BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Indonesia juga menjamin hak asasi manusia di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Indonesia juga menjamin hak asasi manusia di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah dijelaskan bahwa negara Indonesia merupakan yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Dari keterangan tersebut dapat diartikan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang demokratis dan menjujung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Indonesia juga menjamin hak asasi manusia di bidang hukum, yaitu dengan cara menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya dengan tidak ada pengecualiannya. Hukum merupakan suatu norma atau kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum dimaksud untuk menciptakan keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Memelihara keselarasan hidup di dalam masyarakat memerlukan berbagai macam aturan sebagai pedoman hubungan kepentingan perorangan maupun kepentingan dalam masyarakat. Akan tetapi tidak sedikit hubungan kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang berhubungan atau dalam lingkup hukum pidana. 1

2 2 Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan tradisi oleh sebabnya Indonesia terdiri dari banyak suku. Salah satunya di Bali terdapat tradisi yang bernama tabuh rah. Tabuh Rah bermakna sebagai upacara ritual Bhuta Yadnya yang mana darah yang menetes ke bumi disimbolkan sebagai permohonan umat manusia kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari marabahaya. Oleh karena itu, dipandang dari filosofisnya, tabuh rah mengandung arti yang penting bagi upacara-upacara dalam agama Hindu. 1 Terdapat juga suatu permainan sabungan ayam yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan tabuh rah yakni tajen (sabungan ayam). Tajen (sabungan ayam) pada umumnya dilakukan oleh kalangan laki-laki, baik orang tua, remaja bahkan belakangan ini anak-anak usia sekolah dasar pun sudah mulai menggeluti tajen ini. Tajen selalu dikaitkan dengan pelaksanaanpelaksanaan kegiatan upacara tabuh rah di Bali seolah-olah tajen ini dipandang sebagai pelengkap kegiatan upacara keagamaan (tabuh rah) tersebut oleh para pelaku Tajen itu sendiri. Tajen dilaksanakan di tempat-tempat terbuka yang lapang, di tempat itu para pelaku judi tajen membentuk sebuah Kalangan (semacam arena tempat perjudian berbentuk persegi empat yang terbuat dari bambu) yang berfungsi sebagai tempat ayam-ayam aduan yang nantinya akan diadu. Di tempat inilah masyarakat pecinta tajen berbaur dengan yang lainnya, pada umumnya di tempat Kalangan Tajen ini dipenuhi oleh para pedagang yang 1. Ida Bagus Putu Purwita, 1978, Pengertian Tabuh Rah di Bali, Proyek Penyuluhan Agama / Brosur Keagamaan Provinsi Bali, Denpasar.

3 3 juga memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan hasil usahanya, selain itu banyak pula peluang-peluang berbisnis lainnya yang dapat dikembangkan di sini. Jaman ini, Negara Indonesia mengalami banyak perubahan dalam masyarakat, baik dari segi pola pikir, bersikap, atau bertingkah laku dan gaya, hidupnya berubah kearah yang modern. Meskipun begitu tata cara maupun pola hidup yang modern ini tidak selalu membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik, sehingga manusi melakukan segala upaya untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhannya, salah satunya dengan judi. Perjudian merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial. 2 Dengan demikian perjudian dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual. Karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak pemalas. Sedangkan pembangunan membutuhkan individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat. 3 Berdasarkan kondisi kehidupan masyarakat di Indonesia, khususnya kondisi masyarakat di Bali sekarang ini, banyak orang baik yang bekerja maupun tidak bekerja atau pengangguran, berkeinginan untuk mendapatkan uang dengan mudah dan cepat, mengingat semakin kompleks kebutuhan kehidupan masyarakat sekarang ini sehingga ikut bermain judi. Sarana yang digunakan berjudi pun banyak antara lain kartu, bola, adu ayam dan lainnya. Berkaitan dengan hal itu 2. Saprinah Sadli, 1998, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, cet II, Penerbit Alumni, Bandung, h B. Simanjuntak, 1980, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito, Bandung, h.352.

4 4 salah satu sarana yang digunakan untuk berjudi oleh para pelaku adalah sabungan ayam. Sabungan ayam yang dimaksud adalah tajen, dikarenakan dalam permainan tajen terdapat pengharapan yang muncul dari aduan yang dilakuikan oleh ayam tersebut. Banyak hal yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memerangi perjudian, seperti : 1. Dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian ; 2. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Selain itu, didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah diatur dengan jelas mengenai perjudian, dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 303 menyebutkan bahwa : (1). Dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah dihukum barangsiapa dengan tidak berhak : 1e. Menuntut pencaharian dengan dengan jalan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi, atau sengaja turut campur dalam perusahaan main judi ; 2e. Sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi kepada umum, atau sengaja turut campur dalam perusahaan untuk itu, biarpun ada atau tidak ada perjanjiannya atau caranya apa jugapun untuk memakai kesempatan itu ; 3e. Turut main judi sebagai pencaharian. (2). Kalau sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya, dapat ia dipecat dari jabatannya itu. (3). Yang dikatakan main judi yaitu tiap-tiap permainan, yang mendasar untung-untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain. Yang juga terhitung masuk main judi ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka

5 5 yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain (K.U.H.P. 35, 37, 542). Dan Pasal 303 bis KUHP menyebutkan bahwa : (1). Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah dihukum : 1. barang siapa mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar peraturan pasal 303 ; 2. barang siapa turut main judi di jalan umum atau di dekat jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi oleh umum, kecuali kalau pembesar yang berkuasa telah memberi izin untuk mengadakan judi itu. (2). Jika pada waktunya melakukan pelanggaran itu belum lalu dua tahun, sejak ketetapan putusan hukuman yang dahulu bagi si tersalah lantaran salah satu pelanggaran ini, maka dapat dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyakbanyaknya lima belas juta rupiah. Dalam Pasal 303 KUHP ini, mengadakan atau memberi kesempatan main judi tersebut sebagai pencaharian. Jadi seorang bandar atau orang lain sebagai perusahaan membuka perjudian. Orang yang turut campur dalam hal ini juga dihukum. Disini tidak perlu perjudian dilakukan di tempat umum atau untuk umum, meskipun di tempat yang tertutup atau kalangan yang tertutup sudah cukup, asal perjudian itu belum mendapat izin dari yang berwajib. Sengaja mengadakan atau memberikan kesempatan untuk main judi kepada umum. Disini tidak perlu sebagai pencaharian, tetapi harus ditempat umum atau yang dapat dikunjungi oleh umum. Inipun apabila telah ada izin dari yang berwajib tidak dihukum. Sampai saat ini, persoalan judi sabungan ayam di Bali tetap menjadi sesuatu yang cukup dilematis karena selalu dikaitkan dengan tabuh rah yang merupakan bagian dalam upacara Yadnya dikarenakan dalam tabuh rah terdapat

6 6 aduan ayam yang mengharuskan adanya tetesan darah sehingga terkadang tabuh rah itu sendiri yang disalahgunakan sebagai judi oleh para pelaku judi. Perspektif hukum positif, kegiatan apapun yang mengandung unsur permainan dan menyertakan taruhan berupa uang, maka dianggap sebagai perjudian dan dianggap terlarang. Namun di sisi lain, tajen (sabungan ayam) yang sebenarnya merupakan sebuah proyeksi profan dari tabuh rah dianggap sebagai salah satu bentuk upacara adat yang sakral, patut dijunjung tinggi, dihormati dan tentu saja dilestarikan. Sehingga diperlukannya kebijakan hukum baik dalam hal formulasi perundang-undangannya dan juga eksekusi yang merupakan upaya penegakan hukumnya yang mengatur tentang perjudian apabila terutama bersinggungan dengan acara keagamaan dan masyarakata adat, agar dalam proses kebijakan penegakan dan eksekusinya dapat berjalan dan berfungsi dengan baik sesuai yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-Undangan tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk menulis Skripsi dengan judul KEBIJAKAN DALAM PENANGGULANGAN TABUH RAH YANG DISALAHGUNAKAN SEBAGAI PERJUDIAN. Pengambilan judul dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis kajian ini diharapkan mampu pengembangankan ilmu hukum khususnya bidang hukum pidana dan di masyarakat Bali. Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam perkembangan melestarikan budaya yang benar agar berjalan selaras dengan hukum positif yang berlaku di masyarakat.

7 7 1.2.Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut; 1. Bilamana tabuh rah dapat dimasukan sebagai perjudian? 2. Bagaimana upaya penanggulangan tabuh rah yang berubah menjadi perjudian sabungan ayam? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam mendekatkan permasalahan untuk menghindari pembahasan menyimpang dari pokok permasalahan, diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas yaitu : 1. mencakup uraian-uraian terhadap pengertian tabuh rah dan perbedaannya dengan judi sambung ayam di Bali di lihat dari sudut pandang agama Hindu dan hukum positif di Indonesia; 2. mencakup upaya-upaya penegekan hukum yang dilakukan dalam menangani masalah tabuh rah yang disalahgunakan sebagai permainan judi Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut;

8 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk dapat memahami tentang kebijakan terhadap tradisi tabuh rah yang disalahgunakan sebagai permainan judi di Bali dalam Peraturan yang berlaku di Indonesia sesuai dengan asas Legalitas Tujuan Khusus Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara lebih mendalam tentang tabuh rah yang disalahgunakan sebagai permainan judi. 2. Untuk mengetahui upaya penegakan dan penanggulangan tabuh rah yang disalahgunakan sebagai permainan judi di Bali oleh aparat penegak hukum Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi atau kontribusi dalam aspek teoritis (keilmuan) seiring dengan berkembangnya masyarakat serta permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Serta juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian di bidang hukum pidana. Sehingga, melalui penelitaian ini dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan di Bali yang menyangkut penyalahgunaan tabuh rah sebagai judi, khususnya mengenai kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana.

9 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian sebagai bahan acuan, pertimbangan, perbandingan, dan penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya dalam rangka meningkatkan perhatian dikalangan masyarakat akan perbedaan tabuh rah dan judi sabungan ayam. Dalam hal ini juga diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan terhadap penyalahgunaan upacara tabuh rah sebagai judi Kerangka Teoritis Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan skripsi ini secara lebih mendalam, perlu kiranya dikemukakan teori, konsep, landasan-landasan terhadap permasalahan tersebut yang didasarkan pada literature literature yang dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Dengan adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas, dan mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi teori-teori yang berkenaan dengan pidana dan pemidanaan, dan juga teori-teori lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini yang membahas mengenai kebijakan dalam penanggulangan tindak pidana perjudian. Dalam hal berlakunya hukum pidana tidak dapat dihindari adanya penafsiran karena hukum tertulis tidak dapat dengan mudah untuk mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Para legislatif merupakan pembentuk hukum sehingga hukum tertulis yang ada dapat mengikuti perkembangan dan

10 10 kebutuhan masyarakat akan hukum. Dalam hukum pidana dikenal beberapa cara penafsiran hukum hukum yaitu; penafsiran tata bahasa / gramatikal, penafsiran sistematis, penafsiran logis, penafsiran sejarah atau historis, penafsiran teleologisch, penafsiran analogis, penafsiran ekstensif, penafsiran restriktif, dan penafsiran redering a contrario Teori Pemidanaan Pemidanaan pada dasarnya merupakan suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dijatuhkan negara kepada mereka atau seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Dalam Hukum Pidana beberapa teori penjatuhan pidana / strafrenrenchts theorien yang pada umumnya dibagi dalam 3 golongan teori yaitu; 1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan Menurut Andi Hamzah, tujuan pembalasan (vergelding) disebut juga sebagai tujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan. Hal ini bersifat primitif, tetapi kadang kadang masih terasa pengaruhnya pada zaman modern ini. 5 Dalam teori Absolut pemidanaan merupakan akibat hukum yang mutlak harus ada sebagai suatu bentuk pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan karena kejahatannya yang telah 4. C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2007, Latihan Ujian Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h Tolib Setiady, 2010, Pokok Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h.53.

11 11 menimbulkan penderitaan bagi orang lain, maka penderitaan tersebut juga harus dibalaskan dengan penderitaan yang berupa pidana. Teori absolut tidak memandang pelaku kehajatan, akibat akibat yang mungkin dapat ditimbulkankan ataupun kerugian yang mungkin dialami oleh masyarakat. Pokok dari teori ini terletak pada kesalahan pelaku. 2. Teori Relatif atau Teori Tujuan Menurut teori relative atau teori tujuan menyatakan pidana itu bukanlah untuk melakukan pembalasan kepada pembuat kejahatan, melainkan mempunyai tujuan tujuan tertentu yang bermanfaat. Mengenai tujuan pidana terdapat beberapa pendapat yaitu : a. Tujuan pidana untuk menentramkan masyarakat yang gelisah karena akibat dari telah terjadi kejahatan ; b. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang dapat dibedakan atas pencegahan umum (general preventive) dan pencegahan khusus (special preventive). 6 Pencegahan umum didasarkan pada pemikiran bahwa pidana itu dimaksudkan untuk mencegah setiap orang yang akan melakukan kejahatan. Pencegahan khusus didasarkan pada pemikiran pidana itu dimaksudkan agar orang yang telah melakukan kejahatan tidak mengulangi kembali kejahatan. 6. Ibid, h.56.

12 12 3. Teori Gabungan Teori gabungan merupakan penggabungan dari teori absolut dan teori relatif. Teori ini pertama kali diajukan oleh Pellegrino Rossie, ia menganggap pembalasan sebagai suatu asas dari pidana bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun pidana mempunyai berbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general. Jadi, dasar pembenaran pidana dari teori gabungan meliputi dasar pembenaran pidana dari teori absolut dan teori relatif Teori kebijakan criminal (criminal policy) Menurut Muladi, kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik criminal (criminal policy) adalah suatu kebijakan atau usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakkan hukum dalam arti luas (law enforcement policy), yang seluruhnya merupakan bagian dari politik sosial (social policy), yaitu suatu usaha dari masyarakat atau Negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. 7 Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat antara para ahli mengenai pengertian dari criminal policy. Menurut Sudarto terdapat tiga arti mengenai politik kriminal, yaitu: a. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; 7. Ibid.

13 13 b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; c. Dalam arti yang paling luas ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menunjukkan norma-norma sentral dari masyarakat. 8 Mengenai sarana dalam pelaksanaan kebijakan kriminal, Hoefnagels mengatakan: Upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan kebijakan kriminal dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: a. Penerapan hukum pidana (criminal law application); b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment/mass media). 9 Berdasarkan pendapat tersebut, maka upaya penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu melalui penerapan hukum pidana atau sarana penal dan pencegahan tanpa pidana atau sarana non-penal Teori Efektivitas Hukum Penegakan hukum dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut subjek dan sudut objek. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan subyek yang terbatas. Arti secara luas, 8. A. Widiada Gunakaya dan Petrus Irianto, 2012, Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Pendidikan: bentuk penerapan sarana non penal dan sarana penal pada pendidik dan peserta didik, Alfabeta, Bandung,,h Ibid.

14 14 proses penegakan hukum itu melibatkabn semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Ini berarti, siapa saja yang menjalankan antara hukum yang berlaku, berarti dia telah menegakan hukum. Pengertian dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai aparatur penegak hukum tertentu untuk mejamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya meski dengan menggunakan daya paksa. Penegakan hukum bila ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Pengertiannya juga mencakup hal yang luas dan yang sempit. Pengertian dalam arti luas mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam artian formal maupun yang hidup dalam masyarakat. Pengertian dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal atau yang tertulis saja. 10 Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada 5 hal yang mempengaruhi efektif atau tidaknya penegakan hukum, yaitu : 1. Faktor hukum atau peraturan itu sendiri ( undang-undang ) Kemungkinannya adalah bahwa terjadinya ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan peraturan perundangundangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan dan seterusnya. 10. Soerjono Soekanto, 2002, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 4.

15 15 2. Faktor penegak hukum Yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Mentalitas petugas yang menegakan hukum antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas masyarakat dan seterusnya. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum Kalau hukumnya baik dan mentalitas orang yang bertugas menegakan hukum juga baik makanya hukum akan bekerja sesuai rencana. 4. Faktor masyarakat Yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau ditetapkan. Faktor masyarakat disini adalah bagaimana keadaan masyarakat atau hukum yang ada. 5. Faktor kebudayaan Yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. Bagaimana hukum yang ada bisa masuk ke dalam dan menyatu dengan kebudayaan yang ada sehingga semuanya berjalan dengan baik Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris istilah lain yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan 11. Ibid.

16 16 penelitian lapangan. 12 Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis dapat direalisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang sedang berlaku ataupun penelitian terhadap identifikasi hukum. 13 Dalam penelitian hukum empiris ini objek yang akan diteliti yaitu upaya penegakan dan penanggulangan dalam tabuh rah yang disalahgunakan menjadi judi. Dalam hal ini permasalahan yang muncul adalah perlunya instrumen hukum guna membantu dalam penegakan judi yang berasal dari penyalahgunaan tabuh rah Jenis Pendekatan Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach). Pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini. 14 Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan kosep konsep hukum yang ada Sifat Penelitian Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula di dalam penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan 12. Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h Ibid, h Ibrahim dan Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302.

17 17 penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 15 Dalam penelitian ini teoriteori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur manapun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terlebih dahulu sudah mulai ada dan bahkan jumlahnya cukup memadai. Jadi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana upaya penegakan hukum terhadap tabuh rah yang disalahgunakan menjadi judi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku guna memberi refrensi terhadap kebijakan hukum Data dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan tiga sumber data primer, sumber data sekunder. 1) Sumber data primer Sumber bahan hukum primer terdiri atas asas-asas, kaidah hukum yang dalam perwujudannya berupa Undang-Undang Dasar, peraturan perundang-undangan, kovensi ketatanegaraan, putusan pengadilan, keputusan tata usaha negara dan hukum tidak tertulis yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian yang bersifat mengikat. Dan juga data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber dengan melakukan penelitian lapangan Ibid, h Ibid, h.16.

18 18 2) Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu bersumber dari penelitian kepustakaan. Termasuk dalam data sekunder meliputi buku-buku, buku-buku harian, surat-surat pribadi, dan dokumen resmi dari pemerintah. 17 Dokumen resmi dari pemerintah meliputi instrumen-instrumen hukum antara lain : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian ; 3. Rancangan Undang-Undang KUHP Nasional (Rancangan Tahun 2013); 4. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelakasanaan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian; 5. Surat Keputusan Bersama (SKB) Gurbenur Kepala Daerah Tingkat I Bali dengan Kepala Kepolisian Nusa Tenggara Nomor : 20/KESRA.I/A/20/1981, Nomor POL. SKEP/08/II/1981, tentang pencabutan dan menyatakan tidak berlaku lagi Instruksi Bersama Gurbernur Kepala Daerah Tingkat I Bali ; 6. Pangdak XV Bali NOMOR. Pem 348/I/C/69, NOMOR.POL.13/I/1242/971/Res/69, tanggal 4 Oktober 1969, tentang pemberian ijin bagi penyelenggaraan sambungan ayam dalam rangka pembangunan. 17. Ibid, h.14.

19 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Teknik Studi Dokumen. Teknik Studi Dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian serta bahan bacaan yang berkaitan dengan tabuh rah dan judi sabungan ayam. Dari hasil pengumpulan data tersebut baru kemudian akan dilakukan pengolahan dan analisis data Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini digunakan Teknik Non Probability Sampling, karena dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili pupulasinya. Kemudian cara yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu dilakukan penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data akan digunakan analisis kualitatif yaitu analisis yang diterapkan dalam hal data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata (narasi), data sukar diukur dengan angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun kedalam

20 20 struktur klasifikasi, hubungan antar variabel tidak jelas, sampel lebih bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan observasi.

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI Oleh : I Ketut Adhi Erawan I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : Berdasarkan uraian

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dokumen merupakan keseluruhan catatan pada suatu lembaga pemerintahan atau organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang cetakan tertulis

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, sehingga segala sesuatu permasalahan yang melanggar kepentingan warga negara indonesia (WNI) harus diselesaikan atas hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan cepat, karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR

KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR Oleh: Ni Wayan Indah Purwita Sari. I Ketut Artadi Bagian Hukum Pidana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

Jenis Kelamin. Umur : tahun

Jenis Kelamin. Umur : tahun 73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang kejahatan seakan tidak ada habis-habisnya, setiap hari selalu saja terjadi dan setiap media massa di tanah air bahkan mempunyai ruang khusus untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Tindak kekerasan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi. masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi.

1.PENDAHULUAN. di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi. masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi. 1 1.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kehidupan masyarakat di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi. Kemajuan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang dikenal dengan beragam tradisi yang dimilikinya. Hal tersebut menjadikan Bali memiliki daya tarik tersendiri di mata pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan BAB I PENAHULUHAN A. Latar belakang masalah Hukum merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, hukum adalah suatu norma atau aturan yang mengikat dimana setiap perbuatan selalu ada batasanya,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia untuk menunjang berbagai kegiatan sehari-hari. Alat transportasi dalam pengelompokannya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. 1 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA 1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Bahwa negara Indonesia adalah negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para konsumen, sebagaimana diberitakan dalam media massa, seperti penjualan makanan gorengan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 1998. Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, 35 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa ke masa tentunya mampu memberikan kemajuan bagi kehidupan manusia, namun tidak dapat dilupakan juga bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemerkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan, utamanya terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 1. Pengertian Tindak Pidana Kumpul Kebo Tindak Pidana kumpul kebo adalah perbuatan berhubungan antara laki-laki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci