BAB II DASAR TEORI. 2.2 Gas-gas Rumah Kaca Gas rumah kaca adalah gas-gas yang berpotensi menjebak radiasi panas matahari tetap di atmosfer.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. 2.2 Gas-gas Rumah Kaca Gas rumah kaca adalah gas-gas yang berpotensi menjebak radiasi panas matahari tetap di atmosfer."

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pemanasan Global Temperatur bumi bergantung pada keseimbangan energi yang masuk ke bumi, dan keluar dari bumi. Saat energi panas matahari diserap bumi, suhu permukaan bumi meningkat. Saat energi panas matahari dipantulkan kembali keluar angkasa, suhu di permukaan bumi menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan terganggunya keseimbangan energi di sistem bumi kita adalah efek rumah kaca (Environmental Protection Agency, 2007). Pada dasarnya gas-gas rumah kaca adalah gas-gas yang secara alami dibutuhkan oleh bumi untuk membantu mengatur suhu di permukaan bumi agar dapat mendukung kehidupan makhluk hidup. Tanpa adanya gas-gas rumah kaca maka suhu di bumi akan sangat dingin dan tidak memungkinkan adanya kehidupan (Environmental Protection Agency, 2007). Namun kondisi yang terjadi saat ini, emisi karbon yang dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, mengakibatkan konsentrasi gas rumah kaca dalam jumlah besar di atmosfer bumi. Untuk menunjang kelangsungan hidupnya, manusia sangat bergantung pada bahan bakar fossil. Kegiatan-kegiatan industri khusus-nya di negara-negara maju, tidak lepas dari kebutuhan akan bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil ini meng-emisikan gas-gas rumah kaca yang bisa membahayakan bila terkumpul dalam jumlah besar. Akibatnya, radiasi yang seharusnya dipantulkan keluar angksa, terperangkap oleh gas-gas rumah kaca. Fenomena ini dapat mengakibatkan kenaikan suhu rata-rata bumi. Peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi disebut dengan pemanasan global (Environmental Protection Agency, 2007). 2.2 Gas-gas Rumah Kaca Gas rumah kaca adalah gas-gas yang berpotensi menjebak radiasi panas matahari tetap di atmosfer. Gas gas rumah kaca dihasilkan dari emisi gas buang hasil sisa pembakaran bahan bakar fosil. Gas rumah kaca terdiri dari : 1. Karbon Dioksida ( CO2 ) 2. Metana ( CH4 ) 8

2 3. Nitrous Oksida ( N2O ) 4. Gas gas Florin Semakin banyak gas gas rumah kaca di-emisikan, semakin banyak konsentrasi gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer mengakibatkan radiasi yang terjebak semakin banyak dan terus mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan bumi di atas normal (Environmental Protection Agency, 2007). Fenomena ini dinamakan Efek rumah kaca. Gambar 2.1 menunjukan proses terjadinya efek rumah kaca. Gambar 2.1 Ilustrasi efek rumah kaca (IPCC 2007) Karbon Dioksida Karbon dioksida merupakan gas yang paling banyak diemisikan oleh manusia. Pada tahun 1700, konsentrasi karbon dioksida yang terdapat pada lapisan atmosfer bumi diperkirakan sebesar 280 ppm (parts per million). Sekarang, konsentrasi gas Karbon dioksida yang terdapat pada lapisan atmosfer bumi diperkirakan sebesar 390 ppm (Pidwirny, 1994). Kenaikan konsentrasi gas karbon dioksida yang cukup drastis ini disebabkan karena adanya revolusi industri. Dari keseluruhan konsentrasi gas karbon dioksida yang terdapat pada lapisan atmosfer bumi, 65 % adalah hasil emisi bahan bakar fosil. 35 % sisanya, berasal dari penebangan hutan dan peralihan fungsi hutan 9

3 (Solomon, 2007). Salah satu upaya alami untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfir adalah penyerapan gas tersebut oleh oleh vegetasi tumbuhan Stok Karbon Pengamatan terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan oleh peningkatan level CO 2 di atmosfir menimbulkan perhatian serius terhadap peran tutupan lahan sebagai penyimpan karbon atau dikenal sebagai stok karbon. Beberapa tutupan-lahan memegang peranan yang sangat penting dalam siklus karbon global karena dapat menyimpan sejumlah korbon pada biomassa vegetasi dan tanah (Pusat Infrastuktur data Spasial, 2008). Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo and Salomon,1988). Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Lasco et al., 2004). Stok karbon merupakan kuantitas carbon yang terkandung pada sebuah pool yaitu suatu reservoir atau sistem yang memiliki kapasitas untuk mengakumulasi atau melepaskan karbon (FAO Forestry Terms and definitions). Mengukur stok karbon meliputi stok karbon diatas tanah (Aboveground biomass ) dan karbon tanah. Pada dasarnya cadangan karbon diestimasi dari besarnya biomasa suatu pohon, yaitu sebesar 46% dari jumlah biomassa (Hairiah dan Rahayu, 2007). Menurut Baral, (2011) biomassa dapat diartikan sebagai berat kering dari tumbuhan, yang terdiri dari biomassa di atas tanah (above ground biomass biasa disingkat AGB) dan biomassa di bawah tanah (below ground biomass biasa disingkat BGB). AGB adalah biomassa dari semua bagian tumbuhan yang berada di atas tanah, sedangkan BGB adalah biomassa dari akar-akar hidup yang berdiameter lebih dari 2 mm. Karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan disimpan dalam AGB dan BGB, namun penyimpanan terbesar karbon dioksida dan memiliki hubungan langsung pada deforestasi dan degradasi hutan terdapat pada AGB (Gibbs, et al., 2007). 10

4 Biomassa pohon diestimasi dengan menggunakan perhitungan yang ditunjukan pada persamaan (1) sebagai berikut (Brown, 1997) : BK = 0,118 D 2,53.(1) Dimana BK = Berat kering (kg) D = keliling batang pada ketinggian 1,3 m/π π = Konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 46% (Hairiah dan Rahayu, 2007), oleh karena itu estimasi jumlah karbon tersimpan dapat dihitung dengan perhitungan yang tertera pada persamaan (2): Karbon tersimpan (C ton/ha) = Berat kering biomassa atau nekromassa (ton/ha) x 0,46 (2) Dalam pendugaan cadangan karbon pada tegakan pohon, dibuat plot pengukuran yang dibagi berdasarkan besarnya diameter pohon. Untuk pohon dengan diameter > 30 cm pengukuran dilakukan pada plot berukuran 20 x 100 m 2 (disebut sebagai plot besar), sementara untuk pohon dengan diameter 5 30 cm pengukuran dilakukan pada plot berukuran 5 x 40 m 2 yang terletak di dalam plot besar (Gambar 2.2). Gambar 2.2 Plot pengukuran data stok Karbon pengukuran lapangan (PIDS 2008) Selanjutnya Dilakukan pengukuran keliling pohon dengan cara melilitkan pita ukur disekeliling pohon pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah (Gambar 2.3). 11

5 Gambar 2.3 Pengukuran Sampel Pohon (PIDS 2008) Hasil pengukuran keliling batang kemudian dikonversi menjadi diameter batang (diameter at breast height/dbh) (diameter = keliling batang/ π). Perhitungan stok karbon pada penelitian ini menggunakan metode penginderaan jauh dengan satelit Landsat-5 TM yang merupakan satelit Optis sehingga hanya dapat memantau stok karbon di atas tanah. Namun konsentrasi karbon dioksida yang disimpan biomassa atas tanah lebih dominan jika dibandingkan cadangan karbon dibawah tanah (PIDS, 2008). Menurut Hairiyah (2007), pengukuran jumlah karbon (C) yang disimpan dalam tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya karbon di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sehingga informasi stok karbon, dapat dijadikan suatu indikator pertumbuhan, kondisi, dan potensi dari tumbuhan itu sendiri dalam menyerap karbon (Krisnawati & Imanudin, 2011). 2.3 Landsat 5 TM Landsat pada awalnya disebut dengan nama ERTS-1 (Earth Resource Technology Satellite) yang diluncurkan pada tanggal 23 juli 1972 yang mengorbit hingga 6 Januari 1978 tepat sebelum peluncuran ERTS-B. Tanggal 22 Juli 1975, NASA secara resmi menangani program ERTS menjadi program Landsat sehingga ERTS-1 berubah menjadi Landsat 1 dan ERTS-B berubah menjadi Landsat 2. Landsat 2 berhenti beroperasi pada tahun Landsat 3 diuncurkan pada tanggal 5 Maret 1978 dan berhenti beroperasi pada tahun Landsat 4 diluncurkan pada Juli 1982 dan landsat 5 pada maret Landsat 4 berhenti beroperasi pada tahun

6 Landsat 6 gagal mencapai orbit karena terjadi kecelakaan yang dicoba diluncurkan pada tanggal 5 Oktober Landsat 7 diluncurkan pada tanggal 15 April Landsat 5 TM diluncurkan pada 1 Maret Landsat 5 dibuat dan didesain bersamaan dengan Landsat 4, membawa peralatan yang sama yaitu Multispectral Scanner System (MSS) dan Thematic Mapper (TM) instrumen. MSS instrumen tidak digunakan lagi sejak Agustus Sistem sensor TM pertama dioperasikan pada tanggal 16 Juli 1982 dan yang kedua pada tanggal 1 Maret Lebar sapuan (scanning) dari sistem Landsat TM sebesar 185 km, yang direkam pada tujuh saluran panjang gelombang dengan rincian; 3 saluran panjang gelombang tampak, 3 saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan 1 saluran panjang gelombang termal (panas). Sensor TM memiliki kemampuan untuk menghasilkan citra multispektral dengan resolusi spasial, spektral dan radiometrik yang lebih tinggi daripada sensor MSS. Dalam penelitian ini, data penginderaan jauh yang digunakan adalah data citra satelit penginderaan jauh dari Satelit Landsat 5 TM band 1, 2, 3, 4, 5, dan band 7. Tabel 2-1 berupa penjabaran band citra Landsat-5 TM berdasarkan rentang spektrum gelombangnya : Table 2-1 Band Citra Landsat-5 TM (Sumber NASA) No Band Spektrum 1 Band 1 blue Band 2 - green Band 3 red Band 4 - Near Infrared Band 5 Short-wave Infrared Band 6 Thermal Infrared Band 7 Short-wave Infrared Teknik Perhitungan Stok Karbon dengan Citra Landsat 5 TM Untuk menghitung daerah dengan cakupan yang luas, teknik penginderaan jauh efektif dilakukan. Salah satu metode penginderaan jauh dalam perhitungan stok karbon adalah dengan menggunakan data citra dari sensor optis. Menurut Gibbs, et al., (2007) konsep dasar dari penggunaan metode penginderaan jauh optis adalah 13

7 dengan memanfaatkan gelombang tampak dan inframerah untuk mengukur indeks spektral lalu dikorelasikan dengan data stok karbon hasil pengukuran lapangan. Keuntungan dari metode ini ialah data citra satelit optis yang tersedia secara rutin dan tidak dikenakan biaya serta konsisten secara global. Dalam penelitian ini, digunakan indeks spektral SR, NDVI, SAVI, MSAVI 2, GVI, WI, dan NDWI (sebagai variabel bebas) untuk dilakukan regresi (tunggal dan multiregresi) terhadap data stok karbon hasil pengukuran lapangan. Output dari proses regresi tersebut adalah model matematika untuk pendugaan stok karbon. Teknik-teknik pengolahan citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini, akan dijelaskan pada sub-bab berikut: Reduksi Outlier Outlier adalah data pengamatan dengan nilai yang berada jauh dari pengamatanpengamatan yang lainnnya. Secara umum outliers dapat dikelompokan ke dalam 4 penyebab (Tukey, 1977),yaitu : 1. Kesalahan prosedur 2. Kejadian diluar kebiasaan dengan penjelasan 3. Kejadian diluar kebiasaan tanpa penjelasan 4. Tidak diluar kebiasaan tapi dengan kombinasi yang unik Pada penelitian ini Outlier di evaluasi dengan cara Labeling Rule. Metode Labeling rule membatasi data dalam 2 rentang yaitu Upper boundary dan Lower boundary, yang dihitung pada persamaan (3) dan (4) sebagai berikut (Tukey, 1977) : Upper boundary = Q3+( Q3 Q1 )*g.(3) Lower boundary = Q1-( Q3 Q1 )*g.(4) Dimana Q1 merupakan Percentile 75 dari data pengamatan, Q3 merupakan Percentile 25 dari data pengamatan, dan g merupakan multiplyer dengan nilai Penghilangan Daerah Laut Salah satu sumber error dari proses pengolahan citra satelit adalah adanya daerah lautan pada citra. Hal ini menyebabkan eror dikarenakan nilai digital number yang 14

8 ada pada daerah yang di tutupi oleh laut menjadi sangat rendah, dimana nilai digital number ini tidak dibutuhkan karena penelitian terfokus di daerah daratan. Karena itu perlu dilakukan proses penghilangan daerah laut dengan cara dijitasi daerah yang diliputi laut sehingga hanya menyisakan daerah daratan Koreksi Radiometrik Pada saat gelombang elegtromagnetik dari sebuah sensor melintasi atmosfer, dapat terjadi beberapa fenomena yang menyebabkan gangguan pada proses perekaman citra seperti hamburan dan serapan (dimana fenomena ini menyebabkan citra tampak lebih cerah karena efek hamburan, dan lebih gelap karena efek serapan). Kondisi ini menyebabkan nilai yang terekam oleh citra satelit, bukan merupakan nilai sebenarnya (Sri Hartanti. 1994). Oleh karena perbedaan informasi itu, harus dilakukan suatu koreksi yakni dengan mengubah nilai digital setiap piksel (DN) ke nilai reflektan untuk setiap piksel pada citra satelit agar dapat dibaca dengan jelas dan di-interpretasikan sesuai kegunaan citra yang dipakai (Gao, 2009). Koreksi radiometrik juga diperlukan karena pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi stok karbon berdasarkan nilai spektral citra dimana diperlukan nilai reflektansi yang akurat dari suatu objek di permukaan bumi. Untuk mengubah DN ke nilai reflektan, maka DN harus diubah ke nilai radiansi terlebih dahulu, setelah itu nilai radiansi dikonversi ke nilai reflektansi (Smith, 2005). Radiansi didapatkan dari DN dengan perhitungan yang ditunjukan pada persamaan (5) sebagai berikut: LL λλ = LL MMMMMM LL MMMMMM DDDD MMMMMM DDDD MMMMMM. (DDDD DDDD MMMMMM ) + LL MMMMMM (5) Dimana L adalah nilai radiansi setiap piksel dalam (W m -2 sr -1 m -1 ), λ adalah band spektral, DNMIN = 1, DNMAX = 255, LMIN dan LMAX adalah nilai radiansi untuk setiap band pada DNMIN dan DNMAX. Dan DN merupakan nilai digital untuk setiap piksel pada citra satelit. citra satelit. Nilai L MINλ dan L MAXλ dalam (W m -2 sr -1 m -1 ) untuk data citra Satelit Landsat TM 5 band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang didapat dari file metadata citra tersebut, ditampilkan pada tabel

9 Nilai radiansi diubah menjadi nilai reflektansi dengan persamaan (6): ρ λλ = ππ.ll λλ.dd 2 (6) EE ssssssss.cos (θθ ss ) Dimana ρ adalah nilai reflektansi pada lapisan atas atmosfir untuk setiap piksel pada citra, Lλ adalah nilai radiansi diperoleh dari persamaan 2.7, Esunλ adalah konstanta radiansi exoatmosferik matahari, θs adalah sudut zenith matahari dalam derajat, π sebesar dan d adalah jarak bumi-matahari dalam unit astronomi (UA). Pada tabel 2-2, disajikan nilai-nilai konstanta dalam perhitungan nilai reflektansi untuk data citra satelit Landsat band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang didapatkan dari file metadata masing-masing citra tersebut: Tabel 2-2 Nilai-nilai konstanta perhitungan nilai reflektansi (Sumber: file metadata masing-masing citra) Band Esun d 2 (UA) cos θs Lmax Lmin Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik adalah koreksi pada proses transformasi koordinat citra ke sistem koordinat referensi baru yang dianggap benar secara geometris. Proses ini dilakukan karena masih adanya kesalahan pada geometri citra, yang belum merepresentasikan geometri sebenarnya dari sebuah lokasi pengamatan. Kesalahan geometrik terjadi karena adanya kondisi tidak ideal pada sebuah sensor ketika merekam objek dilapangan. Akibatnya ukuran, posisi dan bentuk citra menjadi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Dibutuhkan bantuan titik control tanah ( Ground Control Point ) sebagai titk sekutu (titik yang diketaui koordinatnya pada sistem referensi yang juga teridentifikasi pada citra) untuk melakukan proses transformasi koordinat pada citra Landsat 5 TM. Proses transformasi ini akan 16

10 menggunakan model transformasi affine-2d. Transformasi Affline 2D digunakan sebagai persamaan matematika untuk mentransformasikan nilai-nilai koordinat dari suatu sistem koordinat dua dimensi ke sistem koordinat dua dimensi lainya. Pada penelitian ini digunakan datum WGS 1984 dan sistem proyeksi UTM zona 48 bumi bagian selatan sebagai sistem koordinat acuan. Persamaan dari transformasi affine-2d ditunjukan pada persamaan (7) dan (8) (Soedomo & Sudarman, 2004): XX = aa xx + bb yy + CC 1.(7) YY = cc xx + dd yy + CC 2.(8) Dimana (X,Y) adalah koordinat baru sebuah titik pada sistem koordinat setelah transformasi, (x,y) adalah koordinat titik pada sistem koordinat sebelum transformasi, serta a, b, c, d, C 1, dan C 2 adalah parameter transformasi. Untuk mendapatkan ke-enam parameter transformasi, dibutuhkan minimal 3 titik sekutu. Setelah dilakukan proeses tranformasi koordinat pada citra, ke sistem referensi baru yang dianggap benar secara geometris, dilakukan perhitungan nilai standar deviasi, sebagai parameter tingkat ketelitian geometris dari data GCP yang kita gunakan (Ramadhani, 2010). Persamaan untuk perhitungan nilai standar deviasi ditunjukan pad persamaan (9) (11) berikut: σσ XX = nn ii=1 (XX ii XX ii ) 2 nn uu. (9) σσ YY = nn ii=1 (YY ii YY ii ) 2 nn uu.. (10) σσ XX,YY = σσ XX 2 + σσ YY 2 (11) 17

11 Dimana (X,Y) adalah koordinat citra hasil koreksi geometrik, (XX, YY ) adalah koordinat titik kontrol tanah pada bidang referensi, n adalah jumlah pengamatan, u adalah jumlah parameter, σ X adalah standar deviasi komponen X, σ Y adalah standar deviasi komponen Y, dan σ X,Y adalah standar deviasi resultan. Untuk validasi ketelitian dari koreksi geometrik yang kita lakukan, dibutuhkan titik Independent Check Point (ICP) yang diletakan secara merata didalam kawasan cakupan GCP pada citra yang dikoresi. Tingkat ketelitian dari ICP dapat ditentukan oleh nilai dari akar kuadrat kesalahan rata-ratanya (Root Mean Square Error biasa disingkat RMSE). Perhitungan RMSE dari ICP tertera pada persamaan (12): RRRRRRRR IIIIII = nn ii=1 (XX ii XX ii ) 2 + (YY ii YY ii ) 2 nn.(12) Dimana (X,Y) adalah koordinat citra hasil koreksi geometrik, (X, Y ) adalah koordinat titik kontrol tanah pada bidang referensi, dan n adalah jumlah pengamatan. Keberhasilan proses koreksi geometrik dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai standar deviasi GCP dan RMSE ICP -nya. Secara umum nilai-nilai tersebut kurang dari satu pada setiap pixel. Apabila nilainya lebih besar dari satu, maka terdapat kemungkinan bahwa citra tersebut masih mengalami distorsi (Purwadhi & Santojo, 2008). 2.5 Vegetation Index (VI) Indeks Vegetasi merupakan kombinasi pengukuran dua atau lebih band spectral dari spektrum gelombang elegtromagnetik yang berbeda untuk menghasilkan informasi tentang tutupan lahan di permukaan bumi (Campbell, 1996). Indeks vegetasi yang diperoleh dari citra satelit, merupakan salah satu sumber informasi penting untuk memonitor kondisi sebuah vegetasi. Suatu Vegtasi dikatakan subur, jika mengandung clorophil (Zat hijau daun) dalam jumlah besar sehingga aktif berfotosintesis atau dengan kata lain, aktif menyerap karbon. Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil (0.4 μm 0.7 μm) pada vegetasi dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil (0.7 μm 1.1 μm) pada daun akan membuat 18

12 nilai kecerahan yang diterima sensor berbeda (Sudiana & Diasmara, 2008). Sebuah satelit remote sensing, bisa mendeteksi seberapa optimal suatu tumbuhan menyerap karbon, dikarenakan adanya karakteristik yang berbeda pada saat tumbuhan dalam menyerap dan memantulkan spectrum gelombang tertentu (NIR dan RED) pada gelombang yang dipancarkan oleh sensor satelit. Pada penelitian ini digunakan beberapa indeks vegetasi dalam pendekatan perhitungan cadangan karbon yaitu : Simple Ratio (SR), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI), Modified Soil Adjusted Vegetation Index 2 (MSAVI 2), Green Vegetation Index (GVI) Simple Ratio Vegetation Index (SR) Simple Ratio Vegetation Index (SR) pertama kali dikembangkan oleh Jordan (1969). Simple Ratio memanfaatkan perbedaan karakteristik antara tumbuhan subur dan tidak subur, ketika bereaksi pada radiasi spektrum gelombang NIR dan RED. Dari fenomena tersebut, dibuat rasio dengan melakukan perbandingan NIR dan RED dari sebuah citra yang terekam. Kelebihan dari metode ini adalah mengurangi pengaruh efek atmosfer dan efek dari topografi. Kekurangan dari indeks vegetasi SR adalah mudah tersaturasi di daerah dengan densitas vegetasi yang padat. Range nilai dari SR mulai dari 0 sampai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Normalized Difference Vegetation Index diperkenalkan oleh Rouse et al. (1974) dengan tujuan memodifikasi indeks Simple Ratio (SR) dimana indeks Simple Ratio menunjukan nilai yang terlalu besar untuk daerah dengan densitas vegetasi tinggi. Indeks ini menggunakan rasio antara band NIR dan RED dengan persamaan yang dinormalisasi. NDVI merupakan indeks vegetasi yang paling banyak digunakan karena kemampuanya untuk meminimalisir kesalahan akibat buruknya kondisi topografi. NDVI juga disukai karena perhitunganya yang linear dan sederhana. Skala NDVI memiliki rentang -1 sampai 1, dimana nilai 1 menunjukan daerah yang kaya akan vegetasi, nilai 0 menunjukan keadaan sangat sedikit vegetasi, dan nilai -1 menunjukan daerah bukan vegetasi. 19

13 2.5.3 Soil-Adjusted Vegetation Indices (SAVI ) Area dengan kondisi vegetasi yang minim, menonjolkan warna tanah yang cukup dominan. Hal ini bisa menyebabkan kesalahan pada proses perhitungan yang melibatkan indeks vegetasi. Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI) diperkenalkan oleh Huete (1988). SAVI merupakan modifikasi dari NDVI. SAVI bertujuan untuk meminimalisir kesalahan dari variasi warna tanah dengan melibatkan faktor koreksi L pada persamaan umum NDVI. Faktor koreksi L bervariasi tergantung dari karakteristik reflektansi dari tutupan vegetasi. Untuk daerah dengan tingkat densitas vegetasi yang sangat rendah, dipilih nilai faktor koreksi L sebesar 1. Untuk daerah dengan tingkat densitas vegetasi yang sangat tinggi, dipilih nilai faktor koreksi L sebesar Faktor koreksi L= 0.5 paling banyak digunakan karena dapat mengakomodasi daerah vegetasi rendah dan tinggi. Pada penelitian ini, dipilih faktor koreksi 0.5 (Champagne, 2001) Modified Soil-Adjusted Vegetation Indices 2 (MSAVI- 2) Modified Soil-Adjusted Vegetation Indices (MSAVI-1 and MSAVI-2) doperkenalkan pertamakali oleh Qi et al. (1994) adalah indeks vegetasi yang berbasis dari modifikasi faktor koreksi L dari SAVI. Kedua Indeks Vegetasi ini, bertujuan untuk memperbaiki tingkat kecerahan warna tanah dari tutupan vegetasi yang berbeda. Faktor koreksi L mengalami penurunan nilai pada vegtasi dengan densitas rendah dan sedang (Qi, et al., 1994). MSAVI-2, memodifikasi faktor koreksi L untuk memperbaiki noise warna tanah yang tidak terkoreksi pada NDVI dan memperbaiki akurasi nilai pada vegetasi dengan densitas tinggi Green Vegetation Index (GVI) Green Vegetation Index ditemukan oleh Kauth and Thomas pada tahun 1976 terdiri dari persamaan linear yang memiliki koefisien positif pada spectrum gelombang tampak dan koefisien negatif pada gelombang infrared dekat yang diperkirakan dapat meminimalisir efek dari warna tanah dan lebih sensitif terhadap zat hijau daun. Pada tabel 2-3, disajikan formula perhitungan matematis indeks vegetasi yang digunakan: 20

14 Table 2-3 Persamaan Indeks Vegetasi (Sumber: Fazel Amiri, 2009) Vegetation Index Equation Reference SR NDVI SAVI (NIR/RED) (NIR-RED)/(NIR+RED) 1.5(NIR-RED)/(NIR+RED+0.5) Tucker, 1979 Tucker, 1979 Qi et al., 1994 MSAVI 2 (2NIR+1-[(2NIR+1) 2-8(NIR-RED)] 0.5 )/2 Qi et al., 1994 GVI BG-G-R+NIR+MIR-SWIR Kauth and Thomas (1976) Water Band Index Water Band Index adalah Index yang menggambarkan kondisi kadar air pada suatu wilayah.water Index digunakan dalam penelitian ini, untuk mengakomodasi pengaruh kadar air yang terdapat pada suatu vegetasi, terhadap citra yang terekam. Aspek ini menjadi penting karena semakin tinggi kadar air pada suatu vegetasi, mengindikasikan kondisi vegetasi yang lebih sehat (Penuelas, Serrano, & R.Save, 1995). Pada penelitian ini digunakan 2 pendekatan water band index dalam pendugaan cadangan karbon yaitu: Water Index (WI), dan Normalized Difference Water Index (NDWI) Water Index (WI) Jumlah air yang meningkat, secara drastis menyerap gelombang NIR dan MID Infrared yang mengakibatkan citra tampak lebih gelap ( (Environmental Protection Agency, Queensland). Water Index menggunakan rasio reflektansi dari NIR dan Shortwave Infrared, untuk mengkalkulasi absorsi dan penetrasi cahaya pada permukaan air, sehingga dapat mengestimasi kadar air pada wilayah yang direkam (Gao, 1995). 21

15 2.5.8 Normalized Difference Water Index (NDWI) Normalised difference water index (NDWI) diperoleh dengan menggunakan prinsip yang sama dengan perhitungan NDVI. Pada NDVI, daerah vegetasi dan tutupan lahan ditampilkan, dimana daerah perairan tampak lebih gelap dikarenakan perbedaan karakteristik dalam memantulkan radiasi gelombang (McFeeters 1996). Sebaliknya pada NDWI menunjukan dominasi dari daerah perairan karena penggunaan spectrum gelombang Green pada rentang ( µm), memaksimalkan reflektansi air oleh objek yang terekam. Pada tabel 2-4, disajikan formula perhitungan matematis tiap-tiap Water band indeks: Table 2-4 Water Band Index (Sumber: Fazel Amiri, 2009) Water Index Equation Reference WI (NIR/RED) Serrano et all, 2000 NDWI (Green-NIR)/(Green+NIR) Serrano et all, Perhitungan Stok Karbon dengan pendekatan Regresi Analisis regresi merupakan analisis yang mempelajari bagaimana membangun sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu fenomena alami atas dasar fenomena yang lain (Soemartini, 2007). Tujuan utama dari analisis regresi adalah Gujarati (2006): 1. Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan didasarkan pada nilai variabel bebas. 2. Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada nilai variabel bebas diluar jangkaun sample Regresi digunakan untuk memodelkan hubungan antara variable terikat (Dependent Variabel) dengan variabel bebas (Independent Variabel). Variabel bebas (atau variabel tidak bergantung atau independent atau predictor atau X) merupakan variabel yang berubah-ubah tanpa adanya pengaruh variabel atau variabel-variabel 22

16 yang lain. Perubahan yang terjadi pada variabel bebas akan mengakibatkan perubahan pada variabel terikat. Variabel tidak bebas (atau variabel terikat atau dependent atau Y) merupakan variabel yang hanya akan berubah jika terjadi perubahan pada variabel bebas. Kedua jenis variabel tersebut dapat saling berhubungan satu sama lainya atau tidak. Bentuk hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) dapat berupa hubungan negatif atau positif dan hubungan linear atau nonlinear (Soemartini, 2007). Hubungan linear dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan linear ditunjukan pada persamaan (13) (Mason, 1996.) : Y = a + b 1 x 1.,, (13) Hubungan linear lebih dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan linear ditunjukan pada persamaan (14): Y = a + b 1 x 1 + b 2 x 2 b n x n ( 14 ) Hubungan non-linear dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan eksponensial ditunjukan pada persamaan (15): Y = exp (b0 + b1*x1)...(15) Hubungan non-linear lebih dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan exponential ditunjukan pada persamaan (16): Y = exp (b0 + b1*x1+ b2*x bn*xn). (16) Dimana : x, x 1, x 2..x k = variabel-variabel a, b 1, b 2..b k = bilangan konstanta koefisien variabel Untuk keperluan evaluasi seberapa baik korelasi antara variabel-variabel yang digunakan, dihitung koefisien determinasi (R-square atau R 2 ). Nilai R 2 memiliki rentang dari 0 sampai 1. Semakin mendekati 1 nilai sebuah R 2 dari model matematika hasil perhitungan regresi, semakin baik kualitas model tersebut. R 2 23

17 bernilai 0 artinya variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan untuk persamaan regresi tidak saling berkorelasi. Pada persamaan (17) ditunjukan persamaan umum perhitungan nilai R 2 adalah (Anto dan Dajan, 1991): b R 2 1 xy 1 + b2 xy 2 = 2.. (17) y Dimana : x, x 1, x 2..x k = variabel-variabel a, b 1, b 2..b k = bilangan konstanta koefisien variabel Pada penelitian ini dilakukan proses regresi linear tunggal, regresi exponential tunggal, multiregresi linear, dan multiregresi exponential untuk dibuat model matematika pendugaan stok karbon. 24

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Hasil penelitian tugas akhir ini berupa empat model matematika pendugaan stok karbon. Model matematika I merupakan model yang dibentuk dari persamaan regresi linear

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

PENDEKATAN MULTIREGRESI INDEKS VEGETASI UNTUK PENDUGAAN STOK KARBON

PENDEKATAN MULTIREGRESI INDEKS VEGETASI UNTUK PENDUGAAN STOK KARBON PENDEKATAN MULTIREGRESI INDEKS VEGETASI UNTUK PENDUGAAN STOK KARBON TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Muhammad Ilham NIM. 15107004 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi

Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi Vivi Diannita Sari, Muhammad Taufik, Lalu Muhamad Jaelani Program Magister Teknik Geomatika FTSP ITS,

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu penginderaan jauh berkembang sangat pesat dari masa ke masa. Teknologi sistem sensor satelit dan berbagai algoritma pemrosesan sinyal digital memudahkan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu: 1. Bagian hidup

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jarak Jauh Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian  3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan 5 Tabel 2 Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Penutup Lahan Albedo (Unitless) Min Max Mean Hutan alam 0.043 0.056 0.051 Agroforest Karet 0.048 0.058 0.052 Monokultur 0.051 0.065 0.053 Karet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara)

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara) Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara) Eva Khudzaeva a a Staf Pengajar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert. 6 memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert. 2.7. Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI HUTAN WANAGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL. Agus Aryandi

ESTIMASI STOK KARBON MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI HUTAN WANAGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL. Agus Aryandi ESTIMASI STOK KARBON MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI HUTAN WANAGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL Agus Aryandi agusaryandi0812@gmail.com Zuharnen dt_harnen21@yahoo.co.id Intisari Permasalahan efek rumah kaca

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh 4 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, dan fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) A554 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni Ratnasari dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan. (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan. (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2 TINJAUAN PUSTAKA Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam tugas akhir ini data yang di gunakan yaitu data meteorologi dan data citra satelit ASTER. Wilayah penelitian tugas akhir ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN INDEKS VEGETASI

STUDI TINGKAT KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN INDEKS VEGETASI JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 4, No. 4, (203) ISSN: 350-3537 STUDI TINGKAT KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN INDEKS VEGETASI Hernandi K, Bangun Muljo Sukojo, dan Ety Parwati Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Inggriyana Risa Damayanti 1, Nirmalasari Idha Wijaya 2, Ety Patwati 3 1 Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas Hang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem tambang terbuka (open pit mining) dengan teknik back filling. Sistem ini merupakan metode konvensional

Lebih terperinci

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan Lalu Muhamad Jaelani, Fajar Setiawan, Hendro Wibowo, Apip Lalu Muhamad Jaelani, Ph.D

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Masalah yang sering timbul adalah

Lebih terperinci

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : 1. Muh. Tufiq Wiguna (A14120059) 2. Triawan Wicaksono H (A14120060) 3. Darwin (A14120091) ANALISIS SPEKTRAL Ninda Fitri Yulianti A14150046

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572 JURNAL TEKNIK ITS Vol., No., (01) ISSN: 33-353 (301-1 Print) A-5 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Tanaman kelapa sawit awalnya

Lebih terperinci

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO Ima Nurmalia Permatasari 1, Viv Dj. Prasita 2 1) Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas Hang Tuah 2) Dosen Jurusan Oseanografi,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan pembangunan membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pembangunan meningkatkan kebutuhan manusia akan lahan.

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma NDVI dan EVI pada Citra Multispektral untuk Analisa Pertumbuhan Padi (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

Penggunaan Algoritma NDVI dan EVI pada Citra Multispektral untuk Analisa Pertumbuhan Padi (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) Penggunaan Algoritma NDVI dan EVI pada Citra Multispektral untuk Analisa Pertumbuhan Padi (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) 1 Aulia Hafizh S, Agung Budi Cahyono, dan Agus Wibowo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci