antagonis H2 + Antiemetika + Antibiotik + Sukralfat. Pada kombinasi ketiga tidak ditemukan antispasmodik dan antasida.

13 CERATA Journal Of Pharmacy Science 29 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pola peresepan obat dispepsia pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI menggunakan golongan obat antagonis H2, antiemetika, Domperidon, Ondansetron, proton inhibitor, antasida, Sukralfat, antispasmodik dan antibiotik (Ceftriaxone, Cefotaxime, Sulbactam+Sefoperazone, Levofloxacin, Ceftazidim). Dosis dan frekuensi pemakaian obat sebagian besar sudah sesuai dan ISO, walaupun masih ada yang belum sesuai. Cara pemberian obat dengan per oral, injeksi, dan per rektal. Kombinasi obat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi antibiotik + sukralfat + proton inhibitor + antagonis H2 + antiemetika + antasida. Pola peresepan obat dispepsia di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI sudah sesuai dengan formularium rumah sakit. B. SARAN 1. Perlu adanya Formularium atau Standar Pelayanan Medis (SPM) yang jelas dan lengkap terutama pada pengobatan dispepsia. 2. Perlu ditingkatkan tentang kelengkapan data rekam medis pasien, terutama diagnosa akhir pasien dan anamnesa.

14 30 CERATA Journal Of Pharmacy Science DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Murdani dan Gunawan, Jeffri, 2012, Dispepsia, Jurnal, Fakultas Kedokteran Divisi Gastroenterologi dan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Universitas Indonesia, Jakarta Anonim, 2012, Informasi Spesialite Obat, Volume 47, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta. Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hadi, Sujono, 2013, Gastroenterologi, ALUMNI, Bandung. Kaplan, S., 2010, Sinopsis Psikiatri jilkid 1, Binarupa Aksara, Jakarta. Katzung, Bertram G, Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10, ECG. Jakarta. Nusratini dan Dwi Endarti, 2007, Obat-obat Penting Untuk Pelayanan Kefarmasian Edisi Revisi : Obat-obat Gastrointestinal, Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat Bagian Farmasetika Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Perwitasari, Dyah Aryani, 2010, Farmasis Mengenal Penyakit, Imperium, Yogyakarta. Siregar, Charles JP, 2006, Farmasi Rumah Sakit dan Penerapan Kedokteran, EGC : Jakarta Sukandar, Elin Yulinah, dkk, ISO Farmakoterapi. ISFI penerbitan : Jakarta Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 1978, Obat-obat Penting edisi keempat, Jakarta. Yuliarti, Nueheti, Maag kenali, hindar, dan obati, ANDI OFFSET : Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Totok Hardiyanto, Sutaryono, Muchson Arrosyid INTISARI Reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur

Lebih terperinci

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42 KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI INSTALASI RAWAT JALAN RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU MUCHSON, YETTI OKTAVIANINGTYAS K, AYU WANDIRA INTISARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di Rumah

Lebih terperinci

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN Trias Apriliani, Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya? Faktor psikis atau kejiwaan seseorang bisa pula meningkatkan produksi asam lambung. Selain itu penyakit maag juga bisa disebabkan insfeksi bakteri tertentu, misalnya helicobacter pylori yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Di RSU Anutapura Palu

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Di RSU Anutapura Palu Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2017; 3 (2): 126 131 ISSN : 2442-8744 (electronic) http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/galenika/index DOI : 10.22487/j24428744.2017.v3.i2.8772

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai suatu keseimbangan atau suatu keadaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATALAKSANAAN TERAPI PADA PASIEN GASTRITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF DR. R.D. KANDOU MANADO TAHUN 2013

KAJIAN PENATALAKSANAAN TERAPI PADA PASIEN GASTRITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF DR. R.D. KANDOU MANADO TAHUN 2013 KAJIAN PENATALAKSANAAN TERAPI PADA PASIEN GASTRITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF DR. R.D. KANDOU MANADO TAHUN 2013 Andrea Ariel Rondonuwu 1), Adeanne Wullur 1), dan Widya Astuti Lolo 1) 1) Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Banyak hal yang dapat menyebabkan gastritis. Penyebabnya paling sering adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal maupun tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau

Lebih terperinci

OBA B T A T S I S ST S E T M

OBA B T A T S I S ST S E T M OBAT SISTEM GASTROINTESTINAL dr. Agung Biworo,M.Kes ULKUS PEPTIK Mukosa lambung dibagi menjadi tiga daerah ekskresi : Area glandula kardia mensekresi mukus dan pepsinogen. Area glandula oksintik (parietal)

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT / GANGGUAN SALURAN CERNA ULKUS PEPTIK ULKUS PEPTIK

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT / GANGGUAN SALURAN CERNA ULKUS PEPTIK ULKUS PEPTIK FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT / GANGGUAN SALURAN CERNA Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes ULKUS PEPTIK Mukosa lambung dibagi menjadi tiga daerah ekskresi : Area glandula kardia mensekresi mukus dan pepsinogen.

Lebih terperinci

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN ARTIKEL PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN Eli Beni Fauziah Mahasiswa Program Studi D-III Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak peptik merupakan penyakit akibat ketidakseimbangan fisiologis antara faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dengan faktor pelindung (pertahanan dan perbaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 Roy Yani Dewi Hapsari, Sunyoto, Farida Rahmawati INTISARI Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 6 No. AGUSTUS 017 ISSN 0-49 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT TUKAK PEPTIK PADA PASIEN TUKAK PEPTIK (Peptic Ulcer Disease) DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BRIMOB TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT TUKAK PEPTIK PADA PASIEN TUKAK PEPTIK (Peptic Ulcer Disease) DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BRIMOB TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT TUKAK PEPTIK PADA PASIEN TUKAK PEPTIK (Peptic Ulcer Disease) DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BRIMOB TAHUN 2015 EVALUATION OF PEPTIC ULCER MEDICATION USE IN PATIENTS WITH PEPTIC ULCER

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Farida Rahmawati, Anita Agustina INTISARI Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan

Lebih terperinci

OBAT GASTROINTESTINAL

OBAT GASTROINTESTINAL OBAT GASTROINTESTINAL OBAT SALURAN PENCERNAAN Obat Penyakit Tukak - Peptik Anti emetik Laxativa ( Pencahar ) Anti Diare 1. OBAT PENYAKIT TUKAK PEPTIC A. Antasida adalah basa basa lemah yang digunakan untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 Yetti O. K, Sri Handayani INTISARI Hipertensi merupakan masalah utama dalam kesehatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Mutu utama layanan kesehatan adalah salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Stress ulcer merupakan ulser pada lambung dan atau duodenum yang biasanya muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau SSP yang hebat. Ulcer secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

*Nur Hidayah, Nim : , **Nur Rasdianah S.Si., M.Si., Apt*** Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Jurusan Farmasi, Fakultas ilmu-ilmu kesehatan dan

*Nur Hidayah, Nim : , **Nur Rasdianah S.Si., M.Si., Apt*** Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Jurusan Farmasi, Fakultas ilmu-ilmu kesehatan dan *Nur Hidayah, Nim : 8450, **Nur Rasdianah S.Si., M.Si., Apt*** Madania, S.Farm., M.Sc., Apt. Jurusan Farmasi, Fakultas ilmuilmu kesehatan dan keolahragaan, UNG. STUDI PENGOBATAN PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati 1, Avia Indriaweni 1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Paguyaman kabupaten Boalemo pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Paguyaman kabupaten Boalemo pada 4.1 Hasil penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Paguyaman kabupaten Boalemo pada tanggal 22 Oktober- 8 November, pada penelitian ini peneliti menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia kesehatan berbagai obat baru telah ditemukan dan informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sukarmin (2012) gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalaui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan analisis data secara deskriptif analitik dengan penyajian data dalam bentuk kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien 27 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 4.1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dimulai dengan mengambil data pasien demam tifoid berasal dari register status pasien. Berdasarkan

Lebih terperinci

KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DIARE AKUT DI SERTAI INFEKSI BAKTERI PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN PASIEN RAWAT INAP DI RSI KLATEN TAHUN 2011

KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DIARE AKUT DI SERTAI INFEKSI BAKTERI PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN PASIEN RAWAT INAP DI RSI KLATEN TAHUN 2011 KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DIARE AKUT DI SERTAI INFEKSI BAKTERI PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN PASIEN RAWAT INAP DI RSI KLATEN TAHUN 2011 Rumbin Narindrani, Sunyoto, Choiril Hana INTISARI Diare

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GEA DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GEA DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN 92 PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GEA DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN MONITORING OF DRUG THERAPY IN PATIENTS GEA ON PATIENTS IN dr. SUYOTO Satya Candra Indra Yanih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, resep, dan penggunaan obat-obatan dalam masyarakat, dengan penekanan

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI 1 POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI Oleh: SUSANT0 SAPUTRO K 100050039 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma dispepsia merupakan keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran bahan yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam maupun bagian luar dalam menetapkan diagnosis, mencegah,

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR Joan Angelina Widians 1), Ari Utomo 2) 1), 2) Teknik Informatika Up.FTIK Universitas Mulawarman Samarinda Jl. Barong Tongkok, Kampus Gunung Kelua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi

Lebih terperinci

Pembelajaran E-learning

Pembelajaran E-learning Pembelajaran E-learning Baca modul bab 9 buku farmakologi, Kemudian selesaikan soal sebanyak 25 soal dengan ditulis tangan. Tugas dikumpulkan pada hari senin jam 15.20 wib. Jika lebih dari pukul ini maka

Lebih terperinci

Pembelajaran E-learning

Pembelajaran E-learning Pembelajaran E-learning Baca modul bab 9 buku farmakologi, Kemudian selesaikan soal sebanyak 25 soal dengan ditulis tangan. Tugas dikumpulkan pada hari jum`at jam 11.00 wib. Jika lebih dari pukul ini maka

Lebih terperinci

Pembelajaran E-learning

Pembelajaran E-learning Pembelajaran E-learning Baca modul bab 9buku farmakologi, Kemudian selesaikan soal sebanyak 25 soal dengan ditulis tangan. Tugas dikumpulkan pada hari jum`at, pukul 108.00 wib. Jika lebih dari pukul ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual 3.1.1 Skema Kerangka Konseptual Pola Penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker pada Pasien Stroke Iskemik Etiologi - Sumbatan pembuluh darah otak - Perdarahan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dispepsia merupakan salah satu gangguan yang diderita oleh hampir seperempat populasi umum di negara industri dan merupakan salah satu alasan orang melakukan konsultasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani aktivitas sehari-hari. Contoh yang sering dikeluhkan dimasyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menjalani aktivitas sehari-hari. Contoh yang sering dikeluhkan dimasyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas hidup sangat ditentukan kualitas kesehatan seseorang, kesehatan yang terganggu tentunya akan membuat penurunan dalam kualitas dalam menjalani aktivitas

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran

Bab I PENDAHULUAN. derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gangguan saluran cerna merupakan penyakit yang sering di derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran pencernaan merupakan organ yang sangat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dewan editor

KATA PENGANTAR. Dewan editor KATA PENGANTAR Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT, Media Farmasi Vol. 11 No.2 Tahun 2014 telah terbit. Pada edisi ini, Jurnal Media Farmasi menyajikan artikel yang semuanya merupakan hasil penelitian.

Lebih terperinci

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik 44 III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah Farmakologi klinik 2. Waktu penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun Oleh : UT UILA J

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun Oleh : UT UILA J 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dijabarkan berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan. Dari hasil penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pelayanan kesehatan menjadi penunjang penting tercapainya tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara spesifik meliputi rasa cepat

Lebih terperinci

UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK

UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) ABSTRAK UJI EFEK ANALGETIK REBUSAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hilda Wiryanthi Suprio *) *) Program Studi DIII STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci