BAB II KAJIAN TEORITIS. kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka dan wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIS. kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka dan wilayah"

Transkripsi

1 8 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Bencana Ada beberapa pengertian atau definisi tentang bencana, beberapa definisi cenderung merefleksi karakteristik berikut ini (Carter, 1991; UU No 24, 2007) : a. Gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan. Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka dan wilayah cakupan cukup luas atau menimbulkan banyak korban. b. Dampak ke manusia seperti kehilangan jiwa, luka-luka, dan kerugian harta benda. c. Dampak ke pendukung utama struktur sosial dan ekonomi seperti kerusakan infrastruktur : sistem jalan, sistem air bersih, listrik, komunikasi dan pelayanan utilitas penting lainnya. d. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. e. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. f. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan

2 9 teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Definisi bencana dalam buku Disaster Management A Disaster Manager s Handbook (Carter 1991) adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tibatiba atau progesive, yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa. Dalam UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Selanjutnya masih menurut UU No 24 tahun 2007 bencana terdiri atas : bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut : a. Bencana alam : bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabakan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam, antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

3 10 c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. 2.2 Banjir Menurut Raharjo (2009) banjir merupakan suatu keluaran(output) dari hujan (input) yang mengalami proses dalam sistem lahanyang berupa luapan air yang berlebih. Kejadian atau fenomena alamberupa banjir yang terjadi ahir-akhir ini di Indonesia memberikan dampakyang amat besar bagi korban dari segi material. Menurut Eko,T.P. (2003) beberapa jenis banjir terdiri atas : a. Banjir genangan Banjir genangan didefenisikan sebagai banjir yang terjadi hanya dalam waktu 6 jam setelah hujan lebat mulai turun. Biasanya juga dihubungkan dengan banyaknya awan kumulus yang menggumpal di angkasa, kilat atau petir yang keras dan badai tropis atau cuaca dingin. Umumnya terjadi akibat meluapnya air hujan yang sangat deras, khususnya bila tanah bantaran sungai tak mampu menahan banyak air. b. Banjir luapan sungai Banjir ini terjadi setelah proses yang cukup lama. meskipun proses itu bisa jadi lolos dari pengamatan sehingga datangnya banjir terasa mendadak dan mengejutkan, karena hal tersebut maka banjir ini juga biasa disebut sebagai banjir kiriman. Selain itu banjir luapan sungai kebanyakan bersifat musiman atau

4 11 tahunan dan biasanya berlangsung selama berhari - hari atau berminggu - minggu tanpa henti. c. Banjir pantai Banjir ini dikaitkan dengan terjadinya badai tropis. Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering makin parah akibat badai yang dipicu oleh angin kencang sepanjang pantai. Akibat perpaduan dampak gelombang pasang, badai atau tsunami, sehingga banjir ini juga biasa disebut sebagai banjir pasang surut. Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab-sebab berikut ini (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002) : a. Perubahan tata guna lahan (land-use) di daerah aliran sungai b. Pembuangan sampah c. Erosi dan sedimentasi d. Kawasan kumuh di sepnang sungai/drainase e. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat f. Curah hujan g. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai h. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai i. Pengaruh air pasang j. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut) k. Drainase lahan l. Bendung dan bangunan air m. Kerusakan bangunan pengendali banjir.

5 12 Ada 4 strategi dasar untuk pengelolaan banjir yang meliputi (Grigg, 1996) : a. Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan) b. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti penghijauan c. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi seperti asuransi, penghindaran banjir (flood proofing) d. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai. 2.3 Sistem Informasi Geografi Pengertian Sistem Informasi Geografi Adalah suatu hal yang tidak mudah untuk memberikan suatu definisi yang dapat memuaskan berbagai kalangan, karena sistem informasi geografi, yang kemudian disebut SIG banyak berkaitan dengan banyak disiplin ilmu, seperti teknologi informasi, keteknikan, survei dan fotogrametri, kartografi, sosioekonomi, dan geografi yang masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda (Juppenlatz dan Xiaoping Tian, 1996). Oleh karenanya, definisi yang mencakup keseluruhan aspek dan dapat diterima semua pihak secara memuaskan sangat sulit untuk dirumuskan.definisi yang ada hingga kini masih menurut sudut pandang disiplin ilmunya masing-masing. Pengertian SIG secara luas adalah sistem manual dan atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menghasilkan

6 13 informasi yang mempunyai rujukan spatial atau geografis. Banyak para ahli mencoba mendefinisikan SIG secara lebih operasional, misal Burrough (1986) mengemukakan bahwa SIG adalah seperangkat alat (tools)yang bermanfaat untuk pengumpulan, penyimpanan, pengambilan data yang dikehendaki, pengubahan dan penayangan data keruangan yang berasal dari gejala nyata di permukaan bumi. Arronof (1989) dalam bahasa yang lebih lugas mendefinikan SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yakni pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis, dan keluaran. Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa di dalam SIG tercermin adanya: (1) pemrosesan data spasial dalam bentuk digital (numeric) yang mendasarkan pada kerja komputer yang mempunyai persyaratan tertentu, disamping data lainnya yang berupa data atribut; (2) dinamisasi proses pemasukan, klasifikasi, analisis hingga keluaran (hasil); (3) menghasilkan informasi baru Penggunaan Sistem Informasi Geografi untuk Pemetaan Bencana a. Penelitian dan Analisis Untuk mengetahui daerah rawan bencana sistem informasi geografi (SIG) dapat membantu menentukan wilayahnya. Misalkan untuk wilayah Jawa, sangat berpotensi Gempa karena dilalui oleh lempeng samudra dan benua. Jawa juga merupakan daerah busur dalam vulkanik atau darah yang memiliki banyak

7 14 gunungapi yang aktif. Wilayah selatan Jawa berpotensi gempa dan tsunami. Oleh karena itu dengan memanfaatkan SIG dapat mengurangi dan bersiaga tehadap ancaman bencana tersebut. b. Pemetaan Bencana Berbasis Sistem Informasi Geografi Sistem informasi geografi (SIG) berdasarkan pemetaan tematik dari suatu area kemudian di tumpangkan dengan kepadatan penduduk, struktur yang rentan, latar belakang bencana, informasi cuaca dan lain lain akan menetukan siapakah, apakah dan yang mana lokasi yang paling beresiko terhadap bencana. Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang daerah sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola spasial yang mana mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat dipahami dan membantu mendukung proses pembuatan keputusan. SIG dapat digunakan dalam penentuan wilayah yang menjadi prioritas utama untuk penanggulangan bencana berikut penerapan standar bangunan yang sesuai, untuk mengidentifikasi struktur untuk retrofitting, untuk menentukan besarnya jaminan keselamatan terhadap masyarakat dan bangunan sipil, untuk mengidentifikasi sumber bencana, pelatihan dan kemampuan yang dimiliki secara spesifik terhadap bahaya yang dijumpai dan untuk mengidentifikasi area yang terkena banjir serta relokasi korban ke tempat yang aman. Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi prioritas utama dalam melakukan tindakan mitigasi. Semua langkah-langkah yang diambil bertujuan untuk menghindari bencana ketika diterapkan, langkah yang berikutnya adalah untuk bersiap-siap menghadapi situasi jika bencana menyerang. Akibatnya bagaimana jika atau

8 15 pemodelan kapabilitas SIG telah memberi suatu gagasan yang ideal tentang segala sesuatu yang diharapkan. SIG untuk kesiapsiagaan bencana adalah efektif sebagai sarana untuk menentukan lokasi sebagai tempat perlindungan di luar zone bencana, mengidentifikasi rute pengungsian alternatif yang mendasarkan pada scenario bencana yang berbeda, rute terbaik ke rumah sakit di luar zona bencana itu, spesialisasi dan kapasitas rumah sakit dan lain lain Komponen Sistem Informasi Geografi Data/informasi yang berkaitan dengan permasalahan akan dipecahkan harus dipilih dan diolah melalui pemrosesan yang akurat. Untuk keperluan tersebut sistem informasi geografi (SIG) menyediakan sejumlah komponen atau subsistem masukan data, pengelolaan data, manipulasi dan analisis data, dan keluaran data. > Masukan data (data input) Subsistem masukan data adalah fasilitas dalam SIG yang digunakan untuk memasukan data dan merubah bentuk data asli ke dalam bentuk data yang dapat diterima dan dipakai dalam SIG. Pemasukan data ke dalam SIG dilakukan dengan 3 cara, yakni : pelarikan atau penyiaman, digitasi, dan tabulasi. a. Pelarikan (scanning) Pelarikan atau penyiaman adalah proses pengubahan data grafis kontinyu menjadi data diskrit yang terdiri atas sel-sel penyusun gambar (pixel.). Pelarikan untuk gambar peta kini dapat dilakukan dengan portable scanner yang kini banyak beredar di pasaran.data hasil penyiaman disimpan dalam bentuk raster. Data raster ini dapat diubah menjadi data vektor melalui proses digitasi. SIG

9 16 berbasis raster banyak yang menyukai karena pengolahannya lebih mudah, proses tumpang susun (overlay) peta dapat dilakukan secara lebih cepat. b. Digitasi Digitasi adalah proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital, dalam struktur vektor. Pada struktur vektor ini data disimpan dalam bentuk titik (point), garis (lines) atau segmen, data poligon (area) secara matematis-geometris (Lo, 1986). Contoh tipe data titik adalah kota, lapangan terbang, pasar. Tipe data garis diantaranya adalah sungai, jalan, kontur topografik. Tipe data poligon/area antara lain ditunjukkan oleh bentuk-bentuk penggunaan lahan, klasifikasi tanah, daerah aliran sungai. Tipe-tipe data geografis tersebut dapat saling berinteraksi atau berinteraksi dengan data lain. Misal, data penggunaan lahan dapat berinteraksi dengan data jenis tanah. Pada beberapa perangkat lunak SIG berbasis windows, seperti Map Info dan ArcView, digitasi dapat dilakukan pada tampilan peta screen monitor komputer, yang merupakan display data hasil penyiaman. Digitasi dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah stretching. Digitasi dengan cara ini dianggap lebih memiliki akurasi yang lebih baik daripada digitasi dengan menggunakan digitizer table. Proses digitasi ini merupakan langkah dalam SIG yang paling banyak menyita waktu. c. Tabulasi Basis data dalam SIG dikelompokkan menjadi dua, yakni basis data grafis dan basis data non-grafis (atribut). Data grafis adalah peta itu sendiri, sedangkan data atribut adalah semua informasi non-grafis, seperti derajat kemiringan lereng, jenis tanah, nama tempat, dan lain-lain. Data atribut ini disimpan dalam bentuk

10 17 tabel, sehingga sering disebut basis data tabuler.data tabel ini kemudian dikaitkan dengan data grafis untuk keperluan analisis. > Pengelolaan data Pengelolaan data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan, penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari input data. Beberapa langkah penting lainnya, seperti pengorganisasian data, perbaiakan, pengurangan, dan penambahan dilakukan pada subsistem ini. > Manipulasi dan Analisis data Fungsi subsistem ini adalah untuk membedakan data yang akan diproses dalam SIG. Untuk merubah format data, mendapatkan parameter dan proses dalam pengelolaan dapat dilakukan pada subsistem ini. Upaya evaluasi terhadap subsistem ini perlu terus dilakuakan, karena subsistem ini merupakan sentra dalam proses kerjal SIG, dimana informasi baru yang akan dihasilkan ditentukan dalam proses subsistem ini. Beberapa fasilitas yang biasa terdapat dalam paket SIG untuk manipulasi dan analisis, meliputi empat unsur, yakni : fasilitas penyuntingan, interpolasi spasial, tumpang susun, modeling, dan analisis data (Danoedoro, 1996). a. Penyuntingan Sebenarnya, sebagian fungsi penyuntingan ini telah dilakuakan dalam subsistem manajemen data (khususnya data spatial), tetapi ada yang belum dikerjakan secara detail, yakni pemutakhiran (up dating) data. Sebagai contoh pemutakhiran data spasial antara lain, peta pola persebaran pemukiman untuk

11 18 tahun terbaru tidak perlu digitasi ulang, tetapi cukup diperbaharui dengan menambah data baru. b. Interpolasi spasial Interpolasi spasial merupakan jenis fasilitas SIG yang rumit, bahkan dapat dikatakan bahwa langkah ini tidak dapat dilakukan secara manual.setiap titik pada koordinat tertentu dalam peta memuat sejumlah informasi koordinat dan nilai-nilai tertentu suatu variabel yang dikehendaki.misal, pemasukan data berupa posisi koordinat dan kemiringan lereng, dapat diinterpolasi. Hasil dari proses interpolasi tersebut adalah peta kontinyu dimana setiap titik pada peta digital tersebut menyajikan informasi berupa nilai riil. c. Tumpang susun (overlay) Tumpang susun ini sebenarnya merupakan langkah di dalam SIG yang dapat dilakukan secara manual, tetapi cara manual terbatas kemampuannya. Bila peta yang akan ditumpangsusunkan lebih dari 4 lembar peta tematik, maka kan terjadi kerumitan besar dan sukar dirunut kembali dalam menyajikan satuansatuan pemetaan baru (Danoedoro, 1996). Software SIG yang berbasis raster dapat melakukan proses tumpang susun secara lebih cepat daripada software SIG berbasis vektor. Proses tumpang susun lebih cepat pada SIG berbasis raster karena proses ini dilakukan antar pixel dari masing-masing input data peta pada koordinat yang sama, tidak harus merumuskan lagi topologi baru untuk satuan pemetaan baru yang dihasilkan dari proses ini sebagaimana yang terjadi pada SIG berbasis vektor.

12 19 d. Pembuatan Model dan Analisis data Bila input data telah masuk dan tersusun dalam bentuk basis data, maka proses pembuatan model (modeling) dan analisis data menjadi efisien, dapat dilakukan kapan saja dan dapat dipadukan dengan input data peta baru. Pada bagian inilah terletak manfaat SIG yang besar, yakni ketika seluruh data telah tersedia dalam bentuk digital. > Keluaran data (data output) Subsistem ini berfungsi untuk menayangkan (displaying) informasi baru dan hasil analisis data geografis secara kuantitatif maupun kualitatif.wujud keluaran ini berupa peta, tabel atau arsip elektronik (file). Keluaran data ini tidak hanya ditayangkan pada monitor, tetapi selanjutnya perlu disajikan dalam bentuk cetakan(hardcopy), dengan maksud agar dapat dibaca, dianalisis, dan diketahui persebarannya secara visual (khusus untuk data peta).

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN URGENSINYA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Bambang Syaeful Hadi*) ABSTRAK

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN URGENSINYA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Bambang Syaeful Hadi*) ABSTRAK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN URGENSINYA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh : Bambang Syaeful Hadi*) ABSTRAK Sistem pengolahan data berkembang sangat cepat seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara astronomi berada pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis Indonesia terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB II JENIS-JENIS BENCANA Kuliah ke 2 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB II JENIS-JENIS BENCANA Dalam disaster management disebutkan bahwa pada dasarnya bencana terdiri atas

Lebih terperinci

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA)

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA) BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA) Delapan kecamatan di Kota Cilegon dilanda banjir, Rabu (25/4). Banjir kali ini merupakan yang terparah karena merata di seluruh kecamatan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Menurut undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

Sosialisasi Kebumian dan Kebencanaan

Sosialisasi Kebumian dan Kebencanaan Sosialisasi Kebumian dan Kebencanaan Daerah Lampung Barat termasuk di dalamnya mempunyai tingkat kerawanan terhadap gempa bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan kota Liwa terletak pada zona patahan besar

Lebih terperinci

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Miko Kamal, PhD Miko Kamal & Associates Ins&tut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara (ireformbumn) 1 Struktur bahasan Bencana Penyelenggaraan Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana BAB II DISASTER MAP 2.1 Pengertian bencana Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yang dimaksud dengan bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara maritim dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah perairan kurang lebih 70,8 % dari luas permukaan bumi yang luasnya

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun 1989, Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfer dengan sudut

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali Kearifan lokal masyarakat Lampung Barat terhadap bencana khususnya gempabumi yang sering melanda wilayah ini sudah banyak ditinggalkan. Kearifan lokal tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kekritisan Daerah Resapan Jika masalah utama yang sedang berjalan atau telah terjadi di DAS/Sub DAS adalah besarnya fluktuasi aliran, misalnya banjir dan kekeringan, maka dipandang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Rencana Aksi Daerah (RAD) 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Dari aspek geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di antara

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggaunggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12) SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12) SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA Oleh: Dr.Ir. Yuzirwan Rasyid, MS Beberapa Subsistem dari SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1. Subsistem INPUT 2. Subsistem MANIPULASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

Empowerment in disaster risk reduction

Empowerment in disaster risk reduction Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan menyebakan bencana alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Meningkatnya frekuensi curah hujan, khususnya yang terjadi di musimmusim penghujan dan bertambahnya populasi serta permukiman penduduk di daerah Kota Medan setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data historis hampir semua jenis bencana pernah berulangkali terjadi di Indonesia, seperti: gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, longsor, banjir, kekeringan,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PEMETAAN BENCANA ALAM MENGGUNAKAN GOOGLE MAPS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PEMETAAN BENCANA ALAM MENGGUNAKAN GOOGLE MAPS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PEMETAAN BENCANA ALAM MENGGUNAKAN GOOGLE MAPS Agus Qomaruddin Munir Fakultas Sains & Teknologi, Universitas Respati Yogyakarta Jl. Laksda Adisucipto Km. 6,3 Depok Sleman Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan (Hamdani, 2011 : 21). Adapun kegiatan belajar seperti menghitung, membaca, menulis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi tinggi dalam bahaya-bahaya alam atau geologis, terutama tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Direktorat Geologi Tata Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir bukanlah fenomena baru di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sudah menjadi pemandangan rutin tahunan di Ibu Kota dan beberapa kota di Indonesia ketika musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, a. bahwa penyusunan rencana

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE)

TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE) TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE) Oleh: Tri Mulyadi 134130071 Sistim Informasi Geografis (SIG) mempunyai peran yang semakin penting dalam berbagai

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana Kuliah ke 1 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB I PENDAHULUAN Bencana menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, sebagai salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci