bio.unsoed.ac.id ABSTRAK PEI{DAIIULUAIY Planaria merupakan salah satu spesies cacing pipih (Platyhelminthes) yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "bio.unsoed.ac.id ABSTRAK PEI{DAIIULUAIY Planaria merupakan salah satu spesies cacing pipih (Platyhelminthes) yang"

Transkripsi

1 STRT]KTUR MAKROANATOMI DAI{ MIKROANATONdI PLANARIA DI PERAIRAN LERENG GUNUNG SLAMET, BATURRADEN, BAITYUMAS Endah Sri Palupil, Eko Setio Wibowo2 dan I Gusti Agung Ayu Ratna PS.3 llaboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Universitas Jenderal Soedirman 2laboratorium Fisiologi Hewan, Universitas Jenderal Soedirman 3laboratorium Taksonomi Hewan, Universitas Jenderal Soedirman endahsripal ahoo.co. id ABSTRAK Planaria merupakan salah satu spesies dalam phylum Platyhelminthes kelas Turbellaria. Planaria termasuk dalam hewan triploblastik aselomata dengan bentuk tubuh simetri bilateral. Habitat planaria adalah perairan tawar jernih, perairan laut dan terestrial, pada perairan tawar planaria banyak ditemukan di perairan lereng pegunungan. Planaria memiliki beberapa genus, antara lain Planaria, Dugesia dan Schimidtea yang telah banyak diteliti, namun informasi mengenai planaria yang berhabitat di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur makroanatomi planaria dan mikroanatomi irisan melintang bagian cranial, trunchus dan caudal tubuh planaria yang diperoleh dari perairan di lereng gunung Slamet, Baturraden Banyumas. Planaria diperoleh dengan memancing menggunakan umpan hati ayam segar, planaria yang diperoleh diamati struktur anatominya kemudian difiksasi menggunakan Bouin dan diwarnai menggunakan pewarna Hematoxylin dan Eosin untuk mendapatkan struktur mikroanatominya. Planaria yang diperoleh memiliki panjang 3 - l8 mm dengan lebar I - 3,5 mm dan berwarna cokelat gelap pada bagian dorsal serta cokelat terang pada bagian ventral. Struktur makroanatomi planaria menunjukkan bagian yang serupa dengan genus lain yaitu bagian cranial yang terdapat sepasang bintik mata (eye spot) dan sepasang auricle, bagian trunchus terdapat phorynx dan bagian caudal yang merupakan bagian posterior pharynx. Struktur mikroanatomi menunjukkan epidermis bagian ventral planaria tersusun dari sel epitel kuboid dengan silia, epidermis bagian dorsal tersusun dari sel epitel kolumner selapis dan sel rhabdite yang terletak diantaranya, lapisan bagian dalam epidermis terdapat serabut otot yang tersusun sirkuler dan longitudinal, bagian dalam tubuh terdapat parenkim, rongga gastrovaskuler, intestin dan divertikulum intestine serta pharynx (terdapat pada irisan bagian trunchus). Kata kunci : Planaria, Struktur Makroanatomi, Struktur Mikroanatomi, Baturraden PEI{DAIIULUAIY Planaria merupakan salah satu spesies cacing pipih (Platyhelminthes) yang memiliki habitat di daerah dengan temperatur 18-24'C dengan ketinggian antara m dpl. Tubuh planaria tersusun dari bagian cranial, trunchus dan caudal. Bagian cranial terdapat kepala dengan sepasang eye spot yang berfungsi sebagai fotoreseptor (Dasheiff and Dasheiff, 2A02). dan sepasang auricle yang terletak dibagian lateral tubuh.

2 t Planaria merupakan hewan triploblastik aselomata dengan bentuk tubuh simetri bilateral. Tubuh planaria tersusun solid tanpa adanya coelom. Semua tempat yang terletak diantara organ viseral tersusun oleh mesenkim, yang lebih dikenal dengan sebutan parenkim (Kenk, 1972;Hyman,l95l dalom Reddien and Alvarado,2004). Sistem pencernaan planaria tersusun atas mulut, pharynx, dan percabanganpercabangan intestin. Makanan masuk melalui mulut, melewati pharynx kemudian didistribusikan ke percabangan intestin untuk diabsorbsi (Kenk, 1972). Planaria banyak digunakan sebagai indikator kualitas perairan terutama perairan tawar dimana perairan yang terdapat planaria hampir dapat dipastikan belum tercemar. Hasil penelitian Zhang et al., (2010) menunjukkan bahwa Dugesia japanica dapat berperan sebagai spesies bioindikator untuk deteksi dan evaluasi efek logam kadmium pada perairan tawar. Planaria merupakan hewan Avertebrata yang banyak sekali digunakan sebagai objek penelitian terutama karena kemampuan regenerasinya yang sangat tinggi. Beberapa spesies planana yang memiliki kemampuan regenerasi sangat tinggi mampu mengganti atau mereparasi bagian tubuh yang hilang atau rusak melalui pembentukan blastema (Baguna et a1.,1989; Salo and Baguna, 1989; Newmark and Alvarado, 2001). Kemampuan regenerasi pada planaria disebabkan oleh adanya pembentukan jaringan blastema serta adanya remodeling jaringan yang sudah ada sebelumnya (Alvarado 2003; Reddien and Alvarado, 20A4; Alvarado and Kang 2005). Bagian kepala planaria sekalipun dapat mengalami et a1.,2a06; Sandmann et al.,zal1r; Liu et al., 2013), bahkan sistem syaraf planaria juga dapat mengalami regenerasi (Cebria 2A07). Salah satu spesies planaria yang memiliki kemampuan regenerasi tinggi adalah S c hm i dt e a m e d i t e r r a n e a (Alv arcdo, 2 006). Planaria banyak hidup di perairan Indonesia, terutama di daerah dataran tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian Surtikanti (2004) yang melakukan penelitian mengenai distribusi planaria di lokasi Bukit Tunggul dan Maribaya, Bandung Utara. Planaria yang diperoleh adalah genus Planaria dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan Planario sp di Bukit Tunggul lebih tinggi dibandingkan dengan di Maribaya, Bandung Utara dan biomassa Planaria sp. yang ada di Bukit Tunggul lebih rendah dibandingkan dengan Planaria sp. yang hidup di Maribaya.

3 penelitian mengenai persebaran dan perkembangan planaria di Indonesia pernah dilakukan beberapa puluh tahun yang lalu oleh beberapa peneliti dari Jepang, dimana penelitian tersebut mengambil tempat di daerah Kaliurang Yogyakarta, Tawangmangu surakarta, Kopeng Semarang, Kebun Raya cibodas Bogor, Siborangit Medan, Kampong Gumpang dan Kampung Burni Aceh. Planaria yang diperoleh memiliki panjang tubuh antaru 5-30 mm dengan lebar tubuh antara 1-4 mm. Planaria yang tersebut diberi nama spesi es Dugesia indonesiana (Kawakatsu, T973)' Planaria merupakan hewan hermaphrodit yang dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual dilakukan dengan menghasilkan sel telur dan spertna, telur yang telah dibuahi disimpan di dalam cocoons sampai menetas (Kobayashi et a1.,1999; Kobayashi et a1.,2009), salah satu contohnya pada Girardia trigina (Vara et al., 2008), sedangkan reproduksi aseksual dilakukan dengan pembelahan transversal. Reproduksi aseksual planaria didukung oleh adanya kemampuan planaria untuk beregenerasi (Davison, 1973; Hori and Kishida, 2001). Struktuf dasar mengenai makroanatomi dan mikroanatomi planaria dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya, terutama mengenai perkembangan hewan, regenerasi dan taksonomi planaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur makroanatomi planaria dan mikroanatomi irisan melintang bagian cranial, trunchus dan caudal tubuh planaria yang diperoleh dari perairan di lereng gunung Slamet, Baturraden' MATERI DAF{ METODE Materi dalam penelitian ini adalah planaria dmi perairan lereng Gunung Slamet Baturraden Banyumas yang diperoleh pada bulan Maret 2014, hati ayam, alkohol absolut, alkohol 96Ya, akuades, bouin, paraffin pastillen, xylol, pewarna hematoxylin dan eosin, entelan, label, obiect glass, cover gloss, dan botol sampel sedangkan alat yang digunakan meliputi mikrotom, mikroskop cahaya dan kamera digital' pengambilan planaria dilakukan dengan memancing planaria menggunakan umpan hepar ayam segar yang ditusuk dengan lidi atau bambu kecil kemudian diletakkan di tempat yang diperkirakan terdapat planaria. Pengukuran dan pengambilan sampel planaria dilakukan pada pagi hari (pukul ) disaat planaria beraktivitas untuk mencari makan. Planaria yang diperoleh difiksasi menggunakan bouin selama 6 jam,kemudian diproses menggunakan metode paraffin, irisan melintang planaria diwarnai dengan pewamai1n Hematoxylin dan eosin. Sediaan ]ultuh (whole

4 mount) untuk mengamati struktur makroanatominya dibuat tanpa menggunakan pewama. Hasil sedia an whole mount dan sediaan histologis diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil yang diperoleh didokumentasikan menggunakan kamera digital dan dianalisis menggunakan analisis deskriptif' HASIL Planaria yang diperoleh memiliki berbagai macam ukuran. Planaria yang dibuat sediaan mikroanatomi adalah ukuran planaria yang dominan' Struktur makroanatomi planaria disajikan dalam Gambar 1 berikut' B*nu. f. iiirf.tu. makroanatomi planaria. a, Eufrn-"i*ial dan trunchus' B' Bagian trunchus dan caudal. Perbesaran 4 x 10. ES; Eye spol GCa: Rongga Gastrovaskuler Anterior; GCp: Rongga Gastrovaskuler Posterior; Au:. Auric le Sediaan mikroanatomi planaria pada bagian cranial disajikan pud*gg*b,#: A..-.'..1,t. f,y 'i' i. -,',, -."1':::"-: t.,':t :*-:ii.: j' * -"J- 46" ";i,, "." w s.-f 4 +.".,,.,P.'i, i- E,6 r t&,.-- ^r*.r 250 prn *' 4 looum lf '"i-f, Gambar 2. Struktur mikroanatomi rii*in"b"g"n cranial. A: perbesaran 4 x l0; B: perbesaran l0 x l0; C: perbesaran 40 x 10. Ed: Epidermis dorsal; Ev: Epidermis ventral; P: Parenkim; MF: Serabut otot; RC: -{sgr!j Sel Rhabdite;Br: Brain '!;S :,; +''.

5 P * 't _!.a : EPh 250 um.l jg.lg-*! -a$ryrph Gambar 3. Struktur mikrcanatomi planaria bagian trunchus. A: perbesaran 4 x 10; B: perbesaran 10 x l0; C: perbesaran 40 x 10. Ed: Epidermis dorsal; Ev: Epidermis ventral; P: Parenkim; Ph: Pharynx;PhM" t".ubut atot pharyra; PhC: Rongga pharingeal; EPh: Epithel Phatynx Sediaan mikroanatomi planaria pada bagian caudal disajikan pada Gambar 4' A. D-- l;- pga ^ DI.:: DI. E Ev- Ev- P DI,/ MFC ;ii:,::ti;r'{ :- '/o {,,,.,mf,,;s''tir Dr tuo : :l'', cc BC l: *"

6 PEMBAHASAN planaria merupakan salah satu spesies dalam filum Platyhelminthes yang hidup bebas di perairan tawar, perairan laut dan terestrial. Di lndonesia, planaria banyak ditemukan di perairan lereng gunung' salah satunya di kawasan Baturraden' lereng gunung Slamet, Banyumas. Planaria yang diperoleh pada bulan Maret 2014 memiliki panjang tubuh 3-18 mm dengan lebar I - 3,5 mm. Planaria tersebut memilik warna cokelat gelap pada bagian dorsal dan cokelat terang pada bagian ventral tubuh' Bagian tubuh planaria tersusun dari 3 bagian, yaitu cranial, trunchus dan caudal' Planaria yang diperoleh di perairan lereng Gunung Slamet memiliki struktur makroanatomi antara lain bagian cranial yang terdapat kepala dengan sepasang auricle pada bagian lateralnya dan sepasang eye spot (Ganrbar l)' Bagian trunchus terdapat organ pencernaan yang berupa satu rongga gastrovaskuler pada bagian antetiot pharynx dan dua rongga gastrovaskuler pada bagian posterior pharynx (Gambar 1)' Bagian caudal merupakan bagian posterior pharytm. struktur tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kenk (1972) yang menunjukkan struktur planaria air tawar di daerah Amerika Utara. Struktur mikroanatomi planaria menunjukkan adanya lapisan epidermis yang tersusun dari jaringan epithel yang menyelimuti tubuh. Epithel tersebut merupakan epithel kuboid bersilia pada bagian ventral tubuh (Gambar 5A), sedangkan pada bagian dorsal adalah epithel kolumner tidak bersilia dan terdapat sel rhabdite yang terletak diantaranya. Jumlah sel rhabdite lebih banyak terdapat pada bagian ventral. Sel rhabdite berfungsi menghasilkan mukus untuk mempermudah pergerakan dalarn air (Kenk' re72) Tubuh planaria tersusun dari jaringan epithel yang terletak pada bagian terluar dan menempel pada membran basal. Lapisan bagian dalam epithel terdiri atas jaringan otot yang tersusun sirkuler dan longitudinal. Planaria tidak memiliki coelom dan ruangan a{fiafa organ visceralnya terisi oleh mesenkim, atau yang sering disebut parenkim (Kenk, 1972; Hyman, 195 dalam Reddien and Alvarado, 2004)' Parenkim tersusun atas sel tubuh dan kelenjar uniseluler, sekret kelenjar dikeluarkan melalui saluran yang bermuara di epidermis (Kenk, 1972). Pada semua irisan, baik bagian cranial, trunchus dan caudal terdapat jaringan epithel, jeringan otot dan parenkim'

7 Saluran pencemaan planaria tersusun dari mulut, pharynx dan rongga gastrovaskuler yang sekaligus beqperan untuk sistem sirkulasi' Selain rongga gastrovaskuler, ruang interstisial parenkim juga berperan dalam sistem sirkulasi' Planaria memperoleh makanan melalui pharynx yang tersusun dari jaringan otot (Gambar 3B dan 3C). Struktur pharynx hanya terdapat pada irisan bagian trunchus (Gambar 3) serta terdapat rongga pharingeal yang terletak antara pharynx dengan jaringan di sekitarnya. Pada sediaan mikroanatomi, terdapat divertikulum intestin (Gambar 4) yang merupakan percabangan rongga gastrovaskuler untuk memfasilitasi difusi nutrisi ke seluruh tubuh. Gambar 58 menunjukkan adanya gonad planaria yang terletak di sebelah dalam lapisan jaringan serabut otot, gonad yang teramati adalah testis. Struktur mikoanatomi testis planaria dari Baturraden serupa dengan struktur mikroanatomi testis Dugesia ryulryuensis. Perkembangan testis pada tahapan terbentuk spermatosit masuk dalam tahap 4 (Kobayashi et al-,1999). KESIMPULAN Struktur makroanatomi planaria dari perairan tawar lereng Gunung Slamet, Baturraden Banyumas tersusun atas eye spot, aurircle yang terletak pada bagian cranial' Bagian trunchus terdapat pharynx serta percabangan rongga gastrovaskuler (anterior 1 percabangan, poseerior 2 percabangan)' serta caudal yang terdiri dari bagian posterior pharynx, sedangkan struktur mikroanatomi planaria tersusun dari epidermis (epithel)' sel rhabdite, parenkim, serabut otot, rongga gastrovaskuler, divertikulum intestine serta gonad pada planaria dewasa. REFERENSI Alvarado AS The freshwater planarian Schmidtea mediterranea: embryogenesis, stem cells and regeneration. E/sevier' 13" Alvarado AS. And Kang-H Multicellularity, stem cells, and the neoblasts of the planarian Schniidtea mediterranea. Elsevier. Experimental Cell Research 3A6: Alvarado AS Planarian Regeneration: Its End Is Its Beginning. i.cell ' 245 Baguna J., Salo 8., and Auladell c Regeneration and pattern formation in pianarians iii. Enid"nce that neoblasts are totipotent stem cells and the source bf blastema cells. Development la7, 77-86

8 Batistoni R., Mannini L., salvetti A., Rossi L., Gremigni v. and Deri p Genetic regulation of planarian head morphogenesis during regeneration. Italian Journal of Zoolo gt. 7 3g): Cebria F Regenerating the Central Nervous System: How Easy for planarians!. Dev Genes Evol. 217 :7 33-:7 48 Dasheiff BD- and Dasheiff RM Photonegative Response in Brown planaria (Dugesia trigina) Following Regeneration. Ecotoxiiolog,, and Environmental Safety. 53: Davison J Population Growth in Planaria Dugesia tigrina (Gerard) Regulation by the absolute number in the population. The Journil of General i'hysiotag,,. Si: Hori I and Kishida Y.200t. Further Observation on The Early Regenerates After Fission in The Planarian Dugesia Japonica. Belg. J.Zool. t:r1ry:r n-w. Kawakatsu, M Report on Freshwater Planaria From Indonesia (Sumatra and Java). Contr. Biol. Lab. Kyoto Univ.24:2.pp: g7-l14. Kenk, R Freshwater Planarians (Turbellaria) of North America. Departrnent of Invertebrate zoology. smithsonian Institution. washington Kobayashi K., Koyanagi R., Matsumoto M., cabrera Jp., and Hoshi M Switching from Asexual to Sexual Reproduction in the Planarian Dugesia rytkyuensis: Bioassay System and Basic Description of Sexualizing Piocess.- Ziological science 16: Kobayashi K'o Arioka S., Hoshi M. and Matsumoto M Production of asexual and sexual offspring in the triploid sexual planarian Dugesia ryukyuensis. Inte grative Zoolog,t; 4: I Liu sy., Selck c., Friedrich 8., Lutz R., vila-farre M., Dahl A., Brand H, Lakshmanaperumal N., Henry I and Rink JC Reactivating head regrowth in a regeneration-deficient planarian species. Nature.50O: 8l-d5 Newmark PA. and Alvarado AS Regeneration in Planaria. Encyclapedia of ttfe sciences. Orii H,Ito H., and Watanabe K. 20A2. Anatomy of the Planarian Dugesia japonica I. The Muscular System Revealed by Antisera against tvtyosin Ueavy Cfruirrr. Zoological Science, I9(10): I 123-ll3l. 16:29ljgg Reddien PW and Alvarado AS Fundamentals of Planarian Regener ation. Annu. Rev. Cell Dev. Biol.20:725*757 Salo E. And Baguna J Regeneration and pattern formation in planarians II. Local origin and role of cell movements in blastema formation. Develapment 107, Sandmann, T., M.c. vogg, S. owlarn, M. Boutros, and K. Bartscherer, The Head-Regeneration Transcriptome of The Planarian Schmidtea mediterranea. Ge no me B i ol o gt. l2:r7 6. http :/www. genomebiolo gy. com Surtikanti H Populasi Planaria Oi tokasi rut itt@t Oan Maribaya, Bandung Utara. Jurnal Matematika dan Sains. Vol. 9(3): Zii-ZAZ Vara DC., Leal-Zanchet AM. and Lizardo-Daudt, mrt. ZOOS. Embryonic development of Girardia tigrina (Girard, 1850) (Platyhelminthes, Triciadida, paludicola. Braz. J. Biol.,68(4): zhang x., zhao 8., Pang Q., Yi H., Xue M., and zhang B Toxicity and Behavioral Effects of Cadmium In Planarian (Dugisia japonica Ichikawa et Kawakatsu). Fre senius Erwironmentol Bulle tin. voi r g( u) : 2g

Tahapan Perkembangan Organ Reproduksi Seksual Planaria dari Perairan Lereng Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas

Tahapan Perkembangan Organ Reproduksi Seksual Planaria dari Perairan Lereng Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas 39 ISSN 2302-7290 Vol. 3 No. 2, April 2015 ahapan Perkembangan rgan Reproduksi Seksual Planaria dari Perairan Lereng Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas Developmental Stage of Sexual Reproduction rgan

Lebih terperinci

N E M A T H E L M I N T H E S

N E M A T H E L M I N T H E S N E M A T H E L M I N T H E S Nema = benang, helminthes = cacing Memiliki rongga tubuh yang terbentuk ketika ektodermis membentuk mesodermis, tetapi belum memiliki mesenterium untuk menggantungkan visceral

Lebih terperinci

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Ima Yudha Perwira, SPi, MP, MSc (Aquatic) Para saintis menempatkan hewan pada dua katergori utama, yaitu: invertebrata (in = tanpa, vertebrae

Lebih terperinci

LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA

LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA 39 LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA K.D 3.8 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian Materi yang diteliti adalah ikan nilem ( Osteochilus hasselti C. V.), pada tahap perkembangan juvenil berumur 13 minggu

Lebih terperinci

Annelida. lembab terletak di sebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar

Annelida. lembab terletak di sebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar Annelida Karakteristik 1.Bilateral simetris, memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), tubuhnya bulat dan memanjang biasanya dengan segmen yang jelas baik eksternal maupun internal. 2.Appendages kecil

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

BIOLOGI LAUT Mollusca

BIOLOGI LAUT Mollusca MAKALAH BIOLOGI LAUT Mollusca MUSDALIFAH L211 13 006 MELINDA DAVID L211 13 016 JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 KATA PENGANTAR Tiada untaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

A.Karakteristik 1. Bilateral simetris, memiliki tiga lapisan sel (triploblastik schizocoelom), epithel satu lapis umumnya bersilia dan mengandung

A.Karakteristik 1. Bilateral simetris, memiliki tiga lapisan sel (triploblastik schizocoelom), epithel satu lapis umumnya bersilia dan mengandung A.Karakteristik 1. Bilateral simetris, memiliki tiga lapisan sel (triploblastik schizocoelom), epithel satu lapis umumnya bersilia dan mengandung kelenjar lendir. 2.Tubuh biasanya pendek ditutupi oleh

Lebih terperinci

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik A. Karakteristik PLATYHELMINTHES 1.Tubuh terdiri atas 3 lapisan sel: ektodermis, mesodermis, dan endodermis (triploblastik) 2. Hidup bebas atau parasit 3. Alat ekskresi berupa sel api 4. Alat pencernaan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.5

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.5 1. Organisme yang termasuk organisme uniseluler... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.5 Jamur kancing Singa Amoeba Melinjo Kunci Jawaban : C Organisme uniseluler adalah organisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus digestorius

Lebih terperinci

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

CACING TANAH (Lumbricus terrestris) CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Kode MPB2b Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

IDENTIFIKASI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) IDENTIFIKASI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) LAPORAN PRAKTIKUM IKHTIOLOGI KELOMPOK : 22 KELAS : B LAB : AKUAKULTUR MUHAMAD SYAIFUL ISLAM 230110150131 KHASANATUR ROSYIDAH 230110150139 DAMAR PRATAMA PUTRA

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

ORGANISASI SEL, JARINGAN, ORGAN DAN SISTEM ORGAN SERTA KONSEP HOMEOSTATIS TUBUH. Dr. KATRIN ROOSITA, SP., MSi.

ORGANISASI SEL, JARINGAN, ORGAN DAN SISTEM ORGAN SERTA KONSEP HOMEOSTATIS TUBUH. Dr. KATRIN ROOSITA, SP., MSi. ORGANISASI SEL, JARINGAN, ORGAN DAN SISTEM ORGAN SERTA KONSEP HOMEOSTATIS TUBUH Dr. KATRIN ROOSITA, SP., MSi. DEFINISI ANATOMI: ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh baik secara keseluruhan, maupun

Lebih terperinci

KINGDOM ANIMALIA. Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai..

KINGDOM ANIMALIA. Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai.. KINGDOM ANIMALIA Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai.. CIRI-CIRI UMUM : Eukariotik, multiseluler tidak memiliki dinding sel Tidak berklorofil dan bersifat heterotrof Dapat bergerak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA MADRASAH ALIYAH NEGERI SURADE 2016 KATA PENGANTAR Assallamu alaikum

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

FILUM MOLLUSCA KELOMPOK 1

FILUM MOLLUSCA KELOMPOK 1 FILUM MOLLUSCA KELOMPOK 1 PENGERTIAN MOLLUSCA Mollusca berasal dari bahasa latin yaitu molluscus yang artinya lunak. Jadi Filum Mollusca adalah kelompok hewan invertebrata yang memiliki tubuh lunak. Tubuh

Lebih terperinci

Stimulasi Fission Reproduksi Aseksual Teripang Holothuria atra dan Teripang Holothuria impatiens

Stimulasi Fission Reproduksi Aseksual Teripang Holothuria atra dan Teripang Holothuria impatiens Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 161-166 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Stimulasi Fission Reproduksi Aseksual Teripang Holothuria atra dan Teripang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA (= CNIDARIA) Cnido = penyengat Multiseluler Tubuh bersimetri radial Diploblastik (ektoderm dan endoderm) Diantara

Lebih terperinci

Filum Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum CTENOPHORA dan CNIDARIA dikelompokkan dalam COELENTERATA (berasal dari kata coelos = rongga tubuh atau selom dan enteron = usus). Coelenterata hidupnya di perairan laut

Lebih terperinci

Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Kecepatan Regenerasi non-alami Cacing Planaria

Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Kecepatan Regenerasi non-alami Cacing Planaria Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Kecepatan Regenerasi non-alami Cacing Planaria SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata I Untuk mencapai gelar Sarjana Sain Oleh: Nama : Sholihah Lisdalia

Lebih terperinci

No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat. Jelo Tech Mengeringkan daun pare Perkembangan inkubator Hewan. Pyrex Iwaki. - Menyaring ekstrak.

No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat. Jelo Tech Mengeringkan daun pare Perkembangan inkubator Hewan. Pyrex Iwaki. - Menyaring ekstrak. Lampiran 1. Spesifikasi alat dan bahan No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat Oven 1. Jelo Tech Mengeringkan daun pare inkubator 2. Loyang - 3. Labu erlenmeyer Pyrex Iwaki 4. Cawan petri Pyrex Iwaki

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Materi penelitian berupa larva dari nilem umur 1 hari setelah menetas, yang diperoleh dari pemijahan induksi di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Fakultas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik

Lebih terperinci

SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Ontogeni a. Tractus Digestivus (Saluran pencernaan)

SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Ontogeni a. Tractus Digestivus (Saluran pencernaan) SYSTEMA DIGESTORIUM (Sistem pencernaan) Struktur dan Fungsi Umum Sistem pencernaan secara umum dapat digambarkan sebagai suatu struktur memanjang, berkelok-kelok yang diawali oleh suatu lubang, disebut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan vertebrata ada 4,yaitu: 1. Jaringan epitel 2. Jaringan ikat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Ilustrasi ligasi antara GP25 dan pt-easy

Lampiran 1. Ilustrasi ligasi antara GP25 dan pt-easy Lampiran 1. Ilustrasi ligasi antara GP25 dan pt-easy 64 Lampiran 2. Skema pembuatan konstruksi vaksin DNA Vaksin DNA untuk penyakit akibat infeksi KHV 65 Lampiran 3. Metode kultur cair perbanyakan bakteri

Lebih terperinci

TUGAS IPA PERKEMBANGBIAKAN HEWAN SECARA GENERATIF

TUGAS IPA PERKEMBANGBIAKAN HEWAN SECARA GENERATIF TUGAS IPA PERKEMBANGBIAKAN HEWAN SECARA GENERATIF ANGGOTA KELOMPOK : 1. ANNISA SALIZA 2. REGYTA ANUGRAH MAHAPUTRI SAMUEL 3. TYAS AYU FADILLAH 4. WIRA YUDA KHOIRUL A 5. WIWID SEKAR U 6. YOHANES JUAN BAGUS

Lebih terperinci

ANIMALIA. STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati

ANIMALIA. STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati ANIMALIA STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan ciri-ciri Filum dalam Dunia Hewan dan peranannya bagi kehidupan. CIRI CIRI UMUM KINGDOM ANIMALia Eukariot,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Histologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

DI SUSUN OLEH. KELOMPOK : II Anggota : 1. Nurhaliza ( ) 2. Nevri Isnaliza ( ) 3. Siti wardana ( )

DI SUSUN OLEH. KELOMPOK : II Anggota : 1. Nurhaliza ( ) 2. Nevri Isnaliza ( ) 3. Siti wardana ( ) DI SUSUN OLEH KELOMPOK : II Anggota : 1. Nurhaliza (0806103050078) 2. Nevri Isnaliza (0806103010039) 3. Siti wardana (0806103010061) Ciliata (Ciliophora) 1. Silia berfungsi sebagai alat gerak dan membantu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Berumur 30, 60, 90, dan 120 hari Hewan uji 2. Pakan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida. By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman

Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida. By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman Ciri-ciri Annelida : ⱷ Tubuhnya tersusun atas cincin-cincin (gelang-gelang)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Entomologi Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Delapan puluh lima persen atau kira-kira 600.000

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Modul PraktikumBiologi Hewan Ternak 2016 2 Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN Standar Kompetensi: Memahami konsep tumbuh kembang tumbuhan, hewan, dan manusia Kompetensi Dasar: Memahami konsep tumbuh kembang hewan Click to edit Master subtitle

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daphnia sp 1. Biologi Daphnia sp a. Taksonomi Daphnia sp Daphnia sp mempunyai lebih dari 20 spesies dari genusnya dan hidup pada berbagai jenis perairan tawar, terutama di daerah

Lebih terperinci

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi LAMPIRAN 56 57 Lampiran 1. Sebaran hasil tangkap berdasarkan selang ukuran panjang cangkang Nilai maksimum = 46,60 Nilai minimum = 21,30 Kisaran = 25,30 Jumlah kelas = 1+3,32 log (N) = 1+ 3,32 log(246)

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Klasifikasi Makhluk Hidup dan Ciri-ciri Makhluk Hidup untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf Jaringan Tubuh 1. Jaringan Epitel 2. Jaringan Otot 3. Jaringan ikat/penghubung 4. Jaringan Saraf Jaringan Epitel Tersusun atas lapisan-lapisan sel yang menutup permukaan saluran pencernaan, saluran pada

Lebih terperinci

Phylum Echinodermata

Phylum Echinodermata Phylum Echinodermata Echinodermata berasal dari bahasa yunani yaitu echinos/echinus = landak, derma = kulit. Echinodermata adalah hewan kulitnya seperti landak atau kulit berduri. Pada umumnya hidup di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal Singa. Jamur kancing. Amoeba. Melinjo

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal Singa. Jamur kancing. Amoeba. Melinjo 1. Organisme yang termasuk organisme uniseluler... SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.6 Singa Jamur kancing Amoeba Melinjo Kunci Jawaban : C Organisme uniseluler adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Hewan Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai tempat pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGBIAKAN ASEKSUAL TERIPANG KELING (Holothuria atra) DI KAMPUNG MANYAIFUN, RAJA AMPAT, PAPUA BARAT

PENGEMBANGBIAKAN ASEKSUAL TERIPANG KELING (Holothuria atra) DI KAMPUNG MANYAIFUN, RAJA AMPAT, PAPUA BARAT PENGEMBANGBIAKAN ASEKSUAL TERIPANG KELING (Holothuria atra) DI KAMPUNG MANYAIFUN, RAJA AMPAT, PAPUA BARAT Afandi Saputra *), Endang Gunaisah *), Fabian Ardianta *), dan Septyan Andriyanto **) *) Program

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 1. Bagian sel yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel adalah http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio-7-11a.png

Lebih terperinci

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN Achmad Farajallah Sistem Sirkulasi: mode umum Sistem transportasi internal akibat ukuran & strukturnya menempatkan sel-sel tubuh berada jauh dari lingkungan luar sistem yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, di Laboratorium Kesehatan Ikan dan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada 2. Morfologi dan Anatomi Nematoda 2.1. Bentuk tubuh nematoda secara umum Bentuk tubuh nematoda parasit tanaman adalah silindris memanjang atau vermiform, meruncing pada bagian ujung kepala dan ekor, mikroskopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Teripang Teripang yang dikenal dengan nama mentimun laut termasuk dalam kelas Holothuroidea dan merupakan salah satu anggota dari filum hewan berkulit duri (Echinodermata)

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

SEL, JARINGAN, ORGAN, DAN SISTEM ORGAN

SEL, JARINGAN, ORGAN, DAN SISTEM ORGAN SEL, JARINGAN, ORGAN, DAN SISTEM ORGAN Tujuan 1. Mengamati struktur sel 2. Membandingkan sel prokariotik dan eukariotik 3. Mengetahui bagian-bagian sel dan dapat menyebutkan fungsi dari bagian-bagian sel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

TERMINOLOGI ANATOMI. Oleh. Dr. Katrin Roosita, MSi.

TERMINOLOGI ANATOMI. Oleh. Dr. Katrin Roosita, MSi. TERMINOLOGI ANATOMI Oleh Dr. Katrin Roosita, MSi. DEFINISI ANATOMI (latin): ana = bagian, tomie = iris/potong Anatomi: ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh baik secara keseluruhan, maupun bagian-bagiannya,

Lebih terperinci

BAB I ORGANISASI ORGAN

BAB I ORGANISASI ORGAN BAB I ORGANISASI ORGAN Dalam bab ini akan dibahas struktur histologis dan fungsi dari parenkima dan stroma, organisasi organ tubuler, organisasi organ padat dan membran sebagai organ simplek. Semua organ

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daphnia sp 2.1.1 Klasifikasi Daphnia sp. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey 2009). Beberapa

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CNIDARIA. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

KLASIFIKASI CNIDARIA. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. KLASIFIKASI CNIDARIA By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Tujuan pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu : Menjelaskan klasifikasi Cnidaria Menjelaskan daur hidup hewan yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing, BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu cedera yang sangat beresiko. Hal ini dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing, yang pada kondisi lebih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci