PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun )"

Transkripsi

1 PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun ) TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di Program Studi Meteorologi oleh: SHARAH PUJI KHOMEINI ( ) Pembimbing: Dra. Atika Lubis, MS. Edi Riawan S.Si, MT. PROGRAM STUDI METEOROLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

2 LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR DENGAN JUDUL PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun ) oleh: SHARAH PUJI KHOMEINI ( ) Telah diperiksa dan disetujui: Bandung, September 2015 Pembimbing I Pembimbing II (Dra. Atika Lubis, MS) NIP: (Edi Riawan, S.Si, MT) NIP:

3 Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan ketenangan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air mata. Ketika kamu mengalami saat yang berat, merasa tak mampu lagi, maka angkatlah kepalamu, tataplah masa depanmu dan ketauhilah Tuhan sedang mempersiapkan mu menjadi orang yang luar biasa. (Ra,711414H) Everything Sake For Allah Kita itu harus mementingkan kepentingan Allah,agar Allah juga mementingkan kepentingan kita. Finish what your start, and begin with new struggle. Ku persembahkan tugas akhir ini untuk adik-adik serta seluruh keluargaku. SHARAH PUJI K

4 PERANAN CURAH HUJAN DAN ALIRAN DASAR TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA (Studi Kasus Bulan November Tahun ) Sharah Puji Khomeini ( ) ABSTRAK Jakarta merupakan daerah yang berpotensi bencana banjir dan hampir terjadi setiap tahunnya. Data statistik kejadian banjir BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menunjukan frekuensi tertinggi kejadian banjir Jakarta berada di bulan November, Januari dan Februari. Curah hujan merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya banjir. Penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah curah hujan bulanan dan aliran dasar tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari. Untuk itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut apakah penyebab banjir pada bulan November disebabkan oleh curah hujan dan intensitas yang tinggi saja ataukah ada faktor kenaikan aliran dasar. Telah ditemukan banyak metode untuk perhitungan pemisahan aliran dasar, salah satunya dalam penelitian ini menggunakan teknik pemisahan aliran dasar dengan metode Recursive Digital Filter (RDF), kemudian menentukan nilai ekstrem menggunakan metode Cumulative Distribution Function (CDF). Hasil menunjukan bahwa nilai CDF aliran dasar dibulan November dari tahun sebesar 17,61 m 3 /s belum menunjukan kondisi aliran dasar yang ekstrem, nilai aliran dasar pada bulan November lebih rendah dibandingkan bulan lainnya. Sedangkan untuk perhitungan direct runoff (DRO) berada pada peringkat ke-tiga setelah bulan Januari dan Februari. Jika dilihat nilai curah hujan maksimum harian, bulan November memiliki curah hujan yang tinggi terutama pada saat debit puncak tahun 2012 sebesar mm. Maka dari itu kejadian banjir Jakarta pada bulan November tidak disebabkan oleh aliran dasar ekstrem, namun oleh direct runoff yang dipicu oleh hujan ekstrem. Disamping itu untuk kejadian tidak banjir ditahun 2010 terjadi kontribusi aliran dasar yang tinggi disebabkan nilai debit (TRO) yang rendah. Kata Kunci : Hujan Ekstrem, Aliran Dasar, Recursive Digital Filter, Cumulative Distribution Function i

5 THE ROLE OF RAINFALL AND BASEFLOW FOR FLOOD EVENT AT JAKARTA (Case Study: November ) Sharah Puji K ( ) ABSTRACT Jakarta is a vulnerable region of flood where it happens almost every year in Jakarta. The Indonesian National Board for Disaster Management (BNPB) statistics result showed the flood occurs mostly in November, January, and February. Rainfall is one matter that causes the flood. Researches showed the largest amount of monthly rainfall and baseflow occurs in December and January. Therefore more researches are needed especially in the context of what caused a large amount of monthly rainfall in November, whether it is caused by the increasing of the baseflow or not. There are lots of methods found in order to separate the baseflow, includes Recursive Digital Filter (RDF) methods, and than count CDF value for extreme value with Cumulative Distribution Function (CDF). Result shows that the Cumulative Distribution of baseflow in November period not showing baseflow extreme condition with value 17,61 m 3 /s, where the baseflow in November is lower than other months. The calculation of Direct Run-Off (DRO) in November shows a high value after in January and February. The daily maximum rainfall in November shows a high value 59,53 mm particularly in the peak of streamflow in Therefore, the extreme flood occurs in November in Jakarta was not caused by the extreme baseflow but by the high Direct Run-Off caused by extreme rainfall. Moreover, there was a contribution of high baseflow in November 2010, but it didn t cause flood since the TRO was low. Keywords : Extreme rainfall, Baseflow, Recursive Digital Filter, Cumulative Distribution Function (CDF). ii

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir yang berjudul Peranan Curah Hujan Dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta (Studi Kasus Bulan November). Keberhasilan penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini juga tidak terlepas dari bantuan pikiran, tenaga, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dra. Atika Lubis, MS selaku dosen pembimbing Tugas Akhir ini yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Edi Riawan, S.Si, MT selaku dosen pembimbing dua yang telah memberi arahan, masukan, dan sabar dalam membimbing sehingga penelitian tugas akhir ini dapat terselesaikan. 3. Bapak Armi Susandi selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi selama proses perkuliahan. 4. Seluruh dosen dan staf administrasi Program Studi Meteorologi ITB serta asisten akademik yang telah membantu selama proses perkuliahan. 5. Untuk adik-adik tercinta serta keluarga besar yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 6. Teman-teman Meteorologi angkatan Khususnya teman seperjuangan Lab Meteorologi Terapan. Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan Tugas Akhir masih banyak kekurangan. Walaupun masih terdapat banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, diharapkan hasilnya dapat bermanfaat. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk perbaikan Tugas Akhir ini. Bandung, September 2015 Penulis iii

7 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i Abstract... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... vi Daftar Tabel... viii BAB 1 Pendahuluan Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Batasan Masalah Sistematika Pembahasan BAB 2 Kajian Pustaka Aliran Dasar (Baseflow) Pemisahan Aliran Dasar Test Man-Kendall Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Cumulative Distribution Fnction (CDF) Analisa Nilai Ekstrem BAB 3 data dan metode Data Data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Data Tinggi Muka Air Metode Perhitungan Debit Perhitungan Curah Hujan Wilayah iv

8 Perhitungan Aliran Dasar Analisa Ekstrem Test Man-Kendall BAB 4 Hasil dan Pembahasan Perhitungan Debit Sungai dan Aliran Dasar Distribusi Aliran Dasar, TRO dan DRO Tahun Debit Puncak Pada Empat Kejadian Banjir Analisis Pengaruh Hujan Ekstrem Terhadap Aliran Dasar BAB 5 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran Daftar Pustaka... DP-1 v

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1-1 Histogram frekuensi kejadian banjir di lima Kota Provinsi DKI Jakarta untuk masing-masing bulan dalam periode Gambar 1-2 Daerah Aliran Sungai Ciliwung Gambar 2-1 Grafik jumlah hari kejadian siaga di Pintu Air Katulampa tahun tahun (sumber: Rahmawati, 2014) Gambar 2-2 Grafik jumlah hari kejadian hujan dengan curah hujan ekstrim tahun (sumber: Rahmawati, 2014) Gambar 2-3 Grafik jumlah hari kejadian aliran dasar ekstrem tahun (sumber: Rahmawati, 2014) Gambar 2-4 Hidrograf sungai (sumber: Geographyblockfive.com) Gambar 2-5 Pola spasial sebaran persentase peningkatan curah hujan di Indonesia selama bulan Maret sampai Juni 2010 (sumber: As-syakur, 2010) Gambar 2-6 Contoh grafik CDF (sumber: Wilks, 1995) Gambar 2-7 Grafik identifikasi nilai ekstrem. (a) Metode block maxima. (b) Metode threshold Gambar 3-1 Lima titik curah hujan TRMM sekitar DAS Ciliwung Gambar 3-2 Diagram alir penelitian Gambar 4-1 Debit dan aliran dasar DAS Ciliwung tahun Gambar 4-2 Cumulative Distribution Function aliran dasar DAS Ciliwung tahun Gambar 4-3 Nilai aliran dasar ekstrem DAS Ciliwung tahun Gambar 4-4 Total Runoff dan Direct Runoff ekstrem DAS Ciliwung Gambar 4-5. Rata-rata debit harian bulan November dan kurva aliran dasar.4-7 Gambar 4-6 (a) Baseflow Index tahun (b) Perbandingan Baseflow Index bulan November tahun 2010 dan Gambar 4-7 Komposit Baseflow Index bulanan tahun vi

10 Gambar 4-8 (a) Anomali aliran dasar dibawah normal pada bulan November tahun 2012 dan (b) Diatas normal pada bulan November tahun 2010, 2011, Gambar 4-9 Curah hujan maksimum bulan November tahun Gambar 4-10 Rata-rata aliran dasar bulan Juli 2012 sampai Juni Gambar 4-11 (a) Curah hujan harian, (b) Curah hujan akumulasi dua harian bulan November 2012, (c) curah hujan akumulasi lima harian bulan November tahun Gambar 4-12 Curah hujan maksimum tahun Gambar 4-13 Curah hujan harian bulan November tahun Gambar 4-14 Scatter plot total runoff dan jumlah hari hujan tahun vii

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2-1. Perbandingan Persentase BFI dibeberapa DAS berbeda dengan nilai acuan tracer hidokimia Tabel 3-1. Lima titik koordinat TRMM di sekitar DAS Ciliwung.3-1 Tabel 4-1. Hipotesis tren analisis aliran dasar Tabel 4-2. Hipotesis tren analisis debit Tabel 4-3. BFI, Debit dan baseflow puncak, pos duga air MT Haryono.4-6 viii

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan daerah yang berpotensi bencana banjir dan hampir terjadi setiap tahunnya. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) banjir terbagi menjadi dua: pertama, banjir yang didefinisikan sebagai peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Kedua, banjir bandang yaitu banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran pada alur sungai. Adapun dari kedua definisi banjir tersebut diperoleh data statistik histogram kejadian banjir dari tahun 2003 sampai dengan Frekuensi tertinggi kejadian banjir Jakarta terjadi di bulan November, Januari dan Februari, seperti yang ditunjukkan oleh (Gambar1-1) Jul Ags Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Pusat Barat Utara Selatan Timur Gambar 1-1 Histogram frekuensi kejadian banjir di lima Kota Provinsi DKI Jakarta untuk masing-masing bulan dalam periode

13 Dalam siklus hidrologi, hujan yang turun pada suatu daerah aliran sungai akan menjadi limpasan langsung (direct runoff). Besarnya limpasan langsung dipengaruhi oleh infiltrasi, evaporasi, dan kekasaran permukaan. Laju infiltrasi berbeda pada bulan basah dan bulan kering karena adanya perbedaan besarnya kelembapan tanah. Variasi hujan pada musim yang berbeda menyebabkan adanya variasi kelembapan tanah (Roxy, 2010). Pada tahun wilayah Jakarta, khususnya bulan Februari banyak terjadi status siaga di pintu air Katulampa. Penyebabnya adalah curah hujan yang tinggi pada bulan Desember dan Januari yang mengakibatkan tanah menjadi jenuh, sehingga aliran dasar (baseflow) meningkat. Sedangkan untuk kejadian banjir di bulan November membutuh intensitas dan volume curah hujan besar yang mengakibatkan banjir (Rahmawati, 2014). Dibeberapa wilayah lain seperti di Bandung, bulan November menunjukkan kemungkinan terjadinya hujan ekstrem yang lebih tinggi dibandingkan bulan Desember dan Januari, walaupun masih lebih rendah dibandingkan bulan Februari (Abiseno, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya frekuensi banjir di bulan November besar kemungkinan adanya pengaruh dari intensitas hujan yang tinggi Identifikasi Masalah Menurut data statistik BNPB kejadian banjir Jakarta tertinggi terjadi pada bulan November, Januari dan Febuari. Penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah curah hujan bulanan dan aliran dasar tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut pada penelitian ini pengaruh banjir pada bulan November di wilayah Jakarta disebabkan oleh hujan ekstrem atau adanya pengaruh kejenuhan aliran dasar. 1-2

14 1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji seberapa besar peranan curah hujan dan aliran dasar pada bulan November terhadap kejadian banjir di wilayah Jakarta Selatan (Sungai Ciliwung) Batasan Masalah DAS Ciliwung dengan posisi geografis terletak pada 6 35'-6 50' LS dan ' ' BT. Daerah kajian dibatasi pada DAS Ciliwung Hulu sampai pos duga air M.T.Haryono dengan luas wilayah km 2 (Gambar 1-2). Tinggi Muka Air di pos M.T. Haryono merupakan salah satu pos yang dapat digunakan sebagai indikator banjir akibat luapan Sungai Ciliwung di wilayah Kota Jakarta Selatan. Gambar 1-2 Daerah Aliran Sungai Ciliwung. 1-3

15 Kajian ini akan dilakukan hanya pada bulan November tahun Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika pembahasan tugas akhir. Bab II Kajian Pustaka Bab ini akan menjelaskan tentang studi-studi pustaka yang telah dilakukan terkait dengan judul penelitian ini. Penjelasan pertama dimulai dengan pengertian aliran dasar serta peranannya terhadap banjir dan debit puncak, macam-macam metode pemisahan aliran dasar, metode terbaik yang digunakan, serta penggunaan perhitungan cumulative distribution function. Bab III Data dan Metode Terdiri dari dua sub bab yaitu data dan metode. Pada bagian data akan dijelaskan tentang data apa saja yang akan dipakai dalam penelitian ini. Dalam metode akan dijelaskan tentang metode pengerjaan yang terkait dalam penelitian ini. Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menjelaskan hasil dari penelitian, serta analisis dari hasil penelitian. Bab V Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran 1-4

16 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Aliran Dasar (Baseflow) Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1999) aliran dasar didefinisikan sebagai aliran air yang menginfiltrasi ke dalam tanah, mencapai permukaan air tanah dan bergerak menuju sungai dalam beberapa hari, beberapa minggu atau lebih. Dalam rangka menghindari kejadian ekstrem banjir, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap komponen-komponen yang menjadi parameter dalam fungsi hidrologis suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam pembahasan mengenai fluktuasi debit, terdapat dua komponen yang berpengaruh pada kondisi aliran sungai, yaitu limpasan langsung permukaan direct runoff (DRO) dan aliran dasar. Berdasarkan hal tersebut, salah satu parameter yang perlu diketahui adalah nilai Base Flow Index (BFI). Base Flow Index adalah rasio antara volume aliran dasar terhadap volume total debit sungai (Brown, Neal, & Nathan, 2013). Kondisi aliran dasar dipengaruhi oleh kuantitas presipitasi yang terinfiltrasi menjadi imbuhan air tanah. Dengan mengetahui BFI suatu DAS, maka dapat diketahui tingkat kontribusi aliran dasar terhadap aliran sungai. Beberapa literatur menyebutkan bahwa rata-rata pasokan air tanah mencapai 30 sampai 40 persen dari air yang mengalir di sungai (waterencyclopedia). Aliran dasar daerah Jakarta penting dan menarik untuk dikaji, sebab menurut penelitian Rahmawati pada tahun 2014 kejadian siaga di pintu air Katulampa tahun banyak terjadi pada bulan Februari (Gambar 2-1). Hal tersebut dikarenakan banyak terjadi kejadian hujan dengan curah hujan yang tinggi pada Desember dan Januari yang mengakibatkan tanah menjadi jenuh sehingga aliran dasar meningkat. 2-1

17 Peningkatan aliran dasar tersebut dikarenakan hujan yang turun pada bulan-bulan sebelumnya terinfiltrasi dengan baik sebab kondisi tanah belum jenuh pada bulan September-Oktober, dan ketika pada bulan Januari menandakan kondisi tanah mulai jenuh, sehingga air hujan tidak dapat terinfiltrasi dan akan menjadi limpasan langsung atau direct runoff. Oleh karena itu kejadian siaga pintu air katulampa banyak terjadi pada bulan Februari. Berikut ini terdapat gambar penelitian sebelumnya mengenai kajian aliran dasar daerah Ciliwung Hulu. (Gambar 2-1) Kejadian siaga pintu air Katulampa. (Gambar 2-2) Jumlah hari kejadian hujan. (Gambar 2-3) Aliran dasar ekstrim tahun Gambar 2-1 Grafik jumlah hari kejadian siaga di Pintu Air Katulampa tahun tahun (sumber: Rahmawati, 2014). 2-2

18 Gambar 2-2 Grafik jumlah hari kejadian hujan dengan curah hujan ekstrim tahun (sumber: Rahmawati, 2014). Gambar 2-3 Grafik jumlah hari kejadian aliran dasar ekstrem tahun (sumber: Rahmawati, 2014). 2-3

19 Sebuah tren peningkatan debit aliran sungai juga telah diamati pada Sungai Mississippi sejak tahun Penyebabnya adalah meningkatnya curah hujan dan aliran dasar yang terjadi di DAS tersebut. Peningkatan aliran dasar disebabkan oleh hasil dari perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama 60 tahun terakhir pada saat perluasan budidaya kedelai (Zhang & Schilling, 2006). Curah hujan dan aliran dasar di DAS dapat mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa puluh tahun. Curah hujan juga memiliki dampak positif dan negatif terhadap aliran dasar disetiap musim yang berbeda (Fan, Chen, & Li, 2013). Berikut ini terdapat sebuah ilustrasi hidrograf yang menunjukkan bagaimana mekanisme curah hujan, debit sungai dan aliran dasar bekerja saling berkaitan (Gambar 2-4). Gambar 2-4 Hidrograf sungai (sumber: Geographyblockfive.com). Sebelum adanya curah hujan yang lebat, pasokan utama air ke sungai adalah melalui aliran air tanah atau aliran dasar. Aliran dasar merupakan pemasok utama utama air untuk sungai. Air menyusup kedalam tanah, sementara beberapa aliran yang diatas permukaan mengalir di darat sebagai limpasan langsung permukaan atau disebut juga dengan direct runoff (DRO). 2-4

20 Hal ini menyebabkan peningkatan pesat terhadap level sungai. Rising limb menunjukkan aliran sungai yang mulai naik, seberapa cepat air banjir mulai naik, sedangkan falling limb menunjukan kecepatan tingkat air menurun di sungai setelah puncak. Peak Rainfall adalah puncak curah hujan saat curah hujan tertinggi. Peak Discharge merupakan debit puncak (waktu ketika sungai mencapai aliran tertinggi). Air membutuhkan waktu untuk mencapai jalannya menuju sungai, maka dari itu terdapat lag time. Lag time adalah jeda waktu antara puncak rainfall (bukan awal atau akhir) dan aliran maksimum di sungai. 2.2 Pemisahan Aliran Dasar Terdapat banyak teknik pemisahan aliran dasar, diantaranya: pemisahan aliran dasar yang dilakukan dengan metode Recursive Digital Filter (RDF), Smoothed Minima, Fixed interval, Sliding interval, Recession Analaisis dll (Bordie & Hostler, 2005). Recursive Digital Filter (RDF) merupakan perhitungan pendekatan nilai aliran dasar yang dihitung dengan cara pemisahan sinyal frekuensi tinggi dan rendah. Frekuensi tinggi diibaratkan sebagai direct runoff limpasan langsung permukaan dan frekuensi rendah sebagai baseflow aliran dasar. Teknik RDF awalnya digunakan untuk analisis pengolahan sinyal dan menjadi popular dalam literatur hidrologi untuk pemisahan aliran dasar (Eckhardt, 2005). Metode RDF dipilih karena dasar metode yang sederhana, cukup akurat dan hanya menggunakan data debit dan satu nilai filter parameter. Dari beberapa metode pemisahan aliran dasar, fixed interval, sliding interval, dan local minimum. Metode RDF merupakan pengembangan dari metode-metode tersebut, hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai aliran dasar dengan Metode RDF lebih mendekati kebenaran jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan tracer hidrokimia sebagai nilai acuan (Gonzales, Nonner, & Unlenbrook, 2009). 2-5

21 Proses fisika pendekatan nilai isotop dan nilai tracer atau hidrokimia juga dapat digunakan untuk berbagai macam nilai perhitungan debit, aliran dasar dan limpasan langsung. Ketidakpastian sumber konsentrasi debit akan mempengarui perhitungan komponen groundwater (Jonas, 2006). Kelemahan Metode RDF ini tidak mempetimbangkan proses fisika untuk pemisahan aliran dasar sebagai inputan, namun hanya menggunakan data debit dan filter parameter saja. Dikarenakan RDF hanya menggunakan data debit dan nilai satu filter parameter, maka sangat sulit untuk mengetahui nilai filter parameter mana yang cocok dan dapat digunakan. Beberapa penulis telah mencoba atau berupaya untuk menemukan nilai filter parameter optimal yang dapat digunakan untuk seluruh DAS, kesesuaian nilai filter parameter untuk tipe DAS yang berbeda sangat penting, khususnya untuk tipe sungai ephemeral (sungai yang terisi air pada musim hujan), perubahan nilai filter parameter akan merubah 100% hasil nilai aliran dasar (Li & Holger, 2014). Menurut Nathan dan McMahon pada tahun 1990, Nilai parameter terbaik diperoleh ketika β = 0, dengan nilai optimal 0,925. Lebih cocok untuk luasan DAS km 2. Akan tetapi tidak menutup kamungkinan nilai filter parameter yang lebih dari 0,925 dapat cocok digunakan dibeberapa wilayah lain, contohnya perbandingan nilai BFI dengan tracer menggunakan nilai filter parameter 0.98 lebih cocok dibandingkan dengan nilai 0,925 untuk luasan DAS 83 km 2 dan beberapa luasan DAS yang lain, seperti yang ditunjukan pada (Tabel 2-1) (Brown, Neal, & Nathan, 2013). 2-6

22 Tabel 2-1 Perbandingan Persentase BFI dibeberapa DAS dengan nilai acuan tracer hidrokimia (sumber: Brown, dkk., 2013) 2.3 Test Man-Kendall Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi tren temporal dari suatu data time series, tetapi yang paling sering digunakan oleh meteorologis adalah test man-kendall. Pada dasarnya, tes ini memeriksa sebuah observasi dengan menghitung jeda antara satu observasi dengan observasi yang sebelumnya. Datanya harus diurutkan berdasarkan waktunya, kemudian data berikutnya dihitung secara berurut juga. Hipotesa kosong adalah total dari jeda-jeda yang telah dihitung menjadi 0 yang berarti tidak adanya perubahan pada time series. Tes ini digunakan untuk data non parametrik (statistik bebas distribusi) dengan tujuan mengidentifikasi apakah monoton naik, monoton turun atau tidak adanya tren. 2-7

23 2.4 Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Produk Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) merupakan produk hasil gabungan antara TRMM Precipitation Radar (PR) dan TRMM Microwave Imager (TMI) beserta citra meteorologi Microwave dan Infrared lainnya (Huffman, 2007). Secara umum tujuan dibuatnya produk TMPA telah mencapai sasaran yang diinginkan yaitu penyediaan data hujan bulanan dengan sebaran yang meliputi darat dan lautan serta sesuai dengan keadaan sebenarnya (Feidas, 2010). Pada tahun 2010, As-syakur menemukan pola spasial anomali curah hujan menggunakan data satelit TMPA yang telah dikomparasikan dengan 42 data observasi di Indonesia. Hasil menunjukan bahwa selama bulan Maret curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia masih dalam kondisi normal atau sama dengan rata-ratanya, akan tetapi selama bulan April-Juni telah terjadi anomali curah hujan bulanan di wilayah Indonesia dengan peningkatan lebih dari 100% dari rata-ratanya. Peningkatan ini hanya terjadi dibagian selatan wilayah Indonesia seperti yang ditunjukan pada (Gambar 2-2). Gambar 2-5 Pola spasial sebaran persentase peningkatan curah hujan di Indonesia selama bulan Maret sampai Juni 2010 (sumber: As-syakur, 2010). 2-8

24 Selanjutnya hasil komparasi menunjukkan adanya tingkat korelasi yang sedang sampai kuat antara data satelit TMPA dengan data observasi BMKG. Keadaan ini menggambarkan bahwa data curah hujan bulanan dari satelit TMPA dapat digunakan sebagai salah satu data alternatif untuk mengetahui sebaran spasial anomali hujan bulanan secara terkini (As-syakur & Tanaka, 2010). 2.5 Cumulative Distribution Fnction (CDF) Untuk mengetaui peluang terjadinya aliran dasar dan hujan ekstrem, penulis menggunakan analisis cumulative distribution functions (CDF). CDF dilakukan untuk menghitung probabilitas dari kejadian. Abiseno pada tahun 2013 mengidentifikasi kejadian hujan ekstrem menggunakan metode CDF dengan data TRMM yang telah dilakukan proses bias correction sebagai koreksi terhadap data observasi, hasil menunjukan bahwa kejadian hujan di bulan November merupakan kejadian hujan ekstrem, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas yang dihasilkan berada di atas threshold yang ditentukan. Gambar 2-6 Contoh grafik CDF (sumber: Wilks, 1995). 2-9

25 2.6 Analisa Nilai Ekstrem Analisis nilai ekstrem adalah analisis statistik yang berdasarkan teori nilai ekstrem. Analisis nilai ekstrem merupakan cabang statistik yang menjelaskan tentang perilaku observasi nilai ekstrem (Gili & Kellezi, 2003). Terdapat dua contoh metode identifikasi nilai ekstrem yaitu metode block minima dan threshold (Gambar 2-7). (a) (b) Gambar 2-7 Grafik identifikasi nilai ekstrem. (a) Metode block maxima. (b) Metode threshold. (Gambar 2-7 a) metode block maxima, memperlihatkan observasi X2, X5, X7 dan X11 merepresentasikan kejadian ekstrem pada empat periode waktu dengan tiga observasi tiap periodenya. (Gambar 2-7 b) memperlihatkan metode threshold, dimana X1, X2, X7, X8, X9 dan X11 dikategorikan sebagai nilai ekstrem dikarenakan melebihi dari batasan yang diberikan, yaitu µ (Gili & Kellezi, 2003). 2-10

26 BAB 3 DATA DAN METODE 3.1. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga data, yaitu data kejadian banjir BNPB, data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dan data tinggi muka air MT Haryono Data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) Dalam penelitian ini menggunakan data TRMM dengan koordinat titik yang berada di seikatr DAS Ciliwung (Tabel 3-1) (Gambar 3-2). Memiliki resolusi 0.25 o x 0.25 o untuk tiap satu gridnya. Data TRMM yang digunakan adalah data TRMM dengan tipe 3B42_V7 curah hujan harian dengan panjang data dari 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember Tabel 3-1. Lima titik koordinat TRMM di sekitar DAS Ciliwung. Titik Koordinat TRMM No Latitude Longitude S E S E S E S E S E 3-1

27 Gambar 3-1 Lima titik curah hujan TRMM sekitar DAS Ciliwung Data Tinggi Muka Air Debit aliran sungai dihitungmenggunakan data Timnggi Muka Air (TMA) per jam Tahun yang diukur menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR). 3-2

28 3.2. Metode Metodologi dalam tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu pertama membuat komposit kejadian banjir Jakarta dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari tahun Hal ini dilakukan untuk melihat frekuensi tertinggi kejadian banjir di Jakarta setiap bulannya. Hasil menunjukan bahwa frekuensi tertinggi terjadi pada bulan November, Januari, dan Februari. Kejadian banjir pada bulan November ini akan digunakan untuk pembahasan curah hujan dan aliran dasar ekstrem. Selanjutnya menghitung curah hujan wilayah menggunakan data TRRM di sekitar DAS Ciliwung dengan persamaan aritmatik. Menentukan nilai curah hujan harian, dan hujan maksimum bulanan pada tahun debit puncak. Lalu merubah data tinggi muka air menjadi data debit harian dengan persamaan rating curve. Data debit akan digunakan untuk menghitung DRO dan aliran dasar dengan metode RDF, kemudian dihitung anomali dan distribusi aliran dasar, DRO, dan total runoff (TRO) terhadap seluruh data. Terakhir analisis dan kesimpulan Perhitungan Debit Data tinggi muka air dikonversi menggunakan persamaan Discharge Rating Curve. Rumus ini digunakan untuk menggambarkan hidrograf aliran yang berisi fluktuasi debit aliran sepanjang tahun. Dalam metode logaritmik digunakan persamaan sebagai berikut: Q = A (H - Ho) B Dimana : Q = debit (m 3 /dt) H = tinggi muka air (m) Ho A,B = tinggi muka air pada saat aliran sama dengan nol = konstanta Persamaan rating curve stasiun pos duga air MT. Haryono menurut Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cissadane ditunjukan dalam persamaan: 3-3

29 Q = (TMA ) (1) Q = Debit air (m 3 /s) TMA = Tinggi muka air (m) Perhitungan Curah Hujan Wilayah Data curah hujan harian digunakan untuk menghitung curah hujan wilayah di DAS Ciliwung. Curah hujan wilayah dihitung dengan metode rata-rata aritmatik. Cara ini merupakan cara yang sederhana, yaitu dengan membagi rata curah hujan yang ada terhadap jumlah titik pengamatan. Persamaan metode rata-rata aritmatik adalah sebagai berikut: Dimana: P n P1+P2+ +Pn.....(2) = curah hujan wilayan (mm) = jumlah titik curah hujan TRRM = curah hujan pada masing-masing titik pengamatan Perhitungan Aliran Dasar Teknik RDF dapat direpresentasikan oleh (Nathan & McMahon, 1990). Diawali dengan perhitungan Direct Runoff (DRO) dengan persamaan: (3) Qd (t) = DRO atau limpasan permukaan pada waktu t Qd (t-1)= limpasan permukaan pada waktu t t-1 β = filter parameter Q (t) = total debit sungai pada waktu t Q (t-1) = total debit sungai pada waktu t-1 Kemudian Perhitungan Aliran Dasar: 3-4

30 .,...(4) Qb (t) = Aliran dasar Nilai parameter terbaik diperoleh ketika β = dengan nilai optimal (Nathan & McMahon, 1990) Analisa Ekstrem Cumulative Distribution Function (CDF) dilakukan untuk menghitung probabilitas dari kejadian. Jika F adalah CDF dan x dan y adalah hasil, maka: P(y x) = F(x)...(5.1) P(y x) = 1 F(x)...(5.2) P(x 1 y x 2 ) = F(x 2 ) F(x 1 )...(5.3) Variabel yang digunakan dalam perhitungan adalah data curah hujan harian TRMM Test Man-Kendall Test man-kendall digunakan untuk data non parametrik (statistik bebas distribusi) dengan tujuan mengidentifikasi apakah tren monoton naik, monoton turun atau tidak adanya tren, denganrumus sebagai berikut: Dimana (6) Xk - Xi adalah nilai data berurutan, n adalah panjang dataset. Nilai S positif menunjukkan kenaikan tren, nilai S negatif menunjukkan penurunan tren, dan untuk nilai S sama dengan nol membuktikan tidak adanya tren. 3-5

31 Berikut ini adalah diagram alir penelitian ditunjukan oleh (Gambar 3-2). Mulai Data Kejadian Banjir BNPB Data Curah Hujan Harian TRRM Data TMA MT Haryono Banjir Tertinggi Bulan November, Januari, Febuari Hitung Curah Hujan Wilayah Persamaan Ratting Curve untuk mendapatkan Data Debit Menghitung CH 2 Harian dan 5 Harian bulan Nov di tahun Debit Maksimum Menghitung Curah Hujan Harian Tahun 2010 dan 2012 Hitung DRO dan Baseflow Menggunakan Metode RDF di Tahun Menentukan Curah Hujan Maksimum Bulanan di Tahun Debit Maksimum CDF>0.95 DRO, Baseflow dan TRO Menentukan Anomali Baseflow Analisis dan Kesimpulan Selesai Gambar 3-2 Diagram alir penelitian. 3-6

32 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Debit Sungai dan Aliran Dasar Pengukuran debit sungai dilakukan dengan menggunakan stage discharge rating curve persamaan rumus kurva aliran. Dari rumus kurva aliran, maka debit sungai dapat diketahui melalui nilai tinggi muka air. Persamaan tersebut digunakan untuk menggambarkan kurva hidrograf aliran selama penelitian. Setelah diperoleh hidrograf aliran selama penelitian, pemisahan aliran dasar dilakukan dengan metode Recursive Digital Filtering (RDF) menggunakan data debit harian. Dengan metode ini perhitungan aliran dasar lebih baik menggunakan data debit harian dibandingkan dengan data per jam. Sebab proses air tanah untuk bergerak menuju sungai membutuhkan proses yang panjang, bisa mencapai beberapa hari, beberapa minggu atau bahkan lebih. Sehingga data harian lebih baik digunakan dibandingkan data per jam. Daerah kajian dibatasi pada DAS Ciliwung Hulu sampai pos duga air MT. Haryono dengan luas wilayah sekitar km 2. Dikarenakan metode RDF ini hanya bergantung pada satu nilai filter parameter, maka nilai filter parameter dipilih sesuai dengan luas DAS tersebut dengan nilai optimal (Brown, Neal, Nathan, 2013). Grafik debit dan aliran dasar menggunakan metode RDF dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada (Gambar 4-1). 4-1

33 November Gambar 4-1 Debit dan aliran dasar DAS Ciliwung tahun Telah dilakukan uji tren analisis pada debit dan aliran dasar tersebut, menggunakan Test Man-Kendall untuk data non parametrik (statistik bebas distribusi). Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi apakah tren monoton naik, monoton turun atau tidak ada tren. Uji tes dilakukan dengan dua selang kepercayaan. Hasil menunjukan aliran dasar dan debit pada tahun memiliki tren yang monoton naik dengan nilai Signifikansi (S) positif seperti yang telah diuji pada (Tablel 4-1) berikut. Tabel 4-1. Hipotesis tren analisis aliran dasar. 4-2

34 Tabel 4-2. Hipotesis tren analisis debit. H0 = Tidak ada tren H1 = Adanya tren P value < α. Hasil H0 ditolak, H1 diterima (Tren Monoton Naik). Nilai S positif menunjukkan kenaikan tren, nilai S negatif menunjukkan penurunan tren, dan untuk nilai S sama dengan nol membuktikan tidak adanya tren Distribusi Aliran Dasar, TRO dan DRO Tahun Penentuan nilai ekstrem dilakukan menggunakan analisis Cumulative Distribution Function (CDF) dengan probabilitas di atas 0,95. Dari analisis CDF, nilai di atas selang kepercayaan 95% dapat dijadikan threshold dalam menentukan nilai ekstrem. Didapat nilai CDF aliran dasar tahun seperti (Gambar 4-2), aliran dasar ekstrem (Gambar 4-3), Total Runoff dan Direct Runoff (Gambar 4-4) sebagai berikut. 4-3

35 Aliran (m3/s) Probabilitas Nov Des Jan Feb Mei Mart Baseflow (m3/s) Gambar 4-2 Cumulative Distribution Function aliran dasar DAS Ciliwung tahun Grafik CDF di atas dipilih beberapa sampel aliran dasar dibulan ekstrem seperti Januari, Febuari, Maret, Mei, November dan Desember untuk membandingkan nilai aliran dasar bulan November dengan bulan lainnya jun jul ags sep okt nov des jan feb mart apr mei Bulan Baseflow Gambar 4-3 Nilai aliran dasar ekstrem DAS Ciliwung tahun

36 m3/s jul ags sep okt nov des jan feb mar apr mei jun Bulan TRO DRO Gambar 4-4 Total Runoff dan Direct Runoff ekstrem DAS Ciliwung tahun Berdasarkan hasil CDF di atas probabilitas 0,95, distribusi aliran dasar pada bulan November terhadap seluruh bulan dari tahun berada pada tingkatan keenam. Lebih rendah jika dibandingkan bulan Desember, Januari, dan Februari. Dengan nilai aliran dasar berkisar 17,61 m 3 /s seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 4-3). Sedangkan untuk distribusi nilai Total Runoff dan Direct Runoff masing-masing berada pada peringkat ke-tiga di bulan November (Gambar 4-4). Oleh sebab itu, secara umum yang berpengaruh terhadap debit puncak banjir dibulan November ialah Direct Run Off (DRO) Debit Puncak Pada Empat Kejadian Banjir Terdapat empat kejadian banjir dari enam tahun data penelitian di bulan November tahun , (Gambar 4.5) yaitu di tahun 2008, 2011, 2012 dan Debit puncak tertinggi terjadi pada tahun 2012, sesuai dengan tanggal kejadian banjir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk wilayah Jakarta Selatan. Berikut ini merupakan tabel tanggal kejadian banjir dan debit puncak serta nilai debit puncak dan nilai baseflow index (BFI) dari tahun (Tabel 4-3). 4-5

37 No Tabel 4-3 BFI, Debit dan baseflow puncak, pos duga air MT Haryono. Tanggal Banjir BNPB Debit Puncak Harian (TRO) (m 3 /s) Puncak aliran dasar (m 3 /s) BFI Tanggal Debit Puncak 1 14/11/ Nov % 2-23-Nov % 3-23-Nov % 4 15/11/ Nov % 5 22/11/ Nov % 6 8/11/ Nov % (a) (b) 4-6

38 (c) Gambar 4-5. Rata-rata debit harian bulan (d) November dan kurva aliran dasar. (a) Tahun 2008, (b) 2011, (c) 2012, (d) Base Flow Index adalah rasio antara volume aliran dasar terhadap volume total debit sungai, dapat menggambarkan seberapa besar kontribusi aliran dasar terhadap debit sungai (Brown, Neal, Nathan, 2013). Berdasarkan nilai BFI (Tabel 4-3), nilai kontribusi aliran dasar tertinggi berada pada tahun 2010 di tahun yang tidak banjir. Menurut beberapa sumber informasi berita, tahun 2010 ini banjir terjadi pada tanggal 17 Agustus, 14 September dan 25 Oktober (viva.com). Hal ini disebabkan oleh intensitas hujan harian yang tinggi di daerah hulu, pada bulan Agustus tahun 2010 mencapai 75mm/jam (Nugraha, 2014). 4-7

39 Menurut klasifikasi hujan harian BMKG, curah hujan dengan intensitas harian mencapai 75mm/jam dapat dikategorikan sebagai hujan lebat. Klasifikasi hujan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG): a. Sangat ringan ( <5mm/24jam) b. Ringan ( 5-20mm/24jam) c. Sedang ( 21-50mm/24jam) d. Sangat Lebat ( >100mm/24jam) Oleh karena itu, hujan lebat yang turun pada bulan-bulan peralihan (Agustus, September, dan Oktober) berkontribusi dalam pemenuhan air tanah, sehingga kontribusi baseflow bulan November 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan November yang lainnya. Selain itu nilai BFI tinggi pada bulan November tahun 2010 ini disebabkan oleh rendahnya nilai TRO (Tabel 4-3). Dibeberapa wilayah DAS lain, khususnya DAS Citarum kontribusi aliran dasar tahun 2010 memiliki kontribusi tertinggi dari tahun (Pertiwi, 2013). Kontribusi aliran dasar yang tinggi pada tahun 2010 terjadi bersamaan dengan peristiwa La-Nina yang menyebabkan musim basah mengalami kemajuan dengan durasi lebih panjang, sehingga meningkatkan curah hujan dibeberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat. Durasi musim basah yang lebih panjang, memberi imbuhan air tanah yang lebih besar, dan berpengaruh terhadap kontribusi aliran dasar. Berikut ini terdapat nilai baseflow index dari tahun (Gambar 4-6 a). Kemudian dipilih tahun 2012 yang memiliki debit puncak dibulan November namun BFI rendah pada saat banjir, untuk dibandingkan dengan tahun 2010 yang memiliki BFI tinggi tetapi tidak terjadi banjir di bulan November (Gambar 4-6 b). 4-8

40 BFI % (a) aug sep oct nov Bulan (b) Gambar 4-6 (a) Baseflow Index tahun (b) Perbandingan Baseflow Index bulan November tahun 2010 dan Rata-rata nilai debit puncak harian pada bulan November 2012 senilai 55,76 m 3 /s, dan pada tahun 2010 senilai 36,36 m 3 /s (Tabel 4-3). Ditinjau dari perhitungan rasio total aliran dasar bulanan terhadap total aliran, nilai BFI pada saat debit puncak bulan November 2012 menunjukan nilai BFI yang rendah, sedangkan dibulan 4-9

41 BFI % November 2010 memiliki nilai BFI tinggi. Jadi pada saat debit memuncak nilai kontribusi aliran dasar rendah. Sebab menurut beberapa literature aliran dasar cenderung lebih berkontribusi pada bulan kering dibandingkan bulan basah. Untuk melihat seberapa besar perbedaan kontribusi aliran dasar dimusim yang berbeda, dilakukan komposit bulanan baseflow index dari tahun (Gambar 4-7). Komposit baseflow index di DAS Ciliwung setiap bulan selama periode adalah sebagai berikut Bulan Gambar 4-7 Komposit Baseflow Index bulanan tahun Jika dibandingkan baseflow index antara musim hujan dan musim kemarau, terlihat adanya perbedaan antara kontribusi aliran dasar dimusim basah dan dimusim kering. Dominasi kontribusi aliran dasar terjadi pada musim kering, yaitu pada bulan Juni tampak bahwa semakin menuju ke puncak musim kemarau. Sementara itu, rasio aliran dasar dibagi total aliran (persentase aliran dasar) pada musim penghujan menunjukkan persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan musim kemarau. Selanjutnya akan dilihat anomali aliran dasar setiap tahun disetiap bulannya, khususnya dibulan November, agar dapat diketahui simpangan dari rata-ratanya (Gambar 4-8). 4-10

42 Anomali Anomali Bulan (a) Bulan (b) Gambar 4-8 (a) Anomali aliran dasar dibawah normal pada bulan November tahun 2012 dan (b) Diatas normal pada bulan November tahun 2010, 2011, Berdasarkan (Gambar 4-8) grafik diatas terdapat dua pengelompokan anomali aliran dasar, selanjutnya akan dilihat pengaruh hujan ekstrem pada tahun 2012 kejadian banjir yang memiliki puncak debit tertinggi dan anomali aliran dasar di 4-11

43 mm/hari bawah kondisi normal. Dan akan dilihat juga pengaruh hujan ekstrem pada tahun 2010 kejadian tidak banjir yang memliliki puncak debit rendah, anomali aliran dasar diatas kondisi normal Analisis Pengaruh Hujan Ekstrem Terhadap Aliran Dasar. Perhitungan curah hujan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) merupakan produk hasil gabungan antara TRMM Precipitation Radar (PR) dan TRMM Microwave Imager (TMI) beserta citra satelit meteorologi Microwave dan Infrared lainnya (Huffman, dkk., 2007). Hasil penelitian sebelumnya di Indonesia menunjukkan bahwa hubungan antara TMPA dengan data lapangan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah kuat khususnya terhadap pola hujan bulanan walaupun masih dalam kondisi dibawah estimasi data hujan BMKG (As-syakur., 2010) Berikut ini adalah histogram curah hujan ekstrem TRRM bulan November tahun 2012 pada saat debit puncak kejadian banjir (Gambar 4-9) jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des Bulan Gambar 4-9 Curah hujan maksimum bulan November tahun

44 mm/hr M3/s Curah hujan maksimum harian pada bulan November 2012 sebesar 59,53 mm dapat dikategorikan sebagai hujan lebat menurut klasifikasi hujan harian BMKG. Puncak curah hujan tinggi dibulan November, mengkibatkan aliran dasar memuncak di bulan Januari 2013 seperti gambar berikut ini (Gambar 4-10) jul ags sep okt nov des jan feb mar apr mei jun Bulan Gambar 4-10 Rata-rata aliran dasar bulan Juli 2012 sampai Juni Untuk mengetahui seberapa besar curah hujan harian dibulan November dapat dilihat histogram curah hujan harian, dua harian dan lima harian berikut ini (Gambar 4-11) Bulan (a) 4-13

45 CH (mm) Curah hujan akumulasi 2 harian (b) (c) Gambar 4-11 (a) Curah hujan harian, (b) Curah hujan akumulasi dua harian bulan November 2012, (c) curah hujan akumulasi lima harian bulan November tahun Berdasarkan jumlah curah hujan harian bulan November tahun 2012 terlihat bahwa curah hujan tertinggi berada pada tanggal 23 November 2012, sedangkan untuk debit puncak pos duga air MT Haryono berada pada tanggal 24 November 2012 (Tabel 4-3), artinya hujan yang turun ke permukaan sungai butuh waktu untuk terakumulasi sehingga mencapai debit puncak. 4-14

46 mm/hari Jika dilihat dari curah hujan dua harian dan lima harian bulan November tahun 2012, akumulasi curah hujan tertinggi berada pada saat debit puncak ditanggal 24 November 2012 (data dua harian ke-12 dan data lima harian ke-5). Untuk akumulasi dua harian sebesar 94,54 mm dan untuk akumulasi lima harian sebesar 138,85 mm (Gambar 4-10 a, 4-10 b). Artinya banjir pada bulan November 2012 daerah Jakarta dipengaruhi oleh curah hujan ekstrem, bukan aliran dasar yang lebih berpengaruh pada daerah tersebut. Perbandingan analisis curah hujan tahun 2010 dengan tahun Pada tahun 2010 kontribusi aliran dasar memiliki nilai kontribusi tertinggi dibandingkan dengan November lainnya, walaupun memiliki nilai BFI tertinggi dalam kasus ini tidak terjadi banjir, dikarenakan curah hujan yang tidak ekstrem pada bulan ini. Dapat dilihat seperti gambar berikut ini (Gambar 4-12) jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des Tanggal Gambar 4-12 Curah hujan maksimum tahun

47 Rata-rata TRO mm/hr Tanggal Gambar 4-13 Curah hujan harian bulan November tahun Curah hujan maksimum bulan November berada pada kategori sedang dengan nilai 34,13 mm per hari dan rata-rata curah hujan harian nya rendah, sedangkan nilai TRO pada bulan ini pun rendah (Tabel 4-3). Akibatnya untuk tahun 2010 nilai baseflow index (BFI) tinggi. Sebaliknya untuk tahun 2012 nilai curah hujan harian tinggi dibulan November menyebabkan nilai TRO tinggi dan mengakibatkan nilai baseflow index yang kecil. Untuk melihat lebih jelas hubungan antara keduanya, dapat dilihat pada gambar scatter plot antara jumlah hari hujan dan TRO berikut ini (Gambar 4-14) y = 1.835x R² = Jumlah hari hujan (a) 4-16

48 Rata-rata TRO y = x R² = Jumlah hari hujan (b) Gambar 4-14 Scatter plot total runoff dan jumlah hari hujan tahun Perbandingan koefisien determinasi terbaik antara julmah hari hujan dan TRO tahun 2010 dan 2012 terjadi pada tahun 2012, dengan nilai koefisien determinasi sebesar Hal ini menandakan bahwa pada tahun 2012 disaat debit puncak hubungan total runoff erat kaitannya dengan jumlah hari hujan, maka pada tahun 2012 ini penyebab banjir Jakarta adalah curah hujan bukan aliran dasar. Sedangkan untuk tahun 2010 nilai koefisien determinasi kecil senilai artinya kontribusi baseflow tinggi pada tahun 2010 bukan disebabkan oleh jumlah curah hujan pada saat itu, namun intensitas hujan harian yang tinggi pada bulanbulan sebelumnya yang menyebabkan kontribusi tinggi dibulan November. Ketika pada bulan November tahun 2010 curah hujan harian rendah sehingga walaupun nilai kontribusi baseflow tinggi tetapi tidak menyebabkan banjir. Jika dilihat dari nilai BFI pada bulan November tinggi, disebabkan oleh rendahnya nilai TRO (Tabel 4-3). Dengan kata lain tidak ada kaitannya jumlah hari hujan dengan TRO yang mengakibatkan kontribusi baseflow tinggi di tahun 2010 bulan November. 4-17

49 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari enam tahun kajian penelitiaan, baseflow index (BFI) tertinggi berada pada tahun 2010 ditahun yang tidak banjir, disebabkan oleh nilai TRO yang rendah. Dan sebaliknya ditahun 2012 nilai BFI rendah dikarenakan nilai aliran dasar merupakan yang tertinggi dan nilai TRO yang tinggi. Berdasarkan kajian data dengan periode enam tahun, secara umum banjir yang terjadi dibulan November disebabkan oleh direct runoff yang dipicu hujan ekstrem, sedangkan peranan aliran dasar rendah Saran Untuk yang akan melanjutkan penelitian ini mengenai peranan curah hujan dan aliran dasar, berikut adalah saran yang penulis berikan: Dianjurkan jika menghitung aliran dasar menggunakan metode RDF untuk memilih filter parameter bukan hanya berdasarkan luasan DAS, namun pertimbangkan berdasarkan tipe jenis tanahnya. Pemisahan aliran dasar membutuhkan kalibrasi lebih lanjut. 4-18

50 DAFTAR PUSTAKA Abiseno, P. (2013). Identifikasi Kejadian Hujan Ekstrem Berdasarkan Data Tropical Rainfal Meassuring Mission (TRMM) Secara Temporal. Tugas Akhir: Institut Teknologi Bandung. As-syakur, & Tanaka. (2010). Comparison of TRRM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) Product and Daily-Monthly Gauge Data Over Bali Island. International Journal of Remote Sensing. Bordie, R. S., & Hostler. (2005). A Review of Techniques for Analysing Aliran dasar from Stream Hydrographs. Bureau of Rural Sciences. Brown, Neal, & Nathan. (2013). A Standard Aproach to Baseflow Separation using the Lyne Hollick. Jurnal of Water Resources. Eckhardt, K. (2005). How to Construct Recursive Digital Filter for Baseflow Separation. Hydrological Processes, Fan, Y., Chen, Y., & Li, W. (2013). Increasing Precipitation and baseflow in Aksu River since the Elsevier Science. Quitenary International, 336, Feidas. (2010). Validation of Satelite Rainfall Product Over Greece. Theoriticl and Applied Climatology. Gili, M., & Kellezi, E. (2003). An Application of Extreme Value Theory for Measuring Risk. Elsevier Science. Gonzales, Nonner, & Unlenbrook. (2009). Comparison of different baseflow separation methods in a lowland catchment. Hydrologi and Earth System Sciences. Huffman. (2007). The TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA): Quasi-Global, Combined Sensor Precipitation Estimates at Fine Scales. Jurnal od Hydrometeorology, Jonas, J. (2006). An Assesment of the Trecer Base Approach to Quantifying Groundwater contributions to streamflow. Water Resources Research. DP-1

51 Li, & Holger. (2014). Performance Assessment and Improvement of Recursive Digital Baseflow Filters for Catchment with Different Phsical Characteristics and Hydrological Input. Environmental. Nathan, R., & McMahon, T. (1990). Evaluation of Automated Tecniques for Baseflow and Recession Analysis.Wat. Resources. Research., 26(7), Nugraha. (2014). Analisis Debit Puncak Aliran Sungai Ciliwung Pada Outlet Katulampa. Institut Pertanian Bogor. Rahmawati, D. (2014). Estimasi Rainfall Threshold DAS Ciliwung Hulu Untuk Peringatan Banjir. Tugas Akhir Program Sarjana, Program Studi Meteorologi: Institut Teknologi Bandung. Roxy. (2010). Variability of Soil Moisture and its Relationship with Surface Albedo and Soil Thermal Diffusivity at Astronomical Observatory, Thiruvananthapuram, South Kerala. J. Earth Syst. Sci., 119, Sosrodarsono, S., & Takeda, K. (1999). Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita,Jakarta. Wilks, D. (1995). Statistical Methods in the Atmospheric Sciences. Academic Press, 575. Zhang, & Schilling. (2006). Increasing Streamflow and Baseflow in Mississippi River since the 1940 Effect of Landuse Change. Elsevier Journal of Hydrology, DP-2

Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta

Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta Peranan Curah Hujan dan Aliran Dasar Terhadap Kejadian Banjir Jakarta Sharah Puji 1, Atika Lubis 2 dan Edi Riawan 3. 1 Mahasiswa Meteorologi 211, 2 Pembimbing 1 Dosen Meteorologi, 3 Pembimbing 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Studi Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah Utara ke arah Selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Curah hujan diukur setiap hari dengan interval pengukuran dua puluh empat jam dengan satuan mm/hari. Pengukuran curah hujan dilakukan oleh Automatic

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Penelitian ini menggunakan data curah hujan, data evapotranspirasi, dan peta DAS Bah Bolon. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan tahun 2000-2012.

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

STUDI INTENSITAS CURAH HUJAN MAKSIMUM TERHADAP KEMAMPUAN DRAINASE PERKOTAAN ( Studi Kasus Jl.Ir.H. Juanda Kota Bandung ) YUDHA ARTIKA ( )

STUDI INTENSITAS CURAH HUJAN MAKSIMUM TERHADAP KEMAMPUAN DRAINASE PERKOTAAN ( Studi Kasus Jl.Ir.H. Juanda Kota Bandung ) YUDHA ARTIKA ( ) STUDI INTENSITAS CURAH HUJAN MAKSIMUM TERHADAP KEMAMPUAN DRAINASE PERKOTAAN ( Studi Kasus Jl.Ir.H. Juanda Kota Bandung ) TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di Program Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kata kunci: presipitasi; tren

PENDAHULUAN. Kata kunci: presipitasi; tren STUDI VARIABILITAS CURAH HUJAN STASIUN PENGAMATAN KATULAMPA BERDASARKAN DATA OBSERVASI TAHUN 1981-2006 RAINFALL VARIABILITY ANALYSIS OF KATULAMPA RAIN STATION IN BOGOR, 1981-2006 Astrid Wulandari 1 dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH IV MAKASSAR STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I MAROS JL. DR. RATULANGI No. 75A Telp. (0411) 372366 Fax. (0411)

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT

INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT Barcha Yolandha Sharie (1), Manyuk Fauzi (2), Rinaldi (2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 1)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 PENGOLAHAN DATA HIDROLOGI 4.1.1 Data Curah Hujan Curah hujan merupakan data primer yang digunakan dalam pengolahan data untuk merencanakan debit banjir. Data ini diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pusat bisnis dan ekonomi Indonesia, banyak orang tergiur untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja cerita banjir

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember Nanang Saiful Rizal, ST. MT. Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Analisis Debit DI Daerah Aliran Sungai Batanghari Propinsi Jambi (Tikno) 11 ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Sunu Tikno 1 INTISARI Ketersediaan data debit (aliran sungai)

Lebih terperinci

HIDROGRAF SATUAN OBSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU-KATULAMPA SEBAGAI BENCHMARKING MANAJEMEN BANJIR JAKARTA

HIDROGRAF SATUAN OBSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU-KATULAMPA SEBAGAI BENCHMARKING MANAJEMEN BANJIR JAKARTA HIDROGRAF SATUAN OBSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU-KATULAMPA SEBAGAI BENCHMARKING MANAJEMEN BANJIR JAKARTA ARIANI BUDI SAFARINA Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Jenderal Achmad Yani Jalan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN DASAR MENGGUNAKAN PERBANDINGAN 3 METODE GRAFIS DAN 6 METODE RDF DI DAS WILAYAH UPT PSDA MALANG

ANALISIS ALIRAN DASAR MENGGUNAKAN PERBANDINGAN 3 METODE GRAFIS DAN 6 METODE RDF DI DAS WILAYAH UPT PSDA MALANG ANALISIS ALIRAN DASAR MENGGUNAKAN PERBANDINGAN 3 METODE GRAFIS DAN 6 METODE RDF DI DAS WILAYAH UPT PSDA MALANG Yusky Ali 1,Indarto 2, Muharjo Pudjojono 3 1 Dept of Agricultural Engineering, FTP, Universitas

Lebih terperinci

Analisis Hidrologi untuk Pendugaan Debit Banjir dengan Metode Nakayasu di Daerah Aliran Sungai Way Besai

Analisis Hidrologi untuk Pendugaan Debit Banjir dengan Metode Nakayasu di Daerah Aliran Sungai Way Besai TekTan Jurnal Ilmiah Teknik Pertanian Analisis Hidrologi untuk Pendugaan Debit Banjir dengan Metode Nakayasu di Daerah Aliran Sungai Way Besai Hydrological Analysis For Prediction of Flood Discharge By

Lebih terperinci

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor. Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil membentuk garis lurus atau linier maka dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi (Mallor et al. 2009). Tingkat Pengembalian Dalam praktik, besaran atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit

Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit Standar Nasional Indonesia ICS 93.140 Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA 30 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Curah Hujan DAS Brantas Data curah hujan di DAS Brantas merupakan data curah hujan harian, dimana curah hujan harian berasal dari stasiun-stasiun curah hujan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI. ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI Happy Mulya Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : TYAS ESTININGRUM

SKRIPSI. Disusun Oleh : TYAS ESTININGRUM APLIKASI METODE PUNCAK AMBANG BATAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI PARETO TERAMPAT DAN ESTIMASI PARAMETER MOMEN-L PADA DATA CURAH HUJAN (Studi Kasus : Data Curah Hujan Kota Semarang Tahun 2004-2013)

Lebih terperinci

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: RENGGANIS PURWAKINANTI

SKRIPSI. Oleh: RENGGANIS PURWAKINANTI APLIKASI METODE MOMEN MOMEN PROBABILITAS TERBOBOTI UNTUK ESTIMASI PARAMETER DISTRIBUSI PARETO TERAMPAT PADA DATA CURAH HUJAN (Studi Kasus Data Curah Hujan Kota Semarang Tahun 2004-2013) SKRIPSI Oleh: RENGGANIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Menentukan Derajat Karstifikasi

Menentukan Derajat Karstifikasi Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) ) akuifer Karst Dr. Tjahyo Nugroho Adji., MSc.Tech Asyroful Mujib, MSc Karst Research Group, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Contents

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Hujan Harian Maksimum Hujan harian maksimum yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari beberapa stasiun pencatat hujan yang terdapat di wilayah tersebut dengan panjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik) 7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DAS Bengawan Solo Pada peta geologi Indonesia (Sukamto et al. 1996) formasi geologi DAS Bengawan Solo didominasi batuan sedimen tersier, batuan sedimen kuarter, batuan vulkanik

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR STUDI KASUS: DAS. CITARUM HULU - SAGULING

ANALISIS POTENSI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR STUDI KASUS: DAS. CITARUM HULU - SAGULING No. Urut : 071/S2-TL/TPL/1997 ANALISIS POTENSI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR STUDI KASUS: DAS. CITARUM HULU - SAGULING TI SIS Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Magister Pada

Lebih terperinci

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG Abstrak PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG Basillius Retno Santoso 1) Kekeringan mempunyai peranan yang cukup penting dalam perencanaan maupun pengelolaan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid Nomor, April 205 ISSN 858-330X ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM)

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN SEPUTAR JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG

ANALISIS CURAH HUJAN SEPUTAR JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: () / Fax: Website : http://www.staklimpondokbetung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No. Jakarta Selatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk

Lebih terperinci

PERAMALAN CURAH HUJAN KOTA PONTIANAK DENGAN DEKOMPOSISI SENSUS II

PERAMALAN CURAH HUJAN KOTA PONTIANAK DENGAN DEKOMPOSISI SENSUS II Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 05, No. 02(2016), hal 227 234. PERAMALAN CURAH HUJAN KOTA PONTIANAK DENGAN DEKOMPOSISI SENSUS II Eka Rahmilia, Helmi INTISARI Metode Dekomposisi

Lebih terperinci

ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW DAS CITARUM HULU MENGGUNAKAN DATA DEBIT STASIUN HIDROMETRI NANJUNG

ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW DAS CITARUM HULU MENGGUNAKAN DATA DEBIT STASIUN HIDROMETRI NANJUNG ANALISIS VARIABILITAS BASE FLOW DAS CITARUM HULU MENGGUNAKAN DATA DEBIT STASIUN HIDROMETRI NANJUNG ANALYSIS OF BASE FLOW VARIABILITY AT NANJUNG STREAMFLOW-GAGING STATION ON THE UPPER PART OF CITARUM WATERSHED

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU Rismalinda Prodi Teknik Sipil Universitas Pasir Pengaraian Email : rismalindarisdick@gmailcom Abstrak Kabupaten Rokan Hulu terletak

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI

KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT. (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) IRLAND FARDANI KAJIAN KORELASI ANTARA KELEMBABAN TANAH DENGAN TATA GUNA LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT (Studi Kasus Daerah Bandung dan Sekitarnya) TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN UNIT PLTA IV & V TERHADAP POLA OPERASI WADUK KARANGKATES KABUPATEN MALANG

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN UNIT PLTA IV & V TERHADAP POLA OPERASI WADUK KARANGKATES KABUPATEN MALANG STUDI PENGARUH PENAMBAHAN UNIT PLTA IV & V TERHADAP POLA OPERASI WADUK KARANGKATES KABUPATEN MALANG Dwi Mahdiani Pratiwi 1, Suwanto Marsudi², Rahmah Dara Lufira² 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan merupakan unsur meteorologi yang mempunyai variasi tinggi dalam skala ruang dan waktu sehingga paling sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, informasi curah

Lebih terperinci

KOREKSI DATA HUJAN DASARIAN TRMM DI STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR SEDERHANA

KOREKSI DATA HUJAN DASARIAN TRMM DI STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR SEDERHANA KOREKSI DATA HUJAN DASARIAN DI STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR SEDERHANA Steven Cahya Andika Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan Email

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu

BAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Awal dari studi ini adalah identifikasi masalah yang mengarahkan penelitian pada topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU BAGIAN TENGAH ( )

IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU BAGIAN TENGAH ( ) IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) UNTUK PREDIKSI PELUANG BANJIR TAHUNAN DI SUB DAS SOLO HULU BAGIAN TENGAH (2007 2012) Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Fakultas Geografi Diajukan oleh : F

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Umum Secara umum proses pelaksanaan perencanaan proses pengolahan tailing PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Bagan alir proses

Lebih terperinci

1 Ramadhiningtyas, et.al., Studi Pemisahan Baseflow Menggunakan Metode Grafis dan Metode RDF...

1 Ramadhiningtyas, et.al., Studi Pemisahan Baseflow Menggunakan Metode Grafis dan Metode RDF... 1 Ramadhiningtyas, et.al., Studi Pemisahan Baseflow Menggunakan Metode Grafis dan Metode RDF... TEKNOLOGI PERTANIAN Studi Pemisahan Baseflow Menggunakan Metode Grafis Dan Metode RDF (Recursive Digital

Lebih terperinci

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid 11 Nomor 1, April 2015 ISSN 1858-330X ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR 1) Intan Pabalik, Nasrul Ihsan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta batasan masalah yang ada pada lingkup penelitian potensi resapan daerah aliran Sungai Tambakbayan Hulu dengan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PERKIRAAN SEBARAN CURVE NUMBER U.S SOIL CONSERVATION SERVICE PADA SUB DAS BRANTAS HULU ABSTRAK

PERKIRAAN SEBARAN CURVE NUMBER U.S SOIL CONSERVATION SERVICE PADA SUB DAS BRANTAS HULU ABSTRAK PERKRAAN SEBARAN CURVE NUMBER U.S SOL CONSERVATON SERVCE PADA SUB DAS BRANTAS HULU Muhammad Nuurussubchiy Fikriy 1,Lily Montarcih L 2, Ery Suhartanto 2 1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 137 Vol. 2, No. 2 : 137-144, September 2015 ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL DI MATARAM Analysis of Characteristics

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP LIMPASAN CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI. Oleh: AHMAD LUTFI F

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP LIMPASAN CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI. Oleh: AHMAD LUTFI F ::r(m 'tool). LO I) SKRIPSI KAJIAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP LIMPASAN PERMUKAAN (rull-off) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI Oleh: AHMAD LUTFI F01498117 2002

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penambangan Pasir Kegiatan penambangan pasir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi elevasi dasar sungai. Kegiatan ini memiliki dampak berkurangnya kuantitas sedimen

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Baseflow SebagaiVariabelHidrologis Daerah Aliran Sungai, Studi Kasus 30 DAS di Pulau Bali

Baseflow SebagaiVariabelHidrologis Daerah Aliran Sungai, Studi Kasus 30 DAS di Pulau Bali Baseflow SebagaiVariabelHidrologis Daerah Aliran Sungai, Studi Kasus 30 DAS di Pulau Bali M. Saparis Soedarjanto Balai Pengelolaan DAS Bone Bolango, Gorontalo, saparis68@yahoo.com LATAR BELAKANG Indeks

Lebih terperinci

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1 HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1 Hidayat Pawitan Laboratorium Hidrometeorologi Geomet IPB Jl. Raya Pajajaran, Bogor 16144 hpawitan@indo.net.id Abstrak Hidrologi DAS Ciliwung

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERTANIAN Studi Pendahuluan Pemisahan Aliran Dasar Menggunakan "Metode Grafis dan Filter" di Wilayah Administratif UPT PSDA Bondowoso

TEKNOLOGI PERTANIAN Studi Pendahuluan Pemisahan Aliran Dasar Menggunakan Metode Grafis dan Filter di Wilayah Administratif UPT PSDA Bondowoso TEKNOLOGI PERTANIAN Studi Pendahuluan Pemisahan Aliran Dasar Menggunakan "Metode Grafis dan Filter" di Wilayah Administratif UPT PSDA Bondowoso Preliminary Study on Baseflow Separation Using Graphical

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo, Abdullah Hidayat dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

4 BAB IV HASIL DAN ANALISA

4 BAB IV HASIL DAN ANALISA 4 BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Evaluasi Persamaan Rain Rate 4.1.1 Hasil Estimasi curah hujan untuk satu titik (Bandung) perjam diakumulasi selama 24 jam untuk memperoleh curah hujan harian, selama rentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2. 1 Faktor-Faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2. 1 Faktor-Faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Faktor-Faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor Highland dan Bobrowsky (2008) menjelaskan faktor-faktor penyebab dan pemicu tanah longsor. Faktor-faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA Ketersediaan Data

BAB IV ANALISA DATA Ketersediaan Data BAB IV ANALISA DATA 4.1. Ketersediaan Data Sebelum melakukan perhitungan teknis normalisasi terlebih dahulu dihitung besarnya debit banjir rencana. Besarnya debit banjir rencana dapat ditentukan dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP :

PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP : PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP Oleh : M YUNUS NRP : 3107100543 BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI ANALISA HIDROLOGI ANALISA HIDROLIKA

Lebih terperinci