PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA Nama Mahasiswa : AndikaWijaya K. NRP : Jurusan : Teknik Lingkungan Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD Abstrak Kualitas udara ambien di beberapa kota di Indonesia pada umumnya menunjukkan kondisi yang semakin buruk dari tahun ke tahun. Hal itu menyebabkan banyak kerugian bagi manusia, baik dalam hal penurunan kesehatan hingga kerugian finansial. Dan untuk mencegah terjadinya pencemaran udara lebih jauh, pemerintah telah melakukan beberapa upaya yang diantaranya adalah dengan mengoperasikan jaringan pemantau kontinyu otomatis. Akan tetapi pemantau kualitas udara dengan cara ini dinilai mahal dan kurang efektif. Oleh karenanya perlu dipertimbangkan alternatif lain yang murah dan lebih sederhana namun tetap efektif serta akurat dimana salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator dalam pemantauan kualitas udara atau yang dikenal dengan biomonitoring. Metodologi penelitian dalam tugas akhir ini adalah studi literatur yang dilengkapi dengan studi kasus sebagai bentuk implementasinya. Literatur yang digunakan berasal dari sumbersumber yang terpercaya dan ilmiah serta terkait langsung dengan topik tugas akhir yaitu penggunaan tumbuhan sebagai bioindikator dalam pemantauan pencemaran udara. Sedangkan studi kasus yang dilakukan adalah pemantauan biologis terhadap polusi udara di Jalan Ahmad Yani dengan menggunakan tanaman sebagai bioindikatornya dan penelitian eksperimental dengan memaparkan polutan pencemar udara pada tanaman bioindikator yang ditempatkan di reaktor rumah tanaman. Tanaman bioindikator yang digunakan adalah tanaman bayam (Amaranthus sp) sebagai bioindikator dari SO 2 dan tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) sebagai bioindikator dari NOx. Dalam kondisi yang normal, udara ambien menyediakan komponen-komponen udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bagi tumbuhan. Komponenkomponen udara tersebut meliputi nitrogen, oksigen, karbondioksida dan sulfur. Akan tetapi apabila kualitas udara ambien memburuk atau tercemar, maka tumbuhan akan menunjukkan 2 respon terhadap keberadaan pencemaran udara tersebut yaitu respon makrokopis dan respon mikrokopis. Respon tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai indikator dari adanya pencemaran udara. Akan tetapi tidak semua tumbuhan dapat digunakan sebagai bioindikator dari pencemaran udara. Beberapa kriteria dari tumbuhan sebagai bioindikator pencemaran udara antara lain adalah SMART (Specific, Measurable, Attributable, Relevant dan Timely). Sedangkan jenis-jenis tumbuhan bioindikator pencemaran udara antara lain adalah dari spesies Bryophyta, Lichen, dan tumbuhan tingkat tinggi. Pemantauan pencemaran udara dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikatornya bergantung pada jenis skema yang digunakan, metode yang dipilih, dan jenis tumbuhan yang digunakan. Secara umum pada studi kasus menunjukkan bahwa kerusakan pada pertumbuhan tanaman akibat pengaruh lingkungan seperti konsentrasi polutan rendah dengan lama pemaparan yang relatif singkat, temperatur dan kecepatan angin yang normal, tidak menunjukkan adanya luka yang nyata (kematian dari beberapa atau semua bagian tanaman) namun hanya menunjukkan berupa penurunan pertumbuhan sebagai akibat kelainan fungsi fisiologi. Kata Kunci : Tumbuhan, bioindikator, respon pencemaran udara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 pasal 1 ayat 14 pencemaran lingkungan yaitu masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut PP No. 41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1 pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, 1

2 sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan hasil studi Ostro (1994) dalam Farida (2004) menunjukkan bahwa pencemaran udara di Jakarta mengakibatkan munculnya 1200 kasus kematian prematur, 32 juta kasus gejala penyakit pernafasan dan 464 ribu kasus penyakit asma. Kerugian finansial akibat kasus-kasus ini diperkirakan sebesar 500 milyar rupiah. Hal ini tentu bertentangan dengan pernyataan di dalam UUD 45 yang menyangkut langsung hak atas lingkungan hidup terdapat di dalam Pasal 28 H ayat 1: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan." Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah melakukan suatu tindakan yang ekstra untuk menangani masalah pencemaran udara ini. Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara lebih jauh serta untuk mengevaluasi dan mengestimasi tingkat dampak pencemaran udara dan juga untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran udara maka dibutuhkanlah suatu sistem pemantauan kualitas udara ambien. Menurut BAPPENAS (2006) dan Sutardi (2008) salah satu cara pemantauan kualitas udara ambien di Indonesia adalah dengan mengoperasikan jaringan pemantau kontinyu otomatis yang dilakukan di 10 kota sejak tahun 2000 untuk memantau konsentrasi CO, debu (PM 10), SO 2, NOx, dan O 3. Akan tetapi dibalik itu, menurut Sutardi (2008) selain memerlukan biaya investasi, operasional, dan perawatan yang tinggi, pemantauan kualitas udara ambien dengan cara ini juga memiliki beberapa kendala lainnya antara lain adalah terbatasnya alat pemantau, minimnya dana, serta pengamatan yang hanya terfokus pada jalan raya sehingga pengambilan sampel tidak mewakili lingkungan secara keseluruhan. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan alternatif lain yang murah dan lebih sederhana namun tetap efektif serta akurat dimana salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan bioindikator dalam pemantauan kualitas udara atau yang dikenal dengan biomonitoring. Menurut Mulgrew et al (2000) biomonitoring adalah penggunaan respon biologi secara sistematik untuk mengukur dan mengevaluasi perubahan dalam lingkungan, dengan menggunakan bioindikator. Sedangkan bioindikator adalah organisme atau respons biologis yang menunjukan masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Menurut Karlianyah (1997) tumbuhan adalah bioindikator yang baik dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka pencemar. Berdasarkan latar belakang penjelasan di atas penulis merasa perlu dan tertarik untuk melakukan studi literatur terkait penggunaan tumbuhan sebagai indikator dalam pemantauan pencemaran udara. Studi literatur yang dilengkapi dengan studi kasus sebagai bentuk implementasi dari studi literatur, diharapkan dapat menjadi suatu solusi dalam melaksanakan upaya pemantauan pencemaran udara Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diperoleh suatu perumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana hubungan antara tumbuhan dengan udara 2. Bagaimana respon tumbuhan terhadap pencemaran udara 3. Bagaimana kriteria-kriteria dan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara 4. Bagaimana skema, metode dan tahaptahap yang dilakukan dalam pemantauan pencemaran udara dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. 1.3 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah : 1. Mengindentifikasi dan mempelajari hubungan antara tumbuhan dengan udara 2. Mengindentifikasi dan mempelajari mengenai bentuk respon tumbuhan terhadap pencemaran udara 3. Mengindentifikasi dan mempelajari kriteria dan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara 4. Mengindentifikasi dan mempelajari skema, metode serta tahap-tahap yang dilakukan dalam pemantauan pencemaran udara dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. 2

3 BAB II METODOLOGI STUDI 2.1 Umum Metodologi studi dalam tugas akhir ini adalah studi literatur yang dilengkapi dengan studi kasus sebagai bentuk implementasinya. Studi literatur ini akan dilakukan dalam rentang waktu penyusunan laporan secara keseluruhan dan akan bertindak sebagai landasan teori maupun analisa pembahasan dalam memecahkan masalah dari studi kasus yang ada. Sumber literature akan didapatkan dari berbagai textbook, jurnal-jurnal ilmiah, artikel ilmiah, laporan penelitian, website dan internet maupun dari sumber-sumber terpercaya dan ilmiah lainnya. Pada studi kasus akan dilakukan pemantauan polusi udara di Jalan Ahmad Yani dengan menggunakan tumbuhan sebagai indikatornya (bioindikator). Pemantauan dilakukan dengan metode aktif, dimana akan dilakukan penelitian dengan menempatkan tanaman tertentu yang merupakan tanaman yang sensitif terhadap pencemaran udara. Perubahanperubahan yang terjadi pada tumbuhan yang ditempatkan dapat dijadikan sebagai suatu indikasi dari adanya pencemaran udara. Selain itu dilakukan pula penelitian dalam skala laboratorium dimana digunakan tumbuhan dengan spesies yang sama seperti halnya dengan tumbuhan yang ditempatkan di Jalan Ahmad Yani. Penelitian dilakukan dengan mengkondisikan tanaman pada paparan polutan yang secara rutin diberikan di dalam suatu reaktor. Perubahan-perubahan yang terjadi pada tumbuhan akibat paparan polutan dapat dijadikan sebagai suatu indikasi dari adanya pencemaran udara. Dalam melakukan penelitian di atas akan dibutuhkan tanaman kontrol yang akan bertindak sebagai pembanding dari keadaan yang normal dengan keadaan yang terpapar polutan udara, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Tanaman bioindikator yang digunakan adalah tanaman bayam (Amaranthus sp) sebagai bioindikator dari SO 2 dan tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) sebagai bioindikator dari NOx. 2.2 Populasi dan Sampel Studi Kasus Populasi tanaman yang digunakan dalam studi kasus ini adalah 15 pot tanaman Bayam (Amaranthus sp) dan Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa). Tanaman-tanaman tersebut dibagi-bagi menjadi sebagai berikut : Dalam reaktor rumah tanaman terdapat 5 buah tanaman Bayam (Amaranthus sp) dan 5 buah tanaman Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa) Di jalur tengah trotoar pembatas Jalan Ahmad Yani terdapat 5 buah Bayam (Amaranthus sp) dan 5 buah tanaman Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa). Sebagai tanaman kontrol yaitu 5 buah tanaman Bayam (Amaranthus sp) dan 5 buah tanaman Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa). Variabel-variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun, keliling batang, warna daun serta luka daun yang terlihat. 2.3 Kelompok Perlakuan Terdapat 3 kelompok perlakuan yang digolongkan berdasarkan lama dan tingkat pemaparan dari polutan pencemaran udara. Perincian kelompok perlakuan adalah sebagai berikut : Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 : diberi pemaparan gas polutan selama 0 jam (kontrol) : diberi pemaparan gas polutan asap sepeda motor selama 7 jam (reaktor rumah tanaman) : diberi pemaparan gas polutan kendaraan-kendaraan bermotor selama 24 jam (Jalan Ahmad Yani) 2.4 Pengukuran Udara Ambien Pengukuran sulfur dioksida (SO 2 ) dengan menggunakan metode Konduktivitimetri Manual Pengukuran nitrogen oksida (NOx) dengan menggunakan metode Reaksi Griess Saltzman 2.5 Analisa dan pembahasan Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman terkait parameter tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun, dan keliling batang kemudian akan diolah dengan menggunakan program Ms. Excel sehingga akan diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan pertumbuhan tanaman pada setiap parameter di seluruh perlakuan. Sedangkan untuk parameter luka daun dan warna daun akan di analisa secara visual deskriptif dan kemudian di akhir semuanya akan dibahas dengan menggunakan studi literatur. 3

4 BAB III STUDI LITERATUR A. Tumbuhan dan Kebutuhannya Terhadap Udara 3.1 Biologi Tumbuhan Tumbuhan adalah organisme multiseluler yang berkembang dari organisme yang uniseluler serta ada deferensiasi ke arah jaringan. Tumbuhan merupakan organisme yang mampu memproduksi makanannya sendiri dengan memanfaatkan cahaya matahari dan karbon dioksida sebagai bahan utamanya yang kemudian dikenal dengan istilah fotosintesis. Tumbuhan terbagi dalam beberapa kelompok yaitu tumbuhan tidak berpembuluh dan tumbuhan berpembuluh. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah ada/tidak adanya jaringan pembuluh dan ada/tidak adanya akar, batang, dan daun. 3.2 Kualitas Udara Ambien Menurut Mangkoedihardjo dan Samudro (2010) udara merupakan komponen ekosistem yang terbesar dibandingkan komponen perairan dan tanah. Menurut Kristanto (2004) udara memiliki pengertian yaitu kumpulan dari berbagai macam gas yang terdapat dalam lapisan atmosfer yang mengelilingi bumi. Komposisi udara tidak selalu kontan melainkan selalu bervariasi dari waktu ke waktu karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti cuaca, suhu, angin, serta aktivitas dari manusia maupun gejala alam. Komposisi normal udara kering, dimana semua uap air telah dihilangkan, berada pada kondisi yang relatif konstan. Pada Tabel 3.1 disebutkan komposisi udara kering beserta konsentrasinya yang dinyatakan dalam persen atau ppm (part per million). Tabel 3.1 Komposisi Udara Kering dan Bersih Komponen % Volume ppm Nitrogen 78, Oksigen 20, Argon 0, Karbondioksida 0, Neon 0, Helium 0, Metana 0, Kripton 0, NO 3-0,5 H 2-0,5 Xenon - 0,08 NO 2-0,02 Ozon - 0,01-0,04 Sumber : Ryadi, 1982 Catatan : 1 ppm adalah satu bagian perjuta, 1 ml gas dalam 1 juta ml udara Udara yang belum tercemar selain mengandung uap air, gas-gas innert juga mengandung aerosol yaitu campuran partikelpartikel padat dan cair yang sangat halus. Aerosol berupa partikel cair atau padat yang tersuspensi di dalam gas. Ukuran partikel aerosol antara 0, um. Partikel-partikel yang berdiameter kurang dari 2,5 um pada umumnya dianggap halus dan partikel yang berdiameter lebih besar dari 2,5 um dianggap kasar. Pada udara, selain gas juga terdapat aerosol yang terdiri dari partikel debu, abu, garam, dan asap. Jenis aerosol yang dominan di udara yang mengakibatkan pencemaran, seperti tercantum pada Tabel 3.2. di bawah ini. Tabel 3.2 Komposisi Aerosol di Atmosfir Bumi Jenis aerosol Persentasi (%) Debu 20 Abu 10 Garam 40 Asap 5 Spora, Virus dll 25 Total 100 Sumber : Harmantyo (1989) Komposisi udara seperti Tabel 3.4 di atas merupakan udara normal dan dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan udara di alam tidak pernah dijumpai dalam keadaan bersih tanpa polutan sama sekali. Hal itu terjadi akibat aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, sehingga udara sering kali menurun kualitasnya. Perubahan ini dapat berupa sifat-sifat fisis maupun kimiawi. Perubahan kimiawi dapat berupa pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara. Kondisi seperti itu lazim disebut dengan pencemaran (polusi) udara. Adapun mengenai pencemaran udara akan dibahas pada bagian selanjutnya. 4

5 3.3 Kebutuhan Tumbuhan Terhadap Komponen Udara Untuk menunjang kehidupannya, tumbuhan membutuhkan unsur-unsur esensial yang diperolehnya dari lingkungan dimana tumbuhan tersebut hidup. Selain dari air dan tanah, unsur-unsur esensial juga diperoleh dari udara. Komponen udara yang dibutuhkan oleh tumbuhan adalah nitrogen, oksigen, karbondioksida, dan sulfur. Nitrogen dan sulfur diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan senyawa metabolisme, oksigen diperlukan sebagai komponen utama untuk respirasi serta merupakan produk dari proses fotosintesis tumbuhan, sedangkan karbondioksida sebagai bahan baku pembuatan makanan dalam proses fotosintesis Kebutuhan tumbuhan terhadap nitrogen Nitrogen merupakan unsur kunci dalam asam amino dan asam nukleat, dan ini menjadikan nitrogen penting bagi semua kehidupan. Protein disusun dari asam-asam amino, sementara asam nukleat menjadi salah satu komponen pembentuk DNA dan RNA. Sejumlah organisme mampu melakukan fiksasi N dan N-bebas akan berasosiasi dengan tumbuhan. Senyawa N-amonium dan N- nitrat yang dimanfaatkan oleh tumbuhan akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali memasuki sistem lingkungan melalui sisa-sisa jasad renik. Proses fiksasi memerlukan energi yang besar, dan enzim (nitrogenase) bekerja dan didukung oleh oksigen yang cukup. Kedua faktor ini sangat penting dalam memindahkan N-bebas dan sedikit simbiosis oleh organisme Kebutuhan tumbuhan terhadap oksigen Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen untuk bernafas. Pada tumbuhan, istilah bernafas dikenal sebagai respirasi. Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untuk kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. Respirasi pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua yaitu aerob dan anaerob, respirasi aerob memerlukan oksigen O 2, sedangkan respirasi anaerob tiidak memerlukan oksigen, untuk respirasi anaerob dibedakan menjadi obligatif dan fakultatif, respirasi anaerob obligatif mutlak memerlukan oksigen sedangkan anaerob fakultatif dapat berlangsung tanpa atau dengan oksigen Kebutuhan tumbuhan terhadap karbon Bagian terbesar karbon yang ada di atmosfer bumi adalah gas karbondioksida (CO 2 ). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basisi molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global Kebutuhan tumbuhan terhadap sulfur Ada tiga sumber alami pokok unsur hara belerang (S) bagi tanah yang menyediakan belerang untuk tanaman. Ketiga sumber tersebut ialah: (1) mineral tanah, (2) gas belerang dalam atmosfir, dan (3) bahan organik. Disamping itu ada 4 aliran utama S ke atmosfir dengan urutan sebagai berikut; lepasan/produk bakteri < pembakaran bahan bakar fosil < penghembusan garam-garam laut < pelepasan gas vulkanik. Unsur ini diserap oleh tanaman hampir seluruhnya dalam bentuk ion sulfat (S ) dan hanya sejumlah kecil sebagai gas belerang (SO 2 ) yang diserap langsung dari tanah dan atmosfir. Pada umumnya belerang dibutuhkan tanaman dalam pembentukan asam amino sistin, sistein dan metionin. Disamping itu S juga merupakan bagian dari biotin, tiamin, ko-enzim A dan glutationin. Diperkirakan 90% S dalam tanaman ditemukan dalam bentuk asam amino, yang salah satu fungsi utamanya adalah penyusun protein yaitu dalam pembentukan ikatan disulfida antara rantai-rantai peptida. Belerang merupakan bagian (konstituen) dari hasil metabolisme senyawa-senyawa kompleks. Belerang juga berfungsi sebagai aktivator, kofaktor atau regulator enzim dan berperan dalam proses fisiologi tanaman. Selain fungsi yang dikemukakan di atas, peranan S dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman sangat banyak dan penting, diantaranya adalah (1) merupakan bagian penting dari ferodoksin, suatu komplex Fe dan S yang terdapat dalam kloroplas 5

6 dan terlibat dalam reaksi oksidoreduksi dengan transfer elektron serta dalam reduksi nitrat dalam proses fotosintesis, (2) S terdapat dalam senyawasenyawa yang mudah menguap yang menyebabkan adanya rasa dan bau pada rumputrumputan dan bawang-bawangan. Belerang dikaitkan pula dengan pembentukan klorofil yang erat hubungannya dengan proses fotosintesis dan ikut serta dalam beberapa reaksi metabolisme seperti karbohidrat, lemak dan protein. Belerang juga dapat merangsang pembentukan akar dan buah serta dapat mengurangi serangan penyakit. B. Respon Tumbuhan Terhadap Pencemaran Udara 3.4 Pencemaran Udara Wardana (1995) dalam Siregar (2005) menyebutkan bahwa udara yang dihirup hewan dan manusia merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Walaupun demikian, udara yang benar-benar bersih sulit didapatkan terutama di daerah perkotaan yang merupakan daerah yang padat akan industri dan aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor. Udara yang mengandung zat pencemar disebut udara tercemar. Udara tercemar ini dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan menggangu kehidupan manusia. Dengan adanya kerusakan lingkungan maka akan menyebabkan berkurangnya daya dukung alam terhadap kehidupan, yang selanjutnya akan berdampak langsung terhadap kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Menurut Pohan (2002) pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing didalam udara dalam jumlah tertentu serta berada diudara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Bila keadaan itu terjadi maka di udara dikatakan telah tercemar. Roosita (2007) menyebutkan bahwa polutan pencemar udara digolongkan menjadi 2 yaitu sebagai polutan primer dan polutan sekunder. Polutan primer adalah polutan polutan yang diemisikan langsung dari sumbernya, baik itu berasal dari sumber ilmiah maupun dari kegiatan manusia sebagai contoh yaitu debu dari letusan gunung berapi dan SOx dari asap cerobong pabrik. Di dalam udara ambien, sebagian polutan primer akan mempertahankan bentuk senyawa aslinya sementara sebagian yang lain akan bertransformasi ke bentuk lain ketika terjadi interaksi dengan sesama polutan atau dengan unsur atmosfer lainnya. Polutan-polutan yang terbentuk dari hal tersebut dinamakan dengan polutan sekunder. Sebagai contoh adalah O 3 (ozon) dan PAN (peroxyacetyl nitrate) yang terbentuk dari reaksi HC x, NO x, dan Oksigen. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yakni : a.) Karena faktor internal (secara alamiah),contoh: 1. Debu yang berterbangan akibat tiupan angin. 2. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik. 3. Proses pembusukan sampah organik, dll. b.) Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh : 1. hasil pembakaran bahan bakar fosil. 2. debu / serbuk dari kegiatan industri. 3. pembakaran zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara. Menurut Meetham (1981) dalam Siregar (2005) senyawa pencemar udara berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Senyawa partikel yang bersifat reaktif 2) Partikel-partikel halus yang berada di atmosfer dalam jangka waktu yang lama 3) Partikel-partikel kasar yang segera jatuh ke permukaan tanah Senyawa-senyawa pencemar tersebut antara lain adalah SO 2, SO 3, NO, NO 2, CO, NH 3, O3, asam hidroklorit, senyawa flour dan unsurunsur radioaktif. Bentuk utama dari partikelpartikel halus adalah kabut yang berasal dari proses pembakaran tak sempurna dari bahan bakar. Sedangkan bentuk utama partikel kasar adalah dalam bentuk senyawa organik. Senyawa SO 2, asap dan debu dapat menjadi bahan pembentuk senyawa pencemar udara yang lain. 6

7 3.5 Respon Tumbuhan Terhadap Zat-Zat Pencemar Udara Muud (1975) dalam Siregar (2005) mengemukakan bahwa pencemar atmosfir secara merugikan merusak tumbuhan dalam beberapa cara. Kerusakan akibat pencemaran sering secara umum diklasifikasikan ke dalam akut, kronis atau tersembunyi. Menurut Kozlowski et al (1991) dalam Siregar (2005) pada umumnya pencemaran udara baik secara individual maupun kombinasi akan menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman yang kemudian akan diekspresikan dalam gangguan pertumbuhan. Rinawati (1991) menyebutkan bahwa setiap pohon memiliki respon-respon yang berbeda terhadap masing-masing pencemar udara baik itu dalam bentuk gas ataupun partikel. Perbedaan tersebut tergantung dari jenis pohon dan susunan genetiknya. Dan faktor-faktor lain yang ikut berperan diantaranya adalah tingkat pertumbuhan pohon, jarak terhadap sumber pencemar, konsentrasi bahan pencemar, dan durasi paparan pencemar. Malhotra dan Khan (1984) dalam Treshow, et al. (1989) menyebutkan bahwa dari beberapa hasil penelitian pencemaran udara mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan tingkat produktivitas tanaman yang diikuti pula dengan beberapa gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena pencemaran udara berawal dari tingkat biokimia (gangguan proses fotosintesis, respirasi, serta biosintesis protein dan lemak), selanjutnya tingkat ultrastruktural (disorganisasi sel membran), kemudian tingkat sel (dinding sel, mesofil, pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan terlihatnya gejala pada jaringan daun seperti klorosis dan nekrosis Respon tumbuhan secara makrokopis Kerusakan daun Kondisi udara yang terpolusi akan mempengaruhi lingkungan, termasuk vegetasi pada lanskap yang sengaja ditanam untuk menyerap polutan pencemar udara. Menurut Widagdo (2005) sebagian besar bahan-bahan pencemar udara mempengaruhi tanaman melalui daun. Jaringan daun terdiri dari epidermis, mesofil, dan berkas pembuluh. Mekanisme tanaman untuk bertahan dari zat pencemar udara adalah melalui pergerakan membuka dan menutup stomata dan proses detoksifikasi. Kerusakan akut, yang terjadi pada daun, pada awalnya ditandai oleh adanya penampakan kekurangan kandungan air, yang kemudian akan berkembang menjadi mengering dan memutih hingga sampai berwarna gading pada kebanyakan spesies. Selain itu dijumpai pula pada beberapa species, perubahan warna daun yang terpapar polutan pencemar menjadi coklat atau merah kecoklatan. Bentuk kerusakan seperti ini disebabkan oleh penyerapan gas pencemar udara yang terpapar dengan konsentrasi yang cukup tinggi sehingga jaringan daun akan rusak dalam waktu yang relatif singkat. Perubahan warna daun menjadi kuning yang berlanjut hingga memutih dapat menandai bahwa telah terjadi kerusakan secara kronis. Kebanyakan hal ini terjadi karena rusaknya klorofil dan karotenoid akibat absorpsi sejumlah gas pencemar dalam konsentrasi subletal dalam periode waktu yang lama. Berat kering daun, penurunan tebal daun, ukuran sel, kehilangan daun dan cepatnya penuaan menandakan adanya pencemaran asap dan SO 2. Beberapa polutan sekunder diketahui bersifat sangat merusak tanaman. Percobaan dengan cara pengasapan tanaman digunakan konsentrasi 1,0 ppm sedangkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi (3.5 ppm atau lebih) terjadi nekrosis atau kerusakan pada tenunan daun. Daun tumbuhan dikotil umumnya menunjukkan adanya bercak antara tulang-tulang daun dan pada monokotil umumnya terjadi garis nekrosis antara tulang-tulang daun paralel. Kerusakan dapat terjadi juga pada tepi dan pucuk daun. Tanda-tanda yang diakibatkan oleh Ozone, Nitrogen Oksida dan Khlorine hampir sama. Pengurangan perluasan daun kotiledon dalam tanggapannya terhadap pencemaran telah diamati untuk beberapa kasus. Luka-luka nekrotik dan penurunan produktivitas primer bersih dalam konsentrasi SO 2 yang berbeda-beda. Pada saat ini morfologi epidermis telah dipelajari sebagai indikator dalam tanggapannya terhadap bahan pencemar khususnya SO 2. Kerusakan kutikula dan epidermis dapat digunakan untuk mengidikasikan adanya pencemaran udara. Salah satu faktor yang bisa menghambat kerusakan daun akibat pencemaran udara yaitu adanya lapisan lilin pada daun. Lapisan lilin pada daun berfungsi sebagai penahan kandungan air, mengontrol pertukaran gas, mengurangi pelepasan nutrient dan metabolit serta sebagai pelindung dari bahan pencemar yang reaktif seperti SO 2, NO 2, dan O 3. Akan tetapi lilin daun dapat dirusak oleh 7

8 abrasi angin, gesekan dan interaksi kimia dengan polutan dalam waktu yang lama. Fitter dan Hay (1998) mengemukakan bahwa daun-daun tanaman yang dihadapkan pada dosis SO 2, NO 2, dan O 3 yang rendah tidak menyebabkan perobekan luka yang nyata (terlihat jelas), namun menyebabkan perobekan sistem membran tilakoid dalam kloroplas. Menurut Fitter dan Hay (1998), tanaman yang diberi polutan dengan konsentrasi tinggi umumnya menyebabkan perlukaan yang nampak karena kematian, menjadi kering, dan jaringan daun lokal memutih. Pada beberapa kasus, penyebabnya dapat diidentifikasi dari kerusakan khas yang dihasilkan, sebagai contoh : SO 2 klorosis di dalam urat daun NOx spot warna coklat atau hitam tak teratur, pada urat daun atau tepi daun O 3 bintik putih, kuning atau coklat ( 0,1-1 mm) pada permukaan daun sebelah atas, berkaitan dengan stomata HF ujung terbakar atau nekrosa tepi Daun tumbuhan dikotil umumnya menunjukkan adanya bercak antara tulang-tulang daun dan pada monokotil umumnya terjadi garis nekrosis antara tulang-tulang daun paralel. Kerusakan dapat terjadi juga pada tepi dan pucuk daun. Tanda-tanda yang diakibatkan oleh Ozone, Nitrogen oksida dan Khlorine hampir sama. Pengurangan perluasan daun kotiledon dalam tanggapannya terhadap pencemaran telah diamati untuk beberapa kasus. Berikut ini dapat dilihat perbedaan antara daun yang terpapar polutan dengan yang normal pada Gambar 3.6. Sumber : tanaman. blogspot. com/ 2010/ 05/ nekrosis-dan-klorosis.html Gambar 3.1 Klorosis Pada Daun Gangguan perkecambahan Perkecambahan biji banyak digunakan untuk memantau responnya terhadap pencemaran. Parameter-parameter pertumbuhan seperti persentase perkecambahan, daya hidup biji, tinggi bibit, pengembangan kotil dan berat kering/segar dapat digunakan untuk mendeteksi bahan pencemaran yang khas. Phaseolus vulgaria tumbuh di daerah bebas asap atau dipengaruhi asap. Thiosulfat berpengaruh toksik dan menghambat perkecambahan pada kebanyakan tumbuhan. Di samping perkecambahan biji, perkecambahan tepung sari Nicotiana sylvestris juga digunakan untuk mengindikasikan pencemaran Perubahan morfologi Pada percobaan yang dilakukan Rushayati dan Maulana (2005) diamati bahwa terjadi penurunan pertumbuhan terkait dengan diameter batang dan tinggi tanaman pada tanaman Kenari dan Akasia ketika diberi emisi polutan udara dengan beberapa parameter yaitu μg/m3 CO, 149,07 μg/m3 SO2, 78,87 μg/m3 NO2, dan 43,1 μg/m3 debu. Pada saat ini morfologi epidermis telah dipelajari sebagai indikator dalam tanggapannya terhadap bahan pencemar khususnya SO 2. Kerusakan kultikula dan epidermis dapat digunakan untuk mengidikasikan adanya pencemaran udara Respon tumbuhan secara mikrokopis Penurunan kadar klorofil Pengaruh polutan pencemar udara terhadap pigmen fotosintesis sangat besar.sebagai contoh adalah kerusakan klorofil yang terjadi pada lichenes setelah diberi pemaparan dosis SO 2 sebesar 5 ppm dengan durasi waktu pemaparan selama 24 jam. Pada konsentrasi tinggi ini, molekul klorofil terdegradasi menjadi phaeophitin dan Mg 2 +. Pada proses ini molekul Mg 2 + dalam molekul klorofil diganti oleh dua atom hydrogen yang berakibat perubahannya karakteristik spektrum cahaya dari molekul klorofil. Oleh karena itu kandungan klorofil sering dijadikan indikator terhadap pencemaran udara (khususnya SO 2 ). Pada lichenes yang sensitif, pemaparan konsentrasi SO 2 rendah (0.001 ppm) dalam waktu yang lama akan menyebabkan hilangnya klorofil. Selain itu, dalam penelitian Karliansyah (1997) disebutkan bahwa daun tanaman Angsana dan Mahoni yang terletak di sejumlah jalan di Jakarta dapat dijadikan sebagai indikator dari polutan pencemar SO 2 dan NO 2. Hal ini ditandai dengan hubungan antara klorofil a dan b dengan NO dan SO 2 yang berkorelasi negative (kenaikan 8

9 SO 2 dan NO menyebabkan penurunan kadar klorofil) Perubahan biokimia dan fisiologi Budi (2009) mengemukakan bahwa komposisi kimia daun telah luas digunakan sebagai indikator dari perubahan kondisi lingkungan. Estimasi kemis seperti protenis, asam amino, gula terlarut, sukrose, pati, gula reduksi, vit.c, ribofalvin, thiamin dan karbohidrat digunakan untuk mengindikasikan pencemaran udara. Sedangkan aktivitas fisiologi seperti pembukaan stomata dan laju fotosintesis juga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Selain itu parameter enzimatik juga digunakan untuk mengindikasikan adanya paparan beberapa bahan pencemar. Sebagai contoh adalah parokside yang merupakan indikator pencemaran udara yang sensitive bila tanda kerusakan tak terlihat. Dalam beberapa penelitian telah dilaporkan suatu tanggapan enzim yang berlainan di suatu daerah yang tercemar oleh florid, asap automobil dan SO 2. Dengan demikian adanya aktivitas enzim tertentu pada suatu spesies tumbuhan dapatlah dihubungkan dengan jenis bahan pencemar tertentu, khususnya pencemaran udara. Parameter dengan menggunakan enzim itu antara lain dengan ribulose difosfat karboksilase, glutamatpiruvat transaminase, glutamat oksalasetat transaminase dan peroksidase untuk pencemaran SO 2. Fitter dan Hay (1998) menyebutkan bahwa SO 2 menyebabkan kerusakan primer dengan cara penutupan (blocking) gugus sulfaidril atau pengaruh langsung terhadap ph sel dan NOx (sebagai nitrit) dan mempengaruhi sistem reduksi (redoks) di dalam kloroplast Kerusakan stomata Menurut Prastica (2009) stomata adalah sebuah lapisan datar yang merupakan bagian dari jaringan epidermis dengan sebagian besar sel-sel transparan yang seringkali tersedia dengan kutikula yang berlapiskan lilin.stomata biasanya terdapat pada bagian bawah permukaan daun dan di permukaan atas daun serta juga banyak terdapat di bagian batang terutama pada tumbuhan rempah-rempah. Widagdo (2005) mengemukakan bahwa stomata sebagai pintu masuk dari polutan pencemar udara mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 7 μm sehingga ukuran polutan yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dan rerata 0,2 μm dapat masuk ke dalamnya serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel jaringan pagar/palisade dan atau jaringan bunga karang/spongi tissue. Menurut Mansfield (1976) tanaman yang tumbuh di lokasi yang tercemar, cenderung merangsang pengambilan gas lain ke dalam mesofil daun, pada saat proses asimilasi CO 2 berlangsung. Banyak spesies tanaman yang lebih sensitif terhadap SO 2 pada siang hari, ketika stomata terbuka dibandingkan pada malam hari kecuali pada tanaman kentang yang stomatanya tetap membuka pada malam hari. Pada penelitian Susanti (2004) didapatkan bahwa peningkatan indeks stomata terjadi pada tumbuhan yang terdapat di tempat-tempat dengan konsentrasi polutan yang cukup tinggi. Hal ini merupakan respon tumbuhan terhadap kehadiran polutan dari aktivitas transportasi sebagai upaya tumbuhan untuk mengurangi terdifusinya polutan udara ke dalam jaringan daun tumbuhan. Selain itu, pada beberapa penelitian telah diketahui bahwa daun tumbuhan di daerah yang tercemar oleh debu dari pabrik semen mempunyai kerapatan stomata dan trichomata yang tinggi, sel epidermis dan ukuran trichomata lebih kecil dibandingkan dengan bila tidak tercemar Penurunan kandungan lemak dan gula Malholtra & Khan (1984) menyebutkan bahwa Glycerolipid mengandung sekitar 50% berat dari membran-membran tilakoid. Sulfur dioxide menyebabkan reduksi yang tinggi terhadap konsentrasi dan komposisi Glycerolipid (). Penurunan kandungan lemak akan membawa sejumlah masalah seperti penurunan sintesis senyawa lainnya, peningkatan aktivitas lipase, dan peroksidasi rantai asam lemak atau kombinasi dari semua masalah tersebut. Pemaparan sulfur dioksida juga akan menyebabkan peningkatan gula terlarut yang akan menyebabkan terhambatnya pembentukan polisakarida dalam proses pemecahan gula-gula yang ada. Hal yang paling pokok dari dampak pemaparan SO 2 adalah ketidaktepatan translokasi dan penyimpanan dari karbohidrat. Pengisian floem mungkin akan menurun yang akan menyebabkan pemyimpanan cadangan makanan di akar juga akan menurun, dimana hal tersebut akan berpengaruh serius terhadap kelangsungan hidup dan laju produksi dari tumbuhan Penurunan laju fiksasi CO 2 Menurut Fitter dan Hay (1998) daun yang terkena SO 2 umumnya menyebabkan turunnya 9

10 laju fiksasi CO 2 dengan cepat. Penelitian dengan fraksi sub selular menunjukkan bahwa paling tidak sebagian penghambatan tersebut disebabkan karena kompetisi antara ion sulfit dan bikarbonat atas tempat pengikatan CO 2 pada karboksilase RuBP dan karboksilase PEP. 3.6 Tumbuhan Indikator Pencemaran Udara Kriteria tumbuhan indikator pencemaran udara Istilah bioindikator, biomonitor, bioakumulator, dan biomarker semuanya telah digunakan dalam berbagai cara untuk menggambarkan pendekatan yang berbeda dan teknik untuk mempelajari respon biologis dengan polusi udara. Secara umum bidang biomonitoring dapat dilihat baik sebagai pendekatan (bioindikator) kualitatif dan kuantitatif (biomonitor) untuk mengendalikan polusi. Berikut ini adalah pengertian dari beberapa pemantauan biologi: Biomonitor menyimpan informasi kuantitatif tentang kesehatan suatu ekosistem. Biomonitor juga merupakan bioindikator, kecuali bahwa biomonitor mengkuantifikasi dampak atau hasil akhirnya pada organisme atau ekosistem. Biondikator memberikan pengukuran polutan yang dapat dibandingkan dengan instrumen pengukuran. Bioindikator memberikan informasi tentang kualitas lingkungan dan kondisi sebenarnya pada organisme atau ekosistem Bioindikasi bisa aktif, misalnya dalam penggunaan tanaman yang diketahui, atau pasif, di mana organisme sudah ada dalam ekosistem diperiksa untuk reaksi mereka. Bioakumulator adalah organisme yang menumpuk polutan dalam jaringan mereka. Mereka mungkin kurang sensitif terhadap paparan polusi, atau memang tidak terpengaruh oleh polusi, namun tetap saja indikator yang baik bagi eksposur polutan terhadap ekosistem. Biomarker adalah biokimia, seluler, fisiologis atau perilaku variasi dalam jaringan, cairan tubuh atau seluruh tubuh suatu organisme yang memberikan bukti paparan polutan kimia, dan mungkin (atau tidak mungkin) juga menunjukkan efek toksik. Konsep biondikator adalah sangat penting dalam pemantauan biologis. Spesies tanaman tertentu sangat sensitif terhadap polusi udara tertentu dan menunjukkan respon spesifik untuk efek polusi (misalnya pembentukan spekel atas permukaan coklat oleh ozon). Respon tanaman akibat peningkatan konsentrasi kontaminan udara dimodifikasi oleh faktor lingkungan lainnya dan status fisiologis tanaman itu sendiri. Tingey (1989) menekankan bahwa "tidak ada indikator yang lebih baik daripada spesies atau sistem itu sendiri". Menurut Tingey (1989) bioindikator adalah organisme atau respon biologis yang mengungkapkan adanya atau tidak adanya polutan udara dengan terjadinya gejala khas atau tanggapan terukur. Sedangkan biomonitor memberikan informasi tentang keberadaan polutan dan upaya untuk memberikan tambahan informasi tentang jumlah dan intensitas paparan. Menurut Kovacs (1992b) indikator biologis adalah organisme (atau populasi) yang keberadaan, vitalitas dan tanggapannya berubah di bawah pengaruh kondisi lingkungan. Berbagai spesies merespon pada skala yang bervariasi, dengan cara yang paling sensitif, sensitif atau kurang peka (resisten). Spesies yang tahan (resisiten) seringkali dapat dianggap sebagai indikator akumulasi. Respon tanaman terhadap polutan tergantung pada: Faktor genetik Tahap pertumbuhan Kondisi lingkungan dan Konsentrasi polutan Spesies indikator dapat digunakan untuk mendeteksi, mengenali dan memantau ada atau tidak adanya polutan. Pertimbangan dalam pemilihan bioindikator dirangkum oleh Tingey (1989) dan disajikan dalam Tabel 3.6. Selain itu syarat-syarat lainnya yang dapat digunakan dalam pemilihan tumbuhan indikator apabila dianalogikan dengan kriteria indikator menurut Susanto (2004) adalah SMART yaitu sebagai berikut : Spesific Tumbuhan yang digunakan sebagai indikator harus jelas sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi Measureable Tumbuhan indikator harus mudah diukur dan menggambarkan tanggapan terhadap pencemaran udara pada tingkatan pemaparan konsentrasi polutan pencemar yang jelas. Kejelasan pengukuran akan menunjukkan bagaimana cara mendapatkan datanya. 10

11 Attributable Tumbuhan indikator harus memiliki respon yang berbeda yang mampu memprediksi bagaimana spesies atau ekosistem akan merespon stres. Sehingga jenis polutan pencemar dapat diidentifikasi. Relevant Tumbuhan indikator harus sesuai dengan ruang lingkup pemantauan dan dapat ggambarkan hubungan sebab-akibat antar indikator. Timely Pengumpulan data dari tumbuhan indikator harus dilakukan secara periodik sehingga diperoleh gambaran dari kondisi lingkungan terhadap kualitas udara di daerah yang dipantau. Selain kriteria-kriteria di atas, perlu diperhatikan pula azas-azas tumbuhan sebagai indikator. Azas-azas tersebut memiliki arti bahwa tumbuhan indikator mempunyai kekhususan sehingga diperlukan adanya pedoman umum yang kemungkinan dimiliki dalam penerapan di lapangan. Pedoman umum atau azas-azas itu antara lain adalah : 1. Tumbuhan sebagai indikator kemungkinan bersifat steno atau eury. 2. Tumbuhan terdiri atas banyak spesies merupakan indikator yang lebih baik daripada kalau terdiri atas sedikit spesies. 3. Sebelum mempercayai sebagai suatu indikator harus dibuktikan dulu di tempat-tempat lain. 4. Banyaknya hubungan antara spesies, populasi dan komunitas sering memberikan petunjuk sebagai indikator yang lebih dapat dipercaya daripada spesies tunggal. Tidak semua tumbuhan merupakan bioindikator dari pencemaran udara. Beberapa tumbuhan bahkan memiliki peran dalam mereduksi pencemaran udara. Menurut Normaliani (2011) tumbuhan dapat menimbun pencemar udara berbahaya tanpa merusak tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut dapat mempertahankan hidupnya meski menyerap udara tercemar yang berbahaya. Menurut Normaliani (2011) karakter umum tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi menyerap polutan indoor maupum outdoor, secara umum serupa. Tanaman memiliki tajuk rimbun, tidak gugur daun, tanamannya tinggi. Karakter khusus tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi mengurangi polutan partikel memiliki ciri daun, memiliki bulu halus, permukaan daun kasar, daun bersisik, tepi daun bergerigi, daun jarum, daun yang permukaannya bersifat lengket, ini efektif untuk menyerap polutan. Ciri spesifik pada tanaman sansevieria diantaranya mampu hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas, sangat resisten terhadap gas udara yang berbahaya (polutan) Jenis-jenis tumbuhan indikator pencemaran udara Sifat-sifat tumbuhan merupakan pencerminan yang ada di dalam tumbuhan itu (hereditas), tetapi selain itu pertumbuhannya juga dipengaruhi lingkungan. Jadi fenotipe yang terjadi merupakan paduan dari hereditas dan lingkungan itu. Tumbuhan dapat hidup dengan baik di lingkungan yang menguntungkan. Suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan dapat berperan sebagai pengukur kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, disebut indikator biologi atau bioindikator atau fitoindikator. Atau dengan istilah lain tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator kekhasan habitat tertentu disebut tumbuhan indikator. Pengetahuan tentang tumbuhan indikator dapat membantu mencirikan sifat tanah setempat, dengan demikian dapat untuk menentukan tanaman apa atau apa yang dapat diusahakan di bagian tanah itu atau seluruh tanah di situ. Indikator tumbuhan juga digunakan untuk memperkirakan kemungkinan lahan sebagai sumber daya untuk hutan, padang rumput atau tanaman pertanian. Bahkan beberapa jenis logam dapat dideteksi dengan pertumbuhan tumbuhan tertentu di suatu areal. Banyaknya tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai indikator suatu lingkungan. Dalam suatu komunitas tumbuhan beberapa diantaranya dominan dengan jumlah yang melimpah. Tumbuhan semacam ini merupakan indikator yang penting karena mereka sudah sangat erat hubungan dengan habitatnya. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa komunitas atau setidak-tidaknya kebanyakan tumbuhan merupakan indikator yang lebih baik daripada tumbuhan yang tumbuh secara individual. Berikut ini adalah macam-macam tumbuhan indikator pencemaran udara yang dapat dilihat pada Tabel 3.7. Selain yang telah disebutkan pada Tabel 3.7 di atas, masih banyak tanaman yang dapat bertindak sebagai bioindikator. Oleh karenanya Mulgrew dan Williams (2000), membagi klasifikasi tumbuhan indikator yang mencakup semua jenis tumbuhan yang memiliki potensi sebagai biomonitor/bioindikator dari polusi udara yaitu lumut (Bryophyta), lichen, dan tumbuhan tingkat tinggi. 11

12 Lichen Menurut Richardson (1988) lichen sangat berguna dalam menunjukkan beban polusi yang terjadi dalam waktu yang lama. Komunitas lichen yang tumbuh di kulit pohon (spesies corticolous), dinding dan batuan (spesies saxicolous) menunjukkan perubahan yang signifikan dalam menanggapi polusi udara, khususnya sulfur dioksida (SO 2 ), senyawa fluoro-(f), deposisi senyawa nitrogen dan ozon (O 3 ). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Burton (1986) didapatkan bahwa penggunaan lichen dalam pemantauan polutan gas didasarkan pada pengamatan distribusi spesies yang diikuti dengan analisis kimia dan transplantasi lumut pada tingkat yang masih rendah. Perkembangan yang terbaru menunjukkan adanya peningkatan pada penggunaan respon biokimia dan fisiologis sebagai indikator polusi udara, yang dimungkinkan karena kemajuan teknologi. Efek toksik dari pemaparan belerang dioksida dipengaruhi oleh nilai dari ph substrat dimana lichen tersebut tumbuh. Lumut terjadi pada berbagai substrat (tanah, batu, tembok rumah, kulit pohon). Untuk indikasi biologis, lumut epifit yang hidup di kulit pohon dapat digunakan sebagai indikator. Pohon-pohon yang tumbuh di tanah asam yang terbentuk dari batuan vulkanik, kulit kayunya memiliki nilai ph berkisar antara 2-4. Spesies lichen yang hidup pada kulit pohon dengan ph di bawah 7 dapat dianggap sebagai indikator biologis. Lichen yang hidup pada kulit pohon yang asam jauh lebih peka pada efek beracun dari belerang dioksida. Lichen dianggap sebagai indikator belerang dioksida yang utama. Berdasarkan hubungan antara terjadinya konsentrasi udara ambien dan belerang dioksida, batas toleransi spesies lumut tertentu adalah sebagai berikut : -3 - pada 170 μg.m SO 2 tidak terdapat Lichen yang hidup pada konsentrasi diatas ini -3 - pada 150 μg.m SO 2 Lecanora conizaeoides -3 - pada 70 μg.m SO 2 Xanthoria parietina -3 - pada 60 μg.m SO 2 Ramalina farinacea -3 - pada 40 μg.m SO 2 Anaptychia ciliaris -3 - pada 30 μg.m SO 2 Ramalina fraxinea -3 - pada 0 μg.m SO Lobaria amplissima 2 Di lokasi di mana sulfur dioksida udara melebihi 170 μg.m -3 tidak ada lumut yang dapat bertahan hidup atau kelangsungan hidup mereka hanya dapat diamati ketika permukaan kulit terbentuk oleh debu kapur, sehingga meningkatkan nilai ph di atas 7. Salah satu koloni spesies lumut yang dapat bertahan hidup di kulit pohon ini adalah Lecanora conizaeoides, yang tetap hidup bahkan ketika konsentrasi belerang dioksida sangat tinggi. Spesies lumut yang paling sensitif terhadap sulfur dioksida adalah Lobaria dan Usnea spp. Penurunan jumlah species Lichen corticolous sejalan dengan peningkatan konsentrasi sulfur dioksida. Atas dasar ini dimungkinkan untuk menilai kualitas udara dan konsentrasi sulfur dioksida. Dengan konsentrasi sulfur dioksida tinggi, spesies lumut berikut memiliki nilai yang kurang dalam indikasi yaitu Xanthoria parietina, Grimmia pulvinata, Parmelia saxatilis, P.sulcata, P. physodes. Akumulasi sulfur dapat dideteksi dalam beberapa spesies lumut yaitu Cladonia sylvatica, C. arbuscula, C. mitis, Hypogymnia physodes, Pseudovernia furfuracea, Peltigera aphthosa. Indikasi pencemaran hidrogen fluorida pada Lichen diamati dengan warna lumut yang menjadi putih keabu-abuan, ukuran koloni berkurang dan kemudian terpisah-pisah. Spesies sensitif fluorida yaitu antara lain Pseudoevernia furfuracea, Parmelia physodes, dan P.sulcata. Sedangkan spesies yang kurang sensitif adalah Parmelia acetabulum. Dengan paparan foto-oksidan, koloni lumut menjadi putih dan memadat. Menurut Sigal dan Nash (1983) dalam Kovacs (1992b) lumut yang sensitif terhadap foto-oksidan adalah sebagai berikut pada Tabel Lumut (Bryophyta) Bryophyta dapat menunjukkan adanya unsur-unsur dan gradien konsentrasi pada jaringan tubuh mereka ketika berada pada kondisi lingkungan yang terpapar oleh polusi udara. Penggunaan bryophyta merupakan metode yang efektif dalam memantau polusi udara karena berbagai alasan sebagai berikut: Jumlah spesies yang banyak dan tumbuh di berbagai habitat. Bryophyta kecil dan mudah dalam penanganannya. Kebanyakan dari mereka adalah selalu hijau (evergreen) dan dapat disurvei sepanjang tahun. 12

13 Bryophyta tidak memiliki kutikula dan sistem akar serta memperoleh nutrisi dalam bentuk partikel dan larutan langsung dari deposisi atmosfer. Perbandingan sampel segar dengan spesimen herbarium memungkinkan analisis retrospektif pencemaran logam. Peningkatan pertumbuhan tahunan biasanya lebih mudah dideteksi dalam lumut daripada lichen Lumut sering diyakini lebih tepat digunakan untuk studi temporal/sementara (hal ini terutama berlaku untuk Hylocomium splendens). Jumlah spesies bryophyta telah jauh berkurang di daerah perkotaan, dan pusat-pusat industri karena sensitifitas tanaman ini terhadap polusi udara. Sejumlah besar spesies telah punah, sementara yang lainnya yang sebelumnya umum dan luas, telah berkurang jumlahnya dan sekarang jarang ditemukan. Efek berbahaya dari SO 2 pada lichen dan bryophyta pertama kali teramati oleh adanya kerusakan parah pada klorofil dan penurunan struktur sel serta fungsi melalui plasmolisis, ketika konsentrasi belerang dioksida melebihi 5 ppm. Kehancuran kloroplas berarti penghentian asimilasi yang akhirnya akan menyebabkan kematian seluruh organisme. Ketika belerang dioksida masuk pada tanaman, akan terjadi peningkatan konsentrasi H + bebas yang pada gilirannya akan memfasilitasi transformasi dari klorofil-a ke phaeophytin-a. Ketika belerang dioksida berubah menjadi asam sulfat dalam kondisi lembab, maka keadaan tersebut akan merusak tanaman dan dapat menentukan tingkat kerusakan klorofil. Menurut Kovacs (1992b) polusi SO 2 awalnya membuat pernapasan tanaman lebih intensif, akan tetapi setelah munculnya bintik nekrotik pada daun, perlahan intensitas tersebut akan berkurang. Gejala umum pencemaran belerang dioksida adalah terjadinya pemudaran warna tumbuhan. Pertama, daun apikal, yang lebih terbuka, dan kemudian bagianbagian basal juga bisa berubah warna. Lumut yang sepenuhnya telah berubah warna biasanya tidak dapat dipulihkan, bahkan setelah ditempatkan dalam lingkungan udara ambien yang bersih. Adams dan Preston (1992) menyebutkan bahwa bryophyta umumnya lebih mudah untuk mengidentifikasi polusi udara dikarenakan sangat rentan sama halnya dengan lichen, namun penggunaannya dalam pemantauan polusi udara gas masih kurang. Hal itu dikarenakan ketersediaan spesies lichen yang lebih besar (khususnya spesies epifit) untuk pemantauan polusi udara. Standar praktek seperti pengambilan sampel, analisis dan pemilihan spesies dalam pemantauan dengan menggunakan lumut kurang berkembang dibandingkan dengan pemantauan dengan menggunakan lichen. Berikut ini adalah Tabel 3.9 yang berisikan beberapa contoh spesies Bryophyta yang dapat bertindak sebagai indikator dari polusi udara Tumbuhan tingkat tinggi Bioindikator tumbuhan telah digunakan untuk menunjukkan kualitas udara dalam bidang dan daerah tertentu sehingga dapat memberikan informasi yang unik untuk kualitas udara ambien dalam wilayah tertentu tersebut. Metode yang paling umum dilakukan apabila menggunakan tumbuhan tingkat tinggi sebagai indikator dalam biomonitoring kualitas udara adalah dengan melihat adanya luka daun. Luka daun yang terlihat biasanya tidak spesifik dan dapat mengindikasikan berbagai tekanan pada tanaman. Hal ini menyebabkan peningkatan pada penggunaan efek fisiologis, struktural dan biokimia dalam studi biomonitoring. Respon ini tidak hanya terjadi sebelum cedera terlihat dan merupakan detektor awal sehingga dianggap sebagai parameter yang lebih tepat dan obyektif. Sebagai contohnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Mangkoedihardjo dan Samudro (2010) dimana tanaman tembakau yang dapat digunakan sebagai indikator dari polutan pencemar SOx dan NOx. Apabila tanaman tembakau terpapar SOx yang melebihi baku mutu (0,01 μg m -3 ) maka warna daun tembakau berubah dari hijau menjadi kuning. Dan apabila terpapar NOx yang melebihi baku mutu (0,01 μg m -3 ), maka daun tembakau akan bernoktah cokelat. Dan apabila terpapar oleh keduanya yang melampaui baku mutu maka daun tembakau akan bewarna kuning dan coklat. Berikut ini adalah beberapa contoh spesies tumbuhan yang dapat bertindak sebagai indikator polusi udara berikut dengan luka terlihat yang ditunjukkan menurut Purdom dan Stanley (1980) dalam Hadi (1985), yang dapat dilihat pada Tabel Selain yang telah disebutkan di Tabel 3.10 di atas, masih banyak tumbuhan tingkat tinggi lainnya yang merupakan indikator dari 13

DENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

DENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA DENGAN JUDUL PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA Seminar Sidang Proposal Tugas Akhir Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN

Lebih terperinci

Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA

Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA Seminar Sidang Proposal Tugas Akhir Dengan Judul PENGGUNAAN TUMBUHAN SEBAGAI BIOINDIKATOR DALAM PEMANTAUAN PENCEMARAN UDARA Oleh : Andika Wijaya Kusuma 3307100081 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi, serta meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan jasa angkutan umum sebagai sarana transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kandungan Klorofil dan Udara Ambien Berdasarkan Tabel 1, terdapat kecenderungan peningkatan kandungan klorofil seiring dengan jauhnya stasiun dari pabrik. Semakin jauh lokasi

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1 1. Makhluk hidup yang dapat berfotosintesis adalah makhluk hidup... Autotrof Heterotrof Parasit Saprofit Kunci Jawaban : A Makhluk hidup autotrof

Lebih terperinci

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM 1. Interaksi antar Organisme Komponen Biotik Untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan, setiap organisme melakukan interaksi tertentu dengan organisme lain. Pola-pola

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis METABOLISME 2 Respirasi Sel Fotosintesis Jalur Respirasi Aerobik dan Anaerobik Rantai respirasi Fotosintesis Fotosintesis merupakan proses sintesis molekul organik dengan menggunakan bantuan energi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis.

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis. BAB V FOTOSINTESIS A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa mampu memahami proses fotosintesis dan mampu menguraikan mekanisme terjadinya fotosintesis pada tumbuhan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang ada 37 perusahaan (5,65%). Industri berskala kecil ada 144 perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. sedang ada 37 perusahaan (5,65%). Industri berskala kecil ada 144 perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa daerah di Jawa Timur yang mengalami perkembangan yang pesat dari sektor industri salah satunya di Kecamatan Ngoro. Jumlah perusahaan industri pengolahan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya SIKLUS OKSIGEN Pengertian, Tahap, dan Peranannya Apa yang terbesit dalam pikiran anda bila mendengar kata oksigen? Seperti yang kita tahu, oksigen bagian dari hidup kita yang sangat kita butuhkan keberadaannya.

Lebih terperinci

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut MAGNESIUM (Mg) Kandungan Mg dalam kebanyakan tanah umumnya antara 0,05% pada tanah pasir, dan 0,5% pada tanah liat. Kandungan Mg dalam tanah liat tinggi karena Mg yang ada dalam mineral ferromagnesian

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA 4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton dari kernel

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322

Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322 Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322 Esensialitas Hara bagi Tanaman Hara Esensial: Tanpa kehadiran hara tersebut maka tanaman tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapat digantikan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan peradaban kota, kebutuhan akan sarana dan prasarana semakin meningkat, seperti perkembangan pusat-pusat industri dan meningkatnya volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

Peta Konsep. Kata Kunci. fotosintesis. klorofil autothrof. 126 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Proses fotosintesis. Reaksi terang. Reaksi gelap.

Peta Konsep. Kata Kunci. fotosintesis. klorofil autothrof. 126 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Proses fotosintesis. Reaksi terang. Reaksi gelap. Peta Konsep Proses fotosintesis Reaksi terang Reaksi gelap Fotosintesis Faktor-faktor yang memengaruhi fotosintesis Air (H 2 O Karbondioksida (CO 2 Cahaya matahari Suhu Oksigen (O 2 Kata Kunci fotosintesis

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

Nitratit (NaNO3) mempunyai struktur kristal yang mirip dengan kalsit dan mudah larut dalam

Nitratit (NaNO3) mempunyai struktur kristal yang mirip dengan kalsit dan mudah larut dalam Fungsi Nitrogen Nitrogen (N) merupakan salah satu dari 13 unsur utama (esensial) yang dibutuhkan oleh tanaman. Ketigabelas unsur utama ini disebut sebagai nutrients (makanan). Tanaman membutuhkan makanan

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.3 1. Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali... A. Air cahaya CO 2 O 2 Kunci Jawaban : D Bahan-bahan yang

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi

TINJAUAN PUSTAKA. baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respirasi Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno (2004), respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian

Lebih terperinci

Gambar 16 Pohon angsana di Kota Yogyakarta (a) dan di Kota Solo (b).

Gambar 16 Pohon angsana di Kota Yogyakarta (a) dan di Kota Solo (b). BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Gunung Merapi meletus pada tanggal 26 Oktober 2010. Letusan gunung ini mengeluarkan gas dan materi vulkanik. P2PL (2010) melaporkan bahwa letusan Gunung Merapi mengeluarkan berbagai

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar

BAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar udara di banyak kota besar di dunia, termasuk Indonesia. Emisi gas buangan kendaraan bermotor memberikan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK

PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA ABSTRAK PENGARUH UMUR TANAMAN LIDAH MERTUA ( Sansevieria sp. ) DALAM MENYERAP TIMBAL DI UDARA Putri Ayuningtias Mahdang, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1 ayumahdang@gmail.com Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan faktor penting kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Perubahan

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Kasma Rusdi (G11113006) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014 Abstrak Warna hijau pada daun merupakan salah

Lebih terperinci

Pengertian Siklus Sulfur

Pengertian Siklus Sulfur PENGERTIAN SIKLUS SULFUR DAN PROSES TERJADINYA SIKLUS SULFUR Pengertian Siklus Sulfur Sulfur merupakan perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi sulfur diokasida lalu menjadi sulfat dan kembali menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia 27 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia hewan, dan tumbuhan. Namun dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya laju pembangunan

Lebih terperinci

AGUSTA CHANDRA NIRWANA

AGUSTA CHANDRA NIRWANA RESPON FISIOLOGIS TANAMAN NUSA INDAH (Mussaenda philippica L.) TERHADAP PAPARAN GAS SULFUR DIOKSIDA (SO 2 ) SKRIPSI Diajukan Oleh : AGUSTA CHANDRA NIRWANA NPM : 0725010049 JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kacang tanah (Arachis hypogea. L) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah dibudidayakan

Lebih terperinci

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) Berkaitan dengan siklus oksigen Siklus karbon berkaitan erat dengan peristiwa fotosintesis yang berlangsung pada organisme autotrof dan peristiwa respirasi yang

Lebih terperinci