Matriks Tanggapan Koalisi tentang RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Matriks Tanggapan Koalisi tentang RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA"

Transkripsi

1 Matriks Tanggapan Koalisi tentang RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA dan DAFTAR INVENTARIS MASALAH 12 Mei RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA 2. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 3. Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan Undang Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Kurang lengkap karena tidak ada prinsip landasanlandasan filosofis pembentukan negara di dalam konstitusi seperti halnya prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum. Penggunaan terminologi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia multitafsir, membahayakan warga negara dan dianggap tidak perlu hadir. Ditambahkan perlindungan 1 Menimbang: a. bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, adil, demokratis, dan tenteram; sehingga penting dilakukan deteksi dini dan sistem analisa informasi strategis yang mampu mendukung upaya perlindungan segenap bangsa dan warga negara Indonesia;

2 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penting dilakukan deteksi dini yang mampu mendukung upaya menangkal segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. b. bahwa sejalan dengan perubahan, perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis perlu melakukan deteksi dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat kompleks, serta memiliki spektrum yang sangat luas; segenap bangsa dan warga negara Indonesia. Tetap RUU yang ada dibuat berdasarkan keadaan sekarang, sementara idealnya hal tersebut tidak dilakukan Menghapus dari dalam negeri maupun luar negeri menjadi berbagai bentuk ancaman keamanan nasional Keamanan Nasional harus masuk dalam definisi RUU, sebagaimana yang didefinisikan dalam UU Keamanan Nasional b. bahwa penyelenggaraan deteksi dini dan sistem analisa informasi strategis untuk mendeteksi berbagai bentuk ancaman keamanan nasional sebagaimana disebutkan dalam UU Keamanan Nasional harus ditata berdasarkan prinsip prinsip demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan sipil; 2

3 5. c. bahwa untuk melakukan Tetap Demokrasi, hukum dan HAM c. bahwa untuk mencegah deteksi dini dan hanya menjadi komplemen terjadinya pendadakan dari mencegah terjadinya dalam RUU Intelijen, tidak berbagai ancaman, diperlukan pendadakan dari berbagai menjadi pondasi yang sistem intelijen negara dan ancaman, diperlukan mendasar. pelaksanaan intelijen yang intelijen negara yang Dengan penggunaan profesional yang menjalankan profesional, penguatan terminologi mendukung peringatan dini. kerjasama dan koordinasi tegaknya hukum ada intelijen negara, serta kecenderungan untuk untuk mendukung memasukkan lembaga ini tegaknya hukum, nilainilai menjadi penegak hukum demokrasi dan hak Kata koordinasi dan asasi manusia; kerjasama cenderung diskresional dan mudah diintervensi kepentingan politik, diubah menjadi penjabaran sistem dan profesional. Yang dimaksud dengan sistem adalah sistem peringatan dini dan analisa informasi strategis. Sistem adalah hubungan dua kelembagaan yang saling terkait. Yang dimaksud dengan profesional termasuk dengan kerjasama dan koordinasi. 6. d. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, Redaksional : Pemerintah mengusulkan penyempurnaan rumusan dengan mengganti frasa dan d. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam 3 Tidak memberikan kepastian hukum bagi warga negara namun lebih kepada kepastian hukum negara, diusulkan diubah d. belum ada Undang Undang yang mengatur penyelenggaraan fungsi intelijen negara.

4 penyelenggaraan intelijen negara sebagai lini pertama dari Keamanan Nasional perlu diatur secara lebih komprehensif; 7. e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang Undang tentang Intelijen Negara; 8. Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28J Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat dengan dalam penyelenggaraan ketatanegaraan, karena penyelenggaraan ketatanegaraan sudah tercakup di dalamnya kebutuhan masyarakat maupun penyelenggara pemerintahan. penyelenggaraan ketatanegaraan, penyelenggaraan intelijen negara sebagai lini pertama dari Keamanan Nasional perlu diatur secara lebih komprehensif; Tetap Tetap Tetap Paradigma RUU ini tidak menghormati hak yang bersifat nonderogable rights dengan tidak dicantumkannya pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan (3), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28G, Pasal 30 ayat (1) UUD RUU ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, namun demikian tidak merujuk 4 Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28G, Pasal 28I ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 30 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment. 3. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; 4. UU No. 12 Tahun 2005 tentang

5 9. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 10. MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA. 11. BAB I KETENTUAN UMUM 12. Pasal 1 Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan: 5 pada Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan atas kepastian hukum. UU No. 12 Tahun 2005, UU No. 5 Tahun 1998 Untuk di penjelasan UU harus dijelaskan mengenai pembatasan yang dimaksud dengan Pasal 28J Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights; 5. UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; dan 6. UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Merujuk usulan SANDI, sebelum masuk ke dalam definisi intelijen perlu untuk menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan: 1. Keamanan Nasional yang merujuk pada 2. Ancaman keamanan nasional 3. Hak hak dasar (non Pasal 1 Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Keamanan Nasional adalah sebagaimana ditetapkan UU Keamanan Nasional 2. Ancaman keamanan nasional adalah sebagimana ditetapkan dalan UU Keamanan Nasional 3. Hak hak dasar adalah hak yang

6 Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan dan strategi nasional berdasarkan analisis dari informasi dan faktafakta yang terkumpul melalui metode kerja intelijen untuk pendeteksian dan Substansi: Pemerintah dapat menjelaskan bahwa Intelijen memiliki tiga pengertian. Oleh karena itu Pemerintah mengusulkan substansi dan rumusan baru, dengan membagi pengertian Intelijen ke dalam tiga pengertian yang sesuai dengan teori dasar intelijen dan berlaku secara universal. Intelijen adalah: a. pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan; b. organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang diberi tugas dan kewenangan untuk 6 derogable rights) dengan azas retroaktif 4. Kebebasan sipil (tanggapan untuk no 13 dan 14 digabung, defenisi intelijen dihapus) tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun yang meliputi: (a) hak untuk hidup; (b) hak untuk bebas dari penyiksaan; (c) hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi; (d) hak untuk bebas dari perbudakan; (e) hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum; (f) hak untuk memiliki kebebasan berpikir, keyakinan nurani dan beragama; dengan azas retroaktif. 4. Kebebasan sipil adalah hak hak warga negara yang berkaitan dengan kebebasan individu sebagaimana tertuang dalam Konvensi Internasional tentang Hak Hak Sipil dan Politik.

7 peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap Keamanan Nasional Intelijen Negara adalah lembaga pemerintah yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan intelijen. Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah frasa tugas dan sebelum kata wewenang dan menambah frasa seluruh atau sebagian setelah kata menyelenggarakan dengan alasan: tugas dan wewenang merupakan satu frasa yang tidak dapat terpisahkan. tidak semua penyelenggara intelijen Negara melaksanakan ketiga fungsi intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan; pada umumnya intelijen kementerian hanya menyelenggarakan fungsi penyelidikan menyelenggarakan fungsi dan aktivitas intelijen; dan c. aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. 2. Intelijen Negara adalah lembaga pemerintah yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan seluruh atau sebagian fungsi intelijen. 7 Pada dasarnya lembaga intelijen bukanlah lembaga pemerintah tetapi alat negara, bukan bagian dari institusi militer, kecuali untuk intelijen tempur. 5. Intelijen negara adalah institusi sipil (dengan pengecualian intelijen militer) sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang memiliki kompetensi untuk melakukan kegiatankegiatan intelijen dalam rangka pengembangan sistem peringatan dini kepada pembuat kebijakan negara.

8 (mengumpulkan dan mengolah informasi) Personil Intelijen Negara Substansi: 3. Personel Intelijen Pencantuman adalah Warga Negara Pemerintah mengusulkan: Negara adalah warga kemampuan/kompetensi sudah Indonesia yang memiliki substansi yang ada dalam negara Indonesia ada di usulan koalisi no 13 kemampuan khusus Pasal 15 RUU ( nomor yang memenuhi dan penjabarannya dilakukan di intelijen dan 113) dimasukkan dalam persyaratan yang bagian mengenai personil mengabdikan diri dalam ini. ditentukan dalam intelijen intelijen negara. penyempurnaan peraturan perundangundangan redaksional dengan dan mengganti kata Personil diangkat oleh pejabat menjadi Personel sesuai yang berwenang dengan kaidah bahasa untuk mengabdikan Indonesia. diri dalam dinas pembetulan penulisan kata intelijen. personil menjadi personel berlaku untuk setiap kata tersebut dalam selanjutnya Ancaman adalah setiap Tetap Defenisi Ancaman terlalu upaya, pekerjaan, luas, sebaiknya merujuk kegiatan baik dari dalam pada defenisi Ancaman negeri maupun luar dalam UU Keamanan negeri yang dinilai dapat Nasional dan defenisi yang membahayakan diperkuat disini adalah keamanan, kedaulatan, defenisi ancaman dari sisi keutuhan wilayah intelijen. Sudah dibahas di Negara Kesatuan usulan no. 12 Republik Indonesia, dan Ini menunjukkan perlunya keselamatan bangsa RUU Keamanan Nasional serta kepentingan diselesaikan lebih dahulu nasional. dari RUU Intelijen Negara Setiap Orang adalah Tetap Tidak perlu diatur, dihapus 8

9 orang perseorangan atau badan hukum Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personil, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen yang dilindungi kerahasiaannya agar tidak diakses, diketahui, dan dimiliki oleh pihakpihak yang tidak berhak Masa Retensi Informasi Intelijen adalah jangka waktu penyimpanan informasi intelijen. Substansi: Pemerintah mengusulkan frasa agar tidak diakses, diketahui, dan dimiliki oleh pihak pihak yang tidak berhak dihapus dengan alasan bahwa perlindungan kerahasiaan sudah mengandung pengertian agar tidak diakses, diketahui, dan dimiliki oleh pihak pihak yang tidak berhak. Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan rumusan: mengganti kata informasi dengan kata rahasia (komunitas intelijen tidak mengenal istilah informasi karena intelijen merupakan informasi yang telah diolah ); dan mengganti kata penyimpanan menjadi perlindungan (rahasia intelijen tidak hanya disimpan, melainkan harus dilindungi) 6. Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Intelijen dan dilindungi kerahasiaannya. 7. Masa Retensi Rahasia Intelijen adalah jangka waktu perlindungan rahasia intelijen. 9 UU Intelijen idealnya mengatur personil intelijen dan pengguna (user) dari intelijen, bukan masyarakat Tidak perlu diatur disini, namun merujuk pada UU KIP dan UU Rahasia Negara Tidak perlu diatur disini, namun merujuk pada UU KIP dan UU Rahasia Negara atau merujuk pada UU KIP dan UU Rahasia Negara Atau menggunakan rancangan RUU RN versi masy sipil: Rahasia Intelijen adalah informasi publik yang terkait dengan intelijen, dan persandian intelijen yang ditutup aksesnya untuk sementara waktu demi kepentingan Keamanan Nasional yang sesuai dengan prosedur Undang Undang ini.

10 Informasi Intelijen adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang terkait dengan Intelijen Pihak Lawan adalah pihak dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kegiatan kontra intelijen yang dapat merugikan kepentingan stabilitas nasional. adapun yang memiliki masa retensi adalah rahasia intelijen. Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan substansi ini dihapus karena sudah tertampung dalam No. 13, dan juga dengan alasan bahwa komunitas intelijen tidak mengenal istilah informasi intelijen sebab intelijen merupakan informasi yang telah diolah. Apabila usul Pemerintah disepakati, maka frasa Informasi Intelijen pada selanjutnya diganti dengan kata Intelijen. Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan: menghapus kata kontra intelijen (karena yang melakukan kegiatan kontra intelijen bukan pihak lawan, tetapi pihak sendiri); dan menghapus kata stabilitas (pengertian kepentingan nasional lebih luas dan di dalamnya tercakup stabilitas nasional ). 8. Pihak Lawan adalah pihak dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kegiatan yang dapat merugikan kepentingan nasional. 10 Merujuk pada usulan SANDI, Informasi Intelijen dihapus, diganti dengan Produk Intelijen Intelijen sendiri adalah informasi yang telah diolah, sehingga hasil dari kerja intelijen disebut sebagai produk intelijen Definisi pihak lawan dihapus karena terlalu karet dan multitafsir 6. Produk intelijen adalah akumulasi informasi secara ekslusif yang komperhensif, tepat waktu, terkini, dan akurat bagi kepentingan pengambilan keputusan di bidang keamanan nasional.

11 Sasaran adalah target Redaksional: 9. Sasaran adalah target Usulan pemerintah terkait atau kondisi yang ingin Pemerintah mengusulkan atau kondisi yang penambahan penyelidikan dan dicapai dari fungsi penyempurnaan redaksional ingin dicapai dari penggalangan dihapus, penggalangan. dengan menambah kata fungsi penyelidikan, ditegaskan saja dengan istilah penyelidikan, pengamanan, dan operasi tertutup (covert action). pengamanan, dan sebab penggalangan. Dalam bagian penjelasan sasaran intelijen tidak hanya sasaran penggalangan, tetapi juga ada sasaran penyelidikan dan pengamanan diberikan penjelasan Operasi tertutup yang dimaksud adalah operasi yang dilakukan di luar negeri dan tidak terhadap warga Kejahatan Transnasional adalah kejahatan yang pelakunya tidak terbatas dari dalam negeri, melainkan bekerjasama dalam bentuk jaringan lintas negara dengan pelaku kejahatan yang sama di luar negeri. Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena frasa dan substansi Kejahatan Transnasional tidak tercantum dalam batang tubuh dan sesungguhnya telah terakomodir dalam pengertian Ancaman dalam arti luas (lihat No. 16) 11 negara Republik Indonesia Tidak relevan dengan peran intelijen strategis luar negeri maupun dalam negeri, seharusnya menjadi ranah aparat penegak hukum, dengan melibatkan perbantuan militer jika melintasi perbatasan negara Merujuk pada susulan SANDI, perlu untuk Ditambah Ketentuan Umum mengenai: 1. LKIN untuk mengkoordinasi BIN, BIS, Intel militer dan intel instansi. Untuk 1) koordinasi, 2) perumusan kebijakan intelijen nasional dan 3) laporan kepada presiden. Kepala LKIN harus sipil dan diangkat oleh Presiden. LKIN tidak boleh 7. Sasaran adalah target atau kondisi yang ingin dicapai melalui operasi tertutup. Penjelasan: Operasi tertutup yang dimaksud adalah operasi yang dilakukan di luar negeri dan tidak terhadap warga negara Republik Indonesia 8. Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) adalah lembaga yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada Presiden yang berfungsi untuk melakukan koordinasi antar dinas intelijen yang menjadi bagian dari komunitas intelijen negara, membuat perumusan kebijakan nasional dan kode etik, memberi laporan kepada Presiden dan tidak memiliki kewenangan khusus.

12 12 memiliki kewenangan khusus termasuk operasi intelijen 2. Kode etik 3. Pengawasan 4. Dinas intelijen (BIN, BIS, Intel Militer, Intel instansi) 5. Komunitas intelijen nasional 6. Badan Intelijen Nasional untuk intelijen dalam negeri 7. Badan Intelijen Strategis untuk luar negeri 8. Intelijen militer, hanya untuk intelijen tempur, hanya ada di Mabes TNI saja dan tidak ada di daerah 9. Intelijen Instansi 10. Lembaga penunjang intelijen 11. Anggota intelijen 12. Nota keberatan intelijen 13. Kerjasama intelijen internasiona 14. Sub Komisi khusus intelijen di DPR 15. Komisi Independen contoh: Ombudsman, Komnas HAM, KPAI 9. Kepala Lembaga Koordinasi Intelijen Negara adalah pimpinan LKIN yang merupakan pejabat setingkat menteri yang diangkat, diberhentikan dan bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan sebagai penasihat utama Presiden di bidang intelijen negara. 10. Kode etik intelijen adalah seperangkat norma yang mengikat anggota intelijen yang meliputi: kesetiaan kepada negara dan konstitusi, setia dan tunduk di bawah hukum yang berlaku, menjunjung tinggi nilai nilai demokrasi dan HAM, setia pada janji menjaga kerahasiaan profesi, netralitas politik, memiliki integritas, obyektivitas dan ketidakberpihakan dalam mengevaluasi informasi, dan menjaga saling percaya antara pembuat kebijakan dengan pejabat intelijen 11. Pengawasan berlapis terhadap intelijen negara adalah mekanisme pengawasan konsentrik yang menempatkan pengawasan internal intelijen negara di titik pusat lingkaran pengawasan yang kemudian secara konsentrik diperkuat oleh pengawasan

13 13 eksekutif, DPR, yudisial dan masyarakat sipil dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas politik, hukum dan keuangan intelijen negara. 12. Dinas dinas intelijen negara adalah seluruh organisasi intelijen negara yang menjadi bagian dari empat tipe organisasi intelijen, yaitu intelijen nasional, intelijen strategis, intelijen militer dan intelijen instansional. 13. Komunitas intelijen nasional adalah kumpulan dari seluruh dinas intelijen negara yang bekerja dalam suatu sistem jaringan kerja dan struktur koordinasi melingkar yang menempatkan LKIN di titik pusat lingkaran dan berfungsi sebagai koordinator kerja sama lintas dinas intelijen yang terkait dengan masalah keamanan nasional. 14. Badan Intelijen Negara (BIN) adalah satu satunya organisasi intelijen yang bertanggungjawab dalam menjalankan fungsi fungsi intelijen untuk mengantisipasi ancaman keamanan dalam negeri. 15. Badan Intelijen Strategis adalah satu satunya organisasi intelijen yang bertanggungjawab dalam menjalankan fungsi intelijen

14 14 pertahanan dan luar negeri untuk mengantisipasi ancaman keamanan yang bersifat eksternal. 16. Intelijen Militer adalah satuansatuan intelijen yang menjalankan fungsi intelijen tempur dan melekat pada organisasi Tentara Nasional Indonesia yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan operasi militer. 17. Intelijen instansional adalah intelijen yang melekat pada instansi instansi pemerintah yang menjalankan fungsi intelijen kriminal dan yustisia. 18. Lembaga lembaga penunjang intelijen adalah lembaga lembaga pemerintah yang fungsinya terkait dengan masalah masalah keamanan nasional yang dapat digunakan untuk membantu pencapaian fungsi intelijen. 19. Anggota intelijen adalah warga negara Indonesia yang direkrut menjadi aparat negara dalam dinas keintelijenan. 20. Kerja sama intelijen internasional adalah kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan negara lain dan atau organisasi internasional dalam bidang intelijen. 21. Sub komisi khusus intelijen

15 adalah sub komisi khusus DPR yang mengawasi dinas intelijen, yang anggota anggotanya berasal dari komisi komisi yang relevan dengan masalah keamanan nasional. 22. Komisi komisi independen adalah lembaga sampiran negara yang antara lain meliputi Ombudsman, Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tetap Tetap Tetap 24. Pasal 2 Asas penyelenggaraan Intelijen meliputi: 25. a. profesionalitas; Tetap Perlu perbaikan di bagian penjelasan, merujuk pada usulan SANDI 15 Tetap; (Untuk Penjelasan) Asas profesionalitas; meliputi sikap ketaatan terhadap negara dan konstitusi negara, serta kepada lembaga lembaga negara, ketaatan pada hukum dan peraturan perundang undangan, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, dedikasi untuk pelayanan publik dan melaksanakan tugas tugasnya secara efisien dan efektif, menjaga kerahasiaan, netralitas politik, tidak melakukan tindakan represif tidak melaksanakan fungsi polisi, dan tindakan tindakan pemaksaan, kecuali atas dasar keputusan pengadilan atau diberi wewenang

16 untuk itu oleh hukum, tidak mempengaruhi dan dipengaruhi oleh partai politik, aparat negara, individu, kelompok, media, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lembagalembaga perekonomian untuk tujuan tujuan di luar kewenangannya, tidak menjadi anggota organisasi apapun di luar intelijen, tidak bekerja atas dasar sentimen ras, agama, ideologi kelompok atau karena keanggotaannya dalam suatu organisasi, dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan menghindarkan penggunaaan danadana publik secara semena mena, 26. b. kerahasiaan; Tetap Tetap 27. c. kompartementasi; Tetap Tetap 28. d. koordinatif; Tetap Tetap 29. e. integratif; Tetap Tetap 30. f. netral; Tetap Seharusnya disebut secara tegas netral dan tidak berpihak f. netral dan tidak berpihak 31. g. akuntabilitas; dan Tetap Tetap 16

17 32. h. objektivitas. Tetap, dan perlu ada Ditambahkan: penambahan i. taat kepada hukum j. menghormati HAM k. tidak berpolitik l. tidak berbisnis m. tidak menjadi anggota organisasi apapun di luar intelijen n. tidak berkerja atas dasar sentimen ras, agama, ideologi, atau kelompok o. tidak melakukan tindakan represif 33. Pasal 3 Hakikat Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. Tetap, dimasukkan dalam Bab II 34. Tidak perlu disebut sebagai lini pertama, namun ditegaskan sebagai bagian dari Keamanan Nasional Ditambahkan Hakikat Intelijen yang meliputi: 1. Intelijen institusi sipil 2. Bagian dari Keamanan Nasional 3. Tunduk pada otoritas politik 4. Non partisan 5. Terikat pada etos profesional Merujuk pada usulan SANDI 17 Bab II Hakekat Intelijen Pasal 3 (1) Intelijen negara merupakan institusi sipil yang menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif yang berfungsi untuk menjamin keamanan nasional serta keberadaan masyarakat demokratik. (2) Intelijen negara menjadi bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki kompetensi utama untuk mengembangkan sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis. (3) Intelijen negara tunduk pada otoritas politik dan terikat pada

18 prinsip akuntabilitas hukum, politik serta finansial. (4) Intelijen negara merupakan institusi yang bersifat nonpartisan, tidak untuk kepentingan pribadi dan kelompok. (5) Intelijen negara terikat kepada etos profesional yang terwujud dalam kode etik intelijen. 18 Pasal 4 (1) Organisasi intelijen negara dibentuk untuk menciptakan sistem kedinasan yang memiliki kapasitas, integritas dan profesionalisme dalam melakukan kegiatannya. (2) Kapasitas intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi segenap jaringan kerja, metodemetode kerja, serta anggota intelilen yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan kegiatan intelijen. (3) Integritas dan profesionalisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan melalui pembentukan etos kerja profesional (4) Etos kerja profesional intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dirumuskan dalam bentuk Kode Etik Intelijen yang

19 35. BAB II PERAN, TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP 36. Bagian Kesatu Peran 37. Pasal 4 Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan untuk deteksi dini dan mengembangkan sistem peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan dapat mengganggu stabilitas nasional. ditetapkan oleh Kepala Lembaga Koordinasi Intelijen Negara. Tetap Dari sisi organisasi, RUU Intelijen Bab III Negara tidak menganut Kegiatan, Tujuan, dan Fungsi diferensiasi organisasi/struktur Intelijen dan spesialisasi fungsi, karena perlu penjelasan terpisah Tetap Diubah Pasal 5 Kegiatan Intelijen Redaksional: Pasal 4 dan diganti (1) Kegiatan intelijen merupakan Pemerintah mengusulkan Intelijen Negara berperan garis pertama pertahanan dan penyempurnaan redaksional melakukan upaya, keamanan negara untuk dengan mengganti pekerjaan, kegiatan untuk menghadapi berbagai bentuk dan kata stabilitas dengan kata deteksi dini dan sifat ancaman yang berasal dari keamanan demi konsistensi mengembangkan sistem para aktor individu, kelompok dengan rumusan konsiderans peringatan dini dalam ataupun negara, baik dari dalam Menimbang huruf d ( rangka pencegahan, maupun luar negeri No. 6) penangkalan, dan (2) Kegiatan intelijen merupakan penanggulangan terhadap instrumen eksklusif negara yang setiap hakikat ancaman dilakukan melalui metode kerja yang mungkin timbul dan rahasia dan tertutup yang dapat dapat mengganggu keamanan nasional. diuji ketepatannya yang memanfaatkan sumber sumber informasi, baik yang bersifat terbuka maupun tertutup. 19 Pasal 6 (1) Kegiatan intelijen terdiri dari kegiatan intelijen positif dan kegiatan intelijen agresif. (2) Kegiatan intelijen positif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpusat pada pengumpulan,

20 20 pengolahan, analisa dan penyajian informasi yang digunakan untuk memperkuat sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis. (3) Kegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghadapi tindakan dari elemen elemen asing yang mengancam keamanan nasional. (4) Kegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggelar operasi kontraintelijen dan/atau operasi kontraspionase dengan tujuan untuk mengungkapkan kegiatan sejenis yang dilancarkan oleh pihak asing. (5) Kegiatan intelijen agresif untuk menghadapi kemungkinan musuh atau ancaman dalam negeri hanya dapat ditujukan kepada tindakan tindakan yang memenuhi paling tidak satu dari empat syarat sebagai berikut: a. bekerja bagi kepentingan negara asing atau musuh; b. menunjukkan permusuhan terhadap keseluruhan bangunan konstitusi dan sendi sendi ketatanegaraan yang diwujudkan melalui

21 21 cara cara kekerasan; c. mendorong terjadinya konflik kekerasan primordial; d. menggunakan cara cara kekerasan untuk melakukan suatu perubahan sosial politik. (6) Kegiatan kegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) hanya dapat dilaksanakan oleh dinas dinas intelijen nasional serta intelijen pertahanan dan luar negeri setelah mendapat persetujuan dari pejabat negara yang berwenang. (7) Kegiatan kegiatan intelijen tidak boleh melanggar hak hak dasar yang tidak dapat dikurangi yang meliputi delapan hak dasar yaitu: a. hak untuk hidup; b. hak untuk bebas dari penyiksaan; c. hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi; d. hak untuk bebas dari perbudakan; e. hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum; f. hak untuk memiliki

22 kebebasan berpikir, keyakinan nurani dan beragama. 22 Pasal 7 (1) Kegiatan kegiatan intelijen sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 dan pasal 6 ditujukan untuk menghasilkan informasi strategis yang eksklusif dan memenuhi syarat velox et exactus, yaitu komprehensif, tepat waktu, terkini dan akurat. (2) Informasi strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam suatu Pusat Data Intelijen Strategis yang menjadi dasar bagi penguatan sistem peringatan dini dan sistem analisa informasi strategis bidang keamanan nasional. (3) Kegiatan intelijen dilakukan untuk untuk menghasilkan berbagai produk intelijen yang dapat meningkatkan kesiagaan stratejik negara. (4) Kesiagaan stratejik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk menghilangkan dan/atau mengurangi kemungkinan terjadinya kejutan kejutan stratejik, operasional dan taktis dari elemen elemen musuh, serta

23 untuk menghilangkan atau mengurangi niat musuh untuk mengambil langkah langkah permusuhan. (5) Kesiagaan stratejik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan melalui pemberian peringatan stratejik bagi pembuatan kebijakan yang didapat melalui rangkaian kegiatan intelijen. 23 Pasal 8 (1) Produk Intelijen dihasilkan melalui pengolahan atas informasi informasi intelijen yang diperoleh dari sumber sumber yang bersifat terbuka, tertutup, dan tak terduga. (2) Produk intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat nilai akurasi sesuai persyaratan velox et exactus. (3) Tata cara dan prosedur penentuan tingkat nilai akurasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui keputusan Kepala LKIN. (4) Produk intelijen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diklasifikasikan ke dalam

24 beberapa tingkat kerahasiaan. (5) Tata cara dan prosedur pengukuran untuk menentukan tingkat kerahasiaan sebuah produk intelijen ditetapkan melalui keputusan Kepala LKIN (6) Pemanfaatan produk intelijen disesuaikan dengan tingkat nilai akurasi dan kerahasiaan produk intelijen. 24 Pasal 9 (1) Seluruh produk intelijen yang dihasilkan melalui kegiatankegiatan intelijen tidak boleh dimusnahkan dan wajib didokumentasikan, disimpan serta dipelihara dalam berbagai bentuk penyimpanan data, baik secara manual maupun elektronik. (2) Produk produk intelijen yang disimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinyatakan tertutup untuk akses publik sementara waktu berdasarkan pertimbangan pertimbangan keamanan nasional. (3) Penutupan produk intelijen untuk akses publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui keputusan Kepala LKIN sesuai dengan

25 38. Bagian Kedua Tujuan ketentuan perundang undangan yang berlaku mengenai informasi publik dan rahasia negara. (4) Keputusan Kepala LKIN tentang penutupan produk intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan secara tertulis dan menyatakan secara jelas: a. alasan penutupan produk intelijen untuk akses publik; b. jangka waktu penutupan produk intelijen; c. bentuk penyimpanan produk intelijen; d. lembaga negara yang bertanggung jawab untuk menyimpan produk intelijen. (5) Produk produk intelijen yang dinyatakan tertutup sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat dibuka dan dinyatakan sebagai informasi publik sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku mengenai informasi publik dan rahasia negara. Tetap Diubah Pasal 10 Tujuan Intelijen 25

26 39. Pasal 5 Tetap Tujuan intelijen untuk Tujuan Intelijen Negara adalah Tujuan Intelijen Negara menangani ancaman idealnya mendeteksi, mengidentifikasi, adalah mendeteksi, dihubungkan dengan UU menilai, menganalisis, menafsirkan, mengidentifikasi, menilai, Keamanan Nasional, sehingga dan menyajikan produk Intelijen menganalisis, menafsirkan, kalimat eksistensi bangsa dan dalam rangka memberikan dan menyajikan Intelijen negara serta peluang yang ada peringatan dini untuk mengantisipasi dalam rangka memberikan bagi kesejahteraan nasional berbagai kemungkinan bentuk dan peringatan dini untuk dihilangkan sifat ancaman nyata terhadap mengantisipasi berbagai Keamanan Nasional kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kesejahteraan nasional. 40. Bagian Ketiga Fungsi Tetap Diubah Pasal 11 Fungsi Intelijen 41. Pasal (1) Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Tetap Fungsi penyelidikan dihapus, fungsi pengamanan diganti dengan kontra intelijen dan fungsi penggalangan diganti dengan operasi tertutup (covert action). Ini diperkuat di penjelasan 26 Empat ayat dihapus Ditambahkan tentang fungsi intelijen merujuk penjabaran Pacivis 1. Intelijen nasional (BIN) untuk tugas dalam negeri di isu strategis. Dalam (1) Fungsi intelijen negara adalah pengumpulan informasi, analisis informasi untuk digunakan oleh pengambil kebijakan, kontraintelijen dan operasi tertutup. (2) Seluruh dinas dinas intelijen menjadi bagian dari komunitas intelijen nasional. (3) Komunitas intelijen nasional ditata dalam satu model koordinasi melingkar yang menempatkan Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN) di titik pusat lingkaran dan berfungsi sebagai koordinator

27 27 penjelasan disebutkan bahwa BIN menangani kasus intensitas tinggi/nasional (tidak menggunakan terminologi kewenangan khusus Pacivis, menggunakan penyadapan dengan otoritas pengadilan dan surat, dimasukkan kontra intelijen terhadap pihak asing yang menginfiltrasi, di bawah Mendagri) 2. Intelijen strategis (BIS) untuk ancaman luar negeri, tidak ada masalah dengan kewenangan khusus BIS, di bawah Menhan 3. Intelijen militer yang melekat pada institusi Mabes TNI, hanya menjalankan tugas operasi perang, koordinir di bawah Asintel Mabes TNI. Dijelaskan dalam Penjelasan dengan demikian intelijen teritorial tidak perlu ada 4. Intelijen instansional yang menjalankan tugas intelijen yustisia yang dilakukan oleh instansi Kepolisian, Bea Cukai dan Imigrasi. Dijelaskan dalam kerja sama lintas lembaga. (4) Komunitas intelijen nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan kerja dan koordinasi seluruh dinas intelijen negara yang terkait dengan masalah keamanan nasional. (5) Dalam model koordinasi melingkar, anggota komunitas intelijen nasional terdiri dari dinas dinas intelijen yang tergabung dalam lima tipe organisasi: a. intelijen nasional yang menjalankan fungsi fungsi intelijen untuk mengantisipasi ancaman keamanan dalam negeri yang hanya terdiri dari satu organisasi, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN); b. intelijen stratejik yang menjalankan fungsi intelijen pertahanan dan luar negeri untuk mengantisipasi ancaman keamanan yang bersifat eksternal yang hanya terdiri dari satu organisasi, yaitu Badan Intelijen Strategis (BIS); c. intelijen intelijen militer yang melekat pada satuan satuan

28 43. (2) Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi informasi intelijen, serta menyajikan sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menghapus kata informasi di antara kata menjadi dan kata intelijen. Alasan: (lihat No. 19) (2) Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikan sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan 28 Penjelasan dengan demikian intelijen kejaksaan tidak perlu ada 5. Dimana intelijen kepolisian melaksanakan fungsi operasi intelijen untuk menunjang penegakan hukum, ketertiban umum dan keamanan dalam negeri. 6. Penjelasan: Intelijen Bea Cukai melaksanakan fungsi sesuai UU Bea Cukai 7. Penjelasan: Intelijen Imigrasi melaksanakan fungsi sesuai dengan UU Keimigrasian Penyelidikan dipandang tiak relevan sebagai aktivitas atau kegiatan intelijen TNI dan hanya menjalankan tugas operasi perang; d. intelijen instansional yang menjalankan fungsi intelijen yustisia yang dilakukan oleh intelijen kepolisian, intelijen bea cukai, intelijen imigrasi; (6) Masing masing dinas intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (a), (b), (c), dan (d) memiliki ruang lingkup kerja, fungsi, dan misi khusus, serta tetap menjadi satu kesatuan sistem kerja dan koordinasi di dalam koordinasi LKIN.

29 keputusan. dan pengambilan keputusan. 44. (3) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan/atau stabilitas nasional. 45. (4) Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah, dan berproses untuk mempengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan/atau stabilitas nasional. Tetap Pengertian keamanan bisa terlalu luas dan diluar dari apa yang dimaksud sebagai kegiatan intelijen, yaitu dalam pengertian kontra intelijen. Redaksional: Pemerintah mengusulkan frasa dan berproses dihapus karena frasa serangkaian kegiatan sudah menunjukkan suatu proses. (4) Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah, untuk mempengaruhi sasaran agar menguntungkan kepentingan dan/atau stabilitas nasional. 29 Sama seperti pengertian keamanan yang meluas, sementara konteks penggalangan intelijen lebih sempit pada operasi tertutup 46. Bagian Keempat Tetap

30 Ruang lingkup 47. Pasal 7 Ruang lingkup Intelijen Negara meliputi: 48. a. dalam negeri; Redaksional: Pembagian ruang lingkup Intelijen Negara dapat berdasarkan kriteria ancaman terhadap keamanan nasional ataupun sektor yang ditanganinya. Selanjutnya Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata Intelijen, sehingga Intelijen Dalam Negeri merupakan terjemahan dari domestic/security intelligence 49. b. luar negeri; Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata Intelijen, sehingga Intelijen Luar Negeri merupakan terjemahan dari foreign/secret intelligence 50. c. ideologi; Dipertimbangkan dihapus: Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena hal ini Tetap RUU Intelijen Negara tidak membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen militer, dan intelijen penegakan hukum secara tegas. a. Intelijen Dalam Negeri; 30 Terlalu luas dan melibatkan isntitusi non intelijen seperti pemerintah daerah, sebaiknya difokuskan pada Badan Intelijen Negara (BIN) b. Intelijen Luar Negeri; Sebaikanya dikhususkan pada Badan Intelijen Strategis (BIS) Tidak relevan intelijen mengurusi idelogi keseluruhannya karena sudah dijelaskan pasal 11

31 merupakan salah satu komponen intelijen strategis. 51. d. politik; Dipertimbangkan dihapus: 52. e. ekonomi; Dipertimbangkan dihapus: 53. f. sosial budaya; Dipertimbangkan dihapus: 54. g. Pertahanan dan/atau Redaksional: keamanan; Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah kata Intelijen dan mengganti kata keamanan menjadi militer dengan alas an bahwa dalam komunitas intelijen, intelijen keamanan dianggap sama dengan intelijen dalam negeri (domestic/security intelligence) 55. h. hukum; Substansi: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan menambah frasa Intelijen Kriminal dan Penegakan sebelum kata Hukum dengan alasan bahwa secara universal dikenal dengan law c. Intelijen Pertahanan dan/atau Militer; d. Intelijen Kepolisian atau Penegakan Hukum; 31, tidak relevan intelijen mengurusi politik yang bisa diinterpretasikan sangat luas, tidak relevan intelijen mengurusi ekonomi yang bisa diinterpretasikan sangat luas, tidak relevan intelijen mengurusi social budaya yang bisa diinterpretasikan sangat luas Terlalu luas peran militer yang ada, peru difokuskan pada masa perang dan disebut sebagai dinas intelijen militer Dalam hal penegakan hukum, difokuskan pada dinas dinas intelijen instansional (termasuk didalamnya kepolisian, bea cukai, dan imigrasi. Tidak termasuk kejaksaan karena tidak diperlukan.

32 enforcement intelligence dan juga tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Pasal 17). 56. i. sumber daya alam; dan; Dipertimbangkan dihapus: Tidak relevan Pemerintah mengusulkan untuk dihapus karena hal ini merupakan salah satu komponen intelijen strategis. (konkordan dengan No. 48) 57. j. teknologi informasi dan komunikasi. Dipertimbangkan dihapus: idem Tidak relevan 58. Substansi baru: e. Intelijen Tidak relevan karena sudah Pemerintah mengusulkan Kementerian/Lembag diatur peran BIN sebagai satusatunya substansi baru untuk a Pemerintah intelijen dalam negeri. mengakomodir intelijen Nonkementerian; kementerian sebagai intelijen sektoral/departemental. 59. BAB III PENYELENGGARAAN INTELIJEN NEGARA Redaksional: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan mengganti kata PENYELENGGARAAN menjadi kata PENYELENGGARA karena BAB ini mengatur tentang penyelenggara intelijen (pelaku) dan bukan mengatur mengenai penyelenggaraan (mekanisme/hal hal yang terkait dengan bagaimana BAB III PENYELENGGARA INTELIJEN NEGARA 32 RUU Intelijen belum dapat memisahkan akuntabiltas antara struktur yang bertanggungjawab dalam membuat kebijakan dengan struktur yang bertanggungjawab secara operasional dalam melaksanakan kebijakan. Semestinya seluruh aktor aktor keamanan yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan tidak terkecuali lembagalembaga intelijen berada di Bab IV PENYELENGGARA INTELIJEN NEGARA

33 60. Bagian Kesatu Umum 61. Pasal 8 Intelijen Negara dilaksanakan oleh: 62. a. penyelenggara Intelijen Negara; dan 63. b. kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dan/atau pemerintahan daerah yang menyelenggarakan fungsi Intelijen. Intelijen Negara dilaksanakan). bawah atau menjadi bagian dari struktur departemen/ kementerian setingkat menteri. Tetap Tetap Pasal 12 Intelijen Negara dilaksanakan oleh: Substansi: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan mengganti kata negara dengan kata nasional sebab secara universal, Intelijen Negara meliputi intelijen nasional dan intelijen kementerian Substansi: Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional dengan: menambah frasa penyelenggara intelijen (konsistensi dengan No. 57); mengganti frasa atau pemerintah daerah dengan kata alat negara (karena Pemerintah Daerah tidak menyelenggarakan fungsi intelijen dan dalam UUDNRI Tahun 1945, TNI dan POLRI disebut sebagai a. penyelenggara Intelijen Nasional; dan b. penyelenggara Intelijen alat negara dan Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang menyelenggarakan fungsi Intelijen. 33 Sudah masuk dalam pasal 11 a. Badan Intelijen Negara (BIN) b. Badan Intelijen Strategis (BIS) c. Dinas Intelijen Militer d. Dinas dinas Intelijen Instansional

34 alat negara). 64. Bagian Kedua Redaksional: Bagian Kedua Penyelenggara Intelijen Pemerintah mengusulkan Penyelenggara Intelijen Negara penyempurnaan redaksional Nasional dengan mengganti kata Negara dengan kata Nasional (lihat No. 60) 65. Substansi baru: Pasal 9 Pemerintah mengusulkan Penyelenggara intelijen substansi baru karena baik nasional sebagaimana secara filosofis, yuridis, dan dimaksud dalam Pasal 8 sosiologis selama ini huruf a dilaksanakan oleh penyelenggara intelijen Badan Intelijen Negara. nasional adalah Badan Intelijen Negara. 66. Pasal 9 (1) Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas: Substansi: Pemerintah mengusulkan substansi pada No. 64 s.d No. 68 dipindahkan dan ditempatkan dalam No. 93 s.d No. 96 dengan penyempurnaan rumusan (pengaturan mengenai Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang akan dimasukkan dalam kelompok penyelenggara intelijen alat negara dan kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan fungsi 34 Merujuk pada Pasal 12 maka penyelenggara Intelijen Negara adalah: a. Badan Intelijen Negara (BIN) b. Badan Intelijen Strategis (BIS) c. Dinas Intelijen Militer d. Dinas dinas Intelijen Instansional

35 intelijen) 67. a. Intelijen Tentara Substansi: Nasional Indonesia; 68. b. Intelijen Kepolisian Substansi: Negara Republik Indonesia; dan 69. c. Intelijen Kejaksaan Substansi: Republik Indonesia. 70. d. Penyelenggara Substansi: Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk berkoordinasi dengan lembaga koordinasi intelijen negara melalui pimpinan tertinggi dari masing masing organisasinya. 71. Substansi baru: Pasal 10 Usulan Pasal Tentang BIN, Pasal 13 Berkaitan dengan No. 63, Badan Intelijen Negara berdasarkan usulan SANDI (1) Organisasi intelijen nasional Pemerintah mengusulkan yang selanjutnya disingkat sebagaimana yang dimaksud substansi baru pada No. BIN, merupakan Lembaga pada Pasal 11 ayat (5)(a) terdiri 69 s.d No. 96 yang Pemerintah Non dari satu organisasi tunggal, yaitu mengatur mengenai status Kementerian yang Badan Intelijen Negara. dan kedudukan, fungsi, tugas, berkedudukan di bawah (2) BIN hanya menjalankan fungsi wewenang BIN. [substansi dan bertanggung jawab intelijen keamanan dalam negeri. diambil dari Pasal 29 dan Pasal 31 RUU. Pasal ini mengatur BIN sebagai langsung kepada Presiden (3) Dalam menjalankan fungsinya, BIN melakukan kegiatan kegiatan intelijen positif yang mengarah LPNK. kepada pembentukan sistem peringatan dini serta sistim analisa informasi strategis untuk 35

36 menghadapi ancaman keamanan nasional. (4) BIN diletakkan di bawah suatu kementerian negara yang bertanggung jawab atas fungsi keamanan dalam negeri. 36 Pasal 14 (1) Untuk menghadapi hakekat ancaman yang memenuhi empat kriteria sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (5), BIN dapat melakukan kegiatan kegiatan intelijen agresif di wilayah kedaulatan hukum nasional. (2) Dalam melakukan kegiatankegiatan intelijen agresif, BIN tidak boleh melanggar hak hak dasar sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (7) undang undang ini. (3) Untuk melakukan kegiatankegiatan intelijen agresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BIN harus mendapatkan persetujuan dari Kepala LKIN dan Menteri Negara yang membawahi BIN. (4) Mekanisme persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dan ditetapkan secara tertulis oleh Kepala LKIN dan Menteri Negara yang

37 membawahi BIN. (5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada suatu satuan tugas intelijen yang dibentuk oleh Kepala BIN untuk menjalankan satu penugasan spefisik untuk menjalankan suatu kegiatan intelijen agresif. (6) Kepala BIN memberikan laporan tertulis pelaksanaan kegiatankegiatan intelijen agresif kepada Kepala LKIN dan Menteri Negara yang membawahi BIN di akhir pelaksanaan setiap kegiatan intelijen agresif. 37 Pasal 15 (1) BIN dipimpin oleh seorang Kepala BIN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Negara yang membawahi BIN untuk masa jabatan selama lamanya lima tahun dan tidak dapat diangkat kembali untuk menduduki jabatan yang sama. (2) Kepala BIN bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Negara yang membawahi BIN. (3) Untuk dapat diangkat menjadi Kepala BIN, seseorang harus memenuhi syarat syarat umum

38 sebagai berikut: a. Memiliki pengalaman kerja dalam bidang intelijen dan atau pertahanan dan keamanan nasional, sekurang kurangnya 15 tahun, b. Memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang intelijen negara, c. Memilki integritas pribadi dan standar moral yang tinggi. (4) Syarat syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian seorang Kepala BIN diatur melalui keputusan Presiden. 38 Pasal 16 (1) Kepala BIN bertugas untuk: a. Memimpin organisasi BIN; b. Menyusun rencana kerja dan menetapkan prioritas kerja organisasi BIN; c. Memberikan arah kegiatan intelijen nasional; d. Menyusun pedoman kerja dan mekanisme penugasan bagi anggota BIN; e. Melakukan kontrol atas kualitas informasi dan produk intelijen yang dihasilkan oleh

39 anggota BIN; f. Melakukan kontrol atas metode kerja anggota BIN; g. Mengembangkan sistem penghargaan dan hukuman untuk anggota BIN; h. Melakukan koordinasi dengan Kepala LKIN; i. Meningkatkan kemampuan organisasional, teknologi dan sumber daya manusia bagi kepentingan negara; j. Melakukan rekruitmen,pendidikan, pelatihan dan pembinaan; k. Menyusun rencana anggaran operasional BIN. (2) Kepala BIN secara berkala melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada menteri. (3) Kepala BIN memberikan laporan pertanggungjawaban kepada menteri minimal satu kali di akhir masa jabatan Kepala BIN dan dituangkan dalam dokumen serah terima jabatan ke Kepala BIN yang baru. 39 Pasal 17 (1) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4), BIN diorganisir ke dalam wilayah

40 40 wilayah kompartemen intelijen. (2) Penentuan wilayah wilayah kompartemen intelijen sebagaimana diatur pada ayat (1) tidak mengikuti struktur pemerintahan daerah. (3) Penentuan wilayah wilayah kompartemen intelijen sebagaimana diatur pada ayat (1) semata mata didasarkan pada hakekat, jenis, serta sumber ancaman. (4) Penentuan dan pembentukan wilayah wilayah kompartemen intelijen ditetapkan oleh Presiden dengan memperhatikan rekomendasi Kepala LKIN. (5) Organisasi BIN dalam wilayah kompartemen intelijen disebut sebagai biro dan dipimpin oleh seorang kepala biro. (6) Biro biro BIN sebagaiaman dimaksud pada ayat (4) tidak menjadi bagian dari organisasi dan bukan merupakan instrumen dari pemerintah daerah. (7) Kepala biro BIN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertanggung jawab kepada Kepala BIN. (8) Kepala biro BIN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merangkap perwakilan LKIN di

41 72. Substansi baru: Konkordan No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru sebagai landasan hukum bagi BIN sebagai penyelenggara intelijen nasional dalam menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri 73. Substansi baru: Konkordan No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru sebagai landasan hukum bagi BIN untuk memperkuat keberadaan BIN di daerah. 74. Substansi baru: Konkordan No. 69. Pemerintah mengusulkan substansi baru sebagai landasan hukum bagi BIN untuk menempatkan perwakilan di luar negeri Pasal 11 (1) BIN menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan fungsi intelijen luar negeri. (2) Untuk menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BIN membentuk perwakilan di daerah. (3) Untuk menyelenggarakan fungsi intelijen luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BIN menempatkan 41 Usulan pemerintah ini merancukan fungsi BIN yang akan bertumpang tindih dengan BIS wilayah kompartemen intelijen tersebut. (9) Sebagai perwakilan LKIN, kepala biro BIN menjalankan fungsi koordinasi bagi seluruh kegiatan komunitas intelijen yang berada di wilayah kompartemen intelijen tersebut.

Matriks Tanggapan Koalisi tentang RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA dan DAFTAR INVENTARIS MASALAH 24 Mei 2011

Matriks Tanggapan Koalisi tentang RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA dan DAFTAR INVENTARIS MASALAH 24 Mei 2011 Matriks Tanggapan Koalisi tentang RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA dan DAFTAR INVENTARIS MASALAH 24 Mei 2011 NO 1. RANCANGAN UNDANG- Tetap Tetap UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA 22 MARET 2011

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA 22 MARET 2011 DAFTAR INVENTARISASI MASALAH () RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA 22 MARET 2011 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA 2. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 19 Nov 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Intelijen negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi No.1388, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BIN. Kode Etik Intelijen. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK INTELIJEN NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen No.932, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BIN. Intelijen Negara. Kode Etik. PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK INTELIJEN NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Peraturan Pemer

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Peraturan Pemer No. 1316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Intelijen Keimigrasian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG INTELIJEN KEIMIGRASIAN

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Informasi. Publik. Pelayanan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Informasi. Publik. Pelayanan. No.487, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Informasi. Publik. Pelayanan. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001C/PER.KOMNAS HAM/II/2014 TENTANG PELAYANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagaimana dimaksud dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Masukan Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional 2011 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta, 4 Juli 2011 No Pasal Tanggapan 1 Definisi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP.05.02 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Hasil Penserasian Rumusan Tim Teknis Pemerintah Tanggal 27 Januari 2012 NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL RANCANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA A. PENDAHULUAN Penguatan Sistem Pertahanan Negara merupakan salah satu agenda prioritas dalam RPJMN 2015-2019. Agenda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2003 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME, MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan semua hal yang harus kalian peroleh atau dapatkan. Hak bisa berbentuk kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hak yang diperoleh merupakan akibat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM Oleh : ANI PURWANTI, SH.M.Hum. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 PENGERTIAN HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMERIKSAAN PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Pelanggaran. Kode Etik. Daerah. Pemeriksaaan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PERMUKIMAN PERUMAHAN UU NO. 1 TAHUN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN ABSTRAK : Bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA 20 PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci