BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN UNTUK SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN UNTUK SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)"

Transkripsi

1 BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN UNTUK SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) A. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Perkembangan 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Perkembangan Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan orientasi baru layanan bimbingan dan konseling yang didasarkan pada fungsi pengembangan. Selain berfungsi sebagai pemecahan masalah/penyembuhan, bimbingan dan konseling perkembangan juga berfungsi sebagai pencegahan, pendidikan dan pengembangan. Menurut Blocher (dalam Soeharto, 1998:23), asumsi dasar bimbingan dan konseling perkembangan adalah bahwa kepribadian manusia berkembang secara optimal dengan melalui interaksi yang sehat antara organisme yang sedang dalam perkembangan tersebut dengan lingkungan atau budayanya. Kekuatan sosial dan budaya diketahui secara jelas sebagai sesuatu yang berpengaruh sangat kuat terhadap individu dan perkembangannya. Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan suatu upaya mengoptimalkan perkembangan dan belajar individu melalui penyediaan perlakuan dan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan individu serta dengan tuntutan nilai-nilai keagamaan dan kultural yang dianut. Pengembangan cara pemahaman dan sikap belajar yang sehat dan 14

2 positif. Serta pengembangan berbagai kemampuan dan keterampilan hidup yang diperlukan individu (Solehudin, 2004). Bimbingan dan konseling perkembangan yang dirumuskan oleh The American School Counselor Association yaitu sebagai komponen dari semua usaha bimbingan yang memelihara intervensi-intervensi terencana dalam rangkaian program pendidikan dan layanan kemanusiaan lainnya pada semua hal dalam siklus kehidupan manusia untuk secara sungguh-sungguh mendorong dan secara aktif memfasilitasi pekembangan individu secara total dalam semua bidang (yang mencakup aspek personal, sosial, emosi, karir, moral-etika, kognitif dan estetik) serta meningkatkan integrasi beberapa komponen ke dalam suatu gaya hidup individu. Hakikat bimbingan dan konseling perkembangan ditinjau dari prinsip dan definisinya adalah suatu rangkaian bimbingan yang dilakukan secara bertanggung jawab dalam memfasilitasi perkembangan individu pada semua aspek kehidupannya serta membantu individu untuk menguasai dan mengembangkan potensi / keterampilan hidup. Sehingga mereka dapat berperan dan berfungsi secara efektif selama siklus kehidupannya, terutama menjamin eksistensi dirinya sebagai individu atau anggota masyarakat yang bermartabat. Dinkmeyer (dalam Savitri, 2008:12) mengungkapkan bahwa bimbingan perkembangan tidak selalu berorientasi pada masalah. Sebaliknya tujuan bimbingan perkembangan adalah untuk mengembangkan pemahaman diri, kesadaran akan potensi diri, dan metode untuk memberdayakan kapasitas individu. 15

3 Uman Suherman (2007:24-25) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan diartikan sebagai sebuah program yang mengandung prinsip-prinsip: (1) bimbingan dan konseling dibutuhkan oleh semua peserta didik; (2) bimbingan dan konseling mempunyai fokus pada kegiatan belajar peserta didik; (3) di dalam program bimbingan dan konseling perkembangan, konselor dan guru merupakan fungsionaris yang bekerja sama; (4) kurikulum yang terorganisir dan terencana merupakan bagian vital dari bimbingan perkembangan; (5) bimbingan dan konseling perkembangan peduli kepada penerimaan diri, pemahaman diri, dan peningkatan diri; (6) bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada proses mendorong perkembangan peserta didik; (7) bimbingan dan konseling perkembangan lebih berorientasi kepada perkembangan yang terarah daripada tujuan yang definitif; (8) bimbingan dan konseling perkembangan berorientasi tim dan mensyaratkan pelayanan dari konselor profesional yang terlatih; (9) bimbingan dan konseling perkembangan peduli pada kebutuhan khusus peserta didik; (10) bimbingan dan konseling perkembangan berkenaan dengan psikologi terapan; (11) bimbingan dan konseling perkembangan memiliki dasar-dasar di dalam psikologi anak, perkembangan anak, dan teori belajar; (12) bimbingan dan konseling perkembangan bersifat fleksibel dan sekuensial. Perbedaan antara bimbingan konseling konvensional dengan bimbingan dan konseling perkembangan terdapat pada layanan dan prinsip yang mengembangkan secara menyeluruh dan kolektif dan tidak bersifat kasuistis dan secara pasif. Bimbingan dan konseling perkembangan bersifat responsif dan 16

4 proaktif dengan asumsi bahwa individu mempunyai keunikan dan cenderung untuk berkembang. Bimbingan dan konseling perkembangan mengubah paradigma akan bimbingan konseling atau mengkoreksi gaya layanan bimbingan konseling yang konvensional yang bersifat kuratif menjadi layanan yang bersifat responsif dan ditujukan oleh semua dengan mempertimbangkan keunikan dan dasar dari individu, dan mengembangkan potensi individu secara menyeluruh yang selaras dengan tugas pekembangan serta penyesuaian terhadap lingkungannya. Fokus dari bimbingan dan konseling perkembangan yaitu bertitik tolak kepada potensi manusia. Bimbingan dan konseling perkembangan sangat mempertimbangkan kompleksitas elemen kehidupan yang meliputi potensi biologis, psikologis, kognitif, relationship dan potensi lainnya yang dimiliki oleh manusia yang sangat unik atau beragam yang berbeda dengan yang lainnya. Berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas, Uman Suherman (2007: 25) mendefinisikan bimbingan dan konseling perkembangan sebagai suatu rangkaian bimbingan dan konseling secara bertanggung jawab dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik pada semua aspek kehidupannya, sehingga mereka dapat berfungsi dan berperan aktif selama siklus kehidupannya, terutama menjamin eksistensi dirinya sebagai individu atau anggota masyarakat yang bermartabat. Karena itu, bimbingan dan konseling perkembangan sering disebut juga bimbingan dan konseling komprehensif karena menggarap semua kehidupan peserta didik (konseli). 17

5 Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan adalah suatu proses memfasilitasi perkembangan siswa yang lebih menekannya kepada upaya membantu siswa dalam semua fase perkembangannya. 2. Visi Misi Bimbingan dan Konseling Perkembangan Juntika Nurihsan (2006:42) menjelaskan berdasarkan pendapat dan harapan akan bimbingan dan konseling di sekolah, pertimbangan tuntutan, perkembangan dan tantangan lingkungan masa depan yang lebih kompetitif, maka visi bimbingan dan konseling adalah upaya pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangan siswa, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh siswa baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas kepada siswa yang bermasalah, tetapi meliputi semua siswa. Maka dari itu, program bimbingan harus berdiferensiasi baik dari segi teknik, kegiatan, sumber, maupun pihak-pihak yang terlibat. Sejalan dengan visi bimbingan, maka misi bimbingan harus dapat membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa yang akan datang, yaitu siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, sehat jawamani dan rohani, mempunyai kepribadian 18

6 yang mantap, mandiri serta mempunyai tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan bangsanya. 3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Perkembangan Pendekatan perkembangan merupakan pendekatan yang lebih mutakhir dan proaktif. Pembimbing yang menggunakan pendekatan ini beranjak dari pemahaman tentang keterampilan dan pengalaman khusus yang dibutuhkan siswa untuk mencapai keberhasilan sekolah dan dalam kehidupan. Pendekatan perkembangan ini dipandang sebagai pendekatan yang tepat digunakan dalam tatanan pendidikan sekolah karena pendekatan perkembangan memberikan perhatian kepada tahap-tahap perkembangan siswa, kebutuhan dan minat serta membantu siswa mempelajari keterampilan hidup (Myrick:1993 dalam Muro & Kottman,1995:25). Secara rinci, tujuan dari bimbingan dan konseling perkembangan ialah: a. Memahami, menerima, mengarahkan dan mengembangkan minat, bakat dan kemampuan seoptimal mungkin. b. Menyesuaikan diri dengan keadaan di lingkungan dimana ia hidup (keluarga, sekolah/ masyarakat). c. Merencanakan kehidupan masa depan individu sesuai dengan tuntutan dunia saat ini dan masa depan. d. Membantu anak dalam mengembangkan cara pemahaman dan sikap hidup yang sehat baik terhadap diri sendiri/ lingkungannya. e. Menguasai keterampilan sosial-pribadi dan belajar yang diperlukan sesuai taraf dan kebutuhan perkembangan. 19

7 f. Mengekspresikan diri baik pikiran/ perasaan secara tepat dan bertanggung jawab tanpa merasa terancam atau tertekan. g. Mengendalikan dan menyalurkan dorongan-dorongan dan keinginannya secara wajar. h. Membantu mengatasi masalah dan kesulitan dalam perkembangan. Dalam pendekatan perkembangan, perilaku yang diharapkan dimiliki individu menjadi dasar bagi pengembangan program bimbingan. Esensi strategi untuk membantu siswa mengembangkan dan menguasai perilaku yang diharapkan terletak pada lingkungan belajar, yaitu lingkungan yang memungkinkan siswa memperoleh perilaku baru yang lebih efektif (Sunaryo Kartadinata, 1988:19). Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan dari layanan bimbingan dan konseling perkembangan seharusnya ditujukan untuk membantu individu mengembagkan dan menguasai perilaku yang diharapkan terletak pada lingkungannya, yaitu lingkungan yang memungkinkan individu tersebut memperoleh perilaku baru yang lebih efektif. 4. Fungsi Bimbingan dan Konseling Perkembangan Adapun fungsi dari bimbingan dan konseling perkembangan menurut Siti Sir atun (2005:25) antara lain: a. Pemahaman, yaitu memahami setiap individu adalah unik yang terus menerus berkembang kondisi psikologisnya dan mampu memahami keadaan diri maupun lingkungannya. 20

8 b. Pengembangan, yaitu mengembangkan minat, potensi dan kondisi psikologis individu serta mengakselerasikan perkembangan melalui pemberian pengalaman belajar yang kaya dan tepat. c. Pencegahan, yaitu memberi kekuatan pada individu untuk tidak terpengaruh oleh hal-hal buruk yang dapat menggangu atau menghambat proses perkembangan dan lebih lanjut agar individu memiliki keyakinan yang kuat berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan. d. Kuratif, yaitu memberikan intervensi-intervensi yang diperlukan individu sesuai dengan kesulitan perkembangan yang dihadapinya. 5. Struktur Layanan Bimbingan dan Konseling Perkembangan Menurut Gysbers&Henderson (Muro &Kottman,1995:5), Bimbingan dan konseling perkembangan memiliki empat komponen program yaitu kurikulum bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem. Adapun penjelasan dari keempat komponen layanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut: a. Layanan Dasar Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi peserta didik (siswa) melalui kegiatan-kegiatan kelas atau diluar kelas yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal ( Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2005:26). Layanan dasar bimbingan bertujuan membantu semua siswa mencapai tugar-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan layanan dasar bimbingan dirumuskan agar individu atau peserta didik: (1) memiliki kesadaran atau 21

9 pemahaman tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosialbudaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani dan memenuhi kebutuhannya; (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya (Uman Suherman,2007:28-29). Layanan dasar bimbingan dapat diberikan melalui jenis-jenis layanan pemberian informasi, diskusi atau sharing pendapat (brain storming). Pelaksanaan pemberian layanan informasi mengacu kepada panduan atau paket bimbingan atau bahan-bahan lain yang relevan. Layanan informasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membekali siswa dengan pengetahuan dengan berbagai jenis aspek kehidupan yang berguna bagi pengembangan diri, penyesuaian diri, dan pengambilan keputusan. Sementara itu, layanan diskusi atau sharing pendapat dapat memfasilitasi siswa untuk belajar menghargai pendapat orang lain dan membantu mengembangkan kepercayaan diri siswa. Strategi pelaksanaan layanan dasar bimbingan dapat juga dilakukan dengan melaui kontak langsung ataupun tidak langsung. strategi ini dapat dilakukan melalui pelayanan klasikal, orientasi, informasi, bimbingan kelompok, dan pelayanan pengumpulan data. Materi yang dapat diberikan dalam layanan dasar bimbingan disesuaikan berdasarkan hasil analisis kebutuhan, karakteristik kebutuhan konseli, dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian peserta didik mencakup: (1) self-esteem; (2) motivasi berprestasi; (3) keterampilan pengambilan keputusan; 22

10 (4) keterampilan pemecahan masalah; (5) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (6) kesadaran keragaman budaya; (7) perilaku bertanggung jawab. Hal-hal yang terkait dengan perkembangan karier mencakup pengembangan: (1) pemantapan pilihan program studi; (2) keterampilan kerja professional; (3) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah, rohaniah) dalam menghadapi dunia kerja; (4) perkembangan dunia kerja; (5) iklim kehidupan dunia kerja; (6) cara melamar pekerjaan. b. Layanan Responsif Layanan responsif merupakan layanan bantuan yang diberikan kepada siswa yang memiliki masalah atau kebutuhan khusus yang memerlukan pertolongan konselor dengan segera. Juntika Nurihsan (2005: 33) mendefinisikan layanan responsif sebagai layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Tujuan layanan responsif yaitu membantu siswa memenuhi kebutuhannya dan membantu memenuhi masalahnya baik berupa hambatan atau kegagalan dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Materi bimbingan dan konseling tergantung pada masalah atau kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan siswa untuk memahami sesuatu hal yang dipandang penting bagi perkembangan diri siswa yang positif. Strategi pelaksanaan layanan responsif dapat dilaksanakan melalui konseling individual, konseling kelompok, referal, kolaborasi, bimbingan teman sebaya, konferensi kasus, dan kunjungan rumah. 23

11 Prediksi kebutuhan meliputi kebutuhan atau masalah yang dihadapi konseli baik berkenaan dengan aspek pribadi, sosial, karir, maupun masalah pengembangan pendidikan. c. Layanan Perencanaan Individual Menurut Muro & Kottman (1995:6), layanan perencanaan individual adalah membantu anak untuk merancang implementasi personal, pendidikan dan perencanaan karier. Tujuannya membantu anak-anak mampu memantau/melihat dan memahami pertumbuhan dan perkembangannya serta berperan aktif melalui informasi diri. Tujuan layanan perencanaan individual adalah membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan,dan rencana yang telah dirumuskan. Dalam pelaksanaannya, layanan perencanaan individual dapat ditempuh melalui layanan bimbingan kelompok (diskusi, karyawisata, atau kunjungan ke dunia industri perusahaan), pelayanan penempatan (penjurusan dan penyaluran), dan kegiatan career day. Kebutuhan akan layanan perencanaan individual yang efektif pada dasarnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di tiap satuan pendidikan berdasarkan hasil analisis pencapaian tugas perkembangan. Prinsip dasarnya, layanan perencanaan harus memenuhi aspek aspek perkembangan peserta didik baik dalam bidang pribadi, sosial, belajar, maupun karier. 24

12 d. Layanan Dukungan Sistem Dukungan sistem adalah kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional, penasehat, masyarakat, staff, konsultasi dengan guru maupun konselor, staff ahli / penasehat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program dan pengembangan. Dukungan sistem merupakan layanan yang tidak langsung. kegiatan layanan dukungan sistem meliputi (1) pemberian layanan yang meliputi konsultasi dengan guru, konsultasi/kerjasama dengan orang tua/masyarakat, berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, dan melakukan penelitian; (2) kegiatan manajemen yang berkaitan dengan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling melalui pengembangan program dan staf, pemanfaatan sumber daya masyarakat dan pengembangan penataan kebijakan. Kegiatan utama layanan dasar bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem dalam implementasinya didukung dengan beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling seperti: (1) layanan pengumpulan data; (2) layanan informasi; (3) layanan penempatan; (4) layanan konseling; (5) layanan referal; (6) layanan penilaian dan tindak lanjut. Menurut rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas:2007), keempat komponen yang telah dijabarkan dapat digambarkan sebagai berikut: 25

13 Pelayanan Dasar Komponen Program BK Perkembangan Pelayanan Responsif Pelayanan Per.Indiv. Dukungan Sistem Pengembang an Profesional Konsultasi, Kolaborasi, dan kegiatan manajemen Peserta Didik Gambar 2.1 Komponen Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan B. Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan 1. Pengertian Program Bimbingan dan Konseling Perkembangan Program layanan bimbingan dan konseling merupakan serangkaian rencana aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang selanjutnya akan menjadi pedoman bagi setiap personil dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya (Uman Suherman, 2007:59). Secara mendasar bimbingan dan konseling sekolah direkomendasikan sebagai upaya pemberian layanan langsung bagi seluruh siswa. Jadi seluruh siswa menerima manfaat di sekolah. Kenyataan yang sering muncul yaitu aktivitas konselor yang menghabiskan banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan sebagian 26

14 kecil siswa (secara khusus hanya mengurus kebutuhan siswa berprestasi rendah dan bermasalah) tidak terjadi lagi. Maka dari itu, diperlukan perencanaan dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling melalui program bimbingan dan konseling. Juntika Nurihsan (2005:40) menjelaskan manfaat dilakukannya perencanaan program secara matang yaitu: (1) adanya kejelasan arah pelaksanaan program bimbingan; (2) adanya kemudahan mengontrol dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan bimbingan yang dilakukan; (3) terlaksananya program kegiatan secara lancar, efisien dan efektif. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya menyediakan sistem layanan yang bermanfaat bagi kemajuan akademik, karir, dan perkembangan pribadi atau sosial para siswa dalam menyiapkan dan menghadapi tantangan masa depan dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsanya di masa depan. Sehubungan dengan sifat bimbingan dan konseling komprehensif, ada tiga hal yang secara mendasar perlu diperhatikan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah yaitu: (1) ruang lingkup yang menyeluruh yang tidak saja berfokus pada layanan bagi seluruh siswa tetapi juga pada seluruh aspek kehidupan siswa; (2) dirancang lebih berorientasi pencegahan, tugas konselor tidak dibatasi sebagai penasihat dan pencari solusi tentang permasalahan yang dihadapi para siswa tetapi melalui pelaksanaan program bimbingan dan konseling, konselor lebih mengarahkan aktivitasnya pada pencegahan resiko yang mungkin dihadapi para siswa; (3) pengembangan potensi siswa, program 27

15 bimbingan dan konseling yang komprehensif dirancang tidak hanya untuk pencegahan permasalahan siswa, tetapi disusun sebagai pelayanan untuk menemukan karakteristik dan kebutuhan siswa pada berbagai jenis dan tahapan perkembangan. Secara khusus, Uman Suherman (2007:61) menyatakan program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Program bimbingan dan konseling sekolah merupakan kesatuan komponen tujuan institusi sekolah. b. Program bimbingan dan konseling sekolah memberikan kesempatan pelayanan kepada semua siswa. c. Program bimbingan dan konseling ditunjang dengan keberadaan konselor yang professional (keahlian, komitmen, pengembangan diri). d. Memastikan bahwa program konseling sekolah merupakan rancangan yang dapat dilaksanakan dalam sebuah gaya yang sistematik untuk semua siswa. e. Program bimbingan dan konseling mampu menghasilkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan siswa lainnya yang dapat didemontrasikan sebagai sebuah hasil dari keikutsertaan mereka dalam sebuah program bimbingan dan konseling sekolah. 2. Orang Yang Terlibat Dalam Program Bimbingan Orang yang terlibat dalam bimbingan dan konseling adalah konselor, guru, kepala sekolah, orang tua siswa, siswa, anggota masyarakat, pengusaha, karyawan perusahaan, semuanya berperan sebagai narasumber dalam program bimbingan. 28

16 Konselor bertugas memberikan berbagai layanan dan mengoordinasikan program bimbingan, bekerjasama, serta mendukung para guru dan administrator sekolah agar program bimbingan tersebut berhasil. Adapun orang tua siswa, anggota masyarakat, pengusaha, dan karyawan perusahaan dilibatkan dalam program bimbingan dan konseling. Mereka masuk dalam komite/dewan penasihat masyarakat yang bertugas memberikan rekomendasi, serta layanan dukungan terhadap konselor dan orang-orang yang terlibat dalam program bimbingan. Keterlibatan staf pengajar/guru adalah sangat penting. Oleh sebab itu guru harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan implementasi program. Konselor dan guru harus bekerja sama dalam pelaksanaan program bimbingan. Kegiatan-kegiatan bimbingan disajikan dalam bidang materi yang tepat sehingga posisi guru tidak diganti oleh konselor dalam kelas. Dalam penelitian ini, yang akan dilibatkan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling perkembangan untuk siswa RSBI yaitu guru bimbingan dan konseling, siswa, orang tua siswa, guru mata pelajaran dan kepala sekolah. 3. Manfaat Program Bimbingan dan Konseling Program bimbingan dan konseling yang baik, mestinya mempunyai dampak positif pada siswa, orang tua, guru mata pelajaran, pimpinan sekolah, bahkan konselornya. Manfaat program bimbingan dan konseling untuk masingmasing personil sekolah diuraikan sebagai berikut: 29

17 a. Manfaat bagi siswa Manfaat bagi program bimbingan dan konseling bagi siswa diantaranya adalah: (1) memonitor data atau informasi pengembangan potensi siswa; (2) menyediakan strategi untuk prestasi rendah; (3) meningkatkan kurikulum bagi setiap siswa; (4) meningkatkan kesepakatan untuk meningkatkan strategi belajar; (5) memastikan siswa untuk mengikuti layanan program bimbingan dan konseling; (6) memastikan jalan yang tepat untuk memperoleh kesempatan pendidikan lanjutan; (7) membantu meningkatkan dukungan bagi siswa; (8) memajukan teman sebaya dengan memfasilitasi kemampuannya; (9) membantu siswa supaya bertambah sukses. b. Manfaat bagi orang tua atau wali Manfaat program bimbingan dan konseling bagi orang tua atau wali siswa diantaranya: (1) memberikan dorongan dalam mendukung kemampuan akademik, karier, dan pribadi atau perkembangan sosial para siswa; (2) membantu dalam kegiatan belajar dan perencanaan karier siswa; (3) memajukan hubungan antara orang tua dengan sekolah dalam perencanaan akademik, karir, dan sosial siswa; (4) mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai sumber; (5) memberikan pelatihan dan workshop yang bersifat pemberian informasi; (6) memberikan data kemajuan siswa. c. Manfaat bagi guru Manfaat program bimbingan dan konseling bagi guru diantaranya adalah: (1) mengembangkan pendekatan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan tujuan pendidikan; (2) meningkatkan kerjasama antar konselor sekolah dan guru; (3) 30

18 mengembangkan kemampuan untuk mengelola kelas; (4) memberikan sistem penyediaan fasilitas bagi pembimbingan pembelajaran di kelas; (5) meningkatkan kerja kelompok dalam meningkatkan prestasi siswa; (6) menganalisa data untuk memperbaiki suasana sekolah dan prestasi belajar siswa. d. Manfaat bagi kepala sekolah Adapun manfaat program bimbingan dan konseling di sekolah adalah: (1) meluruskan program bimbingan dan konseling dengan misi akademik sekolah; (2) meningkatkan keberhasilan siswa; (3) sebagai monitor data tentang kemajuan sekolah; (4) proses artikulasi untuk mengevaluasi program bimbingan dan konseling sekolah; (5) menggunakan data untuk bersama-sama mengembangkan tujuan bimbingan dan konseling sekolah dan responsibilitas konselor sekolah; (6) menentukan besar anggaran dan besar pembiayaan; (7) memberikan kurikulum bimbingan dan konseling sekolah yang proaktif dengan mencantumkan kebutuhan siswa dan suasana sekolah. e. Manfaat bagi konselor sekolah Manfaat program bimbingan dan konseling bagi konselor adalah: (1) menegaskan tanggung jawab dalam konteks program bimbingan dan konseling di sekolah; (2) memfokuskan pekerjaan professional pada kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah; (3) mendorong bagi setiap siswa untuk memanfaatkan program bimbingan dan konseling; (4) memberikan kemudahan untuk menentukan program, melaksanakan, dan mengevaluasinya; (5) mengenalkan konselor sekolah sebagai pemimpin, penyokong, dan agen perubahan; (6) 31

19 memastikan kontribusi program bimbingan dan konseling terhadapvisi dan misi sekolah. Proses penyusunan program dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: a. Mengkaji kebijakan dan produk hukum yang relevan b. Menganalisis harapan dan kondisi sekolah c. Menganalisis karakteristik dan kebutuhan siswa d. Menganalisis program, pelaksanaan, hasil, dukungan serta faktor-faktor penghambat sebelumnya. e. Merumuskan tujuan program baik umum maupun khusus. f. Merumuskan alternatif konponen dan isi kegiatan. g. Menetapkan langkah-langkah kegiatan pelaksanaan program h. Merumuskan rencana evaluasi pelaksanaan keberhasilan program. (Uman Suherman, 2007:69). 4. Studi-Studi Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengembangan program bimbingan dan konseling perkembangan adalah sebagai berikut: 1. Soeharto (1998) melakukan penelitian tentang model bimbingan dan konseling perkembangan di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Secara keseluruhan, penelitian ini telah menghasilkan model bimbingan dan konseling perkembangan di SLTP yang menunjukkan peningkatan pada kualitas layanan dan sistem manajemennya. 2. Ida Ningrum (2005) melakukan penelitian tentang program bimbingan perkembangan yang terintegrasi dalam pembelajaran di taman kanak-kanak. 32

20 Hasil penelitian ini mengajukan rekomendasi berupa rancangan program bimbingan perkembangan yang diintegrasikan dalam proses pembelajaran di TK. 3. Yayah Haryawati (2007) melakukan penelitian tentang program bimbingan dan konseling perkembangan untuk pengembangan emosi anak usia dini. Penelitian ini bertujuan merumuskan program bimbingan dan konseling perkembangan untuk pengembangan emosi anak usia dini. Sehingga tercipta suasana yang kondusif bagi pengembangan emosi anak, dan dengan adanya program tersebut anak-anak dapat memiliki kualitas emosi yang baik sebagai landasan perkembangan pada periode selanjutnya. 4. Agus Rusli (2005) melakukan penelitian tentang program bimbingan perkembangan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan layanan bimbingan di kelompok bermain yang berkenaan dengan pengembangan bahasa anak. 5. Tine Nugrehentine (2008) melakukan penelitian tentang program bimbingan dan konseling komprehensif berbasis tugas perkembangan moral di TK Al- Jannah kota Bandung. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merancang program bimbingan dan konseling yang dapat mengoptimalkan pencapaian tugas perkembangan moral di taman kanak-kanak. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas, mengembangkan program bimbingan dan konseling perkembangan walaupun berbeda tujuan penelitian. Berbeda tujuan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebagaimana disebutkan diatas, penelitian ini berupaya merumuskan program 33

21 bimbingan dan konseling perkembangan yang sesuai bagi siswa rintisan sekolah bertaraf internasional SMP Negeri 1 Lembang. C. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) 1. Konsep Dasar RSBI Pada Jenjang Pendidikan SMP a. Latar Belakang Dalam UUD 1945 pada pasal 31 dinyatakan bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu: (1) peningkatan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, (2) peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Dalam upaya peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini, maka: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan 34

22 bertaraf internasional yang efisien adalah pendidikan yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional) dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerahnya (kabupaten/kota dan propinsi); (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik secara nasional maupun internasional. Penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang selanjutnya disebut dengan Sekolah Bertaraf Internasional (disingkat dengan SBI) dilatarbelakangi oleh alasan-alasan berikut: 1) Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja sekolah, dan kenggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi. 2) Dalam upaya peningkatan mutu, efisien, relevan, dan memiliki daya saing kuat, maka dalam penyelenggaraan SBI pemerintah memberikan beberapa 35

23 landasan yang kuat yaitu: (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50 ayat (3) dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional ; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (disingkat SNP); (c) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun menetapkan tahapan skala prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan. 3) Penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, inovatif dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan (kreatif, inovatif dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus memperhatikan 36

24 perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat dan minat peserta didik. Jadi, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan spriritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. 4) Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilaiannya. Makdusnya adalah pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be). Dalam rangka mengemban amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dan dengan mempertimbangkan berbagai alasan sebagaimana dijelaskan di atas, maka 37

25 Direktorat Pembinaan SMP Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 telah merintis 100 SMP Negeri di Indonesia menjadi SBI. Berdasarkan berbagai peraturan perundangan dan beberapa pertimbangan/alasan di atas, maka penting kiranya pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional) berkewajiban untuk memberikan arahan, bimbingan dan pengaturan terhadap sekolah-sekolah yang telah dan akan merintis SBI, baik untuk sekolah negeri maupun swasta supaya kedepan pengembangannya lebih terarah, terencana, dan sistematis, serta diharapkan di setiap daerah Kbupaten/Kota di Indonesia terdapat minimal satu satuan dan jenis pendidikan yang bertaraf internasional, baik yang diselenggarakan sebagai rintisan oleh pemerintah, masyarakat secara mandiri atau secara swadana bagi sekolah yang didukung oleh dana yang kuat dari pemerintah daerah atau yayasan. ( 27 November 2009) b. Indikator Kelas RSBI Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 bahwa sekolah harus memenuhi delapan unsur Standar Nasional Pendidikan terdiri dari: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian, dimana semuanya itu merupakan obyek penjaminan mutu pendidikan/sekolah. Tolok ukur atau karakteristik SBI adalah sekolah harus mampu memenuhi delapan obyek atau unsur pendidikan tersebut yang secara rinci 38

26 dijabarkan dalam standar indikator-indikator kinerja kunci minimal sebagai jaminan akan mutu pendidikannya yang telah berstandar nasional. Di samping itu, sekolah juga harus mampu memenuhi indikator-indikator kinerja kunci tambahan sebagai plus-nya, yaitu indikator-indikator kinerja sekolah yang berstandar internasional dari salah satu negara OECD dan atau dari negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Adapun berbagai indikator kinerja kunci minimal dan indikator-indikator kinerja kunci tambahan yang esensial harus mampu dipenuhi dan ditunjukkan sekolah dalam penjaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada tabel 2.2 ( 27 November 2009). 39

27 Tabel 2.2 Indikator Kinerja Kunci Minimal dan Indikator-Indikator Kinerja Kunci Tambahan No. Objek Penjaminan Mutu (Unsur Pend. dlm SNP) Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) I Akreditasi Berakreditasi A dari BAN- Sekolah dan Madrasah II Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompetensi Lulusan Menerapkan KTSP Memenuhi Standar Isi Memenuhi SKL Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (X-nya) a. Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu Lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. a. Sekolah telah menerapkan sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi dimana setiap siswa dapat mengakses transkripnya masing-masing. a. Muatan pelajaran (isi) dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah negara diantara 30 negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan dari negara maju lainnya. a. Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP. b. Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olah raga 40

28 No. III Objek Penjaminan Mutu (Unsur Pend. dlm SNP) Proses Pembelajaran. Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) Memenuhi Standar Proses. IV Penilaian. Memenuhi Standar Penilaian. V Pendidik. Memenuhi Standar Pendidik. Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (X-nya) a. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpi - an, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator. b. Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah negara diantara 30 negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan dari negara maju lainnya. c. Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel d. Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel Bahasa Indonesia. a. Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan sistem/model penilaian dari sekolah unggul diantara salah negara diantara 30 negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau dari negara maju lainnya. a. Guru Sains, matematika, dan teknonogi mampu mengajar dengan bahasa Inggris. b. Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK. c. Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A. 41

29 No. VI VII Objek Penjaminan Mutu (Unsur Pend. dlm SNP) Tenaga Kependidikan. Sarana dan Prasarana. Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) Memenuhi Standar Kependidikan. Memenuhi Standar Sarana dan Prasarana. VIII Pengelolaan. Memenuhi Standar Pengelolaan. Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (X-nya) a. Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A. b. Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah. c. Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif. d. Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan entreprenual yang kuat. a. Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK. b. Sarana perpustakaan telah dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia. c. Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dll. a. Sekolah meraih sertifikasi ISO 9001 VERSI 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO b. Merupakan sekolah multi kultural. c. Sekolah telah menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional di luar negeri. 42

30 No. Objek Penjaminan Mutu (Unsur Pend. dlm SNP) Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) VIII Pengelolaan. Memenuhi Standar Pengelolaan. IX Pembiayaan. Memenuhi Standar Pembiayaan. Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (X-nya) d. Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dll. e. Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah. a. Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan. 2. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMP Negeri 1 Lembang a. Pendahuluan Rintisan sekolah bertaraf internasional adalah sekolah standar nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia, yang sedang dirintis untuk menjadi Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Dengan dibentuk kelas Bilingual (bahasa pengantar dalam pembelajaran menggunakan dua bahasa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia) diharapkan lulusan siswa rintisan sekolah bertaraf internasional memiliki kemampuan daya saing bukan hanya di tingkat nasional tapi juga ditingkat internasional. Berdasarkan surat keputusan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat nomor 978/20637-Pendas/tahun 2008, bahwa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 43

31 Lembang ditetapkan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang pertama di Kabupaten Bandung Barat. b. Visi dan Misi RSBI SMPN 1 Lembang Visi rintisan sekolah bertaraf internasional SMPN 1 Lembang adalah menjadi sekolah paling unggul bertaraf internasional dan masuk nominasi 10 besar tingkat propinsi Jawa Barat yang berwawasan lingkungan dan budaya. Adapun misi rintisan sekolah bertaraf internasional SMPN 1 Lembang yaitu: (1) mengembangkan kurikulum sesuai dengan kurikulum nasional yang mengacu kepada tuntutan global; (2) meningkatkan professional dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; (3) mengembangkan standar proses pembelajaran; (4) mengembangkan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan; (5) mengembangkan mutu akademik dan non akademik; (6) meningkatkan standar pengelolaan; (7) mengembangkan standar pembiayaan pendidikan; (8) mengembangkan standar penilaian; (9) mengimplementasikan sekolah berbudaya lingkungan. c. Sarana dan Prasarana di RSBI SMPN 1 Lembang Sarana dan prasarana diperlukan untuk menunjang keberhasilan kelas rintisan sekolah bertaraf internasional baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Fasilitas belajar di kelas rintisan sekolah bertaraf internasional SMPN 1 Lembang meliputi: (1) Laboratorium IPA Fisika; (2) Laboratorium IPA Biologi dan Kimia; (3) Laboratorium Komputer; (4) Ruang Multimedia; (5) Perpustakaan /Perpustakaan online; (6) Akses internet 24 jam; (7) Lapangan bola basket/voli; (8) Mesjid 2 lantai; (9) Ruang kesenian/aula; (10) Ruang mesin fotocopy. 44

32 Sedangkan fasilitas yang terdapat di kelas bilingual meliputi: (1) Ruang kelas yang bersih dan asri; (2) Meja dan kusri sendiri-sendiri; (3) locker pribadi; (4) Komputer di dalam kelas; (5) Laptop kelas; (6) Infocus/Projector di dalam kelas; (7) Stereo system di dalam kelas; (8) DVD player di dalam kelas; (9) internet online setiap saat. d. Seleksi Siswa RSBI Sebelum menjadi siswa rintisan sekolah bertaraf internasional, calon siswa diseleksi baik dalam kemampuan akademis ataupun non-akademis. Tahapan seleksi atau penjaringan secara akademik pada calon siswa rintisan sekolah bertaraf internasional dilakukan dengan beberapa tes, yaitu: 1) Tes tulis (matematika, IPA, bahasa Indonesia, bahasa inggris, dan pengetahuan umum). 2) Tes lisan bahasa inggris. 3) Tes praktik komputer. 4) Tes IQ/Psikotes. 5) Wawancara (dengan calon siswa rintisan sekolah bertaraf internasional dan orang tua siswa). e. Kurikulum dan Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Kelas RSBI Kurikulum yang digunakan di kelas rintisan sekolah bertaraf internasional SMPN 1 Lembang pada umumnya sama dengan kurikulum kelas regular yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan penambahan jam pelajaran pada mata pelajaran tertentu. Penjabaran mengenai struktur kurikulum rintisan sekolah bertaraf internasional dijelaskan pada tabel 2.3 berikut: 45

33 Tabel 2.3 Struktur Kurikulum kelas RSBI Komponen Kelas dan Alokasi Waktu VII VIII IX A. MATA PELAJARAN 1. Pendidikan Agama Pendidikan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Seni Budaya Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Teknologi Informasi dan Komunikasi B. MUATAN LOKAL 1. Muatan Lokal Muatan Lokal C. PENGEMBANGAN DIRI DIBAWAH KOORDINASI BIMBINGAN DAN KONSELING Kegiatan Umum: Pramuka, PMR, PKS, Bripera, Iksiroh, KIR, Binavokalia, BIMBINGAN DAN KONSELINGC, Taekwondo, PLH, Bola Basket, Voly Ball, Seni Tari, Mading, Keputrian. Berdasarkan Prestasi: Atletik, MIPA, Bahasa Inggris, Siswa Berprestasi. 2*) 2*) 2*) Jumlah *) Ekuivalen 2 jam pelajaran. Secara singkat, pembelajaran di rintisan sekolah bertaraf internasional yang membedakan dengan pembelajaran di kelas regular adalah sebagai berikut: 1. Penambahan waktu belajar di sekolah. 2. Penambahan jam mata pelajaran bahasa inggris. 3. Penambahan jam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. 4. Penambahan jam mata pelajaran matematika. 46

34 5. Proses pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 6. Pembelajaran menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 7. Pembelajaran bersifat PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). D. Kebutuhan Siswa RSBI SMP Negeri 1 Lembang Kaitannya Dengan Program Bimbingan Dan Konseling Perkembangan Dalam layanan bimbingan dan konseling kebutuhan siswa harus mendapat prioritas dan perhatian, karena kebutuhan yang dirasakan siswa sangat erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi siswa itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan, munculnya berbagai persoalan remaja sebagai siswa di sekolah, di keluarga, dan di masyarakat, lebih banyak oleh karena tidak terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan siswa. Oleh karena pemenuhan kebutuhan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi siswa, maka layanan bimbingan dan konseling menjadi sangat penting untuk menjembatani kesenjangan kebutuhan remaja tersebut. untuk dapat memberikan layanan yang relevan dengan kebutuhan siswa, maka terlebih dahulu perlu diidentifikasi kebutuhan yang dirasakan siswa. Pengukuran kebutuhan merupakan kegiatan penting dalam penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah, seperti yang dikemukakan Klein (dalam Atikah, 2007:58) bahwa pengukuran kebutuhan perlu dilakukan dalam penyusunan program, karena (1) akan memfokuskan perhatian pembuat program pada masalah penting, (2) memberikan dasar pengesahan perhatian program 47

35 hanya pada kebutuhan, dan (3) memberikan informasi dasar untuk mengukur perubahan performans siswa. Kebutuhan dalam penelitian ini, dimaksudkan kepada kebutuhan yang dirasakan siswa atas tuntutan sekolah di rintisan sekolah bertaraf internasional. siswa rintisan sekolah bertaraf internasional pembelajarannya dibedakan dengan siswa kelas regular. Harapan dan tuntutan yang ditujukan guru, kepala, sekolah, orang tua siswa pun berbeda. Siswa rintisan sekolah bertaraf internasional diharapkan mampu memiliki kepribadian yang unggul, mahir dalam penggunaan bahasa Inggris, bermotivasi belajar tinggi dan mampu bersaing dengan siswa yang lain baik tingkat nasional maupun internasional serta rintisan sekolah bertaraf internasional SMP negeri 1 Lembang mengharapkan siswa mampu mengenal dan menjaga budaya dan memperkenalkan budayanya kepada dunia internasional. Kesenjangan antara tuntutan pembelajaran dan harapan lingkungan dengan siswa rintisan sekolah bertaraf internasional dapat menimbulkan masalah. Kesenjangan-kesenjangan tersebut harus diidentifikasi terlebih dahulu sebagai kebutuhan siswa rintisan sekolah bertaraf internasional serta dijadikan salah satu dasar penyusunan program bimbingan dan konseling yang sesuai untuk siswa RSBI. 48

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah menghimbau beberapa sekolah (melalui asesor akreditasi, monitoring dan evaluasi serta kunjungan pengawas) termasuk sekolah di tempat peneliti bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dari masa ke masa. Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan. 1. UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 50 ayat (3) 2. PP no 19 tahun 2005 (Pasal 61 ayat 1), 3. Renstra Diknas 2005-2009 4. Bervariasinya penyelenggaraan 5. Rekomendasi kajian profil SBI tahun 2006 6. Buku Pedoman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Tipe Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu tipe penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAHAN-BAHAN YANG HARUS DIPERSIAPKAN SEKOLAH

BAHAN-BAHAN YANG HARUS DIPERSIAPKAN SEKOLAH BAHAN-BAHAN YANG HARUS DIPERSIAPKAN SEKOLAH I. Akreditasi 1. Dokumen piagam akreditasi 2. MoU/program kerja sama dengan pihak lain/sekolah/lembaga pendidikan internasional II. III. Kurikulum 1. Dokumen

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF

BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF Program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif disusun untuk merefleksikan pendekatan yang menyeluruh bagi dasar penyusunan program, pelaksanaan program,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimiliki. E. Mulyasa (2007:3), menyebutkan bahwa Human Development. Index (HDI) melaporkan bahwa pada tahun 1998 Indonesia menduduki

I. PENDAHULUAN. dimiliki. E. Mulyasa (2007:3), menyebutkan bahwa Human Development. Index (HDI) melaporkan bahwa pada tahun 1998 Indonesia menduduki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan diberbagai bidang pada era globalisasi yang sangat cepat memang perlu disikapi secara proaktif. Berbagai upaya terus dilakukan untuk dapat bersaing dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) LATAR BELAKANG PROGRAM SBI 1. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini variabel-variabel yang dioperasionalkan adalah semua variabel yang termasuk dalam hipotesis yang

Lebih terperinci

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri untuk berbagi pengalaman Oleh: Mardiyana Disampaikan pada Seminar Nasional Di FKIP UNS Surakarta, 26 Februari 2011 Landasan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 LANDASAN KONSEPTUAL Definisi Umum: SBI adalah sekolah/madrasah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan dunia. Manusia Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1

PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1 PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1 A. Pengertian Kurikulum SD Bertaraf Internasional harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan mangacu

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN FORMAL RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto,

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, terjadi perkembangan dan persaingan yang sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto, 2010:10) teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan Sekolah Standar Nasional (SSN) menjadi Sekolah Rintisan. daya saing bangsa Indonesia di forum internasional.

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan Sekolah Standar Nasional (SSN) menjadi Sekolah Rintisan. daya saing bangsa Indonesia di forum internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi telah mendorong terjadinya kompetisi bagi lembaga pendidikan yang tidak hanya bersifat lokal atau regional saja, tetapi juga internasional. Kompetisi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING. Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING. Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional 1 SEKOLAH INTERNASIONAL DASAR HUKUM: 1. PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, peneliti akan membahas tentang: 1) latar belakang; 2) fokus penelitian; 3) rumusan masalah; 4) tujuan penelitian; 5) manfaat penelitian; dan 6) penegasan istilah.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional a Pendidikan d Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE NAMA KEGIATAN : STUDI KEBIJAKAN DAN PENGUATAN KOLABORASI INTERNASIONAL

TERM OF REFERENCE NAMA KEGIATAN : STUDI KEBIJAKAN DAN PENGUATAN KOLABORASI INTERNASIONAL TERM OF REFERENCE NAMA KEGIATAN : STUDI KEBIJAKAN DAN PENGUATAN KOLABORASI INTERNASIONAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara efektif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan sumberdaya manusia dipersiapkan untuk memiliki kompetensi

Lebih terperinci

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pendampingan Implementasi KTSP di SD Wedomartani Oleh Dr. Jumadi A. Pendahuluan Menurut ketentuan dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Refleksi Program Rintisan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Refleksi Program Rintisan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Refleksi Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di Sekolah Menengah Pertama pada Tahun Pelajaran 2009-2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Amat Jaedun (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, FT UNY) Abstrak Penelitian ini bertujuan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

BAB I PENDAHULUAN. lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbaikan mutu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia telah lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Untuk itu diperlukan langkah-langkah

Lebih terperinci

Oleh : Sugiyatno, M.Pd

Oleh : Sugiyatno, M.Pd Oleh : Sugiyatno, M.Pd Dosen PPB/BK- FIP- UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA sugiyatno@uny.ac.id Sugiyatno. MPd Jln. Kaliurang 17 Ds. Balong, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Hp. 08156009227 Beriman

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Amat Jaedun (Dosen Jurdiknik Sipil dan Perencanaan FT UNY)

PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Amat Jaedun (Dosen Jurdiknik Sipil dan Perencanaan FT UNY) PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Amat Jaedun (Dosen Jurdiknik Sipil dan Perencanaan FT UNY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan: (1) memperoleh gambaran

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 Abstrak Evaluasi kinerja penyelenggaraan rintisan SMA bertaraf

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

Lebih terperinci

TERWUJUDNYA LAYANAN PENDIDIKAN YANG PRIMA, UNTUK MEMBENTUK INSAN LAMANDAU CERDAS KOMPREHENSIF, MANDIRI, BERIMANDAN BERTAQWA SERTA BERBUDAYA

TERWUJUDNYA LAYANAN PENDIDIKAN YANG PRIMA, UNTUK MEMBENTUK INSAN LAMANDAU CERDAS KOMPREHENSIF, MANDIRI, BERIMANDAN BERTAQWA SERTA BERBUDAYA BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Visi adalah gambaran atau pandangan tentang masa depan yang diinginkan. Dalam konteks perencanaan, visi merupakan rumusan umum mengenai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 dinyatakan bahwa negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL I. UMUM Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 15 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 10 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA. Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA. Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) 42 PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adala sebuah jenjang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan pendidikan, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis 67 BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis karakter di SMP Muhammadiyah 3 Ampel Boyolali Perencanaan adalah proses dasar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang Mengingat : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa pendidikan nasional

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING DAN PENELUSURAN MINAT DI SMP DALAM KURIKULUM 2013

BIMBINGAN DAN KONSELING DAN PENELUSURAN MINAT DI SMP DALAM KURIKULUM 2013 BIMBINGAN DAN KONSELING DAN PENELUSURAN MINAT DI SMP DALAM KURIKULUM 2013 Hak Cipta 2014 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASlONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASlONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASlONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING Dl INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmatinya. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KURIKULUM Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dara Pricelly Rais,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dara Pricelly Rais,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah individu. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup Melalui pendidikan, individu memperoleh pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 957, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Tingkat Satuan Pendidikan. Dasar. Menengah. Kurikulum. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI LAYANAN PENGEMBANGAN PRIBADI MAHASISWA Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyelenggara pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan tersebut bukan hanya dalam menghadapi dampak tranformasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

Kurikulum Berbasis TIK

Kurikulum Berbasis TIK PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus, bahkan dewasa ini berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau hari, melainkan jam, bahkan menit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 08 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 08 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 08 TH. 2010 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci